Dokumen tersebut membahas tentang rencana strategis pengembangan ekonomi kreatif Indonesia hingga tahun 2025, dengan menjelaskan perkembangan konsep ekonomi kreatif, pentingnya pengembangan sektor tersebut, dan empat perbedaan utama rencana strategis terbaru dibanding rencana sebelumnya."
5. v
Tim Studi
Titik Anas
Haryo Aswicahyono
Dionisius Ardiyanto Narjoko
Nur Afni Uli Panjaitan
Anissa Rahmawati
Togar Simatupang
Donald Crestofel Lantu
Wawan Dhewanto
Achmad Ghazali
Mandra Lazuardi Kitri
Galih Bondan Rambatan
Irvan Indra Satria Putra
Agung Pascasuseno
Bambang Eryudhawan
Suwardana Winata
Soehartini Sekartjakrarini
Agust Danang Ismoyo
Aliendheasja Fawilia
Nadinastiti
Felencia Hutabarat
Alex Sihar
M. Abduh Aziz
Puput Kuspujiati
Makbul Mubarak
M. Faizal Rochman
Hizkia Subiyantoro
Faridah
Nuga Choiril Umam
Muhammad Ilham Fauzi
Wijayanto Budi Santoso
Mochamad Sandy Triady
Bernardinus Realino Yudianto
Siti Arfiah Arifin
Dina Midiani
Meta Andriani
Deasy Christina
Moch. Alim Zaman
Taruna K. Kusmayadi
Dina Dellyana
Adib Hidayat
Widi Asmoro
Fikri Hadiansyah
Anggraeni Permatasari
Robi Baskoro
Arief Widhiyasa
Anita Wulansari
Heri Suradi
Evelyn Hendriana
Ami Fitri Utami
Mia Maria
Asep Topan
Dian Ika Gesuri
Yudi Ahmad Tajudin
Helly Minarti
Grisna Anggadwita
Edwina Triwibowo
6. vi Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang dapat
mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur sesuai dengan visi pembangunan
Indonesia hingga 2025 mendatang. Ekonomi kreatif adalah ekonomi yang digerakkan oleh
kreativitas yang berasal dari pengetahuan dan ide yang dimiliki oleh sumber daya manusia
untuk mencari solusi inovatif terhadap permasalahan yang dihadapi. Dalam arti lain, kreativitas
merupakan sumber daya terbarukan dan tidak akan ada habisnya jika sumber daya manusia
kreatif Indonesia yang jumlahnya besar dapat berkreasi dan menciptakan nilai tambah yang
didukung oleh iklim yang kondusif.
Ekonomi kreatif tidak hanya berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia, tetapi juga
berdampak positif terhadap aspek sosial, budaya, dan lingkungan. Melalui ekonomi kreatif, kita
dapat menumbuhkan perekonomian secara inklusif dan berkelanjutan, mengangkat citra positif
dan identitas bangsa, melestarikan budaya dan lingkungan, menumbuhkan kreativitas yang
mendorong inovasi, dan meningkatkan toleransi sosial antar seluruh lapisan masyarakat karena
adanya peningkatan pemahaman antar budaya. Hingga tahun 2025, ekonomi kreatif diharapkan
mampu mewujudkan Indonesia yang berdaya saing dan masyarakat yang berkualitas hidup.
Pengembangan ekonomi kreatif telah mendapatkan perhatian Pemerintah sepuluh tahun
belakangan ini. Meskipun kita telah bersama-sama meletakkan dasar pengembangan ekonomi
kreatif, kesinambungan upaya pengembangan ekonomi kreatif diperlukan untuk menjawab
tantangan yang masih perlu diselesaikan sebagai agenda pembangunan hingga 2025. Berdasarkan
penelitian dan pembahasan intensif dengan semua pemangku kepentingan, saat ini ekonomi
kreatif dihadapkan pada tujuh isu strategis (dibanding dengan enam yang diidentifikasi pada
2009), yaitu: (1) Ketersediaan sumber daya manusia kreatif yang profesional dan kompetitif;
(2) Ketersediaan bahan baku yang berkualitas, beragam, dan kompetitif; (3) Pengembangan
industri yang berdaya saing, tumbuh dan beragam; (4) Ketersediaan pembiayaan yang sesuai,
mudah diakses, dan kompetitif; (5) Perluasan pasar bagi karya, usaha, dan orang kreatif; (6)
Ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan (7) Kelembagaan
dan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan ekonomi kreatif.
Kata Pengantar
7. vii
Untuk menjawab tantangan tersebut maka diperlukan sebuah rencana induk yang dapat memberikan
arah pengembangan ekonomi kreatif Indonesia yang sesuai dengan arah pembangunan nasional
jangka panjang (UU Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJP) Tahun 2005–2025). Buku rencana induk pengembangan ekonomi kreatif
jangka panjang ini mengambil judul Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
karena kami yakin ekonomi kreatif akan menjadi kekuatan baru bagi Indonesia. Rencana induk
ini merupakan penyempurnaan dari Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-
2025 yang telah diluncurkan pada tahun 2009.
Penyempurnaan ini perlu dilakukan karena adanya urgensi percepatan pengembangan ekonomi
kreatif dan memosisikan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang baru dibentuk pada
tahun 2011, tepatnya pada tanggal 21 Desember 2011 berdasarkan Perpres Nomor 92 Tahun
2011 sebagai lembaga pemerintah yang menggerakkan dan melakukan koordinasi dengan sektor
lainnya dalam mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia. Sejak 2009 dan terutama sejak
berdirinya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pemerintah telah berkomitmen untuk
lebih fokus dalam mengembangkan ekonomi kreatif. Dalam prosesnya, telah terjadi pembelajaran,
pendalaman dan peningkatan pemahaman mengenai isu strategis, dan pendekatan komprehensif
dan terkoordinasi yang diperlukan untuk pengembangan ekonomi kreatif.
Disamping penambahan isu strategis, terdapat empat perbedaan utama antara rencana induk
jangka panjang ini dengan rencana induk tahun 2009. Pertama, pengembangan subsektor ekonomi
kreatif saat ini dan di masa mendatang difokuskan pada pengembangan lima belas kelompok
industri kreatif, bertambah sektor kuliner, dibanding empat belas kelompok industri kreatif yang
telah difokuskan untuk dikembangkan pada tahun 2009. Kelima belas subsektor meliputi: (1)
arsitektur; (2) desain; (3) film, video, dan fotografi; (4) kuliner; (5) kerajinan; (6) mode; (7) musik;
(8) penerbitan; (9) permainan interaktif; (10) periklanan; (11) penelitian dan pengembangan; (12)
seni rupa; (13) seni pertunjukan; (14) teknologi informasi; dan (15) televisi dan radio.
Kedua, pengembangan ekonomi kreatif hingga tahun 2025 tidak hanya fokus pada pengembangan
15 subsektor ekonomi kreatif tetapi juga diarahkan pada pengarusutamaan ekonomi kreatif di
setiap sektor prioritas pembangunan nasional. Hal tersebut berarti pencarian solusi untuk berbagai
permasalahan atau potensi yang ada di berbagai sektor prioritas nasional dapat dilakukan secara
kreatif, inovatif dan dapat dijawab oleh industri kreatif ataupun kolaborasi antara berbagai
industri kreatif.
Ketiga, ada empat prinsip utama yang menjadi landasan dalam pengembangan ekonomi kreatif ke
depan. Prinsip pertama adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemberdayaan SDM
kreatif untuk meningkatkan kemampuan memperoleh dan memanfaatkan ilmu pengetahuan,
serta penguasaan teknologi merupakan hal yang mutlak dalam pengembangan ekonomi kreatif.
Prinsip kedua adalah “Design thinking” sebagai budaya yang perlu dikembangkan di seluruh lapisan
masyarakat. Prinsip ketiga adalah pelestarian seni dan budaya sebagai upaya untuk melindungi,
mengembangkan dan memanfaatkan seni dan budaya sebagai inspirasi dalam berkarya untuk
menciptakan keunikan sebagai daya saing dan tradisi yang hidup di dalam masyarakat. Prinsip
keempat adalah pemanfaatan media sebagai sarana untuk meningkatkan literasi dan apresiasi
masyarakat terhadap sumber daya, karya dan produk kreatif lokal.
8. viii Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Keempat, ada perubahan dari model triple-helix menjadi quad-helix. Model triple-helix
umumnya lebih lazim digunakan dalam pengembangan ekonomi kreatif yang memerlukan
sinergi dan kemitraan antara tiga aktor utama, yaitu pemerintah, swasta dan intelektual (yang
terdiri dari akademik dan para ahli di bidangnya atau empu budaya). Setelah menjalankan proses
pengembangan industri kreatif, terutama yang dilakukan di berbagai daerah dan kota, ternyata
yang tidak kalah penting dalam pengembangan ekonomi kreatif ini adalah partisipasi aktif dan
dukungan dari komunitas kreatif. Orang-orang kreatif bergabung dalam komunitas dan sering
kali berkelompok secara geografis atau dalam suatu hub atau sentra, dan mereka eksis sebagai
komunitas, serta menjadi lebih kaya dan bergairah dengan adanya kolaborasi antar komunitas.
Menanggapi perkembangan ini maka kolaborasi quad-helix antara pemerintah, swasta, intelektual
dan komunitas kreatif lebih tepat untuk diterapkan saat ini.
Rencana jangka panjang pengembangan ekonomi kreatif merupakan kerangka strategis yang
holistik dan komprehensif, dan dalam implementasinya juga telah disiapkan rencana aksi
jangka menengah pengembangan ekonomi kreatif secara umum dan untuk setiap subsektor
pada periode 2015-2019. Persiapan semua dokumen strategis dan operasional telah dilakukan
dengan pendekatan quad-helix, dan melibatkan lebih dari 600 orang kreatif, intelektual dan
swasta, di samping kementerian dan lembaga di tingkat pusat maupun pemerintah daerah.
Dengan demikian, dokumen ini adalah dokumen dari kita untuk kita, dan menjadi komitmen,
sinergi dan gairah dari kita semua untuk mengembangkan ekonomi kreatif sehingga menjadi
kekuatan baru Indonesia.
Juli 2014,
Salam Kreatif,
Mari Elka Pangestu
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
9. ix
Daftar Isi
KataPengantar...................................................................................................................vi
Daftar Isi..............................................................................................................................ix
Daftar Tabel........................................................................................................................xi
Daftar Gambar....................................................................................................................xii
Ringkasan Eksekutif.........................................................................................................xv
BAB1PENDAHULUAN.......................................................................................................3
1.1 Evolusi Ekonomi Kreatif...................................................................................................4
1.1.1 Tinjauan Peranan Pola Pikir Kreatif..........................................................................5
1.1.2 Perkembangan Konsep dan Definisi Ekonomi Kreatif..............................................9
1.1.3 Peranan Ruang dan Kota Kreatif dalam Pengembangan Ekonomi
Kreatif.....................................................................................................................22
1.2 Mengapa Ekonomi Kreatif Perlu Dikembangkan?.............................................................40
1.2.1 Ekonomi Kreatif Berkontribusi Terhadap Perekonomian Nasional...........................42
1.2.2 Ekonomi Kreatif Mengangkat Citra dan Identitas Bangsa Indonesia.....................54
1.2.3 Ekonomi Kreatif Berbasis Sumber Daya Terbarukan................................................64
1.2.4 Ekonomi Kreatif Sektor Berbasis Kreativitas yang Mendorong
Inovasi.....................................................................................................................68
1.2.5 Ekonomi Kreatif Melestarikan Budaya Indonesia dan Meningkatkan Toleransi
Sosial.......................................................................................................................75
BAB 2 PERKEMBANGAN EKONOMI KREATIF INDONESIA..........................................83
2.1 Potensi Ekonomi Kreatif Indonesia...................................................................................84
2.1.1 Potensi Pasar Dalam dan Luar Negeri.......................................................................84
2.1.2 Potensi Orang Kreatif Indonesia...............................................................................87
2.1.3 Potensi Kekayaan Alam dan Budaya sebagai Sumber Inspirasi Kreatif......................94
2.1.4 Potensi Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi...................................100
2.2 Daya Saing Industri Kreatif...............................................................................................104
2.2.1 Daya Saing Kelompok Industri Kreatif Indonesia....................................................104
2.2.2 Daya Saing Karya Kreatif Indonesia di Pasar Global.................................................122
2.3 Struktur Pasar Industri Kreatif di Indonesia......................................................................124
2.4 Tonggak Perkembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia.....................................................147
10. x Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
BAB 3 ARAHAN STRATEGIS RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG
NASIONAL2005-2025............................................................................................155
3.1 Tantangan Pembangunan Nasional 2005-2025................................................................ 156
3.2 Visi, Misi, dan Sasaran Pembangunan Nasional 2005-2025..............................................164
3.3 Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Nasional 2005-2025.....................................171
3.3.1 Arah Pembangunan Nasional 2005-2025.................................................................171
3.3.2 Tahapan dan Prioritas Pembangunan Nasional 2005-2025.......................................177
BAB 4 KERANGKA STRATEGIS PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF NASIONAL
2015-2025....................................................................................................................183
4.1 Ruang Lingkup Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional...............................................184
4.2 Isu Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif...................................................................270
4.2.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia Kreatif yang Profesional dan Kompetitif......... 275
4.2.2 Ketersediaan Bahan Baku yang Berkualitas, Beragam, dan Kompetitif.....................275
4.2.3 Pengembangan Industri yang Berdaya Saing, Tumbuh, dan Beragam.......................276
4.2.4 Ketersediaan Pembiayaan yang Sesuai, Mudah Diakses, dan Kompetitif...................278
4.2.5 Perluasan Pasar bagi Karya, Usaha, dan Orang Kreatif.............................................280
4.2.6 Ketersediaan Infrastruktur dan Teknologi yang Sesuai dan Kompetitif.....................281
4.2.7 Kelembagaan dan Iklim Usaha yang Kondusif bagi Pengembangan Ekonomi
Kreatif.....................................................................................................................282
4.3 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Ekonomi Kreatif......................................283
4.3.1 Visi dan Misi Pengembangan Ekonomi Kreatif........................................................283
4.3.2 Tujuan dan Sasaran Pengembangan Ekonomi Kreatif...............................................285
4.4 Indikator dan Target Pengembangan Ekonomi Kreatif......................................................288
4.5 Model Pengembangan Ekonomi Kreatif............................................................................291
4.5.1 Fondasi Model Pengembangan Ekonomi Kreatif......................................................291
4.5.2 Pilar Utama Model Pengembangan Ekonomi Kreatif...............................................293
4.5.3 Atap Model Pengembangan Ekonomi Kreatif...........................................................294
4.5.4 Aktor Utama Penggerak Ekonomi Kreatif.................................................................294
4.5.5 Peran dan Pola Interaksi Aktor Penggerak Pengembangan Ekonomi Kreatif.............295
4.6 Tahapan Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.........................................................296
4.7 Arah dan Strategi Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia...........................................300
4.7.1 Arah Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia......................................................300
4.7.2 Strategi Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.................................................303
11. xi
BAB 5 PENUTUP ..................................................................................................................313
5.1 Kesimpulan......................................................................................................................314
5.2 Saran................................................................................................................................324
12. xii Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Tabel 1‑1 Evolusi Industri Kreatif.............................................................................................9
Tabel 1‑2 Konsep dan Klasfikasi Ekonomi Kreatif di Dunia.....................................................19
Tabel 1‑3 Creative City Network UNESCO............................................................................26
Tabel 1‑4 Klasifikasi Indeks Kota.............................................................................................37
Tabel 1‑5 Global Liveability City Index 2012..........................................................................39
Tabel 1‑6 Nilai Keterkaitan Antarsektor Industri Kreatif..........................................................53
Tabel 1‑7 Efek Pengganda Subsektor Ekonomi Kreatif.............................................................54
Tabel 2‑1 Global Creativity Index 2011.................................................................................. 105
Tabel 2‑2 Skor Keunggulan Kelompok Industri Kreatif Indonesia di Pasar Dunia...................122
Tabel 2‑3 Keunggulan Komparatif Barang Kreatif Indonesia....................................................123
Tabel 2‑4 Market Share Stasiun TV Jaringan (dalam %).......................................................... 144
Tabel 2‑5 Market Share Industri Radio di Jakarta, Makassar, Surabaya, dan Medan.................145
Tabel 3‑1 Tahapan dan Prioritas Pembangunan Nasional 2005-2025......................................180
Tabel 4‑1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.............287
Tabel 4‑2 Indikator Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2025............................................290
Tabel 4‑3 Tahapan dan Prioritas Pengembangan Ekonomi Kreatif 2005-2025.........................298
Tabel 4‑4 Fokus Pengembangan Ekonomi Kreatif dalam Setiap Tahapan Pengembangan........299
Daftar Tabel
13. xiii
Gambar 1‑1 Evolusi Struktur Produksi....................................................................................4
Gambar 1‑2 Perkembangan Era Pemikiran yang Berpengaruh dalam Berbagai Struktur
Perekonomian Menurut Pink (2005)..................................................................6
Gambar 1‑3 Sejarah Perkembangan Ekonomi Kreatif Dunia..................................................20
Gambar 1‑4 Pola Pengembangan Bandung sebagai Kota Kreatif.............................................31
Gambar 1‑5 Pentingnya Ekonomi Kreatif dalam Pembangunan Nasional...............................41
Gambar 1‑6 Nilai Tambah, Kontribusi, dan Pertumbuhan PDB Ekonomi Kreatif..................43
Gambar 1‑7 Nilai Tambah Subsektor Ekonomi Kreatif Indonesia...........................................44
Gambar 1‑8 Jumlah Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia
Tahun 2013........................................................................................................ 45
Gambar 1‑9 Jumlah Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Ekonomi
Kreatif Tahun 2013............................................................................................46
Gambar 1‑10 Employment Coefficient Ekonomi Kreatif dan Subsektor Ekonomi Kreatif.........47
Gambar 1‑11 Angka Pengganda Tenaga Kerja Industri Kreatif................................................48
Gambar 1‑12 Jumlah, Pertumbuhan, dan Kontribusi Usaha Kreatif........................................50
Gambar 1‑13 Jumlah Usaha, Pertumbuhan, dan Kontribusi Jumlah Usaha Subsektor
Ekonomi Kreatif Tahun 2013............................................................................52
Gambar 1‑14 Korelasi Kecintaan Terhadap Batik dengan Kecintaan Terhadap Negara............58
Gambar 2‑1 Konsumsi Rumah Tangga untuk Produk Kreatif dan Nonkreatif........................84
Gambar 2‑2 Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga..................................................................85
Gambar 2‑3 Negara Tujuan Ekspor Produk Kreatif Indonesia Tahun 2010–2012...................86
Gambar 2‑4 Nilai Ekspor, Pertumbuhan, dan Kontribusi Ekspor Barang Kreatif terhadap
Total Ekspor Dunia (2013)................................................................................ 86
Gambar 2‑5 Profil Demografi Penduduk Indonesia.................................................................87
Gambar 2‑6 Kekayaan Budaya dan Alam Indonesia................................................................96
Gambar 2‑7 Perbandingan Penetrasi Teknologi Informasi Dunia dan Negara ASEAN............100
Gambar 2‑8 Perbandingan Pertumbuhan Pengeluaran Teknologi Informasi Dunia dan Negara
ASEAN...............................................................................................................101
Gambar 2‑9 Proyeksi Penetrasi Teknologi Informasi Indonesia................................................101
Gambar 2‑10 Penetrasi Teknologi Informasi Dunia.................................................................102
Gambar 2‑11 Tren Penetrasi Teknologi Informasi Kawasan ASEAN.......................................103
Daftar Gambar
14. xiv Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Gambar 2‑12 Korelasi GCI dengan Beberapa Indikator..........................................................106
Gambar 2‑13 Pemetaan Daya Saing Industri Kreatif Indonesia ............................................. 107
Gambar 2‑14 Daya Saing Subsektor Arsitektur........................................................................108
Gambar 2‑15 Daya Saing Subsektor Desain............................................................................109
Gambar 2‑16 Daya Saing Subsektor Film...............................................................................109
Gambar 2‑17 Daya Saing Subsektor Animasi..........................................................................110
Gambar 2‑18 Daya Saing Subsektor Video..............................................................................111
Gambar 2‑19 Daya Saing Subsektor Fotografi.........................................................................111
Gambar 2‑20 Daya Saing Subsektor Kuliner...........................................................................112
Gambar 2‑21 Daya Saing Subsektor Kerajinan........................................................................113
Gambar 2‑22 Daya Saing Subsektor Mode............................................................................ 114
Gambar 2‑23 Daya Saing Subsektor Musik.............................................................................114
Gambar 2‑24 Daya Saing Subsektor Penerbitan......................................................................115
Gambar 2‑25 Daya Saing Subsektor Permainan Interaktif.......................................................116
Gambar 2‑26 Daya Saing Subsektor Periklanan.......................................................................117
Gambar 2‑27 Daya Saing Subsektor Penelitian dan Pengembangan........................................118
Gambar 2‑28 Daya Saing Subsektor Seni Rupa......................................................................119
Gambar 2‑29 Daya Saing Subsektor Seni Pertunjukan............................................................120
Gambar 2‑30 Daya Saing Subsektor Teknologi Informasi.......................................................121
Gambar 2‑31 Daya Saing Subsektor Televisi dan Radio..........................................................121
Gambar 2‑32 Sebaran Anggota APTARI di Indonesia.............................................................125
Gambar 2‑33 Jumlah Penerbit yang Menjadi Anggota IKAPI.................................................137
Gambar 2‑34 Daya Saing dan Konsentrasi Pasar Subsektor Radio...........................................146
Gambar 2-35 Tonggak Perkembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.........................................152
Gambar 3-1 Tantangan Pembangunan Nasional 2005 - 2005.................................................157
Gambar 3-2 Misi, Sasaran, dan Indikasi Pembangunan Nasional 2005-2025..........................167
Gambar 4‑1 Ruang Lingkup Subsektor Ekonomi Kreatif........................................................185
Gambar 4‑2 Ruang Lingkup Pengembangan Arsitektur dalam Ekonomi Kreatif Indonesia.... 188
Gambar 4‑3 Ruang Lingkup dan Keterkaitan Desain dengan Subsektor Ekonomi Kreatif
Lainnya.............................................................................................................. 194
Gambar 4‑4 Ruang Lingkup Pengembangan Film dalam Ekonomi Kreatif Indonesia.............199
Gambar 4‑5 Ruang Lingkup Perfilman dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.....200
15. xv
Gambar 4‑6 Ruang Lingkup Pengembangan Animasi dalam Ekonomi Kreatif Indonesia.......202
Gambar 4‑7 Ruang Lingkup Pengembangan Video dalam Ekonomi Kreatif Indonesia...........207
Gambar 4‑8 Ruang Lingkup Fotografi dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia......211
Gambar 4‑9 Ruang Lingkup Kuliner dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia........218
Gambar 4‑10 Ruang Lingkup Kerajinan dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia...220
Gambar 4‑11 Ruang Lingkup Mode dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.........224
Gambar 4‑12 Ruang Lingkup Musik dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia........229
Gambar 4‑13 Ruang Lingkup Penerbitan dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia......................................................................................................... 234
Gambar 4‑14 Ruang Lingkup Permainan Interaktif dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia..........................................................................................................238
Gambar 4-15 Ruang Lingkup Periklanan dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia..........................................................................................................244
Gambar 4-16 Ruang Lingkup Penelitian dan Pengembangan dalam Pengembangan
Ekonomi Kreatif Indonesia...............................................................................248
Gambar 4-17 Ruang Lingkup Seni Rupa dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia..........................................................................................................251
Gambar 4-18 Ruang Lingkup Seni Pertunjukan dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia..........................................................................................................256
Gambar 4-19 Ruang Lingkup Teknologi Informasi dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia..........................................................................................................264
Gambar 4-20 Ruang Lingkup Konten TV dan Radio dalam Pengembangan Ekonomi
Kreatif Indonesia..............................................................................................269
Gambar 4-21 Tantangan Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.....................................271
Gambar 4-22 Isu Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif...................................................272
Gambar 4-23 Komposisi Aset Sektor Finansial di Indonesia...................................................279
Gambar 4-24 Visi dan Misi Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.................................284
Gambar 4-25 Model Pengembangan Ekonomi Kreatif............................................................292
Gambar 4-26 Peran dan Pola Interaksi Aktor Penggerak Pengembangan Ekonomi Kreatif.... 296
16. xvi Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Ringkasan Eksekutif
Ekonomi kreatif adalah gelombang keempat tahapan pembangunan ekonomi setelah ekonomi
pertanian, industri, dan informasi, yang akan menjadi sektor ekonomi yang penting pada
masa depan karena berbasis kreativitas dari orang-orang kreatif yang merupakan sumber daya
terbarukan. Ekonomi kreatif adalah penciptaan nilai tambah yang berbasis ide yang lahir dari
kreativitas sumber daya manusia (orang kreatif) dan berbasis pemanfaatan ilmu pengetahuan,
termasuk warisan budaya dan teknologi.
Kreativitas (creativity) dapat dijabarkan sebagai kapasitas atau daya dan upaya untuk menghasilkan
atau menciptakan sesuatu yang unik, menciptakan solusi dari suatu masalah atau melakukan
sesuatu yang berbeda dari pakem (thinking outside the box) yang menggerakkan sektor lain (setelah
ada inovasi), dan memperbaiki kualitas hidup. Kreativitas memiliki kaitan yang erat dengan
inovasi dan penemuan (invention), yaitu kreativitas merupakan faktor yang menggerakkan
lahirnya inovasi (innovation) dalam penciptaan karya kreatif dengan memanfaatkan penemuan
(invention) yang sudah ada.
Di Indonesia, gagasan pengembangan ekonomi kreatif menguat setelah Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono (SBY), dalam pidato pembukaan INACRAFT 2005, menekankan pentingnya
pengembangan industri kerajinan dan kreativitas bangsa dalam rangka pengembangan ekonomi
yang berdaya saing. Gagasan itu ditindaklanjuti oleh Kementerian Perdagangan dengan membentuk
Indonesia Design Power yang bertujuan meningkatkan kekuatan desain dan penciptaan merek
di Indonesia. Penekanan pentingnya ekonomi kreatif ini tercermin dalam Trade Expo Indonesia
yang menampilkan karya dan produk kreatif pada zona khusus. Pada tahun 2007, pemerintah
juga menyelenggarakan pameran khusus produk budaya Indonesia yaitu Pekan Produk Budaya
Indoesia (PPBI) dengan tema Bunga Rampai Produk Budaya Indonesia untuk dunia. Di
tataran konsep, pada tahun yang sama, Kementerian Perdagangan mulai memetakan potensi
dan perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Akhirnya, pada tahun 2009, Kementerian
Perdagangan di bawah kepemimpinan Mari Elka Pangestu menyusun cetak biru pengembangan
ekonomi kreatif Indonesia tahun 2009-2015. Presiden SBY juga mencanangkan tahun 2009
sebagai tahun Indonesia Kreatif dan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009
tentang pengembangan ekonomi kreatif.
Komitmen Pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kreatif semakin menguat, sehingga pada
21 Desember 2011 berdasarkan Perpres Nomor 92 Tahun 2011 dibentuk Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif yang secara khusus membidangi pengembangan ekonomi kreatif Indonesia.
Dalam pengembangan ekonomi kreatif, Kementerian ini diperkuat oleh dua Direktorat Jenderal
yang secara khusus menangani pengembangan ekonomi kreatif Indonesia, yaitu Direktorat Jendral
Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya dan Direktorat Jendral Ekonomi Kreatif Berbasis
Media Desain dan Iptek. Dengan adanya Kementerian yang membidangi ekonomi kreatif maka
upaya percepatan pengembangan ekonomi kreatif Indonesia dapat dilakukan secara lebih efektif.
17. xvii
Secara umum kontribusi industri kreatif dalam perekonomian Indonesia terus meningkat. Pada
tahun 2010 nilai PDB ekonomi kreatif mencapai 185 triliun rupiah, jumlah ini terus meningkat
dengan rata-rata pertumbuhan 5% per tahun dalam kurun waktu 2010-2013 sehingga pada tahun
2013 mencapai 215 triliun rupiah. Pada periode 2010-2013 industri kreatif rata-rata dapat menyerap
tenaga kerja sekitar 10,6% dari total angkatan kerja nasional. Hal ini didorong oleh pertumbuhan
jumlah usaha di sektor industri kreatif pada periode tersebut sebesar 1%, sehingga jumlah industri
kreatif pada tahun 2013 tercatat sebanyak 5,4 juta usaha yang menyerap angkatan kerja sebanyak
12 juta. Bagi Indonesia, sejauh ini ekonomi kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi,
tetapi juga berperan dalam penguatan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya
yang terbarukan, mendorong terciptanya inovasi, dan yang tidak kalah pentingnya membawa
dampak sosial yang positif, termasuk peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan dan
peningkatan toleransi sosial dalam masyarakat.
Hingga kini permintaan terhadap karya kreatif terus meningkat. Di pasar global, pertumbuhan
impor produk kreatif dunia meningkat 6,6% per tahun selama kurun waktu 2003-2012. Di
dalam negeri, pertumbuhan konsumsi terhadap karya kreatif meningkat rata-rata 10,5% per tahun
selama kurun waktu 2010-2013. Kecenderungan ini akan terus berlangsung selama pendapatan
masyarakat dan jumlah penduduk makin bertambah, pendapatan penduduk yang semakin tinggi,
dan konsumen yang lebih memperhatikan aspek desain dan estetika.
Ekonomi kreatif di Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Indonesia dengan
jumlah penduduk sebanyak 240 juta, memiliki bonus demografi dengan proporsi penduduk
usia produktif sangat besar, mencapai 70% dari total penduduk. Hingga tahun 2030, Indonesia
masih akan memiliki jumlah penduduk produktif yang tinggi di atas 60%, dan 27% di antaranya
adalah penduduk muda dengan rentang usia 16-30 tahun. Ketersediaan dan keberagaman sumber
daya alam dan sumber daya budaya juga menjadi sumber daya pendukung yang penting dalam
pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Namun sejauh ini potensi tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Dalam hal kreativitas, Indonesia masih berada di posisi ke-81
dari 82 negara yang disurvei dalam studi Global Creativity Index. Di samping itu, belum banyak
karya dan produk kreatif Indonesia, dalam skala besar, yang mampu bersaing di pasar global.
Upaya membuat potensi yang besar tersebut menjadi kenyataan memerlukan konsep dan rencana
pengembangan yang komprehensif dan holistik. Meskipun pemerintah telah memulai langkah-
langkah awal pengembangan ekonomi kreatif selama sepuluh tahun terakhir, masih terdapat
tantangan yang perlu diselesaikan. Pengembangan ekonomi kreatif hingga tahun 2025 harus
mampu menjawab tantangan pembangunan nasional hingga tahun 2025 dan juga mampu
mendukung terwujudnya cita-cita Bangsa Indonesia, yaitu terwujudnya Indonesia yang Mandiri,
Maju, Adil dan Makmur. Dalam pembangunan nasional, Ekonomi kreatif memiliki peran sentral
dalam mewujudkan lima misi utama pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 seperti
yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007, yaitu:
1. Terwujudnya masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab. Ekonomi kreatif dapat berkontribusi dalam: (a) mewujudkan karakter bangsa
sebagai bangsa beriman dan bertaqwa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta memantapkan budaya bangsa; (b) meningkatkan peradaban, harkat dan martabat
manusia Indonesia, serta menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa.
18. xviii Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
2. Terwujudnya bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih
makmur dan sejahtera. Ekonomi kreatif dapat berkontribusi dalam: (a) meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan yang ditunjukkan dari
peningkatan pendapatan perkapita, penurunan tingkat pengangguran terbuka dan jumlah
penduduk miskin; (b) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, termasuk peran
perempuan dalam pembangunan. yang ditunjukkan dari peningkatan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG), serta pertumbuhan penduduk
yang seimbang; (c) membangun struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan
keunggulan kompetitif meliputi sektor pertanian, pertambangan, industri manufaktur,
serta jasa; dan (d) meningkatkan profesionalisme aparatur negara (pusat dan daerah).
3. Terwujudnya pemerataan pembangunan dan berkeadilan. Ekonomi kreatif dapat
berkontribusi dalam: (a) meningkatkan pembangunan yang makin merata ke seluruh
wilayah yang dapat ditunjukkan dengan meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan,
serta menurunnya kesenjangan; (b) mewujudkan lingkungan perkotaan dan perdesaan
yang sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan
nilai tambah bagi masyarakat.
4. Terwujudnya Indonesia asri dan lestari. Ekonomi kreatif dapat berkontribusi dalam:
(a) meningkatkan kualitas pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi,
daya dukung, dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan;
(b) memelihara kekayaan keragaman jenis dan kekhasan sumber daya alam untuk
mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional; dan (c)
meningkatkan kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
5. TerwujudnyaperananIndonesiayangmeningkatdalampergaulanduniainternasional.
Ekonomi kreatif dapat berkontribusi dalam: (a) memperkuat dan mempromosikan identitas
nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional; (b)
memulihkan posisi penting Indonesia sebagai negara demokratis besar (keberhasilan
diplomasidiforainternasional);(c)meningkatkankepemimpinandankontribusiIndonesia
dalam berbagai kerja sama internasional; (d) mewujudkan kemandirian nasional dalam
konstelasi global; (e) meningkatkan investasi perusahaan Indonesia di luar negeri.
Percepatan pengembangan ekonomi kreatif diarahkan untuk menyelesaikan beberapa masalah yang
masih menghambat pertumbuhan ekonomi kreatif yaitu: (1) ketersediaan sumber daya manusia
kreatif (orang kreatif-OK) yang profesional dan kompetitif; (2) ketersediaan bahan baku yang
berkualitas, beragam, dan kompetitif; baik itu berupa sumber daya alam maupun sumber daya
budaya; (3) pengembangan industri yang berdaya saing, tumbuh, dan beragam; (4) ketersediaan
pembiayaan yang sesuai, mudah diakses dan kompetitif; (5) perluasan pasar bagi karya kreatif;
(6) ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan (7) kelembagaan
dan iklim usaha kondusif bagi pengembangan ekonomi kreatif.
Percepatan pengembangan ekonomi kreatif hingga 2025 mendatang ditujukan untuk menjadikan
Ekonomi Kreatif Sebagai Penggerak Terciptanya Indonesia yang Berdaya Saing dan
Masyarakat Berkualitas Hidup. Cita-cita tersebut akan diwujudkan melalui tiga misi utama
yang dijabarkan menjadi tujuh tujuan utama dan tujuh belas sasaran strategis:
1. Mengoptimalkan pengembangan dan pelestarian sumber daya lokal yang berdaya
saing, dinamis, dan berkelanjutan untuk mencapai dua tujuan, yaitu terciptanya orang
19. xix
kreatif yang berdaya saing dan dinamis dan terwujudnya perlindungan, pengembangan
dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri kreatif secara
berkelanjutan. Kedua tujuan tersebut akan dicapai melalui empat sasaran strategis:
a. Meningkatnya kuantitas dan kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan dan
penyebaran orang kreatif secara merata dan berkelanjutan;
b. Meningkatnya kuantitas dan kualitas tenaga kerja kreatif (orang kreatif);
c. Terciptanya bahan baku yang berkualitas, beragam dan kompetitif dari sumber daya
alam yang terbarukan;
d. Tersedianya informasi sumber daya budaya yang akurat dan terpercaya dan dapat
diakses secara mudah dan cepat.
2. Mengembangkan industri kreatif yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan
berkualitas untuk mencapai satu tujuan utama, yaitu terwujudnya industri kreatif yang
berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas melalui pencapaian tiga sasaran strategis:
a. Meningkatnya wirausaha kreatif lokal yang berdaya saing dan dinamis;
b. Meningkatnya usaha kreatif lokal yang berdaya saing, bertumbuh, dan berkualitas;
c. Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif lokal.
3. Mengembangkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas
dalam pembangunan nasional dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
untuk mencapai empat tujuan utama, yaitu terciptanya pembiayaan yang sesuai, mudah
diakses, dan kompetitif, terciptanya perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang
berkualitas dan berkelanjutan, tersedianya infrastruktur dan teknologi yang tepat guna,
mudah diakses, dan kompetitif dan terciptanya kelembagaan dan iklim usaha yang
mendukung pengembangan ekonomi kreatif, melalui pencapaian sepuluh sasaran strategis:
a. Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri kreatif lokal yang sesuai,
mudah diakses, dan kompetitif;
b. Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar karya kreatif di dalam dan luar negeri;
c. Meningkatnya ketersediaan infrastruktur yang memadai dan kompetitif;
d. Meningkatnya ketersediaan teknologi tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif;
e. Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi
pengembangan ekonomi kreatif;
f. Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan ekonomi
kreatif secara berkualitas dan berkelanjutan;
g. Tercapainya kreativitas sebagai paradigma pembangunan dan dalam kehidupan
masyarakat;
h. Meningkatnya posisi, kontribusi, kemandirian serta kepemimpinan Indonesia dalam
fora internasional;
i. Meningkatnya apresiasi kepada orang, karya, wirausaha dan usaha kreatif lokal di
dalam dan luar negeri;
j. Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal.
Pencapaian Ekonomi Kreatif Sebagai Penggerak Terciptanya Indonesia yang Berdaya Saing
dan Masyarakat Berkualitas Hidup akan dilakukan melalui 111 strategi utama. Keberhasilan
implementasi strategi pengembangan ekonomi kreatif sangat bergantung pada sinergi dan
kerjasama seluruh pemangku kepentingan, yaitu komunitas, bisnis, intelektual dan pemerintah
dan seluruh pemerintah provinsi, kota dan kabupaten yang merupakan bagian dari quad-helix.
20. xx Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Rencana induk pengembangan ekonomi kreatif ini akan dijabarkan ke dalam rencana jangka
menengah lima tahunan yang memuat rencana aksi pemangku kepentingan untuk mengembangkan
ekonomi kreatif 2015-2019 mendatang. Rencana jangka menengah ini merupakan rujukan
dalam menyusun rencana strategis lima tahunan maupun rencana kerja tahunan, khususnya
bagi pemerintah. Rencana strategis dan rencana kerja tahunan memuat program dan kegiatan
yang didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dilaksanakan
oleh pemerintah.
Untuk mempertajam rencana aksi dalam rencana pengembangan ekonomi kreatif nasional
jangka menengah, maka selanjutnya dijabarkan menjadi rencana pengembangan subsektor
ekonomi kreatif. Pada periode 2015-2019, pengembangan ekonomi kreatif difokuskan pada 15
subsektor ekonomi kreatif, yaitu arsitektur; desain; film, video, dan fotografi; kerajinan; kuliner;
mode; musik; periklanan; permainan interaktif; penerbitan; penelitian dan pengembangan; seni
pertunjukan; seni rupa; teknologi informasi; serta televisi dan radio. Khusus subsektor film, video,
dan fotografi akan dijabarkan lebih detil ke dalam empat kelompok industri, yaitu perfilman,
video, fotografi, dan animasi.
Dapat disimpulkan bahwa dokumen perencanaan pengembangan ekonomi kreatif ini meliputi:
satu dokumen perencanaan jangka panjang yang menjadi dasar perencanaan hingga tahun 2025,
satu dokumen perencanaan jangka menengah yang merupakan penjabaran fokus pengembangan
lima tahunan untuk ekonomi kreatif nasional, dan delapan belas dokumen perencanaan jangka
menengah subsektor ekonomi kreatif. Dua puluh dokumen perencanaan ini merupakan satu
rangkaian perencanaan dari tingkat strategis hingga tingkat operasional atau implementasi
pengembangan ekonomi kreatif.
Namundemikian,dokumenperencanaaninibarulahawaldariupayapengembanganekonomikreatif
Indonesia hingga 2025. Selanjutnya kita dihadapkan pada tantangan pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasi pelaksanaan rencana pengembangan ekonomi kreatif hingga 2025 mendatang. Hal-hal
yang perlu untuk segera ditindaklanjuti seiring dengan diluncurkannya dokumen perencanaan ini
adalah: sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan mengenai ekonomi
kreatif dan rencana pengembangan ekonomi kreatif; mempersiapkan sumber daya (pembiayaan
dan SDM) untuk melaksanakan rencana pengembangan ekonomi kreatif hingga tahun 2025
mendatang; mengintensifkan koordinasi dan sinergi lintas sektor dan lintas regional; menyusun
mekanisme dan sistem yang dapat meningkatkan partisipasi aktif pemangku kepentingan
(quad-helix, media, orang kreatif, masyarakat umum); dan pengembangan sistem perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pengembangan ekonomi kreatif.
Denganadanyaperencanaanyangkomprehensifdanholistik,denganimplementasiyangterkoordinasi
dengan baik dan sistematis, akuntabel, transparan, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan,
maka akan terjadi percepatan pengembangan ekonomi kreatif Indonesia. Dengan demikian, daya
saing serta kualitas hidup Bangsa Indonesia yang dicita-citakan niscaya akan terwujud.
21. xxi
KEKUATAN BARU INDONESIA
MENUJU 2025
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHARSITEKTUR2015-2019
RENCANA AKSI
JANGKA MENENGAH
ARSITEKTUR
2015-2019
04 05
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHKERAJINAN2015-2019
06
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHKULINER2015-2019
14
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHSENIPERTUNJUKAN2015-2019
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHSENIRUPA2015-2019
15 16
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHTEKNOLOGIINFORMASI2015-2019
17
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHTV&RADIO2015-2019
18
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHVIDEO2015-2019
12
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHPERIKLANAN2015-2019
11
RENCANA AKSI
JANGKA MENENGAH
PERFILMAN
2015-2019
10
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHPENERBITAN2015-2019
09
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHPENELITIAN&PENGEMBANGAN2015-2019
08
RENCANAAKSIJANGKAMENENGAHMUSIK2015-2019
“
“If you fail to plan, you are planning to fail.
Benjamin Franklin
24. 4 Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
1.1 Evolusi Ekonomi Kreatif
Struktur ekonomi terus bertransformasi seiring dengan perubahan pola produksi dan konsumsi.
Masyarakat yang dihadapkan pada keterbatasan sumber daya akan terus berupaya mengalokasikan
sumber daya secara efisien sehingga dapat memenuhi kebutuhannya secara optimal dan mencapai
kualitas hidup secara berkelanjutan.
Seiring berjalannya waktu, berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan inovasi
menyebabkan perubahan pada sistem produksi. Beberapa tahun belakangan, pengetahuan, kreativitas
dan inovasi telah menjadi penggerak roda perekonomian banyak negara. Bila pada masa lalu sektor
pertanian menjadi penggerak roda perekonomian yang dominan, pada masa kini kegiatan-kegiatan
ekonomi berbasis kreativitas dan inovasi juga menjadi penggerak perekonomian yang penting.
Pada perekonomian tradisional, faktor produksi utama adalah sumber daya manusia dan sumber daya
alam, sehingga kemampuan produksi suatu negara sangat ditentukan oleh produktivitas tenaga kerja
danpemanfaatansumberdayaalam.Namunpadaabadke-18terjadirevolusiindustri,penemuanmesin
uap telah membuka pemahaman manusia bahwa modal mesin (capital) juga merupakan sumber daya
pentingdalamprosesproduksi.Tingkatpembentukanmodalyangtinggiakanmembantuperekonomian
untuk berproduksi dalam skala lebih besar dan lebih efisien.
Kemajuan teknologi informasi membawa paradigma baru dalam proses produksi. Penemuan Internet
membuat dunia menjadi terintegrasi. Alih teknologi dan kolaborasi antarnegara bukan menjadi
hal yang sulit. Perubahan–perubahan dalam proses berproduksi semakin lama semakin cepat,
negara yang sulit beradaptasi akan sulit berkembang. Negara yang unggul dalam pemanfaatan
dan pengembangan teknologi informasi cenderung berkembang menjadi negara yang berdaya
saing dan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi. Dalam perkembangan selanjutnya,
kemampuan manusia dalam berkreasi dan menciptakan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada,
baik inovasi ide maupun pengetahuan menjadi faktor penting dalam proses produksi. Kreativitas,
inovasi, dan penemuan menjadi penting dalam kegiatan ekonomi.
Pada abad ke-18, revolusi industri telah menyebabkan transformasi ekonomi yang awalnya didominasi
sektor pertanian berbasis sumber daya manusia dan sumber daya alam menjadi perekonomian
yang didominasi industri berbasis barang modal. Pada tahun 1950-an, perekonomian digerakkan
oleh pengetahuan sebagai sumber daya utamanya dalam penciptaan nilai tambah. Kemudian
pada tahun 1995 terjadi globalisasi industri berbasis kreativitas yang membuat ekonomi kreatif
semakin berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, sehingga disebut sebagai
gelombang ke-4 oleh John Howkins.
Gambar 1 - 1 Evolusi Struktur Produksi
Ekonomi kreatif akan menjadi penting di masa depan karena bersumber pada kreativitas yang
merupakan sumber daya terbarukan. Dengan demikian, negara-negara yang berlimpah ketersediaan
orang kreatifnya tidak memiliki batasan pertumbuhan sebagaimana sektor tradisional, terutama yang
25. 5BAB 1: Pendahuluan
berbasis sumber daya yang tidak terbarukan. Kreativitas telah dan akan terus mengubah paradigma
perekonomian yang biasa berpusat pada keterbatasan (scarcity) menjadi berpusat pada keberlimpahan
(abundancy). Orang kreatif dengan ide kreatifnya mampu mengelola tenaga kerja dan memanfaatkan
barangmodaluntukmenghasilkanprodukyangbernilaitambahtinggi.Selainitu,ketikaorangkreatif
berproduksi, hasil dari kegiatan produksi tersebut bukan hanya berupa barang atau jasa akhir (final
goods and services) tetapi juga dapat digunakan sebagai input bagi sektor lain.
Pergeserandominasisektorpertaniandalamperekonomianterlihatdisemuanegaradidunia.Bilapada
tahun 1970 sektor pertanian berkontribusi pada perekonomian global sebesar 4,4%, pada tahun 2012
kontribusi sektor pertanian menjadi 3,5%. Di negara berkembang seperti Malaysia dan Thailand yang
memulai pembangunan dari sektor pertanian sebagai penopang perekonomiannya telah mengalami
pergeseranmenjadisektorindustrisebagaipenggerakperekonomian.Padatahun1970,kontribusisektor
pertanian pada perekonomian Malaysia adalah 30% dan pada perekonomian Thailand sebesar 26%.
Padatahun2012,kontribusisektorpertanianterhadapperekonomiannegaranyamengalamipenurunan
menjadi hanya sebesar 10%. Sejalan dengan pertumbuhan barang modal, sektor industri mengalami
perkembangan pesat, kontribusi sektor industri di Malaysia berkembang dari 15% (pada tahun 1970)
menjadi 25% (pada tahun 2012). Thailand secara umum juga mengalami hal yang sama. Kontribusi
sektorindustrinyameningkatsebesar14%,dari16%(padatahun1970)menjadi30%(padatahun2012).
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang, kontribusi sektor pertanian dan
industri manufaktur pada perekonomian menunjukkan pola yang sama dengan negara berkembang,
yaitu cenderung menurun. Pada tahun 2012, sektor pertanian hanya memberikan kontribusi sebesar
1% pada perekonomian Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris. Pada awal pada tahun 1970 kontribusi
sektor industri manufaktur di Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris berturut-turut sebesar 24%, 33%,
dan 27%, namun terus mengalami penurunan berturut-turut sebesar 12%, 19%, dan 10%.
Indonesia juga mengalami pergeseran dalam pola produksinya, dari perekonomian yang didominasi
pertanian menjadi perekonomian yang didominasi industri. Pada tahun 1970 sektor pertanian
berkontribusi sebesar 32,5% terhadap perekonomian Indonesia, namun kontribusinya terhadap
perekonomian nasional terus mengalami penurunan hingga hanya 11,3% pada tahun 2012.
Berbanding terbalik dengan sektor pertanian, sektor industri mengalami perkembangan yang
pesat pada kurun waktu 1970-2012. Pada tahun 1970, peran sektor perindustrian relatif kecil yaitu
sekitar 6,6%. Seiring berjalannya waktu, sektor industri menjadi salah satu sektor yang menopang
perekonomian Indonesia. Sektor industri terus berkembang hingga mampu berkontribusi sebesar
27,4% pada tahun 2005. Namun demikian terjadi penurunan pada kurun waktu 2005-2012. Pada
tahun 2012 sektor industri memberikan sumbangan sebesar 25% terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia.
Turunnya kontribusi sektor-sektor tradisional dalam perekonomian tidak lain disebabkan karena
pertumbuhan yang lebih cepat dari sektor-sektor nontradisional. Berkembangnya teknologi
informasi dan kreativitas juga mengubah proses produksi sektor-sektor nontradisional menjadi
lebih efisien dan ramah lingkungan sehingga produktivitasnya menjadi lebih tinggi dibandingkan
dengan masa sebelumnya.
1.1.1 Tinjauan Peranan Pola Pikir Kreatif
Di masa kini, menjadi kreatif merupakan tuntutan bagi setiap individu supaya dapat bersaing dalam
perekonomian yang semakin kompetitif dan terintegrasi. Pemikiran kreatif dan inovasi merupakan
modal utama yang menentukan daya saing individu maupun sebuah bangsa. Kreativitas mampu
26. 6 Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
mengubah barang yang hanya mengutamakan fungsi menjadi sebuah karya yang unik, penuh estetika,
dan meningkatkan kualitas hidup bagi konsumennya.
Pentingnya pola pikir kreatif di masa depan dikemukakan oleh Daniel H. Pink (2005)1
. Pink
menjelaskan bahwa secara umum telah terjadi pergeseran kebutuhan dalam masyarakat. Pada
abad ke-18 hingga abad ke-20, individu dihadapkan pada keterbatasan sehingga tenaga kerja yang
dibutuhkan adalah tenaga kerja dengan pekerjaan yang bersifat sekuensial, literal, fungsional,
tekstual dan analitik. Namun saat ini dan di masa mendatang kemampuan yang berkaitan dengan
estetika, kontekstual, sintesis, dan visualisasi diyakini sebagai kemampuan yang penting dalam
menggerakkan perekonomian maupun menciptakan kualitas hidup bagi masyarakat.
Beberapa faktor yang mendorong pentingnya pola pikir kreatif di masa mendatang:
1. Abundance.Teknologiyangsemakinmajudanglobalisasiyangmemudahkanmasyarakatuntuk
berinteraksi telah memberikan masyarakat kemudahan untuk mendapatkan kebutuhannya.
Masyarakatmengalamikecukupansumberdayapemuaskebutuhanyangdapatdiproduksioleh
beberapanegara.Halinimengakibatkansetiapindustriyangbergerakdiprodukyangsamaharus
berusahauntukmembuatsesuatuyanguniksehinggatidakmudahdisubstitusiolehproduklain.
2. Asia. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat khususnya di Asia telah mengakibatkan
biaya produksi lebih murah di Asia. Tenaga kerja yang berlimpah menjadikan para pemilik
modal banyak memindahkan usahanya ke Asia karena dengan kualitas yang sama, upah
tenaga kerja lebih murah di Asia.
3. Automation.Tenaga kerja di setiap negara tidak hanya bersaing dengan tenaga kerja di negara
lain, tetapi juga bersaing dengan teknologi. Revolusi industri merupakan salah satu contoh
kasus yang menuntut individu harus rela kehilangan pekerjaannya dan digantikan dengan
mesin.Tantangansaatiniadalahapabilapekerjaankitadapatdigantikanolehkomputer,mesin,
robot, atau teknologi lain, maka kita tidak akan bisa berkompetisi di masa yang akan datang.
Gambar 1 - 2 Perkembangan Era Pemikiran yang Berpengaruh dalam Berbagai Struktur Perekonomian Menurut Pink (2005)
Sumber: Pink (2005)
(1) Daniel H. Pink, Whole New Mind: Moving from the Information Age to the Conceptual Age (Crows Nest, N.S.W: Allen &
Unwin, 2005).
27. 7BAB 1: Pendahuluan
Ketiga hal tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang bagi individu untuk mampu mengubah
pola pikirnya agar dapat menciptakan inovasi yang dibutuhkan oleh pasar. Secara garis besar
kemampuan yang dibutuhkan dalam era konseptual adalah:
1. High Concept, yaitu kemampuan untuk menciptakan keindahan emosional dan artistik,
kemampuanmengenalipola-polaperubahandanpeluang-peluang,kemampuanmenghasilkan
produk yang mampu menceritakan sesuatu dan kemampuan untuk mengombinasikan
ide-ide menjadi penemuan-penemuan baru dan orisinil.
2. High Touch, yaitu kemampuan untuk berempati, memahami cara berinteraksi dalam
suatu komunitas, mampu menemukan kebahagiaan dari diri sendiri dan menularkannya
kepada orang lain, dan kemampuan untuk terus berusaha dalam mengejar tujuan dan
makna hidup.
Untuk memiliki kemampuan tersebut, maka individu diharapkan memiliki enam pemikiran
agar mampu bersaing di masa mendatang:
1. Not just function but also DESIGN. Desain dapat didefinisikan sebagai sifat alami
manusia untuk membentuk dan menjadikan lingkungannya menjadi tempat yang mampu
memenuhi kebutuhannya dan memberikan makna kepada hidup manusia tanpa meniru
era sebelumnya. Desain memberikan kita keunikan dalam meningkatkan kualitas hidup
dan menciptakan produk yang tidak biasa.
2. Not just argument but also STORY. Kemampuan untuk menciptakan suatu produk
yang mampu bercerita dan mampu membuat konsumen terus mengingatnya. Produk-
produk yang mampu bercerita sehingga memberikan daya imajinasi dan menginspirasi
konsumennya menjadi kebutuhan manusia dalam meningkatkan kualitas hidupnya.
3. Not just focus but also SYMPHONY. Simfoni menggambarkan kemampuan untuk
menyatukanide-idemenjadisesuatuyangbernilaidanbermakna.Simfoniadalahkemampuan
untuk menciptakan sesuatu dari hal-hal yang kelihatannya tidak berkaitan menjadi sesuatu
penemuan yang baru.
4. Not just logic but also EMPATHY. Empati berarti kemampuan untuk membayangkan
diri kita pada posisi orang lain dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang tersebut.
Di saat hampir semua pekerjaan dapat dikerjakan oleh komputer, salah satu fungsi yang
tidak dapat digantikan oleh komputer dan teknologi adalah empati.
5. Not just seriousness but also PLAY. Kesuksesan dalam bekerja datang ketika seseorang
menikmati dan mencintai apa yang ia kerjakan. Bekerja pada bidang-bidang yang disukai
akan menciptakan produktivitas tinggi dan kualitas hidup.
6. Not just accumulation but also MEANING. Makna menjadi aspek yang penting dalam
pekerjaan dan hidup masyarakat. Bekerja dan berkreasi seharusnya tidak sekadar menumpuk
pengalaman namun juga memberikan kesenangan dan meningkatkan kualitas hidup.
Pentingnya pola pikir kreatif di masa depan dikemukakan pula oleh Howard Gardner (2006)2
yang menyatakan bahwa di masa mendatang, ada lima pola pikir yang dibutuhkan:
1. Pola pikir disipliner (the Disciplinary Mind);
2. Pola pikir menyintesis (the Synthesizing Mind);
3. Pola pikir kreasi (the Creating Mind);
4. Pola pikir penghargaan (the Respectful Mind);
5. Pola pikir etis (the Ethical Mind).
(2) Howard Gardner, Five Minds for the Future (Boston, Mass: Harvard Business School Press, 2006).
28. 8 Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Di masa depan, pola pikir
kreatif sangatlah penting.
Enam dasar pemikiran
kreatif:
Not just function but also DESIGN,
Not just argument but also STORY,
Not just focus but also SYMPHONY,
Not just logic but also EMPATHY,
Not just seriousness but also PLAY,
Not just accumulation but also MEANING,
akan memimpin dunia.
A Whole New Mind (2005), Daniel H. Pink
29. 9BAB 1: Pendahuluan
Pola pikir disipliner merupakan pola pikir yang bisa didapat dari latihan atau sekolah. Pola pikir
disipliner hanya berfokus pada apa yang sudah dilatih. Sementara itu, pola pikir menyintesis
adalah pola pikir yang mampu untuk memilah informasi yang penting dan yang bukan berasal
dari pengetahuan yang diperolehnya dan dapat dimanfaatkan untuk diri sendiri atau orang
lain. Sedangkan pola pikir kreasi tidak hanya mampu menyaring informasi dan pengetahuan
yang dimiliki, tetapi juga mampu menggunakan informasi untuk menciptakan sesuatu. Orang
kreatif akan menggunakan informasi yang ada sebagai input untuk menciptakan sesuatu. Di sisi
lain, pola pikir penghargaan adalah kemampuan untuk menghargai, bersimpati dan memahami
perbedaan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan pola pikir etis adalah kemampuan
untuk menggabungkan peran dengan baik sebagai individu, sebagai pekerja dan sebagai warga
negara yang baik dan selalu berusaha menjalankan perannya dengan benar untuk mendatangkan
kebaikan bagi lingkungan dan masyarakat.
1.1.2 Perkembangan Konsep dan Definisi Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif memiliki kata kunci, yaitu kata ‘kreatif’ itu sendiri. Bahwa manusia mampu
menghasilkan karya kreatif dalam pekerjaannya tentu bukanlah sebuah gagasan baru. Sejak
zaman pencerahan hingga era modern dengan industrialisasinya, hingga masuk ke era digital
masa kini, pemahaman tentang proses kreatif dan perannya dalam kehidupan bermasyarakat
terus berkembang.
Seni dan budaya manusia telah tumbuh sejak awal peradaban, dan berkembang pesat dalam
peran pentingnya di berbagai tonggak peradaban manusia di masa lalu. Namun, pembabakan
ekonomi kreatif diulas dari zaman modern, yaitu pada Era Pencerahan (Enlightenment)
sebagai asal mula pemikiran dunia modern hingga abad ke-21 sekarang ini. Menurut John
Hartley (2007)3
memetakan evolusi tersebut dalam empat babak, babak yang ditunjukkan
pada Tabel 1-1
Tabel 1 - 1 Evolusi Industri Kreatif
ERA PENCERAHAN
(1700–1850)
ERA INDUSTRIALISASI
(1850–1995)
INDUSTRI KREATIF
AWAL (>1995)
INDUSTRI KREATIF
BARU (>2005)
KONTEKS
EKONOMI
Perdagangan/
Merkantilisme
Industri/
Kapitalisme awal
Informasi/
Kapitalisme global
Kreatif/ Kapitalisme
global
WUJUD
Seni dan
Rasionalitas
Industri dan Media Pasar global
Budaya dan Ilmu
Pengetahuan
NILAI Bakat individu Skala industri HKI Pengguna
AGEN Humanisme sipil Industri budaya
Kelompok kreatif dan
jasa kreatif
Warga-konsumen
ORIENTASI Kesejahteraan Kompetisi Kompetisi
Pertumbuhan dan
Inovasi
INKUBASI Pendidikan Kewirausahaan Branding Karsausaha (startup)
(3) John Hartley, The evolution of the creative industries – Creative clusters, creative citizens and social network markets.
In Proceedings Creative Industries Conference, Asia-Pacific Weeks (Berlin: 2007).
32. 12 Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Perkembangan setiap era bukan berarti pemikiran dan kebijakan yang terkait di dalamnya akan
hilang atau kehilangan relevansinya dalam era selanjutnya, melainkan telah terjadi pergeseran
fokus dari perkembangannya. Sebagai contoh, meskipun HKI menjadi nilai utama dalam industri
kreatif pasca 1995, bukan berarti skala industri tidak lagi menjadi penting. Begitu pula jika
pada era industri kreatif baru setelah tahun 2005 sumber daya utama yang dieksploitasi adalah
penggunanya, namun HKI sebagai sumber daya utama yang dieksploitasi oleh kreativitas tetap
memiliki pengaruh yang besar terhadap pengembangan ekonomi kreatif itu sendiri.
Pada era modern, perkembangan ekonomi kreatif diawali dengan diangkatnya kreativitas rasional
dalam era pencerahan (1650–1850), yang dicirikan dengan masuknya manusia rasional sebagai
subyek utama penggerak dunia. Sosok-sosok seperti Leonardo da Vinci dalam bidang seni, Isaac
Newton dalam ilmu pengetahuan, dan Immanuel Kant dalam filsafat menjadi tonggak-tonggak
pemikiran era tersebut. Dalam era ini, perkembangan peradaban dunia masih berpusat di negara-
negara Eropa, terutama Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia. Pada titik ini, kreativitas manusia
mendapatkan tempat khusus dalam wujud seni dan rasionalitas. Kreativitas dipahami dalam
wujud tersebut dan bakat individual dianggap sebagai sumber nilai utama dalam kreativitas ini.
Bentuk penerapan pengembangan ekonomi kreatif era pencerahan (1650–1850)
dalam kelembagaan
StatuteofAnn(1710).StatuteofAnnmemperkenalkanduakonsepbarumengenaihakcipta,yaitupe-
nulismenjadipemilikhakciptadanprinsipperlindunganuntukjangkawaktutertentubagikaryayang
diterbitkan.DinamakanStatuteofAnnkarenaundang-undanginidisahkanketikamasapemerintahan
RatuAnn.StatuteofAnnmenjadiawalbagiperkembanganundang-undanghakciptadimasaberikutnya.
Royal Society of Arts (1754). Salah satu badan hibah terkemuka di dunia adalah Royal Society
of Arts, atau RSA. RSA didirikan pemerintah Inggris pada tahun 1754 di Covent Garden Coffee.
William Shipley, seorang ahli gambar di Northampton, menggagas ide untuk menggunakan ‘premi’
untukmendukungperbaikandalamseniliberaldanilmupengetahuandemikebaikanbersama.Premi
pertama diberikan pada tahun 1756. RSA kemudian dikenal sebagai masyarakat untuk mendorong
seni, manufaktur, dan perdagangan. RSA inilah yang akhirnya berkembang menjadi bibit-bibit awal
kebijakan perekonomian kreatif berlandaskan seni dan perdagangan.
Perkembangan ekonomi kreatif selanjutnya adalah masa industrialisasi kreativitas dalam era
industri (1850–1995). Memasuki akhir abad ke-19, industri dan media massa mulai berkembang
secara pesat. Jika sebelumnya bakat individu merupakan nilai yang diagungkan, kini skala
besar yang dapat dicapai oleh mesin-mesin industrial dinilai lebih berharga, namun pada titik
ini pulalah industri budaya terlahir. Dalam era ini, terjadi pergerakan pusat keadidayaan dunia
dari Eropa menuju Amerika Serikat dengan adanya eksplorasi baru industri dan media di
Amerika Serikat. Seiring dengan berkembangnya gagasan mengenai “American Dream”, yaitu
gagasan bahwa setiap manusia adalah makhluk bebas yang berhak untuk meraih kesuksesan,
maka era ini dicirikan oleh meningkatnya gagasan-gagasan kewirausahaan, dan kreativitas yang
meningkatkan kualitas hidup. Kreativitas tidak lagi dipahami sebagai campur tangan aristokrasi
untuk mengembangkan seni dan budaya, namun dalam penerapannya pada kewirausahaan dan
kompetisi industri itu sendiri.
33. 13BAB 1: Pendahuluan
Bentukpenerapanpengembanganekonomikreatifperiode1850–1995dalamkelembagaan
The Berne Convention (1886). The Berne Convention merupakan kesepakatan internasional
tertua di bidang hak cipta. Tujuan konvensi ini antara lain menghendaki para penandatangannya
untuk mengakui hak cipta karya penulis dari negara-negara penandatangan lain (dikenal sebagai
anggota Berne Union) dengan cara yang sama seperti mengakui hak cipta warga negaranya
sendiri. Hak cipta tersebut meliputi perlindungan hukum untuk karya sastra asli dan artistik.
The Berne Convention telah mengalami beberapa kali revisi dan perubahan. Revisi terakhir
dilakukan di Paris pada tanggal 24 Juli 1971. Amandemen atau perubahan dilakukan pada
tanggal 28 September 1979. Konvensi Berne saat ini dikelola oleh World Intellectual Property
Organization (WIPO).
The British Council (1934). The British Council didirikan pada tahun 1934, saat Eropa sedang
dalam masa perubahan antara dua peperangan. Keputusan pembentukan The British Council
dilandasi misi untuk menyebarkan dan memperkuat pengaruh Inggris melalui hubungan
budaya dari waktu ke waktu, mempromosikan apresiasi terhadap budaya dan peradaban Ingg
ris secara luas dengan mendorong pertukaran budaya, pendidikan, dan lainnya antara Inggris
dengan negara lain.
The Goethe Institute (1951). The Goethe Institute didirikan pada tahun 1951 untuk
menggantikan Akademi Jerman (Deutsche Academy). Pada tahun 1959-1960 Goethe Institute
berinisiatif mengambil alih semua lembaga budaya Jerman. Pada tahun 1970, Departemen Luar
Negeri Jerman mengembangkan ‘prinsip untuk kebijakan budaya asing’-nya. Karya budaya
yang melibatkan dialog dan kemitraan dinyatakan pilar ketiga kebijakan luar negeri Jerman.
Selama era Willy Brandt, konsep ‘budaya diperpanjang’ membentuk dasar dari kegiatan di
Goethe Institute. Tahun 1976, Kantor Luar Negeri dan Goethe Institute menandatangani
kesepakatan umum yang mengatur bahwa status Goethe Institute selanjutnya merupakan
organisasi budaya independen.
OECD (1961). The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) secara
resmi berdiri pada 1961, setelah Kanada dan Amerika Serikat menandatangani konvensi OECD
pada 14 Desember 1960. Sebelumnya, OECD merupakan The Organisation for European
Economic Cooperation (OEEC) yang didirikan pada tahun 1948 dengan tujuan untuk
merekonstruksi dunia yang porak poranda akibat perang. Setelah OECD berdiri, negara-negara
lain mulai bergabung dengan OECD. Saat ini ada 34 negara yang bergabung dengan OECD.
OECD juga bekerja sama dengan beberapa negara nonanggota, seperti Rusia, Brazil, China,
India, Indonesia, dan Afrika Selatan melalui program “enhanced engagement”. Bersama sekitar
40 negara ini, OECD menyumbang 80% dari perdagangan dunia dan investasi, memberikan
peran penting dalam mengatasi tantangan yang dihadapi perekonomian dunia.
WIPO (1974). World Intellectual Property Organization (WIPO) telah mengalami jalan
panjang sebelum akhirnya resmi terbentuk menjadi WIPO, sebuah badan khusus sistem
organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan mandat untuk mengelola kekayaan intelektual
yang diakui oleh negara-negara anggota PBB. WIPO merupakan organisasi perkembangan dari
United International Bureaux for the Protection of Intellectual Property (dalam akronim bahasa
Perancis disebut BIRPI). Organisasi ini juga merupakan perkembangan dari konvensi Perancis
dan konvensi Berne yang telah dilakukan pada tahun 1883 dan 1886. Saat ini WIPO mengelola
34. 14 Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
sekitar 26 perjanjian melalui anggotanya dan sekretariat dengan tujuan untuk menyelaraskan
undang-undang kekayaan intelektual, menyediakan layanan aplikasi internasional untuk hak
kekayaan intelektual, bertukar informasi kekayaan intelektual, memberikan bantuan hukum
dan teknis, memfasilitasi penyelesaian sengketa kekayaan intelektual pribadi, dan mengadvokasi
teknologi informasi sebagai alat untuk menyimpan, mengakses, dan menggunakan informasi
kekayaan intelektual yang berharga.
Perkembangan ekonomi kreatif selanjutnya ditandai dengan globalisasi kreativitas sebagai industri
kreatif (pasca 1995). Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dunia serta sistem
transportasi yang semakin mudah dan terjangkau menghantarkan dunia pada era globalisasi.
Memasuki era globalisasi, industri kreatif pertama yang muncul pada akhir tahun 1990-an
mulai mengambil pasar global sebagai target utamanya. Pada era ini pulalah invasi soft power
bermunculan dengan lebih tegas, digerakkan oleh berbagai kelompok kreatif dan penyedia jasa
kreatif. Dalam pasar-pasar baru yang bermunculan di era global ini, kompetisi masih menjadi
orientasi dasar dari kreativitas.
Dalam era ini, industri kreatif dicirikan terutama oleh pemanfaatan HKI sebagai sebuah sumber
daya baru yang tidak terbatas, yaitu sumber daya intelektual. Hal ini menjadikan industri-industri
hiburan di Amerika seperti Hollywood dan MTV, barang-barang konsumsi ringan seperti Coca-
Cola, McDonalds, dan KFC, serta tokoh-tokoh pahlawan super karya Marvel dan DC Comics
ikon yang makin mendunia. Hal ini didukung oleh Howkins (2001)4
, yang menyatakan bahwa
konsep ekonomi kreatif muncul pada tahun 1990-an sebagai suatu cara untuk memberikan
penghargaan terhadap industri budaya dan industri-industri yang berfokus pada “isu konseptual”
dan hak kekayaan intelektual.
Literatur mengenai ekonomi kreatif di dunia memperlihatkan adanya dua pendapat utama
mengenai pendefinisian ekonomi kreatif, yang pertama menggunakan terminologi industri seni
(art industry/creative art industry) dan yang kedua menggunakan terminologi industi budaya
(culture industry). Horkheimer & Adorno (2001)5
pertama kali menggunakan terminologi
industri budaya untuk membedakan antara industri yang bergerak pada bisnis hiburan seperti
penyiaran, film, percetakan, musik rekaman, dengan industri yang bersifat semi art seperti
seni pertunjukan, museum dan galeri. Pemahaman ini berasal dari pengertian industri yang
berfokus pada budaya seperti yang didefiniskan oleh UNESCO, Council of Europe (1978)
dan French Cultural Policy (1980). Sementara terminologi ekonomi kreatif sebagai kesatuan
antara industri seni kreatif dan budaya berasal dari inisiatif Greater London Council (GLC)
dan komite kota lainnya di Inggris. Menurut Galloway dan Dunlop (2007)6
, secara umum
konsep tentang ekonomi kreatif meliputi lima aspek, yaitu kreativitas, hak kekayaan intelektual,
barang-barang simbolik atau makna simbolik bernilai guna, dan metode produksi.
(4) John Howkins, The Creative Economy: How People Make Money from Ideas (London: Penguin, 2002).
(5) Max Horkheimer dan Theodor W. Adorno, Dialectic of Enlightenment (New York: Continuum, 2001).
(6) Susan Galloway dan Stewart Dunlop, “A Critique of Definitions of the Cultural and Creative Industries in Public
Policy,” International Journal of Cultural Policy 13, no. 1 (2007), hlm. 17-31.
35. 15BAB 1: Pendahuluan
Penerapan Ekonomi Kreatif dalam pembuatan produk, kebijakan dan lembaga pada
era Globalisasi Kreativitas dalam Industri Kreatif Pertama Pasca 1995
Internet untuk Umum (1994). Lahirnya browser grafis seperti Netscape Navigator dan disusul
oleh Internet Explorer menandakan awal mula adopsi penggunaan Internet oleh masyarakat luas.
DCMS (1997). Department of Culture, Media, and Sport (DCMS) merupakan departemen
pemerintahan Inggris yang menambah fungsi dari departemen yang telah ada sebelumnya,
yaitu Department of National Heritage. DCMS berdiri tahun 1997 di saat pemerintahan
Tony Blair. DCMS merupakan satu dari departemen-departemen baru yang ditugaskan untuk
mengatur industri kreatif, bertanggung jawab untuk melakukan pemetaan terhadap industri
kreatif yang ada pada tahun 1998, kemudian menindaklanjuti laporan tersebut di tahun 2001.
Dokumen pemetaan 1998 adalah upaya sistematis pertama untuk mendefinisikan dan mengukur
industri kreatif yang dirancang baik untuk mengumpulkan data tentang industri, maupun
mensosialisasikan pemahaman industri kreatif secara lebih mendalam dengan harapan bahwa
politisi, jurnalis, investor, akademisi dan pejabat pemerintah dapat memahami industri kreatif.
Pemetaan tersebut membuktikan bahwa industri kreatif menyumbang 4 % dari GDP di Inggris,
7,5 milyar Euro dari ekspor, dan menyerap hampir satu juta tenaga kerja.
Google (1998). Empat tahun setelah Internet lazim digunakan, mesin pencari raksasa pertama
muncul. Lahirnya Google merupakan inovasi tersendiri dalam penggunaan Internet, memudahkan
navigasi dan pencarian informasi online secara signifikan.
DMCA (1998). Digital Millennium Copyright Act adalah hukum hak cipta Amerika Serikat
yang mengimplementasikan dua perjanjian dari WIPO, yaitu WIPO Copyright Treaty dan
WIPO Performances and Phonograms Treaty. DMCA disahkan secara resmi pada tanggal
28 Oktober 1998 oleh Presiden Bill Clinton. DMCA ini terdiri atas lima bagian, antara lain:
Bagian 1: WIPO Copyright and Performances and Phonograms Treaties Implementation Act
of 1998;
Bagian 2: Online Copyright Infringement Liability Limitation Act;
Bagian 3: Computer Maintenance Competition Assurance Act;
Bagian 4: Enam ketentuan lainnya, yang berkaitan dengan fungsi kantor hak cipta, pendidikan
jarak jauh, pengecualian dalam hukum hak cipta untuk perpustakaan dan untuk
membuat rekaman singkat, “webcasting” untuk rekaman suara dari Internet, dan
penerapan yang kolektif dari kewajiban perjanjian perundingan dalam hal transfer
hak dalam film;
Bagian 5: Vessel Hull Design Protection Act.
KEA (1999). KEA European Affairs adalah perusahaan peneliti dan penasihat berbasis di Brussels
yang mengkhususkan diri dalam memberikan nasihat, dukungan, dan penelitian tentang industri
kreatif, budaya, hiburan, media, dan olahraga sejak 1999. Layanan KEA meliputi penelitian
dan analisis, strategi urusan publik, hubungan masyarakat, penggalangan dana, manajemen
jaringan dan acara. Klien KEA cukup beragam mulai dari UKM hingga perusahaan berprofil
tinggi, instansi pemerintah, otoritas lokal dan regional, LSM, lembaga-lembaga Uni Eropa,
dan asosiasi perdagangan.
36. 16 Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Wikipedia dan Kolaborasi Massal (2001). Lahirnya Wikipedia dan sistem-sistem wiki lainnya
membuat pengaturan data dan ilmu pengetahuan di Internet menjadi jauh lebih mudah dan
bermanfaat. Lebih dari itu, model ini membuka mata masyarakat dan para pelaku industri
bahwa model kompetisi individualistik yang begitu diagungkan pada masa-masa sebelumnya
mulai usang. Di era ini, kolaborasi massal dan pembentukan komunitas untuk kinerja agung
menyangkut kepentingan bersama menjadi sesuatu yang kian penting dan relevan. Lima tahun
setelah Wikipedia lahir, para pemikir seperti Tapscott dan Williams serta para advokat Peer-
to-Peer mulai mendengungkan konsep-konsep ekonomi baru berlandaskan kolaborasi massal.
Web 2.0 dan Media Sosial (2004). Lahirnya Facebook pada tahun 2004 dan Twitter pada
tahun 2006 menandai era Web 2.0, atau orientasi pemanfaatan Internet sebagai media sosial.
Makin meluasnya penggunaan media sosial mengubah lanskap ekonomi kreatif secara signifikan,
dan siapapun kini bisa menjadi orang kreatif dengan memanfaatkan media sosial sebagai jalur
distribusi maupun pengembangan komunitas. Adanya media sosial menghantarkan sebuah gaya
hidup digital baru yang semakin menjamur di masyarakat, mengubah cara industri dalam beriklan
dan memasarkan produknya maupun orientasi berbagai gadget dan kartu telekomunikasi yang
diproduksi.
Ekonomi kreatif terus berkembang seiring perkembangan teknologi informasi yang mengakibatkan
terjadinya kolaborasi global dan kesamarataan baru dalam era industri kreatif baru (pasca 2005).
Memasuki abad 21, dengan munculnya Web 2.0 atau Internet dua arah telah memungkinkan
masyarakat untuk tidak hanya mengonsumsi namun juga memproduksi karya dan informasi
melaluinya. Dalam era baru ini, kelahiran wujud kreativitas baru dalam industri kreatif terjadi yaitu
wujud kreativitas yang diambil bukan lagi pasar global, namun budaya dan ilmu pengetahuan yang
unik dan baru. Kita mulai melirik kembali nilai-nilai tradisi lokal sebagai sumber daya intelektual,
serta ceruk-ceruk pasar maupun kewirausahaan baru di tempat-tempat yang sebelumnya jarang
dianggap di luar monolit budaya populer Amerika dan Jepang.
Lahirnya berbagai jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter makin menempatkan pengguna
sebagai nilai pusat industri kreatif, dan warga-konsumen inilah yang juga merupakan agen penghasil
nilai utama bagi industri kreatif baru ini. Dalam industri kreatif yang didorong oleh jejaring sosial
semacam ini, persaingan tidak lagi menjadi orientasi kreativitas. Sebaliknya, budaya kolaborasi
massal yang berorientasikan pertumbuhan dan inovasi menjadi mentalitas yang diutamakan,
sebuah mentalitas baru yang telah menghasilkan situs-situs seperti Wikipedia dan lainnya.
Pada masa lalu, pemikiran mengenai konsep industri kreatif adalah bahwa produk-produk yang
berasal dari seni budaya dan kreativitas hanya bertujuan untuk kepuasan jiwa atau bagian dari
seremonial budaya. Namun dalam perjalanannya, industri kreatif tidak hanya menghasilkan
produk-produk tersebut, tetapi juga mulai menghasilkan produk-produk yang penting dalam
kehidupan sehari-hari. Industri kreatif menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar dari rata-
rata pertumbuhan ekonomi global, termasuk juga kontribusinya dalam penciptaan lapangan
pekerjaan, nilai tambah, dan jumlah usaha (Potts & Cunningham, 2007)7
. Bahkan dewasa ini,
ekspor produk kreatif dunia terus menunjukkan peningkatan (UNCTAD, 2013).
(7) Jason Potts dan Stuart Cunningham, “Four Models of the Creative Industries,” International Journal of Cultural Policy 14,
no. 3 (2008), hlm. 233-47.
37. 17BAB 1: Pendahuluan
Sejalan dengan perkembangannya, maka pendekatan definisi ekonomi kreatif di setiap negara
berbeda, namun semua mengaitkan ekonomi kreatif dengan industri kreatif. Industri kreatif
adalah industri yang dihasilkan dari pemanfaatan kreativitas, keahlian dan bakat individu untuk
menciptakan nilai tambah, lapangan kerja dan peningkatan kualitas hidup. Beberapa contoh
pendekatan definisi ekonomi kreatif di dunia:
1. Department for Culture, Media and Sport (DCMS) Inggris, mengklasifikasikan industri
kreatif ke dalam industri yang berbasis budaya dan hak cipta.
2. Symbolic Text Model, mengklasifikasikan industri kreatif menjadi industri berbasis
budaya inti, industri kultural periferal dan industri budaya perbatasan.
3. WorldIntellectualPropertyOrganization(WIPO),menggunakanpendekatanhakkekayaan
intelektual meliputi jenis industri yang memiliki hak cipta seperti periklanan, piranti lunak,
dan lain-lain. Metode ini banyak diaplikasikan di Negara Uni Eropa dan Amerika Serikat
4. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), mendefinisikan
industri kreatif sebagai aktivitas yang berpusat pada pengetahuan, berfokus namun tidak
terbatas pada seni, memiliki potensi untuk menghasilkan pendapatan dari hasil penjualan
atau hak kekayaan intelektual.
5. United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO),
membedakan ekonomi kreatif menjadi core cultural domains meliputi museum, galeri, seni
pertunjukan, festival, desain, penerbitan, televisi dan radio, film and fotografi dan media
interaktif; dan expanded cultural domains meliputi alat musik, peralatan sound system,
arsitektur, periklanan dan peralatan cetak, piranti lunak, dan perangkat keras audio visual.
6. Americans for the Arts Model, memasukkan periklanan, arsitektur, sekolah dan jasa
seni, desain, film, museum, kebun binatang, musik, seni pertunjukan, penerbitan, tv dan
radio serta seni rupa sebagai bagian dari industri kreatif.
Berdasarkan perkembangan konsep dan definisi mengenai ekonomi kreatif, maka ekonomi kreatif
dapat didefinisikan sebagai
““penciptaan nilai tambah berbasis ide yang lahir dari
kreativitas sumber daya manusia (orang kreatif) dan
berbasis pemanfaatan ilmu pengetahuan, termasuk
warisan budaya dan teknologi.
Sumber daya utama dalam ekonomi kreatif adalah kreativitas (creativity) yang didefinisikan
sebagai kapasitas atau kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang unik,
menciptakan solusi dari suatu masalah atau melakukan sesuatu yang berbeda dari pakem (thinking
outside the box). Kreativitas merupakan faktor yang menggerakkan lahirnya inovasi (innovation)
dengan memanfaatkan penemuan (invention) yang sudah ada.
Inovasi merupakan transformasi atau implementasi dari ide atau gagasan berdasarkan kreativitas
dengan memanfaatkan penemuan-penemuan yang ada untuk menghasilkan produk atau proses
yang lebih baik, bernilai tambah, dan bermanfaat. Sedangkan penemuan adalah menciptakan
sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya dan diakui sebagai karya yang memiliki fungsi unik.
Oleh karena itu, kreativitas sangat penting dalam mendorong lahirnya inovasi-inovasi yang
berdaya guna dan berdaya saing.
38. 18 Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Ekonomi kreatif erat kaitannya dengan industri kreatif, namun ekonomi kreatif memiliki cakupan
yang lebih luas dari industri kreatif. Ekonomi kreatif merupakan ekosistem yang memiliki
hubungan saling ketergantungan antara rantai nilai kreatif (creative value chain); lingkungan
pengembangan (nurturance environment); pasar (market) dan pengarsipan (archiving). Ekonomi
kreatif tidak hanya terkait dengan penciptaan nilai tambah secara ekonomi, tetapi juga penciptaan
nilai tambah secara sosial, budaya dan lingkungan. Oleh karena itu, ekonomi kreatif selain dapat
meningkatkan daya saing, juga dapat meningkatkan kualitas hidup Bangsa Indonesia.
Industri kreatif merupakan bagian atau subsistem dari Ekonomi Kreatif, yang terdiri dari core
creative industry, forward dan backward linkage creative industry. Core creative industry adalah
industri kreatif yang penciptaan nilai tambah utamanya adalah pemanfaatan kreativitas orang
kreatif. Dalam proses penciptaan nilai tambah tersebut, core creative industry membutuhkan output
dari industri lainnya sebagai input. Industri yang menjadi input bagi core creative industry disebut
sebagai backward linkage creative industry. Output dari core creative industry juga dapat menjadi
input bagi industri lainnya, yang disebut sebagai forward linkage creative industry. Dengan melihat
keterkaitan antar kelompok industri sebagai core creative industry, backward dan forward linkage
industry, maka dapat disimpulkan bahwa antara 15 kelompok industri kreatif saling beririsan
walaupun setiap kelompok industri memiliki karakteristik industri yang berbeda.
Industri kreatif merupakan penggerak penciptaan nilai ekonomi pada era ekonomi kreatif.
Dalam proses penciptaan nilai kreatif, industri kreatif tidak hanya menciptakan transaksi
ekonomi, tetapi juga transaksi sosial dan budaya. Proses umum yang terjadi dalam rantai nilai
kreatif adalah kreasi-produksi-distribusi-komersialisasi, namun setiap kelompok industri kreatif
memiliki rantai nilai kreatif yang berbeda. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka industri
kreatif didefinisikan sebagai
““industri yang menghasilkan output dari pemanfaatan
kreativitas, keahlian, dan bakat individu untuk
menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan
peningkatan kualitas hidup.
Inovasi Desain Lampu Menggunakan Limbah Pipa Besi Karya Bierko
Foto: Ria Pitaloka Sumber: Indonesia Kreatif
39. 19BAB 1: Pendahuluan
Tabel 1 - 2 Konsep dan Klasifikasi Ekonomi Kreatif di Dunia
1. DCMS MODEL
2. SYMBOLIC
TEXTS MODEL
3. CONCENTRIC CIRCLES MODEL
Advertising
Architecture
Art and antiques market
Crafts
Design
Fashion
Film and video
Music
Performing arts
Publishing
Software
Television and radio
Video and computer games
Core cultural industries
Advertising
Film
Internet
Music
Publishing
Television and radio
Video and computer games
Peripheral cultural
industries
Creative arts
Borderline cultural
industries
Consumer electronics
Fashion
Software
Sport
Core creative
arts
Literature
Music
Performing
arts
Visual arts
Other core
cultural
industries
Film
Museums and
libraries
Wider cultural
industries
Heritage services
Publishing
Sound recording
Television and radio
Video and
computer games
Related
industries
Advertising
Architecture
Design
Fashion
4. WIPO COPYRIGHT MODEL
5. UNESCO
INSTITUTE FOR STATISTICS MODEL
6. AMERICANS FOR
THE ARTS MODEL
Core copyright
industries
Advertising
Collecting societies
Film and video
Music
Performing arts
Publishing
Software
Television and radio
Visual and
graphic art
Partial copyright
industries
Architecture
Clothing, footwear
Design
Fashion
Household goods
Toys
Interdependent
copyright
industries
Blank recording
material
Consumer
electronics
Musical
instruments
Paper
Photocopiers,
photographic
equipment
Industries in core cultural domains
Museums, galleries, libraries
Performing arts
Festivals
Visual arts, crafts
Design
Publishing
Television, radio
Film and video
Photography
Interactive media
Industries in expanded cultural domains
Musical instruments
Sound equipment
Architecture
Advertising
Printing equipment
Software
Audio-visual hardware
Advertising
Architecture
Arts schools and
services
Design
Film
Museums, zoos
Music
Performing arts
Publishing
Television and radio
Visual arts
Sumber: UNCTAD (2013)
40. 20 Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Gambar 1 - 3 Sejarah Perkembangan Ekonomi Kreatif Dunia
42. 22 Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
1.1.3 Peranan Ruang dan Kota Kreatif dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif
Sebagaimana ekonomi kreatif dan industri kreatif merupakan gagasan-gagasan yang dinamis,
demikian juga gagasan mengenai kota kreatif. Sejarah pemikiran kota kreatif, mulai dari gagasan
mengenai diperlukannya ekologi kreatif, demografi kreatif, keterkaitan kota dan kreativitas, hingga
diciptakannya indeks pengukuran kuantitatif akan tingkat kreativitas sebuah kota merupakan
evolusi pemikiran yang hingga saat ini masih terus berkembang.
1. Pemikiran dan Inisiatif Pengembangan Kota Kreatif
Sebagaimana telah kita singgung sebelumnya, memasuki abad ke-21, istilah Ekonomi Kreatif
mulai diperkenalkan dan menjadi topik pembahasan yang serius. John Howkins (2002)8
, seorang
ekonom asal Inggris, merupakan salah satu yang pertama menggunakan istilah ekonomi kreatif.
Ia menulis dalam bukunya bahwa baik kreativitas maupun ekonomi sama-sama sudah ada sejak
lama, namun sifat dan hubungan antar keduanya dalam membentuk nilai tambah adalah suatu
hal yang baru. Howkins berbicara mengenai bagaimana penghasilan Inggris dari subsektor musik
lebih besar dari penghasilan industri penjualan mobil, serta bagaimana industri-industri berbasis
HKI di Amerika Serikat mengekspor lebih banyak daripada seluruh sektor industri lainnya,
termasuk pertanian, otomotif, pesawat terbang, dan lain sebagainya.
Pada tahun 2009, Howkins merilis buku keduanya yang berjudul Creative Ecologies9
. Dalam buku
ini, Howkins memetakan bagaimana ekonomi kreatif sangat terkait dengan kondisi perekonomian,
keragaman sosial, kemampuan adaptasi dan penerimaan perubahan, serta kapasitas pembelajaran
dari masyarakat yang terlibat dalam aktivitas ekonomi. Dalam buku ini, Howkins menyebutkan
beberapa faktor kunci yang dapat membuat ekonomi kreatif berkembang dengan subur:
1. Kebebasan berbicara dan berekspresi dari suatu negara, termasuk tingkat dan jenis sensor
yang diberlakukan pemerintah;
2. Tingkat pendidikan masyarakat;
3. Budaya kolaborasi dari para pelaku, termasuk kolaborasi lintas bidang;
4. Wawasan manajemen dan kewirausahaan dari para pelaku;
5. Geliat kota, termasuk bagaimana kota diberlakukan sebagai pusat budaya dan seni;
6. Akses Internet yang memadai, termasuk kecepatan dan kemerataan akses.
Selain pemikiran Howkins, terdapat beberapa pemikiran serta inisiatif lainnya mengenai
pengembangan kota kreatif, seperti yang diungkapkan oleh Richard Florida (2002)10
dan Charles
Landry (2000), termasuk inisiatif yang dilakukan oleh UNESCO untuk mengembangkan Creative
Cities Network, dan juga The British Council untuk mengembangkan Creative Cities.
A. Richard Florida: Demografi Kelas Kreatif (Creative Class)
Salah satu tonggak pemikiran mengenai kota sebagai pusat pengembangan ekonomi kreatif di
dunia bersumber dari teori yang dikembangkan oleh Richard Florida pada tahun 2002 dalam
bukunya The Rise of the Creative Class. Florida memetakan peran kreativitas dalam perkembangan
masyarakat, khususnya di Amerika Serikat. Lebih jauh lagi, Florida juga menyatakan bahwa Kelas
Kreatif inilah yang nantinya berpotensi untuk mengembangkan jutaan lapangan pekerjaan baru,
yang dapat memenuhi hingga 40% populasi masyarakat di Amerika Serikat.
(8) John Howkins, The Creative Economy: How People Make Money from Ideas (London: Penguin, 2002).
(9) John Howkins, TheCreativeEcologies:WhereThinkingIsaProperJob (St Lucia: Qld University of Queensland Press, 2009).
(10) Richard L. Florida, The Rise of the Creative Class: And How It’s Transforming Work, Leisure, Community and Everyday
Life (New York: Basic Books, 2002).
43. 23BAB 1: Pendahuluan
Florida membagi Kelas Kreatif menjadi dua golongan:
1. Golongan Inti Super-Kreatif. Golongan ini merupakan golongan pekerja kreatif yang tugas
utamanya adalah berkreasi dan berinovasi dalam menghasilkan produk-produk komersial.
Mereka yang bergerak di bidang Iptek, penelitian, pemrograman, dan sejenisnya termasuk
dalam golongan ini, demikian pula dengan para desainer serta para pekerja seni dan media.
2. Golongan Profesional Kreatif. Golongan ini tidak menghasilkan karya-karya kreatif
secara langsung, namun lebih berkutat dengan ilmu pengetahuan dan dapat mengambil
manfaat kreativitas dengan mengembangkan cara-cara kreatif untuk memecahkan
masalah. Yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang bergerak di bidang
layanan kesehatan, bisnis dan keuangan, hukum, pendidikan, dan sejenisnya.
Kedua golongan ini dikategorikan oleh Florida sebagai kelas kreatif karena inti dari pekerjaan
mereka adalah menciptakan inovasi dalam kehidupan bermasyarakat. Merekalah yang menjadi
penggerak utama ekonomi kreatif, dengan peran mereka yang mampu mengolah berbagai macam
ilmu pengetahuan dengan kreatif hingga mengembangkan inovasi yang dapat memberikan solusi
bagi permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Dalam prakteknya, para anggota kelas kreatif ini juga cenderung memiliki pemikiran di luar
kebiasaan lama atau pakem lama (out-of-the box), berpakaian lebih santai, dan bekerja dengan
waktu dan lokasi geografis yang lebih fleksibel. Mereka cenderung lebih terbuka terhadap perbedaan
dan pemikiran-pemikiran baru, dan menuntut kemandirian yang lebih tinggi dalam pekerjaan
mereka dibandingkan para pekerja organisasi konvensional yang masuk pagi dan pulang sore.
Menurut pengamatan Florida, demografi kelas masyarakat semacam ini sedang tumbuh dan
berkembang, terutama di wilayah perkotaan. Namun, tidak semua wilayah perkotaan berkembang
dengan intensitas demografi kelas kreatif yang sama. Untuk mengukur tingkat kreativitas
masyarakat dalam kota, Florida menetapkan indeks kreativitas, yang ditentukan oleh empat faktor:
1. Jumlah lapangan pekerjaan kreatif yang ada di kota tersebut;
2. Tingkat inovasi, yang diukur dari jumlah paten terdaftar per kapita;
3. Jumlah industri berteknologi tinggi di kota tersebut, yang diukur dengan Tech-Pole Index;
4. Keragaman dan keterbukaan masyarakat dalam menerima keragaman, yang diukur
dengan Gay Index;
Bagi Florida, perkembangan metropolitan serta budaya dan teknologi merupakan hal yang
menentukan tingkat kreativitas, inovasi, dan produktivitas dari kota tersebut. Pemikiran inilah
yang pada akhirnya berpadu dengan pemikiran rancang kota sebagai pusat kreativitas dan
berkembang menjadi serangkaian pemikiran kota kreatif yang berkembang saat ini.
B. Charles Landry: Keterkaitan Kota dan Kreativitas
Di sisi lain, konsep kota kreatif memiliki akar kuat pada berbagai studi tentang peran budaya
dalam merevitalisasi kehidupan sosial dan ekonomi kota yang dilakukan pada dekade 1980-an di
Eropa. Pada dekade tersebut terjadi konsumerisme global yang meningkat, didukung oleh aliansi
Reagan dan Thatcher yang mendorong hal ini. Sejak itu, geliat-geliat kreatif mulai bermunculan
di kota-kota di Eropa, baik yang mendukung budaya konsumerisme dengan tren musik dan mode
yang baru, maupun yang menentangnya dengan gerakan-gerakan punk dan “Do it Yourself “
(D.I.Y). Kota-kota yang menjadi pusat kreativitas ini lantas mendapat perhatian khusus dari para
pemikir dan para pembuat keputusan perancangan kota.
44. 24 Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025
Inggris merupakan pelopor dengan pemikir-pemikir berpengaruh seperti Nick Garnham, Charles
Landry, Ken Worpole dan Geoff Mulgan. Ken Worpole dan Geoff Mulgan memberikan pengaruh
signifikan dalam pengembangan strategi industri budaya di kota-kota industri Inggris dengan
memperlihatkan potensi ekonomi dan politik dari pengembangan industri budaya. Industri budaya
dipandang sebagai jawaban dari permasalahan lapangan pekerjaan, identitas di era globalisasi,
dan inklusi sosial yang dihadapi kota-kota tersebut.11
Konsep kota kreatif mulai dikenal pada tahun 1988 ketika sebuah seminar yang diadakan oleh
Australia Council, the City of Melbourne, dan the Ministry of Planning and Environment of
Victoria mengangkat tema “Creative City”. Seminar tersebut mengupas bagaimana sebuah kota
sebaiknya tidak hanya efisien secara ekonomi dan memiliki kesetaraan sosial, namun juga harus
menginspirasi munculnya kreativitas dan memberikan kepuasan emosional. Studi mengenai
kota kreatif yang lebih komprehensif dipublikasikan oleh Charles Landry dengan think tank-
nya bernama Comedia (1991)12
sebagai upaya untuk mengoptimalkan potensi aset budaya kota
Glasgow, Skotlandia dan menggunakannya untuk meningkatkan perekonomian dan kualitas
hidup kota tersebut.
Pokok-pokok pemikiran mengenai Kota Kreatif menurut Charles Landry (2000)13
antara lain:
1. Makna kreativitas seringkali dibatasi oleh asosiasinya yang kental terhadap seni. Makna
sebenarnya dari kreativitas adalah eksperimentasi, orisinalitas, melihat masalah dari
sudut yang berbeda, kemampuan untuk menulis ulang peraturan, sesuatu yang tidak
konvensional, kemampuan berpikir dari prinsip dasar, kemampuan memvisualisasi dan
berimajinasi mengenai scenario ke depan dan solusi dari masalah, menemukan persamaan
di tengah perbedaan, dan melihat masalah secara lateral dan fleksibel. Kreativitas adalah
sikap mental (mindset) yang memunculkan inovasi dan pengembangan, memaksimalkan
peluang, dan memberikan nilai tambah dalam berbagai bidang kehidupan;
2. Seni bukanlah sebuah kategori khusus, melainkan suatu kemampuan untuk
menginterpretasikan dunia secara kreatif dan menyelesaikan masalah melalui keterampilan
(skill). Keterampilan merupakan alat (tool) utama dalam mentransformasikan input
kreatif menjadi produk dan solusi. Keterampilan berkenaan dengan pemahaman dan
kemampuan praktis mengenai suatu hal atau materi yang didapatkan melalui latihan,
metode, pengulangan, dan “trial and error”;
3. Definisi kota dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain:
a. Sebuah area dengan batas geografis yang memiliki karakteristik alam tertentu;
b. Sebuahartefakyangmerupakanlingkungandaninfrastrukturyangdibangunolehmanusia;
c. Sebuah komunitas dari orang-orang sebagai organisasi yang hidup dengan karateristik
tertentu dan terlibat dalam dinamika sosial dan ekonomi;
d. Sebuah tempat, kelompok-kelompok masyarakat, dan sistem aktivitas ekonomi yang
diatur oleh prinsip dan peraturan yang disepakati bersama.
Berbasiskan pemahaman mengenai kreativitas dan kota tersebut, maka kota kreatif didefinisikan
sebagai kota yang menjadikan kreativitas sebagai cara hidup (way of life) dalam tiga aspek utama:
ekonomi (creative economy), sosial (creative society), dan pemerintahan (creative policy).
(11) G. Mulgan dan K. Worpole, Saturday Night or Sunday Morning: From Arts to Industry (Comedia, 1986).
(12) Comedia, Making The Most of Glasgow Cultural Assets: The Creative City and Its Cultural Economy (1991).
(13) Charles Landry dan Comedia, The Creative City: A Toolkit for Urban Innovators (London: Earthscan Publications, 2000).