1. Yusmani Prayogo : Keefektifan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zare & Gams) Terhadap Bemisia Tabaci
Gen. Sebagai Vektor Soybean Mosaic Virus (SMV) Pada Tanaman Kedelai
KEEFEKTIFAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN LECANICILLIUM LECANII (ZARE & GAMS)
TERHADAP BEMISIA TABACI GEN. SEBAGAI VEKTOR SOYBEAN MOSAIC VIRUS (SMV)
PADA TANAMAN KEDELAI
Yusmani Prayogo
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang
Jln. Raya Kendalpayak, P.O. BOX. 66 Malang, 65101
Email: manik_galek@yahoo.com
ABSTRAK
Cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii merupakan biopestisida yang efektif untuk mengendalikan
berbagai jenis hama kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cendawan L. lecanii yang efektif
terhadap kutu kebul Bemisia tabaci dan kemampuannya dalam menularkan virus soybean mosaic virus (SMV)
pada kedelai. Penelitian dilakukan di rumah kasa Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-
umbian (Balitkabi) pada bulan Juni sampai dengan September 2011. Penelitian disusun menggunakan
rancangan acak lengkap, dengann empat ulangan. Perlakuan adalah kerapatan konidia cendawan L. lecanii
5 6 7 8
yaitu 10 /ml, 10 /ml, 10 /ml, 10 /ml dan kontrol. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas B. tabaci dan
intensitas serangan SMV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kerapatan konidia cendawan L.
lecanii yang diaplikasikan berpengaruh terhadap tingkat mortalitas B. tabaci. Semakin tinggi kerapatan
konidia L. lecanii yang diaplikasikan, semakin besar persentase kematian B. tabaci yang terjadi. Bangkai
serangga uji yang terinfeksi cendawan ditandai dengan kolonisasi miselium yang berwarna putih menyelimuti
tubuh dalam waktu tujuh hari setelah apalikasi. Kerapatan konidia L. lecanii yang efektif untuk
mengendalikan B. tabaci adalah 10⁷/ml dengan persentase mortalitas mencapai 100%. B. tabaci yang
terinfeksi cendawan L. lecanii juga berpengaruh terhadap intensitas serangan SMV. Semakin cepat masa
inkubasi cendawan L. lecanii, maka kemampuan B. tabaci untuk menularkan SMV juga semakin kecil. Aplikasi
6 7 8
dengan kerapatan konidia L. lecanii 10 , 10 atau 10 /ml tidak ditemukan adanya gejala SMV pada tanaman
5
kedelai. Sementara itu, aplikasi suspensi konidia L. lecanii 10 /ml, serangga B. tabaci masih mampu
menularkan virus SMV dengan intensitas serangan sebesar 0,12%. Oleh karena itu, untuk menekan
tersebarnya infeksi virus SMV di lapangan dianjurkan aplikasi menggunakan cendawan L. lecanii minimal
6
10 /ml.
Kata kunci: B. tabaci, vektor, SMV, kedelai, mortalitas
ABSTRACT
Entomopatogenic fungi Lecanicillium Lecanii is an effective biopesticide for controlling various types of
soybean pests. Research target is to compare several of the fungus L .lecanii for controlling whitefly B. tabaci
and its ability to transmit of the soybean mosaic virus (SMV) in soybean. The study was conducted in the
screen house of Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute (ILETRI) in June to September 2011.
The study was compiled using a complete randomized block design, four replication. The treatment is the
5 6 7 8
density of conidia L. lecanii i.e.; 10 /ml, 10 /ml, 10 /ml, 10 /ml and 0 (control). The observations conducted
on the mortality of B. tabaci and intensity of SMV. The results showed that differences in the density of
conidia L. lecanii affect on mortality rate B. tabaci. The higher density of conidia L. lecanii is applied, the
greater the percentage of mortality B. tabaci occuring. The cadaver characterized by colonization of the white
11
2. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.2.,No.1.,2012
mycelium covering the insect's body within seven days after application (DAA). The effective of conidia
density L. lecanii to control B. tabaci is 10⁷/ml with the percentage of mortality reached 100%. B. tabaci were
infected with the fungus L. lecanii also affects to the intensity of the SMV. The faster the incubation period
the fungus L. lecanii, the ability of B. tabaci to transmit SMV is also get smaller. The application of conidia
6 7 8
density L. lecanii 10 , 10 or 10 /ml did not found symptoms SMV on soybean plant. Meanwhile, the
5
application of conidia suspension L. lecanii of 10 /ml, the insect B. tabaci is still capable of SMV transmitting
by 0.12% intensity. Therefore, to suppress the spread of SMV in the field, application using the fungus L.
6
lecanii at least 10 /ml were recommended.
Key words: B. tabaci, vector, SMV, soybean, mortality.
PENDAHULUAN
Di Indonesia, produktivitas kedelai masih tergolong rendah yaitu hanya 0,8-1,2 t/ha
(PUSLITBANGTAN 2005). Salah satu kendala dalam usaha peningkatan produksi adalah adanya serangan
hama dan penyakit. Soybean Mosaic Virus (SMV) merupakan salah satu jenis virus penyebab penyakit yang
penting pada tanaman kedelai. Penyakit ini tersebar di beberapa sentra produksi kedelai di Indonesia dan
mampu menimbulkan kerugian hasil yang cukup besar. Kerugian hasil akibat virus SMV dapat mencapai 25%
apabila penularan terjadi pada fase vegetatif, namun kehilangan hasil dapat mencapai 90% apabila tanaman
terinfeksi sejak fase awal pertumbuhan (Kameya 2001; Ooffei & Albrechtsen 2005).
Di lapangan, penyebaran SMV dilakukan oleh serangga vektor yaitu Bemisia tabaci (Jones 2003;
Ruiz et al. 2006; Mann et al. 2008; Sidhu et al. 2009). B. tabaci merusak jaringan tanaman dengan
menembuskan stiletnya ke dalam organ pembuluh tanaman dan langsung mengisap cairan yang ada di daun.
Cairan daun yang terisap oleh B. tabaci mengalami replikasi di dalam tubuh serangga, apabila serangga juga
mengisap tanaman sehat lainnya akibatnya virus dapat tertular. Semakin muda tanaman yang terserang
vektor dan terinfeksi virus yang ditularkan, semakin besar kerugian yang dapat ditimbulkan (Soto-Ariasn&
Mankvold 2011). Kerugian yang ditimbulkan oleh B. tabaci secara langsung adalah mengisap cairan tanaman.
Secara tidak langsung adalah vektor dari berbagai macam virus dan menghasilkan sekresi berupa embun
madu yang diletakkan pada permukaan daun kedelai. Sementara itu, embun madu merupakan media yang
sesuai bagi pertumbuhan cendawan jelaga yang berwarna hitam (McAuslane 2000; Nyoike et al. 2008). Daun
yang tertutup oleh cendawan jelaga akan terganggu proses fotosintesisnya sehingga tanaman kerdil dan daun
banyak yang mengering serta rontok dan sangat berpengaruh terhadap produksi yang diperoleh.
Usaha pengendalian B. tabaci hingga saat ini hanya mengandalkan efikasi insektisida kimia, namun
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa populasi B. tabaci semakin tinggi. Bahkan di beberapa sentra
produksi kedelai pada setiap musim tanam hampir terjadi peledakan populasi B. tabaci (outbreak).
Lecanicillium lecanii merupakan salah satu jenis cendawan entomopatogen yang sudah diketahui potensinya
untuk mengendalikan berbagai jenis hama (Safavi et al. 2002; Alavo et al. 2002; Shinya et al. 2007; Prayogo
2009). Cendawan entomopatogen L. lecanii ditemukan pertama kali menginfeksi kutu sisik (Homoptera:
Diaspididae) yang menyerang tanaman kopi di pulau Jawa, kemudian oleh Zimmermann cendawan ini diberi
nama Cephalosporium lecanii (Zimmermann 1889 dalam Fatiha et al. 2007). L. lecanii yang sebelumnya diberi
nama Verticillium lecanii dilaporkan juga mampu menginfeksi beberapa jenis serangga inang meliputi ordo
Homoptera, Orthoptera, Hemiptera, Lepidoptera, Thysanoptera, Coleoptera, dan Lepidoptera dengan tingkat
mortalitas yang sangat bervariasi (Fourier & Brodeur 2000; Sugimoto et al. 2003; Cuthbertson & Walters
2005; Anderson et al. 2007; Lacey et al. 2008).
Keberhasilan pengendalian hama menggunakan cendawan entomopatogen ditentukan oleh
efektifitas cendawan tersebut serta jumlah konidianya, yaitu jumlah konidia yang terkandung dalam setiap
mililiter air. Kerapatan konidia yang dibutuhkan untuk mengendalikan hama bergantung pada jenis dan
7
populasi hama yang akan dikendalikan (Prayogo 2009). Pengujian V. lecanii pada kerapatan konidia 10 /ml
terhadap imago B. argentifolii mampu menyebabkan kematian serangga mencapai 98% (Gindin et al. 2000).
Hasil penelitian Diaz et al. (2008) menunjukkan bahwa L. lecanii mampu membunuh aphid hingga mencapai
99%. Wang et al. (2007) juga melaporkan bahwa toksisitas B. tabaci hingga mencapai 98% apabila kerapatan
8
konidia cendawan L. lecanii yang diaplikasikan hingga 10 /ml. Semakin banyak jumlah serangga yang mati
akibat infeksi cendawan L. lecanii, peluang hidup B. tabaci semakin sedikit sehingga potensi sebagai vektor
12
3. Yusmani Prayogo : Keefektifan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zare & Gams) Terhadap Bemisia Tabaci
Gen. Sebagai Vektor Soybean Mosaic Virus (SMV) Pada Tanaman Kedelai
virus SMV juga sangat rendah. Sementara itu jumlah konidia cendawan L. lecanii yang optimal untuk
mengendalikan B. tabaci sebagai vektor virus belum didapatkan. Penelitian ini bertujuan mempelajari tingkat
kerapatan konidia cendawan L. lecanii terhadap B. tabaci sebagai vektor virus CMMV pada kedelai.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan mulai bulan Juni sampai dengan November 2011 di laboratorium Mikologi dan
rumah kasa Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Malang. Penelitian
menggunakan rancangan acak lengkap dan ulangan lima kali. Perlakuan adalah kerapatan konidia cendawan
5 6 7 8
L. lecanii, yaitu (1) 10 /ml, (2) 10 /ml, (3) 10 /ml, (4) 10 /ml dan (5) kontrol (tanpa pengendalian).
Pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
Tanam Kedelai Di Rumah Kasa
Kedelai varietas Wilis ditanam di dalam polybag yang berisi 5 Kg, tiap polybag diisi dua biji. Sebelum
tanam, biji kedelai diberi perlakuan cendawan antagonis Trichoderma sp. yang dicampur dengan air
kemudian biji kedelai direndam dalam suspensi konidia cendawan selama kurang lebih satu jam untuk
menghindari terjadinya infeksi patogen tular tanah (Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii). Selain itu, biji
kedelai juga disemprot menggunakan insektisida yang berbahan aktif tiametoksam 2 ml/L untuk
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan lalat kacang, penggerek batang maupun penggerek
pucuk. Tanaman yang sudah berumur satu minggu disemprot dengan insektisida yang berbahan lamda
sihalotrin untuk menghindari hama pemakan daun Spodoptera litura. Aplikasi insektisida lamda sihalotrin
dihentikan pada tanaman yang berumur 28 hari setelah tanam (HST) pada waktu infestasi serangga B. tabaci.
Perkembangbiakkan Serangga B. Tabaci
B. tabaci dikembangbiakkan di rumah kasa pada tanaman kedelai varietas Argomulyo yang
diindikasikan rentan terhadap serangan B. tabaci sepanjang musim. Perkembangbiakkan serangga dilakukan
terus menerus dan diupayakan serangga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dengan tujuan dapat
memperoleh populasi B. tabaci dalam jumlah yang banyak dan umur yang seragam sebagai bahan
penelitian.
Perbanyakan Inokulum SMV
Inokulum awal SMV yang digunakan untuk percobaan ini adalah awetan berbentuk rajangan daun
kedelai kering yang sebelumnya terinfeksi berat oleh SMV, kemudian disimpan di dalam tabung reaksi yang
berisi CaCl2 dan kapas (Gambar 1). Awetan SMV tersebut diperoleh dari koleksi laboratorium Virologi
(Balitkabi). Inokulum SMV kemudian diperbanyak secara mekanis menggunakan tanaman kedelai yang
digunakan sebagai sumber pakan vektor B. tabaci. Inokulum hasil perbanyakan digunakan sebagai sumber
inokulum untuk bahan penelitian lebih lanjut.
Inokulum SMV
Kapas
CaCl2
Gambar 1. Inokulum SMV yang diperoleh dari koleksi
laboratorium Virologi (Balitkabi)
13
4. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.2.,No.1.,2012
Perbanyakan Cendawan Entomopatogen L. lecanii
Cendawan L. lecanii dikulturkan pada media tumbuh potato dextrose agar (PDA) di dalam cawan
Petri. Pada umur 21 hari setelah inokulasi (HSI), setiap biakan cendawan yang ada di dalam cawan Petri
ditambahkan air 10 ml kemudian konidia yang terbentuk diambil menggunakan kuas halus dan dikerok pada
bagian permukaan koloni bagian atas. Suspensi konidia cendawan yang diperoleh dihitung menggunakan
haemocytometer hingga memperoleh kerapatan konidia sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan.
Sebelum diaplikasikan ke serangga uji, suspensi konidia ditambah larutan Tween 80 sebanyak 2 ml/L
kemudian dikocok menggunakan vortex selama 60 detik dengan tujuan untuk meningkatkan persistensi
suspensi konidia yang diaplikasikan pada tubuh serangga uji.
Aplikasi Cendawan L. lecanii dan Infestasi B. tabaci
Kedelai yang berumur 21 hari setelah tanam (HST), diinfestasi dengan imago B. tabaci sebanyak 25
ekor tiap rumpun tanaman. Imago B. tabaci yang baru terbentuk hasil perkembangbiakkan di rumah kasa
dengan umur yang sama dikumpulkan di dalam suatu milar plastik. Setiap milar diisi imago B. tabaci sebanyak
25 ekor kemudian disemprot dengan suspensi konidia cendawan L. lecanii sesuai dengan kerapatan konidia
sebagai perlakuan. Aplikasi suspensi konidia cendawan dengan dosis 2 ml/ 25 ekor serangga uji, selanjutnya
serangga diinfestasikan pada tanaman kedelai yang berumur 21 HST dan sudah dikurung menggunakan kain
kasa halus (Gambar 2).
Gambar 2. Infestasi imago B. tabaci yang sudah disemprot dengan
suspensi cendawan L. lecanii dengan kerapatan konidia yang
berbeda
Pengamatan
Peubah yang diamati adalah mortalitas B. tabaci yang mati terinfeksi cendawan L. lecanii, yaitu
ditandai dengan adanya kolonisasi cendawan L. lecanii pada tubuh B. tabaci dan intensitas serangan SMV.
Kemampuan B. tabaci menularkan virus dinilai dari intensitas SMV menggunakan rumus sebagai berikut :
∑(n xv)
I = -------------- x 100 %
NxZ
Keterangan :
I = Intensitas serangan per tanaman
14
5. Yusmani Prayogo : Keefektifan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zare & Gams) Terhadap Bemisia Tabaci
Gen. Sebagai Vektor Soybean Mosaic Virus (SMV) Pada Tanaman Kedelai
n = jumlah daun dalam tiap kategori serangan
v = Nilai atau skor dari setiap kategori serangan (0-5)
N = jumlah daun yang diamati tiap tanaman
Z = Nilai atau skor dari kategori serangan tertinggi (5)
Skor intensitas serangan virus dapat dikelompokkan menjadi 5 katergori yang didasarkan gejala daun
sakit dengan gejala mosaik dan malformasi (Naidu et al. 1998). Skor 0= daun sehat, 1= gejala mosaik ≤ 50%
dari luas daun, 2= gejala mosaik ≥ 50% dari luas daun, 3= gejala mosaik ditandai ukuran daun mengecil, 4=
gejala mosaik ditandai daun mengecil dan berkerut dan 5= gejala mosaik dengan ukuran daun mengecil dan
berkerut serta daun menggulung.
Analisis Data
Semua data yang dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan program MINITAB 16. Apabila
terdapat perbedaan diantara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf
nyata α = 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mortalitas B. tabaci
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii yang
diaplikasikan mampu membunuh imago Bemisia tabaci yang diinfestasikan pada tanaman kedelai. Kematian
B. tabaci yang terinfeksi cendawan L. lecanii ditandai dengan adanya kolonisasi miselium cendawan yang
berwarna putih pada seluruh tubuh B. tabaci. Munculnya miselium cendawan L. lecanii pada tubuh serangga
tampak pada hari keempat setelah aplikasi, namun terjadinya kolonisasi pada seluruh tubuh baru tampak
pada hari ketujuh (Gambar 3). Kejadian kolonisasi miselium cendawan tersebut dapat ditemukan pada
6 7 8
perlakuan kerapatan konidia 10 , 10 maupun 10 /ml. Oleh karena itu, kerapatan konidia cendawan
entomopatogen sangat berpengaruh terhadap tingkat infeksi pada tubuh serangga yang akhirnya
menyebabkan kematian. Semakin tinggi kerapatan konidia L. lecanii yang diaplikasikan, semakin banyak
8
jumlah B. tabaci yang mati terinfeksi cendawan. Namun pada kerapatan konidia 10 /ml, kematian B. tabaci
7
lebih rendah dibandingkan dengan kerapatan konidia 10 /ml meskipun tidak berbeda nyata secara statistik.
8
Hal ini diduga pada kerapatan konidia 10 /ml, jumlah konidia yang menempel pada tubuh serangga lebih
banyak sehingga terjadi kompetisi ruang akhirnya konidia tidak mendapatkan sumber makanan yang
memadai dan akhirnya konidia mengalami lisis dan mati sebelum mampu menginfeksi tubuh inang.
(a) (b)
Gambar 3. Imago B. tabaci mati terinfeksi cendawan L. lecanii pada 4 HSA (a) dan
kolonisasi miselium cendawan L. lecanii pada tubuh B. tabaci.
Mortalitas B. tabaci terjadi pada hari kedua setelah aplikasi kemudian kematian meningkat dengan
bertambahnya waktu. Mortalitas B. tabaci terbanyak akibat infeksi cendawan L. lecanii terjadi pada perlakuan
15
6. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.2.,No.1.,2012
7
aplikasi kerapatan konidia 10 /ml yaitu hingga mencapai 100% pada hari ke tujuh (Tabel 1). Kerapatan konidia
8 6
10 /ml juga menunjukkan kematian B. tabaci cukup tinggi dibandingkan dengan kerapatan konidia 10 /ml.
5
Kematian B. tabaci terendah terjadi pada perlakuan aplikasi kerapatan konidia L. lecanii 10 /ml yaitu hanya
33% pada hari ketujuh. Sedangkan pada perlakuan kontrol (tanpa aplikasi) juga ditemukan adanya serangga
yang mati yaitu sebesar 7%. Hal ini diduga karena faktor lingkungan yang tidak dapat dihindari sehingga untuk
mengetahui besarnya mortalitas dari perlakuan yang lainnya, maka nilai mortalitas tersebut dapat digunakan
sebagai faktor koreksi.
7
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa kerapatan konidia L. lecanii 10 /ml merupakan kerapatan
konidia yang efektif untuk membunuh B. tabaci. Menurut Ashouri et al. (2004) dan Fatiha et al. (2008) bahwa
kerapatan konidia L. lecanii yang efektif untuk membunuh serangga kelompok aphid hingga 100% adalah
7 8
antara 10 -10 /ml. Hasil penelitian Vu et al. (2007) menunjukkan bahwa kerapatan konidia cendawan L.
7 8
leccanii yang efektif untuk mengendalikan Myzus persicae adalah berkisar 10 -10 /ml. Diaz et al. Juga
melaporkan bahwa kerapatan konidia cendawan L. lecanii yang efektif untuk membunuh serangga dari ordo
8
Homoptera adalah 10 /ml.
Tabel 1. Mortalitas B. tabaci terinfeksi cendawan entomopatogen L. lecanii dengan kerapatan
konidia yang berbeda
Perlakuan Mortalitas B. tabaci pada ke... HSA (%)*
2 3 4 5 6 7
Kontrol 0,00a 0,00a 2,00a 6,25a 6,75a 7,00a
5
10 0,00a 0,00a 15,00b 23,75b 32,50b 33,75b
6
10 0,00a 11,25a 21,25b 30,00b 40,00b 62,50b
7
10 11,00b 17,50b 32,50c 58,75d 78,75d 100,00d
8
10 9,00b 13,75b 35,00c 42,50c 53,75c 71,25c
*= Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji
BNT pada taraf 5%. Data sebelumnya ditransformasi ke x 0,5
Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan suatu patogen mulai dari inokulasi sampai dengan
muncul gejala pada inang. Masa inkubasi cendawan L. lecanii dalam menyebabkan sakit pada serangga
dipengaruhi oleh kerapatan konidia. Semakin tinggi kerapatan konidia L. lecanii yang diaplikasikan, semakin
pendek masa inkubasi terjadi. Masa inkubasi cendawan L. lecanii pada tubuh serangga B. tabaci tercepat
7
hanya dalam kurun waktu dua hari setelah inokulasi, yaitu terjadi pada kerapatan konidia 10 /ml (Tabel 2).
5
Sementara itu, masa inkubasi yang terpanjang adalah perlakuan kerapatan konidia 10 /ml yaitu hingga
mencapai 3,5 hari.
Masa inkubasi diduga berkaitan dengan kecepatan waktu berkecambah konidia selain kerapatan
konidia cendawan yang diaplikasikan (Yeo et al. 2003; Ashouri et al. 2004). Semakin lambat konidia cendawan
berkecambah maka semakin rendah peluang agens hayati untuk dapat menginfeksi serangga inang. Hal ini
disebabkan konidia sebagai inokulum akan mati sebelum sebelum mendapatkan inang. Selain itu kondisi suhu
dan kelembaban sangat mendukung perkembangan konidia serta bisa mengalami kekeringan dan akhirnya
mati sebelum menemukan inang (Barbosa et al. 2002; Lazzarini et al. 2006).
7
Pengujian Verticillium (=Lecanicillium) lecanii pada kerapatan konidia 10 /ml terhadap imago B.
argentifolii mampu menyebabkan kematian serangga mencapai 98% (Gindin et al. 2000). Dengan semakin
tinggi kerapatan konidia L. lecanii diaplikasikan, maka peluang konidia L. lecanii untuk menempel pada tubuh
serangga semakin banyak dan mempercepat kematian B. tabaci. Ashouri et al. (2004) menyatakan bahwa
perbedaan perlakuan tingkat kerapatan konidia dapat menyebabkan perbedaan tingkat kematian.
16
7. Yusmani Prayogo : Keefektifan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zare & Gams) Terhadap Bemisia Tabaci
Gen. Sebagai Vektor Soybean Mosaic Virus (SMV) Pada Tanaman Kedelai
Tabel 2. Masa inkubasi cendawan L. lecanii pada beberapa perlakuan kerapatan konidia
cendawan L. lecanii yang diaplikasikan pada B. Tabaci
Kerapatan konidia L. lecanii (/ml) Rerata *)
10⁵ 3,50 a
10⁶ 2,75 b
10⁷ 2,25 c
10⁸ 2,25 c
*= Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji
BNT pada taraf 5%. Data sebelumnya ditransformasi ke x 0,5
Cendawan L. lecanii dapat melakukan penetrasi pada tubuh serangga kemudian cendawan tersebuts
mampu berkecambah pada tubuh serangga, semakin tinggi kerapatan konidia cendawan yang diaplikasikan
maka perkecambahan cendawan juga semakin tinggi, sehingga penetrasi akan lebih mudah dan
mempercepat kematian. Wang et al. (2004) menambahkan bahwa tingkat mortalitas serangga yang akan
dikendalikan berhubungan dengan virulensi isolat yang digunakan, selain pengaruh kerapatan konidia
maupun stadia serangga.
Intensitas Serangan SMV
Perbedaan kerapatan konidia cendawan L. lecanii yang diaplikasikan pada imago B. tabaci
berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan SMV pada tanaman kedelai. Intensitas serangan virus pada
tanaman kedelai diduga berkaitan dengan masa inkubasi Masa inkubasi pada perlakuan kerapatan konidia
cendawan L. lecanii 10⁶, 10⁷ dan 10⁸/ml berbeda sangat nyata dengan kontrol, sedangkan masa inkubasi
perlakuan kerapatan konidia 10⁵/ml tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Perbedaan masa inkubasi pada setiap perlakuan kerapatan konidia cendawan L. lecanii disebabkan
oleh perbedaan waktu kematian B. tabaci sebagai serangga uji. B. tabaci yang sakit akibat terinfeksi
cendawan L. lecanii maka sangat rendah kemampuan serangga tersebut dalam menularkan virus SMV,
apalagi B. tabaci cepat mengalami kematian setelah terinfeksi cendawan. Dugaan ini diperkuat oleh Furutani
et al. (2006) yang menyatakan bahwa gejala tanaman yang terinfeksi virus ditentukan oleh keberhasilan virus
bermultiplikasi dalam jaringan inang. Sementara itu, respon inang tergantung pada toleransi tanaman
terhadap virus dan sebagai media yang baik untuk perbanyakan virus. McAuslane (2000), Fayed (2003),
Nyoike et al. (2008), Soto-Arias dan Mankvold (2011) menambahkan bahwa infeksi virus pada tanaman
tergantung pada terjadinya perkembangan (multiplikasi) dan penyebaran virus di dalam sel tanaman inang
karena infeksi tidak akan terjadi jika virus tidak dapat bermultiplikasi di dalam sel tanaman.
Munculnya gejala SMV pada tanaman kedelai ditandai dengan daun yang berkerut dan mempunyai
gambaran mosaik dengan warna hijau gelap disepanjang tulang daun. Tepi daun mengalami klorosis (Gambar
3a). Keadaan tersebut diperjelas oleh Ren et al. (1997) yang menyebutkan bahwa gejala SMV tampak mula-
mula pada tulang daun, anak daun yang masih muda menjadi kuning jernih. Setelah itu daun menjadi tidak
rata (berkerut) dan mempunyai gejala mosaik dengan warna hijau gelap di sepanjang tulang daun. Sementara
itu, gejala pada tepi daun tampak mengalami klorosis. Pada beberapa varietas, terjadi gejala nekrotik disertai
dengan perubahan warna menjadi coklat pada batang dan tulang daun, daun kemudian menguning, tanaman
menjadi kerdil, tunas-tunas penuh dengan bercak, daun cepat rontok dan akhirnya tanaman mati. Sedangkan
perubahan warna belang di sekitar tulang daun disebabkan oleh berkurangnya klorofil daun akibat adanya
infeksi SMV. Menurut paparan Kameya (2001) dan Jones (2003) bahwa infeksi virus dengan gejala mosaik
pada tanaman menyebabkan terjadinya peningkatan respirasi, penurunan fotosintesis, keseimbangan
hormon yang tidak normal, penurunan kandungan air pada tanaman, sedangkan tanaman yang sehat
(Gambar 3b) tidak menunjukkan gejala tersebut.
17
8. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.2.,No.1.,2012
(a) (b)
Gambar 4. Daun kedelai yang terserang B. tabaci dan diaplikasi menggunakan
7
kerapatan konidia L. lecanii 10 /ml (a) dan daun kedelai yang terinfeksi
SMV oleh vektor B. tabaci tanpa aplikasi L. lecanii.
Intensitas serangan SMV oleh serangga vektor B. tabaci pada lima perlakuan kerapatan konidia
diamati mulai tiga hari setelah aplikasi cendawan L. lecanii dengan selang waktu tiga hari. Hasil analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa perlakuan kerapatan konidia L. lecanii berpengaruh nyata terhadap serangan
SMV pada tanaman kedelai. Semakin tinggi kerapatan konidia L. lecanii yang diaplikasikan pada B. tabaci,
semakin sedikit gejala SMV yang muncul pada tanaman kedelai (Tabel 4). Gejala SMV tidak ditemukan pada
daun kedelai maupun organ lainnya meskipun tanaman tersebut terserang serangga vektor B. tabaci yang
6 7 8
diaplikasi menggunakan kerapatan konidia 10 atau 10 maupun 10 /ml. Hal ini disebabkan cendawan L.
lecanii sangat toksik dalam membunuh serangga vektor B. tabaci (Cuthbertson & Walters 2005; Fatiha et al.
2007; Lacey & Kirk 2008). Dengan demikian, B. tabaci yang terinfeksi L. lecanii sudah tidak mempunyai
kemampuan dalam menularkan virus pada inang karena serangga tersebut diduga mengalami penurunan
nafsu makan. Menurut Gindin et al. (2000) dan Charnley (2003a & 2003b) bahwa aktivitas serangga yang
terinfeksi cendawan entomopatogen mengalami penurunan bahkan nafsu makan juga berhenti karena sistem
syaraf serangga terganggu. Syaraf serangga memegang peranan sangat penting dalam mengatur semua
proses aktivitas, serangga yang mengalami gangguan sistem syarafnya akan mengacaukan semua perilaku
termasuk dalam memenuhi kebutuhan makan.
Tabel 3. Intensitas serangan SMV pada tanaman kedelai yang terserang B. tabaci setelah terinfeksi konidia
cendawan L. lecanii
Kerapatan konidia L. lecanii Intensitas serangan SMV (%)
Kontrol 1,06 b
10⁵ 0,12 a
10⁶ 0,00 a
10⁷ 0,00 a
10⁸ 0,00 a
*Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT
pada taraf 5%. Data sebelumnya ditransformasi ke x 0,5 .
18
9. Yusmani Prayogo : Keefektifan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zare & Gams) Terhadap Bemisia Tabaci
Gen. Sebagai Vektor Soybean Mosaic Virus (SMV) Pada Tanaman Kedelai
Gejala SMV masih tampak pada daun kedelai yang terserang B. tabaci dengan perlakuan aplikasi
5
kerapatan konidia 10 /ml meskipun hanya berkisar 0,12%. Sementara itu, pada perlakuan tanpa aplikasi L.
lecanii masih tampak gejala SMV sebesar 1,06%. Dari hasil penelitian ini menginformasikan bahwa
pengendalian B. tabaci menggunakan cendawan L. lecanii lebih baik menggunakan kerapatan konidia yang
6
lebih rapat untuk memutus adanya perkembangan virus SMV di lapangan yaitu harus diatas 10 /ml.
Pengendalian virus hingga saat ini masih sulit dilakukan karena belum ditemukan senyawa insektisida kimia
yang efektif. Oleh karena itu, pengendalian diarahkan untuk membunuh serangga vektornya. Dengan
demikian, diperoleh informasi baru bahwa cendawan L. lecanii cukup berpeluang dapat dikembangkan
secara besar-besaran untuk membunuh serangga vektor khususnya B. tabaci.
Kerapatan konidia cendawan L. lecanii yang diaplikasikan pada B. tabaci dan intensitas serangan SMV
mempunyai hubungan yang erat dengan nilai r = 0,76 serta korelasi negatif antara kerapatan konidia dan
intensitas serangan SMV. Berdasarkan persamaan y = -0,224x + 0,910, semakin tinggi kerapatan konidia L.
lecanii yang diaplikasikan maka intensitas serangan SMV yang ditularkan oleh serangga vektor B. tabaci juga
semakin rendah. Perbedaan intensitas serangan pada setiap perlakuan kerapatan konidia disebabkan jumlah
keberadaan B. tabaci sangat rendah karena banyak yang sudah mati. Dengan demikian, serangga yang
berperan sebagai vektor untuk menularkan penyakit SMV pada tanaman kedelai juga sedikit.
1,2
Intensitas serangan SMV(%)
1
0,8
y = -0,224x + 0,910
r = 0,76
0,6
0,4
0,2
0
Kontrol 10⁵ 10⁶ 10⁷ 10⁸
Kerapatan konidia cendawan L. lecanii untuk B. tabaci
Gambar 5. Hubungan antara tingkat kerapatan konidia cendawan entomopatogen
L. lecanii yang diaplikasikan pada B. tabaci dengan intensitas serangan
SMV.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Semakin tinggi kerapatan konidia L. lecanii yang diaplikasikan, semakin efektif dalam membunuh
serangga vektor B. tabaci. Kerapatan konidia cendawan L. lecanii yang efektif untuk membunuh B.
7
tabaci adalah minimal 10 /ml.
2. Masa inkubasi cendawan L. lecanii pada serangga B. tabaci berkisar 2-3 HSA, masa inkubasi
dipengaruhi oleh kerapatan konidia.
3. B. tabaci yang terinfeksi konidia cendawan L. lecanii sangat rendah kemampuannya dalam
menularkan virus SMV pada tanaman kedelai.
DAFTAR PUSTAKA
Alavo, T.B.C., H. Sermann and H. Bochow. 2002. Virulence of strains of the entomopathogenic fungus
Verticillium lecanii to aphids: Strain improvement. Arch of Phytopathol & Plant Protect 34(6): 379-
398.
19
10. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.2.,No.1.,2012
Anderson, C.M.T., P.A. McGee, D.B. Nehli and R.K. Mensah. 2007. The fungus Lecanicillium lecanii colonies
the plant Gossypium hirsitum and aphid Aphis gossypii. Australasian Mycopathol 26(2-3): 65-70.
Ashouri, A., N. Arzanian, H. Askary and G.R. Rasoulian. 2004. Pathogenicity of the fungus Verticillium lecanii
to the green peach aphid Myzus persicae (Homoptera: Aphididae). Commun Agric Appl Biol Sci 69(3):
205-209.
Barbosa, C.C., A.C. Monteiro and A.C.B. Correia. 2002. Growth and sporulation of Verticillium lecanii isolates
under different nutritional conditions. Pesq Agropec Bras 37(6): 821-829.
Chanrley, A.K. 2003a. Fungal pathogens of insects from mechanisms of pathogenicity tohost defense.
Department of Biology & Biochemistry University of Bath.
http://www.bath.ac.uk/expertice/showperson.php?employeenumber-573 [12 Sep 2008].
Charnley, A.K. 2003b. Fungal pathogens of insects: Cuticle degrading enzymes and toxins. Advances in
Botanical Res 40: 241-321.
Cuthbertson, A.G.A and K.F.A. Walters. 2005. Pathogenicity of the entomopathogenic fungus Lecanicillium
muscarium against sweet potato whitefly Bemicia tabaci under laboratory and glasshouse
conditions. Mycopathol160(4): 315-319.
Diaz, B.M., M. Oggerin, C.C. Lopez-Lastra, V. Rubio and A. Fereres. 2008. Characterizastion and virulence of
Lecanicillium lecanii against different aphid species. BioContr 54(6): 825-835.
Fatiha, L., S. Ali, S.X. Ren and M. Afzal. 2007. Biological characteristic and pathogenicity of Verticillium
(=Lecanicillium) lecanii against Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae) on egg plant. Pakistan
Entomol 29:
Fatiha, L., Z. Huang, R. Shun-Xiang and A. Shaukar. 2008. Effect of Verticillium lecanii an biological
characteristics and life table of Serangium japonicum (Coleoptera: Coccinellidae), a predator of
whiteflies under laboratory conditions. Insect Sci 15(4): 327-333.
Fayad, A.C. 2003. Interactions of soybean RSV gene and soybean mosaic virus. Thesis submitted the faculty of
the Virginia Polytechnic Institute and State University in partial fulfillment of the requirement for the
degree of doctor of Philosophy.
Fournier, V and J. Brodeur. 2000. Dose-response susceptibility of pest aphids (Homoptera: Aphididae) and
their control on hyroponically grown lettuce with the entomopathogenic fungus Verticillium lecanii,
Azadiracthin and insecticidal soap. Environmental Entomol 29(3): 568-578.
Furutani, N., S. Hidaka, Y. Kosaka, Y. Shizukawa and S. Kanematsu. 2006. Coat protein gene mediated
resistance to soybean mosaic virus in transgenic soybean. Breeding Sci 56(2) 119-124.
Gindin, G., N.U. Gesehtovt, B. Raccah and I. Barash. 2000. Pathogenicity of Verticillium to different
developmental stages of the silverleaf whitefly Bemisia argentifolii. Phytopar 28: 231-242.
Goettle, M.S., M. Koike, J.J. Kim, D. Aiuchi, R. Shinya and J. Brodeur. 2008. Potential of Lecanicillium spp. for
management of insects nematodes of plant diseases. J Invertebr Pathol 94(6): 902-908.
Jones, D.R. 2003. Plant viruses transmitted by whiteflies. Eur J Plant Pathol 109: 195-219.
Kameya, M. 2001. Virus disease of soybean in Southeast Asian countries. Plant Protect 2001-6.
www.docstoc.com/docs/82708973/TM-Plant-protection-1soybean [15 Jan 2012.
Lacey, L.A., S.P. Wraight and A.A. Kirk. 2008. Entomopathogenic fungi for control of Bemisia tabaci Biotype B:
Foreign Exploration Research and Implementation Biol Contr 4: 33-69.
Lazzarini, G.M.J., L.F.N. Rocha and C. Luz. 2006. Impact of moisture on in-vitro germination of Metarhizium
anisopliae, Beauveria bassiana and their activity on Triatoma infestans. Mycol Res 110(4): 485-492.
Mann, R.S., J.S. Sidhu, N.S. Butter, A.S. Sohi and P.S. Sekhon. 2008. Performance of Bemicia tabaci
(Homoptera: Aleyrodidae) and healthy and cotton leaf curl virus infected cotton. Florida Entomol 91:
249-255.
20
11. Yusmani Prayogo : Keefektifan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zare & Gams) Terhadap Bemisia Tabaci
Gen. Sebagai Vektor Soybean Mosaic Virus (SMV) Pada Tanaman Kedelai
McAuslane, H.J. 2000. Sweet potato whitefly B biotype of silverleaf whitefly Bemisia tabaci (Genn.) or Bemisia
argentifolii Bellows & Perring (Insecta: Homoptera: Aleyrodidae).
http://entomology.ifas.ufl.edu/creatures [2 Feb 2012].
Nyoike, T.W., O.E. Liburd and S.E. Webb. 2008. Suppression of whiteflies Bemisia tabaci (Homoptera:
Aleyrodidae) and incidence of cucurbit leaf crumple virus, a whitefly-transmitted virus of zucchlni
squash new to Florida, with mulches and imidacloprid. Florida Entomol 91: 460-465.
Offei, S.K. and S.E. Albrechsen. 2005. Effect of a cowpea mild mottle virus isolate an growth yield of bambara
groundnut Vigna subterranea L. Ghana J Agric Sci NARSedn (1): 63-70.
Prayogo, Y. 2009. Kajian cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zimm.) (Viegas) Zare & Gams untuk
menekan perkembangan telur hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis (F.) (Hemiptera:
Alydidae). [disertasi] Departemen Proteksi Tanaman, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
[PUSLITBANGTAN] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2005. Meningkatkan kualitas
pangan. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/ 28/ cakrawala/profil.com. [16 Jan 2011].
Ruiz, J., D. Janssen, G. Martin, L. Velasco, E. Segundo and M. Cuadrado. 2006. Analysis of the temporal and
spatial disease progress of Bemisia tabaci transmitted cucurbit yelow stunting disouder virus and
cumber vein yellowing virus in cucumber. Plant Pathol 55: 204-275.
Safavi, S.A., G.R. Rassoulian, H. Askary and A.K. Pakdel. 2002. Pathogenicity and virulence of entomogenous
fungus Verticillium lecanii (Zimm.) Viegas on the Pea Aphid Acyrthosiphon pisum (Harris). J Sci & Tech
Agric & Nat Resour 6(1): 295-261.
Shinya, R., D. Aiuchi, A. Kushida, M. Tani, K. Kuramochi and M. Koike. 2007. Effects of fungal culture filtrate
Verticillium l;ecanii (Lecanicillium lecanii) hybrid strains on Heterodera glycines eggs and juvenils. J
Invertebr Pathol.
Sidhu, J.S., R.S. Mann and N.S. Butter. 2009. Deleterious effects of cotton leaf virus on longevity and fecundity
of whitefly Bemisia tabaci (Genn.). J Entomol 6: 62-66.
Soto-Arias, J.P and G.P. Munkvold. 2011. Effects of virus infection on susceptibility of soybean plants to
Phomopsis longicolla. Plant Disease: 530-536.
Sugimoto, M., M. Koike, H. Nagao, K. Okumura and M. Tani. 2003. Genetic diversity of the entomopathogen
Verticillium lecanii on the basis of vegetative compatibility. Phytopar 31: 450-457.
Vu, V.H., S. II. Hong and K. Kim. 2007. Selection of entomopatogenic fungi for aphid control. Biol Sci 104(6):
498-505.
Wang, L., J. Huang, M. You, X. Guan and B. Liu. 2007. Toxicity and feeding deterence of crude toxin extracts of
Lecanicillium lecanii (Hyphomycetes) against sweet potato whitefly Bemisia tabaci (Homoptera:
Aleyrodidae). Pest Manag Sci 63(4): 381-387.
Yeo, H., J.K. Pell, P.G. Alderson, S.J. Clark and B.J. Pye. 2003. Laboratory evaluation of temperature effects on
the germination and growth of entomopathogenic fungi and on their pathogenicity to two aphid.
Pest Manag Sci 59(2): 159-165.
21