Pernikahan dini memiliki berbagai dampak negatif secara hukum, biologis, dan psikologis. Secara hukum melanggar ketentuan umur minimal menikah. Secara biologis dan psikologis, anak-anak belum siap menanggung tanggung jawab perkawinan. Dampaknya dapat berupa trauma, gangguan kesehatan reproduksi, dan menghambat pertumbuhan si anak.
2. definisi ‘pernikahan dini’
sebagai sebuah pernikahan
yang dilakukan oleh mereka
yang berusia di bawah usia
yang dibolehkan untuk
menikah dalam Undang-
Undang Perkawinan nomor
1 tahun 1974, yaitu minimal
16 tahun untuk perempuan
dan 19 tahun untuk laki-laki.
(Pernikahan dini menurut
Negara), Hal ini
dimaksudkan agar kedua
belah pihak benar-benar siap
dan matang dari sisi
fisik, psikis dan mental.
3. • Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan dini
mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun
anak yang dilahirkan. Menurut para
sosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini
dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini
disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak
darah muda dan cara pikir yang belum matang.
Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya
memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh
karenanya, pemerintah hanya mentolerir
pernikahan diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16
tahun untuk wanita.
4. Pernikahan Dini menurut Agama
Islam
• Hukum Islam secara umum meliputi lima
prinsip yaitu perlindungan terhadap
agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal.
• Ibnu Syubromah (ulama) menyatakan bahwa
agama melarang pernikahan dini (pernikahan
sebelum usia baligh).
• Menurutnya, fungsi dasar pernikahan adalah
memenuhi kebutuhan biologis, dan
melanggengkan keturunan. Sementara dua hal
ini tidak terdapat pada anak yang belum baligh.
5. Faktor yang menyebabkan
terjadinya pernikahan dini
• Praktek pernikahan dini dipengaruhi oleh budaya
lokal.
• Para orang tua ingin mempercepat perkawinan
dengan berbagai alasan ekonomi, sosial anggapan
tidak penting pendidikan bagi anak perempuan
dan stigma negatif terhadap status perawan tua.
• Fenomena pernikahan diusia anak-anak menjadi
kultur sebagian masyarakat Indonesia yang masih
memposisikan anak perempuan sebagai warga
kelas ke-2.
6. Dampak pernikahan dini (perkawinan di
bawah umur)
• Baru saja kita mendengar berita diberbagai
media tentang kyai kaya yang menikahi anak
perempuan yang masih belia berumur 12
tahun. Berita ini menarik perhatian khalayak
karena merupakan peristiwa yang tidak lazim.
Apapun alasannya, perkawinan tersebut dari
tinjauan berbagai aspek sangat merugikan
kepentingan anak dan sangat membahayakan
kesehatan anak akibat dampak perkawinan dini
atau perkawinan di bawah umur.
7. • Berbagai dampak pernikahan dini atau
perkawinan dibawah umur dapat dikemukakan
sbb.:
• Dampak terhadap hukum :
• Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-
undang di negara kita yaitu:
• 1. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika
pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
8. • Pasal 6 (2) : Untuk melangsungkan perkawinan
seorang yang belum mencapai umur 21 tahun
harus mendapat izin kedua orang tua.
• 2. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik dan
melindungi anak
b. menumbuh kembangkan anak sesuai dengan
kemampuan, bakat dan minatnya dan;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia
anak-anak.
9. • Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan
melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya
untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta
terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan
diskriminasi.
• Dampak biologis
• Anak secara biologis alat-alat reproduksinya
masih dalam proses menuju kematangan
sehingga belum siap untuk melakukan hubungan
seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai
hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan
justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas
dan infeksi yang akan membahayakan organ
reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak.
10. • pernikahan pada anak perempuan berusia
9-12 tahun sangat tak lazim dan tidak pada
tempatnya.
• Kematangan fisik seorang anak tidak sama
dengan kematangan psikologisnya
sehingga meskipun anak tersebut memiliki
badan bongsor dan sudah menstruasi,
secara mental ia belum siap untuk
berhubungan suami istri.
11. • Dampak psikologis
• Secara psikis anak juga belum siap dan
mengerti tentang hubungan seks, sehingga
akan menimbulkan trauma psikis
berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit
disembuhkan. Anak akan murung dan
menyesali hidupnya yang berakhir pada
perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti
atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan
perkawinan akan menghilangkan hak anak
untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9
tahun), hak bermain dan menikmati waktu
luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat
dalam diri anak.
12. • Menurut psikolog ”sebenarnya banyak efek
negatif dari pernikahan dini. Pada saat itu
pengantinnya belum siap untuk menghadapi
tanggungjawab yang harus diemban seperti
orang dewasa. Padahal kalau menikah itu
kedua belah pihak harus sudah cukup dewasa
dan siap untuk menghadapi permasalahan-
permasalan baik ekonami, pasangan, maupun
anak. Sementara itu mereka yang menikah dini
umumnya belum cukup mampu
menyelesaikan permasalan secara matang”.
13. • Kondisi kematangan psikologis ibu menjadi
hal utama karena sangat berpengaruh
terhadap pola asuh anak di kemudian hari. ”
yang namanya mendidik anak itu perlu
pendewasaan diri untuk dapat memahami
anak. Karena kalau masih kenak-
kanakan, maka mana bisa sang ibu
mengayomi anaknya. Yang ada hanya akan
merasa terbebani karena satu sisi masih ingin
menikmati masa muda dan di sisi lain dia
harus mengurusi keluarganya”.
14. • Dampak sosial
• Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor
sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang
bias gender, yang menempatkan perempuan
pada posisi yang rendah dan hanya dianggap
pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini
sangat bertentangan dengan ajaran agama
apapun termasuk agama Islam yang sangat
menghormati perempuan (Rahmatan lil
Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan
budaya patriarki yang bias gender yang akan
melahirkan kekerasan terhadap perempuan.