1. mediaumat.com/muslimah/4512-103-kartini-tanpa-konde-.html 1/2
[103] Kartini Tanpa Konde
Friday, 03 May 2013 10:59
Sosok shahabiyah tak kalah
berjasa dan inspiratif.
April identik dengan Hari
Kartini. Seorang pahlawan
wanita yang dianggap berjasa
dalam memperjuangkan
kesetaraan perempuan
Indonesia. Ya, walaupun istri
dari RMAA Singgih Djojo
Adhiningrat ini sudah
meninggal 17 September
1904 silam, namanya tak ikut
tenggelam. Gelar sebagai
pejuang emansipasi
membuatnya tak pernah mati.
Padahal—tanpa bermaksud menggugat jasanya—Kartini sejatinya ¨hanya¨ dikenal dari buku karya JH
Abendanon berjudul ¨Door Duisternis Tot Licht¨ atau terjemahannya ¨Habis Gelap Terbitlah Terang¨ karya
Armijn Pane. Apa yang dilakukan Kartini baru sebatas wacana, belum pada tingkatan aksi. Entahlah, jika tanpa
bukti buku itu, apakah nama Kartini akan harum mewangi, atau bahkan layak menyandang gelar pahlawan
sejati.
Pasalnya, aksi nyatanya di bidang pendidikan, politik atau sosial tak pernah terungkap. Barangkali karena
umurnya yang pendek. Ya, belum usai gagasannya untuk memajukan pendidikan kaum perempuan, Allah SWT
memanggil-Nya pada usia 25 tahun. Saat itu cahaya hidayah juga sedang menggelora berkat pertemuan
singkatnya dengan KH Sholeh Darat.
Sepeninggal Kartini, barulah didirikan sekolah wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan
kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Sekolah itu bernama
“Sekolah Kartini”.
Menyembunyikan Kodrat
Berkat jejak gagasannya berupa kumpulan surat kepada sahabat-sahabatnya, Kartini ditasbihkan sebagai ikon
pejuang emansipasi. Ironis, gelar itu disematkan justru ketika buah pikirannya ditafsirkan jauh melenceng dari
kehendak Kartini. Apa yang diperjuangkannya sangat bertentangan dengan nafas emansipasi itu sendiri.
Kartini sama sekali tidak hendak menyetarakan perempuan dengan laki-laki sama persis sebagaimana yang
dipahami kebanyakan perempuan masa kini. Sebaliknya, Kartini menghendaki penguatan peran perempuan
sebagaimana kodratnya sebagai ibu rumah tangga dan pendidik anak-anaknya di rumah.
Yang diinginkan Kartini adalah para perempuan mendapat akses pendidikan agar kelak mampu menjalankan
kedua fungsi utamanya itu dengan sempurna. Hal ini tampak jelas dalam kutipan salah satu suratnya: “Kami di
sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukan sekali-kali karena
kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi
karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap
melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu,
pendidik manusia yang pertama-tama.” ( Surat Kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902).
Tapi lihatlah saat ini, pemikiran Kartini telah ditafsirkan kebablasan. Setelah akses pendidikan dimiliki kaum
perempuan, mereka lantas menuntut lebih dari itu. Gelar, titel dan ijazah pendidikan tinggi telah menuntut
perempuan untuk digaji berupa materi. Akhirnya kaum perempuan menyembunyikan kodratnya dan menyulap
diri layaknya laki-laki, yakni bekerja demi materi.
Jika Kartini masih hidup, niscaya air matanya tak akan berhenti mengalir melihat kiprah perempuan masa kini
yang semakin mengingkari fitrahnya.
Perempuan yang semakin malu mengakui profesinya sebagai ibu rumah tangga dan minder ḧanya karena tak
bekerja. Perempuan yang enggan taat pada suaminya dengan alasan kesetaraan. Perempuan yang lebih
bangga menjanda, menjadi single parent atau lajang mandiri. Perempuan yang dieksploitasi habis-habisan di
berbagai lapangan kehidupan dengan mengabaikan tugas utamanya di rumah.
Teladan Inspiratif
Tanpa mengerdilkan jasa-jasa Kartini, rekam jejak perjuangan para shahabiyah dan Muslimah generasi
terdahulu jauh lebih dasyat. Gagasan dan jasa-jasa mereka begitu membumi dan inspiratif. Tak akan ada
habisnya mengisahkan keunggulan generasi Muslimah mulia itu.
Contohnya Khadijah ra. Perempuan cantik dan kaya raya ini banyak dilirik pembesar Quraish untuk
dipersunting, namun lebih rela dinikahi pemuda miskin bernama Muhammad. Terkenalnya seorang Khadijah
bukan karena kecantikan wajahnya, namun karena pengorbanannya yang demikian fenomenal dalam
mendukung perjuangan dakwah Rasullulah SAW.
SEARCH
SEBARKANARTIKELINI:
RUBRIKMEDIAUMAT
search... Search
Anjangsana
Aspirasi
Bisnis Syariah
Cermin
Editorial
Ekonomi
Fokus
Headline News
Hikmah
Konsultasi
Kristologi
Mancanegara
Media Daerah
Media Nasional
Media Utama
Mercusuar
Muslimah
Home Tentang Kami Daftar Agen Kontak Download
TABLOIDMEDIAUMAT
MediaUmat
Join the conversation
MediaUmat Studi Pew : Tujuh dari sepuluh
Muslim Indonesia menginginkan Syariah Islam
sebagai landasan hukum ow.ly/2wBv85
41 minutes ago · reply · retweet · fav orite
MediaUmat Studi Pew : Tujuh dari sepuluh
Muslim Indonesia menginginkan Syariah Islam
sebagai landasan hukum: Mediaumat.c...
bit.ly/136pKf5
about 1 hour ago · reply · retweet · fav orite
MediaUmat [FOTO] Aks HTI: Tolak kenaikan
Harga BBM, Tolak Liberalisasi Migas
ow.ly/2wBpYw
about 1 hour ago · reply · retweet · fav orite
MediaUmat [FOTO] Aks HTI: Tolak kenaikan
Harga BBM, Tolak Liberalisasi Migas:
Mediaumat.com. Jakarta- Ratusan ma...
bit.ly/103UVJc
about 1 hour ago · reply · retweet · fav orite
2. mediaumat.com/muslimah/4512-103-kartini-tanpa-konde-.html 2/2
Sampai-sampai Rasul pun memuji: “Demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik dari dia, yang beriman
kepadaku saat semua orang ingkar, yang percaya kepadaku ketika semua mendustakan, yang
mengorbankan semua hartanya saat semua berusaha mempertahankannya dan … darinyalah aku
mendapatkan keturunan.” Begitulah Khadijjah, istri sejati, Muslimah yang dengan segenap kemampuan
dirinya berkorban demi kejayaan Islam. Adakah perempuan masa kini yang menyamai pengabdiannya?
Begitupun Aisyah ra, salah seorang istri Nabi dan juga cendekiawan muda. Para sahabat banyak mendulang
ilmu dari beliau. Aisyah dikenal cerdas dan pandai sehingga menjadikannya termasuk al-mukatsirin (orang
yang terbanyak meriwayatkan hadits). Muslimah yang wafat pada usia 63 tahun ini telah meriwayatkan 2.210
hadits dari Rasulullah SAW. Di antaranya, 297 hadits tersebut dalam kitab shahihain dan yang mencapai
derajat muttafaq ‘alaih 174 hadits. Duhai, adakah Muslimah masa kini yang mampu menandingi hafalannya di
bidang hadits ini?
Adapula Asma binti Yazid, seorang mujahidah yang membinasakan sembilan tentara Romawi pada Perang
Yarmuk. Perang antara kaum Muslimin melawan pasukan Romawi (Bizantium), negara super power saat itu,
terjadi pada 13 H/ 634 M. Dalam perang besar itu Asma binti Yazid bersama kaum Mukminah lainnya berada di
barisan belakang laki-laki.
Mereka mengerahkan segenap kekuatan untuk menyuplai persenjataan, memberi minum, mengurus yang
terluka, dan mengobarkan semangat jihad. Tak hanya itu, berbekal tiang kemah, Asma menyusup ke tengah-
tengah medan tempur dan menyerang musuh yang ada di kanan dan kirinya, hingga berhasil membunuh
sembilan tentara Romawi. Tak layakkah perempuan ini menjadi inspirasi bagi kejayaan perempuan masa
kini?
Satu lagi adalah Fatimah, istri Khalifah Umar bin Abdul Azis. Ia rela menanggalkan kemewahan mengikuti jejak
suaminya untuk hidup bersahaja karena takut kepada Allah SWT. Ya, sebelum menjadi Khalifah, mereka hidup
berkecukupan. Namun karena takut korupsi atau memanfaatkan harta rakyat, Umar bin Abdul Azis menolak
fasilitas negara.
Fatimah pun ikhlas hidup serba terbatas. Padahal ia punya pilihan jika tak ingin ikut menderita. Begitu
sederhananya mereka, orang yang belum mengenal tidak menyangka bahwa mereka adalah pasangan
penguasa umat islam kala itu.
Dikisahkan, suatu hari datanglah wanita Mesir untuk menemui Khalifah. Sesampai di rumah yang ditunjukkan,
ia melihat wanita cantik dengan pakaian sederhana sedang memperhatikan seseorang yang memperbaiki
pagar rumah yang rusak itu.
Setelah berkenalan si wanita Mesir baru sadar bahwa wanita itu adalah Fatimah, istri sang Amirul Mukminin.
Tamu itu pun menegur, “Ya Sayyidati…, mengapa engkau tidak menutup auratmu dari orang yang sedang
memperbaiki pagar rumahmu?” Seraya tersenyum Fatimah menjawab, “Dia adalah Amirul Mukminin yang
sedang engkau cari.¨ Subhanallah, hampir mustahil menemukan ¨Fatimah-Fatimah¨ seperti ini di zaman
sekarang.
Masih banyak shahabiyah dan juga muslimah sesudah era Rasulullah SAW lainnya yang layak dijadikan ikon
pejuang perempuan. Semoga kita mampu meneladani para Kartini tanpa konde tersebut. Wallahuálam.
[]kholda
News Dalam Negeri
News Luar Negeri
Opini
Salam Redaksi
Siyasah Syariyyah
Sosok
Telaah Wahyu
Ustadz Menjawab
Wawancara
Anjangsana Aspirasi Bisnis Syariah Ekonomi Editorial Cermin Fokus Headline News Hikmah Konsultasi Kristologi Mancanegara Media Daerah
Media Nasional Media Utama Mercusuar Muslimah News Dalam Negeri News Luar Negeri Opini Salam Redaksi Siyasah Syariyyah Sosok
Untuk menambah keberkahan, disarankan untuk menyebarkan artikel pada situs ini
dengan menyebutkan URL sumbernya.
Developed by SmileBizMedia. All rights reserved
Telaah Wahyu Ustadz Menjawab Wawancara