Teks tersebut membahas konsep riba dan zakat menurut berbagai mazhab Islam. Riba didefinisikan secara bahasa sebagai bertambah dan tumbuh, sedangkan secara istilah para ulama memberikan definisi riba sebagai tambahan pada suatu barang tertentu, adanya tambahan pada salah satu pengganti dalam akad, atau kelebihan yang menjadi hak salah satu pihak dalam transaksi. Teks juga membahas konsep zakat sebagai salah
ini sangat relevan untuk menarik minat pembaca dan mesin pencari
1. 0
RIBA VERSUS ZAKAT
Oleh: Anto Apriyanto, M.E.I.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak ada permasalahan yang paling mengerikan yang dewasa ini tengah
menghantui kehidupan umat Islam selain dari sistem keuangan ribawi. Disebut
mengerikan sebab sistem keuangan ribawi ini telah menjadi kekuasaan
bayangan yang sangat kejam, sehingga dapat mempengaruhi sistem politik,
mengendalikan kebijakan suatu pemerintahan, dan yang paling menyakitkan
adalah semakin memiskinkan orang-orang miskin. Dengan demikian,
keimanan dan ketakwaan yang sejatinya mesti menjadi fondasi seorang
muslim, akan dengan sangat mudah tercerabut hingga ke akar-akarnya. Akidah
pun akhirnya tergadaikan.
Dalam bingkai ajaran Islam bermuamalah memiliki kaidah dan prinsip-
prinsip syari’at. Allah telah menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya untuk
beribadah dengan segala upaya di muka bumi dan segala jalan untuk
mendapatkan rizki. Allah memelihara usaha orang Islam dari segala kehinaan
dan kebinasaan, karena orang Islam sejati hanya akan terjun ke dunia
perekonomian yang selalu mengedepankan nilai kehalalan. Walaupun
demikian, kita takkan pernah lepas dari persoalan-persoalan yang diantaranya
terkait dengan riba dan batasan-batasannya. Karena pada dasarnya, sejak
semula riba sudah diakui sangat potensial menimbulkan masalah karena
ketidakjelasan makna yang dikehendaki, bahkan di kalangan sahabat Nabi saw.
sekalipun. Demikian peliknya masalah riba, sehingga pembahasan mengenai
hal tersebut semakin marak hingga detik ini.
2. 1
Zakat, Infak, dan Shadaqoh (ZIS) adalah salah satu ibadah yang memiliki
posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ‘ubuddiyah
maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan ekonomi umat. Selain sebagai
ibadah mahdhah, ZIS juga memiliki keterkaitan sangat signifikan dengan
dimensi sosial keumatan. Karena secara substansif, pendayagunaan ZIS secara
material dan fungsional memiliki partisipasi aktif dalam memecahkan
permasalahan keumatan, seperti peningkatan kualitas hidup kaum dhuafa,
peningkatan sumber daya manusia dan pemberdayaan ekonomi. Sehingga
dalam hitungan makro, ZIS dapat dimaksimalkan sebagai institusi distribusi
pendapatan di dalam konsepsi ekonomi Islam.
Sebagai doktrin ibadah mahdhah zakat bersifat wajib, juga mengandung
doktrin sosial ekonomi Islam yang merupakan antitesa terhadap sistem
ekonomi riba. Al-Quran secara tegas memerintahkan penegakkan zakat dan
menjauh pengamalan-pengamalan riba. Pada surat Al-Baqarah ayat 274, Allah
SWT berfirman:
ْيَّلالِب ْمََُلاَوَْمأ َنوُقِفْنُي َينِذَّلاَدْنِع ْمُهُرَْجأ ْمُهَلَف ًةَيِالنَعَو اًّرِس ِراََّهالنَو ِل
( َنوُنَزََْي ْمُه الَو ْمِهْيَلَع ٌفْوَخ الَو ْمِهِّبَر٢٧٤)
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di
siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.
Berkaitan dengan zakat, kata zakat dan derivasinya dalam Al-Quran
disebut pada 27 tempat. Di antaranya dalam Surat Maryam: 31 dan Al-Baqarah:
43. Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah, sebelum Allah membahas tentang
haramnya riba (ayat ke 275-279), Allah membahas terlebih dahulu tentang
masalah ZIS (Zakat, Infaq, dan Shadaqah), yaitu dari ayat 261-274. Riba dan
zakat adalah sesuatu yang sangat berseberangan dan kontradiktif. Riba adalah
sesuatu yang tidak akan berkembang dan tidak akan memiliki berkah,
sedangkan ZIS adalah sesuatu yang akan berkembang dan memberikan berkah.
Didampingkannya ayat ZIS dengan riba adalah bahwa ZIS bisa membawa
3. 2
umat manusia keluar dari masalah ekonomi seperti kemiskinan. Sedangkan
riba adalah penyebab kemiskinan. Sebagaimana dalam Asbabun Nuzul ayat
tentang pengharaman riba diketahui bahwa hal itu adalah untuk menghentikan
praktik riba yang bisa memiskinkan orang.
Oleh karena itu, didasari konsepsi dan implikasi antara riba dan zakat
yang secara terang-terangan kontradiktif, maka melalui paper ini mudah-
mudahan dapat dilihat dengan jelas benang merah yang menjadi pembeda
kedua hal tersebut. Sekaligus bertujuan untuk memberikan penguatan atas
kebenaran zakat sebagai instrumen penghancur riba.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, didapat rumusan masalah, yakni:
1. Bagaimana konsepsi riba dan zakat?
2. Bagaimana peran zakat dapat melenyapkan praktik ribawi dalam
kehidupan?
4. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Riba1
Riba, secara bahasa bermakna bertambah dan tumbuh.2
Sementara secara
istilah para ulama mendefinisikannya sebagai berikut:
1. Hanâbilah
.خمصوصة أشياء يف يادةّالز
“Tambahan pada suatu barang tertentu.”3
2. Syâfi’iyyah
حالة ,عرّالش معيار يف ماثلّالت معلوم غري خمصوص عوض على عقد
أحد أو البدلني يف تأخري مع أو العقداملخصوص بالعوض ادراملو .مها
عن ائدز العوضني أحد ّنإ أي ماثلّالت معلوم وغري .ةّبويّالر الواألم
اودّوقي .الوزن أو الكيل عرّالش ومعيار .معه ساويّالت جمهول أو اآلخر
.العقد بعد البدلني يف ماثلّالت علم لو فيما العقد حبالة
“Akad pada pengganti tertentu yang tidak sepadan dalam
timbangan syar’i, baik dalam akad kontan maupun kredit dalam
kedua penggantinya atau salah satunya. Dan yang dimaksud
dengan ‘pengganti tertentu’ adalah barang-barang ribawi.
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘tidak sepadan’ adalah
adanya tambahan pada salah satu pengganti atau tidak adanya
persamaan. Dan ‘timbangan syar’i’ maksudnya adalah takaran
atau timbangan. Sementara dikaitkan dengan ‘akad kontan’ jika
sekiranya diketahui kesepadanan pada keduanya setelah
akad.”4
1
Disarikan dari paper Ahmad Naufal, Tafsir Hadits Konsep Riba, (Bogor: Magister Ekonomi
Islam Konsentrasi Zakat Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor, 2013), dengan perubahan
seperlunya.
2
Ibn Mandzûr, Lisân al-Arab, (Beirut: Dâr ash-Shâdir, tt, Juz 14), hlm. 304.
3
Ibn Qudâmah, al-Mughnî, (Riyadh: Maktabat Riyâdh Hadîtsah, 1981, Juz 4), hlm. 3. Lihat
Raghdâ’ Muhamad Adîb Zaidân, Ar-Ribâ wa Badâ`iluhu fî al-îslâm, Juz 1, hlm. 7. Software al-
Maktabat asy-Syâmilah, v. 3.48.
4
Asy-Syâfi’i ash-Shaghîr, Nihâyat al-Muhtâj ilâ Syarh al-Minhâj, (al-Maktabat al-
Islâmiyyah, tt, Juz 3), hlm. 409. Lihat ibid.
5. 4
3. Hanâfiyyah
ّاملستحق الفضلرطُش عوض عن اخلايل ,املعاوضة يف املتعاقدين ألحد
تدخل فال .فقط املعاوضة عقود يف املتعاقدين ألحد يادةّالز أي .فيه
هذه وتكون شيء يقابلها ال هنا يادةّالزو ,معاوضة ليست اّّنأل اَلبة
.بار يادةّالز
“Kelebihan yang menjadi hak dari salah satu pihak dalam
transaksi, terlepas dari pengganti yang disyaratkan. Artinya
tambahan bagi salah satu pihak hanya dalam akad-akad
transaksi saja. Maka hibah tidak termasuk, karena bukan
transaksi. Dan ‘tambahan’ di sini tidak ada penggantinya atau
penyeimbangnya, maka tambahan itu adalah riba.”5
4. Mâlikiyyah
يادةّالز يدخل فال .أخريّالتو ,ةّمتومه أو حمققة ,الوزن أو العدد يف يادةّالز
اجلنس يف باّالر ويدخل ,غري ال سيئةّالن يف ّإال ,اجلنسني يف عندهم
سيئةّالنو يادةّالز :وجهني من احدوال
“Tambahan pada jumlah atau timbangan, ditentukan atau
tidak, dan pada tempo. Maka menurut mereka, tidak termasuk
adanya tambahan pada pertukaran barang yang sejenis kecuali
pada nasî`ah (tempo). Dan termasuk riba dalam satu jenis dari
dua sisi; tambahan dan tempo.”6
5. Ibn ‘Abbâs
بعدما البيع آخر يف يادةزالبعت إذا البيع أول يف يادةزكالاألجل حل
بالنسيئة
“Tambahan pada akhir jual beli setelah tempo berakhir seperti
pada awal jual beli ketika dijual dengan tempo”7
5
Al-Marghainânî, Syarh Bidayat al-Mubtadi`, (al-Maktabat al-Islâmiyyah, tt, Juz 3), hlm.
409. Lihat ibid.
6
Ibn Abd al-Barr al-Qurthubî, al-Kâfî fî Fiqh Ahl al-Madînah al-Mâlikî, Beirut: Dâr al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, tt), hlm. 303. Lihat ibid., Juz 1, hlm. 8.
7
‘Abdullah Ibn ‘Abbâs, Tanwîr al-Miqbâs min Tafsîr Ibn ‘Abbâs, Juz 1, hlm. 49. Software
al-Maktabat asy-Syâmilah, v. 3.48.
6. 5
6. Muhammad ‘Ali ash-Shâbûnî
.األجل مقابل املستقرض من املقرض يأخذها يادةز
“Tambahan yang diambil oleh pemberi pinjaman dari si
peminjam karena adanya tempo.”8
Dari beberapa pengertian yang dirumuskan oleh para ulama tersebut,
secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam
meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah Islam.9
Secara umum riba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang
dan riba jual beli. Riba utang terbagi menjadi dua, yaitu ribâ qard dan ribâ
jâhiliyyah. Sementara riba jual beli terbagi juga menjadi dua, ribâ fadhl dan
ribâ nasî`ah.10
1. Riba Qard ( القرض بار) adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu
yang disyaratkan terhadap yang berutang.
2. Riba Jâhiliyyah ( الجاهلية بار) adalah utang dibayar lebih dari pokoknya
karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang
ditetapkan.
3. Riba fadhl ( الفضل بار) adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar
atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk
dalam jenis barang ribawi.
4. Riba nasî`ah ( النسيئة بار) adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan
jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.
Riba dalam nasî`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
8
Muhammad ‘Ali ash-Shâbûnî, Rawâ’i al-Bayân;Tafsîr Âyât al-Ahkâm min al-Qur’ân,
(Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1999), Juz 1, hlm. 271.
9
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, Cet. 9, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2005), hlm. 37.
10
Ibid, hlm. 41.
7. 6
B. Ayat dan Hadits Tentang Riba
Berikut ini adalah ayat-ayat tentang riba berdasarkan masa turunnya:11
1-
ْمُتْيَآت اَمَو ِهَّلال َدْنِع وُبْرَي الَف َِّاسنال ِالَوَْمأ ِيف َوُبْرَيِل اًبِر ْنِم ْمُتْيَآت اَمَو
ْنِم( َنوُفِعْضُمْلا ُمُه َكِئَلوُأَف ِهَّلال َهْجَو َنوُيدِرُت ٍاةَكَز٣٩)
Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) itulah orang-
orang yang melipat gandakan (pahalanya).(QS. Ar-Rûm: 39)
2-
ْمِههدَصِبَو ْمََُل ْتَّلُِحأ ٍاتَبهيَط ْمِهْيَلَع اَنْمَّرَح اوُادَه َينِذَّلا َنِم ٍمْلُظِبَف
َّلال ِيلِبَس ْنَع( اًريِثَك ِه١٦٠ْمِهِلْكَأَو ُهْنَع اوُهُن ْدَقَو اَبهرال ُمِهِذَْخأَ)و
( اًيمَِلأ اًابَذَع ْمُهْنِم َينِرِافَكْلِل اَنْدَتَْعأَو ِلِاطَبْلاِب َِّاسنال َالَوَْمأ١٦١)
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami
haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang
dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya
mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta benda orang dengan jalan yang batil, Kami
telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara
mereka itu siksa yang pedih.(QS. An-Nisâ’: 160-161)
3-
ْمُكَّلَعَل َهَّلال اوُقَّاتَو ًةَفَاعَضُم اًفاَعَْضأ اَبهرال اوُلُكْأَت ال اوُنَآم َينِذَّلا اَهَُّيأ اَي
( َنوُحِلْفُت١٣٠( َينِرِافَكْلِل َّْتدُِعأ ِِتَّلا ََّارنال اوُقَّاتَ)و١٣١اوُيعَِطأَ)و
( َنوََُحْرُت ْمُكَّلَعَل َولُسَّالرَو َهَّلال١٣٢اوُعِراَسَ)وْمُكهبَر ْنِم ٍةَرِفْغَم ََلِإ
( َنيَِّقتُمْلِل َّْتدُِعأ ُضْاألرَو ُاتَاوَمَّالس اَهُضْرَع ٍَّةنَجَو١٣٣َينِذَّل)ا
11
Naufal, Konsep Riba. Lihat juga Jejen Musfah, Indeks Al-Quran Praktis, (Jakarta: Hikmah,
2010), hlm. 461-463.
8. 7
ُهَّلالَو َِّاسنال ِنَع َنيِافَعْلاَو َظْيَغْلا َنيِمِاظَكْلاَو ِاءََّّرالضَو ِاءَّرَّالس ِيف َنوُقِفْنُي
( َنيِنِسْحُمْلا ُّبَُِي١٣٤)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan
peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk
orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya
kamu diberi rahmat. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan
dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.
(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali
‘Imrân: 130-134)
4-َّالش ُهُطَّبَخَتَي يِذَّلا ُومُقَي اَمَكالِإ َنوُومُقَي ال اَبهرال َنوُلُكْأَي َينِذَّلاُناَطْي
َمَّرَحَو َعْيَبْلا ُهَّلال َّلََحأَو اَبهرال ُلْثِم ُعْيَبْلا اَََّّنِإ اوُلاَق ْمَُّهَنأِب َكِلَذ هسَمْلا َنِم
ِهَّلال ََلِإ ُهُرَْمأَو َفَلَس اَم ُهَلَف ىَهَتْانَف ِههبَر ْنِم ٌةَظِعْوَم ُهَاءَج ْنَمَف اَبهرال
اَحَْصأ َكِئَلوُأَف َادَع ْنَمَو( َنوُدِالَخ اَيهِف ْمُه ِرَّانال ُب٢٧٥ُهَّلال ُقَحَْ)َي
( ٍميَِثأ ٍرَّافَكَّلُك ُّبَُِي ال ُهَّلالَو ِاتَقَدَّالص ِِبْرُيَو اَبهرال٢٧٦َينِذَّلا َّنِإ)
َدْنِع ْمُهُرَْجأ ْمََُل َةاَكَّالز اُوَآتَو َةالَّالص اوُامَقَأَو ِاتَ
ِاِلَّالص اوُلِمَعَو اوُنَآم
َر( َنوُنَزََْي ْمُه الَو ْمِهْيَلَع ٌفْوَخ الَو ْمِهِّب٢٧٧اوُنَآم َينِذَّلا اَهَُّيأ اَ)ي
( َنيِنِمْؤُم ْمُتْنُك ْنِإ اَبهرال َنِم َيِقَب اَم اوُرَذَو َهَّلال اوُقَّات٢٧٨ََْل ْنِإَف)
َف ْمُتْبُت ْنِإَو ِهِلوُسَرَو ِهَّلال َنِم ٍبْرَ
ِحب اوُنَذْأَف اوُلَعْفَتْمُكِالَوَْمأ ُوسُءُر ْمُكَل
( َنوُمَلْظُت الَو َنوُمِلْظَت ال٢٧٩ٍةَرَسْيَم ََلِإ ٌةَرِظَنَف ٍةَرْسُع وُذ َناَك ْنِإَ)و
( َنوُمَلْعَت ْمُتْنُك ْنِإ ْمُكَل ٌرْيَخ اوُقَّدَصَت ْنَأَو٢٨٠َنوُعَجْرُت اًمْوَي اوُقَّاتَ)و
ُّلُك ََّّفَوُت َُُّث ِهَّلال ََلِإ ِيهِف( َنوُمَلْظُي ال ْمُهَو ْتَبَسَكاَم ٍسْفَن٢٨١)
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
9. 8
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan
sedekah. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap
dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat
pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-
orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-
orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang
berutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai
Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari
yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah.
kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang sempurna
terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka
sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah:
275-281)
Selain ayat Al-Quran, terdapat pula hadits-hadits Nabi Muhammad saw.
sebagaimana berikut:
ْنَعُهَلِكْؤُمَو اَبهرال َلِآك َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّلال ىَّلَص ِهَّلال ُولُسَر َنَعَل َالَق ٍرِباَج
.ٌاءَوَس ْمُه َالَقَو ِهْيَدِاهَشَو ُهَبِاتَكَو
Dari Jabir, dia berkata, "Rasulullah saw. melaknat pemakan
riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan
saksi-saksinya." Dan beliau bersabda, "Mereka semua sama."
(HR. Muslim No. 2995)
10. 9
ُهَّلال ىَّلَص ِهَّلال ُولُسَر َناَك َالَق ُهْنَع ُهَّلال َيِضَر ٍبُدْنُج ُنْب ُةَرََُس اَنََّثدَح
ِاِنَثَعَتْاب اَمَُّهنِإَو ِانَيِآت َةَلْيَّلال ِاِنََتأ َُّهنِإ ٍاةَدَغ َاتَذ َالَق ... َمَّلَسَو ِهْيَلَع
َلَطْنا هِنِإَو ْقِلَطْنا ِيل َاالَق اَمَُّهنِإَوٍرَهَن ىَلَع ... اَنْيََتأ َّانِإَو اَمُهَعَم ُتْق
ٌحِباَس ٌلُجَر ِرََّهالن ِيف اَذِإَو َِّمالد ِلْثِم َرَََْحأ ُولُقَي َناَكَُّهنَأ ُتْبِسَح
اَذِإَو ًةَريِثَكًةَارَجِح ُهَدْنِع َعَََج ْدَق ٌلُجَر ِرََّهالن هطَش ىَلَع اَذِإَو ُحَبْسَي
ُحِباَّالس َكِلَذُهَدْنِع َعَََج ْدَق يِذَّلا َكِلَذ ِِتْأَي َُُّث ُحَبْسَي اَم ُحَبْسَي
اَمَّلُكِهْيَلِإ ُع ِجْرَي َُُّث ُحَبْسَي ُقِلَطْنَيَف اًرَجَح ُهُمِقْلُيَف ُاهَف ُهَل ُرَغْفَيَف َةَارَجِْاِل
ََُل ُتْلُق َالَق اًرَجَح ُهَمَقْلَأَف ُاهَف ُهَل َرَغَف ِهْيَلِإ َعَجَرَاالَق َالَق ِانَذَه اَم اَم
َرَجَْاِل ُمَقْلُيَو ِرََّهالن ِيف ُحَبْسَي ِهْيَلَع َتْيََتأ يِذَّلا ُلُجَّالر اََّمأَو ... ِيل
اَبهرال ُلِآك َُّهنِإَف
Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub r.a., Rasulullah saw.
bersabda: "Semalam aku bermimpi didatangi dua orang,
keduanya mengajakku pergi dan berujar; 'Ayo kita berangkat!'
Aku pun berangkat bersama keduanya, dan kami mendatangi
sebuah sungai." Dan setahuku Samurah mengatakan; 'sungai
merah seperti darah’, "tak tahunya di sungai ada laki-laki
yang berenang, sedang ditepi sungai ada orang yang
mengumpulkan banyak bebatuan, apabila yang berenang tadi
sampai ke tepian sungai, ke tempat orang yang mengumpulkan
bebatuan, maka ia membuka mulutnya dan orang yang di tepi
tadi memasukkan batu ke mulutnya, lantas ia berenang
kemudian kembali lagi, setiap kali ia kembali ke tepi, mulutnya
membuka dan orang yang di tepi menyuapinya dengan batu
itu.” Saya bertanya kepada dua orang yang membawaku;
'kenapa dua orang ini? ' keduanya menjawab; “adapun laki-
laki yang berenang dalam sungai dan disuapi batu besar,
mereka adalah pemakan riba."(HR. Bukhari No. 6525)
ُهُتْلَأَسَف اًامَّجَح اًدْبَع ىَرَتْشا َِِبأ ُتَْيأَر َالَق َةَفْيَحُج َِِبأ ِنْب ِنْوَع ْنَع
ْلا ِنَََث ْنَع َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّلال ىَّلَص َُِِّّبنال ىَهَن َالَقَفَِّمالد ِنَََثَو ِبْلَك
َرهوَصُمْلا َنَعَلَو ِهِلِكوُمَو اَبهرال ِلِآكَو ِةَومُشْوَمْلاَو ِةَ
ِاِشَوْلا ْنَع ىَهَنَو
Dari 'Aun bin Abu Juhaifah berkata, aku melihat bapakku
membeli seorang budak sebagai tukang bekam lalu aku
tanyakan kepadanya maka dia berkata; “Nabi Saw. telah
11. 10
melarang harga (uang hasil jual beli) anjing, darah dan
melarang orang yang membuat tato dan yang minta ditato dan
pemakan riba' dan yang memberi riba serta melaknat pembuat
patung”. (HR. Bukhari No. 1944)
ُهُلُكْأَي اًبِر ٌمَهْرِدًةَيْنَز َنيِث َالَثَو ٍَّةتِس ْنِم ُّدََشأ ُمَلْعَي َوُهَو ُلُجَّالر
Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam
keadaan ia tahu bahwa itu adalah uang riba dosanya lebih
besar dari pada berzina sebanyak 36 kali.(HR. Ahmad dari
Abdullah bin Hanzhalah dan dishahihkan oleh al-Albani
dalam Shahih al-Jâmi’, No. 3375)
َالَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّلال ىَّلَص هَِِّبنال ْنَع ُهْنَع ُهَّلال َيِضَر َةَرْيَرُه َِِبأ ْنَع
ُسَر اَي اوُلاَق ِاتَقِبوُمْلا َعْبَّالس اوُبِنَتْاجِهَّلالِب ُكْهرشال َالَق َّنُه اَمَو ِهَّلال َول
ِالَم ُلْكَأَو اَبهرال ُلْكَأَو هقَْاِلِب َّالِإ ُهَّلال َمَّرَح ِِتَّلا ِسْفَّالن ُلْتَقَو ُرْحهالسَو
ِت َالِافَغْلا ِاتَنِمْؤُمْلا ِاتَنَصْحُمْلا ُفْذَقَو ِفْحَّالز َمْوَي هيلََّوالتَو ِميِتَيْلا
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. bersabda: "Jauhilah
tujuh perkara yang membinasakan". Para sahabat bertanya:
"Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: "Syirik
kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh
Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak
yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang
wanita mu'min yang suci berbuat zina".(HR. Bukhari No.
2560)
ََّسفَن ْنَم َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّلال ىَّلَص ِهَّلال ُولُسَر َالَق َالَق َةَرْيَرُه َِِبأ ْنَع
ٍنِمْؤُم ْنَعِمْوَي ِبَرُك ْنِم ًةَبْرُكُهْنَع ُهَّلال ََّسفَن اَيُّْنالد ِبَرُك ْنِم ًةَبْرُك
ْنَمَو ِةَرِخ ْاآلَو اَيُّْنالد ِيف ِهْيَلَع ُهَّلال َرَّسَي ٍرِسْعُم ىَلَع َرَّسَي ْنَمَو ِةَامَيِقْلا
ُهَّلالَو ِةَرِخ ْاآلَو اَيُّْنالد ِيف ُهَّلال ُهَرَتَس اًمِلْسُم َرَتَسَناَكاَم ِدْبَعْلا ِنْوَع ِيف
ِيهَِخأ ِنْوَع ِيف ُدْبَعْلا
Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari suatu
kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu
12. 11
kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi
kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka
Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat.
Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan
menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu
menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong
saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim No. 4867)
ىَّلَص ِهَّلال ُولُسَر َالَق َالَق ْمُهََّثدَح َةَفْيَذُح ََّنأ ٍاشَرِح ِنْب هيِعْبِر ْنَع
َّْنِِم ٍلُجَر َوحُر ُةَكِئ َالَمْلا َّْتقَلَت َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّلالاوُلاَقَف ْمُكَلْبَق َناَك
ُرُآمَف ََّاسنال ُنِياَُدأ ُتْنُك َالَق ْرَّكَذَت اوُلاَق َال َالَق اًئْيَش ِْريَْاخل ْنِم َتْلِمََعأ
َّزَع ُهَّلال َالَق َالَق ِرِوسُمْلا ْنَع اوُزَّوَجَتَيَو َرِسْعُمْلا اوُرِظْنُي ْنَأ ِاِنَيْتِف
ُهْنَع اوُزَّوَََت َّلَجَو
Dari Rab'i bin Hirasy bahwa Hudzaifah telah menceritakan
kepada mereka, dia berkata:Rasulullah saw. bersabda:
"Beberapa Malaikat bertemu dengan ruh seseorang sebelum
kalian, lalu mereka bertanya, 'Apakah kamu pernah berbuat
baik?' Dia menjawab, 'Tidak.' Mereka berkata, 'Cobalah kamu
ingat-ingat!' Dia menjawab, 'Memang dulunya saya pernah
memberikan piutang kepada orang-orang, lantas saya
perintahkan kepada pelayan-pelayanku agar memberikan
tangguh kepada orang yang kesusahan, serta memberikan
kelonggaran kepada berkecukupan'. Beliau melanjutkan:
"Lantas Allah Azza wa jalla berfirman: 'Berilah kelapangan
kepadanya'." (HR. Muslim No. 2917)
C. Bunga adalah Riba
Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam
transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman
tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan
tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya
berdasarkan persentase.12
Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang
kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang
relatif pasti dan tetap.13
Membungakan uang adalah kegiatan yang tidak sesuai
12
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bunga.
13
Antonio, Bank Syariah, hlm. 59.
13. 12
dengan ajaran Islam (lihat QS. Lukman: 34, QS. Al-Baqarah: 275, QS. Ali
‘Imran: 130, dan QS. An-Nisa’: 161).14
Yusuf Al-Qardhawi menyebut bunga bank sebagai riba jahiliah, yakni
seseorang berutang kepada orang lain sampai jangka waktu tertentu. Ketika
waktu itu telah tiba, pemilik uang mengatakan kepada orang yang berutang,
“Anda bayar utang Anda atau jumlahnya bertambah”.15
Lebih lanjut Qardhawi menegaskan bahwa konsekuensinya, orang yang
menetapkan sejak awal bahwa pihaknya tidak akan memberi pinjaman, kecuali
dengan pakai riba (bunga), berarti lebih bejat dan lebih haram lagi, ketimbang
praktik yang terjadi pada riba jahiliah. Ternyata, praktik-praktik tersebut yang
berlaku pada bank sekarang ini. Karena bunga bank dihitung bagi peminjam
sejak hari pertama seseorang mengambil uang dari bank.16
Syed Nawab Haider Naqvi17
menjelaskan, bahwa menurut salah satu
pendapat Islam, riba mencakup semua jenis bunga, sedikit ataupun berlipat. Di
Pakistan, Mahkamah Syariat mengambil pendapat tersebut. Tapi ada beberapa
yang menegaskan, bahwa riba mencakup hanya usury (bunga berlipat) saja.
Sedangkan menurut pendapat lain, riba mencakup lebih dari sekadar bunga,
misalnya semua pendapatan yang diperoleh tanpa kerja yang berbentuk bunga,
riba, dan sewa tanah yang bertambah bagi pemiliknya tanpa pertukaran yang
setimpal. Maka Ibn Al-Arabi (1957) membedakan 56 jenis riba.
Hukum bunga (interest) sudah demikian jelas sebagaimana hukum riba.
Praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang pernah
terjadi pada zaman Rasulullah saw., yakni riba nasi’ah. Dengan demikian
praktik pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram
hukumnya. Praktik pembungaan ini banyak dilakukan oleh bank, asuransi,
14
Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1992), hlm. 7.
15
Yusuf Al-Qardhawi, Bunga Bank Haram, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2001), hlm. 76.
16
Ibid, hlm. 77.
17
Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), hlm. 170.
14. 13
pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya, termasuk
juga oleh individu.18
Berikut ini beberapa lembaga/institusi yang mengeluarkan fatwa
mengenai haramnya bunga bank sejak tahun 1965 hingga sekarang:19
1. Pusat Riset Islam (Institute of Islamic Research) Al-Azhar Mesir.
2. Lembaga Fiqh (Al-Majma’ Al-Fiqihi) Rabithah Alam Islami, Mekah.
3. Lembaga Fiqh Islam, Organisasi Konferensi Islam (OKI), Jeddah, Arab
Saudi.
4. Mufti Negara Mesir.
5. Konsul Kajian Islam Dunia.
6. Lajnah Tarjih Muhammadiyah Sidoardjo tahun 1968.
7. Majlis Tarjih Wiradesa, Pekalongan, 1972.
8. Lajnah Bahtsul Masail NU.
9. Lokakarya MUI di Cisarua, 18-20 Agustus 1990.
10. Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.
11. Fatwa MUI 16 Desember 2003.
D. Konsep Zakat
Dalam al-Mu’jam al-Wasith ditinjau dari segi bahasa, kata zakat
mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu ‘keberkahan’, al-namaa
‘pertumbuhan dan perkembangan’, ath-thaharatu ‘kesucian’, dan ash-shalatu
‘keberesan’. Sedangkan secara istilah zakat adalah bagian dari harta dengan
persyaratan tertentu, yang Allah SWT wajibkan kepada pemiliknya, untuk
diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu
pula.20
Lebih lanjut Hafidhuddin mengatakan hubungan antara pengertian zakat
menurut bahasa dan dengan pengertian menurut istilah, sangat nyata dan erat
18
Lihat Aries Mufti, Bunga Bank: Maslahat atau Muslihat?, (Jakarta: Pustaka Quantum, 2004),
hlm. 32.
19
Juhriyanto, Hukum Bunga Bank, (Madura: Institut Dirosah Islamiyah Al-Amien, 2011), hlm.
3. Lihat juga Mufti, Bunga Bank, hlm. 21-32.
20
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press,
2006, hlm. 7.
15. 14
sekali, bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh,
berkembang dan bertambah, suci dan beres (baik). Hal ini sebagaimana
dinyatakan dalam surat At-Taubah: 103 dan surat Ar-Ruum: 39.21
Asal zakat itu adalah tumbuh/berkembang yang dihasilkan dari barakah
Allah. Zakat adalah untuk apa-apa yang dikeluarkan sebagai hak Allah untuk
orang faqir. Dinamakan zakat karena mengharap barakah atau mensucikan
jiwa, yaitu tumbuh dengan baik dan berkah atau kedua-keduanya karena
kebaikan dan berkah ada pada keduanya. Dengan bersih dan sucinya jiwa orang
menjadi layak di dunia disifati dengan sifat-sifat terpuji, sedangkan di akhirat
ganjaran dan balasan telah menanti.
Syarat zakat adalah Islam. Maka tidak wajib zakat untuk selain orang
Islam, karena ini menyangkut ibadah. Zakat sendiri berkaitan erat dengan
nishab yang berarti bahwa harta tidak wajib padanya zakat kecuali apabila telah
mencapai batas yang ditentukan. Batas yang ditentukan ini dinamakan nishab,
dan batasnya berbeda tergantung harta. Selain itu tidak disyaratkan baligh dan
berakal untuk wajib zakat, karena zakat adalah ibadah yang terletak pada harta.
E. Ayat dan Hadits Tentang Zakat
QS. Al-Baqarah: 274
َدْنِع ْمُهُرَْجأ ْمُهَلَف ًةَيِالنَعَو اًّرِس ِراََّهالنَو ِلْيَّلالِب ْمََُلاَوَْمأ َنوُقِفْنُي َينِذَّلا
( َنوُنَزََْي ْمُه الَو ْمِهْيَلَع ٌفْوَخ الَو ْمِهِّبَر٢٧٤)
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di
siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.
QS. Al-Baqarah: 277
َّنِإْمََُل َةاَكَّالز اُوَآتَو َةالَّالص اوُامَقَأَو ِاتَ
ِاِلَّالص اوُلِمَعَو اوُنَآم َينِذَّلا
( َنوُنَزََْي ْمُه الَو ْمِهْيَلَع ٌفْوَخ الَو ْمِهِّبَر َدْنِع ْمُهُرَْجأ٢٧٧)
21
Ibid
16. 15
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal
shalih, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, mereka
mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
QS. Ali ‘Imran: 92
َّنِإَف ٍءْيَش ْنِم اوُقِفْنُت اَمَو َنوُّبُُِت َّاِِم اوُقِفْنُت ََّّتَح َِِّبْلا اوُلاَنَت ْنَلِهِب َهَّلال
( ٌيمِلَع٩٢)
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta
yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan. Maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya.
QS. At-Taubah: 60
ْمُهُوبُلُق ِةَفَّلَؤُمْلاَو اَهْيَلَع َنيِلِامَعْلاَو ِنيِاكَسَمْلاَو ِاءَرَقُفْلِل ُاتَقَدَّالص اَََّّنِإ
ُهَّلالَو ِهَّلال َنِم ًةَيضِرَف ِيلِبَّالس ِنْبِاَو ِهَّلال ِيلِبَس ِيفَو َنيِمِراَغْلاَو ِابَقهرال ِيفَو
( ٌيمِكَح ٌيمِلَع٦٠)
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk keperluan
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
keperluan jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
QS. At-Taubah: 103
َكَالتَص َّنِإ ْمِهْيَلَع هلَصَو اَ
ِِّب ْمِهيهكَزُتَو ْمُهُرههَطُت ًةَقَدَص ْمِِاَلَوَْمأ ْنِم ْذُخ
ََِس ُهَّلالَو ْمََُل ٌنَكَس( ٌيمِلَع ٌيع١٠٣)
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui.
Adapun hadits-hadits yang menyinggung soal zakat di antaranya adalah:
17. 16
ِهْيَلَع ُهَّلال ىَّلَص ََِِّّبنال ىََتأ اًّيِباَرَْعأ ََّنأ ُهْنَع ُهَّلال َيِضَر َةَرْيَرُه َِِبأ ْنَع
َهَّلال ُدُبْعَت َالَق َةَّنَْاجل ُتْلَخَد ُهُتْلِمَع اَذِإ ٍلَمَع ىَلَع ِِنَّلُد َالَقَف َمَّلَسَو
َمْلا َة َالَّالص ُيمِقُتَو اًئْيَش ِهِب ُكِرْشُت َالَةَوضُرْفَمْلا َةاَكَّالز يهدَؤُتَو َةَوبُْتك
ََّلَو اَّمَلَف اَذَه ىَلَع ُيدِزَأ َال ِهِدَيِب يِسْفَن يِذَّلاَو َالَق َناَضَمَر ُومُصَتَو
ِلَْهأ ْنِم ٍلُجَر ََلِإ َرُظْنَي ْنَأ ُهَّرَس ْنَم َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّلال ىَّلَص َُِِّّبنال َالَق
َف َِّةنَْاجلاَذَه ََلِإ ْرُظْنَيْل
Dari Abu Hurairah ra.: Ada seorang Arab Badui menemui
Nabi saw lalu berkata, "Tunjukkan kepadaku suatu amal yang
bila aku kerjakan akan memasukkan aku ke dalam surga".
Nabi saw bersabda: "Kamu menyembah Allah dengan tidak
menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Kamu mendirikan
shalat yang diwajibkan. Kamu tunaikan zakat yang wajib.
Kamu mengerjakan shaum (puasa) bulan Ramadhan”.
Kemudian orang Badui itu berkata, "Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, aku tidak akan menambah dari
perintah-perintah ini". Ketika hendak pergi, Nabi saw
bersabda: "Siapa yang berkeinginan melihat laki-laki
penghuni surga maka hendaklah dia melihat orang ini". (HR.
Bukhari, No. 1397)22
ِهْيَلَع ُهَّلال ىَّلَص ِهَّلال ُولُسَر َالَق َالَق ُهْنَع ُهَّلال َيِضَر َةَرْيَرُه َِِبأ ْنَع
َّالِإ ُهَّلال ُلَبْقَي َالَو ٍبهيَط ٍبْسَك ْنِم ٍةَرََْت ِلْدَعِب ََّقدَصَت ْنَم َمَّلَسَو
هبَرُي َُُّث ِهِينِمَيِب اَهُلَّبَقَتَي َهَّلال َّنِإَو َبهيَّطالْمُكُدََحأ هِبَرُي اَمَكِهِبِاحَصِل اَيه
ِلَبَْاجل َلْثِم َنوُكَت ََّّتَح ُهَّوُلَف
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw telah bersabda:
"Barangsiapa yang bershadaqah dengan sebutir kurma hasil
dari usahanya sendiri yang baik (halal), sedangkan Allah
tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah
akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya lalu
mengasuhnya untuk pemiliknya sebagaimana jika seorang
dari kalian mengasuh anak kudanya hingga membesar seperti
22
Shahih Bukhari, Kitab az-Zakat, Bab Wujub az-Zakat, dan Hadits Riwayat Imam Muslim,
Kitab al-Aiman, Bab al-Aiman al-Ladzi Yadkhulul Zannata, No. 15.
18. 17
gunung". (HR. Bukhari, No. 1410 dan HR. Muslim, No.
1014)23
F. Riba Versus Zakat (Peran Zakat Melenyapkan Praktik Ribawi Dalam
Kehidupan)
Riba adalah salah satu dosa yang paling berbahaya bagi seorang Muslim
di dunia dan akhirat. Sedemikian bahayanya serta kerusakan yang ditimbulkan
oleh sistem riba di dunia, maka pantaslah Allah dan Rasul-Nya mengancam
dengan ancaman yang sangat mengerikan di akhirat nanti. Rasulullah saw.
dalam haditsnya mengisahkan perjalanan Isra’ dan Mi’raj bersama kedua
malaikat yang membawanya:
ْنِم ٍرَهَن ىَلَع اَنْيََتأ ََّّتَحٌلُجَر ِرََّهالن ِطَسَو ىَلَعَو ،ٌمِائَق ٌلُجَر ِهْيِف ٍمَد
ْنَأ ُلُجَّالر َادََرأ فإذا ِرََّهالن ِيف ْيِذَّلا ُلُجَّالر َلَبَْقأَف ،ٌةَارَجِح ِهْيَدَي َْنيَب
َاءَج اَمَّلُكَلَعَجَف ،َناَك ُثْيَح ُهَّدَرَف ِهْيِف ِيف ٍرَجَ
ِحب ُلُجَّالر ىَمَر َجُرََْي
ِل:َالَقَف هذا؟ اَم :ُتْلُقَف ،َناَكاَمَكُع ِجْرَيَف ٍرَجَ
ِحب ِهْيِف ِيف ىَمَر َجُرْخَي
.اَبهرال ُلِآك ِرََّهالن ِيف ُهَتَْيأَر يِذَّلا
Sampai kami mendatangi sebuah sungai dari darah, yang di
tengahnya terdapat seorang laki-laki yang tengah berdiri, dan
di tengah-tengah sungai tersebut terdapat pula seorang laki-
laki yang di tangannya terdapat batu. Orang yang ada di
sungai itu mendatanginya, dan bila orang tersebut ingin
keluar (dari sungai), laki-laki yang satunya tersebut
melemparkan batu ke mulutnya, sehingga mengembalikannya
ke tempat berdirinya semula; maka setiap kali dia berusaha
untuk keluar dari sungai itu, maka laki-laki itu melemparnya
dengan batu ke mulutnya, sehingga dia kembali ke tempatnya
semula, maka aku bertanya (kepada Jibril), ‘Apa ini?’ Maka
dia menjawab, ‘Laki-laki yag engkau lihat di sungai itu adalah
orang yang makan (mengambil) riba’. (HR. Ahmad,
Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Dalam hadits lain Rasulullah saw. bahkan menempatkan riba sebagai
salah satu di antara tujuh dosa besar yang membinasakan.
23
Shahih Bukhari, Bab Shadaqah Min al-Kasab at-Thayyib, dan Shahih Muslim, Kitab Zakat,
Bab Qubulus Shadaqah min al-Kasab at-Thayyib.
19. 18
ُكْهرشلَا :َالَق ؟َّنُه اَمَو ، اهلل َلْوُسَر اَي :اْوُلاَق ! ِاتَقِبْوُمْلا َعْبَّالس اوُبِنَتْجِا
ُلْكَأَو اَبهرال ُلْكَأَو هقَْاِلِب َّالِإ اهلل َمَّرَح ْ
ِِتَّلا ِسْفَّالن ُلْتَقَو ُرْحهالسَو باهلل
َي ْهيلََّوالتَو ِمْيِتَيْلا ِالَمِاتَنِمْؤُمْلا ِاتَنَصْحُمْلا ُفْذَقَو ِفْحَّالز َمْو
. ِتَالِافَغْلا
Kalian jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!” Mereka
bertanya, ‘Apa saja wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,
‘Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar,
memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri
pada saat pertempuran, dan menuduh perempuan yang
menjaga diri, yang beriman, yang sedang lengah melakukan
zina’. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kezhaliman sistem riba sesungguhnya telah disyariatkan Allah dalam Al-
Quran. Cobalah perhatikan Surat al-Baqarah dari ayat 275 sampai dengan ayat
281 di atas. Oleh karena itu, adalah naif jika ada di antara pemikir kaum
muslimin yang mengatakan bahwa apabila dalam persentase kecil, maka riba
itu tidak apa-apa dan dapat dianggap sebagai biaya operasional transaksi. Atau
ada lagi yang mengatakan, bahwa riba yang diharamkan Al-Quran adalah yang
merugikan salah satu pihak, tapi apabila masing-masing pihak mendapat
keuntungan, maka itu adalah riba yang boleh-boleh saja. Ini adalah asumsi
bathil yang rapuh, yang sama sekali tidak didasari oleh semangat syariat Islam,
yang menyebarkan keadilan untuk setiap individu, dan bertentangan dengan
ruh risalah Islam untuk menciptakan suatu orde sosial yang saling
menguntungkan antara semua komponen.
Masalahnya, riba tidak hanya terbatas antara seorang dengan seorang,
atau antara sebuah bank dengan sejumlah nasabah, atau antara sejumlah PT
dengan sebuah perbankan, sebagaimana yang dibayangkan oleh mereka yang
membenarkan riba tersebut. Yang menjadi masalah adalah bahwa sistem riba
ini merugikan penghidupan banyak orang, yang sebenarnya sama sekali tidak
terlibat dalam mewujudkannya, menzhalimi masyarakat luas, dan
mendatangkan perekonomian yang tidak mendatangkan berkah Allah.
20. 19
Siapa pun orang yang berkutat dengan riba, maka cepat atau lambat,
mereka akan mengetahui bahwa riba itu akan menggerogoti sistem
perekonomian. Mungkin saja di salah satu sisi riba tersebut menguntungkan,
namun di sisi lain dan pada saat yang sama riba menyebabkan kehancuran dan
penindasan. Karena itulah Allah dan rasul-Nya melaknat atas pihak-pihak yang
terlibat dalam proses pelaksanaan riba.
ZIS adalah pemberian dan kedermawanan, pembersihan dan penyucian,
saling menolong dan menanggung. Sementara riba adalah kekikiran, kotor,
debu, ketamakan, dan egoisme. ZIS diberikan dari harta tanpa mengharap
imbalan dan balasan. Riba meminta pengembalian utang dengan tambahan
yang pasti dari jerih payah si penghutang atau dari dagingnya, dari jerih
payahnya jika dari pinjamannya itu ia mendapat untung, dan dari dagingnya
jika rugi atau mengambil harta yang seharusnya menjadi nafkah diri dan
keluarganya.
Maka tidak heran jika Islam menganggap riba adalah kejahatan dan
kemungkaran yang paling besar; dari sisi sosial dan agama, dan pelakunya
diberi ultimatum perang. Hal itu karena kemudharatan yang ditimbulkan oleh
riba sangat buruk dan luas baik dari sisi pribadi, sosial, dan ekonomi.24
1. Kemudharatan dari sisi pribadi
Dalam hal ini akan melahirkan sifat kecintaan terhadap diri sendiri dan
egoisme. Ia hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak peduli terhadap
orang lain. Hal itu akan menghilangkan ruh pengorbanan dan îtsâr
(mengutamakan orang lain), dan menghilangkan ruh cinta terhadap
kebaikan bagi pribadi dan masyarakat, digantikan oleh kecintaan terhadap
diri sendiri dan egoisme. Dan juga akan menghilangkan ikatan ukhuwwah
antara sesama. Manusia berubah menjadi “pemakan riba” yang buas dan
mencabik-cabik, tidak peduli kepada kehidupan kecuali hanya
mengumpulkan harta, menghisap darah, dan merampas milik orang lain. Hal
24
Lihat Naufal, Konsep Riba.
21. 20
itu akan menjadikannya serigala berwajah manusia. Inilah akibat hilangnya
makna kebaikan dan kemurahan hati dalam jiwa manusia.
2. Kemudharatan dari sisi sosial kemasyarakatan
Dalam hal ini akan melahirkan permusuhan dan kebencian antar anggota
masyarakat, menghilangkan rasa simpati dan kasih sayang, menanam benih-
benih kedengkian dan menghancurkan pondasi cinta dan persaudaraan. Dan
yang pasti adalah orang yang tidak memiliki rasa simpati dan kasih sayang
tidak akan mengenal makna persaudaraan dan tidak memiliki rasa hormat
dan lemah lembut pada anak-anak di masyarakatnya. Pandangannya
terhadap orang lain itu rendah dan hina.
3. Kemudharatan dari sisi ekonomi
Riba akan membagi manusia menjadi dua tingkatan; tingkatan orang yang
berkecukupan yang hidup dalam kenikmatan, kesejahteraan, dan bersenang-
senang di atas keringat orang lain; dan tingkatan orang yang tidak berpunya
yang hidup dalam kemiskinan dan kepapaan, kesengsaraan dan kekurangan.
Oleh sebab itu akan muncul konflik antar dua tingkatan kelas ini. Riba ini
akan menjadi sebab turunnya malapetaka yang akan menimpa masyarakat
karena banyaknya ujian dan fitnah, serta merebaknya huru-hara di dalam
negeri.
No. KEMUDHARATAN RIBA ZAKAT
1. Personal
▪ Perbuatan yang
diharamkan Allah
SWT karena di
dalamnya terdapat
unsur kezHaliman
terhadap harta
orang lain. (Al-
Baqarah: 275 &
An-Nisa’: 4).
▪ Membuat para
pelaku riba
menjadi pemalas,
hal ini disebabkan
mereka
mendapatkan
▪Bentuk ibadah manusia
kepada Allah selaku
Pencipta, Pemilik, dan
Pengatur alam semesta
beserta segala isinya
melalui pengorbanan
harta. (Al-Baqarah: 277
& At-Taubah: 60 ).
▪Memberikan semangat
dan etos kerja kepada
kaum muslimin
disebabkan adanya
kewajiban tolong-
menolong orang-orang
yang miskin.
22. 21
25
Antonio, Bank Syari’ah, hlm. 67.
26
Didin Hafidhuddin dan Ahmad Juwaini, Membangun Peradaban Zakat, (Ciputat: Institut
Manajemen Zakat, 2007), hlm. 3.
keuntungan yang
sangat mudah.
2.
Sosial
Kemasyarakatan
▪ Dapat
menghilangkan
ukhuwah antar
sesama kaum
muslimin.
▪ Riba merupakan
pendapatan yang
didapat secara
tidak adil.
▪ Para pengambil
riba menggunakan
uangnya untuk
memerintahkan
orang lain agar
berusaha dan
mengembalikan
dalam jumlahnya
yang lebih besar.
Misalnya, dua
puluh lima persen
lebih tinggi dari
jumlah yang
dipinjamkannya.25
▪Menumbuhkan
ukhuwah antar sesama
kaum muslimin.
▪Mengatasi kelaparan
dan rasa sakit
▪Mengatasi kesulitan
tempat tinggal
▪Menyediakan atau
membantu pendidikan
masyarakat.
▪Mengatasi kesulitan
pada saat darurat atau
mendesak (contohnya
memenuhi kebutuhan
pokok dan kebutuhan
dasar manusia lainnya
pada saat terjadi
bencana).26
3. Ekonomi
▪Semakin tinggi
suku bunga,
semakin tinggi
juga harga yang
akan ditetapkan
▪Media sirkulasi
kekayaan agar harta
tidak berputar di
kalangan orang-orang
kaya saja.
23. 22
27
Antonio, Bank Syari’ah, hlm. 67.
28
Hafidhuddin dan Juwaini, Membangun, hlm. 3.
29
Ibid, hlm. 4.
pada suatu barang
(inflasi).
▪Dampak lainnya
adalah utang,
dengan rendahnya
tingkat
penerimaan
peminjam dan
tingginya biaya
bunga, akan
menjadikan
peminjam tidak
pernah keluar dari
ketergantungan,
terlebih lagi bila
bunga atas utang
tersebut
dibungakan.27
▪Zakat adalah instrumen
pemerataan pendapatan
ekonomi masyarakat
pada masyarakat
Muslim, agar
kesenjangan ekonomi
dapat dikurangi melalui
penyampaian zakat
kepada orang-orang
miskin.28
▪Selain fungsi
pemerataan, zakat yang
dibagikan kepada
orang-orang miskin
juga difungsikan
sebagai modal untuk
menciptakan usaha
baru, menciptakan
lapangan kerja baru, dan
menjadi nilai tambah
bagi masyarakat dalam
mengelola sumber daya
alam yang ada sehingga
bernilai produktif.
▪Adapun tujuan dalam
jangka panjang, zakat
juga bertujuan untuk
mewujudkan suatu
masyarakat yang hidup
sejahtera dan mandiri
tanpa bergantung pada
belas kasihan orang lain
atau tanpa harus
meminta-minta kepada
masyarakta lainnya.29
24. 23
Abd al-Majîd Diyah (dalam Naufal: 2013) menjelaskan bahwa para
pakar ekonomi memahami lebih banyak lagi bahaya riba yang mengikuti
perkembangan praktik-praktik ekonomi. Di antaranya adalah:30
1. Distribusi kekayaan secara tidak adil
2. Hancurnya sumber-sumber ekonomi
3. Melemahkan ekonomi dan investasi
4. Inflasi
5. Pengangguran
Sekretaris Umum DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI),
Agustianto, menambahkan dampak riba sebagai berikut:31
1. Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-
mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1930 sampai saat ini.
2. Di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi
masyarakat dunia makin terjadi secara konstan, sehingga yang kaya makin
kaya yang miskin makin miskin.
3. Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya
pengangguran. Semakin tinggi suku bunga, maka investasi semakin
menurun. Jika investasi menurun, produksi juga menurun. Jika produksi
menurun, maka akan meningkatkan angka pengangguran.
4. Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan
menimbulkan inflasi.
5. Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara
berkembang kepada debt trap (jebakan utang) yang dalam, sehingga untuk
membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya.
30
http://www.eramuslim.com/peradaban/quran-sunnah/riba-dan-dampak-dampak-
ekonominya-1.htm dan http://www.eramuslim.com/peradaban/quran-sunnah/riba-dan-dampak-
dampak-ekonominya-2.htm, diakses pada Senin, 15 Februari 2013, pukul 10:15 WIB.
31
http://www.pesantrenvirtual.com, diakses pada Senin, 26 November 2012, pukul 08:14
WIB.
25. 24
6. Dalam konteks Indonesia, dampak bunga tidak hanya sebatas itu, tetapi juga
berdampak terhadap pengurasan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
Maka tidak berlebihan, jika A.M. Saefuddin32
mencatat bahwa larangan
riba bukan hanya berasal dari kalangan kaum muslimin (Al-Quran dan Hadits),
tapi juga dari non-Islam. Sebut saja pembaharu Kristen Martin Luther yang
merasa tidak cukup dengan larangan bunga yang sedikit atau banyak, tetapi
juga melarang semua kontrak dagang yang menjurus pembungaan uang sampai
kepada menjual dengan harga bayar kemudian yang lebih mahal daripada harga
tunai. Begitu pun dengan Solon (pembuat undang-undang Athena zaman dulu),
Plato (dalam bukunya The Canon), Aristoteles (dalam bukunya The Politics),
ekonom Lord Keynes, hingga Lord Boyd Orr. Semua filsuf dan ekonom Barat
tersebut sepakat bahwa riba itu merupakan sebuah kezhaliman dan harus
ditinggalkan.
Apabila riba harus diperangi, lain halnya dengan zakat yang merupakan
kebalikannya. Riba adalah azab dan kezhaliman, sedangkan zakat adalah
rahmat dan keadilan. Solusi paling tepat untuk mempersempit kesenjangan
antara si kaya dengan si miskin adalah zakat. Secara logika sederhana kita
dapat katakan: semakin kaya seseorang, maka orang-orang miskin semakin
senang, karena akan semakin banyak zakat hartanya. Dan semakin banyak
orang kaya, maka orang-orang miskin juga semakin senang, karena semakin
banyak pula orang yang mengeluarkan zakat.
Sebab bagi kaum muslimin, zakat tidak hanya sekadar sebagai solusi
problem sosial, tidak hanya membagi kasih kepada sesama, bukan hanya
sebatas kepedulian sosial. Zakat adalah kewajiban asasi bagi manusia, dan
salah satu rukun Islam. Cobalah perhatikan, bagaimana Allah dalam banyak
ayat merangkai zakat dengan shalat. Oleh karena itu, yakinlah bahwa tonggak
sebuah masyarakat Islam tidak akan berdiri, kecuali dengan shalat dan zakat,
serta tentu saja ditunjang dengan kewajiban-kewajiban lainnya.
32
A.M. Saefuddin, Membumikan Ekonomi Islam, (Jakarta: PPA Consultants, 2011), hlm.
145-148.
26. 25
Untuk lebih menjelaskan kontrasnya perbedaan antara riba dan zakat,
berikut ini disajikan perbandingan antara keduanya:
Di Indonesia potensi zakat sangat besar sekali, yaitu mencapai 217
trilyun rupiah. Hal ini berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Asian
Development Bank (ADB) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Menurut
Ketua Umum Baznas, Didin Hafidhuddin, dana sebesar itu tentu bisa sangat
bermanfaat untuk mengatasi berbagai masalah kemiskinan dan ketimpangan
sosial di negara ini (m.koran-jakarta.com, 19/8/2011).
Pada tahun 2009 dana zakat yang dikelola BAZNAS sebesar Rp1,2
triliun, naik menjadi Rp 1,5 triliun tahun 2010 dan naik lagi menjadi Rp 1,7
triliun tahun berikutnya, 2011. Menurut Ketua Umum BAZNAS, Didin
Hafidhuddin, zakat dapat digunakan untuk memotong mata rantai kemiskinan.
BAZNAS mempunyai banyak program kepedulian yang bukan saja bersifat
konsumtif, namun juga produktif (rmol.co, 15/7/2012). Lebih lanjut, Didin
Hafidhuddin meyakinkan bahwa zakat bisa menjadi solusi dalam pengentasan
kemiskinan di Indonesia (beritabogor.com, 15/12/2011).
Dengan penyediaan modal berarti tertutuplah pintu sistem pinjaman yang
dikenakan riba. Modal daripada zakat itu boleh diberikan kepada fakir miskin
yang berhajat untuk membuka sesuatu pekerjaan yang termampu olehnya,
No. KONSEP
PERBEDAAN
RIBA ZAKAT
1. Hukum Haram Halal
2. Kedudukan
Termasuk Dosa
Besar
Termasuk Rukun Islam
dan Kewajiban
3. Keberkahan Tidak ada Ada (Banyak)
4. Kemiskinan
Penyebab
Kemiskinan
Solusi Kemiskinan
5. Ancaman bagi Pelaku Diperangi
Tidak ada (malah
dijamin kebahagiaan)
6. Untung-Rugi Merugikan Menguntungkan
7. Tempat Kembali Neraka Surga
8. Psikologis Pelaku
Serakah, Zhalim,
Egois
Dermawan, Taat,
Berjiwa sosial tinggi
9. Dampak bagi Negara
Inflasi dan Krisis
Ekonomi
Sejahtera dan Berkah
27. 26
sama ada sebagai pemberian hangus atau sebagai pinjaman tanpa faedah.
Tatkala Allah mengharamkan riba pasti dilanjutkan dengan solusi, tidak
berhenti pada aspek pengharamannya saja.
QS. Ar-Rum: 39, Al-Baqarah: 275 dan 276 merupakan tiga ayat yang
dengan tegas menjelaskan solusi Islam atas sistem ribawi. Ayat yang pertama
riba disandingkan dengan zakat, ayat kedua riba disandingkan dengan jual beli,
dan pada ayat yang ketiga riba disandingkan dengan sedekah. Apa artinya?
Ketika Allah mengharamkan riba atau menutup satu pintu yaitu riba, pada saat
yang sama Allah membuka 3 pintu, yaitu zakat, sedekah, dan jual beli.
Sehingga pintu-pintu yang halal tersebut dapat dimanfaatkan manusia dalam
memenuhi kebutuhan ekonominya. Maha benar Allah dengan segala firman-
Nya.
28. 27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zakat merupakan alat untuk memerangi masalah riba. Ada beberapa
alasan mengapa zakat dapat melenyapkan riba dari muka bumi:
1. Bunga termasuk riba;
2. Zakat dalam bidang moral mengikis habis ketamakan dan keserakahan
orang kaya;
3. Keadilan distributif dan mencegah penumpukkan kekayaan pada segelintir
orang;
4. Zakat adalah lembaga pertama dalam sejarah yang menjamin kehidupan
kemasyarakatan;
5. Zakat dipandang sebagai bentuk ibadah yang tidak dapat digantikan oleh
model sumber pembiayaan negara apa pun dimana pun juga. Dalam
sejarahnya khalifah Abu Bakar memerangi orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat;
6. Zakat hukumnya wajib, satu-satunya lembaga yang mempunyai otoritas
untuk melakukan pemaksaan seperti itu dalam sistem demokrasi adalah
negara lewat perangkat pemerintahan, seperti halnya pengumpulan pajak;
7. Potensi zakat yang dapat dikumpulkan dari masyarakat sangat besar;
8. Zakat berpengaruh besar terhadap berbagai sifat dan cara pemilikan harta
benda. Harta yang tidak dizakati adalah harta yang kotor dan tidak
memiliki berkah;
9. Zakat mempunyai potensi untuk turut membantu pencapaian sasaran
pembangunan nasional. Dana zakat yang sangat besar sebenarnya cukup
berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat jika disalurkan
secara terprogram dalam rencana pembangunan nasional;
10. Agar dana zakat dapat disalurkan secara tepat, efisien dan efektif sehingga
mencapai tujuan zakat itu sendiri seperti meningkatkan taraf hidup
masyarakat;
29. 28
11. Zakat memberikan kontrol kepada pengelola negara;
12. Zakat memperluas basis muzakki;
13. Zakat meringankan APBN;
14. Mayoritas penduduk Indonesia adalah Umat Muslim.
30. 29
DAFTAR PUSTAKA
‘Abbâs, ‘Abdullah Ibn. Tanwîr al-Miqbâs min Tafsîr Ibn ‘Abbâs. Juz 1. tt.
Al-Marghainânî. Syarh Bidayat al-Mubtadi`. Juz 3. Al-Maktabat al-Islâmiyyah. tt.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema
Insani Press. 2005.
Apriyanto, Anto. Tafsir Hadits: Konsep Zakat. Bogor: Magister Ekonomi Islam
Konsentrasi Zakat Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor. 2013.
Bantanie, M. Syafe’i El-. Gampang Praktek Zakat Infak dan Sedekah. Bandung:
Salamadani. 2011.
El-Madani. Fiqh Zakat Lengkap. Yogyakarta: Diva Press. 2013.
Hafidhuddin, Didin dan Ahmad Juwaini. Membangun Peradaban Zakat. Ciputat:
Institut Manajemen Zakat. 2007.
Hafidhuddin, Didin. Islam Aplikatif. Jakarta: Gema Insani Press. 2004.
________________. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani
Press. 2008.
________________. Agar Harta Berkah dan Bertambah; Gerakan Membudayakan
Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf. Jakarta: Gema Insani Press. 2009.
Hakim, Cecep Maskanul. Belajar Mudah Ekonomi Islam. Banten: Shuhuf Media
Insani. 2011.
Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah. Jakarta: Rajawali Pers. 2003.
Juhriyanto. Hukum Bunga Bank. Madura: Institut Dirosah Islamiyah Al-Amien.
2011.
Kementerian Agama RI. Al-Quran dan Terjemah, Dilengkapi dengan Kajian
Ushul Fiqih. Bandung: Nur Publishing. 2012.
Mandzûr, Ibn. Lisân al-Arab. Beirut: Dâr ash-Shâdir. tt.
Mufti, Aries. Bunga Bank: Maslahat atau Muslihat? Jakarta: Pustaka Quantum.
2004.
Musfah, Jejen. Indeks Al-Quran Praktis. Jakarta: Hikmah. 2010.
31. 30
Musyaiqih, Khalid bin Ali al-. Zakat Kontemporer, Solusi Atas Fenomena
Kekinian. Jakarta: Embun Litera Publishing. 2010.
Naqvi, Syed Nawab Haider. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2003.
Naufal, Ahmad. Tafsir Hadits: Konsep Riba. Bogor: Magister Ekonomi Islam
Konsentrasi Zakat Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor. 2013.
Perwataatmadja, Karnaen dan Muhammad Syafi’i Antonio. Apa dan Bagaimana
Bank Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. 1992.
Qardhawi, Yusuf Al-. Bunga Bank Haram. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2001.
Qudâmah, Ibn. Al-Mughnî. Juz 4. Riyadh: Maktabat Riyâdh Hadîtsah. 1981.
Qurthubî, Ibn Abd al-Barr al-. Al-Kâfî fî Fiqh Ahl al-Madînah al-Mâlikî. Beirut:
Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah. tt.
Saefuddin, A.M. Membumikan Ekonomi Islam. Jakarta: PPA Consultants. 2011.
Shâbûnî, Muhammad ‘Ali ash-. Rawâ’i al-Bayân;Tafsîr Âyât al-Ahkâm min al-
Qur’ân. Juz 1. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 1999.
Shaghîr, Asy-Syâfi’i ash-. Nihâyat al-Muhtâj ilâ Syarh al-Minhâj. Juz 3. Al-
Maktabat al-Islâmiyyah. tt.
Shalehuddin, Wawan Shofwan. Risalah Zakat Infak dan Sedekah. Bandung:
Tafakur. 2011.
Shiddieqy, Tgk. M. Hasbi ash-. Pedoman Zakat. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
2009.
Software al-Maktabat asy-Syâmilah, v. 3.48.
Tanjung, Adi Satria. Penetapan Wajib Zakat Berdasarkan Upah Minimum
Regional (UMR) dan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Tangerang:
Alphabet Press. 2005.
Ulwan, Abdullah Nashih. Zakat Menurut 4 Mazhab. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
2008.
Utomo, Setiawan Budi. Metode Praktis Penetapan Nisab Zakat. Bandung: Mizan.
2009.