Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya komunikasi antar profesi kesehatan dan komunikasi dengan pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan diagnosis dan terapi yang salah serta menurunkan kepuasan pasien. Berbagai faktor seperti role stress, ketidakpahaman peran, dan persaingan otonomi dapat menghambat komunikasi antar profesi kesehatan.
2. Salah satu hal yang menjadi tolok ukur
kepuasan pasien adalah hasil layanan yang
didapatkan yaitu kesembuhan.
Berbagai faktor berpengaruh pada
kesembuhan pasien, termasuk di antaranya
adalah bagaimana penegakkan diagnosis dan
terapi yang didapatkan
Selanjutnya bagaimana diagnosis bisa tegak
dan terapi bisa tepat tergantung antara lain
bagaimana komunikasi antar profesi yang ikut
serta menangani pasien dan komunikasi
dengan pasien
4. Dari berbagai profesi yang menangani:
Kompeten di spesialisasi masing-masing
Perlu “memahami kompetensi profesi lain”
dan “berkomunikasi” dengan profesi lain
Perlu kerjasama untuk pengelolaan secara
terpadu
5. Anggota tim interprofesi terdiri dari profesi yang
berbeda
Anggota tim mempunyai spesifikasi dalam
pengetahuan, keahlian, teknik intervensi
Semua anggota tim memadukan hasil observasi,
dan merencanakan tindak lanjut yang
terintegrasi
(perlu berkoordinasi, berkolaborasi & komunikasi)
6. Tgl, Jam
Profesional
Pemberi
Asuhan
HASIL ASESMEN PASIEN DAN PEMBERIAN PELAYANAN
(Tulis dengan format SOAP/ADIME, disertai Sasaran. Tulis
Nama, beri Paraf pada akhir catatan)
Instruksi PPA
Termasuk Pasca
Bedah
(Instruksi ditulis
dgn rinci dan
jelas)
REVIEW &
VERIFIKASI
DPJP
(Tulis Nama, beri
Paraf, Tgl, Jam)
(DPJP harus
membaca/merevi
ew seluruh
Rencana
Asuhan)
2/2/2015
Jm 8.00
2/2/2015
Jm 8.30
Perawat
Dokter
S : Nyeri akut lutut kiri sejak 1-2 jam
O : skala nyeri VAS : 7
TD 165/90, N 115/m, Frek Nafas : 30/m
A : Nyeri akut arthritis gout
P : Mengatasi nyeri dalam 2 jam dgn target VAS <4
Paraf..
S : Nyeri lutut kiri akut sejak pagi
O : Lutut kiri agak merah, nyeri tekan, skala NRS 7-8,
hangat pd palpasi.
A : Gouty Arthritis - flare Genu Sinistra
P : inj steroid xx mg , tab colchicine 2 X 0,6 mg/hari.
Paraf …
Dst….
• Monitoring
nyeri tiap 30’
• Lapor DPJP
• Kolaborasi
pemberian anti
inlamasi &
analgesic
*Lapor 2 jam lagi
skala nyeri
*Foto Ro Lutut
hari ini bila nyeri
mereda/toleransi
cukup
CPPT : CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Catatan/Notasi DPJP … … … … … … … … … …
… … … … … … … … … … … … …+paraf DPJP
Paraf
DPJP
tiap lembar
Kolaborasi PPA
melalui CPPT
9. Komunikasi antar profesi (kesehatan) yang
melayani pasien dan komunikasi dengan
pasien sangat menentukan keberhasilan
terapi.
Kecacatan dan bahkan kematian pasien bisa
diakibatkan oleh tidak baiknya atau lemahnya
komunikasi antar profesi tersebut dan
komunikasi dengan pasien dan keluarganya.
Pasien seringkali bingung karena nasehat
yang diberikan oleh setiap petugas kesehatan
yang menangani berbeda pada hal masalahnya
sama.
10. Berbagai jenis komunikasi antar petugas dapat
terjadi di fasilitas kesehatan, bergantung pada
besar dan struktur organisasi fasilitas tersebut.
Komunikasi dalam satu institusi kesehatan
berbeda dari institusi ksehatan lain
(puskesmas kelurahan, puskesmas kecamatan,
klinik 24 jam, rumah sakit daerah, rumah sakit
rujukan dsb).
12. Secara umum, jenis komunikasi antar profesi di
organisasi layanan kesehatan antara lain:
1. Komunikasi antara manajer fasilitas kesehatan
dengan petugas kesehatan,
2. Komunikasi antara dokter dengan perawat/bidan,
3. Komunikasi antara dokter dengan dokter
4. Komunikasi antara dokter/bidan/ perawat dengan
petugas apotik,
5. Komunikasi antara dokter/ bidan/perawat dengan
petugas administrasi/keuangan,
6. Komunikasi antara dokter/bidan/perawat dengan
petugas pemeriksaan penunjang (radiology,
laboratorium, dsbnya).
13. Jenis komunikasi tsb bisa lebih banyak lagi
bergantung kepada besarnya organisasi dan
banyaknya jenis pelayanan yang diberikan.
Semakin banyak jenis komunikasi kemungkinan
terjadinya gangguan komunikasi juga lebih besar.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan menuntut
pemahaman terhadap jenis komunikasi di organisasi
layanan kedokteran yg meliputi:
bagaimana komunikasi dilaksanakan,
identifikasi masalah komunikasi,
penyebab hambatan komunikasi dan
bagaimana mengatasi hambatan
14. Komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan
dapat berupa:
tulisan
verbal
non-verbal
Bentuk komunikasi tertulis a.l.:
rekam medik,
resep
surat edaran.
15. Komunikasi verbal dan non-verbal:
Misalnya komunikasi interpersonal dua atau
beberapa orang saja, atau banyak orang
(dalam bentuk pertemuan).
Komunikasi verbal dan non-verbal bisa
digunakan secara tersendiri, atau sebagai
pendukung dari komunikasi tulisan.
Contoh dokter yang telah menuliskan
instruksi pengobatan, menjelaskan
instruksinya tersebut secara verbal kepada
perawat atau bidan.
16. Tulisan yang sulit dibaca permasalahan pasien atau
instruksi tidak dapat dipahami dengan baik tidak
dapat melanjutkan perawatan dengan baik. Instruksi
yang baik selain dituliskan juga seharusnya
dibicarakan dengan petugas yang akan melakukan
instruksi tersebut.
Pembicaraan lewat telpon terkadang tidak jelas karena
koneksi buruk atau tidak mampu menggunakan telpon
dengan baik. pekerjaan tertunda atau instruksi
dilakukan atas dasar men-duga2 bisa berakibat
buruk bagi pasien. Untuk mengatasi perlu konfirmasi
langsung segera.
19. Permasalahan seputar resep:
Tulisan dokter tidak bisa dibaca/dipahami
dengan baik pemberi obat tidak
memberikan obat dg benar.
Konfirmasi ttg obat yg ditulis tidak dilakukan
karena malas atau sulit menghubungi, atau
dokter tidak mencantumkan nomor teleponnya
di kertas resep.
Pemberi obat mengganti obat dengan obat
yang serupa tanpa melakukan konfirmasi
dengan dokter penulis resep.
20. Permasalahan surat edaran kadang2 tidak
cukup, perlu ditunjang dengan cara
komunikasi yang lain misalnya pertemuan
khusus atau pelatihan / workshop, bergantung
kepada sifat informasi itu sendiri.
Masalah komunikasi interpersonal antar
petugas kesehatan dapat terjadi antar petugas
yg melayani pasien: Komunikasi secara tertulis
seringkali tidak cukup kadang2 perlu
dilakukan konferensi kasus.
21. Permasalahan persepsi masing2 petugas:
Dokter menganggap perawat tidak
menjalankan instruksi dengan benar sering
karena perawat salah menginterpretasikan
perintah
Masing2 dokter merasa apa yg dilakukan
adalah yg paling baik tidak ada negosiasi
Perawat merasa tidak perlu klarifikasi
instruksi
Hambatan psikologis enggan
menyampaikan kesulitan mereka
22. Beberapa hal yang patut dicermati antara lain:
1. Instruksi (tulisan atau non verbal atau verbal baik langsung
atau lewat telpon) kurang jelas dan petugas yang diberikan
instruksi tidak minta klarifikasi,
2. Tidak terjadi interaksi verbal sama sekali, biasanya antar
dokter ahli kecuali bila ada konferensi kasus,
3. Pemberi instruksi tidak meyakinkan instruksinya dimengerti
oleh petugas,
4. Dokter ahli tidak menganggap dokter ruangan, perawat/
bidan sebagai mitra kerja,
5. Lemahnya aturan mengenai hak dan tanggungjawab masing-
masing petugas kesehatan.
Contoh:
Selesai operasi operator meninggalkan tempat.
Dokter datang terlambat menolong persalinan, sehingga persalinan
ditolong bidan.
23. Penyebab yang dapat berdampak terhadap
hubungan antar petugas kesehatan, yakni :
(1) Role stress,
(2) Lack of interprofessional understanding,
(3) Autonomy struggles.
24. 1. Role Stress.
Menghadapi pasien setiap hari bukanlah suatu hal yang
mudah mempengaruhi suasana hati dokter dan dapat
mempengaruhi komunikasi verbal dan non-verbalnya
dengan sesama petugas.
Ada 2 hal yang termasuk dalam role stress, yakni role
conflict dan role overload :
Role conflict adalah perbedaan antara peran yang
diharapkan dengan yang diperoleh. Sikap saling
menghormati antar petugas akan mengurangi role
conflict.
Role overload, terjadi karena beratnya tugas a.l.
jumlah pasien yang terlalu banyak. Apalagi jika
dengan derajat kesulitan yang tinggi akan melelahkan
petugas kesehatan. Keadaan ini akan sangat
mempengaruhi suasana hati petugas.
25. 2. Lack of interprofessional understanding.
Meskipun kita mengharapkan semua
petugas kesehatan memahami perannya
masing2 dalam lingkungan kerjanya namun
dalam praktiknya, ternyata tidak demikian.
Walaupun telah ada kemajuan dalam
memahami peran petugas lainnya,
kebingungan atau kesalahtafsiran tentang
peran dari masing2 petugas masih sering
terjadi.
26. 3. Autonomy Struggles, yakni “the freedom to be self-
governing or self-directing”.
Hal ini sangat penting agar petugas dapat memenuhi
peran profesinya.
Tingginya professional autonomy berhubungan
dengan membaiknya job morale & job performance.
Perbedaan tingkat otonomi pada petugas kesehatan
dapat memacu ketegangan interpersonal.
Contoh: Perawat misalnya sering menyatakan
kekesalannya karena rendahnya otoritas mereka
untuk pengambilan keputusan yang sederhana
tetapi penting bagi keamanan atau kenyamanan
pasien.
27. Mengurangi role stress dg membuka wawasan mahasiswa, tentang
perannya masing2 dalam dunia kerja nyata, khususnya dalam
sistem pelayanan kesehatan.
Untuk mengatasi role overload, perlu dilakukan pengaturan beban
kerja yang harus ditangani oleh petugas kesehatan.
Pembenahan manajerial yakni:
(1) memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing2 petugas dalam
suatu fasilitas kesehatan. Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus
diketahui oleh masing2 petugas,
(2) memberikan otonomi kepada petugas untuk mengambil keputusan
sesuai dengan kewajiban dan kemampuannya, dan
(3) mereposisi kembali hubungan antar petugas kesehatan sebagai
hubungan yang saling melengkapi
28. Setiap profesi kesehatan dituntut untuk
mempraktikkan cara2 komunikasi interpersonal
yang baik, baik kepada pasien maupun kepada
sesama profesi kesehatan.
Komunikasi tertulis perlu dilakukan dengan
penulisan yang jelas, dan bila perlu didukung oleh
komunikasi verbal dan non-verbal yang sesuai.
Ciptakan situasi lingkungan kerja yang nyaman
yang sebenarnya sangat mudah dilakukan bila
semua profesi kesehatan menyadari bahwa hasilnya
akan sangat bermanfaat bagi pasien.