3. untuk yang tercinta :
Mami, Papi, Nenek Daeng
Tante Fatma, Tante Chama, Tante Ati
untuk satu-satunya hingga akhir waktu: Tyas Legawa
5. DAFTAR ISI
Dedikasi & Terima Kasih
1 Asal-muasal 9
2 The Great Firewall of China 18
3 Hollywood, Bollywood, Chinawood 31
4 Ekosistem Media Global versus China 51
5 Indocine: Antara Ruang dan Waktu 63
6 Simpulan: Visi Kreatif 2025 86
7 Pustaka & Pranala 99
8 Tentang Penulis 102
7. TERIMA KASIH
Menuntut ilmu hingga ke banyak negeri. Saya ucapkan rasa syukur ke Tuhan YME
karena bisa berguru secara online dengan pakar media massa dan globalisasi, Prof.
Anthony YH Fung dari School of Journalism and Communication, CUHK, Hong Kong
dan kepada Dr Umair Haque dari Havas Media Lab.
Terima kasih juga Lola Maris dan Iwan Jusuf, dua sparring partners saya selama
puluhan tahun: untuk menimba ilmu tanpa putus, dan untuk berbagi informasi penuh
canda tawa. Atas diskusi dan inspirasinya, saya ucapkan terima kasih untuk Prof. Ilya
R. S. Sunarwinadi, Teddy Anggoro, MH, serta Mas Hikmat Darmawan dan Mbak
Juni Soehardjo.
Akhirul kalam, beberapa peradaban yang tetap unggul hingga hari ini adalah mereka
yang telah memiliki sejarah panjang dalam "bernegara". Media adalah bagian
intangible, tak kelihatan, dari sebuah peradaban hari ini. Benafas dan tidur berarti hidup
di antara pipe & content. Semoga pencarian saya ini bukan lelucon media dua tahun
terakhir: God created the world, and the rest is made in China.
i
9. 1
ASAL-MUASAL
“Hostile foreign powers have not abandoned their conspiracy and
tactics to westernize China and to divide the country,” warned Hu
[Jintao] in late 2008. 1
Bisa jadi paranoid, bisa juga strategis. Kebijakan pemerintah China hingga
hari in i seakan misteri bagi banyak investor asing hingga pekerja kreatif
asing. Pertarungan melawan pengaruh asing di abad la lu berarti senjata
api atau bambu runcing. Kerap hadir di kehidupan hari in i Cyberwar atau
Twitterwar bukanlah perang. China melarang Facebook di negaranya, dan
ia membuat versi lokal media sosia l in i, Renren. Di beberapa area di China
(terutama mungkin yang masih miskin), Google dan Youtube tak bisa
diakses sama sekali.
Saya mempercayai bahwa apa yang dilakukan pemerintahan Hu Jintao
sekarang adalah strategi memenangkan pertarungan globa l. Sebaga i
bangsa besar hari ini dan masih akan terus berjaya di masa mendatang,
China mempelajari sejarah panjangnya. Cara berpikir terhadap proteksi
atas pengaruh asing ini dirancang dengan melihat strategi dan taktik Sun
Tzu, filsuf milit er di abad ke-6. Sun Tzu membuka tulisannya dengan
perencanaan: “All warfare must be based on deception;” bahwa musuh
harus dikelabui. Ketika akan menggunakan kekuatannya, perlihatkan ke
musuh bahwa tentara China seakan sedang tidak aktif. Di saat musuh
mengeluarkan seluruh kekuatan, di saat itu lah pasukan Sun Tzu
menyerang.
1
Dilip Hir, After empire: the birth of a multipolar world, Nation Books, 2010, halaman 249.
1
10. Belajar hingga ke negeri China bukanlah pameo kosong. Mengkaji gerak-
gerik pemerintah China dan hasil kebijakannya hari in i adalah melihat
gaya keterbukaan antara “ada” dan “tiada”. China hari ini memasuki
babak baru sejak dikeluarkannya Decree #44 tahun 2004 yang
membolehkan masuknya investasi asing untuk produksi film, radio dan
televis i. Khusus produksi, saya mengkategorikan hal in i dala m kotak “is i”
atau content. Mari berpikir antara pipe dan content dalam industri media
massa, telekomunikas i dan internet. Tiga sektor yang hari ini “melebur”
karena teknologi digital. Pipa adalah penyalur is i audio- visual, apakah
melalu i perangkat bergerak (telepon genggam atau tablet) ataukah statis
(pesawat TV di rumah).
Untuk kepemilikan pipa, belum ada entitas asing bisa memiliki saham
perusahaan media massa di China daratan. Perusahaan media asing yang
dipancarkan melalui satelit biasanya berkantor di Hong Kong, yang
memiliki sistem pemerintahan khusus di bawah HKSAR, Hong Kong Special
Administrative Region, sebuah sistem yang leb ih terbuka terhadap investasi
asing. Media dan telekomun ikasi adalah sektor tertutup terhadap investasi
asing secara langsung (foreign direct investment) , tapi masih diperbolehkan
untuk investasi tak langsung (induk perusahaan media atau melalui bursa
saham). Untuk perusahaan dengan jen is investasi yang terakhir ini,
dipast ikan bahwa pemerintah China memiliki saham mayoritas di
dalamnya.
Proteksi super-ketat juga terasa di is i film, program TV dan situs internet
dari luar China. Adegan cium adalah tabu, apalagi bersuara keras
memprotes pemerintah China. Selepas era Mao Zedong (akhir 1970-an), film
asing bisa masuk tapi harus dibatas i kuantitasnya dan harus disensor ketat
oleh SARFT (State Authority of Radio, Film and Television).
Produksi film dan tayangan TV kerjasama dengan pihak asing baru terjadi
saat keluar Decree #44 tertanggal 16 November 2004. Detail dari
peraturan ini tak ada yang mengetahui kecuali petinggi SARFT sendir i.
Peraturan bernomor sama juga pernah dike luarkan tahun 2000 oleh
Kementerian Keamanan Publik terkait tak langsung terhadap media
adalah: “Measures for the Admin istration of Security of Mass Cultural and
Sports Activit ies”.
Untuk media massa, pemerintah China juga mengatur ketat isi, mula i dari
skenario (regulasi ex ante ) hingga hasil akhir (regulasi ex post ). Pengaturan
in i juga dikait kan dengan izin usaha. Melanggar is i yang ditentukan,
perusahaan ditutup atau sahamnya harus dipin dahkan ke pihak lain.
Keluar juga peraturan terakhir (Februari 2012) periha l larangan TV loka l
menayang film atau program TV asing di jam prima .
2
11. Semua aturan in i dirancang oleh pemerintah China untuk menghadap i
kondisi global tanpa harus menentang atau menutup diri. Terlihat je las
bagaimana percepatan pertumbuhan media global selama sepuluh tahun
terakhir, atau setelah biaya menyewa slot satelit menjadi murah dan
teknologi distribusi audio visual melalui jaringan internet menjadi massal.
Tindakan protektif pemerintah China in i menjadi satu hal yang
sesungguhnya patut dimaklumi mengingat bangsa China memiliki filosofi
"Tao" dalam kehidupan sehari-hari: bagaimana semua hal terjadi dan
bekerja di bumi ini. Sebagai bangsa besar, China tahu menjaga
keseimbangan alam dan segalanya , termasuk kebijakan membuka dan
menutup (open & closed policies) .
Di luar semua bentuk kebijakan pemerintah China hari in i, potensi pasar
penonton China (populasi 1,3 milyar) masih menjadi daya tarik pihak asing.
Memasuki tahun 2012, banyak acara diskusi industri M&E (media and
entertainment) di Hollywood yang menyoroti co-production atau produksi
bareng produser dari China. Geliat M&E di China, serta kondis i globa l
(baca: digitalis as i segalanya) mendorong industria lis barat melakukan
ekspansi ke pasar gemuk in i. Pasar media yang sebelumnya sulit ditembus,
sejak 2004 mulai terbuka terhadap investasi asing.
Di luar semua aturan itu, negara barat masih kesulitan merangkul pasar di
China secara maksimum karena tak ada tindakan keras pemerintah
terhadap produk video bajakan karya kreatif Hollywood (film) atau Silicon
Valley (piranti lunak). Selama in i pemerintah China pusat “mengakui” tak
bisa menindak pembajakan ini karena masalah otoritas pemerintah daerah.
Selama in i, yang seakan menjadi keprihatinan banyak bangsa lain di dunia,
adalah pemerintah pemerintah China terlalu over-protective , namun di sis i
lain tak ada kepastian akan hak intelektua l yang dimiliki perusahaan
asing.
Tao of Media
Tulisan in i awalnya dibuat dalam bentuk peta sederhana tentang industri
TV nasional. Ia lalu meluas menjadi globa l. Ternyata sebuah stasiun TV itu
hanya bagian kecil dari industri global, Media & Entertainment (M&E).
Televisi, misalnya, hanya satu jende la dari sekian banyak media bagi
sebuah video atau film diputar. Televisi memang hanya satu cara distribus i
untuk ribuan jam film layar lebar atau bahkan jutaan jam program telev isi
seluruh dunia.
3
12. Sebelum memahami bagaimana China bisa membuka diri terhadap media
massa asing, atau bahkan terhadap media massa lokal sekalipun di era
Mao Zedong, saya harus bisa melihat proses media massa itu secara
mendasar. Sebagai panduan awal buku ini, berpikir dua pilah berbeda: pipa (pipe) dan
isinya (content) membantu memahami evolusi karya visual, audio dan audio visual dalam
industri media massa.
PIPE CONTENT
PIPE: bioskop, radio, TV, DVD player, situs internet
CONTENT: gambar statis (foto, lukisan, kartun), presentasi,
dokumen kuliah, musik, video (animas i, film layar lebar), dan
seterusnya
Berpikir televis i hanya satu pipa , saya mencari tahu lagi hubungannya
dengan pipa lain dan bagaimana industri film dan tayangan TV itu
bergerak dari hulu ke hilir . Di sinila h kemudian saya menyadari bahwa
televis i adalah sebuah sistem globa l. Bagaimana sebuah tayangan TV atau
film layar lebar itu masuk ke dalam layar TV atau bioskop? Prosesnya
selalu linier dari produksi lalu distr ibusi hingga eksib is i melalui media
massa. Perlu dicatat, sebagai produk intangible, film atau tayangan TV itu
diproduks i sekali untuk eksibis i atau diputar berulangka li.
PRODUKSI DISTRIBU SI EKSIBISI
Dari beberapa hal paling mendasar proses media massa sejak seratus tahun
terakhir, saya kemudian mencoba mengkaji media massa ini dari kebijakan
publik, dalam kaitan bagaimana penguasa media massa globa l dan
4
14. in i juga membantu memetakan strategi kebijakan publik pemerintah China
sepuluh tahun terakhir.
Bagan dibagi secara vertikal atas doma in is i (content) dan pipa (pipe),
atau media dan tempat memasang, memutar, menyiarkan film atau
tayangan TV. Sejak isi diproduksi hingga di distr ibusi, dipahami periha l
berbagai jenis , terutama dalam bentuk digital, di antaranya jpg untuk
gambar dan avi untuk audio video. Format digita l ini hanyalah simp lifikas i
domain saja. Parameter format digita l sangatlah banyak, namun untuk
secara umum pembagian parameter hanya dibatas i oleh kemampuan
panca indera (mata, telinga, dan seterusnya). Jika “berbagai macam
bau/wewangian” bisa ditransfer ke bentuk digita l suatu hari, akan ada
parameter baru, dan seterusnya. Selan jutnya, doma in content adalah untuk
pemain bisnis menengah bawah, sedangkan untuk pipa , kecenderungannya
adalah untuk pemain modal besar.
Tentang Buku Ini
Buku ini adalah kajian tentang sektor M&E, dengan pendekatan ekonomi.
Hal in i diawali dari pemikiran bahwa sektor M&E khusus di Indonesia
belumlah banyak dikaji secara mendasar. Sela in itu, film layar lebar atau
tayangan TV, khususnya genre drama, difokuskan dengan alasan
dominasinya dalam perputaran uang di industri in i serta. Pendekatan sosia l
atas tayangan dan film adalah dalam kerangka globa lisas i dan de-
globalisasi. Proses in i telah terjadi di China, yang kin i tampil sebagai satu
kekuatan ekonomi dunia hanya dalam tempo singkat. Untuk itu, apa yang
terjadi di China bisa dipelajar i untuk mengerti bagaimana sektor M&E
global yang berproses hari ini.
Di bagian pertama buku in i, Great Firewall of China , saya melihat
standing point pemerintah China dalam pengaturan film dan arus investasi
sektor M&E (Media & Entertainment) . Setelah ada keterbukaan pemerintah
di awal milen ium baru, China menjadi daerah tujuan investasi M&E yang
menarik apalagi jika mengingat potensi penonton dari negara berpopulasi
terbesar dunia. Untuk kajian in i, saya mengangkat analisis Fung (2008:
halaman 35) tentang industri M&E global ke China (global to local) yang
harus melalui peraturan kepemilikan yang rumit juga sensor isi media yang
sangat ketat . Fung juga mengkaji proses dari dalam ke luar (local to
global) yang dilaksanakan pemerintah China untuk menyerap hal positif
dari globalisas i. Fung menegaskan bahwa setelah budaya populer global
masuk ke satu negara, ia seakan “memperkuat” budaya loka l dan
selan jutnya memiliki nilai lebih untuk ekspansi ke luar negeri.
6
15. Di bagian kedua, Hollywood, Bollywood, Chinawood, saya mempela jar i
bagaimana kerja sistem periode peluncuran satu film di beberapa media
massa (movie release window ) yang lahir dari pebisnis Hollywood in i. Model
bisnis ini kemudian diterapkan Hollywood untuk pasar globa l, termasuk ke
China dan India, dua negara berpopulasi terbesar yang juga berarti pasar
M&E yang besar. Konsep hak barang intelektual (intellectual property
rights) yang berangkat lepas era Gutenberg, kini dipergunakan oleh
Hollywood. Konsep IPR ini bahkan dikaitkan dengan kontrak perdagangan
barang internasional di Wor ld Trade Organizat ion (WTO). Dari sini
kemudian juga lahir konsep “produk dan sinya l audio visual ile gal” sebagai
bentuk pelanggaran TRIPS. Setiap anggota WTO wajib meratifikas i TRIPS
(Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Pernah memonopoli
dunia dengan film dan tayangan telev isin ya, Amerika Serikat adalah satu
dari penemu teknologi awal pipa audio visual, mula i dari bioskop , televis i
hingga “jaringan” internet.
Cara Hollywood mengembangkan bisnis M&E dengan pakem produksi
tertentu ditularkan di industri perfilman India dan China. Saat in i industri
perfilman China telah mampu mengekspor film ke luar China. Untuk itu
secara umum China akhirnya "menyebarkan" nilai- nila i luhur budaya
mereka ke seluruh dunia dengan tutur produksi film a la Hollywood. Di
bagian Ekosistem Med ia Global versus China dikaji tentang
kepemilikan media massa global, yang beberapa di antaranya berlomba -
lomba masuk ke pasar M&E China , khususnya secara langsung (foreign
direct investment) . Mendir ikan kantor perusahaan media asing di negara ini
adalah tabu di era Mao Zedong bahkan hingga era Deng Xiaoping. Sebelum
2004, tak diperbolehkan masuk investasi asing untuk perusahaan M&E di
China. Setelah lahir Decree #44 di tahun 2004 tentang co-production untuk
media bioskop, telev isi dan radio, struktur pasar kemudian berubah.
Monopoli pemerintah untuk tahap produksi bergeser monopolistik: produk
sama dengan kemampuan banyak pemain yang rata-rata sama pula.
Struktur pasar di China in i dibentuk atas upaya dan regulasi
pemerintahnya. Pemerintah China memproteksi pemain loka l terhadap
asing berupa kepemilikan saham di perusahaan kerjasama dengan pihak
asing.
Proses globalisas i dis ikapi pemerintah China seperti arena perang, dengan
menerapkan salah satu taktik Sun Tzu seperti “rangkul musuh” sebelum
tangan mampu menikam bagian belakang lawan. Deception, atau tipuan,
adalah cara pemerintah China: seakan belum bisa membuka diri secara
penuh tapi pemerintah China menguasai dunia dengan berbagai produk
buatan bangsanya.
7
16. Ditutup dengan Bab Indocine: Antara Ruang dan Waktu , saya mencoba
mendefleks ikan kondis i industri audio-visua l ini di Indonesia. Bagian in i
menjadi kilas balik Industri film nusantara sejak kependudukan Belanda,
Jepang, kemudian terbentuk negara bernama Indonesia hingga hari ini.
Saya kemudian melihat proses in i dalam kerangka kebija kan publik di
Indonesia hari ini. Secara kontekstual hari ini, ada 14 subsektor industri
kreatif dalam realitas budaya global. Subsektor ini juga menjadi bagian
industri M&E global yang masuk dan tidak mengala mi proses de-
globalization di dalam negeri. Untuk tetap memperkenalkan nilai luhur
sebuah peradaban lokal ke seluruh dunia, belajarlah hingga ke negeri
China.
Indonesia adalah bangsa yang juga [pernah] besar, yang berada di antara
jalur perdagangan India, China dan Asia Tenggara. Apa yang kemudian
patut direnungkan dari kajian in i? Apa saja 14 subsektor industri kreatif
yang dirumuskan di Indonesia versus yang telah dikaji secara global oleh
UNESCO? Di bagian terakhir , Simpu lan: Visi Kreatif 2025, adalah
simpu lan yang diharapkan bisa menjadi bahan krit isi industri M&E di negeri
in i.
Satu hal yang saya garisbawahi dala m tulisan in i adalah penggunanaan
bahasa Inggris dalam setiap bagian. Dengan derasnya arus informasi hari
in i, dunia seakan menunjuk bahasa "resmi" media baru adalah bahasa
Inggris. Saya terpaksa menuliskan beberapa istilah khas yang jika
diter jemahkan ke dalam Bahasa Indonesia esensi dan makna yang ingin
saya sampaikan tidak tercapai. Paling utama adalah ist ilah pipe & content;
jika diter jemahkan menjadi pipa dan isi. “Isi” memiliki konotasi yang
terlalu fis ik (tangible). Tak akan menolong banyak jika ditu liskan "konten".
8
18. 2
THE GREAT FIREWALL OF CHINA
Pagi itu diselenggarakan breakfast meeting sebelum konferensi industri
penyiaran Asia Pasifik, CASBAA 2006, Hongkong. Seorang mitra firma
hukum Paul, Weiss , Rifkind, Wharton & Garrison LLP dari New York
menjadi pembicara. Ia bercerita tentang regulasi di China. Ia pernah
bertemu dengan pegawai pemerintah China. Untuk mendapatkan
peraturan perundangan terbaru, ia harus mendapatkan jawaban in i: “You
want to know the regulations? Talk to me, I know the regulat ions.” Pegawai
pemerintah China itu mengayunkan kertas peraturan itu lalu ia
menyembunyikannya ke belakang punggungnya.
Betul, yang terjadi di China adalah orang asing ya tetap orang asing.
Peraturan perundangan telah dituliskan namun untuk membaca detail
aturannya, tak ada seorangpun warga negara asing, atau pengacara
kebangsaan China pun (yang mewakili perusahaan asing) bisa
mendapatkan dokumennya.
Pasca-perang dingin , China menje lma menjadi kekuatan polit ik ekonomi
global yang cukup berpengaruh. Te lah terjadi arus besar investasi asing ke
China sepuluh tahun terakhir. Potensi pasar dan keterbukaan pemerintah
dibaca oleh para pemain asing sebagai sebuah peluang yang wajib digarap.
M&E adalah sektor terakhir yang membuka diri terhadap investasi asing.
Media adalah satu sektor yang sangat diproteksi pemerintah China bahkan
sejak era Mao Zedong.
Atas is i film atau siaran TV yang membawa pengaruh asing, pemerintah
China sungguh melindungi usaha loka l China daratan. Proteksi bagi
penonton atau juga pemain industri film loka l in i bahkan berlaku juga atas
film dari Hong Kong. Walau telah menjadi bagian resmi China pasca-
pelepasan adminstrasi Inggris Raya di tahun 1997, Hong Kong tetap
10
19. mendapatkan kuota ekspor 20 judul film ke China. Jika ingin memasok
lebih banyak lagi, produser wajib mempekerja kan tenaga kreatif dari
China daratan dalam produksi film tersebut. Hal ini diatur juga dalam
kesepakatan CEPA (Closer Econonomic Partnership Arrangement) di tahun
2004 antara admin istrator wilayah Hong Kong dan pemerintah China. 2
Aturan untuk film dari Hollywood leb ih ketat: pemerintah China hanya
menetapkan kuota saja. Pemain asing tak mendapatkan keist imewaan
kuota tambahan ini. Suatu hal pasti: hal ini tak masuk perhitungan
produser asing karena mengongkosi pekerja China datang ke Hollywood
adalah mahal.
Selain dikunci ketat di peraturan tenaga kerja dan investasi sektor M&E,
pemerintah China juga membuat peraturan isi atau ja lan cerita film. Detail
pasal dalam peraturan itu tak jelas apa saja. Peraturan itu pun bisa
berubah tanpa ada transparansi kapan dan bagaimana pasal mana dalam
dokumen itu yang diganti. Peraturan khusus film dan media massa in i
dibuat oleh badan negara SARFT (State Authority of Radio, Film, and
Television), atau kalau di Indonesia dikenal dengan nama KPI (Komisi
Penyiaran Indonesia).
Secara umum, peraturan tentang film la yar lebar dan tayangan TV yang
masuk ke China harus mengikut i beberapa pokok pemikiran di bawah in i.
Films may not contain content which: 3
1. Violates the basic principles of the Constitution;
2. Threatens the unity, sovereignty and territor ial integrity of the
state;
3. Divulges state secrets, threatens national security, harms the
reputation and interests of the state;
4. Instigates national hatred and discr iminat ion, undermines the
harmony among ethnic groups, or harms ethnic customs and
practices;
5. Violates state policies on religion, and propagates cult religion or
superstit ion;
6. Disrupts social order or social stabilit y;
7. Propagates obscenity, gamblin g, violence , or abets crimina l
activit ies;
2
Lucy Montgomery, China's Creative Industries: Copyright, Social Network Markets and the Business of Culture in a
Digital Age, Edward Elgar Publishing, 2010.
3
http://info.hktdc.com/alert/cba-e0804c-2.htm
11
20. 8. Insults or defames others, or infringes upon others' legitimate rights
and interests;
9. Corrupts social morality, or defames the superiority of national
culture;
10. Other contents prohibited by state laws and regulat ions.
Sesungguhnya, peraturan di atas adalah normatif adanya. Di China sensor
terjadi di tahap skenario (ex ante) dan hasil akhir film (ex post) . Jika
hendak diproduks i di China, dokumen skenario harus diserahkan
sebelumya. Skenario yang tidak kembali ke produser adala h pertanda
produksi atau distribusi tak bisa dilakukan. Selanjutnya jika telah
diproduks i ternyata hasilnya berbeda, film tak bisa diputar. Setelah diputar
pun, film sewaktu-waktu bisa ditarik dari peredaran bioskop China.
Hingga hari in i pemerintah China sewaktu-waktu masih menarik film
produksi Hollywood dari bioskop tanpa alasan. Kepastian masa putar
diber ikan terhadap produksi lokal, atau produksi bareng produser loka l
dan produser asing. Alasannya adalah berakar dari Decree 44 tahun 2004.
Dalam peraturan ini perusahaan asing boleh bermitra dengan produser
lokal dengan mendir ikan usaha patungan untuk memproduksi film di
China daratan.
Lahir lah kemudian sebuah film epik kolosa l, Warlords (2005). Produser
Hollywood Warner Bros. Studios membuat entitas kerjasama dengan
Hengdian Group, pengusaha elektron ik dan kimia loka l. Entitas itu diberi
nama Warner China Film Hengdian Group dan produksi perdananya adalah
film Warlords . Persyaratan mendir ikan usaha bersama (joint-venture) in i
adalah kepemilikan lokal 51%, alias pihak asing tak memiliki voting rights
atas entitas usahanya.
Dari bentuk kerjasama lokal- asing in i, Warlords mampu meraih
keuntungan hanya dari pasar penonton China . Di minggu pertama film ini
diputar telah dihasilkan pemasukan kotor USD 10,073,000 4 dengan total
biaya produksi USD 40,000,000. Seja k 2007 hingga 2011 dengan
pemutaran di beberapa media (bioskop, DVD hingga telev isi) telah dila lu i,
pemasukan kotor Warlords telah mencapai USD 129,078,000 atau empat
kali lipat dari biaya produksinya.
Kongsi para pekerja Hollywood dan Chinawood ini telah melahirkan produk
yang cukup fenomenal. Untuk menghemat biaya prop ( property, atau
perlengkapan produksi) Hengdian juga membangun studio produksi besar,
4
http://www.boxofficemojo.com
12
21. empat jam perjalanan darat dari ibukota Beijin g. Studio in i berukuran
besar berisi replika Forbidden City lengkap dengan istana dan lansekap
sekitarnya.
Mengkaji kerjasama Warlords ini, produser Hollywood telah
memperkenalkan gaya manajemen produksi hingga cara bertutur sebuah
film layar lebar khas Hollywood. Film ini menggunakan resep film epik
Hollywood: kolosal dan mahal. Sebe lumnya film produksi lokal (China atau
Hong Kong) jarang mengerahkan banyak figuran dalam satu adegan .
Selain itu, Warlords juga dipasarkan dengan memaka i cuplikan film
(trailer) yang mengambil pakem bertutur Hollywood: dramatisasi replika
kehidupan. Penggunaan pakaian (wardrobe) dan prop mendekati warna
asli masa lalu (nuansa cokelat). Selain itu juga musik (music score) dibuat
untuk dramatisasi di setiap adegan utama.
Selain itu film in i juga memaka i pakem penetrasi budaya seperti saat film
Amerika menempatkan stars and stripes di banyak adegan sebuah film.
Secara umum, simbol- simbol patriotisme China dibuat nyata dan alamia h.
Secara khusus, sebagai pembawa pesan kehebatan pahlawan China, film-
film kolosal seperti Warlords in i tak pernah disulih- suarakan ke bahasa la in.
Bahasa Mandarin, atribut perang Suku Han, serta nila i luhur kepahlawanan
China harus diresapi penontonnya sebagai satu kesatuan rasa. Kung Fu
Hustle masih disu lih- suarakan ke dala m bahasa Inggris.
Kerjasama Warner dan Hengdian in i menjadi awal kisah sukses asimila si
produser film Hollywood dan Chinawood. Sebelum mendir ikan entitas
kerjasama hingga mendistribus ikan film jadi ke seluruh dunia , sang
produser Hengdian-Warner harus selalu berhubungan dengan otoritas film,
SARFT. Lembaga seperti SARFT tak lahir tiba-tiba, namun ia merupakan
bentuk kebijakan Pemerintah China di era sebelumya.
Di era kepemimpinan Mao Zedong, dikenal strategi “tutup pintu rapat-
rapat” terhadap pengaruh budaya asing. Revolusi Budaya (1966-1976) in i
berakhir saat Mao meninggal. Pintu sedikit terbuka saat pemerintah
mengizinkan impor film dengan syarat wajib sulih-suara ke dalam bahasa
Mandarin. Badan pemerintah waktu yang bertanggungjawab atas
pengawasan impor film in i adala h Biro Film, sebuah institusi di bawah
kantor Kementerian Budaya (1977, sebelum dibentuk kementerian khusus:
Kementerian Film, Radio dan Telev isi). Selain mengurus perihal impor film,
Biro film juga memiliki tugas: 5
5
George Stephen Semsel, Chinese Film: The State of the Art in the People's Republic, ABC-CLIO, 1987, halaman 3.
13
22. 1. memimpin institusi film lokal (termasuk kuota tahunan),
menyelenggarakan konferensi film tahunan dan rapat reguler
dengan semua produser film loka l;
2. mengeluarkan surat sensor atas semua film berdasarkan dasar
negara, peraturan, etika dan moral tradis iona l;
3. merencanakan pengembangan jangka panjang untuk industri
film;
4. melakukan pertukaran film dalam kerangka kesepakatan
budaya antara China dan negara la in.
Ada beberapa unit Biro Film, di antaranya:
1. China Film Corporation untuk distribus i dan eksib isi;
2. Film Art Res earch Center untuk arsip dan kajian;
3. Beijing Film Institute untuk pelat ihan tenaga kreatif;
4. Film Equipment Corporation untuk pengembangan teknologi
audio visual;
5. China Film Co-production Corporation (salah satu unit di
bawah China Film Corporation) untuk kerjasama produser lokal
dengan produser asing.
Strategi untuk produksi lokal atas biaya investor asing ini tak terjadi di era
pemerintahan sebelumnya. Pasca-1976 (Revolus i Budaya berakhir), film
lokal sepenuhnya dibiayai pemerintah China. Seorang produser atau studio
film lokal akan mendapatkan insentif dari China Film Corporation (CFC).
Negara melalu i CFC memberikan uang 700 ribu hingga 900 ribu Yuan
(setara USD 250 ribu) pada saat sang produser menyerahkan film yang
telah diproduksi. Uang tersebut harus dipakai untuk produksi selanjutnya.
Saat itu, materi film harus berisi propaganda pemerintah. 6
Memasuki era 1990-an, pemerintah tak lagi membiaya i film loka l. Produser
film mendapatkan uang dari kerjasama “split revenue” dengan distr ibutor.
Selain berbagai pemasukan (dan pajak ditanggung masing- masing pihak),
produser film juga mendapatkan uang dari distr ibutor atas cetak ulang
6
Lucy Montgomery, China's Creative Industries: Copyright, Social Network Markets and the Business of Culture in a
Digital Age, Edward Elgar Publishing, 2010, halaman43.
14
23. kaleng film. Sejumlah RM 7,000 per kaleng cetak film (dahulu masih
seluloid, belum digital) dibayarkan distributor sebelum film diputar.
Di saat distr ibutor film asing boleh memasukkan film asing, pemerintah
China membatasi 10 (sepuluh) judu l film asing per tahun di era 1990-an,
dan menambah lagi 20 (dua puluh) judu l film layar lebar setelah China
meratifikasi kesepakatan dengan WTO (2001). 7 Pembatasan film asing in i
berlaku hingga hari in i.
Setelah dibuka untuk film asing, bioskop seluruh negeri ternyata
mendapatkan pemasukan kotor 80% dari film asing. Khawatir akan
penetrasi budaya populer asing mela lu i film asing in i, pemerintah China
kemudian membangun strategi baru. 8 Ada dua hal yang mengkhawatirkan
pemerintah: is i film dan proteksi pemain loka l. Dengan jumlah tak terla lu
banyak, SARFT dengan mudah menyensor is i film atau menolak satu judul
film diputar. Untuk proteksi terhadap pemain lokal, pemerintah bermain
dengan gaya kapitalis me modern.
Pemerintah China melarang dana asing masuk ke entitas media loka l. Dari
tiga tahap sektor M&E (produksi, distribusi dan eksibisi) , hanya produksi
yang dibuka untuk dana asing. Distribus i masih harus melalui perusahaan
pemerintah CFGC atau China Film Group Corporation, ( 中 国 电 影 集 团 公 司 ),
anak usaha CFCsedangkan untuk eksib isi hanya pemain lokal dengan
pengawasan ketat juga dari CFGC.
Sejak hanya impor film asing hingga produksi bareng piha k asing,
pemerintah China sesungguhnya telah melibera lisas i industri film dala m
negerinya sejak 1970-an. Saat itu keran untuk film asing hanya untuk
impor film asing, dan untuk produksi kerja bareng produser asing belum
diperbolehkan. Kerjasama produksi (co-production) pemain lokal dengan
asing baru dibuka 2004, saat keluar Decree #44, yang beris i "the interim
regulation for joint investment or collaboration on the production,
operation, and management of radio and broadcasting program." Peraturan
ini sebagai komitmen China yang telah meratifikas i perjan jian TRIPS (Trade
Related Aspects of Intellectual Property Rigths), sebagai salah satu syarat
7
Lucy Montgomery, Troubled waters for the development of China’s film industry, An International Joint Research
Project on Contemporary Chinese Media, Culture, and Society, hosted by Communication Arts Research Institute,
Taipei, Taiwan, 2004, halaman 7.
8
Ibid, Troubled waters for the development of China's film industry, An International Joint Research Project on
Contemporary Chinese Media, Culture, and Society, hosted by Communication Arts Research Institute, Taipei,
Taiwan, 2004. http://eprints.qut.edu.au/2821/1/2821.pdf
15
24. untuk menjadi anggota WTO (World Trade Organization) yang
memudahkan produksi, operasi dan manajemen film, radio, komik dan
hiburan (kecuali pemberitaan) bagi pihak asing.
Selain itu, ekspor film produksi lokal ke banyak negara mencapai ratusan
judu l, dan hanya sedikit yang bergenre drama. Kebanyakan film yang
diekspor adalah film dokumenter, pendidikan atau sains. Jumlah ekspor
film setiap tahun in i menjadi patokan jumlah impor film untuk semua
negara, termasuk Hong Kong. Jika total film ekspor adalah 150 judu l,
sepertiganya adalah jumlah film yang bisa diimp or dari gabungan semua
negara. Kebanyakan impor film datang dari Jepang dan Hong Kong, tapi
masih produksi Hollywood yang digemari penonton China.
Setelah meratifikasi kesepakatan TRIPS tahun 2000, pemerintah China
meliberalis asi peraturan sektor M&E. Apalagi setelah China ditunjuk
sebagai penyelenggara ajang internasional Olimpiade Beijing 2008,
pemerintah China mulai serius menekan risiko TRIPS dengan merazia pusat-
pusat pembajakan produksi DVD. Pemerintah juga menjamin kepastian
masa putar film di bioskop. Memperpendek jarak antara peluncuran film di
bioskop ke DVD juga merupakan cara agar DVD bajakan kalah bersaing.
Tindakan pemerintah pusat ini ternyata “tak sejalan” dengan aturan di
tingkat lokal. Khusus untuk pemba jakan sinya l TV berbayar (paid TV
channel) pemerintah lokal membuat peraturan daerah khusus tentang
operator TV kabel lokal ini dengan sanksi tertinggi pencabutan izin
operasional atas pelanggaran:
1. Tidak memiliki persetujuan atas desain, penempatan, dan
instalasi konstruksi (infrastruktur).
2. Menyewa, mentransfer waktu penyiaran.
3. Menyiarkan yang melanggar peraturan is i siaran.
4. Menyiarkan iklan melebihi waktu yang ditentukan.
Catatan: perihal sinkronisasi penanganan “pembajakan DVD dan sinya l
audio- visual” in i dibahas di bagian Hollywood, Bollywood, Chinawood.
Sesungguhnya, secara makro pemerintah Amerika Serikat, melalui
Departemen Perwakilan Perdagangan (USTR, United States Trade
Representatives) masih menempatkan China sebagai tujuan berbisnis di
segala sektor. Nilai perdagangan China dan Amerika Serikat mengala mi
peningkatan sign ifikan dalam tiga dekade terakhir. USD 2 milyar (1979)
hingga USD 457 milyar (2010). Untuk sektor produk tangible, nilainya masih
16
25. jauh di atas produk sektor M&E, mengingat liberalis asi sektor terakhir in i
baru terjadi setelah 2004. 9
Atas perhitungan kedua hal ini (liberalis asi aturan dan upaya pemerintah
China terhadap ris iko pembajakan), Warner Bros. dan studio global la innya
tentu menginginkan penetrasi pasar yang lebih dari sekadar menjadi
distributor film. Warner berani memproduksi di China pasca-libera lisas i in i.
Pertama, membangun pasar produksi (bukan pasar distribus i) adalah
menekan ris iko film ditolak, atau ditar ik dari peredaran tanpa alasan je las ,
atau dibajak sebelum rilis resmi ke bioskop. Alasan keduanya adalah
perhitungan pasar global yang telah jenuh. Sebelum Decre #44, Warner tak
pernah diizinkan memproduksi di dala m negeri kecuali jika bekerjasama
dengan CFGC. Kerjasama in i tidak dala m bentuk anak perusahaan tapi
lebih kepada film financing atau pembiayaan produksi saja.
Membuka pasar internasional yang sebesar China berarti maksimisas i
pemasukan atas film di berbagai window untuk region baru. Harap dicatat,
pasar internasional tahap distribusi film Hollywod selan jutnya setelah pasar
biosko Amerika Serikat sendir. Perhitungan “balik modal” atas produksi
film sebenarnya adalah saat diputar di dala m negeri selama seminggu
pertama. Jika tidak, maka film itu akan dinyatakan sebagai film gagal.
Pasar internasional, untuk itu, adalah pasar dengan penambahan
pemasukan kotor.
Di era baru kerjasama Hengdian- Warner ini, atas produksi semua film
kerjasama ini, pemerintah China pun melarang sulih- suara ke Bahasa
Inggris saat film lokal akan diekspor. Hasil akhir sulih suara pun wajib
diserahkan ke SARFT atau film tak boleh dikir im ke luar China. Sebaliknya ,
semua film impor wajib disulih- suarakan dan atau diber i teks ke bahasa
Mandarin sebelum diputar di bioskop.
Khusus untuk urusan kerjasama produksi dengan pihak asing, anak
perusahaan CFGC, bertanggungjawab atas kerjasama produser lokal
dengan produser asing seperti Hongkong Star Overseas dan produser loka l
Beijin g Huaji Film. Di awal milen ium baru, ada juga produksi kerjasama
badan pemerintah ini dengan Columb ia Pictures (Hollywood) adalah film
Xiaolin Soccer (2001). Columbia Pictures juga memproduksi film sukses
Kung Fu Hustle (2004), masih kerjasama dengan badan pemerintah yang
sama, juga dengan beberapa entitas swasta loka l lainnya. Film ini hanya
diproduksi secara indiv idu , yang tidak terikat kewajiban memproduksi
secara berkelan jutan. Setelah sukses di pasar internasional, kedua film ini
9
Wayne M. Morrison, China-US Trade Issues, Congressional Research Service, www.crs.gov, halaman 2, 2011.
17
26. menjadi satu bukti untuk membuat kebijakan membuka pintu lebih luas
lagi: investasi asing di perusahaan produksi loka l.
Warner Bros. Studios dari Hollywood akhirnya menjadi entitas asing
pertama yang bekerjasama dengan produser lokal, Hengdian, dan
membentuk joint- venture Hengdian-Warner. Pasca-kerjasama Hengdian-
Warner, pemerintah China kemudian menjamin kepastian masa putar film
asing di satu periode. Sebagai trade off atas ris iko in i, produser kerjasama
lokal- asing ini wajib merilis satu film baru untuk setiap enam minggu.
Sebelum diproduks i, tentunya skenario film tetap diserahkan terleb ih
dahulu ke SARFT. Setelah diputar di bioskop, film tersebut boleh
didistr ibusikan ke televis i terestrial. Dari bioskop hingga beberapa media
eksibis i audio- visual lain (DVD, TV atau layar la innya), dikenal istila h
movie release window untuk produksi film la yar lebar. (Lihat pembahasan
Movie Release Window dalam bagian Hollywood, Bollywood, Chinawood)/
Istilah window ini dikenal di industri M&E untuk maksimisas i pemasukan
atas satu judul film sekaligus produksi la innya yang dimiliki sang produser .
Setelah diproduks i film kemudian didistr ibusikan ke pasar dalam negeri
lalu ke pasar internasional (atau film di dua pasar in i didistr ibus ikan
berbarengan). Jika film memang diproduks i untuk bioskop di awal
perencanaan, maka jendela selanjutnya adalah media la in dengan juga
memperhitungkan lokas i atau region distr ibusi.
Bagan in i adalah pembagian regional atas distr ibusi DVD orisina l, sebagai
bentuk evolus i hak intelektual seiring perkembangan teknologi DVD.
Bagan Pembagian Region/Da erah DVD Player
www.dvdbuyingguide.com
18
29. adalah satu fenomena baru hari ini. Apa yang terjadi dalam industri film
China hari ini adalah proses asimila si kerja produser film China dan
Amerika Serikat (supply) yang menghasilkan keuntungan dari pasar
penonton China (demand) .
Hingga hari ini manifesto film asing bagi China masih dalam tataran uang,
bukan budaya. Menerapkan konsep Tao dalam kehidupam bernegara,
pemerintah melin dungi para pemain loka l dan rakyatnya dengan
peraturan yang sangat ketat. Bagi pemerintah China, hantaman budaya
populer tak boleh merasuki jiwa dan ideologi bangsa. Ia boleh masuk ke
dalam pasar penonton China, namun ia tak boleh mengganggu “the unity,
sovereignty and territorial integrity of the state” (www.chinasarft.gov.cn).
Proses “globalisasi” (atau apapun yang berbau asing bagi pemerintah
China) terjadi di hampir seluruh pelos ok bumi. Tyler Cowen (2004: 190)
membaginya menjadi: diversity across cultures dan diversity within cultures.
D iversity across cultures , atau keberagaman antar-budaya berbasis
perbedaan 1 3 dan berakhir dengan “ancaman” (Fung et.al, 2007: 82). Yang
terjadi dengan diversity within cultures atau keberagaman di dalam
budaya-budaya itu adalah “exchange of materia l, not just cultural
values” 1 4 .
Dengan mengetahui proses kerja sekian banyak budaya di dunia,
pemerintah China menjalankan strategi within. Hal ini untuk
mengantisipasi ancaman dengan memanfaatkan pertukaran materi, seperti
transfer teknologi Barat dan pemikiran strategi kampanye modern. Khusus
di dalam buku ini dikaji bagaimana strategi in i diterapkan atas produk
intangible seperti film layar lebar Hollywood. Hal in i disampa ikan Fung
(2008:34-36) seperti diagram di halaman selan jutnya.
Selanjutnya dipaparkan bagaimana China secara internal “berbalik”
mempengaruhi industri M&E global, baik mela lu i pengaturan birokras i
ataupun pengaruh dalam pengembangan struktur pasar. China mengerti
proses global sektor M&E, sehingga terbentuk arus balik ke dunia luar
China dengan produk lokal yang telah disesua ikan untuk pasar globa l.
Fung (2008) sebelum produk lokal “diekspor” ke luar suatu negara, terjadi beberapa proses
di bawah ini:
13
Tyler Cowen, Creative Destruction: How Globalization is Changing The World's Cultures, Princeton University Press,
2004, halaman 130.
14
Michael Keane, Anthony Y. H. Fung, Albert Moran, New Television, Globalisation, and the East Asian Cultural
Imagination, Hong Kong University Press, 2007, halaman 82.
21
31. Dari kajian Fung in i serta dari apa yang kemudian terjadi pasca-
berlakunya Decree #44, China telah memanfaatkan situasi globa l untuk
pertumbuhan dan perkembangan industri M&E lokal.
By forcing internationa l media companies to work through
individual projects, Beijin g hopes to give local companies the
chance to absorb the management and technology they need to
become globally competit ive while keeping control firmly in
Chinese hands (Financial Times, 8 Desember 2006, halaman 9).
Di bagian selanjutnya, bagaimana proses-proses dalam realitas budaya
global hari ini berinteraksi dan memberikan tak hanya penolakan budaya
lokal, namun juga pemanfaatan untuk berbalik mempengaruhi situasi
global di satu waktu periode.
23
33. GLOCAL MEDIA
3
HOLLYWOOD, BOLLYWOOD, CHINAWOOD
Youtube sepuluh tahun lalu hanyalah tempat video amatir mampir. Pada
tahun 2006 Youtube dibeli Google , perusahaan raksasa di sektor jaringan
Internet. Youtube menjadi satu mesin penggerak arus Internet, karena
Google bekerja dengan model bisn is iklan. Semakin banyak trafik ke
situsnya, semakin banyak produk akan mempertimbangkan uang iklannya.
Hari in i Youtube menjadi situs penyewaan produk audio visual, seperti
halnya Netflix, Hulu dan Amazon Prime. Film lama yang digemar i seperti
Tintin dan Godfather hingga film terbaru Hollywood bisa dipesan mengalir
(streaming) melalu i situs Youtube. 1 7 Kali ini Youtube tidak menempatkan
iklan di layanannya, karena model bisnis Youtube kali ini adalah
berlangganan/berbayar.
Pipa distribusi produk audio visua l Hollywood hari ini sudah semakin
banyak. Sekarang tinggal bagaimana para raksasa produser seperti Warner
Bros. Studios , Universal Studios, dan Paramount Pictures membuat mode l
bisnis seperti era 1980-an. Di era itu, satu film layar lebar diproduks i tak
hanya untuk diputar di bioskop. Katup untuk film in i dibuka di tempat
lain , alias film yang sama kemudian dijual lagi dalam bentuk kepingan
DVD atau ke stasiun TV seperti SCTV atau ke saluran TV berlangganan
seperti HBO. Berbagai medium untuk film yang sama dalam periode
berbeda biasa disebut movie release windows, atau jende la tayang film.
Tiap jendela tidak dibuka bersamaan; misaln ya, minggu ini di bioskop, la lu
dua bulan kemudian bentuk DVD diluncurkan. Sistem distribus i jende la ini
17
Michael Learmonth, YouTube Gets Paramount Films Such as 'Tintin' and 'The Godfather' in Rental Deal,
www.adage.com, 4 April 2012.
25
35. GLOCAL MEDIA
Dalam perhitungan seorang produser film layar lebar, seminggu pemutaran
masih merupakan patokan perhitungan apakah film tersebut merugi atau
menguntungkan. Jika di minggu pertama film tersebut meraup penonton
tinggi, di minggu selan jutnya dipastikan film masih diputar di bioskop. Di
titik jumlah penonton hanya mencapai 20-30% dari kapasitas tempat
duduk bioskop, film itu harus turun dan digantikan judu l la in. Jika film
sudah tak diputar lagi di bioskop , film tersebut akhirnya masuk ke jendela
kedua: tayangan pesawat terbang 2 0 atau DVD.
MOVIE RELEASE WINDOWS
Tata Periode Distribusi Film Era 1980 - 1990-an
Bulan ke-1 Rilis bioskop
Bulan ke-3 sampai 6 Rilis pesawat terbang
Bulan ke-6 Rental Vide o/DVD
Bulan ke-6 sampai 9 PPV (pay-per-view)
Bulan ke-6 sampai 12 DVD/Laser
Bulan ke-6 sampai 9 Sistem berbayar di hotel
Bulan ke-9 sampai 18 Vide o (pita kaset)
Bulan ke-18 TV berlangganan
Bulan ke-18 sampai 36 Network TV (free to air)
Selan jutnya Sindikas i (syndication)
Urutan window in i mulai bergeser seiring dengan pertumbuhan pasar dan
perkembangan teknologi audio-visual satu dekade terakhir. Konsep
windows in i memang dirumuskan oleh industri film di Amerika Serikat
sejalan dengan ditemukannya teknologi perangkat pemutar dan pita home
video diproduksi secara massal pertengahan 1970-an. Produser film
memanfaatkannya untuk distribus i ke pasar penonton setelah film selesa i
diputar di bioskop. Di akhir 1980-an, konsep windows in i menjadi sebuah
realita baru dalam industri audio visual global.
Setelah diputar di bioskop, satu judul film masuk ke window layar pesawat
terbang di mana penumpang pesawat dapat menonton dengan sistem
berbayar per tontonan PPV (pay per view) atau sistem permintaan VOD
(video on demand) . Beberapa bulan kemudian, film baru bisa dijual
melalui pita video seperti Betamax atau VHS, atau kemudian mela lui
keping video (DVD) di akhir 1990-an. Selanjutnya, di sekian bulan setelah
penjua lan VHS atau DVD, film yang sama diputar di TV berlangganan
20
Untuk Indonesia, biasanya untuk pesawat terbang rute internasional.
27
36. AMELIA DAY
(satelit atau kabel). Terakhir, film bisa masuk ke TV terestrial di luar
wilayah produksi film seperti Trans TV (Indonesia) atau Channel 4 (Inggris).
Tiga dekade silam, distr ibusi film atau siaran TV adala h melalu i pita kaset
(Betamax, VHS, Umatic, Betacam) sebelum digant i dengan plastik digital
(CD, VCD, DVD, Blu-Ray) memasuki era 1990-an. Produksi plast ik CD dan
DVD terbesar di dunia, sekali lagi, ada di China. Hari in i, dengan kecepatan
transfer Internet yang kian membaik, penduduk dunia saling berbagi
informas i apapun, termasuk di antaranya adalah mengunggah dan
mengunduh film di jaringan internet. Digitalis asi untuk produk audio visua l
hari ini adalah pekerjaan mudah dan murah, jauh leb ih murah daripada
membeli sekeping DVD bajakannya.
Hari ini film layar lebar bisa diputar secepatnya di telev isi adalah setahun
setelah selesai diputar di bioskop. Pemasukan kotor (gross income) dari satu
judu l film itu menanjak di minggu pertama, dan selanjutnya akan menurun
untuk window berikutnya, seperti yang dika ji Haque di atas.
Perhitungan release window hari ini sudah berubah, terutama untuk
medium lain (DVD dan telev isi). Faktor utama perubahan ini adalah
perihal perkembangan teknologi: di saat kian banyak orang bisa
mengunggah film kesukaannya ke jar ingan Internet, perhitungan periode
window in i mulai bergeser. Film "versi Internet” bisa diunggah di hari film
tersebut rilis. DVD “bajakan” bisa beredar seminggu kemudian. Periode
putar untuk streaming di situs Internet seperti Hulu, Netflix, Amazon Prime
dan iTunes mulai kian mendekati hari peluncuran di bioskop.
Alasan utama dari tahapan jende la ini adala h untuk maksimisasi
pemasukan atas film yang dibuat. “Hak intelektua l = Kendali = Keuntungan
Monopoli” adalah rumus utama dari sektor M&E. Berbeda dengan produk
mie instan, yang diproduks i sekali untuk konsumsi sekali juga, film adalah
produk yang dibuat sekali untuk konsumsi berkali- kali di berbagai macam
media. Maksimisas i in i terjadi di tahapan eksibisi (berkali- kali) atas satu
produk video yang diproduks i sekali.
28
37. GLOCAL MEDIA
Film sebagai produk (intangible product) berbeda dengan produk fis ik
(tangible product) seperti mie instan atau rokok. Biaya produksi dan
distribus i mie instan adalah variabe l. Faktor biaya rokok yang dominan
adalah promosi dan pemasaran, yang juga menjadi biaya variabe l.
Sebungkus mie instan atau sepuntung rokok diproduksi sekali untuk
konsumsi sekali. Bungkus kedua berarti biaya produksi baru.
Dengan atau tanpa teknologi canggih, misa lnya , dalam sebuah film
blockbuster (film laris) biaya terbesar masih di tahap produksi. Distribus i
dan pemasaran menempati urutan kedua. Dalam sektor M&E, hampir
seluruh biaya adalah biaya tetap (fixed costs) atau biaya yang hanya
dibayarkan sekali untuk beberapa kali produksi dengan variable costs
mendekati nol rupiah.
Biaya sebuah produksi film itu sebagian besar dipakai untuk menyewa atau
membeli sebuah kamera, selain juga untuk honor aktor atau sutradara
tenar. Semua biaya ini dibayarkan di awal, dan breakeven point bisa
diprediksi di seminggu pertama peluncuran film di bioskop. Lebih hebat
lagi, akuntan produksi film menetapkan biaya breakeven itu tiga kali dari
biaya produksinya. Di lain pihak, biaya di tahap distribus i/e ksibisi sebuah
film itu tetap ada namun mendekati nol. Sebelum mileniu m baru,
mencetak pita film baru dan mendistribusikan ke banyak negara adalah
biaya variabel, atau biaya yang timbul setiap penambahan cetak film
seluloid.
Saat in i biaya distribus i ke bioskop digital di pasar internasiona l menjadi
sangat murah dibanding era cetak film. Digitalis asi kemudian membuat
biaya untuk melayan i pelanggan kedua dan seterusnya mendekati nol
rupiah. Dengan teknologi digita l, distribus i ke bioskop bisa dila kukan via
jaringan internet ataupun kaset digita l yang prosesnya tak semahal
mengirim gulungan pita film dalam kaleng dengan jasa kurir Fedex atau
DHL.
Selanjutnya, perhitungan breakeven sebuah film yang bisa diprediks i di
minggu pertama diputar di bioskop , adala h berarti melihat jumlah
penonton tertentu untuk menutupi seluruh biaya. Penonton berikut adalah
keuntungan ekstra. Biaya produksi kaleng tak ada lagi, namun film yang
sama tetap melalui banyak window walau dalam kurun periode yang
lebih .
Konsep window, sekali lagi, adalah untuk maksimisas i pemasukan hingga
waktu tak terbatas. Untuk perhitungan pemasukan sejak masuk bioskop
hingga hari in i, angka tol terus bertambah walau kurva mulai menurun.
Ambil contoh ikon Hongkong yang sukses di Hollywood: Jackie Chan dalam
film bersekuel Rush Hour . Dengan biaya produksi tiap film sekitar $100-150
29
38. AMELIA DAY
juta, Rush Hour menjadi film laris di seluruh dunia. Pemasukan kotor tiga
film bersekuel ini (hanya di Amerika Serikat saja): 2 1
Rush Hour (rilis 1998) USD 141,186,864
Rush Hour 2 (rilis 2001) USD 226,164,286
Rush Hour 3 (rilis 2007) USD 140,125,968
Film in i adalah salah satu kisah sukses Hollywood dengan bintang utama
warga negara Hong Kong yang tak fasih berbahasa Inggris. Film sukses
secara finansial biasa disebut dengan nama blockbuster movie. Istilah
blockbuster ini lahir di era 1940-an di saat acara panggung teatrikal
memenuhi block atau daerah tempat acara itu berlangsung. Film sukses in i
biasanya sudah dirancang sedemikian rupa di awal produksi, mulai dari
cerita yang menarik (good storytelling) hingga perkiraan biaya yang akan
dihabis kan untuk produksi hingga distr ibusi dan pemasarannya.
Perhitungan biaya in i juga termasuk prediksi potensi pemasukan di minggu
pertama film diputar hingga pemasukan dari pasar internasional dan pasar
terkait lain (televis i, DVD dan streaming ).
Terkadang pula Hollywood bisa melihat peluang bisnis atas film sukses
dengan menciptakan lan jutan atas karakter dan judu l film yang sama.
Sekuel atau lanjutan film ini bisa lebih sukses setinggi film pertama
(prekuel). Di bawah in i ada dua judu l film Hollywood yang mengalami
turun naik international gross income dalam periode tertentu 2 2 :
Spy Kids USD 147,934,1 80
Spy Kids 2: The Island of Lost Dreams USD 119,723,358
Spy Kids 3-D: Game Over USD 197,011,982
The Terminator USD 78,371,200
Terminator 2: Judgment Day USD 519,843 ,345
Terminator 3: Rise of the Machines USD 433,371,112
Terminator Salvation USD 371,353,001
21
http://www.boxofficemojo.com
22
http://www.newsview.org/2011/08/prequels-sequels-better-than-original.html
30
39. GLOCAL MEDIA
Dalam sebuah produksi film, terutama yang dirancang untuk blockbuster ,
biaya untuk artis terkadang memakan porsi paling besar. Biaya produksi
film Warlords (karya Hengdian-Warner) sebesar USD 40 juta, yang sebagian
besarnya adalah biaya bintang film: Jet Li (USD 15 juta), Andy Lau USD 6
juta) dan Takeshi Kaneshiro (USD 2 juta). Film ini secara globa l meraup
gross income $ 170 juta 2 3 sejak dirilis tahun 2007.
Warlords adalah contoh pengaruh posit if Hollywood bagi perkembangan
industri M&E di China, khususnya yang terkait produksi film. Film in i
menjadi awal proyek co-production Hollywood dan Chinawood berbiaya
jutaan dolar. Kedua pihak memperhitungkan secara bisnis sejak awal
dengan menempatkan bintang terkenal China dan Jepang (Jet Li, Andy
Lau, Xu Jinglei, Takeshi Kaneshiro), penggarapan kolosa l dan ja lan cerita
epik menegangkan.
FILM LAYAR LEBAR “WARLORDS” KARYA HENGDIAN &
WARNER BROS. STUDIOS
Warlords dibuat dengan alur cerita patriot isme citarasa oriental. Pesan
budaya yang disampaikan dalam film ini terasa besar (pemain
banyak/kolosal) dan mendebarkan (konflik antar-tiga tokoh). Sukses
sebuah film berarti membuat penonton membicarakannya di luar bioskop.
Mengikut i jejak Hollywood yang kerap menempatkan bendera star and
stripes di gelas koktil di sebuah bar hingga tiang di depan rumah, Warlords
pun menempatkan pernak-pernik pahlawan kerajaan dinasti Qing (era
1860-an). Pesan patriotisme atau heroisme dsampaikan dengan konflik dan
detail adegan mencekam. Film tentang harga diri dan persaudaraan
sesungguhnya menyajikan sejarah kebesaran dinasti China kepada dunia ,
dan kali in i dalam gaya tutur Hollywood.
23
JP Morgan Entertainment Group, Laporan Distributor Film Bina Film Ltd, 2011.
31
40. AMELIA DAY
Untuk produk video unggulan, Hollywood sesungguhnya telah memiliki
resep turun-temurun yang terbukti mampu drive the traffic. Hollywood
juga terbukti pernah menjadi mesin berpengaruh terhadap budaya populer
global. Satu contoh pakemnya adalah happy ending atau akhir cerita yang
menyenangkan bagi penonton . Happy ending ini bisa ditemukan di
berbagai genre cerita, apakah itu kisah drama cinta, atau drama perang.
Happy ending adalah salah satu resep sukses Hollywood. Mendaur-ulang
kisah sukses dengan berbagai latar-belakang dan aktor terkenal berarti
mengulang sukses di era baru. Misa lnya, kisah Cindere lla ada dalam film
Pretty Woman kemudian hadir Avatar . Film Pretty Woman ada di masa
kekin ian di New York, Amerika Serikat, tentang pelacur yang jatuh cinta
pada pebisn is kaya ganteng. Avatar berada di masa depan di luar angkasa
entah di mana dengan sang putri raja alien yang jatuh cinta pada tentara
bumi yang cacat.
Cinderella adalah cerita rakyat Perancis yang ditulis oleh Charles Perrault
dalam Histoires ou contes du temps passé atau Stories or Fairy Tales from
Past Times with Morals (1697). Karya-karya yang telah diproduks i lama
telah menjadi public domain atau milik masyarakat. Konsep public domain
in i dirumuskan dalam peraturan globa l tentang hak milik intelektua l, atau
intellectual property rights (IPR) , yang dinaungi badan hukum
internasional, WIPO (World Intellectual Property Rights Organization).
Konsep hak intelektual ini lahir dari produk “buku”. Awalnya adalah buku
itu hanya ditulis dan digandakan di gereja, dan hak intelektual atas ilmu
pengetahuan itu hanya dimiliki segelintir orang. Setelah mesin cetak
Gutenberg dijual bebas dan sebelum konsep hak milik intelektual
(intellectual property rights/IPR) dirumuskan negara, semua orang bisa
menggandakan buku. Penulis buku tak mendapatkan apa-apa. Setelah
Statute of [Queen] Anne (1770) di Inggris, kemudian Berne Convention
(1886) di Jerman, dilanjutkan ke beberapa pertemuan tingkat dunia,
konsepsi royalti 10-20% dari harga bandrol buku pun terbentuk.
Skema royalti yang sama juga berlaku saat film masuk ke bioskop. Sekian
persen dari harga tiket yang terjua l di satu periode kemudian diba yarkan
ke produser. Pemerintah negara barat menginis ias i konsep royalti in i.
Konsep ini pun berevolus i secara global. Amerika Serikat, Inggris dan
beberapa negara barat lainnya bahkan menjadikannya sebagai salah satu
persyaratan perdagangan internasiona l bagi seluruh negara yang
meratifikas i kegiatan WTO (World Trade Organization) , badan di bawah
PBB (Persatuan Bangsa-bangsa) atau induk dari WIPO.
Perjanjian ini diberi judul TRIPS (Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights) , yang memang dika itkan dengan perdagangan segala
32
41. GLOCAL MEDIA
sektor. China, mau tak mau, harus menandatangani TRIPS karena tak ingin
produk fisik (tangible) yang hendak diekspor ke negara barat dijega l.
TRIPS akhirnya seakan menjembatani “perdagangan China ke berbagai
negara” dengan “pemberantasan pembajakan”. Yang sesungguhnya terjadi
adalah perkembangan teknologi distribus i dan eksib is i produk audio- visual
di segala penjuru dunia.
Dahulu produk audio visual yang tadinya hanya bisa ditonton di bioskop,
lebih dari tiga dekade silam, penggandaan massal terjadi dengan bantuan
U-Matic, Betamax, dan VHS. Kualitas hasil penggandaannya masih di
bawah standar film seluloid. Asia adalah pasar terbesar dari keping video
(DVD) bajakan (baca: tanpa seizin produsernya). Di saat teknologi digita l
mulai dikenal luas, kualitas generasi kedua dan seterusnya dari sebuah film
layar lebar akan tetap prima.
Dengan fakta termutakhir ini, produser Hollywood berpikir ulang tentang
movie release windows untuk maksimisas i keuntungannya. Bagaimana
mereka bisa mendapatkan keuntungan di pasar China yang lema h dalam
menegakkan hukum atas pelanggaran hukum internasional terkait IPR ini.
Di China, distribusi film asing via DVD tak ada yang legal. China adalah
produsen plast ik kepingan DVD kosong yang juga dipasok ke banyak
negara seperti ke Indonesia.
Memperpendek jarak antar-pipa distribusi ini terjadi saat pembajakan
video via DVD di China tak bisa ditekan. Produser Hollywood mela lui
entitas kerjasama Hengdian- Warner mengeluarkan DVD asli setelah
seminggu film diputar di bioskop. V ersi bajakan biasanya juga keluar di
minggu pertama dengan kualitas video/audio yang masih buruk. Pecinta
film tersebut akan memilih memiliki video asli dan kualitas bagus walau
harganya sedikit lebih mahal. Terkadang mala h DVD asli memuat beberapa
goodies seperti potongan film yang terbuang atau adegan behind the
scenes. Dengan menyesuaikan periode window, produser Hollywood
memberikan ruang sempit bagi DVD ile gal (tanpa izin produser).
Sejalan dengan waktu, produser sektor M&E yang pernah besar di abad
silam akhirnya harus "berdamai" hari in i dengan arus baru: gerakan video
sharing global via Internet. Jejarin g Internet membuat jarak antara film
bioskop dan TV/komputer pribadi/te lep on genggam semakin tip is. Sharing
adalah kegiatan utama dari media sosial seperti Youtube dan Facebook.
Jika dahulu hanya terbatas via email attachment antar-kawan, kin i
siapapun yang mempunyai koneksi ke internet bisa menonton film atau
tayangan TV terbaru via situs media sosial. Dua hal in i (digita lisas i dan
Internet) akhirnya "memudahkan" proses penggandaan secara amatir, yang
kemudian dikenal oleh produser film dengan ist ilah: pembaja kan.
33
42. AMELIA DAY
Di luar sektor M&E, sektor jar ingan Internet dan sektor telekomunikas i
hanya memiliki kantor perwakilan penjualan perangkat yang tentunya
diatur ketat oleh pemerintah China. Sementara itu, perusahaan loka l
(swasta) untuk streaming mendistribusikan film lokal dan beberapa judul
film asing sudah ada, di antaranya adalah www.youku.com (semacam
entitas lokal dari Youtube). Youku juga mendistr ibusikan film animas i
sukses karya Dreamworks Animation (Stephen Spie lb erg) seperti Kung Fu
Panda . Youku adalah situs video hosting seperti Youtube, yang juga
memberikan jasa streaming on-demand, khususnya untuk distribus i film
yang diproduksi oleh studio besar seperti Dreamworks Animation ini.
Selain dengan streaming, ada ratusan operator televis i kabel di China yang
juga menyalurkan sinyal audio-visual tanpa seizin studio Hollywood.
Mereka berada di “area abu-abu”: antara diketahui oleh pemerintah pusat
sebagai pelanggar hak intelektual serta dilin dungi keberadaannya ole h
pemerintah daerah. Operator kabel lokal in i mendistr ibusikan saluran
seperti HBO dan ESPN tanpa izin apalagi kontrak lega l. Operator kabel in i
murni berangkat dari usaha swasta loka l. Se lain itu, pemerintah pusat
China pun tak memberikan subsidi atau menyertakan sahamnya,
mengingat memang pihak asing tak boleh memiliki saham langsung ke
media massa lokal.
Di beberapa daerah yang telah memiliki infrastruktur kabel serat optik
seperti Shenzhen, Shanghai , Dalian , Qingdao, Suzhou, Nanjing, dan
Guangdong bahkan telah memberikan layanan yang lengkap seperti: akses
Internet berkecepatan tinggi, video on demand, audio on demand, online
shopping, video telephony/video conferencing. 2 4
Selain “pembajakan sinyal” yang tak seakan kunjung selesa i ditangani
pemerintah pusat, berbagai gugatan terhadap pembajakan paten
perangkat teknologi juga terjadi. Yang termutakhir adalah gugatan Apple
Inc. dari Amerika Serikat terhadap Samsung, Korea Selatan. Samsung
adalah salah satu sub-kontraktor untuk salah satu komponen telepon
genggam iPhone, produk Apple. Samsung memiliki pabrik komponen ini di
China. Sehari setelah Apple meluncurkan produk terbarunya, tablet iPad,
keluar produk yang mir ip bermerek iPed.
Perangkat elektronik canggih yang dibuat oleh Apple , Samsung atau Sony
juga dikonsumsi dalam jumlah besar di China. Perangkat yang ada hari ini
memungkinkan quadruple play , atau konvergensi empat is i dan fitur yang
dahulu terpisah: teks (koran), audio (radio), audio visual (telev isi), dan
bergerak (telepon genggam). Dengan perangkat canggih in i, setiap orang
24
http://www.baidu.com, situs ensiklopedia lokal seperti Wikipedia
34
43. GLOCAL MEDIA
bisa menonton video yang diunggah ke jar ingan Internet, kapan saja di
mana saja.
"Pembajakan" atau penggandaan secara massal terjadi nyaris di seluruh
dunia. Laporan terakhir CASBAA, sebuah asosiasi industri penyiaran dan
satelit se-Asia Pasifik, Regulating for Growth 2011, menempatkan India dan
China di nomor paling buncit dalam hal, salah satunya, penegakan hukum
terkait hak intelektual. India hanya mendapat 42% dan China mendapat
38%, sedangkan Indonesia (60%) berada lima tingkat di atas India.
Apa yang terjadi di China terhadap hak milik intelektua l untuk produk
audio- visual juga terjadi di China. Beberapa situs seperti tamilwire.com,
moviemobile.net, bharatmovies.com, tamilthunder.com. bwtorrents.com,
desitorrents.com, tamiltorrents.com, doregama.in, dctorrent.com,
hindilin ks4u.net, dan beberapa lainnya menyalurkan film Hollywood yang
telah disu lih- suara atau diberi teks bahasa loka l. Sekitar 25 juta
unduhan/unggahan terjadi di India selama 2011.
Industri film di India mengalami kemajuan pesat, dengan tingkat
pertumbuhan 15% per tahun, semenara Amerika Serikat hanya 5,6%. Di
tahun 2004-2009 India memang masih menyumbang 0,7% dari total
pemasukan sektor M&E globa l, sementara Amerika Serikat menyumbang
42% dari total pemasukan globa l itu. Porsi Amerika Serikat menurun pasca-
2009 karena hanya menyumbang 38%.
Secara mikro, di tahun 2005 biaya sebuah film 2 5 Bollywood adalah USD 1,5
juta (produksi) dan USD 500 ribu (pemasaran/promos i), bandingkan
dengan film Hollywood USD 47,7 juta (produksi) dan USD 27,3 juta
(pemasaran/promosi). Film hanya salah satu bagian dari sektor M&E yang
menggiurkan. Sekali lagi, sebagai content , film layar lebar diproduksi
sekali untuk konsumsi berkali- kali. Dengan dominas i film Amerika Serikat
dan pertumbuhan film globa l, makin banyak pemain lokal tumbuh di
sektor ini di India, mulai dari proses produksi hingga eksib is i.
Khusus untuk pipa bioskop, porsi pemasukan film India untuk sektor M&E
ini adalah 70%, sementara film produksi Hollywood adalah 35% (sisanya
dari DVD hingga televis i). India dan banyak negara la in adalah pasar
tujuan film Hollywood. Sistem movie release windows belum diterapkan
oleh pemain industri lokal.
Untuk tahap produksi hingga eksib is i, ada pemain lokal yang cukup
mendunia, Reliance Anil Dhirubha i Ambani (ADA) Group. Di tahun 2008
25
Arpita Mukherjee, Paramita Deb Gupta, Prerna Ahuja, Indo-U.S. FTA: Prospects for Audiovisual Services, Indian
Council for Research on International Economic Relations, Workking Paper 192, 2007.
35
44. AMELIA DAY
Reliance membeli 50% saham Dreamworks Studios milik Steven Spie lberg,
sutradara dan produser yang kerap mendapatkan penghargaan bergengsi,
Oscars.
Dari semua pertumbuhan posit if ini, terjadi pula "signa l theft" yang biasa
dilakukan oleh operator televis i kabel loka l. Dari 28 negara bagian dan 7
daerah serikat (union territory) , ratusan operator TV kabel masih masuk
dalam pengaturan telekomunikasi, bukan penyiaran. Seperti pemerintah
pusat dan daerah di China, kekacauan pengaturan antara pemerintah
pusat dan negara bagian di India inila h yang membuat maraknya operatot
TV kabel di daerah tanpa seizin dari penyedia saluran seperti HBO atau
ESPN.
Modus operator TV kabel lokal in i adalah menyewa dekoder seperti
pelanggan berbayar lainnya ke operator besar (pusat) kemudian
mendistribus ikan kembali ke pelanggan loka l. Ada pemain lokal in i yang
tidak melaporkan pemain pusat, ada juga yang melapor atau menjadi
bagian resmi pemain pusat. Yang melapor ini biasanya tidak memberikan
jumlah pelanggan sesungguhnya, sehingga pembayaran ke pusat kecil.
Sebagai contoh atas perhitungan ini adalah:
1. Pemain pusat membayar sepaket saluran TV ke penyedia
channel (channel provider) seperti Star TV, ESPN atau HBO. Nilai
paket ini dihitung, misalnya, USD 1 per pelanggan per bulan. Jadi
pemain pusat harus membayar ke saluran berbayar itu senila i
USD 1 X 3 juta pelanggan X 1 bulan = USD 2 juta / bulan.
2. Pemain lokal yang menjadi bagian (re-distributor) dari pemain
pusat harus membayar per bulan dengan perhitungan sama di
atas, atau dihitung dari besarnya uang pelanggan di daerah.
Misalnya di daerah masyarakat hanya bisa berlangganan senilai
USD 2.5 per bulan. Dengan negosiasi, biasanya pemain loka l
harus membayar pemain pusat sekitar 10-25% dari uang
berlangganan tersebut, atau USD 0.25-0.75 per bulan dika lika n
jumlah pelanggan (misaln ya 100 ribu). Untuk itu pemain loka l
harus membayar USD 25 ribu - USD 75 ribu per bulan ke pemain
pusat.
Selama beberapa dekade Amerika Serikat memasukkan China dan India di
urutan awal daftar priority watch list seluruh dunia atas pembajakan
sektor M&E. Diperhitungkan bahwa potensi kehilangan pemasukan industri
Hollywood adalah USD 48,2 milyar untuk tahap penjualan, royalti, dan
biaya lisensi hanya di tahun 2009, mulai dari buku, piranti lunak, hingga
36
45. film dan siaran TV 2 6 . Nila i produk intelektua l ilegal (tanpa izin
produsernya) khusus untuk kawasan China merupakan yang terbesar di
dunia, nyaris dua per tiga barang palsu/ba ja kan dunia.
Penggandaan ilegal produk video ini terjadi sesungguhnya adalah masalah
penawaran-permintaan. Ada 3 (tiga) alasan kecilnya penawaran produk
video di negeri ini:
1. Terbatasnya ruang bioskop untuk populasi penduduk pertama
terbesar di dunia.
2. Ketatnya pengaturan isi, terbukti dengan adanya sensor sebelum
produksi hingga setelah selesai produksi.
3. Terbatasnya kuota film asing yang terbukti menjadi
pemasukan tertinggi (sampai 80% total pemasukan kotor bioskop)
selama era 1990-an.
Tingginya permintaan akan produk video seantero India dan China
memberikan peluang bagi pemasok ile gal, baik dala m bentuk keping DVD
ataupun sinyal satelit HBO atau ESPN.
Dari sisi produksi film lokal, India masih termasuk yang cukup produktif.
India, salah satu dari segelint ir peradaban kuno yang masih bertahan
hingga hari in i, memiliki ratusan dialek bahasa dan suku bangsa, dengan
tiga yang utama: Hindi, Tamil dan Telugu. Ketiga bahasa in i pula yang
mendominasi film nasional mereka . Di awal milenum in i, hanya ada 150
hingga 200 judul film diproduksi di India, tapi disu lih- suarakan ke dalam
20 bahasa lokal. Sejumlah 800 hingga 1000 judu l diproduks i di India tentu
mengalahkan kemampuan Hollywood. 2 7 Untuk itu, di India juga dikena l
Bollywood, berasal dari kata Bombay (sekarang Mumbai) sebagai tempat
produksi utama film berdialek Hindi atau Hinglis h (sesekali dise lipi Bahasa
Inggris/Englis h).
Bollywood juga telah mempekerjakan 6 juta rakyat India (2003) dan
menempatkan film sebagai industri terbesar ke-7 di negara ini. Tiket
bioskop yang terjual di tahun 2003 sejumlah 3,6 milyar dan masih leb ih
tinggi dari penjualan tiket bioskop di Amerika Serikat (2.6 milyar).
Penjualan tiket film Hollywood di India juga tak terlalu tinggi. Alasannya:
film Hollywood tidak terlalu menarik bagi rakyat India. Tidak menarik
26
ibid, halaman 33.
27
Tejaswini Ganti, Bollywood: a guidebook to popular Hindi cinema, Routledge, 2004, halaman 3.
37
46. ditonton masyarakat lokal karena ada perbedaan budaya, ras dan sudut
pandang plot cerita yang digemari. Sela in itu, sensor pemerintah India tak
seketat pemerintah China, bahkan tak ada kebija kan mewa jibkan film
Hollywood disu lih- suarakan ke dalam bahasa loka l. Untuk beberapa tahun
kebijakan ini dibaca Hollywood sebagai “efisiensi” tahap distribusi, sehingga
melupakan potensi penonton lokal.
Secara tak langsung pula Bollywood telah memberi sentuhan khusus pada
industri audio visual Amerika Serikat di dua dekade terakhir, baik di film
layar lebar ataupun di serial televis i. Aktris Bollywood (Hollywood- nya
India), Aishwarya Rai bahkan didaulat maja lah Time (2003) sebagai “The
New Face of Film”. Pergeseran in i kian terasa saat Slumdog Million aire
meraih Piala Oscar sebagai film terbaik 2009. Film in i disutradarai Danny
Boyle (Inggris) dengan asisten sutrada wanita berkebangsaan India,
Loveleen Tandan. Film yang juga diproduks i di India ini sesungguhnya
diambil dari kisah yang ditulis pengarang India, Vikas Swarup.
Hollywood dan Bollywood sama-sama “dream factory”. Produser
Hollywood telah membangun Universal Studios dan Disney Them Park di
berbagai penjuru dunia untuk memudahkan proses produksi indoor .
Bollywood juga memiliki Film City yang dibangun Reliance MediaWorks
Studios. Melalu i Hengdian, China pun telah memiliki replika Kota Terlarang
(Forbidden City) yang lengkap dengan istana di lahan luas dengan siluet
pegunungan sebagai latar belakangnya. Semua studio alam ini telah
dilengkapi infrastruktur produksi audio- visual termutakhir.
Pemerintah China pun merancang pusat-pusat M&E yang terpadu. Pasca-
kebijakan ekonomi terbuka, China membuat rencana jangka panjang
sebagai "well- off society" (Xaiokang Shehui). 28 Salah satu sektor industri
yang digerakkan adalah “creative industries” yang sering disebut “content
industries”. Beijin g menjadi capita l complex untuk berbagai kegiatan
kreatif nasional. 29 Rancangan kota Beijing sebagai pusat kreativitas
dibangun dengan ambisius menggunakan anggaran pemerintah pusat dan
daerah. Salah satu klaster utamanya, The CRD (Capita l Recreation District)
akan menjadi pusat hiburan dan animas i digita l, lengkap dengan pusat
pendidikan dan pelatihan serta ruang konferensi, pameran dan kantor.
28
Lu, X. Y., China's Xiaokang Society in the Year 2000, Nanchang, Jiangxi People's Publishers, 1991.
29
Lily Kong, Justin O'Connor, Creative Economies, Creative Cities: Asian-European Perspectives, Springer, 27 Mei
2009.
38
47. CRD dibangun atas anggara 11 tahun dan dibiaya i hanya dari anggaran
pemerintah daerah. 30
Infrastruktur produksi in i memudahkan siapapun yang bergerak di bisnis ini
untuk bisa memproduksi lebih banyak lagi. Visi produser film di Hollywood
ditangkap oleh segelintir pengusaha di India dan China, yang kemudian
ngetop dengan istilah Bollywood (daerah produksi film di Mumbai) dan
Chinawood (istilah untuk replika Kota Terlarang, yang berada 36 km dari
ibukota negara, Beijin g). Sepanjang tahun 1996 hingga 2005, di dalam
Hengdian Film & TV City telah diproduks i 275 judul film dan seri televis i.
Selain untuk memproduksi film layar lebar dan tayangan TV, Hengdian
Film & TV City di Provinsi Zhejiang menjadi atraksi wisatawan dalam dan
luar negeri. Sepanjang 2004 saja Hengdian telah menjadi atraksi untuk
sejumlah 2,5 juta wisatawan dalam dan luar negeri.
Dengan infrastruktur yang baik dan sumber daya yang cukup banyak di
India atau China, industri M&E bisa dikembangkan lebih baik lagi.
Kreativitas produksi film sesungguhnya dimu la i pula dari cerita yang
menarik. Kedua negara in i memiliki ribuan manuskrip dongeng masa
lampau, yang bisa dipoles dengan sentuhan Hollywood. Warlords adalah
salah satu contoh kisah pahla wan China kuno yang mendapat sentuhan
artistik dan bisnis Hollywood. Untuk sektor M&E di China, baik pemerintah
ataupun pemain lokal seakan mencari obat kuat (remedies) ke Hollywood
untuk membangun industri loka l mereka. Hal in i juga ditegaskan oleh Ying
Zhu, pakar film China yang tingga l di New York, Amerika Serikat:
Competing with imported blockbusters for market share, many
Chinese filmmakers turned to Hollywood for possib le remedies.
Hollywood's institutional structure and popular narrative formula
have since been taken up as mode ls for filmmaking and marketing.
The Chinese film industry has been going through a series of
institutional restructurings to cope with the demands of market
economy, the rise of alternative entertainment options, and the
popular ity of Hollywood blockbuster films. The upshot has been the
commercializat ion and decentralization of a formerly state-
subsidized film industry and the transformation to a populist film
culture from an elit ist one ascendant in the late 1970s. 3 1
30
Ibid, halaman 87.
31
Ying Zhu, Chinese Cinema During the Era of Reform: The Ingenuity of the System, Greenwood Publishing Group,
2003.
39
48. Singkatnya, Hollywood adalah “dream factory” yang mampu
menerjemahkan teks cerita lebih cerita audio- visual yang menarik. Atas
plot cerita Cinderella, Hollywood menambahkan dramaturgi yang
mendebarkan, menyebalkan, menyedihkan, dan berbagai perasaan
manusiawi lainnya. Secara teorit is sebuah cerita (plot linier) itu diawa li
dari penjelasan awal, kemudian terjadi beberapa konflik hingga mencapai
klimaks. Emos i penonton mulai turun menjelang akhir cerita.
Atas beberapa film blockbuster, produser Hollywood memilih plot cerita
sederhana: plot tunggal dan lin ier. Sebuah plot memiliki spine atau tulang
punggung yang sama. Dramatisasi terjadi saat karakter di dala m plot
cerita itu saling “bertabrakan” di sebuah tempat dan waktu tertentu
(setting). Selain satu plot, sebuah cerita bisa juga memiliki banyak plot
(multiplot) tanpa menghiraukan urutan waktu. Bayangkan kartun
Cinderella yang hanya memiliki di satu plot lin ier. Bandingkan kartun in i
dengan film karya Quentin Tarantino Pulp Fiction. Yang terakhir in i adalah
contoh film dengan mult iplot.
Bagan Plot Cerita Fiksi/D rama
Kisah plot linier Cinderella atau Si Upik Abu memiliki akhir cerita yang
berakhir bahagia: sang putri cantik tapi dekil akhirnya hidup bahagia
dengan pangeran kaya raya. Happily ever after. Ada kalanya
penggarapannya bisa dibuat canggih dengan komputer, bisa juga cuma
dialog tear-jerking atau membuat tangis penonton saat melihat Si Upik
bertemu pangerannya.
40
49. Cinta terlarang (antara dua kasta berbeda) juga bisa dihadirkan dalam
versi ultra-modern. Perhatikan karya James Cameron dengan sentuhan
teknologi termutakhir motion capture. Adalah film “Avatar” yang
diproduksi sedikit berbeda dengan kecanggihan komputer kartun Disney,
“Cinderella”. Teknologi yang dipaka i Cameron adalah piranti lunak
produksi Twin Pixels, yang mungkin berarti dua titik serupa di tempat
bebeda, satu di badan manusia dan yang la innya di layar komputer. Di lain
waktu, ada juga film Pretty Woman yang hanya perlu aktris sekaliber Julia
Roberts untuk menghayati peran Cindere lla in i.
Kisah cinta sejati, cinta segit iga , cita segi banyak atau cinta terlarang
adalah racikan utama film Hollywood dan banyak tayangan TV dunia.
Perburuan atas sesuatu, kisah perja lanan dan pertarungan kekuasaan juga
menjadi resep khas film laga dan fantasi di layar lebar.
Selain pakem cerita, Hollywood juga pusat perkembangan teknologi audio-
visual serta pusat pendidikan tenaga kreatif. Standar kualitas mula i dari
gambar dan suara hingga gerakan dan trik kamera menjadikan film
produksi Hollywood sebagai hiburan penuh kenikmatan bagi panca-indera
mata dan telin ga.
Tabel Dramaturgi
Characters Plot Settings
Protagonist Single/linear Past, Present Future
Antagonist Sub-plot(s) Jakarta, New York, etc.
Many cameos, or not Multi-plot Technology heavy, or not
Hollywood juga memiliki pakem bisnis (distribusi dan pemasaran) untuk
menjangkau pasar global. Film sebagai content, sekali lagi, diputar di
banyak media (pipe) . Untuk produksi Holllywood, biasanya film
didistribus ikan di dalam negeri terleb ih dahulu, dimulai dari kota besar di
minggu pertama. Jika sukses, distribus i dilanjutkan ke kota kecil la in secara
agresif.
Beberapa minggu sebelum diputar di bioskop se-Amerika Serikat, distribus i
didahu lui pemasaran, biasanya dengan promo trailer la lu beberapa video
fitur dan behind the scenes . Setelah beberapa minggu, film tersebut baru
41
50. didistr ibusikan ke luar negeri. Untuk selan jutnya, setelah bioskop ,
berlakulah periode sesuai movie release windows .
Cara bertutur dan berbisnis Hollywood in i terlihat sekali dalam produksi
film China sepuluh tahun terakhir. India belum menempatkan pemain loka l
mereka sebagai potensi mitra Hollywood secara finansia l. Baru ada
Reliance ADA Group yang mampu menggandeng Dreamworks, namun tak
ada campur tangan pemerintah India dalam kepemilikan entitas Hollywood
in i.
Dengan mendir ikan China Media Capita l yang profit-oriented , pemerintah
China tetap mengawal is i film tersebut melalui manajemen perusahaan.
Selain mengunci is i film dari aturan is i film mela lu i prosedur birokras i yang
telah ada, pemerintah China juga mengetahui kegiatan perusahaan
tersebut secara langsung.
Entintas CMC adalah bentukan pemerintah China untuk kerjasama dengan
th
News Corporations, raksasa media global dari hulu (20 Fox Studios) ke
hilir (jar ingan Star TV dan Phoenix Channel di Hong Kong, hingga Fox News
di Amerika Serikat dan operator TV satelit berbayar BSkyB di Inggris).
News Corp. adalah entitas konglomerat M&E Amerika Serikat yang dimotori
Rupert Murdoch, kelahiran Australia yang disebut media di Inggris sebagai
salah satu dari “Lords of Global. 3 2
Lahir di Australia, besar di Amerika Serikat dan Eropa, Rupert Murdoch
kemudian membangun kerajaan media di Hong Kong di bawah bendera
“Star TV”, News Corp pun berulang kali berupaya masuk ke pasar China
daratan. Untuk itu, News Corp. membentuk entitas Fortune Star Media
(FSM) Limited. Selanjutnya, FSM membentuk perusahaan Star China Media
(SCM), bekerjasama dengan milik pemerintah China: China Media Capital
(CMC).
32
Michael Curtin, Playing to The World's Biggest Audience:the Globalization of Chinese Film and TV, University of
California Press, 2007, halaman 193.
42
51. Bagan kepem ilikan badan usaha pemerintah China dan
raksasa media global, News Corporation
Banyak produksi film lokal (content) yang hak intelektualnya diakuisisi/dipegang oleh FSM
yang kemudian didistribusikan melalui pipa televisi ataupun jaringan anak perusahaan
SCM seperti Xing Kong Chuan Mei Group Co. Ltd. Xing Kong (pemilik saluran Phoenix
berbahasa China dalam berbagai dialek) dan Star TV (pemilik puluhan genre saluran
berbayar via satelit). CMC terbentuk seakan menjadi respons pemerintah China atas
gerakan korporasi News Corp. di Hong Kong.
Dari strategi kerjasama seperti CMC ini, ada tiga hal yang perlu dikaji:
1. Entitas lokal terlindungi dan bisa bermain di arena globa l,
2. Pihak asing (manajemen perusahaan) bisa “disetir” dari dalam oleh
pemerintah,
3.Di dalan negeri pun semua pemain asing dan lokal terkena
peraturan pemerintah.
Risiko ancaman menurut Cowen (diversity across cultures) dalam entitas
CMC jelas telah ditekan oleh pemerintah China. Yang terjadi adalah
asimilasi “materi” (kemampuan manajemen produksi Hollywood) sela in
43
52. “nilai” (produktivitas bangsa China). China tak hanya melakukan
kebijakan protektif dan insentif terhadap pemain loka l, tetapi juga ofensif
ke pasar global.
News Corporation yang ingin masuk ke pasar China harus menerima
persyaratan yang dibuat pemerintah China: 51% saham harus milik lokal.
Untuk itu pemerintah tetap memiliki kendali internal perusahaan sela in
mengatur isi film atau tayangan TV yang diproduksi/didis tribus i anak
perusahaan Star China Media (SCM), anak perusahaan CMC. Pemerintah
China mengatur mulai dari tahap produksi dan distribusi (peraturan
pemerintah) hingga mengendalikan gerakan korporat di tahap distribusi
hingga eksibis i melalu i hak veto sebagai pemilik mayoritas perusahaan
kerjasama tersebut. Membuka keran investasi tanpa melepaskan kendali
atas isi dan katup pipanya, inila h yang dima ksud sebagai deception,
strategi Sun Tzu berabad silam untuk menguasai pasar global.
Bentuk kerjasama dengan entitas asing ini menjadi satu cara pemerintah
China memproteksi pemain lokal dan masyarakat penontonnya. Cara-cara
korporat global membangun jaringannya seluruh dunia dipe la jar i dan
“dihadang” secara strategis oleh pemerintah China. Di bagian selanjutnya,
akan dibahas bagaimana kepemilikan media globa l bekerja dalam satu
ekosistem M&E, sebuah sistem di mana pemerintah China turut menari. Kali
in i China membawa genderang sendiri.
44
54. 4
EKOSISTEM MEDIA GLOBAL VERSUS CHINA
Hollywood hari in i memiliki 6 (enam) studio besar yang produktif membuat
film: Warner Bros., Paramount Pictures, Walt Disney, Columb ia Pictures,
th
Universal Studios , dan 20 Century Fox. Selain itu ada beberapa yang
“sedang” seperti MGM dan Lions Gate Entertainment dan banyak produser
independen lainnya.
Sebagai produser film layar lebar dan program TV, beberapa studio
produksi (content) in i terkait erat dengan media massa (pipe) , contohnya:
1. Warner Bros. Studios adalah bagian dari Time Warner,
perusahaan media besar yang memiliki jaringan saluran TV
seperti CNN dan HBO.
2. Paramount Pictures menjadi satu bagian Viacom,
konglomerat media pemilik MTV (saluran televis i berbayar).
Viacom memiliki keterkaitan erat dengan CBS (saluran telev isi
terestrial): keduanya memiliki induk perusahaan yang sama:
National Amusements.
3. Universal Studios dimiliki NBCUniversa l, yang juga
memiliki jaringan TV terestria l NBC.
Satu contoh yang telah disinggung sejak awal pembahasan: Warner Bros.
Studios , adalah entitas yang lahir hampir satu dekade sila m. Warner mulai
berevolusi dari perusahaan bioskop one-off menjadi media cash-flow.
Tunstall & Palmer (2008) membedakan media one-off dan cash-flow . Media
yang cuma sekali putar itu seperti bioskop, dan yang terus-menerus
mendapatkan pemasukan uang adalah telev isi dan DVD. Warner
46
55. sesungguhnya memiliki sejarah panjang di dunia perfilman. Lahir dari
tangan empat Warner bersaudara (Harry, Albert, Sam, dan Jack Warner) di
awal abad ke-20, Warner hanya bergerak di bidang eksibisi (bioskop).
Warner kemudian mendirikan anak perusahaan khusus mengurus distribus i
filmnya ke negara bagian lain di Amerika Serikat. Di dekade selan jutnya,
usaha produksi Warner baru dimulai.
Warner kemudian berkembang menjadi entitas usaha yang mengelola
seluruh tahapan (produksi, distribus i dan eksib is i). Di awal 1980-an, saat
satelit lintas-negara mulai dikena l luas, Warner tak hanya fokus di industri
film layar lebar. Ia pun mengakuis isi media la in seperti radio dan TV.
“Pipa” eksibis i (audio visual) selain bioskop adalah TV dan DVD, tentu
untuk menyalurkan content atau produksi film yang sama. Bergabung
dengan Time Inc. yang memiliki banyak media massa (pipa), Warner (isi)
kemudian menjelma kekuatan yang terintegrasi dari hulu ke hilir .
Seabad lalu, media (media) berada di satu titik berbeda dengan hiburan
(entertainment). Sektor in i dibaca: M&E. Berada di kotak berbeda dengan
M&E, sektor telekomunikas i (telecommun ications) dan sektor komputer
(computer) lahir sebagai bagian dari industri elektronik (baca: perangkat
keras). Hari in i ketiga sektor in i berdiri di satu titik bersinggungan. Pasar
konvergensi ini menjual produk nonfis ik (intangible) seperti JPG, TXT, AUVI,
MP3 dan banyak istilah jar ingan Internet lainnya. Semua itu adalah
content atau isi yang mengalir di tiga pipa infrastruktur: media,
telekomunikas i, komputer (jaringan Internet), dan pipa gabungan antara
ketiganya.
Integrasi secara vertika l berarti saat Warner Bros. menjelma menjadi
Warner Bros. Entertainment, yang memiliki beberapa divisi di antaranya:
Pictures (produksi), Warner Distribution (distribus i), dan Television & Home
Entertainment (eksibisi). Secara horizontal , untuk produksi misa lnya,
Warner Bros. Pictures mengelola New Line Cinema, Telep ictures
Productions, dan Wor ldwide Physical Production. Warner Bros.
Entertainment sendiri hanya satu bagian dari Time Warner selain Time Inc.
(cetak), Home Box Office (saluran TV berbayar seperti HBO Latino dan
usaha produksinya) serta Turner Broadcasting System (operator TV
terestrial dan saluran TV berbayar seperti CNN dan Cartoon Network).
Warner Communications dan Time Inc. melakukan merger dengan nama
baru "TimeWarner" yang secara vertikal memiliki beragam pipa global
(TV, distribus i film tradisional dan digital/internet). Di saat Warner memiliki
divis i khusus pembiayaan film (film financing) , yang berusaha seperti
entitas perbankan, Warner adalah konglomerat (berbisnis di banyak
47