1. PENDAHULUAN
Negara Indonesia yang terletak di garis Khatulistiwa memiliki daratan dan lautan
yang cukup luas (sekitar 5 juta KM²) dikaruniai oleh alam yang indah, tumbuhan
yang beraneka ragam dan juga hewan yang beraneka rupa oleh Alah SWT, Dzat
Yang Maha Segalanya. Karena itulah, Indonesia (pernah) disebut sebagai Jamrud
Khatulistiwa
Pun dengan kehidupan masyarakatnya sendiri, Indonesia adalah negara yang
penuh dengan keberagaman suku, yang tentunya akan semakin nampak indah pula
jika sudah tak ada lagi peperangan atau pun konflik antar suku. Suku-suku itu pun
sampai sekarang ada yang masih setia memeluk peraturan yang ditetapkan nenek
moyangnya terdahulu, misalkan, suku Baduy di Jawa Barat yag tak pernah boleh
memakai alas kaki, harus menikah dengan sesama Baduy, dan lainnya.
Suku-suku yang masih tinggal di pedalaman mengandalkan hidupnya dari
alam, mereka memakan binatang melata yang hidup di alam, termasuk katak. Tidak
hanya suku-suku itu, masyarakat perkotaan juga gemar mengkonsumsi katak,
bahkan, ada rumah makan yang menjadikan katak sebagai menu andalan mereka
Permasalahannya, apakah mengkonsumsi katak itu diperbolehkan atau halal
menurut Islam? Bagaimanakah ketetapan hukum Islam mengenai hal itu? Perlukah
diadakan Ijtihad? Bagaimanakah pandangan atau ketetapan dari ulama-ulama
besar?
PEMBAHASAN
Jika masalah taqlid dan ijtihad harus ditelusuri ke belakang, barangkali yang
paling tepat ialah kita menengok ke zaman ‘Umar ibn al-Khathtab, Khalifah ke II.
Bagi orang-orang muslim yang datang kemudian, khususnya kalangan kaum Sunni,
2. berbagai tindakan ‘Umar dipandang sebagai contoh klasik persoalan taqlid dan
ijtihad. Salah satu hal yang
memberi petunjuk kita tentang prinsip dasar ‘Umar berkenaan dengan persoalan
pokok ini ialah isi suratnya kepada Abu Musa al-Asy’ari, gubernur di Basrah, Irak:
“Adapun sesudah itu, sesungguhnya menegakkan hukum (alqadla) adalah
suatu kewajiban yang pasti dan tradisi (Sunnah) yang harus dipatuhi. Maka
pahamilah jika sesuatu diajukan orang kepadamu. Sebab, tidaklah ada manfaatnya
berbicara mengenai kebenaran jika tidak dapat dilaksanakan. Bersikaplah ramah
antara sesama manusia dalam kepribadianmu, keadilanmu dan majlismu, sehingga
seorang yang berkedudukan tinggi (syarif) tidak sempat berharap akan keadilanmu.
Memberi bukti adalah wajib atas orang yang menuduh, dan mengucapkan sumpah
wajib bagi orang yang mengingkari (tuduhan). Sedangkan kompromi (ishlah,
berdamai) diperbolehkan diantara sesama orang Muslim, kecuali kompromi yang
menghalalkan hal yang haram dan mengharamkan hal yang halal. Dan janganlah
engkau merasa terhalang untuk kembali pada yang benar berkenaan dengan perkara
yang telah kau
putuskan kemarin tetapi kemudian engkau memeriksa kembali jalan pikiranmu lalu
engkau mendapat petunjuk kearah jalanmu yang benar; sebab kebenaran itu tetap
abadi, dan kembali kepada yang benar adalah lebih baik daripada berketerusan
dalam kebatilan. Pahamilah, sekali lagi, pahamilah, apa yang terlintas dalam
dadamu yang tidak termaktub dalam Kitab dan Sunnah, kemudian temukanlah segi-
segi kemiripan dan
kesamaannya, dan selanjutnya buatlah analogi tentang berbagai perkara itu, lalu
berpeganglah pada segi yang paling mirip dengan yang benar. Untuk orang yang
mendakwahkan kebenaran atau bukti, berilah tenggang waktu yang harus ia
gunakan dengan sebaik-baiknya. Jika ia
3. berhasil datang membawa bukti itu, engkau harus mengambilnya untuk dia sesuai
dengan haknya. Tetapi jika tidak, maka anggaplah benar keputusan (yang kau
ambil) terhadapnya, sebab itulah yang lebih menjamin untuk menghindari keraguan,
dan lebih jelas dari ketidakpastian (al-a’ma, kebutaan, kegelapan) … Barang siapa
telah benar niatnya kemudian
teguh memegang pendiriannya, maka Allah akan melindunginya berkenaan dengan
apa yang terjadi antara dia dan orang banyak. Dan barang siapa bertingkah laku
terhadap sesama manusia dengan sesuatu yang Allah ketahui tidak berasal dari
dirinya (tidak tulus), maka Allah akan menghinakannya …”
Dari kutipan surat yang lebih panjang itu ada beberapa prinsip pokok yang dapat
kita simpulkan berkenaan dengan masalah taqlid dan ijtihad. Prinsip-prinsip pokok
itu ialah:
Pertama, prinsip keotentikan (authenticity). Dalam surat ‘Umar itu prinsip
keotentikan tercermin dalam penegasannyabahwa keputusan apapun mengenai
suatu perkara harus terlebih dahulu diusahakan menemukannya dalam Kitab dan
Sunnah.
Kedua, prinsip pengembangan. Yaitu, pengembangan asas-asas ajaran dari Kitab
dan Sunnah untuk mencakup hal-hal yang tidak dengan jelas termaktub dalam
sumber-sumber pokok itu. Metodologi pengembangan ini ialah penalaran melalui
analogi. Pengembangan ini diperlukan, sebab suatu kebenaran akan membawa
manfaat hanya kalau dapat terlaksana, dan syarat keterlaksanaan itu ialah relevansi
dengan keadaan nyata.
Ketiga, prinsip pembatalan suatu keputusan perkara yang telah terlanjur diambil
tetapi kemudian ternyata salah, dan selanjutnya, pengambilan keputusan itu kepada
yang benar. Ini bisa terjadi karena adanya bahan baru yang datang kemudian, yang
sebelumnya tidak diketahui.
4. Keempat, prinsip ketegasan dalam mengambil keputusan yang menyangkut perkara
yang kurang jelas sumber pengambilannya (misalnya, tidak jelas tercantum dalam
Kitab dan Sunnah), namun perkara itu amat penting dan mendesak. Ketegasan
dalam hal ini bagaimanapun lebih baik daripada keraguan dan ketidakpastian.
Kelima, prinsip ketulusan dan niat baik, yaitu bahwa apapun yang dilakukan
haruslah berdasarkan keikhlasan. Jika hal itu benar-benar ada, maka sesuatu yang
menjadi akibatnya dalam hubungan dengan sesama manusia (seperti terjadinya
kesalahpahaman), Tuhanlah yang akan memutuskan kelak (dalam bahasa ‘Umar,
Allah yang akan “mencukupkannya”).
Dari prinsip-prinsip itu, prinsip keotentikan adalah yang pertama dan utama,
disebabkan kedudukannya sebagai sumber keabsahan. Karena agama adalah
sesuatu yang pada dasarnya hanya menjadi wewenang Tuhan, maka keotentikan
suatu keputusan atau pikiran keagamaan diperoleh hanya jika ia jelas memiliki dasar
referensial dalam sumber-sumber suci, yaitu Kitab dan Sunnah. Tanpa prinsip ini
maka klaim keabsahan keagamaan akan menjadi mustahil. Justru suatu pemikiran
disebut bernilai keagamaan karena ia merupakan segi derivatif semangat yang
diambil dari sumber-sumber suci agama itu.
PENGERTIAN IJTIHAD
Menurut bahasa, ijtihad berarti “pengerahan segala kemampuan
untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata
“ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan. Pengertian
ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya
dengan pengertian ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan
beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad)
dilakukan sembarang orang.
5. Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi.
Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan pemikiran untuk
mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitab-u ‘l-Lah dan Sunnah Rasul, baik
yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan qiyas (ma’qul nash),
atau yang terdekat itu diperoleh dari
maksud dan tujuan umum dari hikmah syari’ah- yang terkenal dengan “mashlahat.”
Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua kelompok ahli ushul flqh
(ushuliyyin) -kelompok mayoritas dan kelompok minoritas- yang mengemukakan
rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad
menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok mayoritas.
Menurut mereka, ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli
fxqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu
hokum syara’ (hukum Islam).
Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pelaku utihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang
berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan
hukum i’tiqadi atau hukum khuluqi,
3. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah
dhanni.
Jadi apabila kita konsisten dengan definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan
bahwa ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum. Dalam
6. hubungan ini komentator Jam’u ‘l-Jawami’ (Jalaluddin al-Mahally) menegaskan,
“yang dimaksud ijtihad adalah bila dimutlakkan maka ijtihad itu bidang hukum
fiqih/hukum furu’. (Jam’u ‘l-Jawami’, Juz II, hal. 379).
Atas dasar itu ada kekeliruan pendapat sementara pihak yang
mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat yang nyeleneh
atau syadz ini dipelopori al-Jahidh, salah seorang tokoh mu’tazilah. Dia mengatakan
bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat ini bukan saja menunjukkan
inkonsistensi terhadap suatu disiplin ilmu
(ushul fiqh), tetapi juga akan membawa konsekuensi pembenaran terhadap aqidah
non Islam yang dlalal. Lantaran itulah Jumhur ‘ulama’ telah bersepakat bahwa
ijtihad hanya berlaku di bidang hukum (hukum Islam) dengan ketentuan-ketentuan
tertentu.
MEDAN IJTIHAD
Di atas telah ditegaskan bahwa ijtihad hanya berlaku di bidang hukum. Lalu, hukum
Islam yang mana saja yang mungkin untuk di-ijtihad-i? Adakah hal itu berlaku di
dunia hokum (hukum Islam) secara mutlak?
Ulama telah bersepakat bahwa ijtihad dibenarkan, serta perbedaan yang terjadi
sebagai akibat ijtihad ditolerir, dan akan membawa rahmat manakala ijtihad
dilakukan oleh yang memenuhi persyaratan dan dilakukan di medannya (majalul
ijtihad). Lapangan atau medan dimana ijtihad dapat memainkan peranannya adalah:
1. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum ditegaskan oleh nash al-Qur’an
atau Sunnah secara jelas.
2. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum diijma’i oleh ulama atau aimamatu
‘l-mujtahidin.
7. 3. Nash-nash Dhanny dan dalil-dalil hukum yang diperselisihkan.
4. Hukum Islam yang ma’qulu ‘l-ma’na/ta’aqquly (kausalitas hukumnya/’illat-nya
dapat diketahui mujtahid).
Jadi, kalau kita akan melakukan reaktualisasi hukum Islam, disinilah seharusnya kita
melakukan terobosan-terobosan baru. Apabila ini yang kita lakukan dan kita
memang telah memenuhi persyaratannya maka pantaslah kita dianggap sebagai
mujtahid di abad modern ini yang akan didukung semua pihak. Sebaliknya ulama
telah bersepakat bahwa ijtihad tidak berlaku atau tidak dibenarkan pada:
1. Hukum Islam yang telah ditegaskan nash al-Qur’an atau Sunnah yang statusnya
qath’iy (ahkamun manshushah), yang dalam istilah ushul fiqih dikenal dengan
syari’ah atau “ma’ulima min al-din bi al-dlarurah.”
Atas dasar itu maka muncullah ketentuan, “Tidak berlaku ijtihad pada masalah-
masalah hukum yang ditentukan berdasarkan nash yang status dalalah-nya qath’i
dan tegas.” Bila kita telaah, kaidah itulah yang menghambat aspirasi sementara
kalangan yang hendak merombak hukum-hukum Islam qath’i seperti hukum
kewarisan al-Qur’an.
2. Hukum Islam yang telah diijma’i ulama.
3. Hukum Islam yang bersifat ta’abbudy/ghairu ma’quli ‘lma’na (yang kausalitas
hukumnya/’illat-nya tidak dapat dicerna dan diketahui mujtahid).
Disamping ijtihad tidak berlaku atau tidak mungkin dilakukan pada ketiga macam
hukum Islam di atas, demikian juga ijtihad akan gugur dengan sendirinya apabila
hasil ijtihad itu berlawanan dengan nash. Hal ini sejalan dengan kaidah, “Tidak ada
ijtihad dalam melawan nash.”
PERBEDAAN YANG DITOLERIR
8. Ijtihad dilegalisasi bahkan sangat dianjurkan oleh Islam. Banyak ayat al-Qur’an dan
Hadits Nabi yang menyinggung masalah ini. Islam bukan saja memberi legalitas
ijtihad, akan tetapi juga mentolerir adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad.
Hal ini antara lain diketahui dari
Hadits Nabi yang artinya,
“Apabila seorang hakim akan memutuskan perkara, lalu ia melakukan ijtihad,
kemudian ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala (pahala ijtihad dan
pahala kebenarannya). Jika hakim akan memutuskan perkara, dan ia berijtihad,
kemudian hasil ijtihadnya salah, maka ia
mendapat satu pahala (pahala ijtihadnya).” (Riwayat Bukhari Muslim).
Benarkah katak halal dimakan? Sedangkan Rasulullah s.a.w. sendiri
melarang membunuhnya? Dalam al-Quran disebut hanya babi saja yang
haram dimakan. Sedangkan semua hewan lain halal dimakan belaka kecuali
jika merupakan
1. Bangkai
2. Darah yang mengalir
3. Binatang yang disembelih bukan karena Allah
4. Binatang yang mati karena dicekik atau tercekik
5. Binatang yang mati karena dipukul
6. Binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi
7. Binatang yang mati karena ditanduk ketika berlaga dan
8. Binatang yang mati dimakan binatang buas.
Semua hukum tersebut disebut dengan jelas dalam dua ayat ini.
Dalam ayat pertama Allah berfirman: Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan kepada kamu memakan bangkai, dan darah, dan daging
babi, dan binatang-binatang yang disembelih tidak karena Allah maka siapa
terpaksa (memakannya karena darurat) sedang ia tidak mengingininya dan
9. tidak pula melampaui batas (pada kadar benda yang dimakan itu), maka
tidaklah ia berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha
Mengasihani. (al-Baqarah: 173) Dalam ayat kedua pula Allah berfirman:
Diharamkan kepada kamu (memakan) bangkai (binatang yang tidak
disembelih), dan darah (yang keluar mengalir), dan daging babi (termasuk
semuanya), dan binatang-binatang yang disembelih karena yang lain dari
Allah, dan yang mati tercekik, dan yang mati dipukul, dan yang mati jatuh
dari tempat yang tinggi, dan yang mati ditanduk, dan yang mati dimakan
binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih (sebelum habis
nyawanya), dan yang disembelih atas nama berhala; dan (diharamkan juga)
kamu merenung nasib dengan undi batang-batang anak panah. Yang
demikian itu adalah perbuatan fasik.
Pada hari ini, orang-orang kafir telah putus asa (daripada
memesongkan kamu) dari agama kamu (setelah mereka melihat
perkembangan Islam dan umatnya). Sebab itu janganlah kamu takut dan
gentar kepada mereka, sebaliknya hendaklah kamu takut dan gentar
kepada-Ku.
Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu, dan
Aku telah cukupkan nikmat-Ku kepada kamu, dan Aku telah redakan Islam
itu menjadi agama untuk kamu. Maka siapa yang terpaksa karena
kelaparan (memakan benda-benda yang diharamkan) sedang ia tidak
cenderung hendak melakukan dosa (maka bolehlah ia memakannya),
karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (al-
Maidah: 3)
Semua hukum yang disebut dalam dua ayat al-Quran di atas tidak
disebut bahwa katak haram dimakan. Jika meneliti nas dan dalil dari hadis
pula tentang hukum makan katak didapati bahwa Rasulullah tidak pernah
memperuntukkan hukum yang jelas tentangnya. Sebaliknya yang ada ialah
hadis yang memperuntukkan hukum larangan membunuh katak.
Dalam salah sebuah hadis itu disebutkan: Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Basysyar dan Abdur Rahman bin Abdul
Wahhab, mereka berdua telah berkata telah memberitahu kepada kami Abu
Aamir al-Aqdi telah memberitahu kepada kami Ibrahim bin al-Faqhl
daripada Said bin al-Maqburi daripada Abu Hurairah katanya bahwa
Rasulullah telah menegah daripada membunuh surah (sejenis burung),
katak, semut dan pelatuk. (Riwayat Ibn Majah)
Dalam hadis yang lain disebutkan: Telah berkata telah
memberitahu kepada kami daripada Ibn Abu Zib dan Yazid telah berkata
10. telah memberitahu kepada kami Ibn Abu Zib dari Said bin al-Musaiyyib
dari Abdul Rahman bin Uthman telah berkata telah menyebut seorang ahli
perubatan berada di sisi Rasulullah dan dia telah menyebut katak akan
dijadikan ubat, maka Rasulullah melarang membunuhnya. (Riwayat
Ahmad)
Dalam sebuah hadis lagi disebutkan: Telah memberitahu kepada
kami Ubaidullah bin Abdul Majid telah memberitahu kepada kami Ibn Abu
Zib dari Said bin Khali dal-Qarizi dari Said bin al-Musaiyyib dari Abdul
Rahman bin Uthman bahwa Rasulullah telah melarang membunuh katak.
(Riwayat an-Nasai)
Ada juga beberapa hadis yang menyebut bahwa suara katak pada
musim hujan merupakan tasbih kepada Allah.
Berdasarkan hadis-hadis itu menyebabkan setengah ulama
termasuk Imam asy-Syafie berijtihad dan menganggap bahwa karena
Rasulullah melarang membunuh katak, maka hukum makannya pun
dianggap haram.
Bagaimanapun, ketiga-tiga hadis melarang membunuh katak serta
beberapa hadis yang menyebut bahwa katak itu sebagai tasbih kepada
Allah adalah hadis yang lemah disebabkan terdapat dasar-dasar yang
lemah dan tidak boleh dipercayai. Dalam hadis pertama sebagai contoh
terdapat Ibrahim bin al-Fadhl yang disifat oleh Ibn Hanbal sebagai daif dan
an-Nasai pula menganggap dasar itu bukan thiqah (tidak boleh dipercayai).
Dalam kedua-dua hadis berikutnya terdapat pula Said bin Khalid
yang disifat oleh an-Nasai sebagai daif.
Apa yang boleh disimpulkan daripada semua hadis berkenaan ialah selain
ia tidak menyebut hukum pengharaman makan katak secara terang-terang,
ia juga tergolong daripada hadis yang lemah atau daif.
Pandangan ulama:
Ada beberapa ulama mengkategorikan katak seperti ikan dan hewan-
hewan yang tinggal dalam air.
Mengenai kategori ini ada nas yang umum daripada ayat al-Quran dan
hadis ditafsirkan (bukan secara terang-terang dan muktamad) bahwa semua
hewan yang tinggal dalam air adalah harus dimakan.
11. Nas yang umum daripada al-Quran itu bermaksud: Dihalalkan bagi
kamu binatang buruan laut, dan makanan yang didapati dari laut, sebagai
bekal bagi kamu (untuk dinikmati kelazatannya) dan juga bagi orang-orang
yang dalam pelayaran; tetapi diharamkan atas kamu memburu binatang
buruan darat selama kamu sedang berihram. Oleh itu, bertakwalah kepada
Allah, yang kepada-Nya kamu akan dihimpunkan. (Al-Maidah: 96)
Nas yang umum daripada hadis pula seperti hadis riwayat Imam
Ahmad, At-Tarmizi, Imam Malik, ad-Darimi dan lain-lain yang bermaksud:
Ia (laut) bersih airnya dan halal bangkainya.
Berdasarkan nas daripada al-Quran dan hadis yang umum ini serta
hukum yang diambil daripada kaedah syariah asal setiap sesuatu itu harus,
maka dapat dikatakan semua hewan yang tinggal dalam air harus dimakan
termasuk katak. Bagaimanapun, hukum halal ijtihad seperti ini adalah
terserah kepada adat dan pertimbangan kita masing-masing. Jika ada orang
dalam keadaan terdesak, bukan saja katak tetapi buaya pun boleh dia
makan.
Sementara itu ada beberapa ulama mengkategorikan katak dari
golongan hewan dua alam. Hewan jenis dua alam ini dianggap haram
dimakan oleh beberapa ulama dan hukum ijtihad ini jika dilaksanakan
sepenuhnya, maka beberapa jenis ketam, siput dan kerang tidak boleh
dimakan.
Dalam penelitian penulis didapati hukum haram dimakan hewan dua
alam tidak ada dalam al-Quran dan hadis, tetapi ia merupakan hukum
ijtihad beberapa ulama berdasarkan adat tempat dan persekitaran yang
mereka tinggal.
Secara umumnya mayoritas (jumhur) ulama menganggap semua
hewan laut (air), sama ada ikan dan binatang-binatang lain harus dimakan.
Hukum mayoritas ulama ini berdasarkan ayat 96 daripada surah al-Maidah
dan hadis yang menyebut bahwa bangkai laut adalah halal seperti tersebut
di atas.
Bagaimanapun, beberapa mazhab seperti mazhab Syafie dan mazhab
Hambali berbeda dengan mayoritas ulama karena mereka menganggap
katak haram dimakan disebabkan ada hadis-hadis yang melarang
membunuhnya.
Tetapi seperti telah disebut di atas bahwa kedudukan semua hadis
12. yang melarang membunuh katak itu adalah tidak kuat belaka.
Agak perlu disebut juga nukilan Imam al-Bukhari berhubung hukum
makan katak ini. Imam al-Bukhari dalam kitab sahihnya ketika mengurai
ayat 96 daripada surah al-Maidah itu menyebut bahwa asy-Syabi (Aamir
bin Syarahil) berkata: Jika ahli keluargaku makan katak, niscaya aku
memberi mereka makannya. Pada waktu yang sama al-Bukhari juga
menyebut bahwa al-Hassan (al-Hassan bin Abi al-Hassan Yassar al-Basri)
menganggap tidak mengapa jika ada orang mahu makan kura-kura.
Berikut secara ringkasnya disebut pandangan pelbagai mazhab
mengenai hukum makan katak ini.
1. Mazhab Syafie:
Ulama-ulama mazhab Syafie berpendapat katak tidak harus dimakan
karena selain berdasarkan hadis-hadis yang disebut di atas, katak juga
tergolong kategori khaba’ith, iaitu binatang yang kotor, keji, buruk dan
tidak baik. Pendapat mazhab Syafie ini memang sesuai dengan kebanyakan
adat bangsa di dunia ini termasuk orang Melayu yang penulis percaya
jarang ada yang tertarik untuk makan katak terutama katak puru.
2. Mazhab Hanafi:
Mazhab Hanafi berpendapat hanya ikan saja yang halal dimakan dari
semua jenis hewan yang tinggal dalam air. Katak, kura-kura, anjing laut,
buaya dan sebagainya haram dimakan.
3. Mazhab Maliki:
Mazhab Maliki berpendapat bahwa katak sama seperti udang, ketam, kura-
kura dan sebagainya boleh dimakan. Mereka berpendapat begitu karena
tidak ada nas dan dalil yang jelas daripada al-Quran dan hadis yang
mengharamkan makan katak.
Perlu diterangkan bahwa setahu penulis tidak ada orang bermazhab
Maliki yang makan katak, kura-kura dan sebagainya.
3. Mazhab Hambali:
Para ulama mazhab Hambali pula berpendapat bahwa katak dan semua
hewan yang hidup di dua alam tidak halal dimakan kecuali jika ada jalan
sembelihannya.
13. Bagaimanapun, dikecualikan jika hewan yang hidup di dua alam itu tidak
berdarah seperti ketam dan beberapa serangga. Tetapi katak dan kura-kura
yang tergolong daripada hewan yang hidup di dua alam yang berdarah,
macam mana boleh disembelih? Katak yang tidak mempunyai leher dan
kura-kura pula menyembunyikan lehernya dalam perisainya menyusahkan
untuk disembelih. Apakah itu menjadi antara punca menyebabkan katak
haram dimakan? Penulis tidak pasti.
Hewan yang hidup di dua alam yang lain seperti udang, ketam dan
sebagainya walaupun tidak disembelih tetapi halal dimakan pada mazhab
Hambali karena tidak berdarah.
Begitulah kedudukan hukum makan katak dalam al-Quran, hadis dan fikah
(ijtihad) para ulama pelbagai mazhab.
SIMPULAN
Ijtihad adalah pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu
yang sulit.Hukum makan katak itu terserah kepada pertimbangan masing-masing
dan adat kebiasaan yang diamakanl dalam masyarakat. Jika ada yang berselera dan
adat kebiasaan masyarakatnya pula tidak menganggap menjadi jejik dan keji, maka
dianggap boleh makan.
Jika sebaliknya, maka dianggap tidak boleh makan.
DAFTAR PUSTAKA
Web gaul.com, diakses pada 28 Nopember 2006
Astorajabat.com, diakses pada 28 Nopember 2006
14. PENDAHULUAN INTRODUCTION
Negara Indonesia yang terletak di garis Khatulistiwa memiliki daratan dan lautan
yang cukup luas (sekitar 5 juta KM ² ) dikaruniai oleh alam yang indah, tumbuhan
yang beraneka ragam dan juga hewan yang beraneka rupa oleh Alah SWT, Dzat
Yang Maha Segalanya. State of Indonesia which is located on the Equator line has a
land and sea that is wide enough (about 5 million KM ²) was blessed with beautiful
nature, diverse plants and animals of divers ne way by SWT, Essence of the All-
Everything. Karena itulah, Indonesia (pernah) disebut sebagai Jamrud Khatulistiwa
Therefore, Indonesia (ever) referred to as the Equator Jamrud
Pun dengan kehidupan masyarakatnya sendiri, Indonesia adalah negara yang penuh
dengan keberagaman suku, yang tentunya akan semakin nampak indah pula jika
sudah tak ada lagi peperangan atau pun konflik antar suku. Suku-suku itu pun
sampai sekarang ada yang masih setia memeluk peraturan yang ditetapkan nenek
moyangnya terdahulu, misalkan, suku Baduy di Jawa Barat yag tak pernah boleh
memakai alas kaki, harus menikah dengan sesama Baduy, dan lainnya. Even with
the life of his own society, Indonesia is a country full of ethnic diversity, which
would also increasingly look beautiful if it were no more wars or conflicts between
tribes. The tribes that had until now there are still faithful embrace the regulations set
grandmother earlier ancestors, for example, tribes in West Java Baduy yag should
never wear footwear, must be married to fellow Baduy, and others.
Suku-suku yang masih tinggal di pedalaman mengandalkan hidupnya dari alam,
mereka memakan binatang melata yang hidup di alam, termasuk katak. The tribes
who still live in rural areas rely on his life from nature, they eat the worms that live
in nature, including the frog. Tidak hanya suku-suku itu, masyarakat perkotaan juga
gemar mengkonsumsi katak, bahkan, ada rumah makan yang menjadikan katak
sebagai menu andalan mereka Not only the tribes, urban communities are also fond
of eating frogs, even, there are restaurants that make the frog as their mainstay menu
Permasalahannya, apakah mengkonsumsi katak itu diperbolehkan atau halal
menurut Islam? Bagaimanakah ketetapan hukum Islam mengenai hal itu? The
problem is, whether the frog was allowed to consume or permissible under Islam?
How provisions of Islamic law about it? Perlukah diadakan Ijtihad? Should be held
Ijtihad? Bagaimanakah pandangan atau ketetapan dari ulama-ulama besar? How
does the view or the provision of great scholars?
15. PEMBAHASAN DISCUSSION
Jika masalah taqlid dan ijtihad harus ditelusuri ke belakang, barangkali yang paling
tepat ialah kita menengok ke zaman 'Umar ibn al-Khathtab, Khalifah ke II. If the
problem taqlid and ijtihad must be traced back, perhaps the best is that we look to
the era of 'Umar ibn al-Khathtab, the second Caliph. Bagi orang-orang muslim yang
datang kemudian, khususnya kalangan kaum Sunni, berbagai tindakan 'Umar
dipandang sebagai contoh klasik persoalan taqlid dan ijtihad. For those Muslims
who came later, especially among the Sunnis, the actions of 'Umar regarded as a
classic example of the problem taqlid and ijtihad. Salah satu hal yang One of the
things that
memberi petunjuk kita tentang prinsip dasar 'Umar berkenaan dengan persoalan
pokok ini ialah isi suratnya kepada Abu Musa al-Asy'ari, gubernur di Basrah, Irak:
give us clues about the basic principles of 'Umar concerning this key issue is the
contents of his letter to Abu Musa al-Ash'ari, the governor of Basra, Iraq:
“Adapun sesudah itu, sesungguhnya menegakkan hukum (alqadla) adalah suatu
kewajiban yang pasti dan tradisi (Sunnah) yang harus dipatuhi. "As for after that,
actually enforce the law (alqadla) is a definite obligation and traditions (Sunnah) that
must be obeyed. Maka pahamilah jika sesuatu diajukan orang kepadamu. So be
aware if something is presented to you people. Sebab, tidaklah ada manfaatnya
berbicara mengenai kebenaran jika tidak dapat dilaksanakan. Therefore, it is not help
to talk about the truth if it can not be implemented. Bersikaplah ramah antara sesama
manusia dalam kepribadianmu, keadilanmu dan majlismu, sehingga seorang yang
berkedudukan tinggi (syarif) tidak sempat berharap akan keadilanmu. Be friendly
between fellow human beings in your personality, keadilanmu and majlismu, so a
high ranking (sharif) could not expect to keadilanmu.
Memberi bukti adalah wajib atas orang yang menuduh, dan mengucapkan sumpah
wajib bagi orang yang mengingkari (tuduhan). Is obliged to provide evidence of the
accused person, and took the oath required for those who deny (the charges).
Sedangkan kompromi (ishlah, berdamai) diperbolehkan diantara sesama orang
Muslim, kecuali kompromi yang menghalalkan hal yang haram dan mengharamkan
hal yang halal. While compromise (ishlah, peace) is allowed among Muslims, but a
compromise that justifies the unlawful and prohibited the lawful thing. Dan
janganlah engkau merasa terhalang untuk kembali pada yang benar berkenaan
dengan perkara yang telah kau And do not feel inhibited to return to the right with
respect to the case have you
putuskan kemarin tetapi kemudian engkau memeriksa kembali jalan pikiranmu lalu
engkau mendapat petunjuk kearah jalanmu yang benar; sebab kebenaran itu tetap
abadi, dan kembali kepada yang benar adalah lebih baik daripada berketerusan
16. dalam kebatilan. Pahamilah, sekali lagi, pahamilah, apa yang terlintas dalam
dadamu yang tidak termaktub dalam Kitab dan Sunnah, kemudian temukanlah segi-
segi kemiripan dan decided yesterday but then you check your mind and you may
be guided towards the right paths, for the truth to remain, and returned to the right
is better than the atrocities berketerusan. Understand, again, understand, what comes
to your chest that not contained in the Book and the Sunnah, then discover the
aspects of similarity and
kesamaannya, dan selanjutnya buatlah analogi tentang berbagai perkara itu, lalu
berpeganglah pada segi yang paling mirip dengan yang benar. similarity, and then
make the analogy of the case, then stick with the most similar in terms to the right.
Untuk orang yang mendakwahkan kebenaran atau bukti, berilah tenggang waktu
yang harus ia gunakan dengan sebaik-baiknya. For those who mendakwahkan truth
or evidence, give the grace period should he used with the best. Jika ia If he
berhasil datang membawa bukti itu, engkau harus mengambilnya untuk dia sesuai
dengan haknya. managed to bring the evidence, you have to take it to him in
accordance with their rights. Tetapi jika tidak, maka anggaplah benar keputusan
(yang kau ambil) terhadapnya, sebab itulah yang lebih menjamin untuk menghindari
keraguan, dan lebih jelas dari ketidakpastian (al-a'ma, kebutaan, kegelapan) …
Barang siapa telah benar niatnya kemudian But if not, then let's say right decision
(which you take) to it, because that's what more guarantees for the avoidance of
doubt, and more clearly than the uncertainty (al-a'ma, blindness, darkness) ... He
who has true intentions and
teguh memegang pendiriannya, maka Allah akan melindunginya berkenaan dengan
apa yang terjadi antara dia dan orang banyak. firmly held conviction that God will
protect him regarding what happened between him and the crowd. Dan barang
siapa bertingkah laku terhadap sesama manusia dengan sesuatu yang Allah ketahui
tidak berasal dari dirinya (tidak tulus), maka Allah akan menghinakannya …” And
he who behaves toward fellow human beings with something that God did not know
came from him (not true), then Allah will humiliate him ... "
Dari kutipan surat yang lebih panjang itu ada beberapa prinsip pokok yang dapat
kita simpulkan berkenaan dengan masalah taqlid dan ijtihad. Prinsip-prinsip pokok
itu ialah: Quote from a longer letter that there are some basic principles we can
derive with respect to taqlid and ijtihad. Basic principles were:
Pertama , prinsip keotentikan (authenticity). First, the principle of authenticity
(authenticity). Dalam surat 'Umar itu prinsip keotentikan tercermin dalam
penegasannyabahwa keputusan apapun mengenai suatu perkara harus terlebih
dahulu diusahakan menemukannya dalam Kitab dan Sunnah. In a letter of 'Umar
17. that the principle of authenticity penegasannyabahwa reflected in any decision about
a case must first endeavored to find in the Book and Sunnah.
Kedua , prinsip pengembangan. Yaitu, pengembangan asas-asas ajaran dari Kitab
dan Sunnah untuk mencakup hal-hal yang tidak dengan jelas termaktub dalam
sumber-sumber pokok itu. Second, the principle of development. That is, the
development of the teaching principles of the Book and the Sunnah to include things
that are not clearly stated in the main sources were. Metodologi pengembangan ini
ialah penalaran melalui analogi. This development methodology is reasoning by
analogy. Pengembangan ini diperlukan, sebab suatu kebenaran akan membawa
manfaat hanya kalau dapat terlaksana, dan syarat keterlaksanaan itu ialah relevansi
dengan keadaan nyata. This development is necessary, because the truth will bring
benefits only if it can be done, and the condition it is keterlaksanaan relevance to the
real situation.
Ketiga , prinsip pembatalan suatu keputusan perkara yang telah terlanjur diambil
tetapi kemudian ternyata salah, dan selanjutnya, pengambilan keputusan itu kepada
yang benar. Third, the principle of cancellation of a decision of the case that has
already taken but later proved wrong, and further, that the decision to the right. Ini
bisa terjadi karena adanya bahan baru yang datang kemudian, yang sebelumnya
tidak diketahui. This can happen because of the new material that came later, a
previously unknown.
Keempat , prinsip ketegasan dalam mengambil keputusan yang menyangkut
perkara yang kurang jelas sumber pengambilannya (misalnya, tidak jelas tercantum
dalam Kitab dan Sunnah), namun perkara itu amat penting dan mendesak. Fourth,
the principle of decisiveness in taking decisions concerning matters that are less
obvious source of acquisition (eg, not clearly stated in the Book and the Sunnah), but
the case is very important and urgent. Ketegasan dalam hal ini bagaimanapun lebih
baik daripada keraguan dan ketidakpastian. Assertiveness in this case somehow
better than the doubt and uncertainty.
Kelima , prinsip ketulusan dan niat baik, yaitu bahwa apapun yang dilakukan
haruslah berdasarkan keikhlasan. Fifth, the principle of sincerity and good
intentions, namely that whatever is to be based on sincerity. Jika hal itu benar-benar
ada, maka sesuatu yang menjadi akibatnya dalam hubungan dengan sesama
manusia (seperti terjadinya kesalahpahaman), Tuhanlah yang akan memutuskan
kelak (dalam bahasa 'Umar, Allah yang akan “mencukupkannya”). If it really exists,
then something that becomes a result of human relationships (such as
misunderstandings), it is God who will decide later (in the language of 'Umar, God's
will "mencukupkannya").
18. Dari prinsip-prinsip itu, prinsip keotentikan adalah yang pertama dan utama,
disebabkan kedudukannya sebagai sumber keabsahan. From these principles, the
principle of authenticity is the first and foremost, because of his position as a source
of legitimacy. Karena agama adalah sesuatu yang pada dasarnya hanya menjadi
wewenang Tuhan, maka keotentikan suatu keputusan atau pikiran keagamaan
diperoleh hanya jika ia jelas memiliki dasar referensial dalam sumber-sumber suci,
yaitu Kitab dan Sunnah. Because religion is something which is basically just a
power of God, then the authenticity of a decision or religious thinking acquired only
if he clearly has a referential basis in the sacred sources, the Book and Sunnah. Tanpa
prinsip ini maka klaim keabsahan keagamaan akan menjadi mustahil. Without this
principle of religious legitimacy of the claim would be impossible. Justru suatu
pemikiran disebut bernilai keagamaan karena ia merupakan segi derivatif semangat
yang diambil dari sumber-sumber suci agama itu. Instead of a thought called
religious value because it is the spirit in terms of derivatives taken from the sacred
sources of the religion.
PENGERTIAN IJTIHAD DEFINITIONS ijtihad
Menurut bahasa, ijtihad berarti “pengerahan segala kemampuan According to the
language, ijtihad means "mobilization of all capabilities
untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata
“ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan. to do
something difficult. "On this basis it is not appropriate where the word" ijtihad "used
to do something easy / light. Pengertian ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya
The definition of ijtihad according to any relevance of this language
dengan pengertian ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan
beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad)
dilakukan sembarang orang. with the notion of ijtihad as it is known, in which to do
so may take a few requirements that it is not possible job (ijtihad) be just anyone.
Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. And
on the other hand there are terms that have been used ijthad the Companions of the
Prophet. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan
pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitab-u 'l-Lah dan
Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan
qiyas (ma'qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari They provide restrictions
that ijtihad is a "research and thinking to get something closest to the Book-u 'l-Lah
and Sunnah, whether that was obtained from the nearest-known texts by qiyas
(ma'qul nass), or the nearest that obtained from
maksud dan tujuan umum dari hikmah syari'ah- yang terkenal dengan “mashlahat.”
general purpose of the wisdom of Shariah-famous "mashlahat."
19. Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua kelompok ahli ushul flqh
(ushuliyyin) -kelompok mayoritas dan kelompok minoritas- yang mengemukakan
rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad
menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok mayoritas. In this regard according to
the terms of ijtihad pengertan, there are two groups of experts usul flqh (ushuliyyin)-
the majority and minority groups, which suggests the formulation of the definition.
In this paper will only be disclosed according to the formulation of the notion of
ijtihad ushuliyyin of the majority.
Menurut mereka, ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli
fxqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu
hokum syara' (hukum Islam). According to them, ijtihad is the mobilization of all the
ability of an expert or a mujtahid fxqih to gain understanding of something dhann
level syara law '(Islamic law).
Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan From the definition, it can
draw some conclusions
sebagai berikut: as follows:
1. 1. Pelaku utihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
The perpetrator is an expert utihad fiqh / Islamic law (faqih), not the other.
2. 2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar'i, yaitu hukum Islam yang
berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan
hukum i'tiqadi atau hukum khuluqi, Who wants to achieve is the legal syar'i ijtihad,
the Islamic law relating to the behavior and actions of adults, not the law i'tiqadi or
khuluqi law,
3. 3. Status hukum syar'i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah Syar'i legal status which
is generated by personal examination
dhanni. dhanni.
Jadi apabila kita konsisten dengan definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan
bahwa ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum. So if
we are consistent with the above definition of ijtihad can we assure that all sense of
the term ijtihad is the world monopoly law. Dalam hubungan ini komentator Jam'u
'l-Jawami' (Jalaluddin al-Mahally) menegaskan, “yang dimaksud ijtihad adalah bila
dimutlakkan maka ijtihad itu bidang hukum fiqih/hukum furu'. In this connection
commentator Jam'u 'l-Jawami' (Jalal al-Mahally) asserted, "is meant is that if
absolutized ijtihad ijtihad so that the field of law jurisprudence / laws furu '. (Jam'u 'l-
Jawami', Juz II, hal. 379). (Jam'u 'l-Jawami', Juz II, pp. 379).
20. Atas dasar itu ada kekeliruan pendapat sementara pihak yang On the basis of the
opinion that there is a mistake that while the
mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. said that ijtihad is also
applicable in the field of aqidah. Pendapat yang nyeleneh atau syadz ini dipelopori
al-Jahidh, salah seorang tokoh mu'tazilah. Nyeleneh or opinions of this syadz
pioneered al-Jahidh, one of the Mu'tazila. Dia mengatakan bahwa ijtihad juga
berlaku di bidang aqidah. He said that ijtihad is also applicable in the field of aqidah.
Pendapat ini bukan saja menunjukkan inkonsistensi terhadap suatu disiplin ilmu
This argument not only shows the inconsistency of a discipline
(ushul fiqh), tetapi juga akan membawa konsekuensi pembenaran terhadap aqidah
non Islam yang dlalal. Lantaran itulah Jumhur 'ulama' telah bersepakat bahwa
ijtihad hanya berlaku di bidang hukum (hukum Islam) dengan ketentuan-ketentuan
tertentu. (usul fiqh), but also will bring consequences justification for non-Islamic
aqidah dlalal. Because that's jumhur 'scholars' have agreed that ijtihad is only valid in
the field of law (Islamic law) to certain provisions.
MEDAN IJTIHAD MEDAN ijtihad
Di atas telah ditegaskan bahwa ijtihad hanya berlaku di bidang hukum. On top of
ijtihad has been emphasized that only applies in the legal field. Lalu, hukum Islam
yang mana saja yang mungkin untuk di-ijtihad-i? Then, Islamic law wherever
possible to in-ijtihad-i? Adakah hal itu berlaku di dunia hokum (hukum Islam)
secara mutlak? Is there something that goes in the world of law (Islamic law) is
absolute?
Ulama telah bersepakat bahwa ijtihad dibenarkan, serta perbedaan yang terjadi
sebagai akibat ijtihad ditolerir, dan akan membawa rahmat manakala ijtihad
dilakukan oleh yang memenuhi persyaratan dan dilakukan di medannya (majalul
ijtihad). Scholars agreed that ijtihad is justified, and the differences that occur as a
result of ijtihad tolerated, and will bring grace when ijtihad done by qualified and do
in the terrain (majalul ijtihad). Lapangan atau medan dimana ijtihad dapat
memainkan peranannya adalah: Field or fields which could play a role of ijtihad are:
1. 1. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum ditegaskan oleh nash al-Qur'an
atau Sunnah secara jelas. New problems that legal texts have not confirmed by the
Qur'an or the Sunnah clearly.
2. 2. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum diijma'i oleh ulama atau
aimamatu 'l-mujtahidin. New issues that legal scholars have not or diijma'i by
aimamatu 'l-mujtahidin.
21. 3. 3. Nash-nash Dhanny dan dalil-dalil hukum yang diperselisihkan. Dhanny texts
and the arguments are disputed law.
4. 4. Hukum Islam yang ma'qulu 'l-ma'na/ta'aqquly (kausalitas hukumnya/'illat-nya
dapat diketahui mujtahid). Islamic law ma'qulu 'l-ma'na / ta'aqquly (legal causation /'
illat it be known mujtahid).
Jadi, kalau kita akan melakukan reaktualisasi hukum Islam, disinilah seharusnya kita
melakukan terobosan-terobosan baru. So, if we're going to do reactualization Islamic
law, this is where we should make new breakthroughs. Apabila ini yang kita
lakukan dan kita memang telah memenuhi persyaratannya maka pantaslah kita
dianggap sebagai mujtahid di abad modern ini yang akan didukung semua pihak. If
this is what we do and we do have is worth its requirements so we considered a
mujtahid in this modern age that will be supported by all parties. Sebaliknya ulama
telah bersepakat bahwa ijtihad tidak berlaku atau tidak dibenarkan pada: Instead
scholars agreed that ijtihad is not applicable or not justified at:
1. 1. Hukum Islam yang telah ditegaskan nash al-Qur'an atau Sunnah yang statusnya
qath'iy (ahkamun manshushah), yang dalam istilah ushul fiqih dikenal dengan
syari'ah atau “ma'ulima min al-din bi al-dlarurah.” Islamic law has been affirmed
texts of the Qur'an or Sunnah that status qath'iy (ahkamun manshushah), which in
terms of fiqh usul known as Shariah, or "ma'ulima min al-din al-dlarurah bi."
Atas dasar itu maka muncullah ketentuan, “Tidak berlaku ijtihad pada masalah-
masalah hukum yang ditentukan berdasarkan nash yang status dalalah-nya qath'i
dan tegas.” Bila kita telaah, kaidah itulah yang menghambat aspirasi sementara
kalangan yang hendak merombak hukum-hukum Islam qath'i seperti hukum
kewarisan al-Qur'an. On that basis then came the provision, "Not valid ijtihad on
legal issues are determined based on the status of the texts dalalah his qath'i and
firmly." When we examine, the rules that hinder the aspirations of certain groups
who want to overhaul the laws of Islam qath'i such as inheritance law of the Koran.
2. 2. Hukum Islam yang telah diijma'i ulama. Islamic legal scholars who have
diijma'i.
3. 3. Hukum Islam yang bersifat ta'abbudy/ghairu ma'quli 'lma'na (yang kausalitas
hukumnya/'illat-nya tidak dapat dicerna dan diketahui mujtahid). Islamic law is
ta'abbudy / ghairu ma'quli 'lma'na (the causality laws /' illat it can not be digested
and recognized mujtahid).
Disamping ijtihad tidak berlaku atau tidak mungkin dilakukan pada ketiga macam
hukum Islam di atas, demikian juga ijtihad akan gugur dengan sendirinya apabila
hasil ijtihad itu berlawanan dengan nash. In addition to individual interpretation is
not applicable or not possible at all three types of Islamic law above, as well as ijtihad
22. will fall by itself when the results were opposite of ijtihad texts. Hal ini sejalan
dengan kaidah, “Tidak ada ijtihad dalam melawan nash.” This is in line with the
rules, "Nothing against the texts of ijtihad."
PERBEDAAN YANG DITOLERIR THE DIFFERENCE tolerated
Ijtihad dilegalisasi bahkan sangat dianjurkan oleh Islam. Ijtihad legalized even highly
recommended by Islam. Banyak ayat al-Qur'an dan Hadits Nabi yang menyinggung
masalah ini. Many verses of the Koran and the Hadith of the Prophet who mentioned
this problem. Islam bukan saja memberi legalitas ijtihad, akan tetapi juga mentolerir
adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad. Islam not only gives the legality of
ijtihad, but also tolerate a difference of opinion as a result of ijtihad. Hal ini antara
lain diketahui dari This is partly known from
Hadits Nabi yang artinya, Hadith of the Prophet which means,
“Apabila seorang hakim akan memutuskan perkara, lalu ia melakukan ijtihad,
kemudian ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala (pahala ijtihad dan
pahala kebenarannya). Jika hakim akan memutuskan perkara, dan ia berijtihad,
kemudian hasil ijtihadnya salah, maka ia "If a judge will decide the case, then he did
ijtihad, then ijtihadnya true, then he gets two rewards (rewards and reward true
ijtihad). If the judge will decide the case, and he berijtihad, then the results ijtihadnya
wrong, then he
mendapat satu pahala (pahala ijtihadnya).” (Riwayat Bukhari Muslim). get a reward
(the reward ijtihadnya). "(Bukhari, Muslim).
Benarkah katak halal dimakan? Is it true that frogs eat? Sedangkan
Rasulullah saw sendiri melarang membunuhnya? Dalam al-Quran disebut
hanya babi saja yang haram dimakan. Meanwhile, the Prophet himself
forbade to kill him? In the al-Quran is only the pig are forbidden to eat.
Sedangkan semua hewan lain halal dimakan belaka kecuali jika merupakan
While all the other animals eat alone unless it is
1. 1. Bangkai Carcass
2. 2. Darah yang mengalir Blood
3. 3. Binatang yang disembelih bukan karena Allah Animals are slaughtered
not because God
4. 4. Binatang yang mati karena dicekik atau tercekik Animals that died
from strangulation or choking
23. 5. 5. Binatang yang mati karena dipukul Animals that died because of hit
6. 6. Binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi Animals that
die from falling from high places
7. 7. Binatang yang mati karena ditanduk ketika berlaga dan Animals that
die because headlong when competed and
8. 8. Binatang yang mati dimakan binatang buas. Dead animals eaten by
wild beasts.
Semua hukum tersebut disebut dengan jelas dalam dua ayat ini. All of these
laws is clear in these two verses. Dalam ayat pertama Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepada kamu memakan
bangkai, dan darah, dan daging babi, dan binatang-binatang yang
disembelih tidak karena Allah maka siapa terpaksa (memakannya karena
darurat) sedang ia tidak mengingininya dan tidak pula melampaui batas
(pada kadar benda yang dimakan itu), maka tidaklah ia berdosa. In the first
verse God says: He hath only forbidden you to eat carrion, and blood, and
pork, and the animals are slaughtered not because God then is forced (to eat
because of an emergency) was he did not want her and did not exceed the
limits (in levels of the food items that), then he is not guilty. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. For Allah is Oft-
Forgiving, the All-pity. (al-Baqarah: 173) Dalam ayat kedua pula Allah
berfirman: Diharamkan kepada kamu (memakan) bangkai (binatang yang
tidak disembelih), dan darah (yang keluar mengalir), dan daging babi
(termasuk semuanya), dan binatang-binatang yang disembelih karena yang
lain dari Allah, dan yang mati tercekik, dan yang mati dipukul, dan yang
mati jatuh dari tempat yang tinggi, dan yang mati ditanduk, dan yang mati
dimakan binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih (sebelum
habis nyawanya), dan yang disembelih atas nama berhala; dan
(diharamkan juga) kamu merenung nasib dengan undi batang-batang anak
panah. (al-Baqarah: 173) In the second paragraph also Allah says: Forbidden
to you (for food) are carrion (animals not slaughtered), and blood (which
flows out), and pork (including everything), and the animals are
slaughtered because other than God, and who strangled and beaten to
death, and who died falling from high places, and who died headlong, and
the dead eat wild animals, except the time you kill (before finished his life),
and the slaughtered in the name of idols; and (also forbidden) you
pondered the fate of the dice stems arrows. Yang demikian itu adalah
perbuatan fasik. That is wicked deeds.
24. Pada hari ini, orang-orang kafir telah putus asa (daripada memesongkan
kamu) dari agama kamu (setelah mereka melihat perkembangan Islam dan
umatnya). Sebab itu janganlah kamu takut dan gentar kepada mereka,
sebaliknya hendaklah kamu takut dan gentar kepada-Ku. On this day, those
who disbelieve despaired (memesongkan than you) from your religion
(after they saw the development of Islam and his people). Therefore do not
fear and trembling to them, otherwise ye fear and trembling in me.
Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu, dan Aku
telah cukupkan nikmat-Ku kepada kamu, dan Aku telah redakan Islam itu
menjadi agama untuk kamu. On this day, I have perfected your religion for
you, and I have both ends meet My favor unto you, and I have to relieve the
Islamic religion for you. Maka siapa yang terpaksa karena kelaparan
(memakan benda-benda yang diharamkan) sedang ia tidak cenderung
hendak melakukan dosa (maka bolehlah ia memakannya), karena
sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. So who is
forced by famine (to eat things that are forbidden) he was not inclined to
commit sin (: then he ate it), for Allah is Oft-Forgiving, the All-pity. (al-
Maidah: 3) (al-Maidah: 3)
Semua hukum yang disebut dalam dua ayat al-Quran di atas tidak disebut
bahwa katak haram dimakan. All the laws mentioned in two verses of al-
Quran mentioned above are not forbidden to eat that frog. Jika meneliti nas
dan dalil dari hadis pula tentang hukum makan katak didapati bahwa
Rasulullah tidak pernah memperuntukkan hukum yang jelas tentangnya. If
you examine the argument from scripture and tradition is also about the
law to eat frogs discovered that the Prophet never clear legal earmark about
it. Sebaliknya yang ada ialah hadis yang memperuntukkan hukum larangan
membunuh katak. On the other hand there is a hadith which earmark ban
law to kill a frog.
Dalam salah sebuah hadis itu disebutkan: Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Basysyar dan Abdur Rahman bin Abdul Wahhab, mereka
berdua telah berkata telah memberitahu kepada kami Abu Aamir al-Aqdi
telah memberitahu kepada kami Ibrahim bin al-Faqhl daripada Said bin al-
Maqburi daripada Abu Hurairah katanya bahwa Rasulullah telah menegah
daripada membunuh surah (sejenis burung), katak, semut dan pelatuk. In
one of the hadiths mentioned: It has told us Basysyar and Muhammad bin
Abdur Rahman bin Abdul Wahhab, both have said they have been told to
us, Abu Aamir al-Aqdi been told to us Ibrahim ibn al-Faqhl than Said bin al-
Maqburi than Abu Hurayrah said that the Messenger has Menegah than
killing surah (a type of bird), frogs, ants and woodpeckers. (Riwayat Ibn
25. Majah) (History Ibn Majah)
Dalam hadis yang lain disebutkan: Telah berkata telah memberitahu
kepada kami daripada Ibn Abu Zib dan Yazid telah berkata telah
memberitahu kepada kami Ibn Abu Zib dari Said bin al-Musaiyyib dari
Abdul Rahman bin Uthman telah berkata telah menyebut seorang ahli
perubatan berada di sisi Rasulullah dan dia telah menyebut katak akan
dijadikan ubat, maka Rasulullah melarang membunuhnya. In another
hadith mentioned: It has been said has been told to us than Zib and Ibn Abu
Yazid has told us has been told to Zib of Ibn Abu Said ibn al-Musaiyyib of
Uthman ibn Abdul Rahman had said he had called an expert in the side
perubatan Prophet and He has called the frog will be Ubat, then the
Messenger of Allah forbade killing. (Riwayat Ahmad) (Historical Ahmad)
Dalam sebuah hadis lagi disebutkan: Telah memberitahu kepada kami
Ubaidullah bin Abdul Majid telah memberitahu kepada kami Ibn Abu Zib
dari Said bin Khali dal-Qarizi dari Said bin al-Musaiyyib dari Abdul
Rahman bin Uthman bahwa Rasulullah telah melarang membunuh katak.
In a another hadith mentioned: It has been told to us Ubaidullah bin Abdul
Majid has been told to us, Ibn Abu Said ibn Zib of unoccupied dal-Qarizi
from Said ibn al-Musaiyyib from Abdul Rahman ibn 'Uthman that the
Messenger of Allah has forbidden to kill a frog. (Riwayat an-Nasai) (An-
Nasai History)
Ada juga beberapa hadis yang menyebut bahwa suara katak pada musim
hujan merupakan tasbih kepada Allah. There are also some hadiths that
mention that the sound of frogs in the rainy season is the beads to God.
Berdasarkan hadis-hadis itu menyebabkan setengah ulama termasuk Imam
asy-Syafie berijtihad dan menganggap bahwa karena Rasulullah melarang
membunuh katak, maka hukum makannya pun dianggap haram. Based on
the traditions that led to half the clergy, including Imam Syafie berijtihad
and assume that because the Messenger of Allah forbade killing frogs, then
the law was deemed unlawful eating.
Bagaimanapun, ketiga-tiga hadis melarang membunuh katak serta
beberapa hadis yang menyebut bahwa katak itu sebagai tasbih kepada
Allah adalah hadis yang lemah disebabkan terdapat dasar-dasar yang
lemah dan tidak boleh dipercayai. Dalam hadis pertama sebagai contoh
terdapat Ibrahim bin al-Fadhl yang disifat oleh Ibn Hanbal sebagai daif dan
an-Nasai pula menganggap dasar itu bukan thiqah (tidak boleh dipercayai).
However, all three traditions prohibiting killing frogs and a few hadith that
26. the frog's call as a rosary to God is a weak hadith due basics are weak and
can not be trusted. In the first Hadith as an example is Ibrahim ibn al-Fadl
that disifat by Ibn Hanbal as incompetent and an-Nasai also think it's not
the basis thiqah (not trusted).
Dalam kedua-dua hadis berikutnya terdapat pula Said bin Khalid yang
disifat oleh an-Nasai sebagai daif. In both traditions there is also subsequent
Khalid ibn Said who disifat by an-Nasai as incompetent.
Apa yang boleh disimpulkan daripada semua hadis berkenaan ialah selain
ia tidak menyebut hukum pengharaman makan katak secara terang-terang,
ia juga tergolong daripada hadis yang lemah atau daif. What can be
concluded than all the hadith concerning is that he does not mention other
than the legal prohibition of eating frogs are very bright, he also considered
instead of the hadith is weak or incompetent.
Pandangan ulama: View of scholars:
Ada beberapa ulama mengkategorikan katak seperti ikan dan hewan-
hewan yang tinggal dalam air. There are some scholars categorize as fish
and frogs, the animals that live in water.
Mengenai kategori ini ada nas yang umum daripada ayat al-Quran dan
hadis ditafsirkan (bukan secara terang-terang dan muktamad) bahwa
semua hewan yang tinggal dalam air adalah harus dimakan. About this
category there are common passage than the verses of al-Quran and Hadith
interpretation (not a very bright and muktamad) that all the animals that
live in water is to be eaten.
Nas yang umum daripada al-Quran itu bermaksud: Dihalalkan bagi kamu
binatang buruan laut, dan makanan yang didapati dari laut, sebagai bekal
bagi kamu (untuk dinikmati kelazatannya) dan juga bagi orang-orang yang
dalam pelayaran; tetapi diharamkan atas kamu memburu binatang buruan
darat selama kamu sedang berihram. Nas common than the al-Quran was
meant: Permitted to you, sea animals, and foods that are found from the sea,
as the stock for you (to be enjoyed kelazatannya) and also for those in the
cruise, but you are forbidden to hunt animals land as long as you're Ihram.
Oleh itu, bertakwalah kepada Allah, yang kepada-Nya kamu akan
dihimpunkan. By that, fear Allah, to Whom ye will be gathered. (Al-
Maidah: 96) (Al-Maidah: 96)
Nas yang umum daripada hadis pula seperti hadis riwayat Imam Ahmad,
At-Tarmizi, Imam Malik, ad-Darimi dan lain-lain yang bermaksud: Ia (laut)
27. bersih airnya dan halal bangkainya. Nas common than hadith hadith also
like Imam Ahmad, At-Tarmizi, Imam Malik, ad-Darimi and others who
intend: He (sea) water clean and halal carcass.
Berdasarkan nas daripada al-Quran dan hadis yang umum ini serta hukum
yang diambil daripada kaedah syariah asal setiap sesuatu itu harus, maka
dapat dikatakan semua hewan yang tinggal dalam air harus dimakan
termasuk katak. Based on the passages than the Quran and Hadith as well
as the common law rather than Siwak F sharia taken from every thing that
should be, it can be said all the animals that live in water should be
consumed, including frogs. Bagaimanapun, hukum halal ijtihad seperti ini
adalah terserah kepada adat dan pertimbangan kita masing-masing.
However, the law permitted such diligence is up to the customs and
consideration of each of us. Jika ada orang dalam keadaan terdesak, bukan
saja katak tetapi buaya pun boleh dia makan. If there are people in a state of
urgency, not only frogs but crocodile shall he eat.
Sementara itu ada beberapa ulama mengkategorikan katak dari golongan
hewan dua alam. Meanwhile, there are some scholars categorize groups of
frogs from the two animal nature. Hewan jenis dua alam ini dianggap
haram dimakan oleh beberapa ulama dan hukum ijtihad ini jika
dilaksanakan sepenuhnya, maka beberapa jenis ketam, siput dan kerang
tidak boleh dimakan. Two types of animals are considered unclean nature
eaten by some scholars and legal diligence if implemented fully, then some
kind of crabs, snails and shellfish should not be eaten.
Dalam penelitian penulis didapati hukum haram dimakan hewan dua alam
tidak ada dalam al-Quran dan hadis, tetapi ia merupakan hukum ijtihad
beberapa ulama berdasarkan adat tempat dan persekitaran yang mereka
tinggal. In the study authors found to be unlawful to eat animal laws of
nature no two in the al-Quran and Hadith, but he is a law based on ijtihad
some indigenous scholars and persekitaran places they lived.
Secara umumnya mayoritas (jumhur) ulama menganggap semua hewan
laut (air), sama ada ikan dan binatang-binatang lain harus dimakan. In
general the majority (jumhur) scholars assume all marine animals (water),
as there are fish and other animals to eat. Hukum mayoritas ulama ini
berdasarkan ayat 96 daripada surah al-Maidah dan hadis yang menyebut
bahwa bangkai laut adalah halal seperti tersebut di atas. Law is based on
the majority of scholars than 96 verses surah al-Maidah and Hadith which
mentions that the carcass of the sea is halal as mentioned above.
28. Bagaimanapun, beberapa mazhab seperti mazhab Syafie dan mazhab
Hambali berbeda dengan mayoritas ulama karena mereka menganggap
katak haram dimakan disebabkan ada hadis-hadis yang melarang
membunuhnya. However, some schools such as schools and schools of
Hanbali Syafie different from the majority of scholars as they consider
illegitimate frogs eat because there are traditions that prohibit killing.
Tetapi seperti telah disebut di atas bahwa kedudukan semua hadis yang
melarang membunuh katak itu adalah tidak kuat belaka. But as has been
mentioned above that the position of all the hadith that forbids killing frogs
are not strong alone.
Agak perlu disebut juga nukilan Imam al-Bukhari berhubung hukum
makan katak ini. Little need excerpt also called Imam al-Bukhari eat frogs
law regarding this. Imam al-Bukhari dalam kitab sahihnya ketika mengurai
ayat 96 daripada surah al-Maidah itu menyebut bahwa asy-Syabi (Aamir
bin Syarahil) berkata: Jika ahli keluargaku makan katak, niscaya aku
memberi mereka makannya. Pada waktu yang sama al-Bukhari juga
menyebut bahwa al-Hassan (al-Hassan bin Abi al-Hassan Yassar al-Basri)
menganggap tidak mengapa jika ada orang mahu makan kura-kura. Imam
al-Bukhari in the book when parse paragraph validity than 96 chapters of
al-Maidah it mentions that al-Syabi (Aamir bin Syarahil) said: If my family
to eat a frog expert, I would have given them to eat. At the same time al-
Bukhari also mentions that al-Hassan (al-Hassan ibn Abi al-Hassan al-Basri
Yassar) assume no why if someone Want to eat turtles.
Berikut secara ringkasnya disebut pandangan pelbagai mazhab mengenai
hukum makan katak ini. Here in short is the view of the various schools of
law to eat the frog.
1. 1. Mazhab Syafie: Syafie schools:
Ulama-ulama mazhab Syafie berpendapat katak tidak harus dimakan
karena selain berdasarkan hadis-hadis yang disebut di atas, katak juga
tergolong kategori khaba'ith, iaitu binatang yang kotor, keji, buruk dan
tidak baik. School scholars argue Syafie frogs do not have to eat because in
addition based on the traditions mentioned above, the frog is also
considered khaba'ith categories, namely animals dirty, nasty, ugly and not
good. Pendapat mazhab Syafie ini memang sesuai dengan kebanyakan adat
bangsa di dunia ini termasuk orang Melayu yang penulis percaya jarang
ada yang tertarik untuk makan katak terutama katak puru. Syafie school
this opinion is consistent with the most indigenous peoples in the world,
29. including the Malays who believe that rare writer who is interested in
eating the frogs especially the frog ulcer.
2. 2. Mazhab Hanafi: Hanafi:
Mazhab Hanafi berpendapat hanya ikan saja yang halal dimakan dari
semua jenis hewan yang tinggal dalam air. Hanafi school of thought only
fish that eat it from all kinds of animals that live in water. Katak, kura-kura,
anjing laut, buaya dan sebagainya haram dimakan. Frogs, turtles, seals,
crocodiles and the like eaten forbidden.
3. 3. Mazhab Maliki: Maliki:
Mazhab Maliki berpendapat bahwa katak sama seperti udang, ketam, kura-
kura dan sebagainya boleh dimakan. Maliki argued that the frogs just like
shrimp, crabs, turtles and so should be eaten. Mereka berpendapat begitu
karena tidak ada nas dan dalil yang jelas daripada al-Quran dan hadis yang
mengharamkan makan katak. They argue that because there is no passage
and a clear proposition than the al-Quran and Hadith which forbids eating
frogs.
Perlu diterangkan bahwa setahu penulis tidak ada orang bermazhab Maliki
yang makan katak, kura-kura dan sebagainya. Need to understand the
writer explained that no one bermazhab Maliki who eat frogs, turtles and so
on.
3. 3. Mazhab Hambali: Hambali schools:
Para ulama mazhab Hambali pula berpendapat bahwa katak dan semua
hewan yang hidup di dua alam tidak halal dimakan kecuali jika ada jalan
sembelihannya. The Hanbali school of scholars also argue that the frog and
all the animals that live in two of nature not eat unless there is a way
sembelihannya.
Bagaimanapun, dikecualikan jika hewan yang hidup di dua alam itu tidak
berdarah seperti ketam dan beberapa serangga. However, excluded if the
animals that live in two of nature is not bleed like a crab and some insects.
Tetapi katak dan kura-kura yang tergolong daripada hewan yang hidup di
dua alam yang berdarah, macam mana boleh disembelih? Katak yang tidak
mempunyai leher dan kura-kura pula menyembunyikan lehernya dalam
perisainya menyusahkan untuk disembelih. But the frogs and turtles
belonging than animals that live in two bloody nature, which may be
slaughtered like? Frogs that do not have the neck and turtle neck also hide
30. in trouble shield to be slaughtered. Apakah itu menjadi antara punca
menyebabkan katak haram dimakan? Whether it be between the stem
causing unlawful frogs eat? Penulis tidak pasti. The author is uncertain.
Hewan yang hidup di dua alam yang lain seperti udang, ketam dan
sebagainya walaupun tidak disembelih tetapi halal dimakan pada mazhab
Hambali karena tidak berdarah. Animals that live in the two other nature
such as shrimp, crabs and so although not slaughtered but eat at the
Hanbali school of thought because it did not bleed.
Begitulah kedudukan hukum makan katak dalam al-Quran, hadis dan fikah
(ijtihad) para ulama pelbagai mazhab. That's the legal standing of eating
frogs in al-Quran, Hadith and fikah (ijtihad) of the scholars of various
schools.
SIMPULAN Conclusions
Ijtihad adalah pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang
sulit.Hukum makan katak itu terserah kepada pertimbangan masing-masing dan
adat kebiasaan yang diamakanl dalam masyarakat. Ijtihad is the mobilization of all
the ability to do things that eat frogs sulit.Hukum is up to the consideration of each
and diamakanl customs in society. Jika ada yang berselera dan adat kebiasaan
masyarakatnya pula tidak menganggap menjadi jejik dan keji, maka dianggap boleh
makan. If there is a tasteful and customs of the society are not considered to be jejik
and cruel, it was thought could eat.
Jika sebaliknya, maka dianggap tidak boleh makan. If on the other hand, it is
considered not to eat.
DAFTAR PUSTAKA REFERENCES
Web gaul.com, diakses pada 28 Nopember 2006 Web gaul.com, accessed on 28 November
2006
Astorajabat.com, diakses pada 28 Nopember 2006 Astorajabat.com, accessed on 28 November
2006
31. PENDAHULUAN INTRODUCTION
Negara Indonesia yang terletak di garis Khatulistiwa memiliki daratan dan lautan
yang cukup luas (sekitar 5 juta KM ² ) dikaruniai oleh alam yang indah, tumbuhan
yang beraneka ragam dan juga hewan yang beraneka rupa oleh Alah SWT, Dzat
Yang Maha Segalanya. State of Indonesia which is located on the Equator line has a
land and sea that is wide enough (about 5 million KM ²) was blessed with beautiful
nature, diverse plants and animals of divers ne way by SWT, Essence of the All-
Everything. Karena itulah, Indonesia (pernah) disebut sebagai Jamrud Khatulistiwa
Therefore, Indonesia (ever) referred to as the Equator Jamrud
Pun dengan kehidupan masyarakatnya sendiri, Indonesia adalah negara yang penuh
dengan keberagaman suku, yang tentunya akan semakin nampak indah pula jika
sudah tak ada lagi peperangan atau pun konflik antar suku. Suku-suku itu pun
sampai sekarang ada yang masih setia memeluk peraturan yang ditetapkan nenek
moyangnya terdahulu, misalkan, suku Baduy di Jawa Barat yag tak pernah boleh
memakai alas kaki, harus menikah dengan sesama Baduy, dan lainnya. Even with
the life of his own society, Indonesia is a country full of ethnic diversity, which
would also increasingly look beautiful if it were no more wars or conflicts between
tribes. The tribes that had until now there are still faithful embrace the regulations set
grandmother earlier ancestors, for example, tribes in West Java Baduy yag should
never wear footwear, must be married to fellow Baduy, and others.
Suku-suku yang masih tinggal di pedalaman mengandalkan hidupnya dari alam,
mereka memakan binatang melata yang hidup di alam, termasuk katak. The tribes
who still live in rural areas rely on his life from nature, they eat the worms that live
in nature, including the frog. Tidak hanya suku-suku itu, masyarakat perkotaan juga
gemar mengkonsumsi katak, bahkan, ada rumah makan yang menjadikan katak
sebagai menu andalan mereka Not only the tribes, urban communities are also fond
of eating frogs, even, there are restaurants that make the frog as their mainstay menu
32. Permasalahannya, apakah mengkonsumsi katak itu diperbolehkan atau halal
menurut Islam? Bagaimanakah ketetapan hukum Islam mengenai hal itu? The
problem is, whether the frog was allowed to consume or permissible under Islam?
How provisions of Islamic law about it? Perlukah diadakan Ijtihad? Should be held
Ijtihad? Bagaimanakah pandangan atau ketetapan dari ulama-ulama besar? How
does the view or the provision of great scholars?
PEMBAHASAN DISCUSSION
Jika masalah taqlid dan ijtihad harus ditelusuri ke belakang, barangkali yang paling
tepat ialah kita menengok ke zaman 'Umar ibn al-Khathtab, Khalifah ke II. If the
problem taqlid and ijtihad must be traced back, perhaps the best is that we look to
the era of 'Umar ibn al-Khathtab, the second Caliph. Bagi orang-orang muslim yang
datang kemudian, khususnya kalangan kaum Sunni, berbagai tindakan 'Umar
dipandang sebagai contoh klasik persoalan taqlid dan ijtihad. For those Muslims
who came later, especially among the Sunnis, the actions of 'Umar regarded as a
classic example of the problem taqlid and ijtihad. Salah satu hal yang One of the
things that
memberi petunjuk kita tentang prinsip dasar 'Umar berkenaan dengan persoalan
pokok ini ialah isi suratnya kepada Abu Musa al-Asy'ari, gubernur di Basrah, Irak:
give us clues about the basic principles of 'Umar concerning this key issue is the
contents of his letter to Abu Musa al-Ash'ari, the governor of Basra, Iraq:
“Adapun sesudah itu, sesungguhnya menegakkan hukum (alqadla) adalah suatu
kewajiban yang pasti dan tradisi (Sunnah) yang harus dipatuhi. "As for after that,
actually enforce the law (alqadla) is a definite obligation and traditions (Sunnah) that
must be obeyed. Maka pahamilah jika sesuatu diajukan orang kepadamu. So be
aware if something is presented to you people. Sebab, tidaklah ada manfaatnya
berbicara mengenai kebenaran jika tidak dapat dilaksanakan. Therefore, it is not help
to talk about the truth if it can not be implemented. Bersikaplah ramah antara sesama
manusia dalam kepribadianmu, keadilanmu dan majlismu, sehingga seorang yang
berkedudukan tinggi (syarif) tidak sempat berharap akan keadilanmu. Be friendly
between fellow human beings in your personality, keadilanmu and majlismu, so a
high ranking (sharif) could not expect to keadilanmu.
Memberi bukti adalah wajib atas orang yang menuduh, dan mengucapkan sumpah
wajib bagi orang yang mengingkari (tuduhan). Is obliged to provide evidence of the
accused person, and took the oath required for those who deny (the charges).
Sedangkan kompromi (ishlah, berdamai) diperbolehkan diantara sesama orang
Muslim, kecuali kompromi yang menghalalkan hal yang haram dan mengharamkan
hal yang halal. While compromise (ishlah, peace) is allowed among Muslims, but a
compromise that justifies the unlawful and prohibited the lawful thing. Dan
33. janganlah engkau merasa terhalang untuk kembali pada yang benar berkenaan
dengan perkara yang telah kau And do not feel inhibited to return to the right with
respect to the case have you
putuskan kemarin tetapi kemudian engkau memeriksa kembali jalan pikiranmu lalu
engkau mendapat petunjuk kearah jalanmu yang benar; sebab kebenaran itu tetap
abadi, dan kembali kepada yang benar adalah lebih baik daripada berketerusan
dalam kebatilan. Pahamilah, sekali lagi, pahamilah, apa yang terlintas dalam
dadamu yang tidak termaktub dalam Kitab dan Sunnah, kemudian temukanlah segi-
segi kemiripan dan decided yesterday but then you check your mind and you may
be guided towards the right paths, for the truth to remain, and returned to the right
is better than the atrocities berketerusan. Understand, again, understand, what comes
to your chest that not contained in the Book and the Sunnah, then discover the
aspects of similarity and
kesamaannya, dan selanjutnya buatlah analogi tentang berbagai perkara itu, lalu
berpeganglah pada segi yang paling mirip dengan yang benar. similarity, and then
make the analogy of the case, then stick with the most similar in terms to the right.
Untuk orang yang mendakwahkan kebenaran atau bukti, berilah tenggang waktu
yang harus ia gunakan dengan sebaik-baiknya. For those who mendakwahkan truth
or evidence, give the grace period should he used with the best. Jika ia If he
berhasil datang membawa bukti itu, engkau harus mengambilnya untuk dia sesuai
dengan haknya. managed to bring the evidence, you have to take it to him in
accordance with their rights. Tetapi jika tidak, maka anggaplah benar keputusan
(yang kau ambil) terhadapnya, sebab itulah yang lebih menjamin untuk menghindari
keraguan, dan lebih jelas dari ketidakpastian (al-a'ma, kebutaan, kegelapan) …
Barang siapa telah benar niatnya kemudian But if not, then let's say right decision
(which you take) to it, because that's what more guarantees for the avoidance of
doubt, and more clearly than the uncertainty (al-a'ma, blindness, darkness) ... He
who has true intentions and
teguh memegang pendiriannya, maka Allah akan melindunginya berkenaan dengan
apa yang terjadi antara dia dan orang banyak. firmly held conviction that God will
protect him regarding what happened between him and the crowd. Dan barang
siapa bertingkah laku terhadap sesama manusia dengan sesuatu yang Allah ketahui
tidak berasal dari dirinya (tidak tulus), maka Allah akan menghinakannya …” And
he who behaves toward fellow human beings with something that God did not know
came from him (not true), then Allah will humiliate him ... "
Dari kutipan surat yang lebih panjang itu ada beberapa prinsip pokok yang dapat
kita simpulkan berkenaan dengan masalah taqlid dan ijtihad. Prinsip-prinsip pokok
34. itu ialah: Quote from a longer letter that there are some basic principles we can
derive with respect to taqlid and ijtihad. Basic principles were:
Pertama , prinsip keotentikan (authenticity). First, the principle of authenticity
(authenticity). Dalam surat 'Umar itu prinsip keotentikan tercermin dalam
penegasannyabahwa keputusan apapun mengenai suatu perkara harus terlebih
dahulu diusahakan menemukannya dalam Kitab dan Sunnah. In a letter of 'Umar
that the principle of authenticity penegasannyabahwa reflected in any decision about
a case must first endeavored to find in the Book and Sunnah.
Kedua , prinsip pengembangan. Yaitu, pengembangan asas-asas ajaran dari Kitab
dan Sunnah untuk mencakup hal-hal yang tidak dengan jelas termaktub dalam
sumber-sumber pokok itu. Second, the principle of development. That is, the
development of the teaching principles of the Book and the Sunnah to include things
that are not clearly stated in the main sources were. Metodologi pengembangan ini
ialah penalaran melalui analogi. This development methodology is reasoning by
analogy. Pengembangan ini diperlukan, sebab suatu kebenaran akan membawa
manfaat hanya kalau dapat terlaksana, dan syarat keterlaksanaan itu ialah relevansi
dengan keadaan nyata. This development is necessary, because the truth will bring
benefits only if it can be done, and the condition it is keterlaksanaan relevance to the
real situation.
Ketiga , prinsip pembatalan suatu keputusan perkara yang telah terlanjur diambil
tetapi kemudian ternyata salah, dan selanjutnya, pengambilan keputusan itu kepada
yang benar. Third, the principle of cancellation of a decision of the case that has
already taken but later proved wrong, and further, that the decision to the right. Ini
bisa terjadi karena adanya bahan baru yang datang kemudian, yang sebelumnya
tidak diketahui. This can happen because of the new material that came later, a
previously unknown.
Keempat , prinsip ketegasan dalam mengambil keputusan yang menyangkut
perkara yang kurang jelas sumber pengambilannya (misalnya, tidak jelas tercantum
dalam Kitab dan Sunnah), namun perkara itu amat penting dan mendesak. Fourth,
the principle of decisiveness in taking decisions concerning matters that are less
obvious source of acquisition (eg, not clearly stated in the Book and the Sunnah), but
the case is very important and urgent. Ketegasan dalam hal ini bagaimanapun lebih
baik daripada keraguan dan ketidakpastian. Assertiveness in this case somehow
better than the doubt and uncertainty.
Kelima , prinsip ketulusan dan niat baik, yaitu bahwa apapun yang dilakukan
haruslah berdasarkan keikhlasan. Fifth, the principle of sincerity and good
intentions, namely that whatever is to be based on sincerity. Jika hal itu benar-benar
ada, maka sesuatu yang menjadi akibatnya dalam hubungan dengan sesama
35. manusia (seperti terjadinya kesalahpahaman), Tuhanlah yang akan memutuskan
kelak (dalam bahasa 'Umar, Allah yang akan “mencukupkannya”). If it really exists,
then something that becomes a result of human relationships (such as
misunderstandings), it is God who will decide later (in the language of 'Umar, God's
will "mencukupkannya").
Dari prinsip-prinsip itu, prinsip keotentikan adalah yang pertama dan utama,
disebabkan kedudukannya sebagai sumber keabsahan. From these principles, the
principle of authenticity is the first and foremost, because of his position as a source
of legitimacy. Karena agama adalah sesuatu yang pada dasarnya hanya menjadi
wewenang Tuhan, maka keotentikan suatu keputusan atau pikiran keagamaan
diperoleh hanya jika ia jelas memiliki dasar referensial dalam sumber-sumber suci,
yaitu Kitab dan Sunnah. Because religion is something which is basically just a
power of God, then the authenticity of a decision or religious thinking acquired only
if he clearly has a referential basis in the sacred sources, the Book and Sunnah. Tanpa
prinsip ini maka klaim keabsahan keagamaan akan menjadi mustahil. Without this
principle of religious legitimacy of the claim would be impossible. Justru suatu
pemikiran disebut bernilai keagamaan karena ia merupakan segi derivatif semangat
yang diambil dari sumber-sumber suci agama itu. Instead of a thought called
religious value because it is the spirit in terms of derivatives taken from the sacred
sources of the religion.
PENGERTIAN IJTIHAD DEFINITIONS ijtihad
Menurut bahasa, ijtihad berarti “pengerahan segala kemampuan According to the
language, ijtihad means "mobilization of all capabilities
untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata
“ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan. to do
something difficult. "On this basis it is not appropriate where the word" ijtihad "used
to do something easy / light. Pengertian ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya
The definition of ijtihad according to any relevance of this language
dengan pengertian ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan
beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad)
dilakukan sembarang orang. with the notion of ijtihad as it is known, in which to do
so may take a few requirements that it is not possible job (ijtihad) be just anyone.
Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. And
on the other hand there are terms that have been used ijthad the Companions of the
Prophet. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan
pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitab-u 'l-Lah dan
Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan
qiyas (ma'qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari They provide restrictions
36. that ijtihad is a "research and thinking to get something closest to the Book-u 'l-Lah
and Sunnah, whether that was obtained from the nearest-known texts by qiyas
(ma'qul nass), or the nearest that obtained from
maksud dan tujuan umum dari hikmah syari'ah- yang terkenal dengan “mashlahat.”
general purpose of the wisdom of Shariah-famous "mashlahat."
Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua kelompok ahli ushul flqh
(ushuliyyin) -kelompok mayoritas dan kelompok minoritas- yang mengemukakan
rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad
menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok mayoritas. In this regard according to
the terms of ijtihad pengertan, there are two groups of experts usul flqh (ushuliyyin)-
the majority and minority groups, which suggests the formulation of the definition.
In this paper will only be disclosed according to the formulation of the notion of
ijtihad ushuliyyin of the majority.
Menurut mereka, ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli
fxqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu
hokum syara' (hukum Islam). According to them, ijtihad is the mobilization of all the
ability of an expert or a mujtahid fxqih to gain understanding of something dhann
level syara law '(Islamic law).
Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan From the definition, it can
draw some conclusions
sebagai berikut: as follows:
1. 1. Pelaku utihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
The perpetrator is an expert utihad fiqh / Islamic law (faqih), not the other.
2. 2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar'i, yaitu hukum Islam yang
berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan
hukum i'tiqadi atau hukum khuluqi, Who wants to achieve is the legal syar'i ijtihad,
the Islamic law relating to the behavior and actions of adults, not the law i'tiqadi or
khuluqi law,
3. 3. Status hukum syar'i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah Syar'i legal status which
is generated by personal examination
dhanni. dhanni.
Jadi apabila kita konsisten dengan definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan
bahwa ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum. So if
we are consistent with the above definition of ijtihad can we assure that all sense of
37. the term ijtihad is the world monopoly law. Dalam hubungan ini komentator Jam'u
'l-Jawami' (Jalaluddin al-Mahally) menegaskan, “yang dimaksud ijtihad adalah bila
dimutlakkan maka ijtihad itu bidang hukum fiqih/hukum furu'. In this connection
commentator Jam'u 'l-Jawami' (Jalal al-Mahally) asserted, "is meant is that if
absolutized ijtihad ijtihad so that the field of law jurisprudence / laws furu '. (Jam'u 'l-
Jawami', Juz II, hal. 379). (Jam'u 'l-Jawami', Juz II, pp. 379).
Atas dasar itu ada kekeliruan pendapat sementara pihak yang On the basis of the
opinion that there is a mistake that while the
mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. said that ijtihad is also
applicable in the field of aqidah. Pendapat yang nyeleneh atau syadz ini dipelopori
al-Jahidh, salah seorang tokoh mu'tazilah. Nyeleneh or opinions of this syadz
pioneered al-Jahidh, one of the Mu'tazila. Dia mengatakan bahwa ijtihad juga
berlaku di bidang aqidah. He said that ijtihad is also applicable in the field of aqidah.
Pendapat ini bukan saja menunjukkan inkonsistensi terhadap suatu disiplin ilmu
This argument not only shows the inconsistency of a discipline
(ushul fiqh), tetapi juga akan membawa konsekuensi pembenaran terhadap aqidah
non Islam yang dlalal. Lantaran itulah Jumhur 'ulama' telah bersepakat bahwa
ijtihad hanya berlaku di bidang hukum (hukum Islam) dengan ketentuan-ketentuan
tertentu. (usul fiqh), but also will bring consequences justification for non-Islamic
aqidah dlalal. Because that's jumhur 'scholars' have agreed that ijtihad is only valid in
the field of law (Islamic law) to certain provisions.
MEDAN IJTIHAD MEDAN ijtihad
Di atas telah ditegaskan bahwa ijtihad hanya berlaku di bidang hukum. On top of
ijtihad has been emphasized that only applies in the legal field. Lalu, hukum Islam
yang mana saja yang mungkin untuk di-ijtihad-i? Then, Islamic law wherever
possible to in-ijtihad-i? Adakah hal itu berlaku di dunia hokum (hukum Islam)
secara mutlak? Is there something that goes in the world of law (Islamic law) is
absolute?
Ulama telah bersepakat bahwa ijtihad dibenarkan, serta perbedaan yang terjadi
sebagai akibat ijtihad ditolerir, dan akan membawa rahmat manakala ijtihad
dilakukan oleh yang memenuhi persyaratan dan dilakukan di medannya (majalul
ijtihad). Scholars agreed that ijtihad is justified, and the differences that occur as a
result of ijtihad tolerated, and will bring grace when ijtihad done by qualified and do
in the terrain (majalul ijtihad). Lapangan atau medan dimana ijtihad dapat
memainkan peranannya adalah: Field or fields which could play a role of ijtihad are:
38. 1. 1. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum ditegaskan oleh nash al-Qur'an
atau Sunnah secara jelas. New problems that legal texts have not confirmed by the
Qur'an or the Sunnah clearly.
2. 2. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum diijma'i oleh ulama atau
aimamatu 'l-mujtahidin. New issues that legal scholars have not or diijma'i by
aimamatu 'l-mujtahidin.
3. 3. Nash-nash Dhanny dan dalil-dalil hukum yang diperselisihkan. Dhanny texts
and the arguments are disputed law.
4. 4. Hukum Islam yang ma'qulu 'l-ma'na/ta'aqquly (kausalitas hukumnya/'illat-nya
dapat diketahui mujtahid). Islamic law ma'qulu 'l-ma'na / ta'aqquly (legal causation /'
illat it be known mujtahid).
Jadi, kalau kita akan melakukan reaktualisasi hukum Islam, disinilah seharusnya kita
melakukan terobosan-terobosan baru. So, if we're going to do reactualization Islamic
law, this is where we should make new breakthroughs. Apabila ini yang kita
lakukan dan kita memang telah memenuhi persyaratannya maka pantaslah kita
dianggap sebagai mujtahid di abad modern ini yang akan didukung semua pihak. If
this is what we do and we do have is worth its requirements so we considered a
mujtahid in this modern age that will be supported by all parties. Sebaliknya ulama
telah bersepakat bahwa ijtihad tidak berlaku atau tidak dibenarkan pada: Instead
scholars agreed that ijtihad is not applicable or not justified at:
1. 1. Hukum Islam yang telah ditegaskan nash al-Qur'an atau Sunnah yang statusnya
qath'iy (ahkamun manshushah), yang dalam istilah ushul fiqih dikenal dengan
syari'ah atau “ma'ulima min al-din bi al-dlarurah.” Islamic law has been affirmed
texts of the Qur'an or Sunnah that status qath'iy (ahkamun manshushah), which in
terms of fiqh usul known as Shariah, or "ma'ulima min al-din al-dlarurah bi."
Atas dasar itu maka muncullah ketentuan, “Tidak berlaku ijtihad pada masalah-
masalah hukum yang ditentukan berdasarkan nash yang status dalalah-nya qath'i
dan tegas.” Bila kita telaah, kaidah itulah yang menghambat aspirasi sementara
kalangan yang hendak merombak hukum-hukum Islam qath'i seperti hukum
kewarisan al-Qur'an. On that basis then came the provision, "Not valid ijtihad on
legal issues are determined based on the status of the texts dalalah his qath'i and
firmly." When we examine, the rules that hinder the aspirations of certain groups
who want to overhaul the laws of Islam qath'i such as inheritance law of the Koran.
2. 2. Hukum Islam yang telah diijma'i ulama. Islamic legal scholars who have
diijma'i.
39. 3. 3. Hukum Islam yang bersifat ta'abbudy/ghairu ma'quli 'lma'na (yang kausalitas
hukumnya/'illat-nya tidak dapat dicerna dan diketahui mujtahid). Islamic law is
ta'abbudy / ghairu ma'quli 'lma'na (the causality laws /' illat it can not be digested
and recognized mujtahid).
Disamping ijtihad tidak berlaku atau tidak mungkin dilakukan pada ketiga macam
hukum Islam di atas, demikian juga ijtihad akan gugur dengan sendirinya apabila
hasil ijtihad itu berlawanan dengan nash. In addition to individual interpretation is
not applicable or not possible at all three types of Islamic law above, as well as ijtihad
will fall by itself when the results were opposite of ijtihad texts. Hal ini sejalan
dengan kaidah, “Tidak ada ijtihad dalam melawan nash.” This is in line with the
rules, "Nothing against the texts of ijtihad."
PERBEDAAN YANG DITOLERIR THE DIFFERENCE tolerated
Ijtihad dilegalisasi bahkan sangat dianjurkan oleh Islam. Ijtihad legalized even highly
recommended by Islam. Banyak ayat al-Qur'an dan Hadits Nabi yang menyinggung
masalah ini. Many verses of the Koran and the Hadith of the Prophet who mentioned
this problem. Islam bukan saja memberi legalitas ijtihad, akan tetapi juga mentolerir
adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad. Islam not only gives the legality of
ijtihad, but also tolerate a difference of opinion as a result of ijtihad. Hal ini antara
lain diketahui dari This is partly known from
Hadits Nabi yang artinya, Hadith of the Prophet which means,
“Apabila seorang hakim akan memutuskan perkara, lalu ia melakukan ijtihad,
kemudian ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala (pahala ijtihad dan
pahala kebenarannya). Jika hakim akan memutuskan perkara, dan ia berijtihad,
kemudian hasil ijtihadnya salah, maka ia "If a judge will decide the case, then he did
ijtihad, then ijtihadnya true, then he gets two rewards (rewards and reward true
ijtihad). If the judge will decide the case, and he berijtihad, then the results ijtihadnya
wrong, then he
mendapat satu pahala (pahala ijtihadnya).” (Riwayat Bukhari Muslim). get a reward
(the reward ijtihadnya). "(Bukhari, Muslim).
Benarkah katak halal dimakan? Is it true that frogs eat? Sedangkan
Rasulullah saw sendiri melarang membunuhnya? Dalam al-Quran disebut
hanya babi saja yang haram dimakan. Meanwhile, the Prophet himself
forbade to kill him? In the al-Quran is only the pig are forbidden to eat.
Sedangkan semua hewan lain halal dimakan belaka kecuali jika merupakan
While all the other animals eat alone unless it is
40. 1. 1. Bangkai Carcass
2. 2. Darah yang mengalir Blood
3. 3. Binatang yang disembelih bukan karena Allah Animals are slaughtered
not because God
4. 4. Binatang yang mati karena dicekik atau tercekik Animals that died
from strangulation or choking
5. 5. Binatang yang mati karena dipukul Animals that died because of hit
6. 6. Binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi Animals that
die from falling from high places
7. 7. Binatang yang mati karena ditanduk ketika berlaga dan Animals that
die because headlong when competed and
8. 8. Binatang yang mati dimakan binatang buas. Dead animals eaten by
wild beasts.
Semua hukum tersebut disebut dengan jelas dalam dua ayat ini. All of these
laws is clear in these two verses. Dalam ayat pertama Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepada kamu memakan
bangkai, dan darah, dan daging babi, dan binatang-binatang yang
disembelih tidak karena Allah maka siapa terpaksa (memakannya karena
darurat) sedang ia tidak mengingininya dan tidak pula melampaui batas
(pada kadar benda yang dimakan itu), maka tidaklah ia berdosa. In the first
verse God says: He hath only forbidden you to eat carrion, and blood, and
pork, and the animals are slaughtered not because God then is forced (to eat
because of an emergency) was he did not want her and did not exceed the
limits (in levels of the food items that), then he is not guilty. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. For Allah is Oft-
Forgiving, the All-pity. (al-Baqarah: 173) Dalam ayat kedua pula Allah
berfirman: Diharamkan kepada kamu (memakan) bangkai (binatang yang
tidak disembelih), dan darah (yang keluar mengalir), dan daging babi
(termasuk semuanya), dan binatang-binatang yang disembelih karena yang
lain dari Allah, dan yang mati tercekik, dan yang mati dipukul, dan yang
mati jatuh dari tempat yang tinggi, dan yang mati ditanduk, dan yang mati
dimakan binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih (sebelum
habis nyawanya), dan yang disembelih atas nama berhala; dan
(diharamkan juga) kamu merenung nasib dengan undi batang-batang anak
panah. (al-Baqarah: 173) In the second paragraph also Allah says: Forbidden
41. to you (for food) are carrion (animals not slaughtered), and blood (which
flows out), and pork (including everything), and the animals are
slaughtered because other than God, and who strangled and beaten to
death, and who died falling from high places, and who died headlong, and
the dead eat wild animals, except the time you kill (before finished his life),
and the slaughtered in the name of idols; and (also forbidden) you
pondered the fate of the dice stems arrows. Yang demikian itu adalah
perbuatan fasik. That is wicked deeds.
Pada hari ini, orang-orang kafir telah putus asa (daripada memesongkan
kamu) dari agama kamu (setelah mereka melihat perkembangan Islam dan
umatnya). Sebab itu janganlah kamu takut dan gentar kepada mereka,
sebaliknya hendaklah kamu takut dan gentar kepada-Ku. On this day, those
who disbelieve despaired (memesongkan than you) from your religion
(after they saw the development of Islam and his people). Therefore do not
fear and trembling to them, otherwise ye fear and trembling in me.
Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu, dan Aku
telah cukupkan nikmat-Ku kepada kamu, dan Aku telah redakan Islam itu
menjadi agama untuk kamu. On this day, I have perfected your religion for
you, and I have both ends meet My favor unto you, and I have to relieve the
Islamic religion for you. Maka siapa yang terpaksa karena kelaparan
(memakan benda-benda yang diharamkan) sedang ia tidak cenderung
hendak melakukan dosa (maka bolehlah ia memakannya), karena
sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. So who is
forced by famine (to eat things that are forbidden) he was not inclined to
commit sin (: then he ate it), for Allah is Oft-Forgiving, the All-pity. (al-
Maidah: 3) (al-Maidah: 3)
Semua hukum yang disebut dalam dua ayat al-Quran di atas tidak disebut
bahwa katak haram dimakan. All the laws mentioned in two verses of al-
Quran mentioned above are not forbidden to eat that frog. Jika meneliti nas
dan dalil dari hadis pula tentang hukum makan katak didapati bahwa
Rasulullah tidak pernah memperuntukkan hukum yang jelas tentangnya. If
you examine the argument from scripture and tradition is also about the
law to eat frogs discovered that the Prophet never clear legal earmark about
it. Sebaliknya yang ada ialah hadis yang memperuntukkan hukum larangan
membunuh katak. On the other hand there is a hadith which earmark ban
law to kill a frog.
Dalam salah sebuah hadis itu disebutkan: Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Basysyar dan Abdur Rahman bin Abdul Wahhab, mereka
42. berdua telah berkata telah memberitahu kepada kami Abu Aamir al-Aqdi
telah memberitahu kepada kami Ibrahim bin al-Faqhl daripada Said bin al-
Maqburi daripada Abu Hurairah katanya bahwa Rasulullah telah menegah
daripada membunuh surah (sejenis burung), katak, semut dan pelatuk. In
one of the hadiths mentioned: It has told us Basysyar and Muhammad bin
Abdur Rahman bin Abdul Wahhab, both have said they have been told to
us, Abu Aamir al-Aqdi been told to us Ibrahim ibn al-Faqhl than Said bin al-
Maqburi than Abu Hurayrah said that the Messenger has Menegah than
killing surah (a type of bird), frogs, ants and woodpeckers. (Riwayat Ibn
Majah) (History Ibn Majah)
Dalam hadis yang lain disebutkan: Telah berkata telah memberitahu
kepada kami daripada Ibn Abu Zib dan Yazid telah berkata telah
memberitahu kepada kami Ibn Abu Zib dari Said bin al-Musaiyyib dari
Abdul Rahman bin Uthman telah berkata telah menyebut seorang ahli
perubatan berada di sisi Rasulullah dan dia telah menyebut katak akan
dijadikan ubat, maka Rasulullah melarang membunuhnya. In another
hadith mentioned: It has been said has been told to us than Zib and Ibn Abu
Yazid has told us has been told to Zib of Ibn Abu Said ibn al-Musaiyyib of
Uthman ibn Abdul Rahman had said he had called an expert in the side
perubatan Prophet and He has called the frog will be Ubat, then the
Messenger of Allah forbade killing. (Riwayat Ahmad) (Historical Ahmad)
Dalam sebuah hadis lagi disebutkan: Telah memberitahu kepada kami
Ubaidullah bin Abdul Majid telah memberitahu kepada kami Ibn Abu Zib
dari Said bin Khali dal-Qarizi dari Said bin al-Musaiyyib dari Abdul
Rahman bin Uthman bahwa Rasulullah telah melarang membunuh katak.
In a another hadith mentioned: It has been told to us Ubaidullah bin Abdul
Majid has been told to us, Ibn Abu Said ibn Zib of unoccupied dal-Qarizi
from Said ibn al-Musaiyyib from Abdul Rahman ibn 'Uthman that the
Messenger of Allah has forbidden to kill a frog. (Riwayat an-Nasai) (An-
Nasai History)
Ada juga beberapa hadis yang menyebut bahwa suara katak pada musim
hujan merupakan tasbih kepada Allah. There are also some hadiths that
mention that the sound of frogs in the rainy season is the beads to God.
Berdasarkan hadis-hadis itu menyebabkan setengah ulama termasuk Imam
asy-Syafie berijtihad dan menganggap bahwa karena Rasulullah melarang
membunuh katak, maka hukum makannya pun dianggap haram. Based on
the traditions that led to half the clergy, including Imam Syafie berijtihad
and assume that because the Messenger of Allah forbade killing frogs, then
43. the law was deemed unlawful eating.
Bagaimanapun, ketiga-tiga hadis melarang membunuh katak serta
beberapa hadis yang menyebut bahwa katak itu sebagai tasbih kepada
Allah adalah hadis yang lemah disebabkan terdapat dasar-dasar yang
lemah dan tidak boleh dipercayai. Dalam hadis pertama sebagai contoh
terdapat Ibrahim bin al-Fadhl yang disifat oleh Ibn Hanbal sebagai daif dan
an-Nasai pula menganggap dasar itu bukan thiqah (tidak boleh dipercayai).
However, all three traditions prohibiting killing frogs and a few hadith that
the frog's call as a rosary to God is a weak hadith due basics are weak and
can not be trusted. In the first Hadith as an example is Ibrahim ibn al-Fadl
that disifat by Ibn Hanbal as incompetent and an-Nasai also think it's not
the basis thiqah (not trusted).
Dalam kedua-dua hadis berikutnya terdapat pula Said bin Khalid yang
disifat oleh an-Nasai sebagai daif. In both traditions there is also subsequent
Khalid ibn Said who disifat by an-Nasai as incompetent.
Apa yang boleh disimpulkan daripada semua hadis berkenaan ialah selain
ia tidak menyebut hukum pengharaman makan katak secara terang-terang,
ia juga tergolong daripada hadis yang lemah atau daif. What can be
concluded than all the hadith concerning is that he does not mention other
than the legal prohibition of eating frogs are very bright, he also considered
instead of the hadith is weak or incompetent.
Pandangan ulama: View of scholars:
Ada beberapa ulama mengkategorikan katak seperti ikan dan hewan-
hewan yang tinggal dalam air. There are some scholars categorize as fish
and frogs, the animals that live in water.
Mengenai kategori ini ada nas yang umum daripada ayat al-Quran dan
hadis ditafsirkan (bukan secara terang-terang dan muktamad) bahwa
semua hewan yang tinggal dalam air adalah harus dimakan. About this
category there are common passage than the verses of al-Quran and Hadith
interpretation (not a very bright and muktamad) that all the animals that
live in water is to be eaten.
Nas yang umum daripada al-Quran itu bermaksud: Dihalalkan bagi kamu
binatang buruan laut, dan makanan yang didapati dari laut, sebagai bekal
bagi kamu (untuk dinikmati kelazatannya) dan juga bagi orang-orang yang
dalam pelayaran; tetapi diharamkan atas kamu memburu binatang buruan
darat selama kamu sedang berihram. Nas common than the al-Quran was