Perencanaan pelatihan diawali dengan analisis kebutuhan pelatihan untuk mengidentifikasi kesenjangan kompetensi. Aspek-aspek perencanaan meliputi menentukan tujuan, materi, metode dan media pelatihan, serta menyusun kurikulum dan silabus. Monitoring pelaksanaan pelatihan diperlukan untuk memastikan proses berjalan dengan baik dan hasilnya dapat dievaluasi.
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Ujian final prof sahat 2013
1. 1
1. Apakah perencanaan pelatihan diawali dengan analisis kebutuhan
pelatihan ? Kalau ya bagaimana analisis kebutuhan pelatihan tersebut
dilakukan. Kalau tidak apa komentar anda
Ya, Perencanaan pelatihan diawali dengan analisis kebutuhan pelatihan.
Penjelasan :
Mengelola program pelatihan, secara sepintas tampaknya sesuatu hal yang
sederhana.Namun bila dicermati, membutuhkan suatu penanganan dan
pengelolaan yang sangat serius.Dalam hal ini program pelatihan menjadi
tanggung jawab semua pihak yang ada di suatu lembaga atau instansi.Komitmen
dan tanggung jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat penjajakan dan
identifikasi kebutuhan pelatihan sampai dengan tindak lanjut pelatihan.Analisis
kebutuhan pelatihan bertujuan untuk menemukan kesenjangan antara
pengetahuan dan kemampuan karyawan dengan yang seharusnya di ketahui dan
dilakukan.
Analisa kebutuhan adalah menganalisis apa yang senyatanya dengan apa
yang seharusnya. Apa yang seharusnya merupakan persyaratan kompetensi yang
harus dipunyai oleh karyawan. Kesenjangan (gap) yang teridentifikasi dari
pembandingan itu merupakan ruang pengembangan kompetensi dengan
pelatihan atau yang lainnya.Idealnya pengembangan kompetensi tersebut
dilakukan secara seimbang antara dimensi mental, social, spiritual dan fisik
sehingga mampu menciptakan kekuatan sinergis.Ada 3 tipe analisa kebutuhan
pelatihan yaitu,
1. Organizational based need analysis,
2. Job competency based need analysis,
3. Person Competency need analysis.
Berikut uraiannya:
2. 2
1. Organizational based need analysis merupakan analisa yang dilakukan
berdasarkan pada kebutuhan strategis organisasi dalam merespon bisnis
masa depan. Kebutuhan strategis ini dirumuskan dengan mengacu pada
corporate strategy dan corporate value yang merupakan faktor kunci
efektifitas dan keberhasilan organisasi. Sebagai contoh hasil rumusan dari
corporate strategy dan corporate value yang merupakan faktor kunci
keberhasilan Perusahaant adalah Communication, Teamwork, Exelence
service, Learning , Leadership, Development. Dari faktor-faktor kunci tadi
dilakukan penilaian untuk mengidentifikasi pada faktor apaPerusahaan
masih mengalami kekurangan yang paling besar, dan karenanya perlu
diprioritaskan pengembangan pelatihannya. Misalnya dari hasil menilaian
ternyata teamwork kurang dan pelayanan belum excellence maka perlu
dilakukan pelatihan tentang dua hal tersebut di bagian-bagian yang terkait.
2. Job competency based need analysis adalah analisa kebutuhan pelatihan
yang didasarkan pada profil kompetensi yang dipersyaratkan untuk setiap
posisi/jabatan. Dalam setiap jabatan dalam organisasi pasti ada
persyaratan-persyaratan yang menyertainya. Misalnya bagian pemasaran
dipersyaratkan mampu melakukan analisis pasar dan membuat program-
program pemasaran, maka salah satu pelatihan yang harus diikuti oleh
pejabat tersebut adalah pelatihan tentang pemasaran. Kepala bangsal
dipersyaratkan mampu mengelola bangsal dengan baik, maka perlu ada
pelatihan manajemen kepala bangsal..
3. Person Competency need analysis adalah analisa kebutuhan pelatihan yang
didasarkan pada kesenjangan ( gap) antara level kompetensi yang
dipersyaratkan dengan level kompetensi aktual karyawan/individu.
Misalnya untuk perawat di unit gawat darurat dipersyaratkan mempunyai
sertifikat PPGD, maka masing-masing individu dinilai apakah sudah
memenuhi syarat tersebut atau belum. Kalau belum, maka perlu diberikan
pelatihan tersebut. Dokter yang berada di unit gawat darurat
dipersyaratkan mempunyai sertifikat ATLS dan ACLS, maka bagi dokter
3. 3
yang belum memenuhi perlu diikutkan pelatihan tersebut. Selain
mengidentifikasi kemampuan skill dan knowledge-nya, perlu juga di analisis
kesenjangan perilaku karyawan dari standar yang dipersyaratkan,
misalnya kemampuan komunikasinya, keberagamaannya dan lain-lain.
Hasil-hasil analisis identifikasi kesenjangan kompetensi tadi dirangkum
sebagai dasar dalam pembuatan perencanaan program pelatihan.Dengan analisis
kebutuhan pelatihan yang komprehensif ini maka diharapkan program pelatihan
menjadi salah satu program pengembangan karyawan yang terintegrasi sehingga
mampu menaikkan daya saing di suatu organisasi.
Berdasarkan Penelitian didapat pada setiap pengelolaan pelatihan
diperlukan 10 langkah sebagai berikut:
1. Menentukan kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan memilih prioritas
kebutuhan tsb.
2. Menguji prioritas kebutuhan latihan dengan melihat kenyataan-kenyataan di
tempat
3. Menganalisa kegiatan di tempat
4. Mengadakan seleksi dan memilih orang-orang yang harus dilatih
5. Menyusun sasaran pelatihan
6. Menyusun silabus berdasarkan paket pelatihan
7. Menyusun program pelatihan
8. Melaksanakan program pelatihan
9. Mengevaluasi program pelatihan yang dilaksanakan
10. Mengadakan tindak lanjut setelah pelatihan
4. 4
2. Aspek-aspek apakah yang dilakukan berkaitan dengan perencanaan
pelatihan ?Teknik perencanaan yang seperti apa yang diterapkan ? Apa
komentar anda
Aspek-aspek yang berkaiatan dengan perencanaan pelatihan adalah sbb :
a. Mengindentifikasi kebutuhan pelatihan
Langkah penting dan kritis dalam mengelola sebuah program pelatihan
adalah mengenali permasalahan yang harus dipecahkan.Langkah ini
disebut dengan Identifikasi Kebutuhan Pelatihan atau Penjajagan
Kebutuhan Pelatihan (PKP). Pelatihan merupakan salah satu cara untuk
memecahkan masalah. Tidak semua masalah dapat dilakukan dengan
pelatihan.Dalam hal ini, secara spesifik, dapat disebutkan permasalahan
yang berkaitan dengan “manusia” atau pelaku kegiatan.Namun, banyak
hal yang dapat mempengaruhi “manusia” tersebut dalam menjalankan
fungsi sosialnya. Langkah ini akan menjadi dasar dan fondasi untuk
melangkah pada tahap sebelumnya dalam mengelola pelatihan. Bilamana
penjajakan kebutuhan pelatihan ini kurang tepat, atau bahkan tidak
dilakukan sama sekali, maka program kegiatan pelatihan tersebut hanya
akan membuang dana yang tidak ada manfaatnya. Langkah awal ini akan
mewarnai langkah-langkah selanjutnya bagi pengelola program pelatihan.
b. Menetapkan kriteria peserta
Dalam menyelenggarakan pelatihan, penentuan dan penetapan peserta
pelatihan seringkali diabaikan. Pada umumnya hanya disebutkan jumlah
orang atau jumlah peserta pelatihan tanpa menyebut “kriteria qualifikasi” ;
baik latar belakang pendidikan, jabatan atau posisi atau hal lain yang
menyangkut peserta pelatihan. Sehingga akibatnya, siapapun boleh ikut
dalam program pelatihan tertentu. Padahal, klasifikasi dan penentuan
peserta pelatihan akan mempengaruhi “design pelatihan”, baik yang
menyangkut tujuan, isi atau materi dan metodologi pelatihan itu
sendiri.Untuk itu maka, profil peserta perlu dibuat dan diketahui jauh
5. 5
sebelum menyusun dan mengembangkan design (rancangan) program
pelatihan sehingga pelatihan yang dilakukan efektif.
c. Menetapkan tujuan pelatihan
Kegiatan apapun juga hendaknya mempunyai tujuan yang jelas, spesifik,
realistis dan terukur untuk mengetahui pencapaiannya. Tujuan tersebut
akan memberikan arahan dan batasan dan kejelasan bagi pelaku kegiatan
tersebut. Pada dasarnya tujuan dirumuskan berdasarkan adanya sesuatu
yang dihadapi untuk dicapai atau untuk dilakukan.Pada umumnya
perumusan tujuan didasarkan pada permasalahan yang telah diidentifikasi
sebelumnya. Bilamana identifikasi permasalahan atau penjajagan
kebutuhan pelatihan kurang tepat atau bahkan tidak dilakukan, maka
sudah dapat dipastikan pelatihan tersebut tidak akan ada gunanya dan
hanya membuang sumberdaya. Oleh karena itu tujuan pelatihan perlu
dirumuskan dengan benar dan tepat. Dalam dunia pendidikan dan latihan,
dikenal ada tiga (3) domain tujuan, yaitu; Domain Kognitif (Pengetahuan),
Domain Afektif (Sikap) dan Domain Psychomotoric (Ketrampilan), yang
masing-masing domain mempunyai jenjang tertentu.
d. Menyusun Materi Pelatihan
Langkah selanjutnya adalah penetapan materi sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan dan disepakati. Tujuan pelatihan akan menjadi dasar
dalam menentukan isi atau materi pelatihan. Dengan demikian maka,
perumusan tujuan harus bersifat Spesific (Spesifik), Measurable (Dapat
diukur), Achievable (Dapat dicapai), Realistic (Realistis) dan Time Bonding
(Ada batasan waktu) atau disingkat SMART.Disamping itu, penentuan
materi pelatihan juga sangat tergantung dari jenjang atau tingkat
kedalaman tujuan yang hendak dicapai. Dalam menyusun dan
mengembangkan materi pelatihan, perlu ditemukan hal-hal yang sifatnya
strategis dan prioritas, karena seringkali muncul gagasan bahwa materi
atau isi pelatihan ini “baik” untuk dipelajari, “berguna” untuk dipelajari.
6. 6
Untuk itu perlu menemukan “Hal-hal yang harus” dipelajari. Disamping
itu, hendaknya dalam penyusunan materi pelatihan lebih ditekankan pada
hal-hal yang bersifat praktis untuk dapat segera diterapkan oleh peserta
pelatihan
Menentukan materi apa saja yang harus disampaikan dalam sebuah
pelatihan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu :
1. Target-target sikap/kemampuan yang harus dimiliki (output)
Hal ini menjadi pedoman utama dalam pemilihan materi, namun
paling sering dilupakan.
2. Waktu pelatihan
Jika waktu pelatihan amat terbatas, maka tanpa meninggalkan
pertimbangan target sikap/kemampuan, maka materi dapat disusut
dengan menyatukan materi-materi yang sifatnya/misinya sama. Selain
itu pengemasan materi dengan mempertimbangkan waktu dapat
menggunakan berbagai alternatif metode pelatihan
e. Menentukan metode dan media pelatihan
Metode dan media merupakan cara dan alat bantu yang dipergunakan oleh
fasilitator dalam membahas dan mengkaji materi pelatihan sehingga
mencapai tujuan yang diharapkan. Banyak metoda dan media yang dapat
dipergunakan, mulai dari yang bersifat komunikasi satu arah, dua arah
sampai ke berbagai metoda yang berifat multi atau banyak arah.Namun
demikian, hal yang perlu diperhatikan bahwa dalam menetapkan dan
menentukan metoda pelatihan, yaitu prinsip pendekatan yang
dipergunakan.Dalam hal ini adalah pendekatan partisipatif dengan
menggunakan “Belajar Berdasarkan Pengalaman”. Untuk itu, maka
diharapkan bahwa metoda dan media yang dipergunakan hendaknya
mampu mendorong keterlibatan aktif peserta dengan cara mengurangi
dominasi dan peranan fasilitator atau pelatih. Diharapkan metoda dan
media yang ada mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi
7. 7
peserta untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan dalam suasana yang
lebih terbuka.Disamping itu, berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam menentukan dan menetapkan metoda dan media adalah meliputi;
tujuan pelatihan, sifat atau isi materi dan profil atau latar belakang peserta.
f. Menyusun kurikulum dan silabus
Kurikulum Pelatihan merupakan garis besar rencana proses belajar secara
menyeluruh mulai dari awal akhir hingga akhir. Pada umumnya
Kurikulum Pelatihan ini berisikan unsur-unsur pokok yang terdiri dari;
Tujuan Umum, Tujuan Khusus, Tujuan Pokok Bahasan, Tujuan Sub Pokok
Bahasan, Pokok-pokok Materi/Isi Pelatihan, Metoda, Media, Alokasi
Waktu dan Fasilitator. Kurikulum Pelatihan ini bersifat tidak baku dan
selalu dapat diubah sesuai dengan kondisi yang ada pada saat pelatihan
berlangsung. Kurikulum ini dipergunakan sebagai dasar dalam menyusun
silabi pelatihan maupun Modul Pelatihan yang akan dipergunakan
fasilitator dalam memproses kegiatan belajar. Sedangkan Silabi Pelatihan
adalah uraian terperinci dari bahan-bahan pokok yang perlu dibahas
selama pelatihan berlangsung.
Sesuai dengan tahapan yang telah dilakukan sampai sejauh ini, secara
keseluruhan program pelatihan telah mulai terbentuk, karena sudah ada
Kurikulum Pelatihan yang jelas berdasarkan beberapa langkah kegiatan,
yang dimulai dari identifikasi atau penjajagan masalah atau kebutuhan
pelatihan. Langkah selanjutnya adalah bagaimana mempersiapkan
penyelenggaraan pelatihan termasuk pula menyusun dan mengembangkan
anggaran atau kebutuhan dana yang dibutuhkan. Dengan demikian maka
kebutuhan dana didasarkan pada adanya kebutuhan permasalahan yang
dihadapi beserta alternatif pemecahannya, yaitu melalui kegiatan
pelatihan. Berdasarkan rencana dasar inilah maka usulan pelatihan dapat
dilakukan termasuk estimasi perhitungan dana yang dibutuhkan.
8. 8
Teknik perencanaan pelatihan beragam modelnya, diantaranya adalah :
Desain Pelatihan Model Diskrepansi
(Hickerson dan Middleton, 1975)
3. Berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan, aspek-aspek apakah yang perlu
dipantau (dimonitor) dan dengan teknik apa monitoring dilakukan. Apa
komentar anda
MONITORING
Monitoring adalah sebuah usaha untuk memastikan berjalannya dan proses
sebuah aktivitas dicatat dengan baik. Hasil monitoring adalah serangkaian data
yang akan digunakan untuk evaluasi, penilaian ataupun pengembangan aksiaksi
perbaikan sebagaimana yang diminta. Monitoring dilakukan melalui berbagai
Tahap 1
Analisis
Jabatan/Pekerjaaa
n
Diskrepansi/
Kesenjangan Kinerja
Tahap 2
Keputusan
untuk Pelatihan
Kegiatan
lainnya
Tahap 6
Tindak Lanjut &
Evaluasi Sumatif
Tahap 3
Penetapan Tujuan
Pelatihan &
Prosedur Evaluasi
Formatif
Tahap 4
Desain Pelatihan
Tahap 5
Implementasi
9. 9
cara: dijalankan oleh setiap pihak yang melaksanakan proses aktivitas tersebut
ataupun oleh pihak di luar itu, dilakukan secara tetap pada waktuwaktu tertentu
ataupun secara random.
Monitoring dapat dilakukan pada setiap tahapan kegiatan, apakah dari
perencanaan ataupun setelah bagian pekerjaan tertentu diselesaikan. Untuk
bagian di dalam produksi yang pekerjaannya tidak boleh terputus, monitoring
dapat dilakukan pada setiap siklus secara terus menerus.Dan adapun aspek-aspek
yang harus dimonitor dalam pelaksanaan pelatihan adalah sbb :
1. Kebutuhan pelatihan
2. Sasaran Pelatihan
3. Peserta pelatihan
4. Metode pelatihan
5. Materi pelatihan
6. Pelatih
7. Sarana pelatihan
8. Waktu
9. Anggaran Biaya
10. Tindak lanjut
METODE/TEKNIK MONITORING
Berbagai teknik dan metode yang digunakan dalam Monitoring pada
dasarnya adalah cara dalam melaksanakan monitoring. Teknik-teknik yang
digunakan dalam monitoring mengacu pada alat dan cara untuk melaksanakan.
Sementara metode mengacu pada seperangkat pendekatan yang bisa membuat
penggunaan teknik menjadi lebih efektif.
Teknik-teknik kunci dalam monitoring adalah pengumpulan data primer dan
sekunder, intra dan extrapolation dari data tersebut.
Ada dua jenis data primer: data keras dan data lunak. Data keras bisa
didapat melalui pengukuran langsung, sementara data lunak berasal dari
interpretasi fakta oleh mereka yang terlibat. Data sekunder bisa dilihat pada data
turunan yang dibuat oleh pihak-pihak lain.
10. 10
Metode monitoring dan evaluasi pada dasarnya ditentukan oleh model
penugasannya, yaitu :
1. Selfreporting. Pada jenis ini pihak yang menjadi objek monitoring
memberikan laporan secara tetap mengenai kegiatan yang mereka lakukan,
output yang dihasilkan ataupun data lain yang diperlukan. Monitoring
jenis self reporting akan baik untuk mengumpulkan data keras sehari-hari
yang dapat diverifikasi oleh personel berkemampuan.
2. Auditing (Pengauditan). Pada kegiatan monitoring jenis ini satu pihak
tertentu, yaitu auditor ditunjuk untuk melaksanakan monitoring. Auditor
akan menetapkan standar untuk monitorin. Monitoring dilakukan dengan
keyakinan adanya transparansi dan kredibilitas karena pihak yang
melakukan audit tidak mempunyai konflik kepentingan dengan hasil-
hasilnya. Kegiatan ini baik untuk mendapatkan hasil penilaian kinerja
secara teratur. Hasilnya dapat memberikan umpanbalik yang nyata kepada
manajemen mengenai kinerja unit manajemennya.
3. Penilaian partisipatif. Tipe ini memberikan penekanan pada partisipasi
semua pihak dalam melaksanakan monitoring juga memerlukan fasilitator.
Fasilitator akan bekerjasama dengan semua pihak untuk menetapkan
patokan-patokan/ milestones apa saja yang ditetapkan oleh unit manajemen
Monitoring partisipatif baik untuk mengenalkan stándar-standar baru
kepada pihak yang dimonitor. Kegiatan ini mempunyai elemen
peningkatan kapasitas dan menciptakan kesadaran serta rasa kepemilikan
terhadap proses yang dijalankan.
4. Berkaitan dengan evaluasi program pelatihan, aspek-aspek apakah yang
perlu dievaluasi dan bagaimana teknik evaluasi program dilakukan. Apa
Komentar anda
Banyak pimpinan perusahaan mengeluh, mengapa anak buah yang dikirim
untuk mengikuti pelatihan, seminar dsb nya, hasilnya tak signifikan
dengan peningkatan kinerjanya.Agak sulit memang, bagi seorang
11. 11
pembicara seminar selain dituntut dapat menularkan ilmunya, juga harus
bisa bertindak sebagai entertainer. Apabila si pembicara tak dapat menarik
minat peserta, nilai evaluasi akan rendah, namun di satu sisi seminar yang
dibawakan secara menarik belum tentu sesuai dengan yang diharapkan
oleh perusahaan.
Evaluasi yang dilakukan pada umumnya masih bersifat evaluasi dari
peserta pelatihan, dengan cara mengisi kuestioner apakah pelatihan
dimaksud sesuai dengan bidang kerjanya, apakah penyajiannya baik,
akomodasi bagus dsb nya. Sedangkan evaluasi yang dilakukan oleh staf,
berupa laporan hasil seminar yang ditujukan kepada perusahaan pada
umumnya bernilai “baik”, dengan harapan staf tadi dapat dikirim lagi ke
seminar atau pelatihan berikutnya.
Pada dasarnya, evaluasi setiap program pelatihan dapat dilakukan, dengan
memperoleh feedback dari peserta, yang dapat dibagi menjadi 4 (empat)level,
sebagai berikut:
1. Evaluasi pada tingkat reaksi (Reaction level). Pada evaluasi ini yang
diukur dan dinilai adalah reaksi peserta. Dalam hal ini diukur tingkat
kepuasan peserta terhadap program pelatihan yang diselenggarakan,
sehingga dapat dilakukan perbaikan atas program tersebut.
Teknik Evaluasinya :Evaluasi di tingkat ini dilakukan dengan
mengungkap pendapat peserta tentang :
a. Pelatih
Pokok-pokok yang perlu dievaluasi; cara penyajian, penampilan, pe-
nguasaan materi, penguasaan metode.
b. Materi
Kegunaan materi yang disampaikan, apakah isi materi cukup
menarik.
c. Peserta
12. 12
Kesungguhan peserta mengikuti pelatihan, apakah peserta merasa
senang mengikuti pelatihan, daya serap peserta, keterbukaan,
kerjasama dan mo-tivasi terhadap tugas yang diberikan.
d . Proses Pelatihan
Hal-hal yang perlu dievaluasi :
- Pelaksanaan kurikulum sesuai jadwal yang telah disusun
bersama antara peserta dan pelatih
- Partisipasi peserta
- Interaksi antara peserta dengan peserta, dan antara peserta
dengan pelatih.
- Kelancaran pelatihan
- Sarana pelatihan
Evaluasi ini sangat bermanfaat untuk "mengarahkan" serta untuk
memutuskan apa yang akan dibuat setelah pelatihan dan metode apa yang
akan dipakai. Evaluasi ini hanya bisa digunakan apabila program pelatihan
ini cukup fleksibel untuk berubah sesuai dengan informasi yang
diperoleh dari evaluasi tersebut. Evaluasi ini tidak dapat dilakukan kalau
hanya berdiri sendiri, melainkan harus selalu digunakan bersama dengan
bentuk evaluasi yang lain. Salah satu cara untuk mengadakan evaluasi
kegiatan adalah secara teratur menggunakan formulir penjajakan sesi yang
pengisiannya dilakukan setiap akhir sesi.
2. Evaluasi pada tingkat pembelajaran (Learning Level). Evaluasi ini
dilakukan dengan tujuan utama mengukur seberapa jauh perubahan
kompetensi para peserta segera setelah pelatihan berakhir, sebelum
mereka kembali bekerja. Dengan kata lain, tujuan evaluasi pada tingkat
ini adalah peningkatan kompetensi peserta dalam kelas dan untuk
mengidentifikasikan keberhasilan komponen sistem pelatihan (metode,
materi, dll).
13. 13
Teknik Evaluasinya : Evaluasi tahap ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi mengenai perkembangan pengetahuan,
keterampilan dan sikap para peserta pelatihan. Evaluasi semacam ini
membutuhkan pengukuran sesudah dan sebelum pelatihan, oleh
karenanya perlu test awal dan test akhir pelatihan. Keuntungan cara ini :
1. Test awal (pre test) memperlihatkan data dasar kepada pelatih
mengenai kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahan
para peserta, sehingga dia tahu apa-apa yang perlu ditekankan.
2. Test awal (pre test) membantu para peserta mengenal daerah
kebutuhan sendiri.
3. Test akhir (post test) membantu pelatih dalam melihat apa-apa
yang sudah dipelajari para peserta sehingga pelatih dapat
memperbaiki program pelatihan.
4. Test akhir (post test) membantu para peserta pelatihan melihat
kemajuan yang sudah dicapai, dan mengusahakan bagian-
bagian lain yang masih perlu dikembangkan.
3. Evaluasi pada tingkat perilaku dalam pekerjaan (On the job
behavioral Level). Evaluasi pada tingkat ini yang diukur adalah
pengaruh program pelatihan terhadap penerapannya ditempat kerja.
Dengan kata lain, tujuan evaluasi pada tahap ini adalah perbaikan
perilaku peserta dalam pekerjaan.
Teknik Evaluasinya : Evaluasi tahap ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi mengenai apakah peserta pelatihan sudah
menerapkan apa yang dipelajari dengan mengadakan perubahan dalam
tingkah kerjanya. Evaluasi tahap ini lebih sulit dalam membuat
penentuan jika dibandingkan dengan evaluasi tingkat menyerap
14. 14
pelajaran. Beberapa cara yang dapat dipergunakan sebelum dan sesudah
pelatihan dalam usaha untuk menentukan perkembangan tingkah kerja.
a. Buku Harian Pribadi
Para peserta diminta untuk membuat rekaman kegiatannya
selama jangka waktu tertentu.Hal ini bisa membantu pelatih
untuk mengetahui prosentase waktu yang digunakan oleh para
peserta untuk berbagai macam tugas dan kegiatan.
b. Pengamatan pada kegiatan-kegiatan tertentu
Pelatih atau evaluator mengamati peserta sewaktu mereka
melaku-kan suatu kegiatan tertentu yang diajarkan selama
program pela-tihan berlangsung.
Misalnya : mengamati peserta memimpin diskusi pemecahan
ma-salah dalam kelompok warga desa. Hal ini mirip dengan
pengujian keterampilan yang disebut terdahulu, hanya saja kali
ini menyang-kut suatu kerja yang sedang ditangani, dan bukan
dalam rangka pelatihan.
c. Evaluasi oleh Pengawas (Supervisor)
Pengawas peserta pelatihan mengisi formulir yang berisi
pernyataan mengenai perkembangan dalam tingkah kerja para
peserta. Hal ini hanya akan berguna apabila dia diminta untuk
memberi gambaran konkrit tentang tingkah kerja para peserta.
Contoh : Ceritakan kejadian khusus yang memperlihatkan
kemaju-an peserta (dalam pengetahuan, keterampilan, dan
sikap).
d. Evaluasi sendiri
Peserta pelatihan mengevaluasi sendiri perubahan - perubahan
tingkah kerjanya.
4. Evaluasi pada tingkat hasil (Result level). Evaluasi ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengukur seberapa jauh peningkatan produktivitas
yang dicapai pekerja, serta unit kerja, setelah mengikuti program
15. 15
pelatihan. Atau untuk menentukan apakah manfaat pelatihan lebih
tinggi dibanding dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Teknik Evaluasinya : Evaluasi tingkat kegunaan mengamati
perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi peserta pelatihan
sebagai akibat dari keikutsertaan dalam program pelatihan yang
diadakan. Misalnya : apakah setelah mengikuti pelatihan
kepengurusan organisasi, maka keadaan kepengurusan organisasi
tersebut menjadi lebih baik. Cukup sulit untuk mengukur hasil-hasil
jangka panjang untuk suatu program pelatihan, salah satu
kesulitannya adalah karena tidak mudah menentukan bahwa
terjadinya suatu perubahan merupakan pengaruh langsung dari
program pelatihan.Namun demikian evaluasi ini mutlak perlu
dilakukan dengan melihat langsung kegiatan yang dilakukan, atau
mengirimkan formulir isian.
Pada umumnya kita baru bisa mengukur pada tahap 3, karena untuk
menilai sesuai tahap 4 dibutuhkan data base yang bagus, serta keterlibatan
dengan pimpinan unit kerja yang telah mengirimkan stafnya ke pelatihan
tersebut. Bagi yang ditempatkan di unit kerja yang profit oriented, mereka
pada umumnya telah disibukkan dengan target-target bisnis, sehingga tak
memungkinkan untuk melibatkan diri secara aktif, baik melalui kuestioner
ataupun melalui penilaian langsung, apakah hasil pelatihan dapat
diaplikasikan di bidang pekerjaannya.
5. Berkaitan dengan evalusi program pelatihan, untuk menilai aspek-
aspekyang diperlukan, model evaluasi apakah yang digunakan ?
Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut Kirkpatrick
dalam buku karangan Eko Putro Widoko mencakup empat level evaluasi,
yaitu: level 1 reaction, level 2 learning, level 3 behavior, dan level 4 result.
1. Evaluasi Reaksi (Reaction Level)
16. 16
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan
peserta. Program training dianggap efektif apabila proses training dirasa
menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training, sehingga mereka tertarik
dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta training
akan termotivasi apabila proses training berjalan secara memuaskan bagi
peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang
menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses
training yang diikutinya mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti
training.
Kepuasan peserta dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang
diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan
oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, waktu pelaksanaan
pembelajaran, hingga gedung tempat pembelajaran dilaksanakan. Mengukur
reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga
lebih mudah dan lebih efektif.
2. Evaluasi belajar (Learning Level)
Ada tiga hal yang dapat diajarkan dalam prgram training, yaitu pengetahuan,
sikap maupun keterampilan. Peserta training dikatakan telah belajar apabila
pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan
maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu untuk mengukur
efektivitas prgram training maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur.
Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan atau keterampilan
pada peserta training maka program dapat dikatakan gagal.
Penilaian learning level ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output)
belajar. Mengukur hasil belajar lebih sulit dan memakan waktu dibandingkan
dengan mengukur reaksi. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction
sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif. Menurut
Kirkpatrick (1998: 40), untuk menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan
kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dan kelompok yang
17. 17
tidak ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya dalam periode waktu
tertentu. Dapat juga dilakukan dengan membandingkan hasil pre-test dengan
post-test, tes tertulis maupun tes kinerja (performance test).
3. Evaluasi perilaku (Behaviour Level)
Evaluasi pada level ke-3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi
terhadap sikap pada level ke-2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2
difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran
dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku
difokuskan pada perubahan tingkah laku peserta setelah selesai mengikuti
pembelajaran. Sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal.
Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran dan kembali ke lingkungan mereka maka evaluasi level 3 ini
dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan.
Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku kelompok
kontrol dengan perilaku peserta training, atau dengan membandingkan
perilaku sebelum dan sesudah mengikuti training maupun dengan
mengadakan survei atau interview dengan pelatih, atasan maupun bawahan
peserta training setelah mereka kembali ketempat kerja.
4. Evaluasi hasil (Result Level)
Evaluasi hasil dalam level ke-4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result)
yang terjadi karena siswa telah mengikuti suatu program pembelajaran.
Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pembelajaran
diantaranya adalah peningkatan hasil belajar, peningkatan pengetahuan, dan
peningkatan keterampilan (skills).
Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun
membangun team work (kerjasama tim) yang lebih baik. Dengan kata lain
adalah evaluasi terhadap impact program (pengaruh program). Tidak semua
pengaruh dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu
18. 18
yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan
dengan evaluasi pada level-level sebelumnya. Evaluasi hasil akhir ini dapat
dilakukan dengan membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok
peserta pembelajaran, mengukur kemampuan siswa sebelum dan setelah
mengikuti pembelajaran apakah ada peningkatan atau tidak.
Dibandingkan dengan model evaluasi yang lain, model ini memiliki beberapa
kelebihan yaitu:
1. Lebih komprehensif, karena mencakup had skill dan soft skill.
2. Objek evaluasi tidak hanya hasil belajar semata tapi juga mencakup proses,
output dan outcomes.
3. Mudah untuk diterapkan.