Dokumen tersebut membahas penelitian pengendalian penyakit embun tepung pada tanaman kacang hijau yang disebabkan oleh jamur Erysiphe polygoni dengan menggunakan jamur parasit Ampelomyces quisqualis dan Phoma sp. Penelitian juga menguji pengendalian penyakit layu akibat Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii dengan menggunakan jamur antagonis Trichoderma spp. Hasilnya menunjukkan bahwa A. quisqualis
Pengendalian Penyakit Embun Tepung dan Layu pada Tanaman Kacang Hijau
1. Sri Hardaningsih : Pengendalian Penyakit Embun Tepung Yang Disebabkan Oleh Erysiphe Polygoni Dan Penyakit Layu Yang Disebabkan
Oleh Rhizoctonia Solani Dan Sclerotium Rolfsii Pada Tanaman Kacang Hijau
PENGENDALIAN PENYAKIT EMBUN TEPUNG YANG DISEBABKAN OLEH
Erysiphe Polygoni DAN PENYAKIT LAYU YANG DISEBABKAN OLEH Rhizoctonia
Solani DAN Sclerotium Rolfsii PADA TANAMAN KACANG HIJAU
Sri Hardaningsih
Balai Penelitian Tanaman Kacang Dan Ubi Malang
ABSTRAK
Penyakit embun tepung yang disebabkan oleh Erysiphe polygoni dan penyakit layu yang disebabkan R.
solani dan Sclerotium rolfsii merupakan penyakit penting pada tanaman kacang hijau dengan
kehilangan hasil 30 – 100% pada varietas rentan dan tanpa tindakan pengendalian. Ampelomyces
quisqualis dan Phoma sp. merupakan mikoparasit yang mampu menghambat perkembangan jamur
embun tepung pada kacang hijau. Pada penelitian pengendalian penyakit utama kacang hijau kedua
mikoparasit tersebut di atas digunakan untuk menghambat pertumbuhan jamur embun tepung,
sedangkan Trichoderma terpilih dari uji koloni ganda dan 2 isolat yang sudah ada diuji efektivitasnya
terhadap patogen penyebab layu, R. solani dan S. rolfsii di rumah kasa Balitkabi Malang pada musim
penghujan 2003. Ternyata Trichoderma sp. tidak cukup kuat menekan serangan layu di lapangan baik
melalui perawatan benih maupun tabur di sekeliling tanaman pada umur 2 minggu setelah tanam
dengan kondisi sering hujan. A. quisqualis dan Phoma sp. mampu menghambat pertumbuhan E. polygoni
terbukti kedua mikoparasit terbentuk normal dalam lingkungan tumbuh dalam rumah kasa. Ternyata
perlakuan fungisida hexaconale menekan pertumbuhan jamur parasit Ampelomyces dan Phoma sampai
100%.
Kata kunci : Jamur parasit /antagonis, pengendalian hayati, embun tepung/layu
ABSTRACT
The experiment was to find effective parasitic fungi to suppress powdery mildew development and
effectively application of antagonistic fungi for suppress wilt incidence of R. solani dan S. rolfsii.
The parasitic fungi, A. quisqualis and Phoma sp. as spray application on powdery mildew infected
leaves and hexaconazole used in screenhouse test for controlling powdery mildew fungus (Erysiphe
polygoni). The selected Trichoderma harzianum was tested in screen house and field for managing
wilt pathogens. The result of the experiment was the picnidia of the two mycoparasites formed
normally and not significant in number in the screenhouse scale, but spraying hexaconazole for
controlling powdery mildew, suppressed 100% both Ampelomyces and Phoma. T. harzianum as
antagonistic fungi was not effective controlling wilt incidence in the field in rainy condition.
Keywords Parasitic/antagonistic fungi, biological control, powdery mildew/wilt diseases
PENDAHULUAN
Penyakit embun tepung (Erysiphe polygoni) dan penyakit tular tanah (Sclerotium rolfsii,
Rhizoctonia solani, Fusarium, Pythium) merupakan gangguan utama pada tanaman kacang hijau di
Indonesia (Semangun, 2008; Sri Hardaningsih dan Yusmani, 2001). Pengendalian penyakit daun dan tular
tanah yang umum dilakukan adalah menanam varietas tahan penyakit, pengendalian secara kultur teknik
15
2. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.1.,2011
dan menggunakan fungisida. Di samping itu sekarang dikembangkan cara pengendalian lain yaitu
pengendalian penyakit secara hayati menggunakan musuh alaminya yang menurut Cook dan Baker (1983)
dianggap paling baik sebab mudah, dapat berkembang sendiri dan aman bagi lingkungan.
Penggunaan jamur parasit Ampelomyces quisqualis dan Phoma sp. dilaporkan efektif terhadap
jamur embun tepung (Barnet dan Hunter, 1972), sehingga untuk menekan perkembangan jamur embun
tepung diperlukan uji efektivitas kedua jamur parasit yang telah ditemukan dan diperoleh isolatnya (Sri
Hardaningsih, 2001; Sri Hardaningsih dan Yusnawan, 2002). Beberapa isolat jamur Trichoderma spp.,
ternyata cukup efektif menekan perkembangan jamur R. solani dan S. rolfsii di laboratorium (Sri
Hardaningsih dan Yusmani, 2001; Sri Hardaningsih dan Yusnawan, 2002), sehingga diperlukan penelitian
lapangan untuk menguji efektivitas jamur antagonis terhadap jamur-jamur patogen kacang hijau (R.
solani, dan S. rolfsii),
METODOLOGI PENELITIAN
1. Penggunaan jamur parasit A. quisqualis dan Phoma sp. untuk pengendalian penyakit embun
tepung
Percobaan dilaksanakan di rumah kasa Balitkabi pada musim penghujan 2003 menggunakan
tanaman dalam pot (5 kg tanah tanpa disterilkan) dengan 5 tanaman / pot menggunakan kacang hijau
varietas Walet. Rancangan percobaan acak lengkap dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas: 1.
Ampelomyces disemprotkan pada daun terserang, 2. Phoma sp. disemprotkan pada daun terserang, 3.
Fungisida hexaconazole disemprotkan pada daun terserang, 4. Tanpa jamur parasit/fungisida.
Penyemprotan mikoparasit dan fungisida pada waktu 50% daun-daun terserang embun tepung dan daun
masih segar, yaitu kira-kira umur 45 hari. Konsentrasi spora A. quisqualis dan Phoma sp. sebanyak
104/ml dan konsentrasi hexaconazole sebanyak 0,1 ml/l. Sebagai tolok ukur tingkat parasitisasi
mikoparasit terhadap jamur embun tepung diamati jumlah badan buah mikoparasit yang terbentuk pada
daun tanpa harus mengamati intensitas atau prosentase serangan embun tepung yang sulit diamati.
Dengan banyaknya badan buah mikoparasit yang terbentuk maka cukup tinggi tingkat parasitisasinya.
2. Pengendalian penyakit tular tanah S. rolfsii dan R. solani menggunakan jamur antagonis
a.Percobaan rumah kasa
Isolat Trichoderma terpilih dari uji laboratorium dan 2 isolat yang sudah ada diuji
efektivitasnya terhadap patogen R. solani dan S. rolfsii.. Rancangan percobaan acak kelompok, empat
ulangan. Perlakuan terdiri atas: 1. Perawatan benih dengan konidia Trichoderma sp. 1 dalam media
jagung; 2. Perawatan benih dengan konidia Trichoderma sp 2 dalam media jagung; 3. Perawatan benih
dengan konidia Trichoderma sp 3 dalam media jagung; 4. Konidia Trichoderma sp. 1 dalam media jagung
ditabur di pangkal batang tanaman umur 2 mst ; 5. Konidia Trichoderma sp. 2 dalam media jagung
ditabur di pangkal batang tanaman pada umur 2 mst ; 6. Konidia Trichoderma sp. 3 dalam media jagung
ditabur di pangkal batang tanaman umur 2 mst; 7. Kontrol tanpa perlakuan benih/tabur. Kerapatan
konidia yang digunakan adalah 106 konidia/ml. Benih kacang hijau varietas Walet ditanam dalam pot
(berisi 5 kg tanah steril) dengan jumlah tanaman per pot adalah lima tanaman. Dilakukan pengamatan:
tingkat serangan layu dan daya hambat Trichoderma terhadap R. solani dan S. rolfsii. Inokulasi jamur
patogen R. solani, dan S. rolfsii pada waktu tanaman berumur satu minggu dengan konidia berasal dari
biakan agar umur satu minggu dengan cara menabur biakan pada pangkal batang tanaman. Pengamatan
dilakukan setiap minggu sampai empat minggu yang dimulai satu minggu setelah penaburan.
b. Percobaan lapangan
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Kendalpayak dengan rancangan percobaan acak
kelompok, tiga ulangan menggunakan varietas Kenari. Perlakuan adalah isolat Trichoderma sp. terpilih
(isolat 4) dengan perlakuan perawatan benih (300 gram/kg benih) dan ditabur di sekeliling tanaman
(300 gram/20 m2). Perlakuan terdiri atas: 1. Perawatan benih dengan konidia Trichoderma sp. dalam
16
3. Sri Hardaningsih : Pengendalian Penyakit Embun Tepung Yang Disebabkan Oleh Erysiphe Polygoni Dan Penyakit Layu Yang Disebabkan
Oleh Rhizoctonia Solani Dan Sclerotium Rolfsii Pada Tanaman Kacang Hijau
media jagung; 2. Konidia Trichoderma sp. dalam media jagung ditabur di pangkal batang tanaman umur
dua minggu; 3. Kontrol tanpa perlakuan benih/tabur. Luas petak 4 m x 5 m, jarak tanam 40 cm x 10 cm
(2 tanaman/lubang). Tidak dilakukan inokulasi jamur patogen karena diperkirakan serangan layu mulai
muncul setelah tanaman umur 14 hari (lokasi percobaan adalah daerah endemis penyakit layu). Tingkat
serangan layu dan daya hambat jamur antagonis terhadap patogen diamati setiap minggu, dimulai sejak
dua minggu setelah perlakuan. Setelah diamati tanaman layu dicabut untuk diidentifikasi penyebab
penyakitnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Penggunaan jamur parasit A. quisqualis dan Phoma sp. untuk pengendalian jamur embun tepung
Pengamatan pada daun terserang embun tepung dan terparasit jamur dengan menggunakan
mikroskop pembesaran 400 X per 0,04 cm2 menunjukkan bahwa antara perlakuan yang disemprot
dengan Ampelomyces dan Phoma jumlah mikoparasitnya sama tidak menunjukkan perbedaan nyata, yaitu
dengan penyemprotan Ampelomyces 277,12 dan dengan penyemprotan Phoma sp. 279,5 dibandingkan
dengan daun yang disemprot hexaconazole dan tanpa perlakuan 0, samasekali tidak terbentuk
mikoparasit (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah A. quisqualis dan Phoma sp. per 0,04 cm2 pada var Walet
Perlakuan Jumlah mikroplast/0.04 cm2
Ampelomyces quisqualis 277.12a
Phoma sp 279.50a
Hexaconazole 0b
Tanpa perlakuan 0b
BNT 5% 18,75
K.K. (%) 10,95
2. Pengendalian penyakit tular tanah Sclerotium rolfsiii dan Rhizoctonia solani menggunakan jamur
antagonis
a. Percobaan rumah kasa
Daya hambat jamur Trichoderma isolat 1, 4 dan 11 terhadap R. solani berkisar antara 96,43 –
100% (dengan perawatan benih) dan 92,86 – 96,83% (dengan ditabur). Sedangkan untuk S. rolfsii
antara 85,71 – 89,29% (dengan perawatan benih) dan antara
78,57 – 100% untuk perlakuan ditabur (Tabel 2).
Hasil pengamatan jumlah tanaman layu per pot ditunjukkan pada Tabel 2. Tingkat penyakit layu
adalah persentase tanaman layu (jumlah tanaman layu/ jumlah tanaman total). Daya hambat antagonis
adalah persentase tanaman sehat (jumlah tanaman sehat/jumlah tanaman total). Dengan jumlah
tanaman diteliti 5 tanaman/pot, jumlah layu S. rolfsii tertinggi hanya mencapai satu tanaman per pot.
Diantara perlakuan pengendalian tidak terdapat perbedaan nyata dengan kontrol tanpa pengendalian.
Jumlah tanaman layu yang rendah diduga karena propagul sklerosia S. rolfsii yang diinokulasikan pada
media tanam tidak berkembang dengan baik. Rendahnya inokulum sesuatu penyebab penyakit layu di
dalam tanah dibanding tanah yang lain disekitarnya disebabkan oleh adanya faktor penekanan dari
dalam tanah itu sendiri (suppressive soils) yang diduga disebabkan tingginya kandungan kombinasi
antara kalsium dengan tingginya populasi mikroorganisme ( Kao dan Ko, 1986; Chuang dan Ko, 1988).
17
4. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.1.,2011
Tabel 2. Tingkat serangan layu dan daya hambat Trichoderma terhadap R. solani dan
S. rolfii pada kacang hijau di rumah kasa Balitkabi 2003.
Perlakuan Tingkat penyakit layu (%) Daya hambat antagonis(%)
1. Tanpa Trich tanpa patg * 0 c 100 a
2. T1 + R.s. perwt benih 3,57 bc 96,43 ab
3. T4 + R.s. perwt benih 0 c 100 a
4. T11 + R.s. perwt benih 0 c 100 a
5. T1 + R.s. tabur 7,14 bc 92,86 ab
6. T4 + R.s. tabur 7,14 bc 92,86 ab
7. T11 + R.s. tabur 3,57 bc 96,83 ab
8. T1 + S.r. perwt benih 7,14 bc 92,86 ab
9. T4 + S.r. perwt benih 10,71 bc 89,29 abc
10.T11+ S.r. perwt benih 10,72 bc 89,28 abc
11.T1 + S.r. tabur 14,29 ab 85,71 bc
12.T4 + S.r. tabur 0 c 100 a
13.T11+ S.r. tabur 21,43 a 78,57 c
14. Tanpa Trich / patg * 0 c 100 a
BNT 5%
K.K. (%)
Keterangan : * patg = patogen
b. Percobaan lapangan
Tingkat serangan layu pada awal pertumbuhan kacang hijau sangat rendah, tetapi setelah
tanaman umur satu bulan tingkat serangan layu sangat tinggi disebabkan inokulum patogen berkembang
karena dipacu oleh kelembaban tinggi akibat hujan. Dari hasil identifikasi tanaman layu tersebut
mayoritas disebabkan oleh S. rolfsii dan sebagian kecil disebabkan R. solani dan Fusarium sp.
Perlakuan jamur antagonis pada tanaman kacang hijau terserang layu di KP Kendalpayak, baik dengan
cara perawatan benih maupun tabur setelah umur dua minggu ternyata tidak dapat menekan serangan
layu akibat S. rolfsii atau R. solani. Diduga hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah inokulum jamur
layu akibat sering turun hujan yang berakibat sangat kondusif untuk perkembangan. Dan hilangnya sifat
antagonis dari jamur terserang pada lahan akibat tercuci air hujan, sehingga daya hambat jamur
antagonis menjadi menurun pada umur 50 hari sangat rendah (Tabel 3).
Tabel 3 Tingkat serangan layu, daya hambat Trichoderma terhadap jamur layu
dan berat biji/plot kacang hijau varietas Kenari. KP Kendalpayak 2003
Perlakuan Tk ser layu (%) Dya hambat (%)
Trichoderma dg perwt benih 87,63 12,37 a
Trichoderma ditabur 90,83 9,17 a
Tanpa perlakuan 84,06 15,94 a
BNT 5% 11,62
K.K. (%) 41,02
Ketidak berhasilan jamur antagonis dalam menghambat atau mematikan jamur patogen
disebabkan jamur tersebut tidak mampu membentuk antibiotik dalam jumlah cukup karena kurangnya
suplai nutrisi dalam tanah dan kompetisi dengan mikroorganisme lain (Brian, 1957; Lockwood dan
Filonow, 1981) selain itu keberadaan jamur antagonis tersebut juga tergantung keadaan iklim (air, suhu,
radiasi), vegetasi dan tindakan kultur teknik (Ko, 1992).
18
5. Sri Hardaningsih : Pengendalian Penyakit Embun Tepung Yang Disebabkan Oleh Erysiphe Polygoni Dan Penyakit Layu Yang Disebabkan
Oleh Rhizoctonia Solani Dan Sclerotium Rolfsii Pada Tanaman Kacang Hijau
KESIMPULAN
Mikoparasit A. quisqualis dan Phoma sp. mampu menghambat pertumbuhan E. polygoni karena
terbukti piknidia dari kedua mikoparasit tersebut terbentuk cukup banyak (A. quisqualis : 277.12 dan
Phoma sp. : 279.50) sehingga mampu mengendalikan serangan embun tepung. Perlakuan fungisida
hexaconale menekan pertumbuhan E. polygoni maupun jamur parasit Ampelomyces dan Phoma sampai
100%. Jamur antagonis Trichoderma harzianum tidak efektif menekan serangan layu di lapangan baik
melalui perawatan benih maupun tabur di sekeliling tanaman pada umur 2 minggu setelah tanam dengan
kondisi sering hujan.
DAFTAR PUSTAKA
Barnet, H.L. and B.B. Hunter, 1972, Illustrated Genera of Imperfect Fungi.Third
Edt. Burgess Publishing Company. 241 p.
Brian, P.W. 1957. The Ecological Significance of Antibiotic Production. In Microbiology, (eds, R.E.O.
Williams and C.C. Spicer) pp. 168-188. Symposium of the Society for General Microbiology,
Cambridge University Press. London.
Chuang, T.Y. and Ko, W.H. (1988). Rhizoctonia solani-suppressive soils : Detection by Chlamydospore
Germination. Annals of the Phytopathological Society of Japan 54 : 158-183.
Cook, R.J. and K.F. Baker. 1983. The Nature of Practice of Biological Control of Plant Pathogens. The
APS Press, St. Paul, Minnesota. 53 p.
Kao, C.W. and Ko, W.H. 1986. Suppression of Pythium splendens in Hawaian Soils by Calcium and
Microorganisms. Phytopathology 76 : 215-220.
Ko, W.H.. 1992. Biological Control of Plant Pathogens in the Tropics. In Peters A.C.Ooi, Guan-Soon Lim
and Paul S. Teng (eds.) Biological Control : Issues in the Tropics. Proceeings of the Biological
Control Session 3rd Int. Conf. Prot. In the Tropics : 31-35. Malaysian Plant Protection Society
(MAPPS).
Lockwood, J.L. and Filonow, A.B. 1981. Responses of Fungi to Nutrient-limiting Conditions and to
Inhibitory Substances in Natural Habitats. Advances in Microbial Ecology 5 :1-6.
.Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.
449 hlm.
Sri Hardaningsih dan Yusmani, 2001. Identifikasi Jamur Antagonis untuk Pengendalian Jamur Tular
Tanah pada Tanaman Kedelai. Laporan Teknik Tahun 2000. Balitkabi.
Sri Hardaningsih, 2001. Jamur parasit Ampelomyces pada beberapa tanaman gulma (Laporan Hasil
Pengamatan survey 2002)..
---------------------- dan Yusnawan, 2002. Identifikasi Penyakit Layu pada Tanaman Kacang Hijau di
Instalasi Penelitian Balitkabi Malang. Malakah disampaikan pada Seminar Nasional PEI dan PFI
di UNSOED, Purwokerto 7 September 2002. 7 hlm.
.
19
6. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.1.,2011
Gambar 1. Serangan Phytophthora sp. Gambar 2. Serangan Erysiphe polygoni
Gambar 3. Daun Andrographis sp. terserang E. polygoni dan
terparasit oleh A. quisqualis
20