4. Agenda Reformasi
Pengertian Reformasi
Menurut Arti kata dalam bahasa
indonesia pengertian reformasi adalah
perubahan secara drastis untuk
perbaikan (bidang sosial, politik, atau
agama) dalam suatu masyarakat atau
negara. Di Indonesia, kata Reformasi
umumnya merujuk kepada gerakan
mahasiswa pada tahun 1998 yang
menjatuhkan kekuasaan presiden
Soeharto atau era setelah Orde Baru.
5. 3 Agenda Penting
Reformasi
1. Suksesi Kepemimpinan Nasional
/ Suksesi Politik
Pengertian Suksesi :
Dalam suatu kehidupan bermasyarakat
yang mengenal peradaban, membentuk suatu
komunitas yang di dalamnya terdapat pemimpin dan
yang dipimpin. Kepemimpinan ini sering
menimbulkan sebuah permasalahan tersendiri
terutama pada proses alih kepemimpinan yang biasa
dikenal dengan Suksesi Kepemimpinan. Titik kritis
dalam suksesi kepemimpinan ini diantaranya adalah
bagaimana mendapatkan seorang calon pemimpin
yang sadar akan posisinya sebagai pemimpin yang
memiliki makna bahwa pemimpin itu pelayan.
6. Sebab – sebab Suksesi :
1. Terpilihnya kembali presiden suharto untuk ketujuh
kalinya menimbulkan gelombang protes di seluruh
Indonesia.
2. masyarakat mengalami ksisis kepercayaan terhadap
kepemimpinan presiden Suharto yang dianggap
menjadi penyebab terjadinya krisis multidimensi di
Indonesia.
3. Kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik (TDL) pada
tanggal 4 Mei 1998.
4. Pemerintah tak menggubris harapan masyarakat agar
mendahulukan program efisiensi Pertamina dan
Perusahan Listrik Negara (PLN) serta transparansi
biaya produksi BBM dan listrik, sebelum menaikkan
harga dua kebutuhan primer rakyat tersebut.
7. Kronologi terjadinya suksesi kepemimpinan
nasional :
1. 10 Mei 1998 : Perasaan tidak puas terhadap hasil pemilu dan
pembentukan kabinet pembangunan kabinet
pembangunan VII mewarnai kondisi politik Indonesia.
Kemarahan rakyat bertambah setelah pemerintah secara
sepihak menaikkan harga BBM. Namun, keadaan itu tidak
menghentikan presiden Suharto untuk mengunjungi
negara Mesir. Presiden menganggap keadaan dalam
negeri pasti dapat teratasi.
2. 12 Mei 1998 : tuntutan reformasi membawa korban tertembaknya
empat mahasiswa trisakti hingga tewas seketika saat
melakukan demonstrasi. Kejadian itu dikenal sebagai
peristiwa semanggi.
3. 13 Mei 1998 : presiden Suharto menyatakan ikut berduka cita atas
terjadinya peristiwa semanggi. Melalui menteri luar negeri
Ali Alatas, presiden Suharto atas nama pemerinta
mengatakan tidak mungkin memenuhi tuntutan reformis
di Indonesia.
8. 4. 15 Mei 1998 : presiden Suharto tiba kembali di Jakarta.
Siputuasana renggang segera meliputi
Jakarta. Oleh karena itu, ABRI
menyiagakan pasukan tempur dengan
peralatannya di segenap penjuru kota.
5. 16 Mei 1998 : presiden Suharto menerima kedatangan
Harmoko, ketua DPR/MPR RI yang
menyampaikan aspirasi masyarakat untuk
meminta mundur dirinya dari jabatan
presiden RI.
6. 17 Mei 1998 : demonstrasi besar – besaran untuk
meminta Suharto turun dari jabatan
Presiden RI terjadi di gedung DPR/MPR RI.
9. 7.
18 Mei 1998
: ketua DPR/MPR RI, Harmoko di hadapan para wartawan
meminta sekali lagi kepada presiden Suharto untuk mundur
dari jabatan presiden RI.
8.
19 Mei 1998
: beberapa ulama besartokoh, budayawan, dan tokoh
cendekiawan seperti ketua PB NU K.H Abdurrahman Wahid
(Gus Dur), Emha Ainun Najib (Budayawan), Nurcholis Majid
(Direktur Universitas Paramadina), Ali Yafie (Ketua MUI), Prof
Malik Fajar (Muhammadiyah), Prof. Yuzril Ihza Mahendra
(Buru Besar Tata Negara UI), K.H. Cholil Bardowi (Muslimin
Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), Ahmad Bagdja
(NU), dan Ma’aruf Amin (NU) bertemu presiden suharto di
istana negara. Pertemuan itu membahas tentang refomasi
dan kemungkinan mundurnya presiden Suharto.
9.
20 Mei 1998
: presiden suharto berencana membentuk komite reformasi
untuk mempromosikan tuntutan para demonstran. Namun,
permintaan presiden Suharto tersebut ditolak oleh sembilan
tokoh tesebut. Di luar gedung istana, pasukan ABRI dari
berbagai angkatan siap siaga sehingga suasana menjadi
tegang. Semangat reformasi ternyata tidak mereda, hal
tersebut dari masih banyaknya mahasiswa yang bertahan di
gedung DPR/MPR di Senayan.
10. 10.
21 Mei 1998
: dengan adanya desakan dari
mahasiswa dan masyarakat serta
mempertimbangkan kepentingan
bangsa dan negara maka pada tanggal
21 Mei 1998 pukul 10:00 presiden
Suharto meletakkan jabatannya di
depan mahkamah agung. Selanjutnya,
berdasarkan pasal 8 UUD 1945 maka
presiden suhato menunjuk wakil
presiden B.J Habibie sebagai pejabat
presiden dan dilakukan pelantikan di
depan Mahkamah Agung. Sejak saat
itu, presiden RI ke-3 dijabat oleh Prof.
Dr. Ing B.J. Habibie. Mundurnya
presiden Suharto dari kursi jabatannya
menjadi tanda berakhirnya
pemerintahan Orde Baru selama 32
tahun.
11. 2. Penghapusan Dwifungsi ABRI
Dwi fungsi adalah suatu doktrin di lingkungan
militer Indonesia yang menyebutkan bahwas Tentara
Nasional Indonesia memilki dua tugas yaitu menjaga
keamanan dan ketertiban negara serta memegang
kekuasaan dan mengatur negara. Untuk memahami
hakikat dan isi dwifungsi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, maka harus dimulai dengan
perkembangan selama revolusi dari tahun 1945-1949
kemudian melihat evolusinya selama periode
demokrasi liberal tahun 1950-1957, selama fasee
demokrasi terpimpin tahun 1959 sampai dengan tahun
1965, kemudian juga selama periode sekarang ini yang
mulai dengan kegagalan kudeta PKI.
12. 3. Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN)
Salah satu tuntutan agenda reformasi yang digulirkan oleh
berbagai elemen mahasiswa adalah pemberantasan KKN. Salah satu
budaya yang merebak di segala sector kehidupan pada masa Orde
Baru adalah praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Berbagai
pelaku pejabat ORBA yang merugikan masyarakat dan
menguntungkan para pejabat dan kroni-kroni Orde baru tersebut
merupakan salah satu penyebab kritis multidimensional di Indonesia.
Hal itu disebabkan karena perilaku KKN memunculkan sistem
ekonomi biaya tinggi yang membebani keuangan Negara. Selain itu,
budaya KKN yang dilakukan para pejabat Orde Baru tersebut telah
menguras sumber ekonomi Negara yang seharusnya digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di bidang kesehatan,
pendidikan, dan pembangunan prasarana fisik lainnya.
13. Perubahan Sosial
1. Kebebasan Pers
Setelah bangsa Indonesia memasuki era reformasi sejak
dilengserkannya Soeharto dari kursi kekuasaannya pada tanggal 21
Mei 1998, sistem pers Indonesia pun kembali ke keadaannya ketika
masyarakat Indonesia berada di era 1945-1959. Itu adalah masa yang
sedikit banyak merupakan masa kebebasan berpikir tidak dirintangi
oleh rambu-rambu sensor, izin-izin, atau larangan-larangan,
meskipun pada tahun 1957 mulai muncul lembaga SIT di
Jakarta.Suasana reformasi akhirnya mampu mempengaruhi
paradigma para petinggi negara Indonesia tentang arti kebebasan
mengeluarkan pendapat. B.J. Habibie yang ada pada 21 Mei 1998 itu
nerupakan Presiden RI pertama yang membuka kran-kran demokrasi.
Pada masa pemerintahannyalah Undang-undang yang membatasi
kemerdekaan pers dicabut, termasuk pencabutan peraturan tentang
SIUPP, sebagai gantinya diberlakukan UU Pers No. 40 tahun 1999
yang menjamin adanya kebebasan pers, bahkan dalam pasal 6
undang-undang tersebut ditegaskan bahwa pers nasional berperan
dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui (people’s right
to know).
14. 2. Ketidaksetiakawanan Sosial
Di Era Reformasi, persoalan tempat ibadah masih menjadi titik
genting hubungan Islam-Kristen. Kegentingan tersebut di era
reformasi telah terjadi semenjak masa transisi dari Orde Baru ke Era
Reformasi. Perubahan Era Orde Baru ke Era Reformasi diikuti dengan
berbagai kerusuhan sosial. Kees van Dijk1 mencatat bahwa
pergeseran tahun 1996-1997 (akhir kekuasaan Orde Baru) terjadi
berbagai bentuk kekerasan sosial di berbagai wilayah. Ia mencatat
berbagai kerusuhan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia
khususnya di Jawa.
1.
Kasus Poso
Kasus Poso merupakan potret buram hubungan Islam dan
Kristen di Indonesia. Persaingan antara pemeluk Islam dan Kristen
sebenarnya telah ada semenjak era kolonial, tetapi baru pada Era
Reformasi persaingan tersebut berubah menjadi konflik berdarah.
15. 2.
Kasus Ambon-Maluku
Selain kasus Poso, kasus Ambon merupakan kasus
terburuk dalam sejarah hubungan Islam dan Kristen di
Indonesia. Konflik Maluku merupakan konflik yang
memakan waktu panjang, yaitu tahun 1999 sampai tahun
2002, dan memakan korban yang banyak, serta
mengundang perhatian dari elemen-elemen masyarakat di
tingkat nasional maupun internasional. Konflik tersebut
bermula di kota Ambon, namun pada perkembangannya
merembet ke daerah-daerah lain, seperti Ternate, Tidore,
dan Halmahera.