Dokumen tersebut membahas pengelolaan lahan gambut kritis di Kalimantan Tengah dengan penanaman tanaman karet dan jelutung untuk merehabilitasi lahan serta mengurangi ancaman kebakaran. Proyek pilot dilakukan di Pulang Pisau dengan menanam 10 ha karet dan 10 ha jelutung dengan melibatkan masyarakat. Hasilnya, penanaman karet dan jelutung di lahan gambut merupakan solusi untuk pemanfaatan lahan dan pencegahan kebakaran hut
1. PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT KRITIS
DENGAN PENANAMAN KARET DAN JELUTUNG
Oleh:
Comunity Empowerment and Participatory Institute (CEPI)
Ketua Tim Peneliti:
Ir. Metarius
PENDAHULUAN
1. Pengantar
Propinsi Kalimantan Tengah memiliki luasan ± 153.564 km2 atau 1,5 kali luas pulau
Jawa. Terletak 0°45’ lintang utara; 3°30’ Lintang Selatan dan 111° Bujur Timur.
Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah, ketinggiannya berkisar antara
0 s/d 150 meter dari permukaan laut. Kecuali sebagian kecil di daerah utara
merupakan daerah perbuktian dimana terbentang pegunungan Muller – Schwanner.
Dari luasan tersebut, 22% atau sekitar 3,47 juta hektar merupakan kawasan gambut,
dengan ketebalan berkisar 50cm – 1200 cm, dan diperkirakan terdapat sekitar 5 – 6
Giga ton cadangan karbon. Melihat pada pada potensi luasan gambut tersebu t
seharusnya lahan gambut mampu menjadi peluang pengembangan berbagai sektor,
namun pada sisi lain juga kita melihat bahwa laju penurunan dan kerusakan yang
terjadi juga sangat besar.
Dalam sepuluh tahun terakhir kita melihat kekhawatiran mengenai kehilangan dan
kerusakan ekosistem lahan gambut secara significan di Indonesia, serta menyebabkan
kerusakan dan kehancuran keanekaragamanhayati lahan gambut, kerusakan tata air,
dan lepasnya jutaan karbon ke udara. Konversi lahan gambut, drainase dan
eksploitasi berlebihan terhadap lahan gambut telah diketahui merupakan akan
penyebab munculnya kebakaranyang telah menghancurkan atau merusak lahan
gambut. Untuk menghindari degradasi yang lebih parahlagi maka diperlukan suatu
upaya sesegara mungkin untuk memperbaiki kondisi tersebut dengan melibatkan para
pihak.
Salah satu pihak yang dianggap memiliki keterkaitan secaralangsung dengan
pengelolaan lahan gambut ini, adalah masyarakat. Keterlibatan masyarakat untuk
mengurangi tingkat ancaman dan kerusakan pada lahan gambut menjadi sangat besar
mengingat bahwa adanya interaksi dengan pola pemanfaatandan laju kerusakan.
Hal yang sangat penting dan dapat dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana
mengarahkan masyarakat dalam mengelola lahan gambut untuk kepentingan
pemanfaatan dengan pola budaya tradis ionil (kearifan lokal) yang memadukan antara
pengembangan teknologi budidaya dan nilai budaya bertani.
2. Kondisi Lahan Gambut Kalimantan Tengah
Disampaikan di atas bahwa luas lahan gambut di Kalimantan Tengah mencapai 3,47
juta hektar dengan tingkat kematangan dan kedalaman yang sangat variatif. Namun
yang sangat dominan adalah Gambut dengan kedalaman ”dalam” sampai ”sangat
dalam” ( 200 cm – 800 cm dengan total luasan 2.170 juta hektar).
Dalam skala sepuluh tahun belakangan ini, laju kerusakan mencapai hampir 50%
yang terbesar disebabkan faktor pengelolaan dan pemanfaatan (konversi) kawasan
2. untuk kegunaan lain yang menjadi tidak terkendali akibatnya adalah terjadinya
kebakaran hutan dan lahan sepanjang tahun dan kondisi ini terjadi di wilayah
kawasan lahan gambut.
Untuk mengurangi tingkat kerusakan yang diaki atkan oleh kebakaran, maka
b
berbagai upaya terlah dilakukan oleh pihak Pemerintah maupun para pihak namun
belum menampakkan hasil yang significant.
Daerah-daerah lahan gambut yang memiliki tingkat kerusakan luas dan terparah
antara lain : Kabupaten Kapuas (kawasan PLG), Kabupaten Pulang Pisau (RuasJalan
Tumbang Nusa), Kotawaringin Barat, Katingan, Kotawaringin Timur dan Kota
Palangka Raya sendiri.
Akibat terjadinya kebakaran lahan yang terjadi pada kawasan gambut tersebut
disamping memusnahkan beragam jenis flora fauna, meninbulkan efek samping atas
gangguan kesehatan juga mengakibatkan munculnya fenomena ikutan yaitu
terjadinya banjir pada musim hujan.
Pada kondisi demikian maka sebuah sistem pengelolaan lahan gambut yang
memadukan konsep teknologi pemanfaatan (budidaya), managament kawasan dan
keterlibatan peran masyarakat menjadi sangat perlu untuk dilakukan. Pelibatan
masyarakat secara langsung disini adalah dalam mengelola lahan dengan pola
pemanfaatan sistem pertanian / perkebunan dengan menyesuaikankarakteristik lahan
dan jenis tanaman.
3. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelola dan Pemanfaatan Lahan
an
Gambut
Pemanfaatan lahan gambut secara bijaksana dan berkelanjutan merupakan upaya
untuk tetap mempertahankan potensi kekayaan alami ekosistem, serta
memanfaatkanya secara berkelanjutan agar dapat diperoleh manfaat tidak hanya
untuk masa kini namun juga pada masa mendatang.
Selama ini dan pasti akan terus berlangsung bahwa lahan gambut akan dimanfaatkan
secara beragam oleh pemangku kepentingan, sehingga berakibat pada beberapa
tempat memicu rusaknya sumber daya ekosistem hayati. Pengalaman menunjukkan
bahwa pengelolaan lahan gambut yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan,
khususnya masyarakat lokal akan lebih memberikan kepastian keberlanjutan
pengelolaan dibandingkan dengan kegiatan serupa yang dilakukan tanpa peran
masyarakat lokal.
Melibatkan masyarakat melalui pola program pemberdayaan harus juga disesuaikan
dengan dengan kondisi masyarakat setempat dan menghargai pemanfaatan secara
tradisional.
Dalam kasus terjadi kerusakan yang sangat drastis pada lahan gambut maka
pemberdayaan masyarakat yang memungkinkan dan memiliki peluang utnuk
dikembangkan adalah mengajakmasyarakat kembali kepada pola tradisionil yaitu
melakukan usaha penanaman kembali jenis-jenis tanaman yang sudah sangat familiar
bagi masyarakat Kalimantan Tengah dan disesuaikan dengan kondisi setempat serta
arah kebijakan pembangunan khususnya pada bidang perkebunan dan ataupertanian.
Untuk saat ini sektor perkebunan menjadi salah satu program yang mendapat
perhatian utama, ini dapat dilihat dengan begitu banyak dan luasnya pencadangan
kawasan untuk kepentingan perkebunan dan komoditi andalan yang menjadi prioritas
adalah pada jenis sawit dan karet dan jelutung
Pemberdayaan masyarakat dalam mengelola lahan gambut untuk pengembangan
3. sektor perkebunan terutama untuk jenis tanaman karet dan jelutung pada lahan
gambut sangat perlu untuk dicermati, karena disamping untuk melakukan upaya
rehabilitasi kembali kawasan-kawasanyang telah rusak juga diharapkan akan
berdampak pada penurunan terhadap ancaman bahaya kebakaran hutan dan lahan.
Upaya-upaya pemberdayaan yang akan dilakukan tidak hanya berhenti pada upaya
memfasilitasi petani atau masyarakatdengan pemberian bibit, namun juga harus
diiringi dengan peningkatan pemahaman dan kapasitas serta tanggung jawab bersama
terutama masyarakat yang menjadi penerima manfaat dari sebuah program.
4. Potret dan Prospek Pasar Tanaman Karet dan Jelutung
Karet dan Jelutung merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan konstribusi
di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20
tahun terakhir terus menunjuk peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985
kan
menjadi 1.9 juta ton pada 2004 dan 2.2 juta ton pada tahun 200 Pendapatan devisa
5.
dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$2.25 milyar, yang merupakan 5%
dari pendapatan devisa non migas. Sedangkan untuk jelutung sendiri nilai ekspor dari
tahun 1970 sampai tahun akhir tahun 1980 an nilai ekspor rata-rata tiap tahun berkisar
antara 400.000 kg – 800 kg 1) , dengan nilai devisa berkisar US$ 1.60 milyar.
Untuk Kalimantan Tengah sendiri luasan areal perkebunan karet pada tahun 2004,
mencapai luasan ± 2.460 km2 dimana 60 % diantaranya adalah dikelola oleh pihak
swasta dan sisanya merupakan karet rakyat dan umumnya berusia diatas 20 tahun
pada kondisi hutan karet., untuk tanaman jelutung sendiri sampai sekarang belum
teridentifikasi luasan kebun yang dikelola, karena masyarakat masih mengambil getah
(lateks) dari hutan, dan penanaman jenis ini mulai dilirik oleh Pemerintah, para pihak
dan masyarakat sendiri baru memasuki era tahun 2000-an melalui berberapa program
yang dikembangkan oleh DepartemenKehutanan seperti program DAK-DR atau pun
GERHAN.
Melihat pada luasan wilayah dan masih kecilnya volume devisa ekspor yang
disumbangkan sektor ini, sebenarnya ini menjadi sebuah peluang yang sangat baik,
mengingat kebutuhan dan harga karet dunia yang semakin melonjak dan permintaan
pasar yang semakin tinggi, lonjakan permintaan dan tingginya harga ini disebabkan
tingginya harga minyak dunia, akibatnya industri yang selama ini mengembangkan
karet sintetis harus kembali ke karet alam.
5. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan pilot project penanaman tanaman karet dan jelutung pada
lahan gambut di wilayah Tumbang Nusa – Pilang dan sekitarnya ini antara lain :
a. Sebagai upaya untuk mengurangi tingkat ancaman kebakaran hutan dan lahan
dengan pola pengelolaan dan pengembangan tanaman karet dan jelutung.
b. Merupakan upaya untuk merehabilitasi kembali lahan-lahan gambutyang kritis
dengan menanam jenis-jenis tanaman lokal yang sudah familiar dengan petani dan
masyarakat Kalimantan Tengah
c. Sebagai bentuk ujicoba pengelolaan dan pemanfataan kawasan lahan gambut
yang berkelanjutan
d. Sebagai wadah bagi peningkatan kapasitas petani/masyarakat dalam bertukar
informasi dan pengalaman dengan para pihak.
6. Lokasi Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan
4. Lokasi ujicoba pilot project ini adalah disekitar ruas jalan Tumbang Nusa – Pilang
wilayah Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah,dengan lausan 20 hektar yang
terdiri atas 10 hektar untuk tanaman Karet dan 10 hektar untuk tanaman Jelutung
Pelaksanaan kegiatan dimulai bulan April – Desember 2007 dengan (Schedule
terdapat dalam lampiran tersendiri)
BAB V
REKOMENDASI
Dari hasil kegiatan serta hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam
melakukan Uji Coba Penanganan Lahan Gambut Kritis dengan Penanaman
Tanaman Karet dan Jelutung yang bersumber dari bibit anakan alam maka dapat
disampaikan beberapa hal :
1. Penanaman Karet dan Jelutung merupakan salah satu upaya untuk
memanfaatkan lahan kritis kearah pemanfaatan lahan budidaya perkebunan
dengan pola tanpa bakar.
2. Penanaman Karet dan Jelutung pada lahan kritis dengan melibatkan
masyarakat merupakan salah satu upaya untuk menekan ancaman terhadap
bahaya kebakaran yang sering terjadi pada lahan-lahan gambut.
3. Dalam pengambilan bibit anakan yang berasal dari alam, maka beberapa hal
harus dipersiapkan untuk mengantisiapsi atau mengurangi tingkat kematian
bibit. Antara lain (a) pola pengambilan bibit haru dilakukan dengan
memperhatikan musim, yaitu sangat baik pada musim penghujan; (b) tempat
penangan bibit di sekitar kebun selama masa adaptasi harus dipersiapkan
secara maksimal (c) untuk bibit jelutung sebaiknya dipilih yang berukuran
tinggi antara 30-45 cm karena dianggap cukup memiliki daya adaptasi dan
daya tahan yang tinggi baik ketika setelah pencabutan maupun ketika proses
fisiologi pertumbuhan lainnya.
4. Untuk menciptakan ruang tumbuh yang baik bagi tanaman setelah
penanaman, maka disekitar pernaman harus sering dilakukan
penggemburan, dan pada saat penanaman bibit maka tanah sekitar
perakaran jangan dipadatkan sehingga tercipta ruang tumbuh dan aerase
udara yang cukup bagi pertumbuhan sistem perakaran.
5. Untuk tanaman karet, karena ini berasal dari anakan alam, maka pada saat
penanaman diupayakan agar lobang tanam jangan terlalu dalam, tetapi harus
menyesuaikan dengan tingkat kedalaman pada saat dilakukan pencabutan,
artinya sampai sampai lebih dalam dari ketika tanaman pada saat dicabut.
6 Untuk mengurangi tingkat kompetisi atas unusr hara, maka sebaiknya sekitar
pertanaman dapat dilakukan pembersihan lahan sekitar 3 bulan sekali
disesuaikan dengan pertumbuhan gulma.