SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 143
Descargar para leer sin conexión
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
PUSAT PROMOSI KESEHATAN
TAHUN 2014
PANDUAN UMUM
PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK
UNTUK BIDANG KESEHATAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, atas ijin dan rakhmat-Nya sehingga Panduan Umum
Penggunaan Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan dapat disusun
dan diterbitkan.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 31
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mengatur bahwa dari
dana pajak rokok minimal 50 % dipergunakan untuk pelayanan
kesehatan dan penegakan hukum.
Sesuai kewenangan pemerintah pusat yaitu menyusun
norma-standar-prosedur dan kriteria (NSPK) sesuai dengan
bidang atau kewenangan masing-masing, maka Kementerian
Kesehatan bersama-sama Kementerian Keuangan dan
Kementerian Dalam Negeri memandang perlu adanya Panduan
umum tentang penggunaan pajak rokok untuk bidang kesehatan.
Panduan umum ini memuat tentang penggunaan pajak
rokok untuk pelayanan kesehatan, yaitu; pertama untuk kegiatan
upaya kesehatan masyarakat, meliputi ; kegiatan pencegahan,
pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau, kegiatan
upaya penegakan hukum dalam kebijakan kawasan tanpa rokok
(KTR), kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat, dan
kedua untuk pelayanan kesehatan perorangan, meliputi kegiatan
upaya peningkatan sarana dan prasarana kesehatan dan kegiatan
upaya peningkatan SDM kesehatan dalam upaya kesehatan
perorangan. Kegiatan upaya kesehatan masyarakat mencakup ;
penyediaan data dasar dan analisis situasi, peningkatan kapasitas
SDM, bina suasana, advokasi, pemberdayaan masyarakat dan
kemitraan.
Panduan ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi
pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait dalam penggunaan
pajak rokok untuk bidang kesehatan sehingga penggunaannya
dapat dilaksanakan secara tepatguna, tepat sasaran dan dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berpartisipasi dalam penyusunan panduan ini Semoga
panduan ini bisa bermanfaat untuk kita semua.
Jakarta, Maret 2014
Kepala Pusat Promosi
Kesehatan
dr. Lily S. Sulityowati, MM
SAMBUTAN
SEKRETARIS JENDERAL
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan diarahkan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan
tersebut, sangat diperlukan adanya peran serta aktif masyarakat,
dan juga dukungan lintas sektor baik dalam bentuk
kebijakan/regulasi, maupun dukungan sumber daya (dana, tenaga
dan sarana prasarana).
Kami memberikan apresiasi kepada Kementerian
Keuangan Republik Indonesia, telah mendorong lahirnya
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan
bahwa salah satu sumber pajak daerah adalah pajak rokok.
Penggunaan pajak rokok ini seperti yang tertuang dalam pasal 31
adalah minimal 50% dari pajak yang diterima diperuntukan bagi
upaya kesehatan masyarakat dan penanganan aspek hukum.
Adanya pajak daerah ini sebagai sumber Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu
sumber dana yang bisa digunakan untuk upaya peningkatan
kesehatan di daerah, karena selama ini banyak program atau
kegiatan kesehatan di daerah yang tidak bisa terlaksana, antara
lain karena kendala tidak tersedianya dana.
Dana pajak tersebut agar bisa dimanfaatkan dengan baik,
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, Kementerian
Kesehatan bersama-sama dengan Kementerian Keuangan,
Kementerian Dalam Negeri, Akademisi, dan Profesi Promosi
Kesehatan telah menyusun Pedoman Umum Penggunaan Pajak
Rokok untuk bidang kesehatan.
Pada pedoman ini penggunaan dana pajak rokok lebih
diprioritaskan untuk upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan
pencegahan penyakit (preventif), karena upaya kuratif-
rehabilitatif saat ini sudah ditangani melalui program Jaminan
Kesehatan Masyarakat (JKN), justru kita perlu banyak melakukan
upaya yang bersifat promotif preventif, selain akan lebih
meningkatkan kesehatan masyarakat, juga dapat lebih efisien
penggunaan dana yang bersifat kuraitf-rehabilitatif, yang saat ini
ditangani oleh BPJS.
Kami sampaikan bahwa hal terpenting dalam era otonomi
daerah adalah Pemerintah Daerah (provinsi maupun kabupaten/
kota) bisa memanfaatkan dana ini untuk peningkatan kesehatan
masyarakat, khususnya melalui upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit, juga pelayanan kesehatan kuratif
rehabilitatif.
Kami menyambut baik atas terbitnya pedoman ini, dan
mengharapkan peranan dan dukungan semua pihak, khususnya
Kementerian Dalam Negeri pada implementasi penggunaan dana
pajak rokok ini agar berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Semoga Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok untuk
Bidang Kesehatan ini bisa menjadi pedoman bagi daerah,
sehingga dana tersebut bermanfaat untuk peningkatan kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat.
Jakarta, Maret 2014
Sekretaris Jenderal,
dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS
NIP. 195408112010061001
PANDUAN UMUM
PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK BIDANG
KESEHATAN
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Sasaran
D. Dasar Hukum
E. Pengertian
BAB II PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK
KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
(UKM)
A. Kegiatan Upaya Pencegahan dan Pengendalian Konsumsi
Rokok dan Produk Tembakau Lainnya
B. Kegiatan Upaya Penegakan Hukum dalam Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
1. Upaya Penegakan KTR melalui Mekanisme Hukum
2. Upaya Penegakan KTR melaui Mekanisme
Partisipatif
C. Kegiatan Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat
1. Kegiatan Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit
Tidak Menular dan Cedera
2. Kegiatan Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit
Menular
3. Kegiatan Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak,
dan Lansia
4. Kegiatan Upaya Pencegahan dan Pengendalian
Perilaku Berisiko pada Remaja
D. Kegiatan Peningkatan SDM Kesehatan dalam Upaya
Kesehatan Masyarakat
BAB III PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK
KEGIATAN UPAYA KESEHATAN PERORANGAN (UKP)
A. Kegiatan Upaya Peningkatan Sarana dan Prasarana
Kesehatan
B. Kegiatan Upaya Peningkatan SDM Kesehatan dalam
Upaya Kesehatan Perorangan
BAB IV PENUTUP
LAMPIRAN
A. STRATEGI PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK
UNTUK BIDANG KESEHATAN
1. Penyediaan Data Dasar dan Analisis Situasi
2. Peningkatan Kapasitas SDM
3. Bina Suasana
4. Advokasi
5. Pemberdayaan Masyarakat
6. Kemitraan
B. ESTIMASI PENERIMAAN DANA PAJAK ROKOK
UNTUK BIDANG KESEHATAN BERDASARKAN
JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010
DAFTAR ISTILAH
AKB ANGKA KEMATIAN BAYI
AKI ANGKA KEMATIAN IBU
APBD ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
APBN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
ASI AIR SUSU IBU
BOK BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN
BPJS BADAN PENYELENGGARA JAMINANA SOSIAL
DAK DANA ALOKASI KHUSUS
DALYs DISABILITY ADJUSTED LIFE YEARS
DAU DANA ALOKASI UMUM
DBD DEMAM BERDARAH DENGUE
DBHCHT DANA BAGI HASIL CUKAI DAN TEMBAKAU
DPRD DEWAN PERWAKILAN DAERAH
DTPK DAERAH TERPENCIL PERBATASAN DAN
KEPULAUAN
HIV HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
AIDs ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME
IMS INFEKSI MENULAR SEKSUAL
JKN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
KIE KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI
KLB KEJADIAN LUAR BIASA
KNPI KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA
KTR KAWASAN TANPA ROKOK
LSM LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT
MDGs MILLENIUM DEVELOPMEN GOALS
MMC MASS MEDIA CAMPAIGN
MoU MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
MSG MONOSODIUM GLUTAMATE
NAPZA NARKOTIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA
NCDs NON COMMUNICABLE DISEASES
OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH
PDRD PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PHBS POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT
PKPR PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
PKRS PROMOSI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
PM PENYAKIT MENULAR
PMR PALANG MERAH REMAJA
PMS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
PTM PENYAKIT TIDAK MENULAR
RI REPUBLIK INDONESIA
RKUD REKENING KAS UMUM DAERAH
RS RUMAH SAKIT
RT RUKUN TETANGGA
RW RUKUN WARGA
SDH SOCIAL DETERMINANT HEALTH
SDKI SURVEY DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA
SKPD SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH
SKRT SURVEI KESEHATAN RUMAH TANGGA
SMS SHORT MESSAGE SERVICE
TMMC TARGETED MULTI MEDIA CAMPAIGN
TOT TRAINING OF TRAINER
UKM UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
UKP UPAYA KESEHATAN PERORANG
UKS UNIT KESEHATAN SEKOLAH
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD) mengatur kebijakan dalam hal
sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
pelaksanaan pemerintah daerah terutama pengaturan
pembagian dan penggunaan pajak rokok sebagai salah satu
jenis pajak daerah. Adapun besaran tarif pajak rokok adalah
sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Pajak rokok
adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh instansi
pemerintah pusat yang kemudian disetor ke Rekening Kas
Umum Daerah (RKUD) provinsi secara proporsional
berdasarkan jumlah penduduk. Dana pajak rokok ini akan
masuk ke RKUD Provinsi sebagai APBD provinsi dan akan
ditransferkan ke Kabupaten/Kota. Pasal 94 ayat (1) butir C
UU No. 28 tahun 2009 ini mengatur bahwa 70% (tujuh puluh
persen) hasil penerimaan pajak rokok diserahkan kepada
kabupaten/kota dan 30% (tiga puluh persen) diserahkan
kepada provinsi.
Dalam pasal 31 UU No. 28 tahun 2009 diatur bahwa
penerimaan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian
kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh
persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan
hukum oleh aparat yang berwenang. Pengertian pelayanan
kesehatan dan penegakkan hukum yang dimaksud dalam
pasal 31 tersebut tertuang dalam aturan penjelas Undang-
Undang ini bahwa “pelayanan kesehatan masyarakat, antara
lain: kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok dan
iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok,
pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana unit pelayanan kesehatan, serta penyediaan sarana
2
umum yang memadai bagi perokok (smoking area)”. Sedang
penegakkan hukum yang dimaksud dalam aturan penjelas
Undang-Undang ini adalah “penegakkan hukum sesuai
dengan kewenangan Pemerintah Daerah, yang dapat
dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain:
pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakkan aturan
mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.” Tambahan dana APBD untuk
kesehatan yang bersumber dari penerimaan pajak rokok ini
bersifat “On Top” (tidak mengurangi alokasi APBD untuk
kesehatan yang telah ada selama ini). Adapun besaran dana
pajak rokok yang akan diterima oleh masing-masing daerah
terlampir dalam lampiran Panduan Umum Penggunaan Dana
Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini.
Saat ini, Indonesia tengah mengalami masalah multiple
burden diseases, dimana penyakit menular masih banyak
diderita oleh penduduknya disertai adanya serangan penyakit
infeksi re-emergencies (DBD, malaria, dll) dan new-
emergencies (flu burung, HIV/AIDs, dll). Selain itu,
Indonesia juga harus menangani bermunculannya penyakit
degeneratif atau penyakit tidak menular yang belum teratasi.
Dalam bahasa internasional, penyakit degeneratif atau
penyakit tidak menular dikenal sebagai Non-Communicable
Diseases (NCDs), di Indonesia dikenal dengan Penyakit
Tidak Menular (PTM). Tiga dekade terakhir, prevalensi PTM
terus meningkat, dimana penyakit ini telah menjadi penyebab
utama kematian di Indonesia sebagaimana tergambar dalam
gambar 1.1 sebagai berikut:
3
Gambar 1.1
Distribusi Kematian pada Semua Umur menurut
Kelompok Penyakit menurut Data SKRT 1995-2001 dan
Riskesdas 2007
Berdasarkan diagram 1.1 di atas, 6% kematian pada semua
kelompok umur di Indonesia disebabkan karena gangguan
maternal/perinatal, 6,5% kematian disebabkan karena cedera
dan 28.1% kematian semua umur disebabkan oleh penyakit
menular sedangkan 59,5% kematian di Indonesia disebabkan
oleh penyakit tidak menular, seperti penyakit kardiovaskular,
stroke dan pembuluh darah lainnya, diabetes, hipertensi,
penyakit sendi, penyakit paru obstruktif kronik, cedera dan
berbagai jenis penyakit kanker. Dengan kata lain, selain
masalah penyakit menular dan masalah perinatal/maternal
yang merupakan salah satu indikator Millenium Development
Goals (MDGs), Indonesia juga sedang mengalami transisi
epidemiologi dimana morbiditas dan mortalitas penyakit tidak
menular menjadi permasalahan kesehatan yang harus segera
ditanggulangi. Senada dengan hal tersebut, data The
Indonesian Burden of Disease, Injuries and Risk Factors:
Level, Trends and Policy Implication tahun 2010 sebagai
4
berikut juga menggambarkan penyakit penyebab kematian
saat ini yang lebih didominasi oleh penyakit tidak menular.
Tabel 1.1
The Indonesian Burden of Disease, Injuries and Risk Factors:
Level, Trends and Policy Implication tahun 2010
No. Nama Penyakit No. Nama Penyakit
1 Stroke 11 Penyakit Ginjal Kronik
2 Tuberculosis 12 Tyfoid
3 Diare 13 Neonatal sepsis
4 Cedera/Injury 14 Kanker Paru-Paru
5 Penyakit Jantung Iskemik 15
Peryakit Kardio dan
Sirkulasi
6
Penyakit Saluran Nafas
Kronik (PPOK) 16
Hipertensive Hearth
Diseases
7 Diabetes Mellitus 17 COPD
8 Neonatal Enchephalopathy 18 Malformasi Congenital
9 Preterm Birth Complication 19 Maternal Disorders
10 Cirrosis 20 Malaria
Sumber: Kosen, 2010
Signifikansi permasalahan penyakit tidak menular di
Indonesia akan meningkat menjadi masalah kesehatan
masyarakat berikutnya jika dilihat dari faktor risikonya.
Adanya pengembangan standar hidup yang meningkatkan
kesejahteraan hidup penduduk ditengarai sebagai hal yang
merubah pola hidup masyarakat. Perubahan pola hidup ini
meningkatkan faktor risiko penyebab penyakit tidak menular
sehingga turut meningkatkan prevalensi penyakit tidak
menular di Indonesia. Akan tetapi, teori Barker mengenai
epidemiologi penyakit tidak menular mengemukakan bahwa
orang yang rentan dan kurang beruntung secara sosial akan
sakit dan mati lebih cepat dibandingkan dengan orang-orang
yang berkedudukan sosial lebih tinggi, oleh karena mereka
berada pada kondisi dengan faktor risiko lebih dekat kepada
5
penyakit tidak menular, seperti gizi yang kurang dan
lingkungan yang tidak sehat. Hal ini berarti tingkat morbiditas
dan mortalitas akibat penyakit tidak menular dan faktor
risikonya tidak hanya berpotensi kepada masyarakat dengan
kelas ekonomi atas, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor sosial yang berpengaruh pada kesehatan (Social
Determinant Health/SDH) yang berada di sekeliling
kehidupan manusia sejak dari lahir, tumbuh, berkembang
hingga bekerja, seperti: faktor pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, dan budaya kehidupan atau etnis.
Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan 3 (tiga) faktor risiko
terbesar yang menyebakan penyakit tidak menular adalah
rendahnya pola asupan makanan rendah sayur dan buah
(93,6%), kurangnya aktivitas fisik (48,2%) dan tingginya pola
konsumsi rokok (34,7%) penduduk Indonesia. Menurut data
lain, yakni The Indonesian Burden of Disease, Injuries and
Risk Factors: Level, Trends and Policy Implication, yang
merupakan faktor risiko terbesar terhadap Disability Adjusted
Life Year (DALYs) orang Indonesia tahun 2010 adalah pola
makan yang berisiko (dietary risks), tekanan darah tinggi dan
perilaku merokok. Hasil publikasi studi Soewarta Kosen
tahun 2012 menunjukkan 12,7% kematian yang terjadi di
Indonesia disebabkan oleh penyakit yang terkait dengan
rokok. Dengan kata lain, terdapat 190.260 kematian yang
terjadi di Indonesia disebabkan oleh penyakit yang terkait
dengan rokok, dengan 100.680 kematian untuk laki-laki dan
89.580 kematian untuk perempuan. Adapun beban kerugian
ekonomi akibat hilangnya waktu produktif terkait
meningkatnya kematian, kesakitan, dan disabilitas terkait
dengan merokok adalah sebesar Rp105,3 triliun per tahun.
Rata-rata biaya rawat inap yang dihabiskan akibat penyakit
terkait merokok adalah Rp1,38 triliun per tahun, sedang rata-
rata biaya rawat jalan akibat penyakit terkait merokok adalah
Rp0,26 triliun per tahun.
6
Saat ini Indonesia tengah menyusun skema jaminan sosial yang
akan berlaku secara bertahap mulai 1 Januari 2014 melalui
implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dimana setiap
penduduk akan memperoleh hak kesehatan tanpa terkecuali
(Universal Health Coverage). Dengan demikian, Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) akan dibiayai oleh dana JKN dari
anggaran pembiayaan kesehatan Indonesia dalam APBN dan
kumpulan premi pesertanya. Pada dasarnya, anggaran
pembiayaan kesehatan Indonesia dalam APBN sendiri masih
sangat rendah, yakni sekitar 2 ,5% - 3% Produk Domestik Bruto
per tahunnya, padahal seharusya 5% dari APBN dan 10% dari
APBD. Data National Health Account Indonesia tahun 2011
menyebutkan 50% dari belanja kesehatan Indonesia
diperuntukkan untuk kegiatan yang bersifat kuratif dan
rehabilitatif, yakni 28,46% untuk rawat inap, 21,71% untuk rawat
jalan dan 0,15% untuk kegiatan rehabilitatif. Sementara belanja
kesehatan Indonesia diperuntukkan untuk kegiatan yang bersifat
promotif dan preventif hanya 8,11%.
Gambar 1.2
Diagram Belanja Kesehatan Indonesia Menurut Fungsinya
Tahun 2011
Sumber: National Health Account, 2011
7
Pembiayaan kegiatan Upaya Kesehatan Perortangan atau
UKP (kuratif dan rehabilitatif lainnya) telah dibiayai oleh
APBN dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
sementara untuk kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat atau
UKM (promotif preventif) dan pemberdayaan masyarakat
masih sangat minim. Oleh karenanya, penggunaan dana pajak
rokok untuk bidang kesehatan diprioritaskan untuk
membiayai kegiatan UKM (promotif preventif) dan
pemberdayaan masyarakat dengan tetap mempertimbangkan
kegiatan UKP (kuratif dan rehabilitatif lainnya) sesuai
kebutuhan daerah masing-masing. Adapun harapan dampak
jangka panjang dari penggunaan dana pajak rokok untuk
kesehatan ini akan mampu menekan biaya kesehatan,
sehingga program JKN dapat berlangsung dengan
berkesinambungan.
Dengan kata lain, peruntukan dana pajak rokok untuk
kesehatan ini diharapkan dapat mengisi kekurangan dari
program yang ada diluar belanja kesehatan rutin daerah.
Sehingga tambahan dana APBD untuk kesehatan yang
bersumber dari penerimaan pajak rokok yang bersifat “On
Top” ini merupakan sumber pendapatan pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota yang diharapkan
penggunaannya dapat difokuskan ke pembiayaan kegiatan
UKM (promotif preventif) dan pemberdayaan masyarakat
agar dapat selaras dengan upaya percepatan pembangunan
kesehatan 2015-2019.
8
Gambar 1.3
Kerangka Berpikir Upaya Percepatan Pembangunan
Kesehatan 2015-2019
UU No 17 Th
2007 tentang
RPJPN 2005-
2025
UU No 36 Th
2009 tentang
Kesehatan, &
Perpres 72/2012
SKN
Penguatan
UKM, promprev
dan
pemberdayaan
masyarakat
UU No 40 Th
2009 tentang
SSJN & UU No 24
Th 2009 tentang
BPJS, dll
Penguatan
Upaya
Kesehatan
Perorangan : JKN
Upaya
Percepatan
Pembangunan
Kesehatan
Rancangan UU
tentang
Pemerintahan
Daerah 2013
Kebijakan
Pembangunan
Kesehatan
Pemerintah
Daerah
Upaya dan
Organisasi
Pembangunan
Kesehatan di
Pusat
Upaya dan
Organisasi
Pembangunan
Kesehatan di
Daerah
Definisi pelayanan promotif dan preventif dalam hal ini
didasarkan pada Pasal 1 Undang-Undang No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan. Pelayanan kesehatan promotif
didefinisikan sebagai suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan
kegiatan bersifat promosi kesehatan. Sedang pelayanan
kesehatan preventif didefinisikan sebagai suatu kegiatan
pencegahan terhadap suatu permasalahan kesehatan atau
penyakit.
Kementerian Kesehatan RI membuat Panduan Umum
Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini
sebagai bentuk tanggung jawab terhadap derajat kesehatan
9
masyarakat Indonesia. Panduan umum ini dibuat bersama
Kementerian Keuangan RI, Kementerian Dalam Negeri RI
dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (LD FEUI). Panduan Umum ini membahas
mengenai pengalokasian dana pajak rokok untuk bidang
kesehatan agar pemanfaatan dana pajak rokok tepat sasaran
sesuai dengan amanat UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah. Seluruh kegiatan dalam Panduan
Umum ini merupakan “paket menu komprehensif” yang
bersifat optional, berdasarkan kebutuhan penanganan
permasalahan kesehatan masing-masing daerah. Dimana
perencanaan dan penentuan program penggunaan dana pajak
rokok untuk bidang kesehatan ini diharapkan dapat
melibatkan masyarakat sesuai dengan sistem atau peraturan
perencanaan yang sudah berlaku dalam UU No. 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Penggunaan dana pajak rokok diperuntukan untuk kegiatan
penanganan masalah kesehatan yang belum didanai dari
APBN, APBD, DAK, DAU, Dana Dekonsentrasi & Tugas
Perbantuan, DBHCHT, dana BOK (Bantuan Operasional
Kesehatan) dan sumber pembiayaan kesehatan lainnya di
masing-maisng daerah. Sehingga Pemerintah Daerah dan
SKPD lintas sektor di daerah dirasa perlu untuk memilih
kegiatan mana yang sudah dan belum didanai oleh sumber
dana tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada duplikasi
atau overlapping sumber pendanaan untuk suatu kegiatan
sebagaimana arahan dari Kementerian Keuangan RI. Oleh
karenanya, pelaksanaaan dan perencanaan kegiatan yang
tercantum dalam panduan ini dapat dilakukan dengan
melibatkan peran lintas sektor dan masyarakat. Berdasarkan
pengalaman di beberapa daerah, peruntukan dana DAK, Dana
Dekon & Tugas Perbantuan dan DBHCHT lebih diarahkan
pada pembangunan kesehatan secara fisik, oleh karenanya
akan lebih tepat guna jika peruntukan penggunaan dana pajak
10
rokok ini diutamakan untuk kegiatan UKM (promotif
preventif) dan pemberdayaan masyarakat.
Gambar 4.1
Skema Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang
Kesehatan
Pasal 31 UU No. 28 tahun 2009:
penerimaan pajak rokok, dialokasikan paling sedikit 50% (lima
puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan
penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
Selain itu, pelaksanaan kegiatan pemanfaatan dana pajak
rokok di setiap daerah dilakukan dengan memperhatikan
panduan pembagian urusan bidang promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:
Dana Pajak Rokok
untuk Bidang
Kesehatan &
Penegakan Hukum
(50%)
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
A. Pengendalian Konsumsi Rokok dan Produk Tembakau
Lainnya
B. Penegakan Hukum dalam Kebijakan KTR
C. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
1. Upaya Penurunan Faktor Risiko PTM & Cedera
2. Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit Menular
3. Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak dan
Lansia
4. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Perilaku
Berisiko pada Remaja
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
A. Peningkatan Sarana & Prasarana Kesehatan, baik di
Faskes Primer maupun Faskes Lanjutan.
B. Peningkatan Kualitas SDM Upaya Kesehatan
Perorangan
Dana
Pajak Rokok
Dana Pajak Rokok
untuk
Pembangunan
Bidang Lainnya
11
No Sub Urusan
Sub-Sub
Urusan
Pusat Provinsi Kabupaten/Kota
1 Promosi
Kesehatan dan
Pemberdayaan
Masyarakat
Pemberdayaan
masyarakat
Pengelolaan dan
pembinaan
pemberdayaan
masyarakat di
kantor-kantor
pemerintahan
milik Pusat,
RSU milik Pusat,
Perguruan
Tinggi, serta
organisasi profesi
dan organisasi
kemasyarakatan
tingkat Pusat
Pengelolaan dan
pembinaan
pemberdayaan
masyarakat di
kantor-kantor
milik Pemerintah
Provinsi, RSUD
provinsi, Sekolah
menengah dan
sederajat,
tempat-tempat
umum (bandara,
pelabuhan,
stasiun, pusat
olahraga, pusat
pertunjukkan),
serta organisasi
profesi dan
organisasi
kemasyarakatan
tingkat provinsi
Pengelolaan dan
pembinaan
pemberdayaan
masyarakat di
tingkat masyarakat,
kantor-kantor milik
Pemerintah
kabupaten/kota,
puskesmas, RSUD
kabupaten/kota,
sekolah pendidikan
dasar, tempat-
tempat umum
(pasar, pusat
perbelanjaan,
terminal, dermaga),
serta organisasi
profesi dan
organisasi
kemasyarakatan
tingkat
kabupaten/kota
Bina Suasana Bina suasana
individu, Publik,
organisasi profesi
dan organisasi
kemasyarakatan
di tingkat
nasional
Bina suasana
individu,
organisasi profesi
dan organisasi
kemasyarakatan
di tingkat
provinsi
Bina suasana
individu,
kelompok, dan
masyarakat umum
di tingkat
kabupaten/kota
(termasuk desa dan
kecamatan)
Advokasi Advokasi tokoh
masyarakat
formal dan
informal di
tingkat nasional
Advokasi tokoh
masyarakat
formal dan
informal di
tingkat provinsi
Advokasi tokoh
masyarakat formal
dan informal di
tingkat
kabupaten/kota
Kemitraan Kemitraan
dengan
Organisasi
masyarakat
tingkat nasional
Kemitraan
dengan
Organisasi
masyarakat
tingkat provinsi
Kemitraan dengan
Organisasi
masyarakat tingkat
kabupaten/kota
Pelatihan Pelatihan
promosi
kesehatan kepada
petugas provinsi
Pelatihan
promosi
kesehatan bagi
petugas
kabupaten/kota
Pelatihan kader,
tokoh masyarakat,
dan petugas
promosi kesehatan
di Puskesmas
12
B. Tujuan
Tujuan dari penggunaan dana pajak rokok untuk bidang
kesehatan, antara lain:
1. Tujuan Umum
Penggunaan dana pajak rokok yang tepat guna, tepat
sasaran, dan dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang lebih baik.
2. Tujuan Khusus
1) Penggunaan dana pajak rokok dapat tepat guna, tepat
sasaran, dan sesuai dengan prinsip-prinsip
penyelenggaraan negara dengan tata kelola
pemerintahan yang baik.
2) Penggunaan dana pajak rokok dapat mendukung
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang lebih
baik, mulai dari preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif.
3) Penggunaan dana pajak rokok dapat mengurangi
faktor risiko penyakit tidak menular dan cedera.
4) Penggunaan dana pajak rokok dapat mengurangi
faktor risiko penyakit menular.
5) Penggunaan dana pajak rokok dapat mendukung upaya
peningkatan kesehatan ibu, anak serta lansia.
6) Penggunaan dana pajak rokok dapat mendukung upaya
pengendalian perilaku berisiko pada remaja.
7) Penggunaan dana pajak rokok ini akan mendorong
pemberdayaan masyarakat dalam menumbuhkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan mereka untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat.
8) Penggunaan dana pajak rokok dapat meningkatkan
dukungan kebijakan pemerintah pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota dalam pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular
13
dan cedera, penyakit menular, kesehatan ibu, anak dan
lansia, serta perilaku berisiko pada remaja.
C. Sasaran
Sasaran dari Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok
untuk Bidang Kesehatan ini, antara lain:
1. Dinas Kesehatan di tiap provinsi dan kabupaten/kota.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan (RS, Puskesmas dan
jaringannya) di tiap provinsi dan kabupaten/kota.
3. Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, antara
lain: jajaran Pemerintah Daerah, Badan Perencanaan
Daerah, Dinas Pendapatan Daerah atau Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah, Badan
Pemberdayaan Masayarakat, Badan Pengawas dan
Lembaga Penegak Peraturan Daerah.
4. DPRD di tiap provinsi dan kabupaten/kota
5. Akademisi dan Organisasi Profesi Kesehatan di masing-
masing daerah.
6. Organisasi Kemasyarakatan dan Lembaga Swadaya
Masyarakat peduli kesehatan di masing-masing daerah.
D. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan
14
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109
Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi
Kesehatan
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2013 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2010-2014
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
541/Menkes/Per/VI/2008
10. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia No. 188/Menkes/PB/I/2011
dan No. 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kawasan Tanpa Rokok
E. Pengertian
Dalam Panduan Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang
Kesehatan ini yang dimaksud dengan:
1. Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (UU
No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)
15
2. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. (UU No.
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)
3. SDM Kesehatan
SDM Kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara
aktif di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan
formal maupun tidak, yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya
kesehatan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 541/Menkes/Per/VI/2008). Dalam
Panduan Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang
Kesehatan ini, SDM Kesehatan yang dimaksud dapat
merupakan tenaga nonkesehatan, petugas penyuluh dan
lain-lain diluar pengertian Tenaga Kesehatan.
4. Upaya Kesehatan
Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah
dan/atau Masyarakat. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan)
5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
16
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. (UU No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan)
6. Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah. (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah)
7. Pemerintahan Daerah
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah (DPRD) menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah)
8. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dalam Panduan
Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang
Kesehatan ini adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di
masyarakat. UKM mencakup upaya promosi kesehatan,
pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular,
kesehatan jiwa, penyehatan lingkungan dan
penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat,
pengamanan obat dan perbekalan kesehatan, pengamanan
penggunaan zat aditif (bahan tambahan makanan),
17
pengamanan makanan, pengamanan narkotika,
psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta
penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Hal
ini menyesuaikan Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan Nasional.
9. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam Panduan
Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang
Kesehatan ini adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat, swasta dan atau pemerintah, untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan. UKP mencakup upaya-upaya promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan,
pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan
kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan. Hal ini
menyesuaikan dengan amanat Peraturan Presiden No. 72
tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional.
10. Desa Terpencil, Desa Tertinggal dan Pulau-Pulau
Kecil
1) Desa Terpencil
Desa Terpencil merupakan kawasan perdesaan yang
terisolasi dari pusat pertumbuhan atau daerah lain
akibat tidak memiliki atau kekurangan sarana
(infrastrukur) perhubungan, sehingga menghambat
pertumbuhan/perkembangan kawasan.
Kriteria untuk menentukan (mengindikasikan) Desa
Terpencil dalam kegiatan ini yaitu:
1. Daerah perdesaan (unit administratif desa)
2. Sarana/ Infrastruktur Aksesibilitas Kurang/Tidak
Ada (Jalan, Jembatan, dll)
3. Secara Geografis Jauh dari Pusat Pertumbuhan
18
4. Ada Isolasi Geografis yang memisahkan dari
daerah lain
2) Desa Tertinggal
Desa Tertinggal merupakan kawasan perdesaan yang
ketersediaan sarana dan prasarana dasar wilayahnya
kurang atau tidak ada (tertinggal) sehingga
menghambat pertumbuhan/perkembangan kehidupan
masyarakatnya dalam bidang ekonomi (kemiskinan)
dan bidang pendidikan (keterbelakangan). Kriteria
untuk menentukan (mengindikasikan) Desa Tertinggal
dalam kegiatan ini yaitu:
1. Daerah perdesaan (unit administratif desa)
2. Prasarana Dasar Wilayah Kurang/Tidak Ada (air
bersih, listrik, irigasi)
3. Sarana Wilayah Kurang/Tidak Ada:
a. Sarana Ekonomi: (Pasar, Pertokoan, PKL,
Industri)
b. Sarana Sosial: (Kesehatan dan Pendidikan)
c. Sarana Transportasi: (Terminal, Stasiun,
Bandara, dll)
4. Perekonomian masyarakat rendah (Miskin/Pra
Sejahtera).
5. Tingkat Pendidikan Rendah (Terbelakang/
Pendidikan kurang dari 9 tahun).
6. Produkitivitas Masyarakat Rendah (Pengangguran
pada usia produktif)
3) Pulau-Pulau Kecil
Pulau-Pulau Kecil merupakan Suatu daratan yang
pada saat pasang tertinggi tidak tertutupi air, dengan
luas kurang dari 2.000 km², memiliki komunitas
permukiman, memiliki keterbatasan sarana
aksesibilitas dan ketersediaan sarana dan prasarana
dasar wilayahnya kurang/tidak ada. Kriteria untuk
menentukan (mengindikasikan) Pulau-Pulau Kecil
dalam kegiatan ini yaitu:
19
1. Pulau dengan Luas < 2.000 km²
2. Memiliki Unit Komunitas (RT, RW, Desa, dst)
3. Sarana/Infrastruktur Aksesibilitas Kurang/Tidak
Ada (Dermaga, Bandar Udara)
4. Prasarana Dasar Wilayah Kurang/Tidak Ada (Air
Bersih, Listrik)
5. Sarana Wilayah Kurang/Tidak Ada:
a. Sarana Ekonomi: (Pasar, Pertokoan, PKL,
Industri)
b. Sarana Sosial: (Kesehatan dan Pendidikan)
c. Sarana Transportasi Lokal
11. Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif
Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah suatu kegiatan
untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam
masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota
masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. (UU
No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)
12. Pelayanan Kesehatan Kuratif
Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian
penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. (UU No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan)
13. Pelayanan Kesehatan Preventif
Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan
pencegahan terhadap suatu permasalahan kesehatan atau
penyakit. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)
20
14. Pelayanan Kesehatan Promotif
Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
lebih mengutamakan kegiatan bersifat promosi
kesehatan. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)
15. Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan
yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan. (Rencana Operasional Promosi
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI)
16. Penyakit Tidak Menular (PTM)
Penyakit tidak menular merupakan penyakit yang bukan
disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius), penyakit
kronis, menahun yang karena panjangnya periode sakit
tersebut membelanjakan sumber daya, terutama finansial,
yang tidak sedikit atau biasa disebut sebagai penyakit
degeneratif. Contoh penyakit tidak menular, antara lain:
penyakit kardiovaskular, stroke dan pembuluh darah
lainnya, diabetes, hipertensi, penyakit sendi, penyakit paru
obstruktif kronik, cedera dan berbagai jenis penyakit
kanker. (World Health Organization)
17. Faktor Risiko PTM
Faktor risiko PTM merupakan suatu kondisi yang secara
potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PTM
pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko yang
dimaksud antara lain: kurang aktivitas fisik, diet yang
tidak sehat dan tidak seimbang, merokok, konsumsi
alkohol, obesitas, hyperglikemia, hipertensi,
21
hiperkolesterol, dan perilaku yang berkaitan dengan
kecelakaan dan cedera, misalnya perilaku berlalu lintas
yang tidak benar.
18. Penyakit Menular (PM)
Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi
seperti virus, bakteri, maupun parasit, bukan disebbakan
karena faktor fisik, seperti luka bakar atau kimia seperti
keracunan. (World Health Organization)
19. Faktor Risiko PM
Faktor risiko PM merupakan suatu kondisi yang secara
potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PM
pada seseorang atau kelompok tertentu, seperti udara
dan/atau air yang tidak bersih, jarum suntik, transfusi
darah, serta tempat makan atau minum bekas penderita
yang masih kurang bersih saat dicuci, hubungan seksual,
dan lain-lain.
20. Kawasan Tanpa Rokok
Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR,
adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk
kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,
mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk
tembakau. (Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.
188/Menkes/PB/I/2011 dan No. 7 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok)
21. Produk Tembakau
Produk Tembakau adalah suatu produk yang secara
keseluruhan atau sebagian terbuat dari daun tembakau
sebagai bahan bakunya yang diolah untuk digunakan
dengan cara dibakar, dihisap, dan dihirup atau dikunyah.
22
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109
Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi
Kesehatan). Produk tembakau dalam Panduan Umum
Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan
ini adalah termasuk rokok, e-cigarette dan sisha.
22. Rokok
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang
dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan/atau dihirup
termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum,
Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya
yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau
tanpa bahan tambahan. (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan
Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk
Tembakau bagi Kesehatan)
23. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Lansia
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Lansia merupakan
suatu program yang meliputi pelayanan dan pemeliharaan
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru
lahir dengan komplikasi, bayi dan balita, terutama dalam
rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB). Selain itu, upaya
Kesehatan Ibu, Anak dan Lansia dalam Panduan Umum
Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan
ini juga mencakup program yang meliputi pelayanan dan
pemeliharaan penduduk usia lanjut usia, dalam rangka
penyehatan, kemudahan akses dan peningkatan
produktivitasnya.
23
24. Determinan Kesehatan Sosial / Social Determinant of
Health (SDH)
Social Determinant of Health di Indonesia adalah kondisi-
kondisi yang mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang,
mulai dari lahir, tumbuh, bekerja dan menjadi tua, yang
termasuk didalamnya kondisi sistem kesehatan, seperti:
kemiskinan, kebijakan publik, ketahanan pangan,
pekerjaan, pendapatan, pendidikan, perumahan,
transportasi, lingkungan dan jaringan di sekitar. SDH
dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok
untuk Bidang Kesehatan ini disebut juga sebagai faktor-
faktor sosial yang mempengaruhi kesehatan
25. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
Keluarga Sadar Gizi adalah suatu keluarga yang mampu
mengenali, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap
anggotanya. Suatu keluarga disebut sebagai Kadarzi
apabila telah berperilaku gizi yang baik dan dicirikan
minimal dengan:
o Menimbang berat badan secara teratur,
o Memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai
umur 6 (enam) bulan (ASI ekslusif),
o Makan beranekaragam,
o Menggunakan garam beryodium,
o Minum suplemen gizi (Tablet Tambah Darah, Kapsul
Vitamin A dosis tinggi, dll) sesuai anjuran.
26. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikan atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang
menjadikan seseorang, keluarga, atau masyarakat mampu
menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan
dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan.
27. Perilaku Berisiko
Perilaku Berisiko adalah setiap perilaku atau tindakan
yang meningkatkan kemungkinan seseorang tertular atau
24
menularkan penyakit/masalah kesehatan. Dalam konteks
pemanfaatan dana pajak rokok untuk kesehatan ini,
perilaku berisiko yang dimaksud adalah penggunaan
NAPZA, pencegahan tawuran, pencegahan perilaku aman
dan tertib dalam berkendara, pengendalian HIV/AIDs dan
Infeksi Menular Lainnya.
28. HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus
penyebab AIDS. HIV terdapat di dalam cairan tubuh
seseorang yang telah terinfeksi, seperti di dalam darah, air
mani atau cairan vagina, dan ASI. Virus ini menyerang
kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan
tubuh untuk melawan berbagai penyakit yang datang.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular
berbagai penyakit. Hal itu terjadi karena sistem kekebalan
dalam tubuh menurun.
29. NAPZA
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain)
adalah bahan/ zat/ obat yang bila masuk kedalam tubuh
manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/
susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan
kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi
kebiasaan, ketagihan, dan ketergantungan.
30. Zat Adiktif
Zat Adiktif adalah bahan yang menyebabkan adiksi atau
ketergantungan yang membahayakan kesehatan dengan
ditandai perubahan perilaku, kognitif, dan fenomena
fisiologis, keinginan kuat untuk mengonsumsi bahan
tersebut, kesulitan dalam mengendalikan penggunaannya,
25
memberi prioritas pada penggunaan bahan tersebut
daripada kegiatan lain, meningkatnya toleransi dan dapat
menyebabkan keadaan gejala putus zat. (Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012
tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat
Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan)
31. Infeksi Menular Seksual (IMS)
Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit
Menular Seksual (PMS) atau Sexually Transmitted
Disease (STDs), Sexually Transmitted Infection (STI) or
Venereal Disease (VD). Pengertian dari IMS ini adalah
infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan
seksual dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut
juga penyakit kelamin atau penyakit kotor. Namun ini
hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin.
(Ditjen PPM & PL, 1997).
32. Populasi Berperilaku Risiko Tinggi
Populasi yang mempraktikkan perilaku berisiko tinggi
melakukan tawuran, berkendara dengan tidak tertib dan
aman, menggunakan NAPZA, terinfeksi HIV/AIDS dan
IMS lainnya.
26
BAB II
KEGIATAN PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK
UNTUK KEGIATAN UPAYA KESEHATAN
MASYARAKAT (UKM)
Adapun yang dimaksud dengan Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM) dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok
untuk Bidang Kesehatan ini adalah setiap kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.
UKM mencakup upaya promosi kesehatan, pemeliharaan
kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
pengendalian penyakit tidak menular, kesehatan jiwa,
penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar,
perbaikan gizi masyarakat, pengamanan obat dan perbekalan
kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif (bahan tambahan
makanan), pengamanan makanan, pengamanan narkotika,
psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta
penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Hal ini
menyesuaikan Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan Nasional.
Berikut adalah daftar kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan
penggunaan dana pajak rokok untuk kegiatan upaya kesehatan
masyarakat. Kegiatan ini dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan
dan prioritas kebijakan kesehatan di masing-masing daerah.
A. Kegiatan Penggunaan Dana Pajak rokok untuk
Pengendalian Konsumsi Rokok dan Produk Tembakau
Lainnya
Kondisi perokok di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan.
Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa prevalensi
27
merokok Indonesia sebesar 36,1% setara dengan 61 juta
orang. Data tersebut diperkuat oleh Global Adults Tobacco
Survey (GATS) 2011 yang menunjukkan prevalensi merokok
di Indonesia sebesar 36,1%, dimana 67,4% laki laki di
Indonesia merokok. Konsekuensi daripada itu, perlahan dan
pasti penduduk Indonesia terancam oleh berbagai penyakit
berbahaya akibat merokok yang cenderung terus meningkat
dari tahun ke tahun. Seluruh kegiatan dalam Panduan Umum
Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini
merupakan “paket menu komprehensif” yang bersifat
optional, berdasarkan kebutuhan penanganan permasalahan
kesehatan masing-masing daerah.
1. Penyediaan Data Dasar dan Analisis Situasi
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka
penyediaan data dasar (database) dan analisis situasi
permasalahan konsumsi rokok dan produk tembakau
lainnya serta dampak konsumsinya, termasuk sisha dan e-
cigarette di masing-masing daerah, antara lain:
1) Pengumpulan data mengenai beban konsumsi rokok
dan/atau produk tembakau lainnya di masing-masing
daerah jika diperlukan.
2) Rekapitulasi dan penyimpulan data konsumsi rokok
dan/atau produk tembakau lainnya, beserta penyakit
akibat/berkaitan dengan rokok yang telah tersedia bagi
masing-masing daerah bersumber dari data yang telah
tersedia, seperti data Riskesdas, Susenas, SKRT,
SDKI, dan lain-lain.
3) Rekapitulasi data penyakit berkaitan dengan dampak
konsumsi rokok dan/atau produk tembakau lainnya di
tingkat Puskesmas dan RS masing-masing daerah.
4) Pembuatan Sistem Informasi Manajemen Data
konsumsi rokok dan/atau produk tembakau lainnya,
beserta penyakit akibat/berkaitan dengan rokok yang
28
disertai dengan faktor risikonya di masing-masing
daerah.
5) Pembuatan buletin/newsletter/factsheet secara berkala
terkait trend konsumsi rokok dan/atau produk
tembakau lainnya, trend penyakit akibat/berkaitan
dengan rokok dan/atau produk tembakau lainnya,
beserta dampaknya di masing-masing daerah, baik
dampak kesehatan, ekonomi, sosial maupun dampak
psikologis dari konsumsi rokok.
6) Analisis situasi dan perencanaan kegiatan pencegahan
dan pengendalian konsumsi rokok dan produk
tembakau lainnya melalui penggunaan dana pajak
rokok untuk bidang kesehatan, dengan melibatkan
forum kota sehat dan/atau forum kesehatan di masing-
masing daerah.
7) Sosialisasi hasil analisis situasi ke pemangku
kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga
pendidikan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan,
dan media massa.
2. Kapasitas SDM
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka kapasitas
SDM kegiatan pencegahan dan pengendalian
permasalahan konsumsi rokok dan produk tembakau
lainnya, serta dampak konsumsi rokok termasuk sisha dan
e-cigarette di masing-masing daerah, antara lain:
1) Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building siswa,
mahasiswa, sukarelawan, tenaga kepemudaan, petugas
penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan
mengenai upaya pencegahan dan pengendalian
konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya,
terutama berkenaan bahaya merokok, bahaya asap
rokok dan cara berhenti merokok.
29
2) Pelatihan dan perbekalan pengetahuan yang
berkesinambungan mengenai bahaya rokok dan
produk tembakau lainnya, sampai dengan cara
berhenti merokok.
3) Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building petugas
penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan
mengenai materi komunikasi sosial dalam upaya
pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya.
4) Pelatihan komunikasi sosial dan pembekalan cara
penyusunan strategi menciptakan perubahan perilaku
merokok, mengonsumsi sisha atau pun e-cigarette
sesuai dengan situasi dan analisis permasalahan
konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di
masing-masing daerah.
5) Pelatihan teknologi sosial media kepada petugas
penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan
mengenai upaya pencegahan dan pengendalian
konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya.
3. Bina Suasana
Berikut ini pilihan kegiatan dalam rangka bina suasana
upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette
di masing-masing daerah, antara lain:
1) Gerakan memasyarakatkan bahaya merokok dan
produk tembakau lainnya dan/atau bahaya bahaya asap
rokok.
a. Pelaksanaan kampanye dan gerakan pengendalian
konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di
masing-masing daerah.
30
b. Roadshow bahaya dan dampak merokok antar
sekolah, tempat kerja dan tempat-temapat umum
di masing-masing daerah.
c. Pemasangan billboard iklan bahaya merokok dan
bahaya asap rokok di tempat-tempat publik.
d. Pengadaan kontes duta eliminasi konsumsi rokok
dan produk tembakau lainnya, serta berbagai
lomba antar desa terkait pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan produk
tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette,
di masing-masing daerah.
e. Sosialisasi adanya klinik berhenti merokok di
daerah masing-masing.
2) Menyelenggarakan
sosialisasi/lokakarya/orientasi/sarasehan/semiloka
dengan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha/swasta, media massa, organisasi profesi
kesehatan dan institusi pendidikan di masing-masing
daerah dalam rangka upaya gerakan dan mobilisasi
sosial pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok
dan produk tembakau lainnya.
3) Pelaksanaan pers briefing dan jumpa pers secara
berkesinambungan agar kelompok media massa
mengetahui permasalahan dan perkembangan terkini
mengenai masalah konsumsi rokok dan produk
tembakau lainnya beserta dampaknya, sehingga
terbentuk opini positif yang mendukung upaya
pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau
lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette.
31
4) Menyebarluaskan pesan-pesan pencegahan dan
pengendalian konsumsi dan dampak konsumsi rokok
dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-
cigarette, di masing-masing daerah melalui:
a. Produksi dan penayangan variety show di televisi
nasional dan lokal.
b. Produksi dan penayangan iklan layanan
masyarakat di televisi, koran dan majalah nasional
dan lokal.
c. Penulisan dan penerbitan advertorial dan artikel
secara reguler di koran dan majalah nasional dan
lokal.
d. Pengembangan media seni, seperti musik, tarian,
teater dan lainnya dalam upaya penyebarluasan
pesan pencegahan dan pengendalian konsumsi
rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk
sisha dan e-cigarette.
e. Pembuatan iklan layanan masyarakat mengenai
pengendalian konsumsi rokok dan penyakit
akibat/berkaitan dengan rokok di media tingkat
provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota
masing-masing daerah.
5) Menyebarluaskan pesan-pesan pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan dampak konsumsi
rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha
dan e-cigarette, di masing-masing daerah melalui:
a. Pengembangan dan operasionalisasi website.
b. Pengembangan dan operasionalisasi facebook.
c. Pengembangan dan operasionalisasi twitter.
d. Pengembangan dan operasionalisasi SMS gateway.
e. Pengembangan dan operasionalisasi sosial media
lainnya.
32
6) Pemasangan media promosi kesehatan lainnya secara
tematik dan serentak di RS, Puskesmas, Pustu,
Poskesdes, Polindes, Posyandu, Posbindu, serta di
seluruh kantor pemerintahan/instansi dan
mading/billboard/screen alun-alun masing-masing
daerah mengenai pengurangan konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya dan produk tembakau
lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette.
7) Penyuluhan/KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
secara rutin mengenai bahaya merokok dan/atau
bahaya asap rokok sampai dengan cara berhenti
merokok pada tingkat rumah tangga, sekolah, kantor
dan institusi lainnya sampai dengan ke pertemuan
tingkat masyarakat di masing-masing daerah.
8) Optimalisasi kegiatan PKRS (Promosi Kesehatan di
Rumah Sakit) berkaitan dengan upaya pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau
lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette.
4. Advokasi
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka advokasi
upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok
termasuk sisha dan e-cigarette di masing-masing daerah,
antara lain:
1. Pemetaan kebijakan yang mendukung upaya
pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya di masing-masing daerah,
baik kebijakan yang sudah ada maupun yang belum
ada.
2. Sosialisasi hasil pemetaan kebijakan yang mendukung
upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi
rokok dan produk tembakau lainnya dengan
33
melibatkan forum kota sehat dan/atau forum kesehatan
di masing-masing daerah.
3. Pembuatan dan/atau penegakkan regulasi terkait upaya
pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya di masing-masing daerah,
antara lain:
1) Kegiatan fasilitasi pertemuan dan pembentukan
regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau
penegakkan aturan pembatasan konsumsi rokok
dan produk tembakau lainnya di masing-masing
daerah, antara lain:
a. Pembentukan regulasi daerah mengenai
pembuatan dan/atau penegakkan aturan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
b. Pembentukan regulasi daerah mengenai
pelarangan seluruh mini dan/atau super market
di masing-masing daerah untuk mencantumkan
tulisan “Disini Jual Rokok” tanpa memajang
rokok yang dijual di tokonya.
c. Pembentukan regulasi daerah mengenai
pembuatan dan/atau penegakkan aturan
pelarangan pembelian rokok oleh anak usia
dibawah 18 tahun, termasuk larangan
pembelian rokok secara satuan/eceran.
d. Pembentukan regulasi daerah mengenai
pembuatan dan/atau penegakkan aturan
pembatasan pemasangan iklan produk rokok
dan produk tembakau lainnya di berbagai
media masing-masing daerah.
e. Pembentukan regulasi daerah mengenai
pembuatan dan/atau penegakkan aturan
pembatasan peredaran rokok, sisha, e-
cigarette, dan produk tembakau lainnya di
masing-masing daerah.
34
f. Pembentukan regulasi daerah mengenai
pembuatan dan/atau penegakkan aturan
pembatasan pemberian dan penerimaan
beasiswa, sponsorship dan upaya pemasaran
rokok dan produk tembakau lainnya di daerah
masing-masing.
g. Pembentukan regulasi daerah mengenai
pembatasan jumlah dan/atau pengaturan mini
market berkonsep kafe, terutama untuk
kalangan muda. Hal ini dilakukan dalam
rangka upaya pencegahan dan pengendalian
konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya,
termasuk sisha dan e-cigarette, konsumsi gula,
lemak, minuman bersoda, minuman berkafein,
minuman beralkohol, junk food, dan diet tidak
sehat lainnya, terutama pada penduduk usia
muda.
4. Melaksanakan pelatihan advokasi kebijakan yang
mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan
konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di
masing-masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette.
5. Melaksanakan kegiatan advokasi ke pemangku
kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga
pendidikan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan,
dan media massa terkait upaya pencegahan dan
penanggulangan konsumsi rokok dan produk
tembakau lainnya di masing-masing daerah, termasuk
sisha dan e-cigarette.
6. Melaksanakan advokasi kepada pemilik/dewan redaksi
agar bersedia menayangkan pesan-pesan terkait upaya
pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya di masing-masing daerah,
termasuk sisha dan e-cigarette dengan harga
“bersahabat” dan pada waktu/halaman utama.
35
7. Menyelenggarakan lokakarya media tentang gerakan
upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi
rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing
daerah, termasuk sisha dan e-cigarette untuk
menyebarluaskan bahaya konsumsinya di daerah
masing-masing.
8. Sosialisasi regulasi/peraturan yang terbentuk terkait
upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi
rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing
daerah, termasuk sisha dan e-cigarette.
5. Pemberdayaan Masyarakat
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka
pemberdayaan yang dapat dilakukan untuk upaya
pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk
tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette di
masing-masing daerah. Kegiatan pemberdayaan ini dapat
diterapkan, baik untuk pemberdayaan perorangan,
kelompok maupun pemberdayaan masyarakat secara
umum:
1) Upaya Pemberdayaan Perorangan (perorangan, kader,
tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama, tokoh
muda, tokoh politik, tokoh swasta dan tokoh populer
di masing-masing daerah) dalam hal upaya
pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok, baik di
rumah tangga, sekolah, tempat bekerja maupun di
lingkungan secara umum.
a. Pemberian pengetahuan dan pemberdayaan
mengenai cara pencegahan dan pengendalian
konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya,
termasuk sisha dan e-cigarette.
b. Pemberdayaan kader, tokoh masyarakat, tokoh
adat dan tokoh agama, tokoh politik, tokoh swasta
dan tokoh populer untuk menginisiasi gerakan
36
pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya di masing-masing
daerah, termasuk sisha dan e-cigarette.
c. Konseling/bimbingan tenaga kesehatan terhadap
pasien dan/atau masyarakat, terutama ibu hamil
dan masyarakat dengan riwayat penyakit
akibat/berkaitan dengan rokok dan asap rokok atau
produk tembakau lainnya.
d. Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan
perseorangan oleh kader-kader kesehatan di
masing-masing daerah.
2) Upaya pemberdayaan kelompok (kelompok atau
kelembagaan yang ada di masayarakat, seperti:
RT/RW, kelurahan, kelompok adat, organisasi swasta,
organisasi wanita, organisasi pemuda dan organisasi
profesi) dalam hal upaya pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok, baik di rumah tangga,
sekolah, tempat bekerja maupun di lingkungan secara
umum.
a. Pembentukan dan pemberdayaan kelompok-
kelompok penggerak pencegahan perilaku
merokok dan produk tembakau lainnya di masing-
masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette.
b. Pembentukan dan pemberdayaan keluarga sadar
bahaya konsumsi rokok dan produk tembakau
lainnya di masing-masing daerah, termasuk sisha
dan e-cigarette.
c. Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan
kelompok oleh kader-kader kesehatan di masing-
masing daerah.
3) Upaya pemberdayaan masyarakat dalam hal upaya
pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya, baik di rumah tangga,
sekolah, tempat bekerja maupun di lingkungan secara
umum.
37
4) Optimalisasi kegiatan berbasis Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu) dan Pemberdayaan Kader
Kesehatan berkaitan dengan upaya pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau
lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette.
5) Optimalisasi kegiatan berbasis Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) dan pos kesehatan di Pondok
Pasantren (Pokestren) berkaitan dengan upaya
pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-
cigarette.
6) Optimalisasi kegiatan kepemudaan, seperti: pramuka,
PMR, karang taruna, pencerah nusantara dan
sejenisnya dalam bidang kesehatan sebagai bentuk
pemberdayaan partisipasi generasi muda dalam upaya
pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-
cigarette.
7) Pembiayaan kegiatan yang menunjang operasional
Posyandu, Posbindu, PKK, UKS, Poskestren dan
organisasi sejenisnya dalam upaya pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau
lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette.
8) Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan
kelompok oleh kader-kader kesehatan di masing-
masing daerah.
6. Kemitraan
Berikut ini adalah kegiatan yang dapat dilakukan dengan
mengikutsertakan keterlibatan partisipasi masyarakat
dalam program kemitraan di masing-masing daerah dalam
pemanfaatan dana pajak rokok, antara lain:
1) Diskusi pemecahan masalah kesehatan antara Dinas
Kesehatan Prov/Kab/Ko di masing-masing daerah
dengan Forum Kota Sehat di masing-masing daerah.
38
Apabila belum ada forumnya maka perlu dibentuk
sebuah Forum Peduli Kesehatan di masing-masing
daerah. Dinas Kesehatan bersama dengan Forum
tersebut mengumumkan/sosialisasi peluang
pemecahan masalah pencegahan dan pengendalian
konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya,
termasuk sisha dan e-cigarette, berbasis kemitraan
melalui partisipasi masyarakat dalam penggunaan
dana pajak rokok.
2) Pengusulan proposal kegiatan oleh lembaga (calon
mitra) ke Dinas Kesehatan dalam upaya pencegahan
dan pengendalian konsumsi rokok dan produk
tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette.
Yang dapat bertindak sebagai lembaga calon mitra,
antara lain: kelompok-kelompok peduli kesehatan atau
organisasi-organisasi kemasyarakatan, media massa
dan swasta/dunia usaha untuk berperan aktif dalam
upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
melalui penggunaan dana pajak rokok.
3) Seleksi proposal dan pengumuman program/proposal
terpilih oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/
Kota dan anggota Forum Kota Sehat atau Forum
Peduli Kesehatan yang dibentuk di masing-masing
daerah.
4) Penandatangan Perjanjian Kerja Sama (MoU) antara
Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dengan
lembaga pelaksana program (mitra) terpilih.
5) Implementasi kegiatan lembaga mitra dengan
melaksanakan program yang terpilih dalam upaya
pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-
cigarette.
6) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
lembaga mitra yang terpilih.
39
7) Sosialisasi hasil pelaksanaan program terpilih terkait
upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok
dan produk tembakau lainnya, serta laporan
pertanggungjawaban lembaga pelaksana program
kepada Dinas Kesehatan di masing-masing daerah.
8) Evaluasi program kemitraan di masing-masing daerah.
B. Kegiatan Penggunaan Dana Pajak rokok untuk
Penegakan Hukum dalam Upaya Pencegahan dan
Pengendalian Konsumsi Rokok dan Produk Tembakau
Lainnya
Pasal 31 UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa “Penerimaan Pajak
Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota,
dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk
mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan
hukum oleh aparat yang berwenang”. Dalam aturan penjelas
Pasal 31 UU No. 28 tahun 2009 ini kegiatan penegakan
hukum sesuai dengan kewenangan pemerintah masing-
masing daerah dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi
lain. Kegiatan penegakan hukum yang dapat didanai oleh
dana pajak rokok daerah sesuai dengan aturan penjelas
Undang-Undang ini, antara lain:
a. Pemberantasan peredaran rokok ilegal, dan
b. Penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hal tersebut, dana pajak rokok dalam hal
penegakan hukum terkait upaya pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya
dapat diperuntukan untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Pemberantasan peredaran rokok ilegal
2. Penegakan hukum dalam kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok (KTR)
40
3. Penegakan hukum dalam kebijakan lainnya terkait dengan
rokok dan produk tembakau lainnya
1. Upaya Pemberantasan Peredaran Rokok Ilegal
Upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal pada
dasarnya tidak sepenuhnya masuk ranah dan tanggung
jawab bidang kesehatan, oleh karenanya pelaksanaannya
dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain. Upaya
pemberantasan dan peredaran rokok ilegal itu sendiri
misalnya:
a. Upaya pencegahan dan pembinaan (sosialisasi) baik
kepada masyarakat umum, pengusaha hasil tembakau,
pedagang rokok maupun agen transportasi dan jasa
titipan (pengiriman barang)
b. Operasi pasar dan operasi tempat produksi rokok ilegal
c. Upaya sinkronisasi kerjasama sinergis antara KPPBC
(Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai)
masing-masing daerah dengan Pemerintah Daerah
penerima DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau) untuk melakukan sosialisasi dan
pembinaan dalam upaya pemberantasan BKC ilegal
khususnya peredaran rokok ilegal di tempat penjualan
eceran (pasar).
d. Kegiatan lainnya terkait upaya pemberantasan
peredaran rokok ilegal di masing-masing daerah.
2. Penegakan hukum dalam kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok (KTR)
Kegiatan penegakan hukum dalam kebijakan KTR
merupakan amanat konstitusi yakni UU No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan pasal 115. Dalam pasal 115 ayat
(1) UU ini, disebutkan bahwa “Kawasan Tanpa Rokok,
antara lain: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses
belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah,
angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum dan
41
tempat lain yang ditetapkan” dan dalam pasal 115 ayat (2)
UU ini jelas dinyatakan bahwa setiap “Pemerintah daerah
wajib menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya”.
Selain itu, kebijakan KTR ini juga merupakan amanat dari
PP No. 109 Tahun 2012 pasal 49, 50, 51 dan 52. Kegiatan
penegakan hukum melalui dana pajak rokok daerah dapat
dilakukan melalui mekanisme hukum dan mekanisme
partisipatif sebagaimana penjelasan sebagai berikut.
a. Upaya Penegakan KTR melalui Mekanisme
Hukum
Upaya penegakan KTR ini dilakukan oleh daerah yang
telah memiliki peraturan KTR di wilayahnya. Operasi
kegiatan ini dengan cara kunjungan ke suatu wilayah
sasaran KTR dan mendatangkan hakim, jaksa, dan
aparat penegak hukum lainnya. Perokok yang
tertangkap sedang merokok di area KTR akan dibawa
ke zona/spot tertentu di area tersebut yang telah
ditentukan sebagai tempat peradilan. Perokok tersebut
akan menjalani proses peradilan sebagai konsekuensi
dirinya melanggar hukum, dalam hal ini merokok di
area dilarang merokok (KTR). Salah satu daerah yang
telah membuat dan menegakan KTR sebagaimana
upaya ini adalah Kota Bogor.
b. Upaya Penegakan KTR melalui Mekanisme
Partisipasi
Oleh karena biaya yang dibutuhkan dalam upaya
penegakkan KTR melalui mekanisme hukum cukup
tinggi, penggunaan dana pajak rokok untuk kesehatan
juga dapat diperuntukkan bagi upaya penegakan KTR
secara partisipatif. Kegiatan ini dilakukan dengan cara,
antara lain:
1) Para peserta terlatih dalam pelatihan/TOT program
pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
42
produk tembakau lainnya diberdayakan untuk
menjadi tim penggerak kegiatan-kegiatan
penegakan KTR di daerah masing-masing.
2) Merekrut duta/komunitas/sukarelawan-sukarelawan
penegak KTR yang akan ditempatkan di area-area
dilarang merokok di masing-masing daerah.
3) Sukarelawan-sukarelawan penegak KTR ini akan
bertugas di sarana-sarana umum, seperti: sekolah,
terminal, stasiun atau tempat rekreasi dan lain-lain
kemudian bertugas untuk menegur perokok yang
merokok di area KTR sampai dengan menganjurkan
perokok untuk mematikan rokoknya.
3. Penegakan hukum dalam kebijakan yang terkait
dengan rokok dan produk tembakau lainnya.
Kegiatan penegakan hukum dalam kebijakan yang terkait
dengan rokok dan produk tembakau lainnya sekurang-
kurangnya diperuntukan bagi kegiatan penegakan hukum
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan
Pemerintah 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan
yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau
bagi Kesehatan dan/atau peraturan yang
memperbaharuinya.
Untuk kegiatan penegakan hukum dalam kebijakan yang
terkait dengan rokok dan produk tembakau lainnya sesuai
dengan PP 109 Tahun 2012, kegiatan penegakan hukum
bersumber dari dana pajak rokok dapat dilakukan antara
lain untuk kegiatan sebagai berikut:
a. Penegakan hukum bagi pelanggaran aturan pengujian
kandungan/kadar Nikotin dan Tar per batang untuk
setiap varian rokok dan produk tembakau lainnya yang
diproduksi (Pasal 10) dan pelaporan kadar/kandungan
tersebuat kepada pihak yang berwenang (Pasal 11).
43
b. Penegakan hukum bagi pelanggaran aturan
pencantuman peringatan kesehatan berbentuk gambar
dan tulisan bagi setiap rokok dan produk tembakau
lainnya yang diproduksi dan/atau diimpor ke wilayah
Indonesia (Pasal 14). Kebijakan ini juga dikenal
sebagai PHW (Pictorial Health Warning) dimana
pihak Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan
detail pengaturannya dalam Permenkes No. 28 Tahun
2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan
Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk
Tembakau.
c. Penegakan hukum bagi pelanggaran aturan
pencantuman keterangan atau tanda apapun yang
menyesatkan atau kata-kata yang bersifat promotif,
pencantuman kata kata “Light”, “Ultra Light”,
“Mild”, “Extra Mild”, “Low Tar”, “Slim”,
“Special”, “Full Flavour”, “Premium” atau kata lain
yang mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa
aman, pencitraan, kepribadian, ataupun kata-kata
dengan arti yang sama pada iklan maupun berbagai
bentuk iklan rokok atau produk tembakau lainnya
(Pasal 24).
d. Penegakan hukum bagi pelanggaran larangan
penjualan rokok atau produk tembakau lainnya dengan
menggunakan mesin layan diri, penjualan kepada anak
di bawah usia 18 (delapan belas) tahun, dan penjualan
kepada perempuan hamil (Pasal 25).
e. Penegakan hukum bagi pelanggaran upaya
pengendalian Iklan Produk Tembakau, baik pada
media cetak, media penyiaran, media teknologi
informasi, dan/atau media luar ruang (Pasal 26, 27, 28,
29, 30, 31, 39 dan 40)
f. Penegakan hukum bagi pelanggaran upaya
pengendalian Promosi Produk Tembakau (Pasal 35)
44
g. Penegakan hukum bagi pelanggaran upaya
pengendalian Sponsor Produk Tembakau ke kegiatan
lembaga dan/atau perorangan (Pasal 36, 37, dan 38)
h. Penegakan hukum bagi pelanggaran larangan
memberikan Produk Tembakau dan/atau barang yang
menyerupai Produk Tembakau secara cuma-cuma
kepada anak, remaja, dan perempuan hamil (Pasal 45)
i. Penegakan hukum bagi pelanggaran larangan
menyuruh anak di bawah usia 18 (depalan belas) tahun
untuk menjual, membeli, atau mengonsumsi Produk
Tembakau (Pasal 46)
Selain kegiatan penegakan hukum berkaitan dengan
aturan dalam PP No. 109 Tahun 2012, dana pajak rokok
daerah juga dapat digunakan untuk kegiatan penegakan
hukum lainnya terkait pencegahan dan pengendalian
konsumsi rokok dan produk tembakau. Seluruh kegiatan
penegakan hukum ini dapat dilakukan melalui mekanisme
hukum dan mekanisme partisipatif sebagaimana
penjelasan pada kegiatan penegakan hukum kebijakan
KTR dalam subbab sebelumnya.
C. Kegiatan Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Berikut adalah daftar kegiatan yang dapat dilaksanakan
dengan penggunaan dana pajak rokok untuk pelayanan
kesehatan masyarakat. Kegiatan ini dapat dipilih sesuai
dengan kebutuhan dan prioritas kebijakan kesehatan di
masing-masing daerah.
1. Kegiatan Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit
Tidak Menular (PTM) dan Cedera
Menurut data Riskesdas tahun 2007, 59,5% kematian di
Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular dan
45
6,5% kematian lainnya disebabkan karena cedera. Data
The Indonesian Burden of Disease, Injuries and Risk
Factors: Level, Trends and Policy Implication tahun 2010
juga menunjukkan stroke dan cedera merupakan penyakit
penyebab kematian terbesar saat ini. Cedera merupakan
suatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh yang
dikarenakan suatu paksaan/tekanan fisik maupun tekanan
kimiawi. Sedang Penyakit Tidak Menular (PTM)
merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses
infeksi (tidak infeksius), bersifat kronis, menahun yang
karena panjangnya periode sakit tersebut membelanjakan
sumber daya, terutama finansial, yang tidak sedikit atau
biasa disebut sebagai penyakit degeneratif. Contoh
penyakit tidak menular, antara lain: penyakit
kardiovaskular, stroke dan pembuluh darah lainnya,
diabetes, hipertensi, penyakit sendi, penyakit paru
obstruktif kronik, cedera dan berbagai jenis penyakit
kanker.
Faktor risiko PTM merupakan suatu kondisi yang secara
potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PTM
pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko yang
dimaksud antara lain: kurang aktivitas fisik, diet yang
tidak sehat dan tidak seimbang, merokok, konsumsi
alkohol, obesitas, hyperglikemia, hipertensi,
hiperkolesterol, dan perilaku yang berkaitan dengan
kecelakaan dan cedera, misalnya perilaku berlalu lintas
yang tidak benar. Seluruh kegiatan dalam Panduan Umum
Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan
ini merupakan “paket menu komprehensif” yang bersifat
optional, berdasarkan kebutuhan penanganan
permasalahan kesehatan masing-masing daerah.
46
a. Penyediaan Data Dasar dan Analisis Situasi
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka
penyediaan data dasar dan analisis situasi
permasalahan PTM dan cedera beserta faktor risikonya
di masing-masing daerah, antara lain:
1) Rekapitulasi dan penyimpulan data PTM dan
cedera yang telah tersedia bagi masing-masing
daerah. Data ini dapat bersumber dari data yang
telah tersedia, seperti: data Riskesdas, Rifaskes,
SKRT, SDKI, data di puskesmas dan RS, dan lain-
lain.
2) Pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi
PTM dan cedera beserta faktor riskonya di daerah
masing-masing sebagai pemetaan dan data awal
pendeteksiaan dini kejadian morbiditas dan
mortalitasnya.
3) Pembuatan Sistem Informasi Manajemen Data
PTM dan cedera beserta faktor risikonya di
masing-masing daerah.
4) Pembuatan buletin/newsletter/factsheet secara
berkala terkait PTM dan cedera beserta faktor
risikonya di masing-masing daerah.
5) Analisis situasi dan perencanaan kegiatan
pencegahan dan pengendalian PTM dan cedera
melalui penggunaan dana pajak rokok, dengan
melibatkan forum kota sehat dan/atau forum
kesehatan di masing-masing daerah.
6) Sosialisasi hasil analisis situasi ke pemangku
kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga
pendidikan, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan, dan media massa.
47
b. Peningkatan Kapasitas SDM Kesehatan
Berikut ini adalah pilihan kegiatan peningkatan
kapasitas SDM dalam upaya menurunkan faktor risiko
PTM dan cedera beserta faktor risikonya di masing-
masing daerah, antara lain:
1). Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building
petugas penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga
nonkesehatan mengenai:
a. Upaya pencegahan dan pengendalian PTM
melalui penciptaan suasana tenang, kegiatan
relaksasi dan upaya manajemen stress, dalam
rangka mengurangi penyakit jiwa atau mental
disorders.
b. Upaya safety riding dalam rangka
meminimalisasi kejadian kekerasan/kecelakaan/
injury/cedera.
c. Cara-cara pengendalian PTM melalui diet sehat
dan seimbang.
d. Cara-cara pengendalian PTM melalui aktivitas
fisik.
e. Cara-cara pengendalian PTM melalui upaya
deteksi dini faktor risiko PTM.
f. Cara-cara pengendalian PTM melalui upaya
pencegahan dan pengendalian malnutrisi.
2). Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building
petugas penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga
nonkesehatan mengenai materi komunikasi sosial
dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM
dan cedera.
3). Pelatihan teknologi sosial media kepada petugas
penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga
nonkesehatan mengenai upaya pencegahan dan
pengendalian PTM dan cedera.
48
c. Bina Suasana
Berikut ini pilihan kegiatan dalam rangka bina suasana
upaya penurunan faktor risiko PTM dan cedera di
masing-masing daerah, antara lain:
1) Gerakan memasyarakatkan upaya pencegahan dan
pengendalian PTM dan Cedera.
2) Pelaksanaan pers briefing dan/atau jumpa pers
secara berkesinambungan agar kelompok media
massa mengetahui permasalahan dan
perkembangan terkini mengenai PTM dan cedera,
sehingga terbentuk opini positif yang mendukung
upaya pengendalian PTM dan cedera di masing-
masing daerah.
3) Penambahan fasilitas dan alat kesehatan dalam
ruang penghijauan, taman-taman kota, taman
bermain anak dan lansia, serta alun-alun di
masing-masing daerah.
4) Pembuatan iklan layanan masyarakat mengenai
pengendalian PTM dan cedera di media tingkat
pusat maupun di masing-masing daerah, seperti:
upaya deteksi dini PTM, keamanan berkendara,
menjaga gaya hidup sehat dan lain-lain.
a. Iklan layanan masyarakat mengenai
pengendalian PTM melalui upaya deteksi dini
faktor risiko PTM.
b. Iklan layanan masyarakat mengenai upaya
safety riding dan/atau bahaya KDRT
(Kekerasan dalam Rumah Tangga) bagi
perempuan maupun anak, dalam rangka
meminimalisasi kejadian dan dampak
disabilitas akibat kekerasan/kecelakaan/
injury/cedera.
c. Iklan layanan masyarakat mengenai
pencegahan dan pengendalian PTM melalui
pengaturan Jenis, Jumlah dan Jadwal (3J)
49
konsumsi glukosa dan karbohidrat dalam pola
makan sehari-hari dalam rangka mengurangi
faktor risiko glucose intolerance dan
komplikasinya.
d. Iklan layanan masyarakat mengenai
pencegahan dan pengendalian PTM melalui
diet sehat dan seimbang melalui konsumsi
sayur dan buah.
e. Iklan layanan masyarakat mengenai
pencegahan dan pengendalian PTM melalui
himbauan untuk tidak menggunakan dan
menghindari konsumsi garam berlebih dan/atau
Mono Sodium Glutamate (MSG) dalam
makanan dan masakan sehari-hari.
f. Iklan layanan masyarakat mengenai
pencegahan dan pengendalian PTM melalui
pengurangan konsumsi minuman berkafein,
minuman bersoda dan minuman beralkohol.
g. Iklan layanan masyarakat mengenai
pencegahan dan pengendalian PTM melalui
pengurangan konsumsi makanan cepat saji
berupa junk food.
h. Iklan layanan masyarakat mengenai
pencegahan dan pengendalian PTM melalui
aktivitas fisik minimal 30 menit dalam sehari.
5). Produksi, replikasi, distribusi dan pemasangan
poster penyuluhan dan media promosi kesehatan
lainnya secara tematik di RS, Puskesmas, Pustu,
Poskesdes, Polindes, Posyandu, Posbindu, serta di
seluruh kantor pemerintahan/instansi dan
mading/billboard/screen alun-alun sesuai
kebutuhan masing-masing daerah, antara lain:
a. Poster penyuluhan dan media promosi
kesehatan lainnya mengenai pengurangan
50
konsumsi kafein, minuman bersoda dan
minuman beralkohol.
b. Poster penyuluhan dan media promosi
kesehatan lainnya mengenai pengurangan
konsumsi makanan cepat saji atau junk food.
c. Poster penyuluhan dan media promosi
kesehatan lainnya mengenai pengaturan Jenis,
Jumlah dan Jadwal (3J) konsumsi glukosa dan
karbohidrat dalam pola makan sehari-hari
dalam rangka mengurangi faktor risiko glucose
intolerane dan komplikasinya.
d. Poster penyuluhan dan media promosi
kesehatan lainnya mengenai pencegahan dan
pengendalian PTM melalui diet seimbang dan
konsumsi sayur dan buah.
e. Poster penyuluhan dan media promosi
kesehatan lainnya mengenai himbauan untuk
tidak menggunakan dan menghindari konsumsi
garam berlebih dan/atau Mono Sodium
Glutamate (MSG) dalam makanan sehari-hari.
f. Poster penyuluhan dan media promosi
kesehatan lainnya mengenai aktivitas fisik
minimal 30 menit dalam sehari sebagai langkah
pencegahan PTM.
g. Pemasangan poster bergilir di Puskesmas,
Pustu, Poskesdes, Polindes, Posyandu dan
Posbindu mengenai jenis sayur dan/atau buah
beserta perannya terhadap pencegahan PTM
dan faktor risiko PTM lainnya.
6). Pelaksanaan kampanye dan gerakan safety riding
dalam rangka meminimalisasi kejadian
kekerasan/kecelakaan/injury/cedera
7). Penyuluhan/KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi) secara rutin mengenai:
51
a. Cara-cara pengendalian PTM melalui aktivitas
fisik dan diet sehat yang seimbang (konsumsi
sayur dan buah, pola makan rendah gula,
garam dan lemak, serta menghindari makanan
cepat saji/junk food).
b. Safety riding pada tingkat rumah tangga,
sekolah, kantor dan institusi lainnya dalam
rangka meminimalisasi kejadian kekerasan/
kecelakaan/cedera.
c. Cara-cara pencegahan dan pengendalian
malnutrisi, seperti edukasi urgensi pemberian
ASI Ekslusif yang lebih baik dari pemberian
susu formula, edukasi pola makan gizi
seimbang, dan edukasi mengenai kelengkapan
imunisasi terutama pada bayi dan balita dalam
upaya mengurangi faktor risiko malnutrisi.
8). Optimalisasi kegiatan PKRS (Promosi Kesehatan
di Rumah Sakit) berkaitan dengan upaya
pencegahan dan penurunan faktor risiko PTM dan
cedera.
d. Advokasi
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka
advokasi upaya penurunan faktor risiko PTM dan
cedera di masing-masing daerah, antara lain:
1) Pemetaan kebijakan yang mendukung upaya
penurunan faktor risiko PTM dan cedera di
masing-masing daerah, baik kebijakan yang sudah
ada maupun yang belum ada.
2) Sosialisasi hasil pemetaan kebijakan yang
mendukung upaya penurunan faktor risiko PTM
dan cedera di masing-masing daerah.
3) Pembuatan dan/atau penegakkan regulasi terkait
upaya pengurangan faktor risiko PTM dan cedera
di masing-masing daerah, antara lain:
52
a. Pembentukan regulasi daerah mengenai
pembatasan jumlah dan/atau pengaturan mini
market berkonsep kafe. Hal ini dilakukan
dalam rangka upaya pencegahan dan
pengendalian faktor risiko PTM dalam hal
konsumsi kafein, alkohol, konsumsi gula,
lemak, minuman bersoda, junk food, dan diet
tidak sehat lainnya, terutama pada penduduk
usia muda.
b. Pembentukan regulasi daerah mengenai
pembuatan dan/atau penegakkan aturan
kewajiban pelaksanaan pelatihan manajemen
stress dan pelaksanaan kegiatan rekreasi
berkala oleh masing-masing
perusahaan/penyelenggara kerja di masing-
masing daerah.
c. Kegiatan fasilitasi pertemuan dan
pembentukan regulasi daerah mengenai
pembuatan dan/atau penegakkan aturan
pencegahan malnutrisi di masing-masing
daerah, seperti: pembentukan regulasi daerah
mengenai pembuatan dan/atau penegakkan
aturan pemberian ASI Ekslusif dan paket
imunisasi lengkap.
d. Pembentukan regulasi daerah yang mewajibkan
adanya label dan komposisi kandungan
makanan dalam setiap produk, terutama oleh
produsen produk dengan penggunaan gula,
garam, MSG, karbohidrat dan/atau lemak
didalamnya.
e. Pembentukan regulasi daerah mengenai
pembuatan dan/atau penegakkan aturan
pembatasan jumlah dan/atau pengaturan
keberadaan restoran/tempat makan cepat saji
(junk food).
53
f. Pembentukan regulasi daerah mengenai
peredaran dan konsumsi minuman beralkohol.
4). Melaksanakan kegiatan advokasi ke pemangku
kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga
pendidikan, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan, dan media massa terkait upaya
pengurangan faktor risiko PTM melalui penerapan
upaya diet sehat dan seimbang, aktivitas fisik,
penciptaan suasana tenang, kegiataan relaksasi dan
upaya manajemen stress di masing-masing daerah.
5). Melaksanakan advokasi kepada pemilik/dewan
redaksi agar bersedia menayangkan pesan-pesan
terkait upaya penurunan faktor risiko PTM dan
cedera dengan harga “bersahabat” dan pada
waktu/halaman utama.
6). Menyelenggarakan lokakarya media tentang
gerakan penurunan faktor risiko PTM dan cedera
untuk menyebarluaskan bahaya PTM dan cedera di
daerah masing-masing.
7). Sosialisasi regulasi/peraturan yang terbentuk
terkait upaya pengurangan faktor risiko PTM
melalui penerapan upaya diet sehat dan seimbang,
aktivitas fisik, penciptaan suasana tenang, kegiatan
relaksasi dan upaya manajemen stress di masing-
masing daerah.
e. Pemberdayaan Masyarakat
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka
pemberdayaan yang dapat dilakukan untuk upaya
penurunan faktor risiko PTM dan cedera di masing-
masing daerah. Kegiatan pemberdayaan ini dapat
diterapkan, baik untuk pemberdayaan perorangan,
kelompok maupun pemberdayaan masyarakat secara
umum:
54
1). Pemberdayaan Perorangan (perorangan, tokoh
masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama, tokoh
muda, tokoh politik, tokoh swasta dan tokoh
populer di masing-masing daerah).
a. Pemberdayaan mengenai pola makan sehari-
hari dengan gizi seimbang dalam rangka
pengendalian PTM melalui konsumsi sayur dan
buah, pola makan rendah gula dan garam dan
rendah lemak.
b. Pemberdayaan mengenai aktivitas fisik yang
dapat dilakukan perseorangan oleh masing-
masing individu, seperti tata cara senam dan
sejenisnya dalam rangka pengendalian PTM.
c. Pemberdayaan safety riding dan pengenalan
titik rawan kecelakaan di masing-masing
daerah.
d. Konseling/bimbingan tenaga kesehatan
terhadap pasien dan/atau masyarakat, terutama
ibu hamil dan masyarakat dengan riwayat
hipertensi, diabetes, penyakit jantung dan
stroke.
e. Konseling/bimbingan tenaga kesehatan
terhadap pasien dan/atau masyarakat, terutama
ibu hamil dan masyarakat dengan berat badan
berlebih dan obesitas.
f. Konseling/bimbingan tenaga kesehatan
terhadap pasien dan/atau masyarakat, terutama
pada korban/pasien cedera atau kecelakaan.
g. Program deteksi dini penyakit tidak menular
berbasis perseorangan (pemeriksaan dini,
skreening, pemeriksaan pap smear, deteksi dini
kecelakaan pada pengemudi).
h. Kegiatan dan pendampingan upaya
pemberdayaan perseorangan oleh kader-kader
kesehatan di masing-masing daerah.
55
2). Upaya pemberdayaan kelompok (kelompok atau
kelembagaan yang ada di masayarakat, seperti:
RT/RW, kelurahan, kelompok adat, organisasi
swasta, organisasi wanita, organisasi pemuda dan
organisasi profesi).
a. Pembentukan dan pemberdayaan kelompok-
kelompok atau komunitas senam dan olahraga
lainnya (futsal, sepak bola, volli, bulutangkis,
sepeda, jogging, jalan santai dan olahraga
lainnya) di masing-masing daerah.
b. Pembentukan dan pemberdayaan kelompok-
kelompok atau komunitas yoga, meditasi
beserta program manajemen stress dan
relaksasi lainnya) di masing-masing daerah.
c. Pelaksanaan lomba senam dan olahraga lainnya
(catur, futsal, sepak bola, voli, bulutangkis,
sepeda, jogging, jalan santai dan olahraga
lainnya) secara rutin dan terjadwal di masing-
masing daerah.
d. Pembentukan dan pemberdayaan Keluarga
Sadar Gizi (Kadarzi) di masing-masing daerah.
e. Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan
kelompok oleh kader-kader kesehatan di
masing-masing daerah.
3). Upaya pemberdayaan masyarakat umum
a. Optimalisasi kegiatan berbasis Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu) dan Pemberdayaan Kader
Kesehatan dalam upaya pencegahan dan
penurunan faktor risiko PTM dan cedera.
b. Optimalisasi Desa Siaga dengan menghidupkan
kegiatan kelompok peduli kanker, kelompok
peduli Diabetes Mellitus, kelompok jantung
sehat, kelompok peduli thalasemia, kelompok
peduli kesehatan dan keselamatan kerja
maupun berlalu lintas, dan kelompok
56
penggerak pencegahan dan penanggulangan
PTM dan cedera lainnya.
c. Optimalisasi kegiatan berbasis Unit Kesehatan
Sekolah (UKS) dan Pos kesehatan di Pondok
Pasantren (Pokestren) dalam upaya pencegahan
dan penurunan faktor risiko PTM dan cedera
sedari dini.
d. Optimalisasi kegiatan kepemudaan sebagai
bentuk pemberdayaan partisipasi generasi
muda, seperti: pramuka, PMR, karang taruna,
pencerah nusantara dalam bidang kesehatan
Pembiayaan kegiatan yang menunjang
operasional Posyandu, Posbindu, PKK, UKS,
Poskestren dan organisasi sejenisnya dalam
upaya penurunan faktor risiko PTM dan
cedera.
e. Kegiatan Pemberdayaan berkaitan dengan
Taman Obat Keluarga dan Taman Gizi
Keluarga dalam upaya pencegahan dan
penurunan faktor risiko PTM dan cedera.
Tanaman obat keluarga dan taman gizi
keluarga adalah program pemanfaatan tanah
dihalaman atau ladang untuk menanam yang
berkhasiat sebagai obat maupun bahan
makanan sehat yang bernilai gizi. Dikaitkan
dengan peran serta masyarakat. Tanaman obat
keluarga dan taman gizi keluarga merupakan
wujud partisipasi mereka dalam bidang
peningkatan kesehatan dan pengobatan
sederhana dengan memanfaatkan obat
tradisional. Fungsi utama dari tanaman obat
keluarga dan taman gizi keluarga adalah
menghasilkan tanaman yang dapat
dipergunakan, antara lain: untuk menjaga dan
meningkatan kesehatan dan mengobati gejala
57
atau keluhan dari beberapa penyakit yang
ringan. Selain itu, tanaman obat keluarga dan
taman gizi keluarga juga berfungsi ganda
mengingat dapat digunakan untuk memperbaiki
gizi masyarakat, upaya pelestarikan alam dan
memperindah tanam dan pemandangan.
f. Kegiatan dan pendampingan upaya
pemberdayaan kelompok oleh kader-kader
kesehatan di masing-masing daerah.
f. Kemitraan
Berikut ini adalah kegiatan yang dapat dilakukan
dengan mengikutsertakan keterlibatan partisipasi
masyarakat dalam program kemitraan di masing-
masing daerah dalam pemanfaatan dana pajak rokok,
antara lain:
1) Diskusi pemecahan masalah kesehatan antara
Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dengan
Forum Kota Sehat di masing-masing daerah.
Apabila belum ada forumnya maka perlu dibentuk
sebuah Forum Peduli Kesehatan di masing-masing
daerah. Dinas Kesehatan bersama dengan Forum
tersebut mengumumkan/sosialisasi peluang
pemecahan masalah pencegahan dan penurunan
faktor risiko PTM & cedera berbasis kemitraan
melalui partisipasi masyarakat dalam penggunaan
dana pajak rokok.
2) Pengusulan proposal kegiatan oleh lembaga (calon
mitra) ke Dinas Kesehatan dalam upaya
pencegahan dan penurunan faktor risiko PTM &
cedera. Yang dapat bertindak sebagai lembaga
calon mitra, antara lain: kelompok-kelompok
peduli kesehatan atau organisasi-organisasi
kemasyarakatan, media massa dan swasta/dunia
usaha untuk berperan aktif dalam upaya
58
peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui
penggunaan dana pajak rokok.
3) Seleksi proposal dan pengumuman
program/proposal terpilih oleh Dinas Kesehatan
dan anggota Forum Kota Sehat atau Forum Peduli
Kesehatan yang dibentuk di masing-masing
daerah.
4) Penandatangan Perjanjian Kerja Sama (MoU)
antara Dinas Kesehatan dengan lembaga pelaksana
program (mitra) terpilih.
5) Implementasi kegiatan lembaga pelaksana program
(mitra) dengan melaksanakan program yang
terpilih dalam upaya pencegahan dan penurunan
faktor risiko PTM & cedera.
6) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
lembaga pelaksana program (mitra) yang terpilih.
7) Sosialisasi hasil pelaksanaan program terpilih
terkait upaya pencegahan dan penurunan faktor
risiko PTM & cedera, serta laporan
pertanggungjawaban lembaga pelaksana program
(mitra) kepada Dinas Kesehatan di masing-masing
daerah.
8) Evaluasi program kemitraan di masing-masing
daerah.
2. Kegiatan Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit
Menular
Menurut data Riskesdas tahun 2007, 28,1% kematian di
Indonesia disebabkan oleh penyakit menular, sementara
itu data The Indonesian Burden of Disease, Injuries and
Risk Factors: Level, Trends and Policy Implication tahun
2010 menunjukkan tuberculosis, diare, malaria juga
merupakan penyakit penyebab kematian saat ini. Penyakit
menular merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses
infeksi (infeksius). Faktor risiko penyakit menular
59
merupakan suatu kondisi yang secara potensial berbahaya
dan dapat memicu terjadinya penyakit menular pada
seseorang atau kelompok tertentu.
Penyakit menular dalam Panduan Umum Penggunaan
Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini dapat
diklasifikasikan menjadi penyakit menular bersumber
binatang, penyakit menular berbasis lingkungan, penyakit
menular berbasis perilaku/gaya hidup dan jenis penyakit
menular lainnya yang berpotensi menimbulkan
wabah/KLB (Kejadian Luar Biasa). Adapun program
penurunan faktor risiko penyakit menular yang dilakukan
melalui penggunaan dana pajak rokok disesuaikan dengan
penyakit menular yang bermasalah di lokal daerah
masing-masing.
1. Penyakit menular bersumber binatang, seperti: Demam
Berdarah Dengue (DBD), malaria, rabies, avian
influenza H5N1, penyakit antraks, filariasis,
leptospirosis, dan lain-lain.
2. Penyakit menular berbasis lingkungan, seperti: ISPA,
diare, TB Paru, pneumonia, dan lain-lain.
3. Penyakit menular berbasis perilaku atau gaya hidup,
seperti: penyakit kulit, penyakit menular seksual
(termasuk HIV/AIDs, sifilis/raja singa, gonorrhea,
herpes genital, klamidia), dan lain-lain.
4. Jenis penyakit menular lainnya yang berpotensi
menimbulkan wabah/KLB, seperti: difteri, meningitis,
kusta dan lain-lain
Seluruh kegiatan dalam Pandum Pemanfaatan Dana Pajak
Rokok untuk Bidang Kesehatan ini merupakan “paket
menu komprehensif” yang bersifat optional, berdasarkan
kebutuhan penanganan permasalahan kesehatan masing-
masing daerah.
60
a. Penyediaan Data Dasar dan Analisis Situasi
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka
penyediaan data dasar dan analisis situasi
permasalahan penyakit menular beserta faktor
risikonya di masing-masing daerah, antara lain:
1) Rekapitulasi dan penyimpulan data penyakit
menular yang telah tersedia bagi masing-masing
daerah bersumber dari data yang telah tersedia,
seperti data Riskesdas, Rifaskes, SKRT, SDKI,
data di puskesmas, data di RS, dan lain-lain.
2) Pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi
penyakit menular beserta faktor riskonya di daerah
masing-masing sebagai pemetaan dan data awal
pendeteksiaan dini kejadian morbiditas dan
mortalitasnya.
3) Pembuatan Sistem Informasi Manajemen Data
penyakit menular beserta faktor risikonya di
masing-masing daerah.
4) Pembuatan buletin/newsletter/factsheet secara
berkala terkait penyakit menular beserta faktor
risikonya di masing-masing daerah.
5) Analisis situasi dan perencanaan kegiatan
pencegahan dan pengendalian penyakit menular
melalui penggunaan dana pajak rokok, dengan
melibatkan forum kota sehat dan/atau forum peduli
kesehatan di masing-masing daerah.
6) Sosialisasi hasil analisis situasi ke pemangku
kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga
pendidikan, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan, dan media massa.
b. Peningkatan Kapasitas SDM
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka
peningkatan SDM berkaitan dengan upaya penurunan
61
faktor risiko penyakit menular di masing-masing
daerah, antara lain:
1) Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building
petugas penyuluh dan tenaga kesehatan:
b. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit
menular secara umum.
c. Cara-cara pengendalian penyakit menular
bersumber binatang.
d. Cara-cara pengendalian penyakit menular
berbasis lingkungan.
e. Cara-cara pengendalian penyakit menular
berbasis perilaku atau gaya hidup.
f. Cara-cara pengendalian wabah atau KLB
penyakit menular
2) Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building
petugas penyuluh, tenaga kesehatan, serta tenaga
nonkesehatan mengenai upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit menular.
3) Pelatihan komunikasi sosial kepada petugas
penyuluh petugas penyuluh, tenaga kesehatan,
serta tenaga nonkesehatan mengenai upaya
pencegahan dan pengendalian penyakit menular.
4) Pelatihan teknologi sosial media kepada petugas
penyuluh petugas penyuluh, tenaga kesehatan,
serta tenaga nonkesehatan mengenai upaya
pencegahan dan pengendalian penyakit menular.
c. Bina Suasana
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka bina
suasana upaya penurunan faktor risiko penyakit
menular di masing-masing daerah, antara lain:
1) Gerakan memasyarakatkan upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit menular.
a. Pelaksanaan pers briefing dan jumpa pers
secara berkesinambungan agar kelompok
62
media massa mengetahui permasalahan dan
perkembangan terkini mengenai penyakit
menular.
b. Pembuatan iklan layanan masyarakat mengenai
pengendalian penyakit menular, terutama
melalui 10 langkah Perilaku Hidup Bersih
Sehat (PHBS).
c. Produksi, replikasi, distribusi dan pemasangan
media promosi kesehatan secara tematik di RS,
Puskesmas, Pustu, Poskesdes, Polindes,
Posyandu, Posbindu, serta di seluruh kantor
pemerintahan/instansi dan alun-alun sesuai
kebutuhan masing-masing daerah.
2) Penyuluhan/KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi) secara rutin mengenai upaya pencegahan
dan pengendalian penyakit menular, terutama
mengenai 10 langkah Perilaku Hidup Bersih Sehat
(PHBS).
3) Optimalisasi kegiatan PKRS (Promosi Kesehatan
di Rumah Sakit) berkaitan dengan upaya
pencegahan dan penurunan faktor risiko penyakit
menular.
d. Advokasi
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka
advokasi upaya penurunan faktor risiko penyakit
menular di masing-masing daerah, antara lain:
1) Pemetaan kebijakan yang mendukung upaya
penurunan faktor risiko penyakit menular di
masing-masing daerah, baik kebijakan yang sudah
ada maupun yang belum ada.
2) Sosialisasi hasil pemetaan kebijakan yang
mendukung upaya penurunan faktor risiko
penyakit menular di masing-masing daerah.
63
3) Pembuatan dan/atau penegakkan regulasi terkait
upaya pengurangan faktor risiko penyakit menular
di masing-masing daerah.
4) Pelatihan advokasi kebijakan yang mendukung
upaya penurunan faktor risiko penyakit menular di
masing-masing daerah.
5) Melaksanakan advokasi kebijakan yang
mendukung upaya penurunan faktor risiko
penyakit menular di masing-masing daerah kepada
pemangku kepentingan, lembaga pemerintahan,
lembaga pendidikan, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan, dan media massa.
6) Melaksanakan advokasi kepada pemilik/dewan
redaksi agar bersedia menayangkan pesan-pesan
terkait upaya penurunan faktor risiko penyakit
menular dengan harga “bersahabat” pada
waktu/halaman utama.
7) Menyelenggarakan lokakarya media tentang
gerakan penurunan faktor risiko penyakit menular
untuk menyebarluaskan bahaya penyakit menular
di daerah masing-masing.
8) Sosialisasi regulasi/peraturan yang terbentuk
terkait upaya pengurangan faktor risiko penyakit
menular.
e. Pemberdayaan Masyarakat
Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka
pemberdayaan masyarakat untuk menurunkan faktor
risiko penyakit menular di masing-masing daerah,
antara lain:
1) Pemberdayaan Perorangan (perorangan, tokoh
masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama, tokoh
muda, tokoh politik, tokoh swasta dan tokoh
populer di masing-masing daerah)
64
g. Pemberdayaan pengetahuan cara pencegahan,
penurunan faktor risiko dan eliminasi penyakit
menular.
h. Pemberdayaan tokoh untuk menginisiasi
gerakan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
dan upaya pencegahan penyakit menular
lainnya di daerah masing-masing.
i. Konseling/bimbingan tenaga kesehatan
terhadap pasien dan/atau masyarakat, terutama
ibu hamil dan masyarakat dengan riwayat
penyakit menular seksual.
j. Program pemberdayaan deteksi dini KLB
penyakit menular.
k. Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan
perseorangan oleh kader-kader kesehatan di
masing-masing daerah.
2) Upaya pemberdayaan kelompok (kelompok atau
kelembagaan yang ada di masayarakat, seperti:
RT/RW, kelurahan, kelompok adat, organisasi
swasta, organisasi wanita, organisasi pemuda dan
organisasi profesi).
a. Pembentukan dan pemberdayaan kelompok-
kelompok penggerak perilaku hidup bersih dan
sehat di masing-masing daerah.
b. Pelaksanaan lomba daerah bersih dan sehat
secara rutin dan terjadwal di masing-masing
daerah.
c. Pembentukan dan pemberdayaan Keluarga
Sadar PHBS di masing-masing daerah.
d. Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan
kelompok oleh kader-kader kesehatan di
masing-masing daerah.
3) Upaya pemberdayaan masyarakat
a. Kegiatan berbasis Unit Kesehatan Sekolah
(UKS) dan Pos kesehatan di Pondok Pasantren
65
(Pokestren) berkaitan dengan upaya penurunan
faktor risiko penyakit menular.
b. Optimalisasi Desa Siaga dengan menghidupkan
kegiatan kelompok peduli HIV/AIDs, TB
Paru, malaria, kusta, dan/atau penyakit menular
spesifik lokal daerah masing-masing.
c. Optimalisasi kegiatan kepemudaan, seperti:
OSIS, pramuka, PMR, karang taruna, atau
pencerah nusantara dan sejenisnya dalam
bidang kesehatan sebagai bentuk
pemberdayaan partisipasi generasi muda
berkaitan dengan upaya penurunan faktor
risiko penyakit menular.
d. Pembiayaan kegiatan yang menunjang
operasional Posyandu, Posbindu, PKK, UKS,
Poskestren dan organisasi sejenisnya dalam
upaya penurunan faktor risiko penyakit
menular.
e. Kegiatan Pemberdayaan berkaitan dengan
Taman Obat Keluarga dan Taman Gizi
Keluarga dalam upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit menular.
f. Kegiatan dan pendampingan upaya
pemberdayaan kelompok oleh kader-kader
kesehatan di masing-masing daerah.
f. Kemitraan
Berikut ini adalah kegiatan yang dapat dilakukan
dengan mengikutsertakan keterlibatan partisipasi
masyarakat dalam program kemitraan di masing-
masing daerah dalam penggunaan dana pajak rokok,
antara lain:
1) Diskusi pemecahan masalah kesehatan antara
Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dengan
Forum Kota Sehat di masing-masing daerah.
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan
Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan Ulfah Hanum
 
Permenkes no. 19 tahun 2014
Permenkes no. 19 tahun 2014Permenkes no. 19 tahun 2014
Permenkes no. 19 tahun 2014IdnJournal
 
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rs
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rsKepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rs
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rsWira Kusuma
 
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...BPJS Kesehatan RI
 
Permenkes No. 28/2014 ttg Pedoman Pelaksanaan Program JKN
Permenkes No. 28/2014 ttg Pedoman Pelaksanaan Program JKNPermenkes No. 28/2014 ttg Pedoman Pelaksanaan Program JKN
Permenkes No. 28/2014 ttg Pedoman Pelaksanaan Program JKNErie Gusnellyanti
 
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 M Ungang
 
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015yusnizainal7
 
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...Rendra GUnawan
 
Draft juknis dak non fisik 2018 akreditasi puskesmas
Draft juknis dak non fisik 2018   akreditasi puskesmasDraft juknis dak non fisik 2018   akreditasi puskesmas
Draft juknis dak non fisik 2018 akreditasi puskesmasRendra GUnawan
 
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...Ulfah Hanum
 

La actualidad más candente (11)

Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan
 
Permenkes no. 19 tahun 2014
Permenkes no. 19 tahun 2014Permenkes no. 19 tahun 2014
Permenkes no. 19 tahun 2014
 
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rs
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rsKepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rs
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rs
 
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
 
Permenkes No. 28/2014 ttg Pedoman Pelaksanaan Program JKN
Permenkes No. 28/2014 ttg Pedoman Pelaksanaan Program JKNPermenkes No. 28/2014 ttg Pedoman Pelaksanaan Program JKN
Permenkes No. 28/2014 ttg Pedoman Pelaksanaan Program JKN
 
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011
 
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
 
Juknis bok-2013
Juknis bok-2013Juknis bok-2013
Juknis bok-2013
 
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...
 
Draft juknis dak non fisik 2018 akreditasi puskesmas
Draft juknis dak non fisik 2018   akreditasi puskesmasDraft juknis dak non fisik 2018   akreditasi puskesmas
Draft juknis dak non fisik 2018 akreditasi puskesmas
 
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
 

Destacado

Dinas kesehatan Kabupaten Ponorogo
Dinas kesehatan Kabupaten PonorogoDinas kesehatan Kabupaten Ponorogo
Dinas kesehatan Kabupaten PonorogoMuhammad Sulistyo
 
SKD 01 Perpres no. 72 tahun 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
SKD 01 Perpres no. 72 tahun 2012 ttg Sistem Kesehatan NasionalSKD 01 Perpres no. 72 tahun 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
SKD 01 Perpres no. 72 tahun 2012 ttg Sistem Kesehatan NasionalSuprijanto Rijadi
 
Teknis pemungutan pajak rokok
Teknis pemungutan pajak rokokTeknis pemungutan pajak rokok
Teknis pemungutan pajak rokokbeacukaikudus
 
Aturan Baru Pemakaian Baju Kerja PNS di Lingkup Pemerintah Aceh
Aturan Baru Pemakaian Baju Kerja PNS di Lingkup Pemerintah AcehAturan Baru Pemakaian Baju Kerja PNS di Lingkup Pemerintah Aceh
Aturan Baru Pemakaian Baju Kerja PNS di Lingkup Pemerintah AcehCut Ampon Lambiheue
 
Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Johan Safrijal
 
Buku Panduan HKN ke 52 Tahun 2016
Buku Panduan HKN ke 52 Tahun 2016Buku Panduan HKN ke 52 Tahun 2016
Buku Panduan HKN ke 52 Tahun 2016Cut Ampon Lambiheue
 
RPJMN 2015-2019_Kementerian Kesehatan
RPJMN 2015-2019_Kementerian KesehatanRPJMN 2015-2019_Kementerian Kesehatan
RPJMN 2015-2019_Kementerian KesehatanMuh Saleh
 
Riskesdas 2013
Riskesdas 2013Riskesdas 2013
Riskesdas 2013Muh Saleh
 
Jenis jenis kebijakan publik
Jenis jenis kebijakan publikJenis jenis kebijakan publik
Jenis jenis kebijakan publikDr. Riant Nugroho
 

Destacado (12)

Dinas kesehatan Kabupaten Ponorogo
Dinas kesehatan Kabupaten PonorogoDinas kesehatan Kabupaten Ponorogo
Dinas kesehatan Kabupaten Ponorogo
 
Pajak rokok
Pajak rokokPajak rokok
Pajak rokok
 
SKD 01 Perpres no. 72 tahun 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
SKD 01 Perpres no. 72 tahun 2012 ttg Sistem Kesehatan NasionalSKD 01 Perpres no. 72 tahun 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
SKD 01 Perpres no. 72 tahun 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
 
Teknis pemungutan pajak rokok
Teknis pemungutan pajak rokokTeknis pemungutan pajak rokok
Teknis pemungutan pajak rokok
 
Aturan Baru Pemakaian Baju Kerja PNS di Lingkup Pemerintah Aceh
Aturan Baru Pemakaian Baju Kerja PNS di Lingkup Pemerintah AcehAturan Baru Pemakaian Baju Kerja PNS di Lingkup Pemerintah Aceh
Aturan Baru Pemakaian Baju Kerja PNS di Lingkup Pemerintah Aceh
 
Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan  Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Makalah Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
 
Buku Panduan HKN ke 52 Tahun 2016
Buku Panduan HKN ke 52 Tahun 2016Buku Panduan HKN ke 52 Tahun 2016
Buku Panduan HKN ke 52 Tahun 2016
 
Presentasi pad
Presentasi padPresentasi pad
Presentasi pad
 
ANC Berkualitas
ANC BerkualitasANC Berkualitas
ANC Berkualitas
 
RPJMN 2015-2019_Kementerian Kesehatan
RPJMN 2015-2019_Kementerian KesehatanRPJMN 2015-2019_Kementerian Kesehatan
RPJMN 2015-2019_Kementerian Kesehatan
 
Riskesdas 2013
Riskesdas 2013Riskesdas 2013
Riskesdas 2013
 
Jenis jenis kebijakan publik
Jenis jenis kebijakan publikJenis jenis kebijakan publik
Jenis jenis kebijakan publik
 

Similar a Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan

Buku panduan-dbhcht
Buku panduan-dbhchtBuku panduan-dbhcht
Buku panduan-dbhchtNia Pratiwi
 
Pmk no. 40 ttg pedoman pelaksanaan jamkesmas
Pmk no. 40 ttg pedoman pelaksanaan jamkesmasPmk no. 40 ttg pedoman pelaksanaan jamkesmas
Pmk no. 40 ttg pedoman pelaksanaan jamkesmasKemala Widhiari
 
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang KesehatanPengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehataninfosanitasi
 
Phbs pedoman pengembangan
Phbs pedoman pengembanganPhbs pedoman pengembangan
Phbs pedoman pengembanganHarris Clp
 
Juknis bok 2012 kecil
Juknis bok 2012 kecilJuknis bok 2012 kecil
Juknis bok 2012 kecilyandas
 
Juknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas newJuknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas newUays Hasyim Full
 
Juknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas newJuknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas newDR Irene
 
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasi
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasiPmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasi
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasiDokter Tekno
 
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docx
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docxPeraturan Walikota - SPM Revisi.docx
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docxSangidYahya3
 
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docx
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docxPeraturan Walikota - SPM Revisi.docx
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docxSangidYahya3
 
35709382 kmk-pedoman-penyusunan-an-sdm-kesehatan-81-2004
35709382 kmk-pedoman-penyusunan-an-sdm-kesehatan-81-200435709382 kmk-pedoman-penyusunan-an-sdm-kesehatan-81-2004
35709382 kmk-pedoman-penyusunan-an-sdm-kesehatan-81-2004riantynova
 
Kmk no. 128 th 2004 ttg kebijakan dasar puskesmas
Kmk no. 128 th 2004 ttg kebijakan dasar puskesmasKmk no. 128 th 2004 ttg kebijakan dasar puskesmas
Kmk no. 128 th 2004 ttg kebijakan dasar puskesmashumanisme
 
Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014
Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014
Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014HanzoCOC
 

Similar a Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan (20)

Buku panduan-dbhcht
Buku panduan-dbhchtBuku panduan-dbhcht
Buku panduan-dbhcht
 
Pmk no. 40 ttg pedoman pelaksanaan jamkesmas
Pmk no. 40 ttg pedoman pelaksanaan jamkesmasPmk no. 40 ttg pedoman pelaksanaan jamkesmas
Pmk no. 40 ttg pedoman pelaksanaan jamkesmas
 
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang KesehatanPengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
 
Kelompok 4
Kelompok 4Kelompok 4
Kelompok 4
 
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
 
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
 
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
 
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
117099272 perilaku-hidup-bersih-sehat
 
Bab i dan ii
Bab i dan iiBab i dan ii
Bab i dan ii
 
Phbs pedoman pengembangan
Phbs pedoman pengembanganPhbs pedoman pengembangan
Phbs pedoman pengembangan
 
Juknis bok 2012 kecil
Juknis bok 2012 kecilJuknis bok 2012 kecil
Juknis bok 2012 kecil
 
Juknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas newJuknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas new
 
Juknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas newJuknis yankesdas jamkesmas new
Juknis yankesdas jamkesmas new
 
Buku pdbk
Buku pdbkBuku pdbk
Buku pdbk
 
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasi
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasiPmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasi
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasi
 
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docx
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docxPeraturan Walikota - SPM Revisi.docx
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docx
 
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docx
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docxPeraturan Walikota - SPM Revisi.docx
Peraturan Walikota - SPM Revisi.docx
 
35709382 kmk-pedoman-penyusunan-an-sdm-kesehatan-81-2004
35709382 kmk-pedoman-penyusunan-an-sdm-kesehatan-81-200435709382 kmk-pedoman-penyusunan-an-sdm-kesehatan-81-2004
35709382 kmk-pedoman-penyusunan-an-sdm-kesehatan-81-2004
 
Kmk no. 128 th 2004 ttg kebijakan dasar puskesmas
Kmk no. 128 th 2004 ttg kebijakan dasar puskesmasKmk no. 128 th 2004 ttg kebijakan dasar puskesmas
Kmk no. 128 th 2004 ttg kebijakan dasar puskesmas
 
Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014
Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014
Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014
 

Más de Cut Ampon Lambiheue

Fatwa MUI No. 4 tahun 2016 tentang Imunisasi
Fatwa MUI No. 4 tahun 2016 tentang  ImunisasiFatwa MUI No. 4 tahun 2016 tentang  Imunisasi
Fatwa MUI No. 4 tahun 2016 tentang ImunisasiCut Ampon Lambiheue
 
Cover buku panduan umum penggunaan pajak rokok
Cover buku panduan umum penggunaan pajak rokokCover buku panduan umum penggunaan pajak rokok
Cover buku panduan umum penggunaan pajak rokokCut Ampon Lambiheue
 
Sambutan MENKES dan SEKJEN untuk acara HKN ke 50 Tahun 2014
Sambutan MENKES dan SEKJEN untuk acara HKN ke 50 Tahun 2014Sambutan MENKES dan SEKJEN untuk acara HKN ke 50 Tahun 2014
Sambutan MENKES dan SEKJEN untuk acara HKN ke 50 Tahun 2014Cut Ampon Lambiheue
 
TV Monitor Kabupaten terpilih untuk Angkatan 16 dan 17
TV Monitor Kabupaten terpilih untuk Angkatan 16 dan 17TV Monitor Kabupaten terpilih untuk Angkatan 16 dan 17
TV Monitor Kabupaten terpilih untuk Angkatan 16 dan 17Cut Ampon Lambiheue
 
Update Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Untuk Angkatan 16, 17 plus mers
Update Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Untuk Angkatan 16, 17 plus mersUpdate Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Untuk Angkatan 16, 17 plus mers
Update Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Untuk Angkatan 16, 17 plus mersCut Ampon Lambiheue
 
Nama2 kasus per kab peserta, abes, lhoks, ateng, agara, nagan s/d 18 Mei 2014
Nama2 kasus per kab peserta, abes, lhoks, ateng, agara, nagan s/d 18 Mei 2014Nama2 kasus per kab peserta, abes, lhoks, ateng, agara, nagan s/d 18 Mei 2014
Nama2 kasus per kab peserta, abes, lhoks, ateng, agara, nagan s/d 18 Mei 2014Cut Ampon Lambiheue
 
Bahan Kapita Selekta "SND" Bidan Poskesdes Untuk AKT 10 dan 11
Bahan Kapita Selekta "SND" Bidan Poskesdes Untuk AKT 10 dan 11Bahan Kapita Selekta "SND" Bidan Poskesdes Untuk AKT 10 dan 11
Bahan Kapita Selekta "SND" Bidan Poskesdes Untuk AKT 10 dan 11Cut Ampon Lambiheue
 
Update Bahan ANC Berkualitas Akt 6 dan 7
Update Bahan ANC Berkualitas Akt 6 dan 7Update Bahan ANC Berkualitas Akt 6 dan 7
Update Bahan ANC Berkualitas Akt 6 dan 7Cut Ampon Lambiheue
 
Middle East Respiratory Syndrome- Coronavirus (MERS-CoV)
Middle East Respiratory Syndrome- Coronavirus (MERS-CoV)Middle East Respiratory Syndrome- Coronavirus (MERS-CoV)
Middle East Respiratory Syndrome- Coronavirus (MERS-CoV)Cut Ampon Lambiheue
 
Komitmen Pasca Pelatihan Bidan Poskesdes 14 Mei 2014
Komitmen Pasca Pelatihan Bidan Poskesdes 14 Mei 2014Komitmen Pasca Pelatihan Bidan Poskesdes 14 Mei 2014
Komitmen Pasca Pelatihan Bidan Poskesdes 14 Mei 2014Cut Ampon Lambiheue
 
Hanum bidan pkm dalam sistem jkn
Hanum bidan pkm dalam sistem jknHanum bidan pkm dalam sistem jkn
Hanum bidan pkm dalam sistem jknCut Ampon Lambiheue
 
Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Edisi 9 Mei 2014
Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Edisi 9 Mei 2014 Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Edisi 9 Mei 2014
Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Edisi 9 Mei 2014 Cut Ampon Lambiheue
 
Pesantren Mitra Kesehatan di 23 kab kota di Aceh
Pesantren Mitra Kesehatan di 23 kab kota di AcehPesantren Mitra Kesehatan di 23 kab kota di Aceh
Pesantren Mitra Kesehatan di 23 kab kota di AcehCut Ampon Lambiheue
 
Arahan Kadinkes kepada seluruh staf pada Aula Teuku Umar tgl 06 Mei 2014
Arahan Kadinkes kepada seluruh staf pada Aula Teuku Umar tgl 06 Mei 2014Arahan Kadinkes kepada seluruh staf pada Aula Teuku Umar tgl 06 Mei 2014
Arahan Kadinkes kepada seluruh staf pada Aula Teuku Umar tgl 06 Mei 2014Cut Ampon Lambiheue
 
Peran dan Kompetensi Bidan Desa
Peran dan Kompetensi Bidan Desa Peran dan Kompetensi Bidan Desa
Peran dan Kompetensi Bidan Desa Cut Ampon Lambiheue
 

Más de Cut Ampon Lambiheue (20)

Fatwa MUI No. 4 tahun 2016 tentang Imunisasi
Fatwa MUI No. 4 tahun 2016 tentang  ImunisasiFatwa MUI No. 4 tahun 2016 tentang  Imunisasi
Fatwa MUI No. 4 tahun 2016 tentang Imunisasi
 
Cover buku panduan umum penggunaan pajak rokok
Cover buku panduan umum penggunaan pajak rokokCover buku panduan umum penggunaan pajak rokok
Cover buku panduan umum penggunaan pajak rokok
 
Sambutan MENKES dan SEKJEN untuk acara HKN ke 50 Tahun 2014
Sambutan MENKES dan SEKJEN untuk acara HKN ke 50 Tahun 2014Sambutan MENKES dan SEKJEN untuk acara HKN ke 50 Tahun 2014
Sambutan MENKES dan SEKJEN untuk acara HKN ke 50 Tahun 2014
 
Panduan HKN ke 50 Tahun 2014
Panduan HKN ke 50 Tahun 2014Panduan HKN ke 50 Tahun 2014
Panduan HKN ke 50 Tahun 2014
 
TV Monitor Kabupaten terpilih untuk Angkatan 16 dan 17
TV Monitor Kabupaten terpilih untuk Angkatan 16 dan 17TV Monitor Kabupaten terpilih untuk Angkatan 16 dan 17
TV Monitor Kabupaten terpilih untuk Angkatan 16 dan 17
 
Update Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Untuk Angkatan 16, 17 plus mers
Update Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Untuk Angkatan 16, 17 plus mersUpdate Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Untuk Angkatan 16, 17 plus mers
Update Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Untuk Angkatan 16, 17 plus mers
 
Nama2 kasus per kab peserta, abes, lhoks, ateng, agara, nagan s/d 18 Mei 2014
Nama2 kasus per kab peserta, abes, lhoks, ateng, agara, nagan s/d 18 Mei 2014Nama2 kasus per kab peserta, abes, lhoks, ateng, agara, nagan s/d 18 Mei 2014
Nama2 kasus per kab peserta, abes, lhoks, ateng, agara, nagan s/d 18 Mei 2014
 
Bahan Kapita Selekta "SND" Bidan Poskesdes Untuk AKT 10 dan 11
Bahan Kapita Selekta "SND" Bidan Poskesdes Untuk AKT 10 dan 11Bahan Kapita Selekta "SND" Bidan Poskesdes Untuk AKT 10 dan 11
Bahan Kapita Selekta "SND" Bidan Poskesdes Untuk AKT 10 dan 11
 
Lagu Sempurna
Lagu SempurnaLagu Sempurna
Lagu Sempurna
 
Update Bahan ANC Berkualitas Akt 6 dan 7
Update Bahan ANC Berkualitas Akt 6 dan 7Update Bahan ANC Berkualitas Akt 6 dan 7
Update Bahan ANC Berkualitas Akt 6 dan 7
 
Middle East Respiratory Syndrome- Coronavirus (MERS-CoV)
Middle East Respiratory Syndrome- Coronavirus (MERS-CoV)Middle East Respiratory Syndrome- Coronavirus (MERS-CoV)
Middle East Respiratory Syndrome- Coronavirus (MERS-CoV)
 
Komitmen Pasca Pelatihan Bidan Poskesdes 14 Mei 2014
Komitmen Pasca Pelatihan Bidan Poskesdes 14 Mei 2014Komitmen Pasca Pelatihan Bidan Poskesdes 14 Mei 2014
Komitmen Pasca Pelatihan Bidan Poskesdes 14 Mei 2014
 
Hanum bidan pkm dalam sistem jkn
Hanum bidan pkm dalam sistem jknHanum bidan pkm dalam sistem jkn
Hanum bidan pkm dalam sistem jkn
 
Lanjutan ANC Berkualitas
Lanjutan ANC BerkualitasLanjutan ANC Berkualitas
Lanjutan ANC Berkualitas
 
Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Edisi 9 Mei 2014
Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Edisi 9 Mei 2014 Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Edisi 9 Mei 2014
Bahan Kapita Selekta SND Bidan Poskesdes Edisi 9 Mei 2014
 
Pesantren Mitra Kesehatan di 23 kab kota di Aceh
Pesantren Mitra Kesehatan di 23 kab kota di AcehPesantren Mitra Kesehatan di 23 kab kota di Aceh
Pesantren Mitra Kesehatan di 23 kab kota di Aceh
 
Arahan Kadinkes kepada seluruh staf pada Aula Teuku Umar tgl 06 Mei 2014
Arahan Kadinkes kepada seluruh staf pada Aula Teuku Umar tgl 06 Mei 2014Arahan Kadinkes kepada seluruh staf pada Aula Teuku Umar tgl 06 Mei 2014
Arahan Kadinkes kepada seluruh staf pada Aula Teuku Umar tgl 06 Mei 2014
 
Tumpeng Gizi Seimbang
Tumpeng Gizi SeimbangTumpeng Gizi Seimbang
Tumpeng Gizi Seimbang
 
Konsep Desa Siaga Tayang
Konsep Desa Siaga TayangKonsep Desa Siaga Tayang
Konsep Desa Siaga Tayang
 
Peran dan Kompetensi Bidan Desa
Peran dan Kompetensi Bidan Desa Peran dan Kompetensi Bidan Desa
Peran dan Kompetensi Bidan Desa
 

Último

Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfMateri tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfUlimarthaManurung
 
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptxAsuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptxdhykz1
 
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)Robertus Arian Datusanantyo
 
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnyaMANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnyaLidia941960
 
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptxPPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptxMadeSuardana20
 
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptPROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptdodiharyanto42
 
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDFMSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDFSUDIRO11
 
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianIndikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianhaslinahaslina3
 

Último (8)

Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfMateri tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
 
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptxAsuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
 
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
 
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnyaMANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
 
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptxPPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
 
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptPROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
 
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDFMSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
 
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianIndikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
 

Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok Untuk Kesehatan

  • 1. KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PUSAT PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2014 PANDUAN UMUM PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK BIDANG KESEHATAN
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas ijin dan rakhmat-Nya sehingga Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan dapat disusun dan diterbitkan. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 31 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mengatur bahwa dari dana pajak rokok minimal 50 % dipergunakan untuk pelayanan kesehatan dan penegakan hukum. Sesuai kewenangan pemerintah pusat yaitu menyusun norma-standar-prosedur dan kriteria (NSPK) sesuai dengan bidang atau kewenangan masing-masing, maka Kementerian Kesehatan bersama-sama Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri memandang perlu adanya Panduan umum tentang penggunaan pajak rokok untuk bidang kesehatan. Panduan umum ini memuat tentang penggunaan pajak rokok untuk pelayanan kesehatan, yaitu; pertama untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat, meliputi ; kegiatan pencegahan, pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau, kegiatan upaya penegakan hukum dalam kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR), kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat, dan kedua untuk pelayanan kesehatan perorangan, meliputi kegiatan upaya peningkatan sarana dan prasarana kesehatan dan kegiatan upaya peningkatan SDM kesehatan dalam upaya kesehatan perorangan. Kegiatan upaya kesehatan masyarakat mencakup ; penyediaan data dasar dan analisis situasi, peningkatan kapasitas SDM, bina suasana, advokasi, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan.
  • 3. Panduan ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait dalam penggunaan pajak rokok untuk bidang kesehatan sehingga penggunaannya dapat dilaksanakan secara tepatguna, tepat sasaran dan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan panduan ini Semoga panduan ini bisa bermanfaat untuk kita semua. Jakarta, Maret 2014 Kepala Pusat Promosi Kesehatan dr. Lily S. Sulityowati, MM
  • 4. SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan tersebut, sangat diperlukan adanya peran serta aktif masyarakat, dan juga dukungan lintas sektor baik dalam bentuk kebijakan/regulasi, maupun dukungan sumber daya (dana, tenaga dan sarana prasarana). Kami memberikan apresiasi kepada Kementerian Keuangan Republik Indonesia, telah mendorong lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa salah satu sumber pajak daerah adalah pajak rokok. Penggunaan pajak rokok ini seperti yang tertuang dalam pasal 31 adalah minimal 50% dari pajak yang diterima diperuntukan bagi upaya kesehatan masyarakat dan penanganan aspek hukum. Adanya pajak daerah ini sebagai sumber Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk upaya peningkatan kesehatan di daerah, karena selama ini banyak program atau kegiatan kesehatan di daerah yang tidak bisa terlaksana, antara lain karena kendala tidak tersedianya dana. Dana pajak tersebut agar bisa dimanfaatkan dengan baik, sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, Kementerian Kesehatan bersama-sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Akademisi, dan Profesi Promosi Kesehatan telah menyusun Pedoman Umum Penggunaan Pajak Rokok untuk bidang kesehatan.
  • 5. Pada pedoman ini penggunaan dana pajak rokok lebih diprioritaskan untuk upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif), karena upaya kuratif- rehabilitatif saat ini sudah ditangani melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN), justru kita perlu banyak melakukan upaya yang bersifat promotif preventif, selain akan lebih meningkatkan kesehatan masyarakat, juga dapat lebih efisien penggunaan dana yang bersifat kuraitf-rehabilitatif, yang saat ini ditangani oleh BPJS. Kami sampaikan bahwa hal terpenting dalam era otonomi daerah adalah Pemerintah Daerah (provinsi maupun kabupaten/ kota) bisa memanfaatkan dana ini untuk peningkatan kesehatan masyarakat, khususnya melalui upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, juga pelayanan kesehatan kuratif rehabilitatif. Kami menyambut baik atas terbitnya pedoman ini, dan mengharapkan peranan dan dukungan semua pihak, khususnya Kementerian Dalam Negeri pada implementasi penggunaan dana pajak rokok ini agar berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Semoga Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini bisa menjadi pedoman bagi daerah, sehingga dana tersebut bermanfaat untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Jakarta, Maret 2014 Sekretaris Jenderal, dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS NIP. 195408112010061001
  • 6. PANDUAN UMUM PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK BIDANG KESEHATAN DAFTAR ISI Kata Pengantar Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan 1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Sasaran D. Dasar Hukum E. Pengertian BAB II PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM) A. Kegiatan Upaya Pencegahan dan Pengendalian Konsumsi Rokok dan Produk Tembakau Lainnya B. Kegiatan Upaya Penegakan Hukum dalam Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) 1. Upaya Penegakan KTR melalui Mekanisme Hukum 2. Upaya Penegakan KTR melaui Mekanisme Partisipatif C. Kegiatan Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat 1. Kegiatan Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular dan Cedera 2. Kegiatan Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit Menular 3. Kegiatan Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, dan Lansia
  • 7. 4. Kegiatan Upaya Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Berisiko pada Remaja D. Kegiatan Peningkatan SDM Kesehatan dalam Upaya Kesehatan Masyarakat BAB III PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK KEGIATAN UPAYA KESEHATAN PERORANGAN (UKP) A. Kegiatan Upaya Peningkatan Sarana dan Prasarana Kesehatan B. Kegiatan Upaya Peningkatan SDM Kesehatan dalam Upaya Kesehatan Perorangan BAB IV PENUTUP LAMPIRAN A. STRATEGI PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK BIDANG KESEHATAN 1. Penyediaan Data Dasar dan Analisis Situasi 2. Peningkatan Kapasitas SDM 3. Bina Suasana 4. Advokasi 5. Pemberdayaan Masyarakat 6. Kemitraan B. ESTIMASI PENERIMAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK BIDANG KESEHATAN BERDASARKAN JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010
  • 8. DAFTAR ISTILAH AKB ANGKA KEMATIAN BAYI AKI ANGKA KEMATIAN IBU APBD ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH APBN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ASI AIR SUSU IBU BOK BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN BPJS BADAN PENYELENGGARA JAMINANA SOSIAL DAK DANA ALOKASI KHUSUS DALYs DISABILITY ADJUSTED LIFE YEARS DAU DANA ALOKASI UMUM DBD DEMAM BERDARAH DENGUE DBHCHT DANA BAGI HASIL CUKAI DAN TEMBAKAU DPRD DEWAN PERWAKILAN DAERAH DTPK DAERAH TERPENCIL PERBATASAN DAN KEPULAUAN HIV HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS AIDs ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME IMS INFEKSI MENULAR SEKSUAL JKN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL KIE KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI KLB KEJADIAN LUAR BIASA KNPI KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA KTR KAWASAN TANPA ROKOK LSM LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT MDGs MILLENIUM DEVELOPMEN GOALS MMC MASS MEDIA CAMPAIGN MoU MEMORANDUM OF UNDERSTANDING MSG MONOSODIUM GLUTAMATE NAPZA NARKOTIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA NCDs NON COMMUNICABLE DISEASES
  • 9. OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH PDRD PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PHBS POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT PKPR PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PKRS PROMOSI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT PM PENYAKIT MENULAR PMR PALANG MERAH REMAJA PMS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PTM PENYAKIT TIDAK MENULAR RI REPUBLIK INDONESIA RKUD REKENING KAS UMUM DAERAH RS RUMAH SAKIT RT RUKUN TETANGGA RW RUKUN WARGA SDH SOCIAL DETERMINANT HEALTH SDKI SURVEY DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA SKPD SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH SKRT SURVEI KESEHATAN RUMAH TANGGA SMS SHORT MESSAGE SERVICE TMMC TARGETED MULTI MEDIA CAMPAIGN TOT TRAINING OF TRAINER UKM UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT UKP UPAYA KESEHATAN PERORANG UKS UNIT KESEHATAN SEKOLAH
  • 10. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) mengatur kebijakan dalam hal sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintah daerah terutama pengaturan pembagian dan penggunaan pajak rokok sebagai salah satu jenis pajak daerah. Adapun besaran tarif pajak rokok adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh instansi pemerintah pusat yang kemudian disetor ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Dana pajak rokok ini akan masuk ke RKUD Provinsi sebagai APBD provinsi dan akan ditransferkan ke Kabupaten/Kota. Pasal 94 ayat (1) butir C UU No. 28 tahun 2009 ini mengatur bahwa 70% (tujuh puluh persen) hasil penerimaan pajak rokok diserahkan kepada kabupaten/kota dan 30% (tiga puluh persen) diserahkan kepada provinsi. Dalam pasal 31 UU No. 28 tahun 2009 diatur bahwa penerimaan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Pengertian pelayanan kesehatan dan penegakkan hukum yang dimaksud dalam pasal 31 tersebut tertuang dalam aturan penjelas Undang- Undang ini bahwa “pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain: kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok, pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, serta penyediaan sarana
  • 11. 2 umum yang memadai bagi perokok (smoking area)”. Sedang penegakkan hukum yang dimaksud dalam aturan penjelas Undang-Undang ini adalah “penegakkan hukum sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah, yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain: pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakkan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Tambahan dana APBD untuk kesehatan yang bersumber dari penerimaan pajak rokok ini bersifat “On Top” (tidak mengurangi alokasi APBD untuk kesehatan yang telah ada selama ini). Adapun besaran dana pajak rokok yang akan diterima oleh masing-masing daerah terlampir dalam lampiran Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini. Saat ini, Indonesia tengah mengalami masalah multiple burden diseases, dimana penyakit menular masih banyak diderita oleh penduduknya disertai adanya serangan penyakit infeksi re-emergencies (DBD, malaria, dll) dan new- emergencies (flu burung, HIV/AIDs, dll). Selain itu, Indonesia juga harus menangani bermunculannya penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular yang belum teratasi. Dalam bahasa internasional, penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular dikenal sebagai Non-Communicable Diseases (NCDs), di Indonesia dikenal dengan Penyakit Tidak Menular (PTM). Tiga dekade terakhir, prevalensi PTM terus meningkat, dimana penyakit ini telah menjadi penyebab utama kematian di Indonesia sebagaimana tergambar dalam gambar 1.1 sebagai berikut:
  • 12. 3 Gambar 1.1 Distribusi Kematian pada Semua Umur menurut Kelompok Penyakit menurut Data SKRT 1995-2001 dan Riskesdas 2007 Berdasarkan diagram 1.1 di atas, 6% kematian pada semua kelompok umur di Indonesia disebabkan karena gangguan maternal/perinatal, 6,5% kematian disebabkan karena cedera dan 28.1% kematian semua umur disebabkan oleh penyakit menular sedangkan 59,5% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular, seperti penyakit kardiovaskular, stroke dan pembuluh darah lainnya, diabetes, hipertensi, penyakit sendi, penyakit paru obstruktif kronik, cedera dan berbagai jenis penyakit kanker. Dengan kata lain, selain masalah penyakit menular dan masalah perinatal/maternal yang merupakan salah satu indikator Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia juga sedang mengalami transisi epidemiologi dimana morbiditas dan mortalitas penyakit tidak menular menjadi permasalahan kesehatan yang harus segera ditanggulangi. Senada dengan hal tersebut, data The Indonesian Burden of Disease, Injuries and Risk Factors: Level, Trends and Policy Implication tahun 2010 sebagai
  • 13. 4 berikut juga menggambarkan penyakit penyebab kematian saat ini yang lebih didominasi oleh penyakit tidak menular. Tabel 1.1 The Indonesian Burden of Disease, Injuries and Risk Factors: Level, Trends and Policy Implication tahun 2010 No. Nama Penyakit No. Nama Penyakit 1 Stroke 11 Penyakit Ginjal Kronik 2 Tuberculosis 12 Tyfoid 3 Diare 13 Neonatal sepsis 4 Cedera/Injury 14 Kanker Paru-Paru 5 Penyakit Jantung Iskemik 15 Peryakit Kardio dan Sirkulasi 6 Penyakit Saluran Nafas Kronik (PPOK) 16 Hipertensive Hearth Diseases 7 Diabetes Mellitus 17 COPD 8 Neonatal Enchephalopathy 18 Malformasi Congenital 9 Preterm Birth Complication 19 Maternal Disorders 10 Cirrosis 20 Malaria Sumber: Kosen, 2010 Signifikansi permasalahan penyakit tidak menular di Indonesia akan meningkat menjadi masalah kesehatan masyarakat berikutnya jika dilihat dari faktor risikonya. Adanya pengembangan standar hidup yang meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk ditengarai sebagai hal yang merubah pola hidup masyarakat. Perubahan pola hidup ini meningkatkan faktor risiko penyebab penyakit tidak menular sehingga turut meningkatkan prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia. Akan tetapi, teori Barker mengenai epidemiologi penyakit tidak menular mengemukakan bahwa orang yang rentan dan kurang beruntung secara sosial akan sakit dan mati lebih cepat dibandingkan dengan orang-orang yang berkedudukan sosial lebih tinggi, oleh karena mereka berada pada kondisi dengan faktor risiko lebih dekat kepada
  • 14. 5 penyakit tidak menular, seperti gizi yang kurang dan lingkungan yang tidak sehat. Hal ini berarti tingkat morbiditas dan mortalitas akibat penyakit tidak menular dan faktor risikonya tidak hanya berpotensi kepada masyarakat dengan kelas ekonomi atas, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor- faktor sosial yang berpengaruh pada kesehatan (Social Determinant Health/SDH) yang berada di sekeliling kehidupan manusia sejak dari lahir, tumbuh, berkembang hingga bekerja, seperti: faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan budaya kehidupan atau etnis. Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan 3 (tiga) faktor risiko terbesar yang menyebakan penyakit tidak menular adalah rendahnya pola asupan makanan rendah sayur dan buah (93,6%), kurangnya aktivitas fisik (48,2%) dan tingginya pola konsumsi rokok (34,7%) penduduk Indonesia. Menurut data lain, yakni The Indonesian Burden of Disease, Injuries and Risk Factors: Level, Trends and Policy Implication, yang merupakan faktor risiko terbesar terhadap Disability Adjusted Life Year (DALYs) orang Indonesia tahun 2010 adalah pola makan yang berisiko (dietary risks), tekanan darah tinggi dan perilaku merokok. Hasil publikasi studi Soewarta Kosen tahun 2012 menunjukkan 12,7% kematian yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh penyakit yang terkait dengan rokok. Dengan kata lain, terdapat 190.260 kematian yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh penyakit yang terkait dengan rokok, dengan 100.680 kematian untuk laki-laki dan 89.580 kematian untuk perempuan. Adapun beban kerugian ekonomi akibat hilangnya waktu produktif terkait meningkatnya kematian, kesakitan, dan disabilitas terkait dengan merokok adalah sebesar Rp105,3 triliun per tahun. Rata-rata biaya rawat inap yang dihabiskan akibat penyakit terkait merokok adalah Rp1,38 triliun per tahun, sedang rata- rata biaya rawat jalan akibat penyakit terkait merokok adalah Rp0,26 triliun per tahun.
  • 15. 6 Saat ini Indonesia tengah menyusun skema jaminan sosial yang akan berlaku secara bertahap mulai 1 Januari 2014 melalui implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dimana setiap penduduk akan memperoleh hak kesehatan tanpa terkecuali (Universal Health Coverage). Dengan demikian, Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) akan dibiayai oleh dana JKN dari anggaran pembiayaan kesehatan Indonesia dalam APBN dan kumpulan premi pesertanya. Pada dasarnya, anggaran pembiayaan kesehatan Indonesia dalam APBN sendiri masih sangat rendah, yakni sekitar 2 ,5% - 3% Produk Domestik Bruto per tahunnya, padahal seharusya 5% dari APBN dan 10% dari APBD. Data National Health Account Indonesia tahun 2011 menyebutkan 50% dari belanja kesehatan Indonesia diperuntukkan untuk kegiatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif, yakni 28,46% untuk rawat inap, 21,71% untuk rawat jalan dan 0,15% untuk kegiatan rehabilitatif. Sementara belanja kesehatan Indonesia diperuntukkan untuk kegiatan yang bersifat promotif dan preventif hanya 8,11%. Gambar 1.2 Diagram Belanja Kesehatan Indonesia Menurut Fungsinya Tahun 2011 Sumber: National Health Account, 2011
  • 16. 7 Pembiayaan kegiatan Upaya Kesehatan Perortangan atau UKP (kuratif dan rehabilitatif lainnya) telah dibiayai oleh APBN dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sementara untuk kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat atau UKM (promotif preventif) dan pemberdayaan masyarakat masih sangat minim. Oleh karenanya, penggunaan dana pajak rokok untuk bidang kesehatan diprioritaskan untuk membiayai kegiatan UKM (promotif preventif) dan pemberdayaan masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kegiatan UKP (kuratif dan rehabilitatif lainnya) sesuai kebutuhan daerah masing-masing. Adapun harapan dampak jangka panjang dari penggunaan dana pajak rokok untuk kesehatan ini akan mampu menekan biaya kesehatan, sehingga program JKN dapat berlangsung dengan berkesinambungan. Dengan kata lain, peruntukan dana pajak rokok untuk kesehatan ini diharapkan dapat mengisi kekurangan dari program yang ada diluar belanja kesehatan rutin daerah. Sehingga tambahan dana APBD untuk kesehatan yang bersumber dari penerimaan pajak rokok yang bersifat “On Top” ini merupakan sumber pendapatan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang diharapkan penggunaannya dapat difokuskan ke pembiayaan kegiatan UKM (promotif preventif) dan pemberdayaan masyarakat agar dapat selaras dengan upaya percepatan pembangunan kesehatan 2015-2019.
  • 17. 8 Gambar 1.3 Kerangka Berpikir Upaya Percepatan Pembangunan Kesehatan 2015-2019 UU No 17 Th 2007 tentang RPJPN 2005- 2025 UU No 36 Th 2009 tentang Kesehatan, & Perpres 72/2012 SKN Penguatan UKM, promprev dan pemberdayaan masyarakat UU No 40 Th 2009 tentang SSJN & UU No 24 Th 2009 tentang BPJS, dll Penguatan Upaya Kesehatan Perorangan : JKN Upaya Percepatan Pembangunan Kesehatan Rancangan UU tentang Pemerintahan Daerah 2013 Kebijakan Pembangunan Kesehatan Pemerintah Daerah Upaya dan Organisasi Pembangunan Kesehatan di Pusat Upaya dan Organisasi Pembangunan Kesehatan di Daerah Definisi pelayanan promotif dan preventif dalam hal ini didasarkan pada Pasal 1 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pelayanan kesehatan promotif didefinisikan sebagai suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan bersifat promosi kesehatan. Sedang pelayanan kesehatan preventif didefinisikan sebagai suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu permasalahan kesehatan atau penyakit. Kementerian Kesehatan RI membuat Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini sebagai bentuk tanggung jawab terhadap derajat kesehatan
  • 18. 9 masyarakat Indonesia. Panduan umum ini dibuat bersama Kementerian Keuangan RI, Kementerian Dalam Negeri RI dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD FEUI). Panduan Umum ini membahas mengenai pengalokasian dana pajak rokok untuk bidang kesehatan agar pemanfaatan dana pajak rokok tepat sasaran sesuai dengan amanat UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Seluruh kegiatan dalam Panduan Umum ini merupakan “paket menu komprehensif” yang bersifat optional, berdasarkan kebutuhan penanganan permasalahan kesehatan masing-masing daerah. Dimana perencanaan dan penentuan program penggunaan dana pajak rokok untuk bidang kesehatan ini diharapkan dapat melibatkan masyarakat sesuai dengan sistem atau peraturan perencanaan yang sudah berlaku dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Penggunaan dana pajak rokok diperuntukan untuk kegiatan penanganan masalah kesehatan yang belum didanai dari APBN, APBD, DAK, DAU, Dana Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, DBHCHT, dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) dan sumber pembiayaan kesehatan lainnya di masing-maisng daerah. Sehingga Pemerintah Daerah dan SKPD lintas sektor di daerah dirasa perlu untuk memilih kegiatan mana yang sudah dan belum didanai oleh sumber dana tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada duplikasi atau overlapping sumber pendanaan untuk suatu kegiatan sebagaimana arahan dari Kementerian Keuangan RI. Oleh karenanya, pelaksanaaan dan perencanaan kegiatan yang tercantum dalam panduan ini dapat dilakukan dengan melibatkan peran lintas sektor dan masyarakat. Berdasarkan pengalaman di beberapa daerah, peruntukan dana DAK, Dana Dekon & Tugas Perbantuan dan DBHCHT lebih diarahkan pada pembangunan kesehatan secara fisik, oleh karenanya akan lebih tepat guna jika peruntukan penggunaan dana pajak
  • 19. 10 rokok ini diutamakan untuk kegiatan UKM (promotif preventif) dan pemberdayaan masyarakat. Gambar 4.1 Skema Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan Pasal 31 UU No. 28 tahun 2009: penerimaan pajak rokok, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Selain itu, pelaksanaan kegiatan pemanfaatan dana pajak rokok di setiap daerah dilakukan dengan memperhatikan panduan pembagian urusan bidang promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sebagai berikut: Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan & Penegakan Hukum (50%) Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) A. Pengendalian Konsumsi Rokok dan Produk Tembakau Lainnya B. Penegakan Hukum dalam Kebijakan KTR C. Pelayanan Kesehatan Masyarakat 1. Upaya Penurunan Faktor Risiko PTM & Cedera 2. Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit Menular 3. Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak dan Lansia 4. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Berisiko pada Remaja Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) A. Peningkatan Sarana & Prasarana Kesehatan, baik di Faskes Primer maupun Faskes Lanjutan. B. Peningkatan Kualitas SDM Upaya Kesehatan Perorangan Dana Pajak Rokok Dana Pajak Rokok untuk Pembangunan Bidang Lainnya
  • 20. 11 No Sub Urusan Sub-Sub Urusan Pusat Provinsi Kabupaten/Kota 1 Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat Pengelolaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat di kantor-kantor pemerintahan milik Pusat, RSU milik Pusat, Perguruan Tinggi, serta organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan tingkat Pusat Pengelolaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat di kantor-kantor milik Pemerintah Provinsi, RSUD provinsi, Sekolah menengah dan sederajat, tempat-tempat umum (bandara, pelabuhan, stasiun, pusat olahraga, pusat pertunjukkan), serta organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan tingkat provinsi Pengelolaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat di tingkat masyarakat, kantor-kantor milik Pemerintah kabupaten/kota, puskesmas, RSUD kabupaten/kota, sekolah pendidikan dasar, tempat- tempat umum (pasar, pusat perbelanjaan, terminal, dermaga), serta organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan tingkat kabupaten/kota Bina Suasana Bina suasana individu, Publik, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan di tingkat nasional Bina suasana individu, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan di tingkat provinsi Bina suasana individu, kelompok, dan masyarakat umum di tingkat kabupaten/kota (termasuk desa dan kecamatan) Advokasi Advokasi tokoh masyarakat formal dan informal di tingkat nasional Advokasi tokoh masyarakat formal dan informal di tingkat provinsi Advokasi tokoh masyarakat formal dan informal di tingkat kabupaten/kota Kemitraan Kemitraan dengan Organisasi masyarakat tingkat nasional Kemitraan dengan Organisasi masyarakat tingkat provinsi Kemitraan dengan Organisasi masyarakat tingkat kabupaten/kota Pelatihan Pelatihan promosi kesehatan kepada petugas provinsi Pelatihan promosi kesehatan bagi petugas kabupaten/kota Pelatihan kader, tokoh masyarakat, dan petugas promosi kesehatan di Puskesmas
  • 21. 12 B. Tujuan Tujuan dari penggunaan dana pajak rokok untuk bidang kesehatan, antara lain: 1. Tujuan Umum Penggunaan dana pajak rokok yang tepat guna, tepat sasaran, dan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik. 2. Tujuan Khusus 1) Penggunaan dana pajak rokok dapat tepat guna, tepat sasaran, dan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan negara dengan tata kelola pemerintahan yang baik. 2) Penggunaan dana pajak rokok dapat mendukung tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik, mulai dari preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. 3) Penggunaan dana pajak rokok dapat mengurangi faktor risiko penyakit tidak menular dan cedera. 4) Penggunaan dana pajak rokok dapat mengurangi faktor risiko penyakit menular. 5) Penggunaan dana pajak rokok dapat mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu, anak serta lansia. 6) Penggunaan dana pajak rokok dapat mendukung upaya pengendalian perilaku berisiko pada remaja. 7) Penggunaan dana pajak rokok ini akan mendorong pemberdayaan masyarakat dalam menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan mereka untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. 8) Penggunaan dana pajak rokok dapat meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular
  • 22. 13 dan cedera, penyakit menular, kesehatan ibu, anak dan lansia, serta perilaku berisiko pada remaja. C. Sasaran Sasaran dari Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini, antara lain: 1. Dinas Kesehatan di tiap provinsi dan kabupaten/kota. 2. Fasilitas pelayanan kesehatan (RS, Puskesmas dan jaringannya) di tiap provinsi dan kabupaten/kota. 3. Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, antara lain: jajaran Pemerintah Daerah, Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pendapatan Daerah atau Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah, Badan Pemberdayaan Masayarakat, Badan Pengawas dan Lembaga Penegak Peraturan Daerah. 4. DPRD di tiap provinsi dan kabupaten/kota 5. Akademisi dan Organisasi Profesi Kesehatan di masing- masing daerah. 6. Organisasi Kemasyarakatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat peduli kesehatan di masing-masing daerah. D. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  • 23. 14 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional 8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 541/Menkes/Per/VI/2008 10. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 188/Menkes/PB/I/2011 dan No. 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok E. Pengertian Dalam Panduan Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini yang dimaksud dengan: 1. Kesehatan Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)
  • 24. 15 2. Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) 3. SDM Kesehatan SDM Kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 541/Menkes/Per/VI/2008). Dalam Panduan Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini, SDM Kesehatan yang dimaksud dapat merupakan tenaga nonkesehatan, petugas penyuluh dan lain-lain diluar pengertian Tenaga Kesehatan. 4. Upaya Kesehatan Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah dan/atau Masyarakat. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) 5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
  • 25. 16 Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) 6. Pemerintah Daerah Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah) 7. Pemerintahan Daerah Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah) 8. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. UKM mencakup upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, kesehatan jiwa, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan obat dan perbekalan kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif (bahan tambahan makanan),
  • 26. 17 pengamanan makanan, pengamanan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Hal ini menyesuaikan Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. 9. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, swasta dan atau pemerintah, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. UKP mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan. Hal ini menyesuaikan dengan amanat Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. 10. Desa Terpencil, Desa Tertinggal dan Pulau-Pulau Kecil 1) Desa Terpencil Desa Terpencil merupakan kawasan perdesaan yang terisolasi dari pusat pertumbuhan atau daerah lain akibat tidak memiliki atau kekurangan sarana (infrastrukur) perhubungan, sehingga menghambat pertumbuhan/perkembangan kawasan. Kriteria untuk menentukan (mengindikasikan) Desa Terpencil dalam kegiatan ini yaitu: 1. Daerah perdesaan (unit administratif desa) 2. Sarana/ Infrastruktur Aksesibilitas Kurang/Tidak Ada (Jalan, Jembatan, dll) 3. Secara Geografis Jauh dari Pusat Pertumbuhan
  • 27. 18 4. Ada Isolasi Geografis yang memisahkan dari daerah lain 2) Desa Tertinggal Desa Tertinggal merupakan kawasan perdesaan yang ketersediaan sarana dan prasarana dasar wilayahnya kurang atau tidak ada (tertinggal) sehingga menghambat pertumbuhan/perkembangan kehidupan masyarakatnya dalam bidang ekonomi (kemiskinan) dan bidang pendidikan (keterbelakangan). Kriteria untuk menentukan (mengindikasikan) Desa Tertinggal dalam kegiatan ini yaitu: 1. Daerah perdesaan (unit administratif desa) 2. Prasarana Dasar Wilayah Kurang/Tidak Ada (air bersih, listrik, irigasi) 3. Sarana Wilayah Kurang/Tidak Ada: a. Sarana Ekonomi: (Pasar, Pertokoan, PKL, Industri) b. Sarana Sosial: (Kesehatan dan Pendidikan) c. Sarana Transportasi: (Terminal, Stasiun, Bandara, dll) 4. Perekonomian masyarakat rendah (Miskin/Pra Sejahtera). 5. Tingkat Pendidikan Rendah (Terbelakang/ Pendidikan kurang dari 9 tahun). 6. Produkitivitas Masyarakat Rendah (Pengangguran pada usia produktif) 3) Pulau-Pulau Kecil Pulau-Pulau Kecil merupakan Suatu daratan yang pada saat pasang tertinggi tidak tertutupi air, dengan luas kurang dari 2.000 km², memiliki komunitas permukiman, memiliki keterbatasan sarana aksesibilitas dan ketersediaan sarana dan prasarana dasar wilayahnya kurang/tidak ada. Kriteria untuk menentukan (mengindikasikan) Pulau-Pulau Kecil dalam kegiatan ini yaitu:
  • 28. 19 1. Pulau dengan Luas < 2.000 km² 2. Memiliki Unit Komunitas (RT, RW, Desa, dst) 3. Sarana/Infrastruktur Aksesibilitas Kurang/Tidak Ada (Dermaga, Bandar Udara) 4. Prasarana Dasar Wilayah Kurang/Tidak Ada (Air Bersih, Listrik) 5. Sarana Wilayah Kurang/Tidak Ada: a. Sarana Ekonomi: (Pasar, Pertokoan, PKL, Industri) b. Sarana Sosial: (Kesehatan dan Pendidikan) c. Sarana Transportasi Lokal 11. Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah suatu kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) 12. Pelayanan Kesehatan Kuratif Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) 13. Pelayanan Kesehatan Preventif Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu permasalahan kesehatan atau penyakit. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)
  • 29. 20 14. Pelayanan Kesehatan Promotif Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan bersifat promosi kesehatan. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) 15. Promosi Kesehatan Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. (Rencana Operasional Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI) 16. Penyakit Tidak Menular (PTM) Penyakit tidak menular merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius), penyakit kronis, menahun yang karena panjangnya periode sakit tersebut membelanjakan sumber daya, terutama finansial, yang tidak sedikit atau biasa disebut sebagai penyakit degeneratif. Contoh penyakit tidak menular, antara lain: penyakit kardiovaskular, stroke dan pembuluh darah lainnya, diabetes, hipertensi, penyakit sendi, penyakit paru obstruktif kronik, cedera dan berbagai jenis penyakit kanker. (World Health Organization) 17. Faktor Risiko PTM Faktor risiko PTM merupakan suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PTM pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko yang dimaksud antara lain: kurang aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan tidak seimbang, merokok, konsumsi alkohol, obesitas, hyperglikemia, hipertensi,
  • 30. 21 hiperkolesterol, dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, misalnya perilaku berlalu lintas yang tidak benar. 18. Penyakit Menular (PM) Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi seperti virus, bakteri, maupun parasit, bukan disebbakan karena faktor fisik, seperti luka bakar atau kimia seperti keracunan. (World Health Organization) 19. Faktor Risiko PM Faktor risiko PM merupakan suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PM pada seseorang atau kelompok tertentu, seperti udara dan/atau air yang tidak bersih, jarum suntik, transfusi darah, serta tempat makan atau minum bekas penderita yang masih kurang bersih saat dicuci, hubungan seksual, dan lain-lain. 20. Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR, adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. (Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 188/Menkes/PB/I/2011 dan No. 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok) 21. Produk Tembakau Produk Tembakau adalah suatu produk yang secara keseluruhan atau sebagian terbuat dari daun tembakau sebagai bahan bakunya yang diolah untuk digunakan dengan cara dibakar, dihisap, dan dihirup atau dikunyah.
  • 31. 22 (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan). Produk tembakau dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini adalah termasuk rokok, e-cigarette dan sisha. 22. Rokok Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan) 23. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Lansia Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Lansia merupakan suatu program yang meliputi pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi dan balita, terutama dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Selain itu, upaya Kesehatan Ibu, Anak dan Lansia dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini juga mencakup program yang meliputi pelayanan dan pemeliharaan penduduk usia lanjut usia, dalam rangka penyehatan, kemudahan akses dan peningkatan produktivitasnya.
  • 32. 23 24. Determinan Kesehatan Sosial / Social Determinant of Health (SDH) Social Determinant of Health di Indonesia adalah kondisi- kondisi yang mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang, mulai dari lahir, tumbuh, bekerja dan menjadi tua, yang termasuk didalamnya kondisi sistem kesehatan, seperti: kemiskinan, kebijakan publik, ketahanan pangan, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, perumahan, transportasi, lingkungan dan jaringan di sekitar. SDH dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini disebut juga sebagai faktor- faktor sosial yang mempengaruhi kesehatan 25. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga Sadar Gizi adalah suatu keluarga yang mampu mengenali, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut sebagai Kadarzi apabila telah berperilaku gizi yang baik dan dicirikan minimal dengan: o Menimbang berat badan secara teratur, o Memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 (enam) bulan (ASI ekslusif), o Makan beranekaragam, o Menggunakan garam beryodium, o Minum suplemen gizi (Tablet Tambah Darah, Kapsul Vitamin A dosis tinggi, dll) sesuai anjuran. 26. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang, keluarga, atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan. 27. Perilaku Berisiko Perilaku Berisiko adalah setiap perilaku atau tindakan yang meningkatkan kemungkinan seseorang tertular atau
  • 33. 24 menularkan penyakit/masalah kesehatan. Dalam konteks pemanfaatan dana pajak rokok untuk kesehatan ini, perilaku berisiko yang dimaksud adalah penggunaan NAPZA, pencegahan tawuran, pencegahan perilaku aman dan tertib dalam berkendara, pengendalian HIV/AIDs dan Infeksi Menular Lainnya. 28. HIV/AIDS HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi, seperti di dalam darah, air mani atau cairan vagina, dan ASI. Virus ini menyerang kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan berbagai penyakit yang datang. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular berbagai penyakit. Hal itu terjadi karena sistem kekebalan dalam tubuh menurun. 29. NAPZA NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/ zat/ obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/ susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan, dan ketergantungan. 30. Zat Adiktif Zat Adiktif adalah bahan yang menyebabkan adiksi atau ketergantungan yang membahayakan kesehatan dengan ditandai perubahan perilaku, kognitif, dan fenomena fisiologis, keinginan kuat untuk mengonsumsi bahan tersebut, kesulitan dalam mengendalikan penggunaannya,
  • 34. 25 memberi prioritas pada penggunaan bahan tersebut daripada kegiatan lain, meningkatnya toleransi dan dapat menyebabkan keadaan gejala putus zat. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan) 31. Infeksi Menular Seksual (IMS) Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual (PMS) atau Sexually Transmitted Disease (STDs), Sexually Transmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). Pengertian dari IMS ini adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin atau penyakit kotor. Namun ini hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin. (Ditjen PPM & PL, 1997). 32. Populasi Berperilaku Risiko Tinggi Populasi yang mempraktikkan perilaku berisiko tinggi melakukan tawuran, berkendara dengan tidak tertib dan aman, menggunakan NAPZA, terinfeksi HIV/AIDS dan IMS lainnya.
  • 35. 26 BAB II KEGIATAN PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM) Adapun yang dimaksud dengan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. UKM mencakup upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, kesehatan jiwa, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan obat dan perbekalan kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif (bahan tambahan makanan), pengamanan makanan, pengamanan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Hal ini menyesuaikan Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Berikut adalah daftar kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan penggunaan dana pajak rokok untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat. Kegiatan ini dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan prioritas kebijakan kesehatan di masing-masing daerah. A. Kegiatan Penggunaan Dana Pajak rokok untuk Pengendalian Konsumsi Rokok dan Produk Tembakau Lainnya Kondisi perokok di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa prevalensi
  • 36. 27 merokok Indonesia sebesar 36,1% setara dengan 61 juta orang. Data tersebut diperkuat oleh Global Adults Tobacco Survey (GATS) 2011 yang menunjukkan prevalensi merokok di Indonesia sebesar 36,1%, dimana 67,4% laki laki di Indonesia merokok. Konsekuensi daripada itu, perlahan dan pasti penduduk Indonesia terancam oleh berbagai penyakit berbahaya akibat merokok yang cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Seluruh kegiatan dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini merupakan “paket menu komprehensif” yang bersifat optional, berdasarkan kebutuhan penanganan permasalahan kesehatan masing-masing daerah. 1. Penyediaan Data Dasar dan Analisis Situasi Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka penyediaan data dasar (database) dan analisis situasi permasalahan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya serta dampak konsumsinya, termasuk sisha dan e- cigarette di masing-masing daerah, antara lain: 1) Pengumpulan data mengenai beban konsumsi rokok dan/atau produk tembakau lainnya di masing-masing daerah jika diperlukan. 2) Rekapitulasi dan penyimpulan data konsumsi rokok dan/atau produk tembakau lainnya, beserta penyakit akibat/berkaitan dengan rokok yang telah tersedia bagi masing-masing daerah bersumber dari data yang telah tersedia, seperti data Riskesdas, Susenas, SKRT, SDKI, dan lain-lain. 3) Rekapitulasi data penyakit berkaitan dengan dampak konsumsi rokok dan/atau produk tembakau lainnya di tingkat Puskesmas dan RS masing-masing daerah. 4) Pembuatan Sistem Informasi Manajemen Data konsumsi rokok dan/atau produk tembakau lainnya, beserta penyakit akibat/berkaitan dengan rokok yang
  • 37. 28 disertai dengan faktor risikonya di masing-masing daerah. 5) Pembuatan buletin/newsletter/factsheet secara berkala terkait trend konsumsi rokok dan/atau produk tembakau lainnya, trend penyakit akibat/berkaitan dengan rokok dan/atau produk tembakau lainnya, beserta dampaknya di masing-masing daerah, baik dampak kesehatan, ekonomi, sosial maupun dampak psikologis dari konsumsi rokok. 6) Analisis situasi dan perencanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya melalui penggunaan dana pajak rokok untuk bidang kesehatan, dengan melibatkan forum kota sehat dan/atau forum kesehatan di masing- masing daerah. 7) Sosialisasi hasil analisis situasi ke pemangku kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, dan media massa. 2. Kapasitas SDM Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka kapasitas SDM kegiatan pencegahan dan pengendalian permasalahan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, serta dampak konsumsi rokok termasuk sisha dan e-cigarette di masing-masing daerah, antara lain: 1) Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building siswa, mahasiswa, sukarelawan, tenaga kepemudaan, petugas penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan mengenai upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, terutama berkenaan bahaya merokok, bahaya asap rokok dan cara berhenti merokok.
  • 38. 29 2) Pelatihan dan perbekalan pengetahuan yang berkesinambungan mengenai bahaya rokok dan produk tembakau lainnya, sampai dengan cara berhenti merokok. 3) Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building petugas penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan mengenai materi komunikasi sosial dalam upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya. 4) Pelatihan komunikasi sosial dan pembekalan cara penyusunan strategi menciptakan perubahan perilaku merokok, mengonsumsi sisha atau pun e-cigarette sesuai dengan situasi dan analisis permasalahan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah. 5) Pelatihan teknologi sosial media kepada petugas penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan mengenai upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya. 3. Bina Suasana Berikut ini pilihan kegiatan dalam rangka bina suasana upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette di masing-masing daerah, antara lain: 1) Gerakan memasyarakatkan bahaya merokok dan produk tembakau lainnya dan/atau bahaya bahaya asap rokok. a. Pelaksanaan kampanye dan gerakan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah.
  • 39. 30 b. Roadshow bahaya dan dampak merokok antar sekolah, tempat kerja dan tempat-temapat umum di masing-masing daerah. c. Pemasangan billboard iklan bahaya merokok dan bahaya asap rokok di tempat-tempat publik. d. Pengadaan kontes duta eliminasi konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, serta berbagai lomba antar desa terkait pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette, di masing-masing daerah. e. Sosialisasi adanya klinik berhenti merokok di daerah masing-masing. 2) Menyelenggarakan sosialisasi/lokakarya/orientasi/sarasehan/semiloka dengan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha/swasta, media massa, organisasi profesi kesehatan dan institusi pendidikan di masing-masing daerah dalam rangka upaya gerakan dan mobilisasi sosial pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya. 3) Pelaksanaan pers briefing dan jumpa pers secara berkesinambungan agar kelompok media massa mengetahui permasalahan dan perkembangan terkini mengenai masalah konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya beserta dampaknya, sehingga terbentuk opini positif yang mendukung upaya pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette.
  • 40. 31 4) Menyebarluaskan pesan-pesan pencegahan dan pengendalian konsumsi dan dampak konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e- cigarette, di masing-masing daerah melalui: a. Produksi dan penayangan variety show di televisi nasional dan lokal. b. Produksi dan penayangan iklan layanan masyarakat di televisi, koran dan majalah nasional dan lokal. c. Penulisan dan penerbitan advertorial dan artikel secara reguler di koran dan majalah nasional dan lokal. d. Pengembangan media seni, seperti musik, tarian, teater dan lainnya dalam upaya penyebarluasan pesan pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette. e. Pembuatan iklan layanan masyarakat mengenai pengendalian konsumsi rokok dan penyakit akibat/berkaitan dengan rokok di media tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota masing-masing daerah. 5) Menyebarluaskan pesan-pesan pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan dampak konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette, di masing-masing daerah melalui: a. Pengembangan dan operasionalisasi website. b. Pengembangan dan operasionalisasi facebook. c. Pengembangan dan operasionalisasi twitter. d. Pengembangan dan operasionalisasi SMS gateway. e. Pengembangan dan operasionalisasi sosial media lainnya.
  • 41. 32 6) Pemasangan media promosi kesehatan lainnya secara tematik dan serentak di RS, Puskesmas, Pustu, Poskesdes, Polindes, Posyandu, Posbindu, serta di seluruh kantor pemerintahan/instansi dan mading/billboard/screen alun-alun masing-masing daerah mengenai pengurangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette. 7) Penyuluhan/KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) secara rutin mengenai bahaya merokok dan/atau bahaya asap rokok sampai dengan cara berhenti merokok pada tingkat rumah tangga, sekolah, kantor dan institusi lainnya sampai dengan ke pertemuan tingkat masyarakat di masing-masing daerah. 8) Optimalisasi kegiatan PKRS (Promosi Kesehatan di Rumah Sakit) berkaitan dengan upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette. 4. Advokasi Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka advokasi upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok termasuk sisha dan e-cigarette di masing-masing daerah, antara lain: 1. Pemetaan kebijakan yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, baik kebijakan yang sudah ada maupun yang belum ada. 2. Sosialisasi hasil pemetaan kebijakan yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya dengan
  • 42. 33 melibatkan forum kota sehat dan/atau forum kesehatan di masing-masing daerah. 3. Pembuatan dan/atau penegakkan regulasi terkait upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, antara lain: 1) Kegiatan fasilitasi pertemuan dan pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau penegakkan aturan pembatasan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, antara lain: a. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau penegakkan aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). b. Pembentukan regulasi daerah mengenai pelarangan seluruh mini dan/atau super market di masing-masing daerah untuk mencantumkan tulisan “Disini Jual Rokok” tanpa memajang rokok yang dijual di tokonya. c. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau penegakkan aturan pelarangan pembelian rokok oleh anak usia dibawah 18 tahun, termasuk larangan pembelian rokok secara satuan/eceran. d. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau penegakkan aturan pembatasan pemasangan iklan produk rokok dan produk tembakau lainnya di berbagai media masing-masing daerah. e. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau penegakkan aturan pembatasan peredaran rokok, sisha, e- cigarette, dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah.
  • 43. 34 f. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau penegakkan aturan pembatasan pemberian dan penerimaan beasiswa, sponsorship dan upaya pemasaran rokok dan produk tembakau lainnya di daerah masing-masing. g. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembatasan jumlah dan/atau pengaturan mini market berkonsep kafe, terutama untuk kalangan muda. Hal ini dilakukan dalam rangka upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette, konsumsi gula, lemak, minuman bersoda, minuman berkafein, minuman beralkohol, junk food, dan diet tidak sehat lainnya, terutama pada penduduk usia muda. 4. Melaksanakan pelatihan advokasi kebijakan yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette. 5. Melaksanakan kegiatan advokasi ke pemangku kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, dan media massa terkait upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette. 6. Melaksanakan advokasi kepada pemilik/dewan redaksi agar bersedia menayangkan pesan-pesan terkait upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette dengan harga “bersahabat” dan pada waktu/halaman utama.
  • 44. 35 7. Menyelenggarakan lokakarya media tentang gerakan upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette untuk menyebarluaskan bahaya konsumsinya di daerah masing-masing. 8. Sosialisasi regulasi/peraturan yang terbentuk terkait upaya pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette. 5. Pemberdayaan Masyarakat Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka pemberdayaan yang dapat dilakukan untuk upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette di masing-masing daerah. Kegiatan pemberdayaan ini dapat diterapkan, baik untuk pemberdayaan perorangan, kelompok maupun pemberdayaan masyarakat secara umum: 1) Upaya Pemberdayaan Perorangan (perorangan, kader, tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama, tokoh muda, tokoh politik, tokoh swasta dan tokoh populer di masing-masing daerah) dalam hal upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok, baik di rumah tangga, sekolah, tempat bekerja maupun di lingkungan secara umum. a. Pemberian pengetahuan dan pemberdayaan mengenai cara pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette. b. Pemberdayaan kader, tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama, tokoh politik, tokoh swasta dan tokoh populer untuk menginisiasi gerakan
  • 45. 36 pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette. c. Konseling/bimbingan tenaga kesehatan terhadap pasien dan/atau masyarakat, terutama ibu hamil dan masyarakat dengan riwayat penyakit akibat/berkaitan dengan rokok dan asap rokok atau produk tembakau lainnya. d. Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan perseorangan oleh kader-kader kesehatan di masing-masing daerah. 2) Upaya pemberdayaan kelompok (kelompok atau kelembagaan yang ada di masayarakat, seperti: RT/RW, kelurahan, kelompok adat, organisasi swasta, organisasi wanita, organisasi pemuda dan organisasi profesi) dalam hal upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok, baik di rumah tangga, sekolah, tempat bekerja maupun di lingkungan secara umum. a. Pembentukan dan pemberdayaan kelompok- kelompok penggerak pencegahan perilaku merokok dan produk tembakau lainnya di masing- masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette. b. Pembentukan dan pemberdayaan keluarga sadar bahaya konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette. c. Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan kelompok oleh kader-kader kesehatan di masing- masing daerah. 3) Upaya pemberdayaan masyarakat dalam hal upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, baik di rumah tangga, sekolah, tempat bekerja maupun di lingkungan secara umum.
  • 46. 37 4) Optimalisasi kegiatan berbasis Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pemberdayaan Kader Kesehatan berkaitan dengan upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette. 5) Optimalisasi kegiatan berbasis Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan pos kesehatan di Pondok Pasantren (Pokestren) berkaitan dengan upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e- cigarette. 6) Optimalisasi kegiatan kepemudaan, seperti: pramuka, PMR, karang taruna, pencerah nusantara dan sejenisnya dalam bidang kesehatan sebagai bentuk pemberdayaan partisipasi generasi muda dalam upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e- cigarette. 7) Pembiayaan kegiatan yang menunjang operasional Posyandu, Posbindu, PKK, UKS, Poskestren dan organisasi sejenisnya dalam upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette. 8) Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan kelompok oleh kader-kader kesehatan di masing- masing daerah. 6. Kemitraan Berikut ini adalah kegiatan yang dapat dilakukan dengan mengikutsertakan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam program kemitraan di masing-masing daerah dalam pemanfaatan dana pajak rokok, antara lain: 1) Diskusi pemecahan masalah kesehatan antara Dinas Kesehatan Prov/Kab/Ko di masing-masing daerah dengan Forum Kota Sehat di masing-masing daerah.
  • 47. 38 Apabila belum ada forumnya maka perlu dibentuk sebuah Forum Peduli Kesehatan di masing-masing daerah. Dinas Kesehatan bersama dengan Forum tersebut mengumumkan/sosialisasi peluang pemecahan masalah pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette, berbasis kemitraan melalui partisipasi masyarakat dalam penggunaan dana pajak rokok. 2) Pengusulan proposal kegiatan oleh lembaga (calon mitra) ke Dinas Kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette. Yang dapat bertindak sebagai lembaga calon mitra, antara lain: kelompok-kelompok peduli kesehatan atau organisasi-organisasi kemasyarakatan, media massa dan swasta/dunia usaha untuk berperan aktif dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui penggunaan dana pajak rokok. 3) Seleksi proposal dan pengumuman program/proposal terpilih oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/ Kota dan anggota Forum Kota Sehat atau Forum Peduli Kesehatan yang dibentuk di masing-masing daerah. 4) Penandatangan Perjanjian Kerja Sama (MoU) antara Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dengan lembaga pelaksana program (mitra) terpilih. 5) Implementasi kegiatan lembaga mitra dengan melaksanakan program yang terpilih dalam upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e- cigarette. 6) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan lembaga mitra yang terpilih.
  • 48. 39 7) Sosialisasi hasil pelaksanaan program terpilih terkait upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, serta laporan pertanggungjawaban lembaga pelaksana program kepada Dinas Kesehatan di masing-masing daerah. 8) Evaluasi program kemitraan di masing-masing daerah. B. Kegiatan Penggunaan Dana Pajak rokok untuk Penegakan Hukum dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Konsumsi Rokok dan Produk Tembakau Lainnya Pasal 31 UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa “Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang”. Dalam aturan penjelas Pasal 31 UU No. 28 tahun 2009 ini kegiatan penegakan hukum sesuai dengan kewenangan pemerintah masing- masing daerah dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain. Kegiatan penegakan hukum yang dapat didanai oleh dana pajak rokok daerah sesuai dengan aturan penjelas Undang-Undang ini, antara lain: a. Pemberantasan peredaran rokok ilegal, dan b. Penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hal tersebut, dana pajak rokok dalam hal penegakan hukum terkait upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya dapat diperuntukan untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Pemberantasan peredaran rokok ilegal 2. Penegakan hukum dalam kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
  • 49. 40 3. Penegakan hukum dalam kebijakan lainnya terkait dengan rokok dan produk tembakau lainnya 1. Upaya Pemberantasan Peredaran Rokok Ilegal Upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal pada dasarnya tidak sepenuhnya masuk ranah dan tanggung jawab bidang kesehatan, oleh karenanya pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain. Upaya pemberantasan dan peredaran rokok ilegal itu sendiri misalnya: a. Upaya pencegahan dan pembinaan (sosialisasi) baik kepada masyarakat umum, pengusaha hasil tembakau, pedagang rokok maupun agen transportasi dan jasa titipan (pengiriman barang) b. Operasi pasar dan operasi tempat produksi rokok ilegal c. Upaya sinkronisasi kerjasama sinergis antara KPPBC (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai) masing-masing daerah dengan Pemerintah Daerah penerima DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) untuk melakukan sosialisasi dan pembinaan dalam upaya pemberantasan BKC ilegal khususnya peredaran rokok ilegal di tempat penjualan eceran (pasar). d. Kegiatan lainnya terkait upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal di masing-masing daerah. 2. Penegakan hukum dalam kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kegiatan penegakan hukum dalam kebijakan KTR merupakan amanat konstitusi yakni UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 115. Dalam pasal 115 ayat (1) UU ini, disebutkan bahwa “Kawasan Tanpa Rokok, antara lain: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum dan
  • 50. 41 tempat lain yang ditetapkan” dan dalam pasal 115 ayat (2) UU ini jelas dinyatakan bahwa setiap “Pemerintah daerah wajib menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya”. Selain itu, kebijakan KTR ini juga merupakan amanat dari PP No. 109 Tahun 2012 pasal 49, 50, 51 dan 52. Kegiatan penegakan hukum melalui dana pajak rokok daerah dapat dilakukan melalui mekanisme hukum dan mekanisme partisipatif sebagaimana penjelasan sebagai berikut. a. Upaya Penegakan KTR melalui Mekanisme Hukum Upaya penegakan KTR ini dilakukan oleh daerah yang telah memiliki peraturan KTR di wilayahnya. Operasi kegiatan ini dengan cara kunjungan ke suatu wilayah sasaran KTR dan mendatangkan hakim, jaksa, dan aparat penegak hukum lainnya. Perokok yang tertangkap sedang merokok di area KTR akan dibawa ke zona/spot tertentu di area tersebut yang telah ditentukan sebagai tempat peradilan. Perokok tersebut akan menjalani proses peradilan sebagai konsekuensi dirinya melanggar hukum, dalam hal ini merokok di area dilarang merokok (KTR). Salah satu daerah yang telah membuat dan menegakan KTR sebagaimana upaya ini adalah Kota Bogor. b. Upaya Penegakan KTR melalui Mekanisme Partisipasi Oleh karena biaya yang dibutuhkan dalam upaya penegakkan KTR melalui mekanisme hukum cukup tinggi, penggunaan dana pajak rokok untuk kesehatan juga dapat diperuntukkan bagi upaya penegakan KTR secara partisipatif. Kegiatan ini dilakukan dengan cara, antara lain: 1) Para peserta terlatih dalam pelatihan/TOT program pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
  • 51. 42 produk tembakau lainnya diberdayakan untuk menjadi tim penggerak kegiatan-kegiatan penegakan KTR di daerah masing-masing. 2) Merekrut duta/komunitas/sukarelawan-sukarelawan penegak KTR yang akan ditempatkan di area-area dilarang merokok di masing-masing daerah. 3) Sukarelawan-sukarelawan penegak KTR ini akan bertugas di sarana-sarana umum, seperti: sekolah, terminal, stasiun atau tempat rekreasi dan lain-lain kemudian bertugas untuk menegur perokok yang merokok di area KTR sampai dengan menganjurkan perokok untuk mematikan rokoknya. 3. Penegakan hukum dalam kebijakan yang terkait dengan rokok dan produk tembakau lainnya. Kegiatan penegakan hukum dalam kebijakan yang terkait dengan rokok dan produk tembakau lainnya sekurang- kurangnya diperuntukan bagi kegiatan penegakan hukum UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dan/atau peraturan yang memperbaharuinya. Untuk kegiatan penegakan hukum dalam kebijakan yang terkait dengan rokok dan produk tembakau lainnya sesuai dengan PP 109 Tahun 2012, kegiatan penegakan hukum bersumber dari dana pajak rokok dapat dilakukan antara lain untuk kegiatan sebagai berikut: a. Penegakan hukum bagi pelanggaran aturan pengujian kandungan/kadar Nikotin dan Tar per batang untuk setiap varian rokok dan produk tembakau lainnya yang diproduksi (Pasal 10) dan pelaporan kadar/kandungan tersebuat kepada pihak yang berwenang (Pasal 11).
  • 52. 43 b. Penegakan hukum bagi pelanggaran aturan pencantuman peringatan kesehatan berbentuk gambar dan tulisan bagi setiap rokok dan produk tembakau lainnya yang diproduksi dan/atau diimpor ke wilayah Indonesia (Pasal 14). Kebijakan ini juga dikenal sebagai PHW (Pictorial Health Warning) dimana pihak Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan detail pengaturannya dalam Permenkes No. 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau. c. Penegakan hukum bagi pelanggaran aturan pencantuman keterangan atau tanda apapun yang menyesatkan atau kata-kata yang bersifat promotif, pencantuman kata kata “Light”, “Ultra Light”, “Mild”, “Extra Mild”, “Low Tar”, “Slim”, “Special”, “Full Flavour”, “Premium” atau kata lain yang mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa aman, pencitraan, kepribadian, ataupun kata-kata dengan arti yang sama pada iklan maupun berbagai bentuk iklan rokok atau produk tembakau lainnya (Pasal 24). d. Penegakan hukum bagi pelanggaran larangan penjualan rokok atau produk tembakau lainnya dengan menggunakan mesin layan diri, penjualan kepada anak di bawah usia 18 (delapan belas) tahun, dan penjualan kepada perempuan hamil (Pasal 25). e. Penegakan hukum bagi pelanggaran upaya pengendalian Iklan Produk Tembakau, baik pada media cetak, media penyiaran, media teknologi informasi, dan/atau media luar ruang (Pasal 26, 27, 28, 29, 30, 31, 39 dan 40) f. Penegakan hukum bagi pelanggaran upaya pengendalian Promosi Produk Tembakau (Pasal 35)
  • 53. 44 g. Penegakan hukum bagi pelanggaran upaya pengendalian Sponsor Produk Tembakau ke kegiatan lembaga dan/atau perorangan (Pasal 36, 37, dan 38) h. Penegakan hukum bagi pelanggaran larangan memberikan Produk Tembakau dan/atau barang yang menyerupai Produk Tembakau secara cuma-cuma kepada anak, remaja, dan perempuan hamil (Pasal 45) i. Penegakan hukum bagi pelanggaran larangan menyuruh anak di bawah usia 18 (depalan belas) tahun untuk menjual, membeli, atau mengonsumsi Produk Tembakau (Pasal 46) Selain kegiatan penegakan hukum berkaitan dengan aturan dalam PP No. 109 Tahun 2012, dana pajak rokok daerah juga dapat digunakan untuk kegiatan penegakan hukum lainnya terkait pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau. Seluruh kegiatan penegakan hukum ini dapat dilakukan melalui mekanisme hukum dan mekanisme partisipatif sebagaimana penjelasan pada kegiatan penegakan hukum kebijakan KTR dalam subbab sebelumnya. C. Kegiatan Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Pelayanan Kesehatan Masyarakat Berikut adalah daftar kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan penggunaan dana pajak rokok untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Kegiatan ini dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan prioritas kebijakan kesehatan di masing-masing daerah. 1. Kegiatan Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Cedera Menurut data Riskesdas tahun 2007, 59,5% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular dan
  • 54. 45 6,5% kematian lainnya disebabkan karena cedera. Data The Indonesian Burden of Disease, Injuries and Risk Factors: Level, Trends and Policy Implication tahun 2010 juga menunjukkan stroke dan cedera merupakan penyakit penyebab kematian terbesar saat ini. Cedera merupakan suatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh yang dikarenakan suatu paksaan/tekanan fisik maupun tekanan kimiawi. Sedang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius), bersifat kronis, menahun yang karena panjangnya periode sakit tersebut membelanjakan sumber daya, terutama finansial, yang tidak sedikit atau biasa disebut sebagai penyakit degeneratif. Contoh penyakit tidak menular, antara lain: penyakit kardiovaskular, stroke dan pembuluh darah lainnya, diabetes, hipertensi, penyakit sendi, penyakit paru obstruktif kronik, cedera dan berbagai jenis penyakit kanker. Faktor risiko PTM merupakan suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PTM pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko yang dimaksud antara lain: kurang aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan tidak seimbang, merokok, konsumsi alkohol, obesitas, hyperglikemia, hipertensi, hiperkolesterol, dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, misalnya perilaku berlalu lintas yang tidak benar. Seluruh kegiatan dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini merupakan “paket menu komprehensif” yang bersifat optional, berdasarkan kebutuhan penanganan permasalahan kesehatan masing-masing daerah.
  • 55. 46 a. Penyediaan Data Dasar dan Analisis Situasi Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka penyediaan data dasar dan analisis situasi permasalahan PTM dan cedera beserta faktor risikonya di masing-masing daerah, antara lain: 1) Rekapitulasi dan penyimpulan data PTM dan cedera yang telah tersedia bagi masing-masing daerah. Data ini dapat bersumber dari data yang telah tersedia, seperti: data Riskesdas, Rifaskes, SKRT, SDKI, data di puskesmas dan RS, dan lain- lain. 2) Pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi PTM dan cedera beserta faktor riskonya di daerah masing-masing sebagai pemetaan dan data awal pendeteksiaan dini kejadian morbiditas dan mortalitasnya. 3) Pembuatan Sistem Informasi Manajemen Data PTM dan cedera beserta faktor risikonya di masing-masing daerah. 4) Pembuatan buletin/newsletter/factsheet secara berkala terkait PTM dan cedera beserta faktor risikonya di masing-masing daerah. 5) Analisis situasi dan perencanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian PTM dan cedera melalui penggunaan dana pajak rokok, dengan melibatkan forum kota sehat dan/atau forum kesehatan di masing-masing daerah. 6) Sosialisasi hasil analisis situasi ke pemangku kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, dan media massa.
  • 56. 47 b. Peningkatan Kapasitas SDM Kesehatan Berikut ini adalah pilihan kegiatan peningkatan kapasitas SDM dalam upaya menurunkan faktor risiko PTM dan cedera beserta faktor risikonya di masing- masing daerah, antara lain: 1). Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building petugas penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan mengenai: a. Upaya pencegahan dan pengendalian PTM melalui penciptaan suasana tenang, kegiatan relaksasi dan upaya manajemen stress, dalam rangka mengurangi penyakit jiwa atau mental disorders. b. Upaya safety riding dalam rangka meminimalisasi kejadian kekerasan/kecelakaan/ injury/cedera. c. Cara-cara pengendalian PTM melalui diet sehat dan seimbang. d. Cara-cara pengendalian PTM melalui aktivitas fisik. e. Cara-cara pengendalian PTM melalui upaya deteksi dini faktor risiko PTM. f. Cara-cara pengendalian PTM melalui upaya pencegahan dan pengendalian malnutrisi. 2). Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building petugas penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan mengenai materi komunikasi sosial dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM dan cedera. 3). Pelatihan teknologi sosial media kepada petugas penyuluh, tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan mengenai upaya pencegahan dan pengendalian PTM dan cedera.
  • 57. 48 c. Bina Suasana Berikut ini pilihan kegiatan dalam rangka bina suasana upaya penurunan faktor risiko PTM dan cedera di masing-masing daerah, antara lain: 1) Gerakan memasyarakatkan upaya pencegahan dan pengendalian PTM dan Cedera. 2) Pelaksanaan pers briefing dan/atau jumpa pers secara berkesinambungan agar kelompok media massa mengetahui permasalahan dan perkembangan terkini mengenai PTM dan cedera, sehingga terbentuk opini positif yang mendukung upaya pengendalian PTM dan cedera di masing- masing daerah. 3) Penambahan fasilitas dan alat kesehatan dalam ruang penghijauan, taman-taman kota, taman bermain anak dan lansia, serta alun-alun di masing-masing daerah. 4) Pembuatan iklan layanan masyarakat mengenai pengendalian PTM dan cedera di media tingkat pusat maupun di masing-masing daerah, seperti: upaya deteksi dini PTM, keamanan berkendara, menjaga gaya hidup sehat dan lain-lain. a. Iklan layanan masyarakat mengenai pengendalian PTM melalui upaya deteksi dini faktor risiko PTM. b. Iklan layanan masyarakat mengenai upaya safety riding dan/atau bahaya KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) bagi perempuan maupun anak, dalam rangka meminimalisasi kejadian dan dampak disabilitas akibat kekerasan/kecelakaan/ injury/cedera. c. Iklan layanan masyarakat mengenai pencegahan dan pengendalian PTM melalui pengaturan Jenis, Jumlah dan Jadwal (3J)
  • 58. 49 konsumsi glukosa dan karbohidrat dalam pola makan sehari-hari dalam rangka mengurangi faktor risiko glucose intolerance dan komplikasinya. d. Iklan layanan masyarakat mengenai pencegahan dan pengendalian PTM melalui diet sehat dan seimbang melalui konsumsi sayur dan buah. e. Iklan layanan masyarakat mengenai pencegahan dan pengendalian PTM melalui himbauan untuk tidak menggunakan dan menghindari konsumsi garam berlebih dan/atau Mono Sodium Glutamate (MSG) dalam makanan dan masakan sehari-hari. f. Iklan layanan masyarakat mengenai pencegahan dan pengendalian PTM melalui pengurangan konsumsi minuman berkafein, minuman bersoda dan minuman beralkohol. g. Iklan layanan masyarakat mengenai pencegahan dan pengendalian PTM melalui pengurangan konsumsi makanan cepat saji berupa junk food. h. Iklan layanan masyarakat mengenai pencegahan dan pengendalian PTM melalui aktivitas fisik minimal 30 menit dalam sehari. 5). Produksi, replikasi, distribusi dan pemasangan poster penyuluhan dan media promosi kesehatan lainnya secara tematik di RS, Puskesmas, Pustu, Poskesdes, Polindes, Posyandu, Posbindu, serta di seluruh kantor pemerintahan/instansi dan mading/billboard/screen alun-alun sesuai kebutuhan masing-masing daerah, antara lain: a. Poster penyuluhan dan media promosi kesehatan lainnya mengenai pengurangan
  • 59. 50 konsumsi kafein, minuman bersoda dan minuman beralkohol. b. Poster penyuluhan dan media promosi kesehatan lainnya mengenai pengurangan konsumsi makanan cepat saji atau junk food. c. Poster penyuluhan dan media promosi kesehatan lainnya mengenai pengaturan Jenis, Jumlah dan Jadwal (3J) konsumsi glukosa dan karbohidrat dalam pola makan sehari-hari dalam rangka mengurangi faktor risiko glucose intolerane dan komplikasinya. d. Poster penyuluhan dan media promosi kesehatan lainnya mengenai pencegahan dan pengendalian PTM melalui diet seimbang dan konsumsi sayur dan buah. e. Poster penyuluhan dan media promosi kesehatan lainnya mengenai himbauan untuk tidak menggunakan dan menghindari konsumsi garam berlebih dan/atau Mono Sodium Glutamate (MSG) dalam makanan sehari-hari. f. Poster penyuluhan dan media promosi kesehatan lainnya mengenai aktivitas fisik minimal 30 menit dalam sehari sebagai langkah pencegahan PTM. g. Pemasangan poster bergilir di Puskesmas, Pustu, Poskesdes, Polindes, Posyandu dan Posbindu mengenai jenis sayur dan/atau buah beserta perannya terhadap pencegahan PTM dan faktor risiko PTM lainnya. 6). Pelaksanaan kampanye dan gerakan safety riding dalam rangka meminimalisasi kejadian kekerasan/kecelakaan/injury/cedera 7). Penyuluhan/KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) secara rutin mengenai:
  • 60. 51 a. Cara-cara pengendalian PTM melalui aktivitas fisik dan diet sehat yang seimbang (konsumsi sayur dan buah, pola makan rendah gula, garam dan lemak, serta menghindari makanan cepat saji/junk food). b. Safety riding pada tingkat rumah tangga, sekolah, kantor dan institusi lainnya dalam rangka meminimalisasi kejadian kekerasan/ kecelakaan/cedera. c. Cara-cara pencegahan dan pengendalian malnutrisi, seperti edukasi urgensi pemberian ASI Ekslusif yang lebih baik dari pemberian susu formula, edukasi pola makan gizi seimbang, dan edukasi mengenai kelengkapan imunisasi terutama pada bayi dan balita dalam upaya mengurangi faktor risiko malnutrisi. 8). Optimalisasi kegiatan PKRS (Promosi Kesehatan di Rumah Sakit) berkaitan dengan upaya pencegahan dan penurunan faktor risiko PTM dan cedera. d. Advokasi Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka advokasi upaya penurunan faktor risiko PTM dan cedera di masing-masing daerah, antara lain: 1) Pemetaan kebijakan yang mendukung upaya penurunan faktor risiko PTM dan cedera di masing-masing daerah, baik kebijakan yang sudah ada maupun yang belum ada. 2) Sosialisasi hasil pemetaan kebijakan yang mendukung upaya penurunan faktor risiko PTM dan cedera di masing-masing daerah. 3) Pembuatan dan/atau penegakkan regulasi terkait upaya pengurangan faktor risiko PTM dan cedera di masing-masing daerah, antara lain:
  • 61. 52 a. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembatasan jumlah dan/atau pengaturan mini market berkonsep kafe. Hal ini dilakukan dalam rangka upaya pencegahan dan pengendalian faktor risiko PTM dalam hal konsumsi kafein, alkohol, konsumsi gula, lemak, minuman bersoda, junk food, dan diet tidak sehat lainnya, terutama pada penduduk usia muda. b. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau penegakkan aturan kewajiban pelaksanaan pelatihan manajemen stress dan pelaksanaan kegiatan rekreasi berkala oleh masing-masing perusahaan/penyelenggara kerja di masing- masing daerah. c. Kegiatan fasilitasi pertemuan dan pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau penegakkan aturan pencegahan malnutrisi di masing-masing daerah, seperti: pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau penegakkan aturan pemberian ASI Ekslusif dan paket imunisasi lengkap. d. Pembentukan regulasi daerah yang mewajibkan adanya label dan komposisi kandungan makanan dalam setiap produk, terutama oleh produsen produk dengan penggunaan gula, garam, MSG, karbohidrat dan/atau lemak didalamnya. e. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau penegakkan aturan pembatasan jumlah dan/atau pengaturan keberadaan restoran/tempat makan cepat saji (junk food).
  • 62. 53 f. Pembentukan regulasi daerah mengenai peredaran dan konsumsi minuman beralkohol. 4). Melaksanakan kegiatan advokasi ke pemangku kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, dan media massa terkait upaya pengurangan faktor risiko PTM melalui penerapan upaya diet sehat dan seimbang, aktivitas fisik, penciptaan suasana tenang, kegiataan relaksasi dan upaya manajemen stress di masing-masing daerah. 5). Melaksanakan advokasi kepada pemilik/dewan redaksi agar bersedia menayangkan pesan-pesan terkait upaya penurunan faktor risiko PTM dan cedera dengan harga “bersahabat” dan pada waktu/halaman utama. 6). Menyelenggarakan lokakarya media tentang gerakan penurunan faktor risiko PTM dan cedera untuk menyebarluaskan bahaya PTM dan cedera di daerah masing-masing. 7). Sosialisasi regulasi/peraturan yang terbentuk terkait upaya pengurangan faktor risiko PTM melalui penerapan upaya diet sehat dan seimbang, aktivitas fisik, penciptaan suasana tenang, kegiatan relaksasi dan upaya manajemen stress di masing- masing daerah. e. Pemberdayaan Masyarakat Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka pemberdayaan yang dapat dilakukan untuk upaya penurunan faktor risiko PTM dan cedera di masing- masing daerah. Kegiatan pemberdayaan ini dapat diterapkan, baik untuk pemberdayaan perorangan, kelompok maupun pemberdayaan masyarakat secara umum:
  • 63. 54 1). Pemberdayaan Perorangan (perorangan, tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama, tokoh muda, tokoh politik, tokoh swasta dan tokoh populer di masing-masing daerah). a. Pemberdayaan mengenai pola makan sehari- hari dengan gizi seimbang dalam rangka pengendalian PTM melalui konsumsi sayur dan buah, pola makan rendah gula dan garam dan rendah lemak. b. Pemberdayaan mengenai aktivitas fisik yang dapat dilakukan perseorangan oleh masing- masing individu, seperti tata cara senam dan sejenisnya dalam rangka pengendalian PTM. c. Pemberdayaan safety riding dan pengenalan titik rawan kecelakaan di masing-masing daerah. d. Konseling/bimbingan tenaga kesehatan terhadap pasien dan/atau masyarakat, terutama ibu hamil dan masyarakat dengan riwayat hipertensi, diabetes, penyakit jantung dan stroke. e. Konseling/bimbingan tenaga kesehatan terhadap pasien dan/atau masyarakat, terutama ibu hamil dan masyarakat dengan berat badan berlebih dan obesitas. f. Konseling/bimbingan tenaga kesehatan terhadap pasien dan/atau masyarakat, terutama pada korban/pasien cedera atau kecelakaan. g. Program deteksi dini penyakit tidak menular berbasis perseorangan (pemeriksaan dini, skreening, pemeriksaan pap smear, deteksi dini kecelakaan pada pengemudi). h. Kegiatan dan pendampingan upaya pemberdayaan perseorangan oleh kader-kader kesehatan di masing-masing daerah.
  • 64. 55 2). Upaya pemberdayaan kelompok (kelompok atau kelembagaan yang ada di masayarakat, seperti: RT/RW, kelurahan, kelompok adat, organisasi swasta, organisasi wanita, organisasi pemuda dan organisasi profesi). a. Pembentukan dan pemberdayaan kelompok- kelompok atau komunitas senam dan olahraga lainnya (futsal, sepak bola, volli, bulutangkis, sepeda, jogging, jalan santai dan olahraga lainnya) di masing-masing daerah. b. Pembentukan dan pemberdayaan kelompok- kelompok atau komunitas yoga, meditasi beserta program manajemen stress dan relaksasi lainnya) di masing-masing daerah. c. Pelaksanaan lomba senam dan olahraga lainnya (catur, futsal, sepak bola, voli, bulutangkis, sepeda, jogging, jalan santai dan olahraga lainnya) secara rutin dan terjadwal di masing- masing daerah. d. Pembentukan dan pemberdayaan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) di masing-masing daerah. e. Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan kelompok oleh kader-kader kesehatan di masing-masing daerah. 3). Upaya pemberdayaan masyarakat umum a. Optimalisasi kegiatan berbasis Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pemberdayaan Kader Kesehatan dalam upaya pencegahan dan penurunan faktor risiko PTM dan cedera. b. Optimalisasi Desa Siaga dengan menghidupkan kegiatan kelompok peduli kanker, kelompok peduli Diabetes Mellitus, kelompok jantung sehat, kelompok peduli thalasemia, kelompok peduli kesehatan dan keselamatan kerja maupun berlalu lintas, dan kelompok
  • 65. 56 penggerak pencegahan dan penanggulangan PTM dan cedera lainnya. c. Optimalisasi kegiatan berbasis Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan Pos kesehatan di Pondok Pasantren (Pokestren) dalam upaya pencegahan dan penurunan faktor risiko PTM dan cedera sedari dini. d. Optimalisasi kegiatan kepemudaan sebagai bentuk pemberdayaan partisipasi generasi muda, seperti: pramuka, PMR, karang taruna, pencerah nusantara dalam bidang kesehatan Pembiayaan kegiatan yang menunjang operasional Posyandu, Posbindu, PKK, UKS, Poskestren dan organisasi sejenisnya dalam upaya penurunan faktor risiko PTM dan cedera. e. Kegiatan Pemberdayaan berkaitan dengan Taman Obat Keluarga dan Taman Gizi Keluarga dalam upaya pencegahan dan penurunan faktor risiko PTM dan cedera. Tanaman obat keluarga dan taman gizi keluarga adalah program pemanfaatan tanah dihalaman atau ladang untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat maupun bahan makanan sehat yang bernilai gizi. Dikaitkan dengan peran serta masyarakat. Tanaman obat keluarga dan taman gizi keluarga merupakan wujud partisipasi mereka dalam bidang peningkatan kesehatan dan pengobatan sederhana dengan memanfaatkan obat tradisional. Fungsi utama dari tanaman obat keluarga dan taman gizi keluarga adalah menghasilkan tanaman yang dapat dipergunakan, antara lain: untuk menjaga dan meningkatan kesehatan dan mengobati gejala
  • 66. 57 atau keluhan dari beberapa penyakit yang ringan. Selain itu, tanaman obat keluarga dan taman gizi keluarga juga berfungsi ganda mengingat dapat digunakan untuk memperbaiki gizi masyarakat, upaya pelestarikan alam dan memperindah tanam dan pemandangan. f. Kegiatan dan pendampingan upaya pemberdayaan kelompok oleh kader-kader kesehatan di masing-masing daerah. f. Kemitraan Berikut ini adalah kegiatan yang dapat dilakukan dengan mengikutsertakan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam program kemitraan di masing- masing daerah dalam pemanfaatan dana pajak rokok, antara lain: 1) Diskusi pemecahan masalah kesehatan antara Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dengan Forum Kota Sehat di masing-masing daerah. Apabila belum ada forumnya maka perlu dibentuk sebuah Forum Peduli Kesehatan di masing-masing daerah. Dinas Kesehatan bersama dengan Forum tersebut mengumumkan/sosialisasi peluang pemecahan masalah pencegahan dan penurunan faktor risiko PTM & cedera berbasis kemitraan melalui partisipasi masyarakat dalam penggunaan dana pajak rokok. 2) Pengusulan proposal kegiatan oleh lembaga (calon mitra) ke Dinas Kesehatan dalam upaya pencegahan dan penurunan faktor risiko PTM & cedera. Yang dapat bertindak sebagai lembaga calon mitra, antara lain: kelompok-kelompok peduli kesehatan atau organisasi-organisasi kemasyarakatan, media massa dan swasta/dunia usaha untuk berperan aktif dalam upaya
  • 67. 58 peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui penggunaan dana pajak rokok. 3) Seleksi proposal dan pengumuman program/proposal terpilih oleh Dinas Kesehatan dan anggota Forum Kota Sehat atau Forum Peduli Kesehatan yang dibentuk di masing-masing daerah. 4) Penandatangan Perjanjian Kerja Sama (MoU) antara Dinas Kesehatan dengan lembaga pelaksana program (mitra) terpilih. 5) Implementasi kegiatan lembaga pelaksana program (mitra) dengan melaksanakan program yang terpilih dalam upaya pencegahan dan penurunan faktor risiko PTM & cedera. 6) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan lembaga pelaksana program (mitra) yang terpilih. 7) Sosialisasi hasil pelaksanaan program terpilih terkait upaya pencegahan dan penurunan faktor risiko PTM & cedera, serta laporan pertanggungjawaban lembaga pelaksana program (mitra) kepada Dinas Kesehatan di masing-masing daerah. 8) Evaluasi program kemitraan di masing-masing daerah. 2. Kegiatan Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit Menular Menurut data Riskesdas tahun 2007, 28,1% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit menular, sementara itu data The Indonesian Burden of Disease, Injuries and Risk Factors: Level, Trends and Policy Implication tahun 2010 menunjukkan tuberculosis, diare, malaria juga merupakan penyakit penyebab kematian saat ini. Penyakit menular merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses infeksi (infeksius). Faktor risiko penyakit menular
  • 68. 59 merupakan suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya penyakit menular pada seseorang atau kelompok tertentu. Penyakit menular dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini dapat diklasifikasikan menjadi penyakit menular bersumber binatang, penyakit menular berbasis lingkungan, penyakit menular berbasis perilaku/gaya hidup dan jenis penyakit menular lainnya yang berpotensi menimbulkan wabah/KLB (Kejadian Luar Biasa). Adapun program penurunan faktor risiko penyakit menular yang dilakukan melalui penggunaan dana pajak rokok disesuaikan dengan penyakit menular yang bermasalah di lokal daerah masing-masing. 1. Penyakit menular bersumber binatang, seperti: Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, rabies, avian influenza H5N1, penyakit antraks, filariasis, leptospirosis, dan lain-lain. 2. Penyakit menular berbasis lingkungan, seperti: ISPA, diare, TB Paru, pneumonia, dan lain-lain. 3. Penyakit menular berbasis perilaku atau gaya hidup, seperti: penyakit kulit, penyakit menular seksual (termasuk HIV/AIDs, sifilis/raja singa, gonorrhea, herpes genital, klamidia), dan lain-lain. 4. Jenis penyakit menular lainnya yang berpotensi menimbulkan wabah/KLB, seperti: difteri, meningitis, kusta dan lain-lain Seluruh kegiatan dalam Pandum Pemanfaatan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini merupakan “paket menu komprehensif” yang bersifat optional, berdasarkan kebutuhan penanganan permasalahan kesehatan masing- masing daerah.
  • 69. 60 a. Penyediaan Data Dasar dan Analisis Situasi Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka penyediaan data dasar dan analisis situasi permasalahan penyakit menular beserta faktor risikonya di masing-masing daerah, antara lain: 1) Rekapitulasi dan penyimpulan data penyakit menular yang telah tersedia bagi masing-masing daerah bersumber dari data yang telah tersedia, seperti data Riskesdas, Rifaskes, SKRT, SDKI, data di puskesmas, data di RS, dan lain-lain. 2) Pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi penyakit menular beserta faktor riskonya di daerah masing-masing sebagai pemetaan dan data awal pendeteksiaan dini kejadian morbiditas dan mortalitasnya. 3) Pembuatan Sistem Informasi Manajemen Data penyakit menular beserta faktor risikonya di masing-masing daerah. 4) Pembuatan buletin/newsletter/factsheet secara berkala terkait penyakit menular beserta faktor risikonya di masing-masing daerah. 5) Analisis situasi dan perencanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit menular melalui penggunaan dana pajak rokok, dengan melibatkan forum kota sehat dan/atau forum peduli kesehatan di masing-masing daerah. 6) Sosialisasi hasil analisis situasi ke pemangku kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, dan media massa. b. Peningkatan Kapasitas SDM Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka peningkatan SDM berkaitan dengan upaya penurunan
  • 70. 61 faktor risiko penyakit menular di masing-masing daerah, antara lain: 1) Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building petugas penyuluh dan tenaga kesehatan: b. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular secara umum. c. Cara-cara pengendalian penyakit menular bersumber binatang. d. Cara-cara pengendalian penyakit menular berbasis lingkungan. e. Cara-cara pengendalian penyakit menular berbasis perilaku atau gaya hidup. f. Cara-cara pengendalian wabah atau KLB penyakit menular 2) Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building petugas penyuluh, tenaga kesehatan, serta tenaga nonkesehatan mengenai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular. 3) Pelatihan komunikasi sosial kepada petugas penyuluh petugas penyuluh, tenaga kesehatan, serta tenaga nonkesehatan mengenai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular. 4) Pelatihan teknologi sosial media kepada petugas penyuluh petugas penyuluh, tenaga kesehatan, serta tenaga nonkesehatan mengenai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular. c. Bina Suasana Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka bina suasana upaya penurunan faktor risiko penyakit menular di masing-masing daerah, antara lain: 1) Gerakan memasyarakatkan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular. a. Pelaksanaan pers briefing dan jumpa pers secara berkesinambungan agar kelompok
  • 71. 62 media massa mengetahui permasalahan dan perkembangan terkini mengenai penyakit menular. b. Pembuatan iklan layanan masyarakat mengenai pengendalian penyakit menular, terutama melalui 10 langkah Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS). c. Produksi, replikasi, distribusi dan pemasangan media promosi kesehatan secara tematik di RS, Puskesmas, Pustu, Poskesdes, Polindes, Posyandu, Posbindu, serta di seluruh kantor pemerintahan/instansi dan alun-alun sesuai kebutuhan masing-masing daerah. 2) Penyuluhan/KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) secara rutin mengenai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular, terutama mengenai 10 langkah Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS). 3) Optimalisasi kegiatan PKRS (Promosi Kesehatan di Rumah Sakit) berkaitan dengan upaya pencegahan dan penurunan faktor risiko penyakit menular. d. Advokasi Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka advokasi upaya penurunan faktor risiko penyakit menular di masing-masing daerah, antara lain: 1) Pemetaan kebijakan yang mendukung upaya penurunan faktor risiko penyakit menular di masing-masing daerah, baik kebijakan yang sudah ada maupun yang belum ada. 2) Sosialisasi hasil pemetaan kebijakan yang mendukung upaya penurunan faktor risiko penyakit menular di masing-masing daerah.
  • 72. 63 3) Pembuatan dan/atau penegakkan regulasi terkait upaya pengurangan faktor risiko penyakit menular di masing-masing daerah. 4) Pelatihan advokasi kebijakan yang mendukung upaya penurunan faktor risiko penyakit menular di masing-masing daerah. 5) Melaksanakan advokasi kebijakan yang mendukung upaya penurunan faktor risiko penyakit menular di masing-masing daerah kepada pemangku kepentingan, lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, dan media massa. 6) Melaksanakan advokasi kepada pemilik/dewan redaksi agar bersedia menayangkan pesan-pesan terkait upaya penurunan faktor risiko penyakit menular dengan harga “bersahabat” pada waktu/halaman utama. 7) Menyelenggarakan lokakarya media tentang gerakan penurunan faktor risiko penyakit menular untuk menyebarluaskan bahaya penyakit menular di daerah masing-masing. 8) Sosialisasi regulasi/peraturan yang terbentuk terkait upaya pengurangan faktor risiko penyakit menular. e. Pemberdayaan Masyarakat Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk menurunkan faktor risiko penyakit menular di masing-masing daerah, antara lain: 1) Pemberdayaan Perorangan (perorangan, tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama, tokoh muda, tokoh politik, tokoh swasta dan tokoh populer di masing-masing daerah)
  • 73. 64 g. Pemberdayaan pengetahuan cara pencegahan, penurunan faktor risiko dan eliminasi penyakit menular. h. Pemberdayaan tokoh untuk menginisiasi gerakan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) dan upaya pencegahan penyakit menular lainnya di daerah masing-masing. i. Konseling/bimbingan tenaga kesehatan terhadap pasien dan/atau masyarakat, terutama ibu hamil dan masyarakat dengan riwayat penyakit menular seksual. j. Program pemberdayaan deteksi dini KLB penyakit menular. k. Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan perseorangan oleh kader-kader kesehatan di masing-masing daerah. 2) Upaya pemberdayaan kelompok (kelompok atau kelembagaan yang ada di masayarakat, seperti: RT/RW, kelurahan, kelompok adat, organisasi swasta, organisasi wanita, organisasi pemuda dan organisasi profesi). a. Pembentukan dan pemberdayaan kelompok- kelompok penggerak perilaku hidup bersih dan sehat di masing-masing daerah. b. Pelaksanaan lomba daerah bersih dan sehat secara rutin dan terjadwal di masing-masing daerah. c. Pembentukan dan pemberdayaan Keluarga Sadar PHBS di masing-masing daerah. d. Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan kelompok oleh kader-kader kesehatan di masing-masing daerah. 3) Upaya pemberdayaan masyarakat a. Kegiatan berbasis Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan Pos kesehatan di Pondok Pasantren
  • 74. 65 (Pokestren) berkaitan dengan upaya penurunan faktor risiko penyakit menular. b. Optimalisasi Desa Siaga dengan menghidupkan kegiatan kelompok peduli HIV/AIDs, TB Paru, malaria, kusta, dan/atau penyakit menular spesifik lokal daerah masing-masing. c. Optimalisasi kegiatan kepemudaan, seperti: OSIS, pramuka, PMR, karang taruna, atau pencerah nusantara dan sejenisnya dalam bidang kesehatan sebagai bentuk pemberdayaan partisipasi generasi muda berkaitan dengan upaya penurunan faktor risiko penyakit menular. d. Pembiayaan kegiatan yang menunjang operasional Posyandu, Posbindu, PKK, UKS, Poskestren dan organisasi sejenisnya dalam upaya penurunan faktor risiko penyakit menular. e. Kegiatan Pemberdayaan berkaitan dengan Taman Obat Keluarga dan Taman Gizi Keluarga dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular. f. Kegiatan dan pendampingan upaya pemberdayaan kelompok oleh kader-kader kesehatan di masing-masing daerah. f. Kemitraan Berikut ini adalah kegiatan yang dapat dilakukan dengan mengikutsertakan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam program kemitraan di masing- masing daerah dalam penggunaan dana pajak rokok, antara lain: 1) Diskusi pemecahan masalah kesehatan antara Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dengan Forum Kota Sehat di masing-masing daerah.