2. 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG ....................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................5
C. TUJUAN.........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................6
2.1 PENGERTIAN .....................................................................................................5
2.2 ETIOLOGI............................................................................................................5
2.3 PATOFISIOLOGI ................................................................................................6
2.4 KLASIFIKASI......................................................................................................7
2.5MANIFESTASI KLINIK......................................................................................7
2.6KOMPLIKASI .....................................................................................................7
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG.........................................................................7
2.8 PENATALAKSANAAN ......................................................................................7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................10
3.1 PENGKAJIAN .....................................................................................................10
3.2 DIANOGSA KEPERAWATAN ..........................................................................10
3.3 INTERVERENSI..................................................................................................10
3.4 EVALUASI...........................................................................................................13
BAB IV PENUTUP...............................................................................................................14
4.1 KESIMPULAN ...................................................................................................14
4.2 SARAN................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................15
3. 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipertukarkan. Tirotoksikosis berhubungan
dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan
memberikan hormon tiroid berlebihan. Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis
sebagai akibat produksi tiroid itu sendiri. Tirotoksikosis terbagi atas kelainan yang
berhubungan dengan hipertiroidisme dan yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme.
Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Pada
gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu
efek umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar
lain yang disebut hipothalamus, juga suatu bagian dari otak.
Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing hormone
(TRH), yang mengirim sebuah sinyal ke pituitari untuk melepaskan thyroid stimulating
hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal ke tiroid untuk melepas
hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari yang mana saja dari tiga
kelenjar-kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon tiroid yang berlebihan dapat
dihasilkan, dengan demikian berakibat pada hipertiroid. Pengobatan hipertiroidisme
adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi
(obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
4. 4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud hipertiroid ?
2. Apa yang menyebabakan hipertiroid ?
3. Bagaimana patofisiologi hipertiroid ?
4. Apa saja klasifikasi hipertiroid ?
5. Bagaimana penata laksanaan hipertiroid ?
C. TUJUAN
1. Tujuan umum
Memberikan penjelasan mengenai hipertiroid
2. Tujuan Khusus
Menjelaskan teori dan konsep terkait dengan hipertiroid
Memaparkan proses terjadinya hipertiriod
5. 5
BAB II
PEMBAHASAN
LABIO PALATO SKISIS
2.1 PENGERTIAN
Labio Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanyya kelainan bentuk pada
struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal
median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong,
Donna L. 2003)
Palato skisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2
sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003)
Beberapa jenis bibir sumbing :
1. Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
2. Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi ghanya di salah satu bibir dan memanjang hinga ke
hidung.
3. Bilateral complete
Apabila celah sumbin terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut,
palato skisis (subbing palatum) dan labio palato skisis (sumbing tulang) untuk
menyatu selama perkkkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)
2.2 ETIOLOGI
Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio
palatoschizis, antara lain:
1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan
pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan
hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor
dominan dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan
terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan
palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa
bagian kontak.
2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas
maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
Zat –zat yang berpengaruh adalah :
Asam folat
Vitamin C
Zn
Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan
Zn dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh
6. 6
kembang organ selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal
juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.
3. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:
Jamu. Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin,
terutama terjadinya labio palatoskisis. Akan tetapi jenis jamu apa yang
menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian
lebih lanjut
Kontrasepsi hormonal. Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi
hormonal, terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi
gangguan sirkulasi fotomaternal.
Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio
palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain :
- Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)
- Aspirin (Obat – obat analgetika)
- Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream pemutih)
Sehingga penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan dokter.
4. Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio
palatoskisis, yaitu:
Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok
dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang
terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ
selama masa embrional.
Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit
diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan
gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat
berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa embrional.
Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan
terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut
dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa embrional.
5. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus
(toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya kelainan
kongenital terutama labio palatoskisis.
Dari beberapa faktor tersebit diatas dapat meningkatkan terjadinya Labio
palatoskisis, tetapi tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian, lama
pemakaian, dan waktu pemakaian.
2.3 PATOFISIOLOGI
Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang
selama fase embrio pada trimester I. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena
kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama
kehamilan 6-8 minggu.
Palatoskisis adalah adanya penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12
minggu. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa
kehamilan.
7. 7
2.4 KLASIFIKASI
2.4.1 Berdasarkan organ yang terlibat
Celah bibir ( labioscizis ) : celah terdapat pada bibir bagian atas
Celah gusi ( gnatoscizis ) : celah terdapat pada gusi gigi bagian atas
Celah palatum ( palatoscizis ) : celah terdapat pada palatum
2.4.2 Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk
Komplit : jika celah melebar sampai ke dasar hidung
Inkomplit : jika celah tidak melebar sampai ke dasar hidung
2.4.3 Berdasarkan letak celah
Unilateral : celah terjadi hanya pada satu sisi bibir
Bilateral : celah terjadi pada kedua sisi bibir
Midline : celah terjadi pada tengah bibir
2.5 MANIFESTASI KLINIS
a) Tampak ada celah
b) Adanya rongga pada hidung
c) Distorsi hidung
d) Kesukaran dalam menghisap atau makan.
2.6 KOMPLIKASI
a) Gangguan bicara
b) Terjadinya atitis media
c) Aspirasi
d) Distress pernafasan
e) Resiko infeksi saluran nafas
f) Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
g) Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder
akibat disfungsi tuba eustachius
h) Masalah gigi
i) Perubahan harga diri dan citra tubuh tyang dipengaruhi derajat kecacatan dan
jaringan paruh.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan prabedan rutin
2) Pemeriksaan Diagnostik
Foto Rontgen
Pemeriksaan fisik
MRI untuk evaluasi abnormal
2.8 PENATA LAKSANAAN
1) Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya.Adanya kemajuan teknik bedah,
orbodantis, dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan
fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada maka tindakan
bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap.
8. 8
Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi
tersebut telah berumur 1-2 bulan.setelah memperlihatkan penambahan berat badan
yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran napas atau sistemis.
Perbadaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan
kasus, pembedahan pada hidung hendaknya di tunda hingga usia mencapai usia
pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk dan derajat cerah
yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi
masing-masing penderita.
Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5
tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah
balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi
otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan
dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Perawatan Pra-Operasi :
Fasilitas penyesuaian yang positif dari orang tuaterhadap bayi.
Bantu orang tua dalam mengatasi reaksi berduka
Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya
Diskusikan tentang pembedahan
Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang
positif terhadap bayi
Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi
Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan
pengobatan bayi
Tahap – tahap intervensi bedah
Teknik pemberian makan
Penyebab devitasi
Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adekuat
Fasilitasi menyesui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot
yang cocok. Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan
menghisap.
Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke
dinding mulut. Apakah cairan ke sebelah dalam gusi di dekat lidah
Sendawakan bayi dengan sering selama pemberian makan
Kaji respon bayi terhadap pemberian susu
Akhiri pemberian susu dengan air.
Meningkatkan dan Mempertahankan Jalan Napas
Pantau status pernapasan
Posisikan bayi miring ke kanan dengan sedikit ditinggikan
Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
b) Perawatan Pasca-Operasi
Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
9. 9
Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau
sendok
Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi
Lanjutkan dengan diet lunak
Sendawakan bayi selama pemberian makanan
Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak
Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
Oleskan salep antibiotik pada garis sutura ( keilostkisis )
Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan
Hindari memasukkan objek ke dalam mulut anak sesudah pemberian
makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
Pantau tanda – tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik
Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri
Perhatikan poendarahan , edema, drainage
Monitor keutuhan jaringan kulit
Perhatikan posisi jahitan, hindari dengan kontak dengan alat – alat tidak
steril misal alat tensi
10. 10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotapalatoskisis dari keluarga, berat
atau panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan atau penurunan berta badan,
riwayat otitis media dan infeksi saluran pernapasan atas.
Pemeriksaan fisik
Inpeksi kecacatan pada sat lahir untuk menguidentifikasi karakteristik sumbing.
Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
Kaji kemampuan hisap,menelan ,bernafas.
Kaji tanda-tanda infeksi
Palpasi dengan menggunakan jari
Kaji tingkat nyeri pada bayi
Pengkajian Keluarga
Obserfasi infeksi bayi dan keluarga
Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak /orangtua
Kajian reaksi orangtua terhadap operasi yang akan di lakukan
Kaji kesepian orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengaturperawatan di rumah
Kaji tingkat pengetahuan keluarga
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kuping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau krisis perkembangan /
keadan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaaan.
Resiko aspirasi perhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak seimbangan.
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
mampuan menaikan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
INTERVENSI
DX.1 :Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain dan kritis perkembangan
dan keadaan dari orang lain terdekat mungkin muncul ke permukaan.
NOC: Fmily kuping
KH:
Mengatur masalah
Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
Menggunakan strategi pengurangan stress
Indikator skala:
Tidak pernah dilakukan
Jaang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan
11. 11
NIC: Family support
Dengarkan apa yang diungkapkan
Bangun hubungan kepercayaan
Ajarkan pengobatan dan rencana keperawatan untuk keluargga
Gunakan mekanisme kopoing adaptif
Mengkonsultasikan dengan angota keluarga untuk menambah koping yang efektif.
DX.II: resiko aspirasi berhubungan dengan kondisiyang menghambat elevasi tubuh bagian
atas.
NOC : Risk Control
KH :
Monitor lingkungan faktor resiko
Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
Monitor perubahan status kesehatan
Monitor faktor resiko individu
Indikator skala :
Tidak pernah dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan
NIC : Aspiration Precaution
Monitor status hormonal
Hindari penggunaan cairan / penggunaan agen amat tebal
Tawarkan makanan / cairan yang dapat dibentuk menjadi bolu sebelumditelan.
Sarankan untuk berkonsultasi ke Patologi
Posisikan 90 atau lebih jika memungkinkan.
Cek NGT sebelum memberi makan
DX. III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak seimbangan
NOC :
Menggunakan pesan tertulis
Menggunakan bahasa percakapan vokal
Menggunakan percakapan yang jelas
Menggunakan gambar/lukisan
Menggunakan bahasa non verbal
Indikator skala :
Tidak pernah dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan
NIC : Perbaikan Komunikasi
Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan pasien
Berbicara kepada pasien dengan lambat dan dengan suara yang jelas.
Menggunakan kata dan kalimat yang singkat
Mendengarkan pasien dengan baik
Memberikan reinforcement/pujian positif pada keluarga
Anjurkan pasien mengulangi pembicaraannya jika belum jelas
12. 12
DX. IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan
ketidakmampuan menaikkan zat-zat giziberhubungan dengan faktor biologis.
NOC : Status Nutrisi
KH :
Stamina
Tenaga
Penyembuhan jaringan
Daya tahan tubuh
Pertumbuhan (untuk anak)
Indikator skala :
Tidak pernah dilakukan
Jarang dilakukan
NIC : Nutrition Monitoring
BB dalam batas normal
Monitor type dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak/orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor rambut kusam, kering dan mudah patah
Monitor pertumbuhan danperkembangan
DX. V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
NOC : Tingkat Kenyamanan
KH :
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemennyeri.
Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri.
TTV dalam batas normal
Indikator skala :
Tidak pernah dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan
NIC : Pain Management
K aji secara komprehensif tentang nyeri meiput i : Lokasi, karakterist ik,
durasi, frekwensi, kualitas dan intensitas nyeri.
Observasi isarat-isarat non verbal dari ketidaknyamanan
Gunakan komunikasi teraupeutik agar pasien dapat nyamanmengekspresikan
nyeri.berikan dukungan kepada pasien dan keluarga.
DX. VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
NOC : Risk Control
KH :
Monitor gejala kemunduran penglihatan
Hindari tauma mata
Hindarkan gejal penyakit mata
Gunakan alat melindungi mata
Gunakan resep obat mata yang benar
13. 13
Indikator skala :
Tidak pernah dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan
NIC : Identifikasi Resiko
Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan rencana berkelanjutan
Menentukan sumber yang finansial
Identifikasi sumber agen penyakit untuk mengurangi faktor resiko
Menentukan faktor pelaksanaan dengan treatment medis dan perawatan
EVALUASI
Dianoksa I : koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau krisis
perkembangan keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaan.
a. Mengatur masalah
b. Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
c. Mengunakan strategi pengurangan stres
d. Membuat jatwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga
Diagnosa II : resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh
bagian atas.
a. Monitor lingkungan faktor resiko
b. Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
c. Modifikasi gaya hidup untuk mengurang resiko
d. Monitor perubahan status kesehatan
e. Monitor faktor resiko indifidu
Diagnosa III : kerusakan komunikasi ferbal berhubungan dengan ketidakseimbangan.
a. Menggunakan pesan tertulis
b. Menggunakan bahasa percakapan vokal
c. Menggunakan percakapan yang jelas
d. Mengunakan gambar/lukisan
e. Menggunakan bahasa non verbal
Diagnosa IV : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan menaikan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
a. Stamina
b. Tenaga
c. Penyembuhan jaringan
d. Daya tahan tubuh
e. Pertumbuhan (untuk anak)
Diagnosa V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakanmanagemen nyeri.
Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dantanda nyeri.
TTV dalam batas normal
Diagnosa VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
14. 14
a. Monitor gejala kemunduran penglihatan
b. Hindari tauma mata
c. Hindarkan gejal penyakit mata
d. Gunakan alat melindungi mata
e. Gunakan resep obat mata yang benar
15. 15
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Labio palatoschizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit – langit rongga
mulut dapat melalui palatum durum maupum palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan
langit – langit tiadak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan mesuderm
pada saat kehamilan
2. Beberapa penyebab labio palatoschizis antara lain : faktor genetik, insufisiensi zat untuk
tumbuh kembang, pengaruh obat teratogenik, faktor lingkungan maupun infeksi
khususnya toxoplasma dan klamidial
3. Labio palatoshizis dibagi menjadi tiga klasifikasi: berdasarkan organ yang terlibat,
berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk, berdasarkan letak celah.
4. Labio palatoshizis adalah suatu kelainan kongenital sehingga insidensnya adalah
kongenital.
5. Penatalaksanaan Labio palatoshizis adalah dengan tindakan pembedahan.
6. Asuhan keperawatan ditegakkan untuk mengatasi masalah dan dampak hospitalisasi yang
ditimbulkan.
4.2 SARAN
Bagi masyarakat khusunya ibu hamil dapat sesering mungkin untuk memeriksakan
kehamilannya dan menghindari seminimal mungkin hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya kelainan kongenital pada janin atau organ yang dikandungnya
16. 16
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat,Aziz Alimul.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Tucker,Susan Martin. Standart Perawatan Pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Canobbio,Mary M. Standart Perawatan Pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Paquette,EleanorvVargo. Standart Perawatan Pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Wells,Majorie Fyfe. Standart Perawatan Pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran