Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang pemilihan umum di Indonesia dan pentingnya pendidikan politik bagi masyarakat. Dokumen tersebut juga membahas tentang sistem pemilihan umum dan perlunya penyelenggaraan pemilu yang independen dan adil.
Makalah pemilu dan pendidikan partai politik masyarakat
1. KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah saya panjatkan kehadirat Allah yang maha esa yang selalu
melimpahkan karunianya kepada kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Pemilu dan Pendidikan Politik Masyarakat. Sejalan dengan dinamika bangsa ini
yang masih terus mencari bentuk yang lebih baik untuk menghasilkan generasi cerdas yang
berbudi, maka saya membuat makalah ini sesuai dengan pendekatan materi yang diberikan
dengan tujuan agar mampu mengembangkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
serta mampu bersikap positif kepada sesama manusia, dan ikut serta melestarikan lingkungan
alam sebagai ungkapan rasa syukur atas segala anugrah Allah yang maha pemurah. saya telah
berusaha menyusun makalah ini sebaik mungkin. Akan tetapi, saya menyadari bahwa makalah
ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu, kritik da saran dari berbagai pihak untuk perbaikan isi
makalah ini agar bisa terwujud dengan lebih baik.
i
2. DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………... 1
a. Latar Belakang……………………………………………………………….. 1
b. Identifikasi Masalah………………………………………………………….. 2
c. Metode Penulisan……………………………………………………………... 3
d. Sistematika Penulisan………………………………………………………… 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………….. 4
a. Pendidikan…………………………………………………………………….. 4
b. Politik…………………………………………………………………………..4
c. Pendidikan Politik……………………………………………………………...5
BAB III PEMBAHASAN / ANALISIS…………………………………………………….. 6
a. Pengertian Sistem………………………………………………………………6
b. Pemilihan Umum……………………………………………………………… 6
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………. 14
a. Kesimpulan……………………………………………………………………. 14
b. Saran …………………………………………………………………………. 14
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih
anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD
1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan
oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan
ke dalam rezim pemilihan umum. Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan
pertama kali pada pemilu 2004. pada 2007, berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian dari
rezim pemilihan umum. Ditengah masyarakat, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada
pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali.
Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat
berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum
adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah pengejewantahan
sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam
parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan
umum hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula
negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi
negara.
4. Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah partai-
partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon
untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-
macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok,
yaitu: singel member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya
disebut sistem distrik). Multy member constituenty (satu daerah pemilihan memilih
beberapa wakil; biasanya dinamakan proporsional representation atau sistem perwakilan
berimbang).
B. Identifikasi Masalah
Dalam pelaksanaanya, banyak sekali penyimpangan terhadap nilai-nilai demokrasi
baik itu dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun masyarakat.
Permasalahn yang muncul diantaranya yaitu:
Belum tegaknya supermasi hukum.
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan bermasnyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
Tidak adanya kehidupan berpartisipasi dalam kehidupan bersama (musyawarah untuk
mencapai mufakat).
Untuk mengeliminasi masalah-masalah yang ada, maka makalah ini akan memaparkan
pentingnya budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, penulis menyusun
makalah ini dengan judul “ PEMILU DAN PENDIDIKAN POLITIK MASYARAKAT”.
5. C. Metode Penulisana
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode penulisan kulitatif
deskriftif dimana penelitian ini dituangkan dalam sebuah karya ilmiah dalam bentuk uraian
kalimat berdasarkan fakta dan data.
D. Sistematika Penulisan
Agar makalah ini dapat dipahami pembaca, maka penulis membuat sistematika
penulisan makalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan latar belakang mengenai pengertian pemilu, identifikasi
masalah yang ditimbulkan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Teori Budanya Demokrasi berisikan pengertian demokrasi, landasan-landasan
demokrasi, sejarah perkembangan demokrasi dan penerapan budaya demokrasi dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB III PEMBAHASAN / ANALISIS
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan dan saran merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari
keseluruhan pembahasan serta saran-saran.
6. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan.Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau berarti bimbingan
atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.
Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seorang atau
kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau
penghidupanyang lebih tinggi dalam arti mental.( Hasbullah, 2006).
B. Politik
Menurut Budiardjo (1991), perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu
Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri
(negara), sedangkan taia berarti urusan. Dari segi kepentingan penggunaan, kata politik
mempunyai arti yang berbeda-beda. Untuk lebih memberikan pengertian arti politik
disampaikan beberapa arti politik dari segi kepentingan penggunaan, yaitu:
Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum,
baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut
Politik (Politics) yang artinya adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara
dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita
kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai
keadaan yang kita inginkan.
7. C. Pendidikan politik
Istilah pendidikan politik dalam bahasa Inggris sering disamakan dengan istilah
political sosialization. Istilah political sosialization jika dikaitikan secara harfiah ke dalam
bahasa Indonesia akan bermakna sosialisasi politik. Oleh karena itu dengan menggunakan
istilah political sosialization banyak yang mensinonimkan istilah pendidikan politik dengan
istilah sosialisasi politik, karena keduanya memiliki makna yang hampir sama. Dengan kata
lain, sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit.
Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik.
Pendidikan politik merupakan suatu proses dialegik diantara pemberi dan penerima pesan.
Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-
norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti
sekolah, pemerintah, dan partai politik.
8. BAB III
PEMBAHASAN / ANALISIS
1. Pengertian Sistem
Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai
subjek atau objek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau
objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat. Kehadiran
subjek atau objek semata belumlah cukup untuk membentuk sebuah sistem, itu baru
merupakan himpunan subjek atau objek. Himpunan subjek atau objek tadi baru membentuk
sebuah sistem jika lengkap dengan perangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalin
tentang bagaimana subjek-objek bekerja, berhubungan dan berjalan.
Sebuah sistem sederhana apapun senantiasa mengandung kadar kompleksitas
tertentu. Dari uraian diatas cukup jelas bahwa sebuah sistem bukan sekedar himpunan suatu
subjek atau himpunan suatu objek. Sebuah sistem adalah jalinan semua itu, mencakup objek
dan perangkat-perangkat kelembagaan yang membentuknya. Selanjutnya perlu disadari
bahwa, seringkali suatu sistem tidak bisa berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sistem
yang lain.
2. Pemilihan Umum
a. Makna Pemilu
Makna pemilihan umum yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang
demokratis adalah sebagai institusi pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan
dengan regulasi, norma, dan etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara
damai dan beradab.
9. Lembaga itu adalah produk dari pengalaman sejarah umat manusia dalam
mengelola kekuasaan. Suatu fenomena yang mempunyai daya tarik dan pesona luar
biasa. Siapapun akan amat mudah tergoda untuk tidak hanya berkuasa, tetapi akan
mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya. Sedemikian mempesonanya daya tarik
kekuasaan sehingga tataran apa saja kekuasaan tidak akan diserahkan oleh pemilik
kekuasaan tanpa melalui perebutan atau kompetisi.
Selain mempesona, kekuasaan mempunyai daya rusak yang dahsyat. Kekuatan
daya rusak kekuasaan melampaui nilai-nilai yang terkandung dalam ikatan-ikatan etnis,
ras, ikatan persaudaraan, agama dan lainnya. Transformasi dan kompetisi merebutkan
kekuasaan tanpa disertai norma, aturan, dan etika; nilai-nilai dalam ikatan-ikatan itu
seakan tidak berdaya menjinakan kekuasaan. Daya rusak kekuasaan telah lama
diungkap dalam suatu adagium ilmu politik, power tends to corrupt, absolute power
tends to corrupt absoluteny.
Pemilu 2004 adalah pemilu kedua dalam masa transisi demokrasi. Pemilu
mendatang diharapkan dapat menjadi pelajaran dan pengalaman berharga untuk
membangun suatu institusi yang dapat menjamin transfer of power dan power
competition dapat berjalan secara damai dan beradab. Untuk itu, pemilu 2004 harus
diatur dalam suatu kerangka regulasi dan etika yang dapat memberi jaminan agar
pemilu tidak saja dapat berlangsung secara jujur dan adil, tetapi juga dapat
menghasilkan wakil-wakil yang kredibel, akuntabel, dan kapabel serta sanggup
menerima kepercayaan dan kehormatan dari rakyat, dalam mengelola kekuasaan yang
dipercayakan kepada mereka untuk mewujudkan kesejahteraan umum.
10. Agar pemilu 2004 dapat menjadi anggeda pelembagaan proses politik yang
demokratis, diperlukan kesungguhan, terutama dari anggota parlemen, untuk tidak
terjebak dalam permainan politik yang oportunistik, khususnya dalam memperjuangkan
agenda subjektif masing-masing. Orientasi sempit dan egoisme politik harus dibuang
jauh-jauh.
Kerangka hukum perlu didukung niat politik yang sehat sehingga regulasi bukan
sekedar hasil kompromi politik oportunistik dari partai-partai besar untuk menjaga
kepentingannya. Bila hal itu yang terjadi, dikhwatirkan hasil pemilu akan memperkuat
oligarki politik. Karena itu, partisipasi masyarakat amat diperlukan. Bahkan, tekanan
publik perlu dilakukan agar kerangka hukum yang merupakan aturan permainan benar-
benar menjadi sarana menghasilkan pemilu yang demokratis. Untuk itu, perlu diberikan
beberapa catatan mengenai perkembangan konsensus politik dari peraturan kepentingan
di parlemen serta saran mengenai regulasi penyelenggaraan pemilu yang akan datang.
Pertama, diperlukan penyelenggaraan pemilu yang benar-benar independen.
Parsyaratan ini amat penting bagi terselenggaranya pemilu yang adil dan jujur. Harapan
itu tampaknya memperlihatkan tanda-tanda akan menjadi kenyataan setelah pansus
pemilu menyetujui bahwa kondisi pemilihan umum (KPU) benar-benar menjadi
lembaga independen dan berwewenang penuh dalam menyelenggarakan pemilu.
Sekretariat KPU yang semula mempunyai dua atasan: untuk urusan operasional
bertanggung jawab kepada KPU, telah disatukan dalam struktur yang tidak lagi bersifat
dualistik. Struktur yang sama diterapkan pula ditingkat propinsi serta kabupaten dan
kota.
11. Kedua, kesepakatan mengenai sistem proporsional terbuka, kesepakatan partai-
partai menerima sistem pemilu proporsional terbuka adalah suatu kemajuan. Sejak
semula, sebenarnya argumen kontra terhadap sistem proporsional terbuka dengan
menyatakan sistem ini terlalu rumit gugur dengan sendirinya.
Begitu suatu masyarakat atau bangsa sepakat memilih sistem demokrasi, saat itu
harus menyadari bahwa mewujudkan tatanan politik yang demokratis itu selain rumit,
diperlukan kesabaran melakukan pendidikan politik bagi rakyat. Sebab, partai politik
bukan saja instrumen untuk melakukan perburuan kekuasaan, tetapi juga institusi yang
mempunyai tugas melakukan pendidikan dan sosialisasi politik kepada masyarakat.
Ketiga, pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu supaya kebih efektif dari pemilu
2004. Caranya antara lain, agar pengawas pemilu selain terdiri dari aparat penegak
hukum dan KPU, juga melibatkan unsur-unsur masyarakat. Selain itu, perlu semacam
koordinasi diantara lembaga pemantau dan pengawas pemilu sehingga tidak tumpang
tindih. Pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahapan kegiatan pemilu. Tugas
lembaga pengawas adalah menampung, menindak lanjuti, membuat penyilidikan dan
memberi saksi terhadap pelanggaran pemilu.
Keempat, Money politics mencegas habis-habisan permainan uang dalam pemilu
mendatang amat penting sekali. Upaya itu amat perlu dilakukan mengingat money
politics dewasa ini telah merebak luas dan mendalam dalam kehidupan pilih memilih
pemimpin mulai dari elite politik sampai dibeberapa organisasi sosial dan
kemahasiswaan. Karena itu, kontrol terhadap dana kampanye harus lebih ketat.
Misalnya, Batasan sumbangan berupa uang, mengonversikan utang dan sumbangan
barang dalam bentuk perhitungan rupiah, dilarang memperoleh bantuan dari sumber
12. asing dan APBN/APBD lebih-lebih sumber ilegal dan tentu saja hukuman pidana yang
tegas dan setimpal bagi para pelanggarannya.
Kelima, pendidikan politik perlu segera dilakukan baik oleh organisasi
masyarakat dan partai politik. Bagaimanapun, pemilihan mendatang mengandung
unsur-unsur baru serta detail-detail yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat.
b. Pemilih dan Hak Pilih
Persyaratan mendasar dari pemerintahan perwakilan daerah adalah bahwa rakyat
mempunyai peluang untuk memilih anggota dewan yang memegang peranan dan
bertanggung jawab dalam proses pemerintahan. Masken Jie (1961) berpendapat bahwa
pemilihan bebas, walaupun bukan puncak dari segalanya, masih merupakan suatu cara
yang bernilai paling tinggi, karena belum ada pihak yang dapat mencipatakan suatu
rancangan politik yang lebih baik dari cara tersebut untuk kepentingan berbagai kondisi
yang diperlukan guna penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat manapun.
Pertama, pemilihan dapat menciptakan suatu suasana dimana masyarakat mampu
menilai arti dan manfaat sebuah pemerintahan. Kedua, pemilihan dapat memberikan
suksesi yang tertib dalam pemerintahan, melalui transfer kewenangan yang damai
kepada pemimpin yang baru ketika tiba waktunya bagi pemimpin lama untuk
melepaskan jabatannya, baik karena berhalanga tetap atau karena berakhirnya suatu
periode kepemimpinan.
Pada sistem pemerintahan nonperwakilan daerah, peranan warga daerah terbatas
pada hal-hal yang relatif tidak terorganisasi dan tidak langsung dalam urusan
pemerintahan daerahnya. Rakyat harus memainkan peranan yang aktif dan langsung
jika pemerintahan perwakilan diinginkan untuk menjadi dinamis dan bukan merupakan
13. proses statis. Ada banyak kepentingan dan pengaruh warga daerah untuk melibatkan diri
dalam proses pemerintahan daerah, tetapi yang paling mendasar adalah melalui
pemilihan para wakilnya dalam kepemimpinan daerah.
c. Hak Untuk Memilih
Suatu hak pilih yang umum merupakan dasar dari pemerintahan perwakilan dan
pengembangannya diberbagai negara merupakan fenomena yang paling penting dalam
kaitannya dengan pemerintahan perwakilan daerah yang modern. Pada abad 19, banyak
negara belum mempunyai proses pemilihan untuk posisi-posisi pada pemerintahan
daerah. Di negara lainnya, hak untuk memilih seringkali dibatasi pada sejumlah kecil
penduduknya. Namun perkembangan selama satu abad terakhir ini menunjukan adanya
kemajuan yang berarti dalam mengalihkan hak dari beberapa orang saja menjadi hak
bagi semua, atau lebih tepat lagi berupa hak bagi hampir semua, karena pada sistem hak
pilih yang paling luas pun masih ada beberapa diantaranya yang tidak memenuhi syarat
untuk memilih.
Dalam banyak hal, hak untuk memilih bagi perwakilan pada lembaga daerah
terbatas pada satu orang yang merupakan warga daerah tersebut. Namun
pengecualiannya dapat dijumpai pada persemakmuran Inggris yang hukum
kewarganegaraannya menyatakan bahwa warga negara dalam persemakmuran manapun
dapat memilih di Inggris Raya, bila ia dinayatakan memenuhi syarat (HMSO, 1965).
Dewasa ini sudah menjadi fenomena yang umum untuk memberikan hak pilih kepada
seseorang yang sudah mencapai “umur yang bertanggung jawab”. Ada dua persyaratan
lain yang sering diungkapkan dalam cara yang agak negatif. Diketahui bahwa sudah
menjadi hal yang biasa disetiap negara untuk menghapus hal pilih dari mereka yang
14. tidak waras atau catat mental dan mereka yang sedang menjalani hukuman penjara.
Demikian pula, ada beberapa negara yang tidak membolehkan warganya yang telah
menjalani masa tahanan dalam penjara selama waktu yang cukup lama untuk ikut
memilih. Di indonesia, mereka yang dihukum diatas lima tahun tidak diperkenankan
mengikuti pemilihan umum.
d. Pemilu Sistem Proporsional
Umumnya ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai, yaitu:
pemilu sistem distrik dan pemilu sistem proporsional. Namun yang akan dibahas penulis
ialah pemilu sistem proporsional.
Sistem ini perjumlah penduduk pemilih misalnya setiap 40.000 penduduk pemilih
memperoleh satu wakil (suara berimbang), sedangkan yang dipilih adalah sekelompok
orang yang diajukan kontekstan pemilu (multy member constituency), sehingga wakil
dan pemilih kurang akrab. Tetapi sisah dapat digabung secara nasional untuk kursi
tambahan, dengan begitu partai kecil dapat dihargai tanpa harus beraliansi, karena suara
pemilih dihargai. Indonesia berada ditengah-tengah sistem ini (sistem campuran) dalam
pemilihan selama orde baru, tetapi sedikit cenderung agak mirip pada sistem
proporsional.
e. Kelemahan dan Kelebihan Sistem Proporsional
Kelemahan
1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru.
Sistem ini tidak menjurus kearah integrasi bermacam-macam golongan dalam
masyarakat, mereka lebih cenderung lebih mempertajam perbedaan-perbedaan yang
ada dan kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan.
15. Umumnya diaggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah
partai;
2. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang
merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya. Hal-hal semacam ini
partai lebih menonjol perannya dari pad kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat
kedudukan pimpinan partai.
Kelebihan
1. Partai politik bisa leluasa menentukan siapa yang bakal calon.
2. Integritas secara citra partai lebih “solid” karana para pemilih mendukung atau
mencoblos partai politik serta calonnya.
3. pencalonan perempuan okeh partai politik sebagai anggota legislatif sebanyak
30 %.
16. BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilu, akan tetapi umumnya
ada dua prinsip pokok yaitu: sistem distrik dan sistem proporsional, namun pada pemilu
2009 menggunakan sistem pemilu proporsional. Sebagai catatan penutup perlu
dikemukakan, perjalanan yang akan ditempuh bangsa Indonesia dalam mengukir demokrasi
masih amat panjang dan melelahkan. Kebiasaan melakukan pergantian kekuasaan dan
sirkulasi elite penguasa yang reguler, aman dan beradab hanya dapat dilakukan melalui
serangkaian pemilu yang jujur dan adil.
Politik merupakan kualitas yang paling penting untuk membangkitkan dan
mengorganisasikan minat dan partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan
ditingkat daerah. Pada unit pemerintahan yang lebih besar, politik memegang peranan
penting dalam proses pemerintahan perwakilan. Untuk mewujudkan aspirasi masyarakat
guna mewujudkan good governance. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan
dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna,
berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas KKN.
B. Saran
Pembahasan makalah ini sangatlah sederhana,secara keseluruhan makalah ini sudah
cukup menggambarkan tentang pemilu. Oleh karena itu kepada pembaca makala ini agar
17. kiranya berkenan memperbaiki makalah ini agar lebih menarik dan Interaktif. Sebaiknya
bagi para pemilih agar memilih calon legisltif yang jujur dan dapat dipercaya dengan
baik,karna dengan itulah Negara kita akan tetap maju di masa yang akan datang .
Jangan sekali-kali memilih calon yang salah, karma akan berakibat fatal bagi Negara kita
sendiri .
18. DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam, 1991. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Hasbullah, 2006. Dasar-dasar ilmu pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kartaprawira, Rusadi. (2004). Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar. Bandung:
Sinar Algensindo.