Teks tersebut membahas tentang manajemen sekolah, kepemimpinan, dan kompetensi guru. Secara garis besar, teks tersebut menjelaskan bahwa manajemen sekolah bertujuan untuk mencapai visi dan misi sekolah secara efektif dan efisien, kepemimpinan melibatkan proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama, dan kompetensi guru perlu ditingkatkan untuk meningkatkan mut
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Bab i(1)
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen dalam Bahasa inggris berarti mengelola atau mengatur. Dalam Fattah
(2006:1). Manajemen diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Manajemen sebagai ilmu
merupakan bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan
bagaimana orang bekerja sama. Manajemen sebagai kiat seperti pernyataan Follet merupakan
hal yang dapat mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain dalam
menjalankan tugas. Manajemen sebagai profesi menjelaskan adanya landasan keahlian
khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para professional dengan dituntut oleh
sebuah kode etik.
Manajemen merupakan suatu system yang setiap komponenya menampilkan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan. Manajemen sebagai system memiliki fungsi-fungsi pokok yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan
pengawasan (controlling).
Manajemen dalam pendidikan menurut Djam’an dalam Sudarmiani (2009:2) diartikan
sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan
materiil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
secara efektif dan efisien.
Manajemen memilik pengaruh bagi seseorang atau sekelompok orang untuk bertindak.
Sama halnya dengan manajemen, kepemimpinan pun memiliki pengaruh bagi seseorang atau
sekelompok orang untuk bertindak. Manajemen merupakan suatu proses menyelesaikan
aktivitas secara efisien dengan atau melalui orang lain dan berkaitan dengan rutinitas tugas
suatu organisasi, sedangkan kepemimpinan muncul jika ada upaya mempengaruhi seorang
individu atau kelompok dan berhubungan dengan perubahan. Menurut Danim (2008:3)
pemimpin di pandang sebagai inti dari manajemen dan perilaku kepemimpinan merupakan
inti perilaku manajemen. Inti dari kepemimpinan adalah pembuatan keputusan termasuk
keputusan untuk tidak memutuskan. Kepemimpinan akan berjalan jika ada keputusan yang
akan dijalankan, demikian juga managemen. Ini berarti bahwa manajemen akan dapat
mencapai tujuan jika dijalankan oleh seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan.
2. 2
Para pemimpin akan dilimpahkan kewenangan untuk menggerakkan dan mengendalikan
orang-orang disekitarnya untuk mencapai tujuan tertentu. Maka dengan kekuasaan yang
diberikan pada seorang pemimpin menjadi sangat penting. Seorang pemimpin sebagai
individu akan berhadapan dengan sejumlah individu lain yang berbeda-beda kepribadian,
watak, dan karakternya. Dalam keadaan yang demikian itu, maka pemimpin harus
memahami, menghargai, dan berusaha untuk menyatukan kepribadian yang berbeda-beda,
termasuk juga kepribadian yang ia miliki untuk bisa berada dalam satu usaha bersama demi
tercapainya tujuan yang diinginkan. Maka sebenarnya kepemimpinan menunjukkan keadaan
yang sangat kompleks karena kepemimpinan tidak hanya berkenaan urusan individu saja
tetapi berkenaan pula dengan urusan individu saja tetapi berkenaan pula dengan urusan orang
banyak (sosial).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan manajemen sekolah?
2. Apakah hakikat kepemimpinan?
3. Bagaimana teori kepemimpinan?
4. Bagaimana motivasi dalam kepemimpinan?
5. Bagaimana upaya kepala sekolah menumbuhkan motivasi guru?
6. Bagaimana tipe kepemimpinan?
7. Bagaimana kepemimpinan kebijakan sekolah?
8. Apakah hakikat kompetensi guru?
9. Bagaimana peranan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru?
10. Bagaimana kebijakan reward dan intensif?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan peranan manajemen sekolah
2. Untuk mendeskripsikan hakikat kepemimpinan
3. Untuk mendeskripsikan teori kepemimpinan
4. Untuk mendeskripsikan motivasi dalam kepemimpinan
5. Untuk mendeskripsikan upaya kepala sekolah menumbuhkan motivasi guru
6. Untuk mendeskripsikan tipe kepemimpinan
7. Untuk mendeskripsikan kepemimpinan kebijakan sekolah
8. Untuk mendeskripsikan hakikat kompetensi guru
9. Untuk mendeskripsikan peranan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru
10. Untuk mendeskripsikan kebijakan reward dan intensif
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen Sekolah
Setiap sekolah menerapkan menejemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Dalam sistem
ini kepala sekolah bersama dewan guru dan warga belajar lainnya secara singkat mandiri,
transparan, serta bertanggung jawab melaksanakan program sekolah untuk mencapai visi,
misi, dan target mutu yang diamanatkan oleh masyarakat dan semua pihak yang
berkepentingan terhadap pendidikan disekolah yang bersangkutan (stakeholder pendidikan).
1. Untuk mencapai tujuan tersebut maka setiap sekolah:
a. Merumuskan visi, misi, dan target tertentu;
b. Merencanakan program sekolah;
c. Melaksanakan program yang telah ditetapkan;
d. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program;
e. Merumuskan target mutu baru;
f. Melaporkan kemajuan yang dicapai kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah
(stakeholder pendidikan).
2. Untuk mengawasi tercapainya program maka dilakukan kontrol melalui:
a. Pemantauan dan pengawasan eksternal dan internal;
b. Transparansi manajemen;
c. Akuntabilitas publik.
3. Penilaian Sekolah
Penilaian sekolah dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas
penyelanggarakan pendidikan, pelaksanaan kurikulum dan penilaian kinerja sekolah
sebagai satu kesatuan. Penilaian sekolah dapat bersifat nasional (pemerintah pusat), lokal
(pemerintah daerah), sekolah (penilaian diri sendiri) sesuai sdengan tujuan lingkungan.
B. Hakikat Pemimpin
Pemimpin pada hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan
adalah kemampuan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan
tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner (1988) semakin banyak jumlah
4. 4
sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan makin besar potensi kepemimpinan
yang efektif.
Jenis pemimpin ini bermacam-macam, ada pemimpin formal, yaitu yang terjadi karena
pemimpin bersandar pada wewenang formal berhasil mempengaruhi perilaku orang lain.
Sebagaimana telah diungkapkan pada bagian terdahulu, kekuasaan itu bersumber pada
imbalan, paksaan, keahlian, acuan, hokum, karisma/kekuatan pribadi. Berdasarkan itu
bawahan atau orang menerima atau tidak menerima atas segala sesuatu yang harus dilakukan.
Berbagai pendekatan dalam memecahkan masalah kepemimpinan telah dilakukan.
Pendekatan yang pertama, yaitu pendekatan sifat yang memfokuskan pada karakteristik
pribadi pemimpin. Pendekatan kedua, yaitu pendekatan perilaku dalam hubungannya dengan
bawahannya. Pendekatan situsional. Pandangan situasi mengamsusikan bahwa kondisi yang
menentukan efektifitas pemimpin bervariasi menurut situasi, keterampilan dan harapan
bawahan, lingkungan, organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan.
Menurut Sugeng Prabowo manager adalah seseorang yang bekerja dengan atau melalui
orang lain melalui kegiatan mengkoordinasi berbagai aktifitas pekerjaan dalam upaya untuk
mencapai tujuan organisasi. Tugas utama meneger adalah mengkoordinasi. Walau tampak
sederhana, dalam implementasinya kegiatan mengkoordinasi memerlukan kemampuan yang
cukup kompleks. Seorang mnager tidak akan dapat mengkoordinasikan suatu proses
pekerjaan dengan baik, jika meneger tersebut tidak dianut oleh bagian-bagian atau unit-unit
yang akan dikoordinasikan, maka proses koordinasi tidak akan terjadi.
Secara teoritis manager harus menjalankan fungsi-fungsi manajemen. Jika fungsi-fungsi
managemen tersebut tidak dijalankan maka orang tersebut tidak lagi disebut sebagai seorang
manager. Robbins (2003) merinci fungsi managemen menjadi 4 bagian yang meliputi:
planning, organizing, leading, dan controlling. Perencanaan (planning) merupakan pekerjaan
yang meliputi, perumusan tujuan, penetapan strategi, pengembangan rencana-rencana yang
menjadi program yang dapat dikoordinasikan dalam penerapannya. Pengoganisasian
(organizing) merupakan kegiatan yang menetapkan apa yang diperlukan untuk dikerjakan,
bagaimana mengerjakanny, dan siapa yang akan mengerjakan. Memimpin (leading)
merupakan kegiatan yang mengarahkan dan memotivasi seluruh komponen yang ada dalam
organisasi, dan menyelesaikan berbagai konflik. Sedangkan pengendalian (controling)
merupakan kegiatan untuk memonitor berbagai aktivitas dan menjamin bahwa apa yang
dikerjakan sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat.
5. 5
Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai
kepemimpinan/leadership. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telahmencoba
mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi
kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang ada.
Sarros dan Butchatsky (1996), “leadership is defined as the purposeful behavior of
influecing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well
as the organization or cammon good”. Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat
didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas
para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan
manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), “leadership means
using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high
performance”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara
lain:
Pertama: kepemimpinan bereti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau
bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima
arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan,
kepemimpinan tidak aka nada juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his
or herpcwer) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda
untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Ketiga: pemimpin harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap
bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak
sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain
(confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam
membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan
manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.
Secara umum definisi kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai berikut, “kepemimpinan
berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi,
mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa
6. 6
orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang
dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan”.
Kepemimpinan merupakan sumbangan dari seseorang di dalam situasi-situasi kerja sama.
Kepemimpinan dan kelompok adalah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara
yang satu dengan yang lain. Tak ada kelompok tanpa adanya kepemimpinan, dan sebaliknya
kepemimpinan hanya ada dalam situasi interaksi kelompok. Seseorang tidak dapat dikatakan
pemimpin jika ia berbeda di luar kelompok, ia harus berada di dalam suatu kelompok dimana
ia memainkan peranan-peranan dan kegiatan-kegiatan kepemimpinannya.
Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan
pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif
dan efisien.
Nurkolis (2003) menyebutkan beberapa perbedaan antara menejer dan pemimpin, yaitu:
a) Pemimpin memikirrkan organisasinya dalam jangka panjang;
b) Pemimpin memikirkan organisasi secara lebih luas baik menyangkut kondisi internal,
eksternal, maupun kondisi global;
c) Pemimpim mempengaruhi pengikutnya sampai diluar batas kekuasaannya;
d) Pemimpin menekankan pada visi dan nilai-nilai yang tidak tampak, mempengaruhi
pengikutnya secara tidak rasional dan elemen-elemen tak sadar lainnya dalam
hubungannya antara pemimpin dan pengikut;
e) Pemimpin memiliki keterampilan politik untuk mengatasi konflik yang terjadi
diantara pengikutnya;
f) Pemimpin berfikir dalam upaya memperbaiki organisasinya.
C. Teori Kepemimpinan
a. Pendekatan sifat-sifat kepemimpinan
Usaha pertama kali dilakukan oleh psikolog dan peneliti untuk memahami kepemimpinan
yaitu mengenali karakteristik atau ciri-ciri para pemimpin yang berhasil. Penelitian masa itu
ditunjukkan untuk mengetahui sifat-sifat pemimpin ang mencakup: intelektualitas, hubungan
sosial, kemampuan emosional, keadaan fisik, imajinasi, kekuatan jasmani, kesabaran,
kemauan berkorban, dan kemauan bekerja keras.
7. 7
Usaha menyukseskan pelaksanaan tugas para pemimpin belakangan ini telah banyak
dilakukan penelitian oleh para ahli dengan harapan dapat ditemukan model kepemimpinan
yang baik atau efektif. Namun, kesimpulan dari hasil studi itu, ternyata tidak ada satu model
tunggal yang memenuhi harapan. Dalam kaitannya dengan ciri-ciri pemimpin. Gerungan
menyatakan bahwa setiap pemimpin, sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri, yaitu:
1) Penglihatan sosial.
2) Kecakapan berfikir abstrak.
3) Keseimbangan emosi.
Menurut J. Slikboer, pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat:
(1) Dalam bidang intelektual
(2) Berkaitan dengan watak
(3) Berhubungan dengan tugasnya sebagai pemimpin
Ciri-ciri lain yang berbeda dikemukakanoleh Ruslan Abdulgani (1985) bahwa pemimpin
harus mempunyai kelebihan dalam hal :
(1) Menggunakan pikiran
(2) Rohani
(3) Jasmani
b. Pendekatan perilaku
Pendekatan perilaku memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah
laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) pemimpin. Alasan sifat seseorang relatif sukar untuk
didefinisikan. Beberapa pandangan ahli, antara lain James Own (1973) berkeyakinan bahwa
perilaku dapat dipelajari, hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku
kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif.
Namun demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang
cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, memang
perilaku kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyaknya variabel, kesimpulan
penelitian membuktikan bahwa perilaku pemimpin tertentu adalah lebih efektif dibandingkan
dengan dua aspek perilaku, yaitu fungsi dan gaya kepemimpinan. Robert F. Bales (Stoner,
1986) mengemukakan hasil penelitian bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai
bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership), umpamanya satu orang menjalankan
8. 8
fungsi tugas, dan anggota lain melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena
seseorang perhatian akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
c. Pendekatan situasional
Pendekatan situasional berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada
kecocokan antara pribadi, tugas, kekuasaan, sikap, dan persepsi. Cukup banyak pendukung
pendekatan ini, diantaranya model kontigensi Fiedler, model normatif Vroom Teeton, dan
teori jalur tujuan (The Path Goal Theory).
D. Motivasi Dalam Kepemimpinan
Reksohadiprojo dan handoko (2000:252) mengemukakan bahwa “motivasi adalah
kebutuhanpribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-
kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”. Sedangkan menurut Wexley dan Yukl (1992:113)
“motivasi adalah suatu keadaan yang melatarbelakangi individu untuk mencapai tujuan
tertentu. Batasan pengertian ini memandang motivasi dari sudut kepentingan individual”.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik pengertian secara deskripsi, bahwa
motivasi kerja adalah suatu dorongan positif seorang guru terhadap pekerjaannya, terhadap
kondisi dan situasi kerja maupun lingkungan kerjanya.
Motivasi merupakan objek yang penting bagi manajer, dalam konteks ini adalah kepaa
sekolah, karena manajer harus bekerja dengan orang lain. Manager perlu memahami
orang0orang dalam berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai
dengan yang diinginkan organisasi dalam konteks studi ini adalah sekolah.
Herzberg (1959) dalam Reksohadiprojo dan handoko (2000:259) mengemukakan ada dua
kelompok faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu;
1. Pemuas kerja (job satisfies) yang berkaitan dengan isi pekerjaan
2. Ketidakpuasan kerja (job dissatiffies) yang berkaitan dengan susasana kerja.
Satisfies disebut motivators sedangkan dissatisfies disebut faktor-faktor hygienis (hygienic
factors). Dengan dikemukakannya kedua istilah tersebut teori yang dikemukakan Herzberg
dikenal sebagai teori motivasi dua faktor atau teori motivasi hygienis (motivation hygieneic
theory). Faktor hygienis ini bukan sebagai kepuasan, tetapi justru sebaliknya sebagai
ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor tersebut antara lain: kondisi kerja, hubungan antar pribadi
(terutama dengan mandor), gaji, dan sebagainya. Perbaikan faktorhygienis akan mengurangi
atau menghilangkan ketidakpuasan kerja tetapi tidak akan menimbulkan dorongan dan
kepuasan kerja. Faktor hygienis sendiri tidak menimbulkan motivasi tetapi diperlukan agar
9. 9
motivator terbukti sebagai faktor-faktor sumber kepuasan kerja yang dapat memotivasi
manusia pada pekerjaan mereka. Faktor-faktor tersebut antara lain: prestasi, promosi, atau
kenaikan pangkat, penghargaan kerja itu sendiri, dan tanggung jawab. Jadi secara ringkas,
bahwa faktor hygienis (serig disebutfaktor intrinsic) mempengaruhi ketidakpuasan kerja.
Faktor hygienis membantu individu untuk menghilangkan ketidaksenangan, sedangkan
motivator membuat individu senang dengan pekerjaannya. Berdasarkan beberapa teori di atas
dapat disimpulkan bahwa suasana kerja dan isi kerja dalam suatu organisasi sangat penting
dalam mempengaruhi motivasi kerja seseorang.
Selanjutnya Yunus (2007:45), mengemukakan sejumlah faktor-faktor dalam pekerjaan
yang mempengaruhi motivasi kerja individu sebagai berikut:
1. Rasa aman (security), yaitu adanya kepastian karyawan utnuk memperoleh pekerjaan
tetap, memangku jabatan di perusahaan selama mungkin seperti yang mereka harapkan.
2. Kesempatan untuk maju (type of work), yaitu adanya kemungkinan untuk maju, naik
tingkat, memperoleh kedudukan dan keahlian.
3. Tipe pekerjaan (type of work), yaitu pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang
pendidikan, pengalaman, bakat, dan minat karyawan.
4. Nama baik tempat kerja (company), yaitui perusahaan (sekolah) yang memberikan
kebanggaan karyawan bila bekerja di perusahaan atau sekolah tersebut.
5. Rekan kerja (co worker), yaitu rekan kerja yang sepaham, yang cocok untuk kerja sama.
6. Upah (pay), yaitu penghasilan yang diterima.
7. Penyelia (supervisor), yaitu pemimpin atau atasan yang mempunyai hubungan baik
dengan bawahannya, mengenal bawahannya danm mempertimbangkan pendapat-
pendapat yang dikemukakan oleh bawahannya.
8. Jam kerja (work house), yaitu jam kerja yang teratus atau tertentu dalam sehari.
9. Kondisi kerja (working condition), yaitu seperti kebersihan tempat kerja, suhu, ruangan
kerja, ventilasi, kegaduhan suara, baud an sebagainya.
10. Fasilitas (benefit), yaitu kesempatan cuti, jaminan kesehatan, pengobatan dan sebagainya.
Teori motivasi tradisional yang berkembang awal abad ke-20 berasal dari teori
manajemen ilmiah. Ketika itu uang adalah sebagi faktor motivasi utama, sehingga hadiah
berupa uang tersebut harus dihubungkan secara langsung dengan yang salah.
a. Teori Hieraki kebutuhan maslow
Abraham maslow meyakini bahwa ketidakpuasan kebutuhan individu adalah sumber
motivasi utama. Ia menempatkan lima kebtuhan dalam bentuk hierarki dari yang paling
10. 10
mendasar hingga yang paling matang, yaitu kebutuhan dasar fisik untuk survival,
keamanan, rasa memiliki, status ego dan aktualisasi diri.
b. Teori motivasi-hygiene Herzberg
Focus teori ini lebih mengkhususkan pada situasi kerja, Frederick Herzberg, meyakini
bahwa hanya kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan tingkat status ego maslow
dan aktualisasi diri adalah sumber motivasi kerja langsung. Ia menyebut faktor motivasi
ini dan ia beranggapan bahwa tingkat kebutuhan yang lebig rendah, yaitu survival dan
keamanan yang ia juluki sebagai faktor ketidakpuasan berpusat pada isu yang tidak
berhubungan langsung dengan pekerjaan dan merupakan faktor-faktor yang diasumsikan
kebanyakan orang akan dipenuhi. Suatu rasa memiliki, ia menemukannya tumpang tindih
dengan kedua kategori. Diantara faktor-faktor ketidakpuasan adalah gaji, keamanan
kerjadan kondisi kerja yang baik. Diantara motivasi-motivasi kerja yang dikemukakannya
merupakan tantangan pekerjaan itu sendiri, prestasi, pemahaman, tanggungjawab,
promosi dan pertumbuhan. Banyak orang berfikir bahwa uang adalah motivasi penting
segala-galanya. Bagaimanapun penelitian menunjukkanbahwa sepenting masuk akal dan
pendapatan yang fair, maka isu-isu semacam prestasi, pemahaman dan hakikat kerja akan
mengesampingkan pertimbangan uang. Di dalam beberapa tutorial, kita menyarankan
pada banyak orang tentang isu-isu pekerjaan yang mereka bicarakan dan secara bervariasi
jawabannya adalah prestasi, pemahaman, hakikat pekerjaan, sementara uang sendiri justru
jarang dibicarakan.
Pada dasarnya pada diri setiap manusia selalu ada dorongan yang kuat utnuk ingin maju,
ingin lebih baik dari orang lain dan makin kuat imannya, maka semakin menyadari bahwa
hari esok harus lebih baik dari hari ini.
E. Upaya Kepala Sekolah Menumbuhkan Motivasi Guru
Kepala sekolah perlu meningkatkan kemampuan dan keterampilan para pelaksana
pendidikan. Sebagai pemimpin dalam suatu lembaga pendidikan hendaknya kepala sekolah
memiliki pengetahuan yang luas dan keterampilan kepemimpinan. Hal itu perlu dimiliki agar
mampu mengendalikan, mempengaruhi dan mendorong bawahannya dalam menjalankan
tugas dengan jujur, tanggungjawab, efektif dan efisien.
Suyanto dan hisam, (2000:26) mengemukakan bahwa kepala sekolahdalam meningkatkan
motivasi kerja guru dengan;
11. 11
1. Menetapkan keterbukaan, yaitu kepala sekolahmenerima saran, kritik yang muncul dari
semua pihak lingkungan baik, dari guru, karyawan serta siswa. keterbukaan tersebut
memberikankepada para guru untuk memberikan saran bahkan kritik yang membangun
bagi sekolah.
2. Kepala sekolah juga menerapkan pembagian tugas dan tanggung jawab dengan para guru
agar guru yang terlibat lebih memahami tugasnya masing0masing dan diharapkan adanya
kerja sama dengan rangka mencapai tujuan bersama.
3. Kepala sekolah menerapkan hubungan vertical ke bawah yaitu kepala sekolah menjalin
hubungan baik terhadap semua bawahan yaitu kepada guru dan karyawan hal ini
dilakukan agar mereka bersedia melaksanakan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya,
memupuk kesetiaan dan tanggung jawab kepada pemimpin, tugas dan tempat kerja.
Kepala sekolah juga melakukan pendekatan-pendekatan untuk meningkatkan daya kreasi,
inisiatif yang tinggi untuk mendorong semangat bawahannya.
4. Kepala sekolah melakukan pemetaan program-program kegiatan untuk meningkatkan
motivasi kerja guru seperti: kegiatan breafing, penghargaan bagi guru yang berprestasi,
peningkatan kesejahteraan guru, peningkatan SDM, memberikan pelatihan untuk para
guru, memberikan perhatian secara personal, workshop, outbond. Melalui program-
program tersebut maka diharapkan guru-guru mampu mengembangkan proses kerjanya
dan mampu menhasilkan output yang baik sesuai program yang diselenggarakan.
5. Kepala sekolah melakukan pengawasan yang bersifat berkelanjutan dan menyeluruh yaitu
pengawasan yang meliputi seluruh aspek antara lain: personal, pelaksanaan kegiatan,
material dan hambatan-hambatan. Pengawasan yang dilakukan kepala sekolah
berdasarkan pada tujuan sekolah, agara pekerjaan atau kegiatan dapat berlangsung sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan dan untuk mengetahui hambatan ataupun kesalahan
yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan.
6. Kepala sekolah melakukan evaluasi meliputi evaluasi terhadap uraian tugas dan evaluasi
bukti-bukti dokumen, dengan cara melihat langsung terhadap bukti-bukti tugas yang telah
dilaksanakan oleh guru kemudian memberikan masukan apabila terdapat kesalahan atau
kurang sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Kepala sekolah memberikan solusi
terhadap hambatan-hambatan yang dihadapi oleh guru dalam melakukan tugasnya.
Yunus (2007:40) mengemukakan terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan kepala
sekolah untuk mendorong guru agar mau dan mampu meningkatkan motivasi kerja yaitu:
1) Kegiatan yang dilakukan menarik dan menyenangkan.
12. 12
2) Tujuan kegiatan perlu disusun dengan jelas dan di informasika tentang hasil pada setiap
pekerjaannya.
3) Pemberian hadiah lebih baik daripada hukuman, walaupun sewaktu-waktu hukuman
diperlukan.
4) Memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, agar setiap pegawai memperoleh kepuasan
dan penghargaan.
F. Tipe Kepemimpinan
Rivai dan Murni (2009:288) menuliskan bahwa perlu dibedakan antar tipe dan gaya
kepemimpinan. Kepemimpinen seseorang dapat digolongkan kedalam salah satu tipe dan
mungkin setiap tipe bisa memiliki berbagai macam gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan
lebih cenderung kepada situasi. Salah seorang pemimpin yang memiliki salah satu tipe bisa
menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dalam melaksanakan kepemimpinannya.
Terdapat tipe kepemimpinan yang dapat dikenal.
a. Tipe otokratis ciri-ciri seseorang pemimpin yang otokratis adalah
1. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
2. Mengidentifikasi organisasi sebagai milik pribadi
3. Menganggap bahwa organisasi sebagai alat
4. Tidak menerima kritik, saran dan pendapat
5. Sering menggunakan pendekatan yang bersifat paksaan dan bersifat menghukum.
b. Tipe militeristik
Sifat-sifat seorang pemimpin yang bertipe militeristik adalah
1. Sering menggunakan sistem perintah atau intruksi
2. Menyandarkan diri kepada pangkat dan jabatan
3. Senang kepada hal-hal formalistik yang berlebih-lebihan
4. Disiplin keras
5. Tidak senang dikritik
6. Menggemari upacara-upacara
c. Tipe paternalistik
Seorang pemimpin yang bertipe ini bersifat
1. Memandang dan mengaggap bawahan sebagai anak-anak
2. Bersikap terlalu melindungi
3. Jarang memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan
4. Jarang memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreasi
13. 13
5. Jarang memberikan kesempatan untuk berinisiatif
6. Berifat maha tahu
d. Tipe Kharismatik
Pemimpin yang tergolong pada tipe ini pada umumnya memiliki kewibawaan yang sangat
besar terhadap pengikutnya. Kewibawaan memancar dari pribadinya yang dibawanya sejak
lahir. Dengan demikian, pemimpin ynag kharismatik itu memilik kekuatan ghoib (supra
natural power). Dari penampilannya memancar kewibawaan yang menyebabkan pengikutnya
merasa tertarik dan kagum serta patuh
e. Tipe Demokratis
Tipe kemimpinan ini paling tepat untuk memimpin organisasi moderm. Beberapa sifat dari
tipe ini adalah :
1. Selau berttitik tolak dari rasa persamaan hak dan bersamaan keawajiban sebagai
manusia.
2. berusaha menyingkronkan kepentinagan dan tujuan organisasi dengan kepentingan
dan tujuan pribadi/ bawahan.
3. Senang memnerima kesalahan, pendapat dan kritik.
4. Mengutamakan kerjasama kelompok dalam mencapai tujuan organisasi.
5. Memberikan kebebasan yang seluas-lusanya kepada bawahan untuk melakuakan tugas,
pekerjaan dalam arti bahwa ada toleransinya terhadap kesalahan yang diperbuat oleh
bawahan.
6. Berusaha memberikan kesempatan untuk berkembang kepada bawahan itu.
7. Membimbinh bawahan untuk lebih berhasil daripadanya.
G. Kepemimpinan Kebijakan Sekolah
Efektivitas pelaksanaan kepemimpinan mencakup membuat secara meyakinkan bahwa
seseorang memiliki pendidikan yang benar, kemampuan, pengalaman , motivasi, dan
kepribadian untuk menangani strategi perubahan. Karena itu, sifat dasar dari kepemimpinan
adalah motivasi, keputusan, komunikasi, dan proses pengendalian akan menentukan
efektivitas kepemimpinan dalam mengembangkan suatu iklim dan budaya kondusif untuk
membuat kebijakan (Jauch dan Glueck, (1988: 36).
Secara rinci ditemukan bahwa perilaku pemimpin mengacu kepada dua dimensi utama.
Perilaku yang menyatakan peduli terhadap pencapaian tugas dalam organisasi dan peduli
14. 14
terhadap hubungan sesama manusia dalam organisasi. Teori ini secara umum diterima bahwa
kedua jenis perilaku ini menjadi syarat keberhasilan kepemimpinan. Usaha untuk
mengembangkan teori melalui penelitian yang hati hati dalam situasi tugas kepemimpinan,
memahami bahwa tidak satupun cara yang terbaik untuk memimpin dalam semua situasi,
tetapi bahwa dalam situasi tertentu, satu pendekatan kepemimpinan mungkin lebih efektif
dari yang lain. Tantangan terhadap teori perilaku kepemimpinan yaitu salah satunya
dijelaskan teori kontingensi.
Hersey dan Blanchard (1988) mengusulkan teori situasional. Pada pokoknya perilaku
kepemimpinan ini dibagi atas kematangan bawahan atau anggota. Situasi dalam teori ini
kemungkinan dibagi kepada kematangan profesional dan kematangan psikologi. Ada dua
dimensi juga tentang perilaku pemimpin, yaitu: perilaku orientasi tugas, dalam hal ini
pemimpin menekankan kepada tugas khusus, dan perilaku hubungan dalam hal ini pemimpin
menggunakan waktu dalam membangun hubungan interpersonal yang baik dengan anggota
kelompok.
Teori ini mengusulkan empat jenis perilaku kepemimpinan secara umum, setiap bagian
cocok dengan level kematangan khusus. Peningkatan kematangan pemimpin bergerak
melalui gaya menceritakan (pencapaian tugas tinggi dan hubungan rendah), gaya menjual
(pencapaian tugas tinggi dan hubungan tinggi), partisipasi (rendah pencapaian tugas dan
hubungan tinggi), dan perilaku delegasi (rendah pencapaian tugas dan hubungan rendah).
Ada beberapa gaya kepemimpinan dalam perilaku memotivasi, komunikasi dan pengambilan
keputusan, control dan penataan sasaran.
Gaya Kepemimpinan Konsultatif
Kekuatan Motivasi Pola Komunikasi
Penyaluran kebutuhan terhadap uang,
motif pribadi dan motif utama lainnya
dalam setiap pribadi, kekuatan motivasi
biasanyamemperkuat lainnya, sikap
biasanya menyenangkan, kebanyakan
orang biasanya merasa
bertanggungjawab, kepuasan tingkat
menengah terhadap pekerjaan, teman
Komunukasi dari atas dan dari bawah
biasanya baik. Komunikasi mendatar bersifat
adil dan baik. Ada kecenderungan
merendahkan diri untuk menyaring
kerusakan.
15. 15
kerja, pengawasan dan organisasi.
Kekuatan Motivasi Proses Pengambilan Keputusan
Tim kerjasama bersifat moderat,
pengaruh dari atas ke bawah juga
moderat. Begitu pula pengaruh dari
bawah bersifat moderat.
Kebijakan luas diputuskan dari atas,
keputusan lebih spesifik dibuat di level
rendah, berdasarkan alasan yang kuat dan
informasi yang cukup. Ada beberapa
konstribusi untuk memotivasi. Kelompok
yang ada dilibatkan dalam pengambilan
keputusan.
Kekuatan Motivasi Proses Kontrol
Sasaran disusun atau pengaturan
masalah disusun setelah diskusi dengan
bawahan. Biasanya ada sikap penerimaan
baik dan buruk, dan ada penolakan kecil.
Pengawasan utamanya dari atas, tetapi ada
delegasi kepada level bawah. Organisasi
informal mungkin eksis dan mengurangi
control nyata.
Gaya Partisipasi Kelompok
Kekuatan Motivasi Pola Komunikasi
Penyaluran semua motif utama
pengharapan, termasuk kekuatan
motivasi yang dating dari proses
kelompok. Kekuatan motivasi
memperkuat yang lain. Sikap cukup
menyenangkan. Kepercayaan juga
muncul. Setiap orang pada semua level
merasa bertanggungjawab secara relative,
kepuasan tinggi pada seluruh komponen.
Informasi mengalir bebas dan akurat
dalam semua arah. Secara praktis tidak ada
kekuatan penyaringatau perusak.
Kekuatan Motivasi Pengambilan Keputusan
Kekuatan penanganan pada tim kerja
member pengaruh nyata pada jalur atas
bawah dan bawah atas dan sejajar.
Pengambilan keputusan dilakukan seluruh
organisasi, jaringan kelompok, dan
berdasarkan atas informasi yang akurat.
Membuat secara luas kelompok akan
16. 16
memperkuat tim kerja.
Kekuatan Motivasi Proses Kontrol
Membangun sasaran dengan
partisipasi, kelompok, kecuali dalam
keadaan darurat. Sasaran sepenuhnya
diterima, yang baik dan mungkin buruk.
Kontrol menyebar nyata dan merasa
bertanggungjawab tinggi, control formal dan
informal.
Matrik 5: Proses dan Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam menciptakan perubahan di sekolah. Salah
satu fokus kepala sekolah adalah membuat kebijakan. Hasil penelitian Rutter (1980),
menunjukkan satu faktor penting yang menentukan efektivitas sekolah adalah dicapai dengan
kebijakan pengembangan sekolah, diantaranya:
1. Sistem reward dan hukuman. Menambah penggunaan reward menimbulkan
kebanggaan dan penghargaan, bekerja sama dengan hasil yang menyenangkan.
Sedangkan, masalah pemberlakuan hukuman adalah lebih baik mengurangi hukuman,
terutama hukuman fisik supaya sekolah menjadi kondusif.
2. Lingkungan sekolah. Kondisi kerja sekolah yang baik, tanggungjawab, kepada
kebutuhan murid dengan kepedulian yang baik dan dekorasi pembangunan yang
serasi, semuannya bekerja sama dengan hasil yang lebih tinggi.
3. Sekolah yang berhasil, cenderung membuat penggunaan tugas rumah yang baik,
menyusun tujuan akademik yang jelas, memiliki atmosfir percaya diri sebagai suatu
kemampuan murid.
4. Hasil lebih baik bila guru memberikan contoh perilaku yang baik dalam arti
memelihara waktu yang baik, dan memiliki keinginan menangani masalah murid.
5. Temuan atas kelompok manajemen dalam kelas berpendapat pentingnya
mempersiapkan bahan pengajuan pelajaran, memelihara perhatian keseluruhan kelas
dari sikap rendah hati, disiplin, fokus atas perilaku pemberian imbalan yang baik dan
bertindak cepat menangani gangguan.
17. 17
6. Hasil akan lebih menyenangkan bila ada kombinasi kepemimpinan bersama dengan
proses pengambilan keputusan yang semua guru merasa pandangan mereka mewakili
(Saran dan Trafford, 1990: 14 sampai 15).
Untuk mengarahkan fokus karakteristik sekolah sebagaimana diungkapkan di atas,
pimpinan sekolah harus orang yang mampu memberdayakan personel sekolah dalam proses
pengembangan sekolah. Dijelaskan oleh Hesselbein (1990: 88), para pemimpin harus
mengusahakan, memperjuangkan dan kemudian mendukung gagasan gagasan baru.
Pemimpin harus memberikan dana lingkungan bagi pengembangan dan menyatakan
semangat kewirausahaan. Pemimpin harus memberdayakan.
Lebih jauh dijelaskannya, bahwa pemberdayaan orang orang untuk berinovasi
bagaimanapun, tidak berarti memberikan kebebasan kepada setiap orang melakukan sesuatu
apa yang ingin dilakukan, tetapi inovasi adalah adanya pengakuan dan penerimaan atas
gagasan baru (Hesselbein, 1990: 88).
Organisasi seharusnya mendorong inovasi pada setiap waktu pada semua tempat. Strategi
bagi inovasi mencakup aktivitas pada tiga level piramida, yang menurut Hesselbein (1990),
yaitu:
1. Pada tingkat puncak, sedikit sentuhan besar tentang masa depan kemudian investasi
besar dalam produk, teknologi atau inovasi pasar,
2. Pada level menengah, inovasi pada bagian promosi,
3. Pada tingkat dasar, sejumlah besar kegiatan operasional.
Bagaimanapun, integritas kepala sekolah berhubungan dengan kualitas sekolah. Semakin
tinggi kualitas sekolah. Semakin tinggi kualitas integritas kepala sekolah maka akan semakin
tinggi kualitas sekolah. Integritas kepala sekolah merupakan kapasitas kepala sekolah dalam
memberikan:
1. Komitmen pengabdiannya pada sekolah yang dipimpinnya, tanggung jawab, daya
inovasi, dan kepercayaan.
2. Nilai kejujuran, keyakinan sikap adil, memelihara dan menepati janji.
3. Konsisten dalam tindakan dan keputusannya tercermin pada sikap konsekuen dan
teguh dalam melaksanakan visi dan misi sekolah.
Perlu disarankan bahwa perilaku kepemimpinan transaksional dan transformative
merupakan pilihan dalam mendukung keberhasilan kebijakan pengembangan sekolah.
18. 18
Menurut Owens, (1995: 126) antara kepemimpinan transformative dengan kepemimpinan
transaksional, yaitu:
1. Kepemimpinan transaksional dalam pendidikan adalah dapat melakukan pekerjaan,
keamanan, jabatan, dapat menyenangkan dan bahkan lebih mendukung perubahan,
bekerja sama dan pemenuhan keutuhan anggota.
2. Kepemimpinan transformasional, memotivasi potensi anggota, memelihara kepuasan
kebutuhan tinggi dan mengikat sepenuhnya anggota. Hasil dari kepemimpinan
transformsional adalah adanya suatu hubungan timbale balik yang saling merangsang,
meninggikan, dan memindahkan pengikut kedalam pemimpin serta memasukkan
pimpinan dalam agen moral. Tingkatan tinggi kepemimpinan adalah bahwa konsep
kepemimpinan moral melalui untuk menerima lebih banyak perhatian dalam dunia
pendidikan tahun 1990an.
Ada beberapa faktor esensial bagi keberhasilan perencanaan aksi pengembangan sekolah,
yaitu:
1. Melibatkan stakeholders kunci dalam proses perencanaan,
2. Mengevaluasi data yang relevan,
3. Menyepakati apa yang diubah atau ditingkatkan,
4. Mengembangkan strategi perubahan,
5. Mengembangkan sistem pemantauan dan mengelola proses perubahan,
6. Penegasan peran perubahan,
Pemimpin transformasional memperhatikan potensi motif individu dalam anggotanya,
mengusahakan kepuasan kebutuhan yang tinggi, dan mengikat secara penuh pribadi pribadi
anggota (Owens, 1995: 126). Ternyata, hasil dari kepemimpinan transformative adalah
hubungan timbal balik pimpinan dan anggota untuk saling memajukan, berkinerja tinggi, dan
mencapai kepuasan.
Pengembangan sekolah diarahkan untuk mengelola perubahan dan meningkatkan kualitas
sekolah. Pada dasarnya perlu mempelajari kekuatan dan kelemahan staf, moral, ketersediaan
bangunan, peralatan cukup atau tidaknya, budaya sekolah, budaya pelajar, hubungan
kemasyarakatan, jaringan, dan budget atau keuangan sekolah bahwa kesuksesan itu terlihat
dari pengimplementasian strategi kebijakan yang mencakup:
1. Sistem komunikasi penting untuk pengembangan sekolah secara efektif.
19. 19
2. Pernyataan visi dan misi yang jelas mesti dibangun dibangun berdasarkan
kesepakatan seluruh komunitas sekolah.
3. Strategi pengembangan sekolah haruslah dibuat secara bersama dengan menerima
masukan dari sesame stakeholders.
4. Mendelegasikan tanggung jawab kepada wakil kepala sekolah, guru, dan siswa adalah
suatu hal yang penting, supaya kepala sekolah mewakili kemampuan secara efektif
mengalokasikan waktu untuk isu pengembangan sekolah.
5. Dukungan masyarakat dan kepercayaan yang dibangun melalui komunikasi terbuka
dan transparan sangat penting.
6. Jika sekolah akan mengharapkan partisipasi lebih tinggi dari para staf kemudian
secara simultan mesti melibatkan mereka dalam program sekolah.
7. Diperlukan penilaian yang tepat dan memaksimalkan SDM sekolah.
8. Pimpinan sekolah harus melakukan upaya maksimal meningkatkan sumber daya
sekolah dan masyarakat yang lebih luas.
9. Pengembangan akademis, supervise, dan membangun sistem mesti terintegrasi di
dalam program.
10. Kurikulum sekolah (termasuk ekstrakulikuler) mesti secara tepat mencerminkan
tujuan sekolah.
Sekolah memerlukan kebijakan pengembangan yang diarahkan kepada pencapaian
kualitas unggul. Untuk menangkap dengan baik persaingan antarsekolah dan antardaerah
maka usaha pengembangan sekolah diperlukan oleh warga sekolah. Kepemimpinan
transformative menjadi satu instrument penting mengarahkan perubahan untuk
pengembangan sekolah.
Kepala sekolah dengan otonomi lebih luas memiliki peluang untuk pengembangan
organisasi sekolah. Kebijakan pengembangan sekolah harus bermuara kepada langkah
inovasi dengan memperkenalkan manajemen mutu terpadu (total quality management)
membentuk tim kerja dari dalam, penggajian berbasis keterampilan, dan rekayasa ulang
format program pengembangan mutu sekolah sesuai tuntutan perubahan.
H. Hakikat Kompetensi Guru
Moqvis (2003) menegmukakan sehubungan dengan kopetensi guru, bahwa “competency
has been defined in the liht of actual circumstanes relating to the individual and work. .
sementara itu, dari tarining agenscysebagai sebagaimana disampaiakan Len Holmes (1992)
20. 20
menyebutkan bahwa : “A competense is a description of somethink which a person who
works is a given occupational area should be able to do. It is a description of an action,
behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate. “
Merujuk dari kedua pendapat diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa kompetensi
pada dasrnya merupakan gambaran tentang apa yang seharusnya dapat dilakukan (be able to
do) seseorang dalam dalam suarau pekerjaan, beruapa kegaiatan, perilaku dan hasil yang
seyogyanya dapat ditampilkan atau di tujukkan.
Agar dapat melakukan (be albe to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang
harus memilik kemampuan(ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), siakp (attitude)
dan ketrampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi furu dapat
diamaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat di lakukan seseorang guru
dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupaun hasil yag
dpaat di tujukkan.
Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana yang telah di kutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam
(2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
1. Kompetensi profesional
Memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi ysng diajarkannya, memilih dan
menggunakan berbagai metodemengajar di dalam proses belajar mengajar yang
diselenggarakannya .
2. Kompetensi kemasyarakatan
Mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
3. Kompetensi personal
Yaitu memilik kepribadian yang mantap dan patut di teladani. Dengan demikian, seorang
guru akan mampu mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran: ing ngarso
sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuru handayani.
Sementara itu, dalam perspeketif kebijakan pendidikan nasional , pemerintah telah
merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu :
1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelola peserta didik
yang meliputi :
a. Pemahaman wawasan atau landasan pendidikan
b. Pemahaman terhadap peserta didik
c. Pengembangan kurikulum / silabus
21. 21
d. Perancangan pembelajaran
e. Pelaksanaan pmbelajaran yang mendidik dan dialogis
f. Evaluasi hasil belajar
g. Pengembangan peserta didik
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang :
a. Mantap
b. Stabil
c. Dewasa
d. Arif dan bijaksana
e. Berwibawa
f. Berakhlak mulia
g. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
h. Mengevaluasi kinerja sendiri
i. Mengembangakan diri secara berkelanjutan
3. Kompetensi sosila yaitu merupakan kemampuan pendidik segai bagian dari
masyarakat untuk :
a. Berkomunikasi lisan dan tulis
b. Menggunakn tekhnologio informasi dan komunikasi secar fungsional
c. Bergaul secara evektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
oarng tua/ wali peserta didik
d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar
4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasa materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang meliputi :
a. Konsep struktur, dan metode kilmuan/ tekhnologi/ seni yang menaungi/ koheren
dengan materi
b. Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah
c. Hubungan antar mata pelajaran pelajaran terkait
d. Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari
e. Kompetensi secara profesional dalam konteks global denagn tetap melestarikan nilai
dan budaya nasioal
Sebagai pembanding, dir National Bord for Profesional Teaching Skill (2002)telah
meruskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk
22. 22
mendapat sertifikat guru denagan rumusan what Teachers Should Know And Be able to Do,
di dalam terdiri dari lima proposisi utama yaitu :
1. Teacher Are Committed To Students and Their Learning yang mencakup :
a. Penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa
b. Pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa
c. Perlakuan guru terhadap seluruh siswa adil dan :
d. Misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa
2. Techer Knowledge The Subjects They Teach And How To Teach Those Subjects to
Student mencakup :
a. Apresiasi pemahan guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk di
kreasikan , disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran yang lain
b. Kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran
c. Mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara
3. Teacher are responsible for managing and monitoring student learning
Mencakup :
a. Penggunaan beberapa metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran
b. Menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (groub setting),
kemampuan untuk memberikan ganjaran (rewad) atas keberhasilan siswa
c. Siswa menilai kemajuan siswa secara teratur
d. Kesadran akan tujuan utama pembelajaran
4. Teacher think sytematically about their practice and learn from experince
mencakup:
a. Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan yang
baik
b. Guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan
untuk meningkatkan praktir pembelajaran
5. Teacher Are Member Of Learning Communitities mencakup :
a. Memberikan kontribusi terhadap evektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan
kalangan profesioanal lainnya
b. Guru bekerja sama dengan orangtua siswa
c. Guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber dari masyarakat
23. 23
Secara esensial , ketiga pendapat tersebut di atas tidak menunjukannya adanaya perbedaan
yang prisipil . letak perbedaanya hanya pada cara pengelompokannya. Isi rician konpetensi
pedagogik yang disampaiakan oleh Depdiknas, menurut raka joni sudah teramu dalam
kompetensi profesional. Sementara NBPTS tidak mengenal adanaya pengelompokan jenis
kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek kemampuan yang seyogyanya
di kuasi oleh guru.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa
mendatang akan semakin kompleks, sehinnga menuntut guru untuk senantiasa melakukan
berbagai peningkatan dan penyesuanai penguasaan kompetisinya. Guru harus lebih dinamis
dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa . guru di masa yang akan
datang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai
informasi dan pengetahuan yang sedang bekembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat
raya inidi masa depan guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah
siswanya . jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang begitu
cepat, ia akan terperuk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan
kepercayaan baik dari siswa, orangtua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan
profesionalitas tersebut, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang
dimiliknya secara terus-menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap
evektifitas pembelajaran yang di laksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian
guru tidak terjebak pada praktif pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif,
namun kenyataanya justru mematikan kreatifitas para siswanya. Begitu juga dengan
dukungan hasil penelitian yang mutahir memungkinkan guru untuk melakukan pemeblajaran
yang bervariasi dari tahun ke tahun, di sesuaikan dengan konteks perkemabangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi yang sedang berlangsung
I. Kebijakan Pemberdayaan Guru
Dengan kewenangan yang dimiliki kepala sekolah, maka salah satu persoalan utama
kebijakan yang dapat dilaksanakan sekolah adalah memberdayakan guru. Kajian masalah
pemberdayaan guru (teacher empowerment) atau keterlibatan guru dalam pengambilan
keputusan di sekolah merupakan tindakan sebagai insentif bagi banyak guru. Mungkin saja
bagi kebanyakan guru memelihara keterlibatan dalam pengambilan keputusan menjadi hak
professional tata guru.
24. 24
Adanya fokus kebijakan daerah dalam peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran
akan memunculkan persoalan, adakah kebijakan memajukan pemberdayaan guru yang sama
mendekati peningkatan kualitas pengajaran dan prestasi murid?
Jawaban atas masalah tersebut mengacu kepada dua alasan, yaitu: pertama, keputusan
sekolah dalam hal peningkatan mutu pengajaran dan pembelajaran yang memerlukan
dukungan dan praktik para guru professional. Karena itu, tingginya kualitas keputusan dan
pelaksanaan keputusan dalam hal peningkatan pembelajaran, adalah ditentukan oleh
keterlibatan guru. Di sinilah, perlunya kepala sekolah melibatkan guru dalam perencanaan
dan keputusan program peningkatan mutu pembelajaran. Kedua, keputusan yang akan
dilaksanakan akan lebih baik jika dipengaruhi guru dan diharapkan mereka melaksanakan
dengan penuh partisipasi karena itu sangat menentukan keberhasilan (Duke dan Canady,
1991: 125).
Dalam konteks ini, alasan pemberdayaan guru berdasarkan beberapa asumsi, yaitu:
pertama, bahwa guru ingin dilibatkan dalam pembuatan keputusan sekolah. Kedua, bahwa
guru dilibatkan dalam level pengambilan keputusan sekolah adalah dapat memenuhi minat
pribadinya. Keputusan yang baik sebagaimana dibuat adalah tidak sama tanpa kehadiran guru
dengan jika kehadiran guru terlibat atau guru tidak mendapatkan fokus untuk kebaikan murid.
Mochman (1996: 91), menjelaskan bahwa pegawai yang berdaya adalah orang yang dapat
membuat:
1. Pelaksanaan keputusan bagaimana organisasi berfungsi, dan
2. Keputusan strategis mengapa organisasi mengambil keputusan khusus tertentu.
Kekuasaan adalah kemampuan kepemimpinan dan pembuatan keputusan. Seseorang
memiliki kekuasaan berarti memiliki kewenangan untuk membuat keputusan dan untuk
menjamin kemauan dan keputusan. Kekuasaan dalam konteks manajemen berbasis sekolah
adalah bergerak dari kantor dinas pendidikan di daerah dan memberikannya kepada sekolah.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa untuk memberdayakan staf sekolah disarankan
pergantian bertanggungjawab pengambilan keputusan dari kepala sekolah kepada tim dari
staf dan terkadang anggota masyarakat sebagai komite sekolah. Tim struktur memberikan
kekuasaan khusus kepada anggota dari warga sekolah atau komite oleh kepala sekolah.
Kegiatan ini menggunakan proses pemberdayaan bermakna menciptakan keadaan kohesivitas
25. 25
warga sekolah yang diabdikan untuk peningkatan mutu pebelajaran siswa. Di sini terjadi
kepaduan warga masyarakat dengan staf sekolah.
Perencanaan dan manajemen tim mencakup orang tua siswa, guru, administrator dan
profesional lainnya di sekolah, dan kepala sekolah melayani kepemimpinan tim. Dalam hal
ini tim adalah bertanggungjawab bagi memberdagunaan masukan dari seluruh warga sekolah
yang digunakan untuk menciptakan rencana dan sasaran peningkatan sekolah. Beragam
stakeholders yang berparisipasi dalam membuat keputusan, sehingga tidak satpun kelompok
merasa mengontrol stakeholders tertentu bekerja secara akrab bersama untuk menjaga
konsensus.
Kepala sekolah juga membagi kekuasaan sehingga memungkinkan tim untuk memutuskan
(melalui konsensus) sasaran lebih baik dan tugas dari pelaksanaan sekolah. Pengambilan
keputusan seperti ini memberi nilai tambah membantu mengurangi perasaan ketidak
percayaan, konflik, dan keterasingan yang memusatkan kekuasaan.
Dalam restrukturisasi sekolah kelompok guru adalah aktor utama dalam rantai
pemberdayaan dan mendapat peluang bagi pilihan tanggungjawab dan kewenangan.
Mochman (1996: 93), menjelaskan kebanyakan restrukturisasi sekolah memajukan
pemberdayaan kelompok karena itu sekolah efektif sering kali dicirikan dengan pimpinan
tunggal biasanya oleh kepala sekolah. Peran kepala sekolah menyusun sasaran sekolah
harapan tinggi terhadap staf dan pelajar dan menciptakan lingkungan bersahabat yang
menekankan aturan dan disiplin.
Tegasnya format restrukturisasi sekolah adlah perubahan struktur kekuasaan yang
bergerak dengan penataan ulang hubungan di dalam sekolah. Hal itu memungkinkan
dilakunnya untuk menciptakan keunikan dan pendefinisian iklim sekolah. Kelompok
dilibatkan dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan sasaran sekolah, membangun
prioritas dan mengalokasikan sumber daya berdasarkan sasaran.
Memang diakui bahwa sebagian guru tertarik atas pengambilan keputusan di sekolah,
namun ada sebagian lagi tidak begitu halnya. Guru yang tertarik atas pembutan keputusan
sekolah karena didorong minatnya yang tinggi didalam memajukan sekolah, keputusan
bersama (terlibat) menuntut komitmen untuk pelaksanaan, dan penugasan. Sedangkan guru
yang tidak tertarik atas pembuatan keputusan, hanya mengutamakan tugas pokok mengajar
26. 26
saja, tnapa ada kepedulian atas pelaksanaan kebijakan baru yang cenderung menambah
pekerjaan.
Salah satu aspek penting dalam pemberdayaan adalah memberikan peluang kepada guru
untuk berpartisipasi secara aktif, terbuka, dan tanpa rasa takut dalam akhir proses menjaga
dan mewujudkan visi sekolah serta budaya melalui diskusi aktif. Burn menjelaskan bahwa
dasar kepemimpinan transformatif, yaitu :
1. Partisipasi guru secara aktif dalam proses dinamis kepemimpinan dapat memberikan
kontribusi pengetahuan, pemahaman, dan gagasan mereka untuk membangun visi
sekolah.
2. Mereka memperoleh rasa memiliki pribadi lebih baik dan kemudian komitmen pribadi
terhadap nilai sekolah yang akan memelihara visi masa depan.
3. Dengan keterlibatan pribadi secara aktif dalam proses dan dengan tekad pribadi
terhadap hasil, guru terdorong untuk berkembang dalam kesadaran akan misi luas
sekolah dan hubungan mereka seharinya untuk bekerja kepada pencapaian misi
(Owens,1995:132).
Gibson, et. al. (1998:3010), menurut “ Teori Vroom Yetton Leadership Model”, efektifitas
keputusan bergantung kepada kualitas keputusan dalam komitmen keputusan. Kualitas
keputusan mengacu pada aspek teknis dalam keputusan. Keputusan berkenaan dengan
kualitas tinggi untuk pengembangan ynag dalam hal ini keputusan bersifat konsisten dengan
tujuan organisasi yang dicapai dan dengan informasi yang secara potensial dapat diperolaeh
di sekolah. Sedangkan komitmen keputusan mengacu pada penerimaan keputusan oleh
anggota.parisipasi dalam keputusan oleh anggota cenderung menghasilkan perasaan
komitmen dan rasa memiliki bersama.
Lebih lanjut dijelaskannya, bahwa partisipasi dapat memberikan konstribusi terhadap
modal manusia. Partisipasi dalam keputusan dapat membangun tim kerja, kekuatan komitmen
terhadap sasaran organisasi dsn kontribusi kepada pengembangan teknik partisipan dan
keterampilan manajerial.
Dengan demikian, banyak sekolah hanya memiliki pelaksanaan pemberdayaan guru dalam
kelompok guru yang hanya diundang untuk berpartisipasi ketika pembuatan keputusan.
Karena itu, kelompok guru sebidang pada setiap sekolah, seperti Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) dan Konsorsium merupakan wahana penting dalam pemberdayaan guru
27. 27
terutama dalam peningkatan mutu pengajaran dan pembelajaran. Para guru sebidang ini
dilibatkan dalam pengambilan keputusan program peningkatan mutu sekolah. Tentu saja
kebijakan pemberdayaan guru dalam pengambilan keputusan seperti ini memerlukan insentif
yang dirancang guna mendukung penungkatan kematangan, pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan para guru dalam bidang metodelogi, kurikulum, dan manajemen sekolah. Hal itu
karena kebijakan melibatkan guru dalam pengambilan keputusan di dalam sekolah dilihat
dari manajemen sekolah adalah sekaligus pembelajaran bagi para guru.
J. Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki
kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya. Namun, jika kita selami lebih
dalam lagi tentang isi yang terkandung dari setiap jenis kompetensi, sebagaimana
disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah, kiranya untuk
menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan
meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya yang sungguh – sungguh dan
komperhensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah,
yaitu bahwa kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja
personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru. Perlu digaris bawahi bahwa
yang dimaksud dengan kompetensi professional guru di sini, tidak hanya berkaitan dengan
penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi
sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Dalam prespektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran
utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik) (2) manajer (3) administrator
(4) supervisor (penyelia) (5) leader (pemimpin) (6) pencipta iklim kerja dan (7)
wirausahawan .
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di
atas, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah
dengan peningkatan kompetensi guru.
1. Kepala Sekolah Sebagai Educator ( Pendidik )
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan
pelaksan dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukan
28. 28
komitmen tinggi dan focus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar
di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimilikki
dirinya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru
dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar –
mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
2. Kepala Sekolah Sebagai Manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala
sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru.
Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi dan meberikan kesempatan
yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi
melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah,
seperti : MGMP / MGP tingkat sekolah, in house training, diskusi professional dan
sebagainya, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan diluar sekolah, seperti :
kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang
diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Khususnya berkenaan dngan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya
peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari factor biaya. Seberapa besar sekolah dapat
mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi
terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat
mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala
kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan
kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam
pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran ( Mulyasa, 2011 ). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan
sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan
kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak
lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus
29. 29
mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Dengan demikian,
maka dalam menghadapi kurikulum yang berisi perubahan – perubahan yang cukup besar
dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru
mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka. Dari ungkapan ini,
mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul – betul menguasai tentang kurikulum
sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada
guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.
5. Kepala Sekolah Sebagai Leader ( Pemimpin )
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh suburkan
kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ? Dalam teori
kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka
menigkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya
kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
yang ada. Kendati demikian menarik untuk dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan
Bambang Budi Wiyono ( 2000 ) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 sekolah guru sekolah
dasar di Bantul terunkap bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala
sekolah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia.
Kepemimpinan seorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala
sekolah sebagai pemimpin akan tercemin dalam sifat – sifat sebagai berikut : (1) jujur (2)
percaya diri (3) tanggung jawab (4) berani mengambil resiko dan keputusan (5) berjiwa besar
(6) emosi yang stabil, dan (7) teladan ( Mulyasa, 2011 ).
6. Kepala Sekolah Sebagai Pencipta Iklim Kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi
untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan
kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang
kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip – prinsip sebagai berikut : (1)
para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan
menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada
para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan
dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu di beri tahu tentang dari setiap
pekerjaannya, (4) pemeberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu – waktu
30. 30
hukuman juga di perlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio – psiko – visi
guru, sehingga memperoleh kepuasan ( modifikasi dari pemikiran E. Mulayasa tentang
Kepala Sekolah sebagai Motivator ( Mulyasa, 2011 ).
7. Kepala Sekolah Sebagai Wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip – prinsip kewirausahaan dihubungkan dengan peningkatan
kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan,
keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala Sekolah dengan sikap
kewirausahaan yang kuat akan berani melakukan perubahan – perubahan yang inovatif di
sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal – hal yang berhubungan dengan proses
pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan
peran – perannya tersebut, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek
terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
K. Kebijakan Reward dan Insentif
Kebijakan yang dibuat kepala sekolah melalui bekerjasama dengan Komite Sekolah
adalah peningkatan reward dan insentif para personel sekolah. Sebenarnya, melalui kebijakan
Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten di era otonomi daerah dapat dirumuskan ulang
peningkatan reward dan insentif bagi para guru untuk mendukung peningkatan mutu sekolah.
Tentu saja, dukungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten dan kota
dituntut untuk membuktikan janji kampanyenya ketika Pemilihan Umum dalam membenahi
mutu pendidikan di daerah. Karena bagaimanapun, keunggulan daerah hanya mungkin
dimunculkan atau dilejitkan ke permukaan melalui keunggulan sumber daya manusia.
Keberpihakan pada mutu pendidikan di sekolah menjadi garansi untuk mencapai keunggulan
SDM dalam bersaing antara satu dengan daerah lain.
Tetapi selain itu, kepala sekolah juga dapat lebih roaktif dengan memobilisasi sumber
daya sekolah untuk meningkatkan reward dan insentif bagi guru di sekolahnya sendiri.
Sebagai penerjemah kebijakan pendidikan yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Kabupaten
dan Kota, maka dengan kewenangan dan kerjasama melalui Komite Sekolah perlu dipikirkan
dan dirancang kebijakan uyang berpihak kepada guru, selain kebijakan kepemimpinan
prestasi pembelajaran siswa.
31. 31
Mengacu kepada Duke dan Canady (1991:122) bahwa reward (imbalan) dibagi kepada
dua bagian, yaitu:
1. Extrinsic reward (reward buatan) yaitu adanya imbalan bergantung pada kedudukan
seseorang secara langsung. Muncul dari prestise dan kekuasaan sesuai peranannya sehingga
berbeda atas yang lain.
2. Intrinsic reward (imbalan murni) adalah bersifat subjektif dan alamiah, karena itu
bersifat pribadi.
3. Ancilarry reward (imbalan tambalan) yaitu imbalan bersifat objektif simultan dan
subjektif mencakup aspek pekerjaan dinilai oleh kelompok tertentu. Sebagai contoh, para
guru dalam keluarga atau yang menikmati perjalanan mungkin akan menemukan sepanjang
musim liburan semsteran dan akhir tahun pelajaran memperoleh reward dalam pembelajaran.
Ditegaskan Matesson dan Ivancevic (1989) memang dalam manajemen ilmiah sangat
ditekankan kegunaan potensial dalam pembayaran sebagai pendorong dalam banyak rata rata,
bonus, pembagian keuntungan, dan rencana pembayaran insentif lainnya. Memang tidak
semua orang dengan sistem pembayaran yang baik member respon kinerja yang baik.
Artinya, ada pegawai yang termotivasi dengan sistem pembayaran gaji, insentif dan lainnya,
tetapi yang tidak demikian keadaannya. Dengan kata lain, ada pebedaan individu pegawai
dalam organisasi dalam respon sistem penggajian mencakup reward, bonus, dan insentif.
Intinya adalah bahwa kebijakan dalam peningkatan reward, insentif, atau bonus bagi
perusahaan dapat mendorong peningkatan kinerja dan kepuasan kerja.
Bagaimanapun, kebijakan pemberian dan peningkatan reward dan insetif cukup beralasan
dari perspektif motivasi dan kinerja. Setidaknya, peningkatan reward dan insentif mencakup
peningkatan produktifitas (diukur dari prestasi murid dan standart tes), mempebesar kepuasan
kerja dan memperbesar kemampuan bekerja. Dengan demikian, Dinas Pendidikan dan
Kebudaan bahwa kepala sekolah dapat membuat kebijakan yang berpihak kepada personel
sekolah melalui peningkatan reward dalam arti umum dan insentif dalam arti khusus.
32. 32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan BAB II dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan seseorang
yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain di dalam kerjanya dengan
menggunakan kekuasaan. Dalam teori kepemimpinan memuat perilau sifat, perilaku, dan
situasional. Selain itu dalam makalah juga dipaparkan teori kepemimpinan, motivasi dalam
kepemimpinan, upaya kepala sekolah menumbuhkan motivasi guru, tipe kepemimpinan,
kepemimpinan kebijakan sekolah, hakikat kompetensi guru, kebijakan pemberdayaan guru,
peranan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru, dan kebijakan reward dan
intensif
B. Saran
Untuk menjadi seorang pemimpin yang baik diperlukan pengetahuan tentang gaya
kepemimpinan dan tugas-tugas sebagai pemimpin. Seseorang dapat memilih gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan lingkungan organisasi.
33. 33
Daftar Pustaka
Hermino, Agustinus,2014.Kepemimpinan Pendidikan di Era Globalisasi.Yogyakarta:PT
Pustaka Belajar halaman 131-146
Syafarudin,2008.Efektifitas Kebijakan Pendidikan.Jakarta:PT Rineka Cipta halaman 129-
143
Rohman dkk,2012.Manajemen Pendidikan.Jakarta:Pustaka Raya halaman 100-107
Umaedi dkk,2009.Manajemen Berbasis Sekolah.Jakarta:Universitas Terbuka halaman 3.9