Dokumen tersebut membahas tentang pembelajaran fisika dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran fisika adalah proses belajar mengajar yang mempelajari peristiwa alam untuk meningkatkan kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif siswa. Model PBL mengajarkan siswa untuk memecahkan masalah dengan mengumpulkan informasi dan berkolaborasi dalam kelompok kecil. Model ini bertujuan mengembang
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Bab 2 skripsi
1. 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1; Pembelajaran Fisika
Belajar adalah proses bagi peserta didik dalam membangun gagasan atau
pemahaman sendiri, maka kegiatan pembelajaran hendaknya memberikan
kesempatan bagi peserta didik melakukan hal secara lancar dan termotivasi
(Mulyono, 2011:39). Menurut Dimyati dkk (2009:157) pembelajaran merupakan
proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam
belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan,
keterampilan, dan sikap. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang
guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang
intens dan terarah yang menuju pada suatu target yang telah ditetapkan
sebelumnya (Trianto, 2009:17). Jadi pembelajaran adalah proses belajar mengajar
yang dilakukan secara 2 arah yaitu oleh guru dan siswa dalam memperoleh dan
memproses pengetahuan, keterampilan, serta sikap untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru harus bisa mengatur dan
mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong
dan menumbuhkan motivasi belajar siswa yang menghasilkan perubahan pada
dirinya.
6
Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang
mempelajari gejala-gejala dan kejadian alam melalui serangkaian proses yang
dikenal dengan proses ilmiyah yang dibangun atas dasar sikap ilmiyah dan
hasilnya berwujud produk ilmiyah berupa konsep, hukum, dan teori yang berlaku
secara universal (Trianto, 2011:137). Menurut Bektiarso (2000:12), fisika
merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang gejala alam dan menerangkan
bagaimana gejala tersebut terjadi. Fisika merupakan mata pelajaran yang tidak
hanya sekedar hafalan, tetapi memerlukan pengertian dan pemahaman konsep
2. 2
yang dititik beratkan pada proses terbentuknya pengetahuan melalui suatu
penemuan, penyajian data secara matematis, dan berdasarkan aturan-aturan
tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran fisika dapat diartikan
sebagai proses belajar mengajar yang mempelajari peristiwa-peristiwa atau gejala
alam yang direncanakan secara sistematis dan bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif yang dikembangkan melalui
pengalaman belajar. Dengan demikian dalam pembelajaran fisika dibutuhkan
pengalaman secara langsung agar memudahkan siswa untuk memahami kejadian-
kejadian yang sebenarnya.
2.2; Model Pembelajaran
Joyce (dalam Trianto, 2011:52) model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola
mengajar secara tatap mukadi dalam kelas atau mengatur tutorial. Joyce dan Weil
(dalam Trianto, 2011:53) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang dipergunakan dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pemebelajaran tutorial untuk menentukan perangkat
pembelajaran.
2.2.1 Ciri – ciri Model Pembelajaran
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada
strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus
yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri- ciri tersebut ialah:
a4 Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya;
b4 Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai;
c4 Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil;
d4 Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai (Kardi dan Nur dalam Trianto 2010:23).
Menurut Bruce Joyce (dalam Winataputra, 1997:83), enam karakteristik
model pembelajaran yaitu:
3. 3
a4 Sintakmatik, yaitu tahap tahap kegiatan dalam model tersebut.
b4 Sistem sosial, yaitu situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam
model tersebut.
c4 Prisip reaksi yaitu pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana
seharusnya guru melihat dan memperlakukan para pelajar, termasuk
bagaimana seharusnya para pengajar memberikan respon pada mereka.
d4 Sistem pendukung, yaitu segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan
untuk melaksanakan model tersebut.
e4 Dampak instruksional, yaitu hasil belajar yang dicapai langsung dengan
cara mengarahkan para pelajar pada tujuan yang diharapkan.
f4 Dampak pengiring, hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses
belajar mengajar, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami
langsung oleh para pelajar tanpa pengarahan langsung dari pengajar.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah suatu rangkaian kosep yang sistematis, sebagai acuan dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2.3; Model Problem Based Learning (PBL)
Model Problem Based Learning (PBL), merupakan model yang sangat
efektif untuk mengajarkan proses-proses berfikir tingkat tinggi, membantu siswa
memproses informasi yang telah dimilikinya, dan membantu siswa memproses
informasi yang telah dimilikinya, dan membantu siswa membangun sendiri
pengetahuannya tentang dunia sosial dan fisik sekelilingnya (Munasir, 2010: 3-4).
PBL ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi kognitif modern yang
menyatakan bahwa belajar adalah proses dalam mana pembelajaran secara aktif
(Yasa, 2007:626). Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-
tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah (Kamdi, 2007: 77).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa Problem
Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang menghadapkan siswa pada
masalah dunia nyata untuk memahami konsep fisika bukan sekedar menghapal
konsep. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
4. 4
memberikan informasi sebanyak banyaknya kepada siswa. Dalam hal ini guru
berperan sebagai penyaji masalah, penanya, pemberi fasilitas pendidikan dan
dialog.
Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL)
memiliki karakteristik atau ciri ciri yang membedakannya dengan model
pengajaran yang lainnya. Ciri ciri atau karakteristik dari pengajaran berbasis
masalah adalah sebagai berikut (Arends dalam Trianto, 2009:93-94):
14 Mengajukan pertanyaan atau masalah
Bukannya mengorganisasikan disekitar prinsip-prisip atau keterampilan
akademik tertentu, pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan
pengajaran disekitar pertanyaan atau masalah yang dua duanya secara
sosial penting dan secara situasi kehidupan nyata autentik, menghindari
jawaban sederhana dan meningkatkan adanya berbagai macam solusi
untuk situasi itu.
24 Penyelidikan autentik
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah
nyata. Mereka harus menganalisis mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan
menganalisa informasi melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat
inferensi dan merumuskan kesimpulan. Sudah tentu metode yang
digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
34 Menghasilkan produk dan memamerkannya
Pembelajaran berdasarkan masalah menunut siswa untuk menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka
temukan. Produk itu dapat berupa laporan, model fisik, video maupun
progra komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan
kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada
teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan
menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau
makalah.
44 Kolaborasi
PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu sam lainnya, paling
sering secara berpasangan atau dalm kelompok kecil. Bekerja sama
memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas
tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan
dialog utnk mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan berfikir.
Pengajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berfikir kreatif dan
kritis dalam pemecahan masalah dan mengembangkan kemampuan intelektual.
5. 5
Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang akan dicapai, secara terperinci
tujuan model PBL adalah sebagai berikut (Ibrahim, 2005:14-15):
14 Mengembangkan Keterampilan Berfikir dan Keterampilan Memecahkan
Masalah
Siswa dihadapkan pada masalah yang harus dipecahkan, siswa dapat
bekerja sama dengan temannya untuk bertukar pengalaman dan ilmu
sehingga terjadi dialog dan interaksi yang berkaitan dengan masalah
tersebut untuk menemukan pemecahan masahnya, hal ini akan
meningkatkan ketrampilan sosial dan ketrampilan berfikir sekaligus
diharapkan meningkatkan siswa dalam memecahkan masalah semakin
berkembang.
24 Mengajarkan Otonom dan Mandiri
Pengajaran berbsis masalah membentuk siswa untuk menjadi pembelajar
mandiri. Ciri siswa yang menjadi pembelajar mandiri adalah, (a) mampu
secara cermat mendiagnosis suatu pembelajaran tertentu yang sedang
dihadapinya, (b) mampu memilih strategi belajar tertentu untuk
menyelesaikan masalah belajarnya, (c) memonitor keefektifan strategi
tersebut, maksudnya jika strategi pembelajaran yang diterapkan selama ini
kurang optimal maka dia akan mengganti strategi yang lebih bagus dari
yang sebelumnya, (d) cukup termotivasi untuk terlibatdalam situasi belajar
tersebut sampai masalahnya terselesaikan.
Joice dan Weill (2011:104-117) mengemukakan bahwa setiap model
pembelajaran berbasis masalah memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
14 Sintakmatik model PBL (Problem Based Learnng)
Tabel 2.1 Langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learnng (PBL)
Tahapan Aktivitas guru Aktivitas siswa
Fase 1
Orientasi siswa
kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena
untuk memunculkan
masalah, memotivasi siswa
untuk terlibat dalam
aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih.
Memperhatikan guru dengan
seksama, merumuskan
masalah, menyiapkan sarana
dan prasarana yang
dibutuhkan, dan menentukan
aktivitas PBL
Fase 2
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
Guru membantu siswa
untuk mendifinisikan dan
mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
Berkumpul dalam kelompok
yang telah ditentukan,
mendefinisikan,
(menyebutkan) dan
mengorganisasikan
(merencanakan) tugas tugas
belajar yang berhubungan
6. 6
dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing
penyelidikan
individual dan
kelompok
Guru mendorong siswa
untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan
masalah.
Merumuskan hipotesis,
melakukan eksperimen,
mengumpulkan data, diskusi
kelompok, melakukan
penyelidikan, melakukan
analisis data, memecahkan
masalah dan membuat
kesimpulan.
Fase 4
Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya
Guru membantu siswa
merencanakan dan
menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan,
video, dan model serta
membantu mereka berbagi
tugas dengan temannya
Menyusun laporan (hasil
karya), menyiapkan
penyajian hasil karya,
membagi tugas dengan
anggota kelompokna,
membuat kesimpulan dan
menyajikan hasil karya
Fase 5
Menganalisis dan
mengevaluasi
proses pemecahan
masalah
Guru membantu siswa
untuk melakukan refleksi
dan evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan
proses proses yang mereka
gunakan.
Merefleksi dan
mengevaluasi penyelidikan
laporan.
(sumber: pengembangan sintak Ibrahim & Nur dalam Trianto , 2010:98)
2. Sistem Sosial
Problem Based Learning (PBL) membutuhkan kondisi yang nyaman, dimana
terjadi interaksi secara langsung antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa.
Sistem sosial yang diharapkan dalam pembelajaran ini adalah pembentukan
kelompok kecil dengan kondisi siswa yang heterogen dan demokratis, siswa
diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya dalam diskusi.
3. Prisnsip reaksi
Prinsip – prinsip reaksi yang harus dikembangkan adalah: peranan guru sebagai
fasilitator dan negosiator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan
selama proses pendefinisian dan pengklarifikasian masalah.
4. Sistem pendukung
Sarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model ini adalah media
pembelajaran misalnya seperti buku pelajaran fisika, alat eksperimen, dan lembar
kerja siswa.
7. 7
5. Dampak isntruksional
Dampak instruksional dari pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL)
dengan metode eksperimen berupa peningkatan hasil belajar siswa.
6. Dampak pengiring
Dampak pengiring dari pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL)
dengan metode eksperimen adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kerja sama antar siswa dengan membantu teman dalam
kelompok untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan yang
diberikan.
b. Siswa berani mengungkapkan pendapat di depan umum.
Siswa belajar menerima kelebihan dan kekurangan temannya serta dapat
menerima pendapat orang lain.
Sebagai suatu model pembelajaran, maka model pembelajaran berbasis
masalah memiliki beberapa kelebihan (Sanjaya, 2009 :220) diantaranya
a. Merupakan tehnik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Meningkatakan aktivitas pembelajaran siswa.
d. Membantu siswa bagaimana mentransfer penegetahuan untuk memahami
masalah dunia nyata.
e. Mengembangkan minat siswa untuk terus menerus belajar sekalipun
belajar pada pendidikan formal berakhir.
f. Mengembangakan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan
kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
g. Memberikan kesempatan mereka untuk mempraktekkan ke dalam dunia
nyata.
Selain mempunyai kelebihan tentu saja model pembelajaran ini
mempunyai kelemahan (Sanjaya, 2009:221), diantaranya:
a. Manakala siswa yang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka
mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan model pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan.
c. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai
materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka
harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka
mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
8. 8
Untuk mengatasi kekurangan model Problem Based Learning (PBL) maka
perlu dilakukan persiapan sebaik baiknya, diantaranya adalah persiapan materi,
persiapan kelompok, persiapan mesia pembelajaran (alat–alat praktikum) yang
sebelumnya telah diberitahukan dulu pada siswa pada pertemuan sebelumnya.
2.4; Model Learning Cycle 5 E
Learning cycle dalam bahasa Indonesia disebut sebagai siklus belajar.
Model Pembelajaran learning cycle merupakan salah satu model pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme. Learning cycle merupakan model
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Model pembelajaran
learning cycle merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fase fase atau
tahap tahap kegiatan yang diorganisasi sedeikian rupa sehingga siswa dapat
menguasai kompetensi–kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran
dengan jalan berperan aktif (Fajaroh dan Dasna , 2007:96).
Model pembelajaran learning cycle pertama kali dikembangkan oleh
Science Curiculum Improvement Study (SCIS) pada awal tahun 1960-an dengan
menggunakan 3 fase yaitu fase Exploration, fase Invention, dan fase Discovery
(Bybee et. al, 2006:3). Istilah – istilah tersebut lebih lanjut dimodifikasi menjadi
fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (term introduction), dan konsep
aplikasi ( concept aplication).
Pada ketiga fase siklus tersebut mengalami pengembangan. Tiga tersebut
saat ini dikembangkan menjadi lima tahap. Lorsbach (dalam Wena, 2011:171-173)
mengatakan bahwa tahapan tersebut adalah (a) pembangkitan minat
(engagement), (b) eksplorasi (exploration), (c) penjelasan (explanation), (d)
elaborasi (elaboration), dan (e) evaluasi (evaluation).
1. Pembangangkitan Minat
Tahap pembangkitan minat merupakan tahap awal dari siklus belajar. Pada
tahap ini, guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat dan
keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang akan diajarkan. Hal ini
dilakukan deangan cara mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam
kehidupan sehari-hari (yang berhubungan dengan topik bahasan. Dengan
demikian, siswa akan memberikan respon/jawaban, kemudian jawaban siswa
9. 9
tersebut dapat dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal
siswa tentang pokok bahasan. Kemudian guru perlu melakukan identifikasi
ada/tidaknya kesalahan konsep pada siswa. Dalam hal ini guru harus
membangun keterkaitan anatara pengalaman keseharian siswa dengan topik
pembelajaran yang akan dibahas.
2. Eksplorasi (Exploration)
Pada tahp eksplorasi dibentuk kelompok-kelompok kecil antara 2-4 siswa,
kemudian diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil tanpa
pembelajaran langsung dari guru. Dalam kelompok ini siswa didorong untuk
menguji hipotesis baru, mencoba alternatif pemecahannya dengan teman
sekelompok, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide atau pendapat
yang berkembang dalam diskusi. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator
dan motivator.
3. Penjelasan
Fase ini mupakan fase ketiga dari 5E. Pada tahap ini guru dituntut
mendorong siswa untuk menjelaskan konsep-kosep yang telah diperoleh dengan
pemikiran sendiri. Guru meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan siswa dan
mengarahkan pada kegiatan diskusi, guru memberi definisi dan penjelasan
tentang konsep yang dibahas dengan penjelasan siswa
4. Elaborasi
Pada fase elaborasi siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah
dipelajari dalam situasi baru atau konteks berbeda. Hal ini bertujuan agar siswa
dapat belajar secara bermakna karena telah menerapkan atau mengaplikasikan
konsep yang baru dipelajarinya dalam situasi baru. Jika fase ini dapat dirancang
dengan baik oleh guru, maka motivasi belajar siswa akan meningkat.
Meningkatnya motivasi belajar tentu dapat mendorong peningkatan hasil belajar.
5. Evaluasi
Pada fase ini, guru akan mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa
dalam menerapkan konsep baru. Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan
mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan
observasi, bukti dan penjelasan yang diperoleh dari sebelumnya.
10. 10
Kelima tahapan tersebut dapat digambarkan dalam siklus seperti di bawah ini.
Gambar 2.1 lima tahapan Learning Cycle 5E
Model learning cycle 5E meiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Sintakmatik
Tabel 2.2 langkah-langkah model pemebelajaran learning cycle 5E
Tahapan kegiatan guru kegiatan siswa
Engage a. Membangkitkan minat
dan menciptakan keingintahuan
(curiosity).
b. Mengajukan pertanyaan
tentang proses faktual dalam
kehidupan sehari hari.
c. Mengkaitkan topik yang
dibahas dengan pengalaman
siswa. Mendorong siswa untuk
mengingat pengalaman sehari-
harinya dan menunjukkan
keterkaitannya dengan topik
pembelajaran yang sedang
dibahas.
a. Mengembangkan
minat/rasa ingin tahu terhadap
topik bahasan.
b. Memberikan respon
terhadap pertanyaan.
c. Berusaha mengingat
pengalaman sehari-hari dan
menghubungkan dengan topik
pembelajaran yang akan
dibahas.
Explore a. Membentuk kelompok,
memberi kesempatan untuk
bekerja sama dalam kelompok
kecil secara mandiri.
b. Guru berperan sebagai
fasilitator.
c. Mendorong siswa untuk
a. Membentuk kelompok
dan berusaha bekerja dalam
kelompok
b. Membuat prediksi
baru
c. Mencoba alternatif
pemecahan dengan teman
11. 11
menjelaskan konsep dengan
kalimat mereka sendiri.
d Meminta bukti dan
klarifikasi penjelasan siswa,
mendengar secara kritis
penjelasan antar siswa.
e Memberi definisi dan
penjelasan dengan memakai
penjelasan siswa terdahulu
sebagai dasar diskusi,
sekelompok, mencatat
pengamatan, serta
mengembangkan ide baru.
d Menunjukkan bukti
dan memberi klarifikasi
terhadap ide-ide baru.
e Mencermati dan
berusaha memahami
penjelasan guru
Explain a Mendorong siswa untuk
menjelaskan konsep dan definisi
dengan bahasanya sendiri.
b Meminta alasan/bukti-
bukti dan penjelasan siswa
c Mendengar secara kritis
penjelsan antar siswa atau guru.
d Memandu diskusi
a Mencoba memberi
penjelasan terhadap konsep
yang ditemukan
b Menggunakan hasil
pengamatan dan catatan
dalam memberi penjelasan.
c Melakukan
pembuktian terhadap konsep
yang diajukan.
d Mendisikusikan
Tahapan kegiatan guru kegiatan siswa
Elaborasi a Mengingatkan siswa pada
penjelasan alternatif dan
mempertimbangkan data/bukti
saat mereka mengeksplorasi
situasi baru.
b Mendorong dan memfasilitasi
siswa mengaplikasi konsep
keterampilan dala setting yang
baru.
a Menerapkan konsep
dan keterampilan dalam
situasi abru dan menggunakan
label dan definisi formal.
b Bertanya,
mengusulkan pemecahan,
membuat keputusan,
melakukan percobaan, dan
pengamatan.
Evaluasi a Mengamati pengetahuan
atau pemahaman siswa dalam hal
penerapan konsep baru.
b Mendorong siswa
melakukan evaluasi diri.
c Mendorong siswa
memahami
kekurangan/kelebihannya dalam
kegiatan pembelajaran.
a Mengevaluasi
belajarnya sendiri dengan
mengajukan pertanyaan
terbuka dan mencari jawaban
yang menggunakan observasi,
bukti, dan penjelasan yang
diperoleh sebelumnya.
b Mengambil
kesimpulan lanjut atas situasi
belajar yang dilakukannya.
c Melihat dan
menganalisis kekukrangan
kelebihannya dalam kegiatan
pembelajaran.
12. 12
(sumber : Wena, 2011:173-175)
b Sistem sosial
Sistem sosial yang berlaku dalam model ini bersifat demokratis. Siswa
diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya dalam diskusi. Selain itu
juga dituntut untuk salinh bekerjasama dengan teman dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada pada tahap exploration dan menyampaikan hasilnya pada
tahap explanation . Siswa juga dituntut untuk mendiskusikan konsep pada situasi
baru dalam kelompok pada tahap elaborate.
c Prinsip reaksi
Guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing eksperimen dan pemberi
kritik terhadap kinerja siswa. Guru berupaya menciptakan kegiatan yang dapat
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar secara aktif dan guru berupaya
menciptakan kegiatan pembelajaran yang menuntut terjadi interaksi antara siswa
dengan siswa yang lain maupun antar siswa dengan guru.
d Sistem pendukung
Sarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model ini adalah
buku paket FISIKA serta referensi lain yang mendukung siswa untuk mengaitkan
informasi dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan konsep fisika, serta alat dan
bahan percobaan.
e Dampak instruksional
Dampak instruksional dari penerapan model pembelajaran ini adalah siswa
mampu memahami konsep fisika, kemampuan menerapkan konsep fisika dalam
memecahkan masalah, kemampuan merespon dan menilai fenomena fisika yang
terjadi, memperhatikan penjelasan guru, melakukan eksperimen, dan kemampuan
bersosialisasi.
f Dampak pengiring
Dampak pengiring dari penerapan model ini adalah sebagai berikut:
1 Siswa berani mengungkapkan ide untuk memecahkan permasalahan
kelompok.
13. 13
2 Meningkatkan kerjasama antar siswa dengan membantu teman dalam
kelompok untuk memahami materi dan menyelesaikan permasalahan
yang diberikan.
3 Siswa memiliki rasa percaya diri dalam berkomunikasi dengan teman.
4 Menumbuhkan interaksi dan sharing yang baik arena siswa belajar
menghargai pendapat teman.
5 Meningkatkan keterampilan proses.
Menurut Fajaroh dan Dasna (2007: 99-100) kelebihan model Learning
Cycle 5E adalah sebagai berikut:
a Memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam
merancang kegiatan pembelajaran.
b Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam
proses pembelajaran.
c Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa.
d Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kelemahan penerapan model ini adalah sebagai berikut:
1 Efektivitas guru rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah–
langkah pembelajaran
2 Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran
3 Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi
4 Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana
dan melaksanakan pembelajaran
2.5; Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian sejenis yang berkaitan dengan model pembelajaran problem
based learning yang membandingkan hasil belajar dengan model pembelajaran
konvensional pernah dilakukan oleh Rianty Chanshera Dewi (2012) mahasiswi
pendidikan fisika dengan judul “Model Problem Based Learning (PBL) disertai
metode eksperimen dalam pembelajaran fisika di SMP”. Menurut penelitian
tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
belajar fisika siswa menggunakan model pembelajaran Model Problem Based
Learning (PBL) disertai metode eksperimen dengan pembelajaran konvensional
kelas VII SMP N 1 Grujugan tahun 2011/2012. Setelah dikonsultasikan pada taraf
14. 14
signifikasi 5% hasilnya 0,025 < 0,05. Dengan demikian maka rata-rata hasil
belajar kelas eksperimen > hasil belajar kelas kontrol.
Penelitian terdahulu juga pernah dilakukan oleh Naily Dinul Qoyyimah
(2012) mahasiswa pendidikan fisika, dengan penelitian yang bejudul
“Ketrampilan proses sains dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika di
SMA melalui penerapan model Learning Cycle 5E”. Menurut penelitian ini Naily
menjelaskan bahwa hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan model
learning cycle 5E lebih meningkat, ditunjukkan dengan p-value 0,002 lebih besar
dari α = 0,05 , hal ini disebabkan karena dengan menggunakan model learning
cycle 5E, siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan mongkontruksi
pengetahuan berdasarkan pengalaman, sehingga mereka lebih paham dengan
konsep yang telah mereka pelajari.
2.6; Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari segi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil
belajar. Dari segi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak
proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3-4). Sudjana (2010:22) menyatakan
hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar ini dibagi menjadi 3 macam,
yakni (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian (c) sikap dan
cita-cita. Klasifikasihasil belajar dari Benyamin Bloom (dalam Sudjana, 2010:22)
secara garis besar dibagi menjadi 3 ranah: 1) ranah kognitif yang berkenaan
dengan hasil belajar intelektual, 2) ranah afektif yang berkenaan dengan sikap,
dan 3) ranah psikomotor yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan suatu nilai
yang dilihat dari penguasaan kemampuan pengetahuan yang bersifat kognitif,
psikomotorik, dan afektif. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang akan dinilai
adalah hasil belajar kognitif yang meliputi aspek pengetahuan, pemahaman,
15. 15
penerapan atau aplikasi. Hasil belajar dari penelitian ini diperoleh dari pre test dan
post test siswa.
2.7; Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses sains adalah kemampuan atau kecakapan untuk
melaksanakan suatu tindakan dalam belajar sains sehingga mengahasilkan konsep,
teori, prinsip, hukum maupaun fakta yang diamati (Widayanto, 2009). Lebih
lanjut Dimyati dan Mudjiono (2006:140) menjelaskan fisika dibangun melalui
pengembangan keterampilan proses sains misalnya : menyusun hipotesis,
melaksanakan eksperimen, mencatat hasil pengamatan, membuat grafik,
menganalisis data, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Dari pendapat
tersebut dapat disimpulkan keterampilan proses sains adalah cara-cara yang
ditempuh orang untuk mendapatkan pengetahuan tentang alam termasuk proses
didalamnya berupa melakukan perencanaan, menyusun model, mengambil
kesimpulan, dan lain lain.
Ada beberapa keterampilan proses yang meliputi 6 keterampilan dasar
(basic skills) dan 10 keterampilan terintegrasi (integrated skills). Enam
keterampilan dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a Mengamati (Mengobservasi)
Kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar
dalam proses dan memperoleh pengetahuan serta merupakan hal
terpenting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses yang
lain. Mengamati merupakan tanggapan kita terhadap berbagai objek dan
peristiwa alam dengan mengunakan panca indera. Proses mengamati
meliputi: melihat, mendengar, merasa, meraba, membau, mencicipi,
mengecap, menyimak, megukur, dan membaca.
b Mengklasifikasikan
Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah
berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga
didapatkan golongan/ kelompok sejenis dari objek peristiwa yang
dimaksud.
c Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan
memperoleh fakta, konsep, dan prisisp ilmu pengetahuan dalam bentuk
suara, visual ataupun suara visual.
d Mengukur
16. 16
Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur
dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh-
contoh kegiatan yang menampakkan keterampilan mengukur antara lain:
mengukur panjang garis, mengukur berat badan dan kegiatan lain yang
sejenis.
e Memprediksi
Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau
membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu
mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu,
atau hubungan fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.
f Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk
memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta,
konsep, dan prinsip yang diketahui.
(Dimyati dan Mudjiono, 2006:141-145)
Keterampilan proses terintegrasi pada hakikatnya merupakan ketermapilan-
keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Sepuluh keterampilan
terintegrasi tersebut menurut Dimyati dan Mudjiono (2006, 145-150) diuraikan
sebagai berikut.
a Mengenali variabel
Variabel dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai variasi
nilai atau konsep yang akan diberi lebih dari satu nilai (Dimyati dan
Mudjiono, 2006:145). Ada dua macam variabel yang perlu
dikenalsebelum melakukan penelitian, yakni: variabel termanipulasi
(manipulated variable) dan variabel terikat.
Variabel termanipulasi atau variabel bebas dapat diartikan sebagai
variabel yang sengaja diubah-ubah. Variabel terikat adalah variabel yang
diramalkan akan timbul dalam hubungan yang fungsional (dengan atau
sebagai pengaruh variabel bebas).
b Membuat tabel data
Setelah melaksanakan pengumpulan data, seorang penyidik harus
mampu membuat tabel data. Keterampilan ini berfungsi untuk
menyajikan data yang diperlukan penelitian.
c Membuat grafik
17. 17
Keterampilan membuat grafik adalah kemampuan mengolah data
untuk disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan
variabel termanipulasi selalu dalam sumbu datar dan variabel hasil selalu
ditulis sepanjang sumbu vertikal.
d Menggambarkan hubungan antar variabel
Ketermapilan menggambarkan hubungan antar variabel dapat
diartikan sebagai kemampuan mendeskripsikan hubungan antar variabel
termanipulasi dengan variabel hasil atau hubungan antara variabel-
variabel yang sama.
e Mengumpulkan dan mengolah data
Keterampilan mengumpulkan dan mengolah data diperlukan untuk
pengukuran dan pengujian hipotesis (Surakhmad dalam Dimyati,
2006:148). Keterampilan mengumpulkan dan mengolah data adalah
kemapuan memperoleh informasi atau data dari orang atau sumber
informasi lain dengan lisan tertulis, atau pengamatan dan mengkajinya
lebih lanjut secara kuantitatif atau kualitatif sebagai dasar pengujian
hipotesis atau penyimpulan
f Menganalisis penelitian
Keterampilan menganalisis penelitian merupakan kemampuan
menelaah laporan penelitian orang lain untuk meningkatkan pengenalan
terhadap unsur-unsur penelitian.
g Menyusun hipotesis
Keterampilan menyusun hipotesis dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk menyatakan ‘dugaan yang dianggap benar” mengenai
adanya suatu faktor yang terdapat dalam satu situasi.
h Mendefinsikan variabel
Keterampilan mendefinisikan variabel dapat diartikan sebagai
kemampuan mendeskripsikan variabel beserta segala atribut sehinngga
tidak menghasilkan rumussan dalam bentuk kalimat pernyataan.
i Merancang penelitandimanipulasi
18. 18
Keterampilan ini dapat diartikan sebagai kemampuan atas kegiatan
untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang dan direspon dalam
penelitian secara operasional, kemungkinan dikontrolnya variabel
hipotesis yang diuji dan cara mengujinya, serta hasil yang diharapkan
dari penelitian yang akan dilaksanakan.
j Melakukan eksperimen
Keterampilan ini diartikan sebagai keterampilan untuk
mengadakan pengujian terhadap ide-ide yag bersumber dari fakta,
konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi
yang menerima atau menolak ide-ide itu.
2.8; Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah
a ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL),dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E.
b ada perbedaan yang signifikan antara keterampilan proses siswa yang
diajar menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL),dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E.