Makalah ini membahas tentang optimalisasi production sharing contract (PSC) untuk meningkatkan stabilitas pasokan energi di Indonesia. PSC adalah skema bagi hasil produksi minyak dan gas antara pemerintah dan kontraktor. Makalah ini menjelaskan tentang penyebab penurunan produksi energi di Indonesia dan hubungan PSC dengan stabilitas pasokan energi serta cara PSC dapat berkontribusi mengatasi kelangkaan energi.
"Optimalisasi Production Sharing Contract demi Peningkatan Stabilitas Pasokan Energi di Indonesia" - National Accounting Week 2011
1.
2. Kecemasan terhadap keamanan energi pada awalnya muncul sekitar awal 1970-an sebagai akibat dari terjadinya krisis bahan bakar minyak ketika beberapa negara-negara pengekspor minyak yang berasal dari negara-negara berkembang mendirikan OPEC.Oleh sebab energi merupakan hal yang substansial untuk pergerakan apapun dalam konteks pembangunan nasional, energi merupakan roh penggerak pembangunan nasional. Energi berkaitan sangat erat dengan sendi-sendi kehidupan suatu manusia dari cakupan manusia sebagai individu maupun dunia secara keseluruhan. Oleh karena itu, energi merupakan kepentingan multinasional yang dapat memicu konflik multidimensional. Energi dalam konsep nasional merupakan penyokong ketahanan multiaspek suatu negara (ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan). Ketahanan multi aspek diperlukan untuk menciptakan kestabilan nasional suatu negara.
6. Investment Credit adalah insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada kontraktor untuk merangsang kontraktor menambah investasinya. Insentif diberikan berupa pengembalian (recovery) sejumlah nilai tertentu (biasanya sebesar prosentase tertentu yang ditetapkan dalam kontrak) dari investasi yang langsung berhubungan dengan pembangunan fasilitas produksi migas (direct production oil/ gas facilities) (2007).
9. Major; terdiri dari Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex dan Japex yang menguasai cadangan minyak 18% dan gas 15%;
10.
11. Struktur perekonomian Indonesia yang lemah sehingga tidak mampu menopang kebutuhan Indonesia akan energi khususnya dan kebutuhan hidup umumnya.
12. Tatanan sosial dan pola kehidupan masyarakat yang kurang kondusif untuk akselerasi Indonesia menuju kemandirian energi sebagai imbas dari pendidikan formal, sosial, maupun media yang tidak mendukung kemajuan energi nasional.
15. Adanya pasal-pasal terbuka yang mencerminkan adanya aturan yang sangat longgar mengenai biaya-biaya yang dapat diperhitungkan dalam cost recovery, termasuk deductions (komponen yang dapat dikurangkan dari perhitungan beban) serta exemptions (hal-hal yang tidak diperhitungkan atau dikecualikan dari perhitungan beban).
16. Adanya pasal tertentu yang terkesan “saling bertentangan” satu sama lain. Hal ini dapat dilihat dari pasal dalam kontrak PSC (induk) yang mengatur tidak dapat dibebankannya biaya bunga ke dalam biaya operasi, namun dalam lampiran kontrak PSC (yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari kontrak PSC/induk) membolehkan pembebanan biaya bunga ke dalam biaya operasi dalam rangka cost recovery (BPK: 2006).Belum efektifnya konsep partnertship antara kontraktor perusahaan swasta asing dengan badan usaha lokal. Sesuai dengan Pedoman Tata Kerja Nomor: 07/PTK/VI/2004 tentang Pengelolaan Rantai Suplai Kontrak Kerja Sama oleh BP Migas, penyediaan jasa dengan nilai lebih besar dari Rp 50 milyar hanya dapat dlakukan oleh perusahaan asing (foreign drilling company) jika menjalin kemitraan dengan perusahaan nasional/domestik (national drilling company). Tujuannya adalah agar FDC melakukan transfer teknologi kepada NDC. Namun pada prakteknya, NDC cenderung merupakan badan usaha oportunis yang hanya meminta komisi dari FDC semata-mata agar FDC dapat melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi migas di Indonesia. Tidak terjadi transfer teknologi sama sekali, sehingga pedoman tata kerja tersebut belum memacu badan usaha yang bersangkutan supaya berkontribusi terhadap keberlanjutan pasokan energi minyak dan gas bumi di Indonesia.<br />Pasal 22 (1) pada UU No. 22 Tahun 2001 berbunyi,<br />Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.<br />Hal ini berarti, sedikitnya 75% hasil produksi minyak dan gas bumi dari Indonesia terpaksa diekspor. Padahal, sejak tahun 2004 Indonesia telah menjadi net oil importer. Merupakan hal yang ironis ketika produksi minyak dan gas bumi di Indonesia sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik, namun justru komoditas tersebut diekspor ke luar negeri. Kegiatan ekspor minyak yang pada akhirnya akan diimpor kembali ini merupakan pemborosan atas sesuatu yang tidak perlu. Pemerintah seharusnya lebih jeli dalam menentukan batasan-batasan ekspor minyak dan gas bumi serta dalam menetapkan harga agar PSC bermanfaat bagi peningkatan stabilitas pasokan energi dalam negeri.<br />Kontribusi PSC terhadap Pasokan Energi di Indonesia<br />Berikut ini adalah data mengenai potensi dan kuantitas produksi minyak dan gas bumi di Indonesia selama tahun 2000 hingga 2009:<br />Selanjutnya, berikut ini adalah gambaran persentase jumlah minyak dan gas bumi yang dihasilkan oleh seluruh perusahaan eksploratif di Indonesia baik dari dalam maupun luar negeri:<br />Dari data di atas, dapat dilihat bahwa untuk kontraktor asing mendominasi proses eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia dengan persentase 78% untuk minyak bumi serta 82% untuk gas bumi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jika pemerintah berhasil mengoptimalkan implementasi dari PSC yaitu besaran entitlement yang benar-benar mendekati 85% untuk minyak bumi serta 65% untuk gas bumi dan seluruh entitlement tersebut diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, maka PSC akan berkontribusi secara optimal demi peningkatan kestabilan pasokan energi di Indonesia.<br />BAB V KESIMPULAN & SARAN<br />Kesimpulan<br />Maka, berdasarkan uraian tersebut diatas, terdapat hubungan yang signifikan antara PSC dengan peningkatan kestabilan pasokan Energi di Indonesia.<br />Pada saat ini pengimplementasian PSC masih menghadapi banyak hambatan, yakni:<br />Temuan BPK-RI atas pelaksanaan kontrak PSC terutama menyangkut nilai cost recoverable yang terdiri dari insentif dan cost recovery<br />Belum efektifnya konsep partnertship antara kontraktor perusahaan swasta asing dengan badan usaha lokal.<br />Pasal 22 (1) pada UU No. 22 Tahun 2001 berbunyi,<br />“Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.”<br />Namun, jika optimalisasi PSC dapat dilaksanakan dengan mengeliminasi faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya pada bab pembahasan, PSC dapat berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan stabilitas pasokan energi di Indonesia. Sebab, PSC mendominasi aktivitas pemanfaatan sumber daya minyak dan gas bumi di Indonesia yaitu masing-masing sebesar 78% untuk minyak bumi serta 82% untuk gas bumi dari total sumber daya yang berhasil dieksploitasi.<br />Saran<br />Berdasarkan penelitian yang dilakukan tersebut diatas,maka agar pengimplementasian dari PSC menjadi sangat optimsl, maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut, yaitu:<br />Perlunya peningkatan kontrol BPMIGAS dan Departemen ESDM pada implementasi cost recovery. Audit kinerja yang memadai dapat diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan ini.<br />Pembenahan pasal-pasal terbuka dan saling tumpang tindih dalam PSC, terutama yang berkaitan dengan komponen biaya untuk perhitungan cost recovery.<br />Peninjauan kembali implementasi Pedoman Tata Kerja Nomor: 07/PTK/VI/2004 tentang Pengelolaan Rantai Suplai Kontrak Kerja Sama oleh BP Migas agar konsep partnertship antara kontraktor perusahaan swasta asing dengan badan usaha lokal menjadi efektif.<br /> Apabila memungkinkan, revisi Pasal 22 (1) pada UU No. 22 Tahun 2001 agar kebutuhan pasar domestik menjadi prioritas. <br />DAFTAR PUSTAKA<br />Gatra 26 April 2010 Menggali Potensi Migas Indonesia [online]<br />IFRS 6 Exploration and Evaluation for Mineral Resources Indra, Budi. 2010. Penelitian sekunder. Fakultas Ilmu Komputer UI. [online]<br />Istadi, dr. 2010. Energi Terbarukan, Solusi Krisis Energi Indonesia. [online]<br />Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2010. Energi Panas Bumi (Geothermal). [online] <br />Pwc. 2010. Oil and Gas in Indonesia, Investment and Taxation Guide. [online]<br />Santosa, Iwan. 2004. Revolusi Energi atau Mati. LIPI. [online]<br />Universitas Trisakti. 2007. Cost Recovery dalam Kontrak Production Sharing Migas dan Gas Bumi di Indonesia. [online]<br />(http://3an.blogspot.com/2009/09/memahami-psc-production-sharing.html, diakses tanggal 20 Maret 2011)<br />(http://ayok.wordpress.com/2008/07/18/krisis-energi-energi-indonesia-dikuasai-asing/, diakses tanggal 20 Maret 2011)<br />(http://b3.menlh.go.id/bulletin/article.php?article_id=94/, diakses tanggal 20 Maret 2011)<br />(http://tekim.undip.ac.id/staf/istadi/2009/04/energi-terbarukan-solusi-krisis-energi-indonesia/, diakses tanggal 20 Maret 2011)<br />(http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1096194610&9, diakses tanggal 20 Maret 2011)<br />