SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 62
Descargar para leer sin conexión
PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING PLUS
     BAKTERISIDA SINTETIS ATAU NABATI UNTUK
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas
oryzae pv. oryzae) TERBAWA BENIH SERTA MENINGKATKAN
   VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.)




                           oleh

                 Ariska Yulinda Rachmawati
                        A34404045




                   PROGRAM STUDI
    PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
                FAKULTAS PERTANIAN
             INSTITUT PERTANIAN BOGOR
                           2009
PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING PLUS
     BAKTERISIDA SINTETIS ATAU NABATI UNTUK
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas
oryzae pv. oryzae) TERBAWA BENIH SERTA MENINGKATKAN
   VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.)




                Skripsi sebagai salah satu syarat
          untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
        pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor




                              oleh

                   Ariska Yulinda Rachmawati
                           A34404045




                     PROGRAM STUDI
    PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
                 FAKULTAS PERTANIAN
             INSTITUT PERTANIAN BOGOR
                             2009
RINGKASAN

ARISKA YULINDA R. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning plus
Bakterisida Sintetis atau Nabati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri
(Xanthomonas oryzae pv. oryzae) Terbawa Benih serta Meningkatkan
Viabilitas dan Vigor Benih Padi (Oryza sativa L.). Dibimbing oleh
SATRIYAS ILYAS dan TRINY S. KADIR.
       Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi
bakterisida sintetis atau nabati yang efektif serta non toksik untuk mengendalikan
bakteri Xanthomons oryzae pv. oryzae penyebab hawar daun bakteri (HDB). Jenis
dan konsentrasi yang didapat kemudian diintegrasikan dengan perlakuan
matriconditioning.
       Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan, percobaan I dilakukan untuk
mengidentifikasi bakteri X. oryzae pv. oryzae dalam sampel benih yang diambil
dari pertanaman padi di BB Padi Sukamandi. Pengambilan sampel diikuti dengan
pengamatan tingkat serangan penyakit HDB di lapang. Benih kemudian diisolasi
untuk mendapatkan isolat X. oryzae pv. oryzae. Isolat murni bakteri diidentifikasi
berdasarkan sifat Gram bakterinya dengan uji pewarnaan Gram dan identifikasi
berdasarkan gejala serangan pada tanaman sehat dengan uji Postulat Koch.
       Percobaan II terdiri atas dua percobaan, uji efektivitas dan uji fitotoksisitas
bakterisida sintetis dan nabati. Uji efektivitas dilakukan secara in-vitro.
Bakterisida sintetis yang digunakan adalah Agrept 20 WP, Nordox 56 WP, dan
Plantomycin 7 SP dengan konsentrasi 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, dan 0.4%.
Bakterisida nabati yang digunakan adalah minyak cengkeh dan minyak serai
wangi dengan konsentrai 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2%. Hasil uji efektivitas dan
fitotoksisitas akan digunakan dalam percobaan III.
       Pada percobaan III terdapat enam taraf perlakuan yaitu P0 (kontrol), P1
(matriconditioning), P2 (Agrept 0.2%), P3 (minyak serai wangi 1%), P4
(matriconditioning plus Agrept 0.2%), dan P5 (matriconditioning plus minyak
serai wangi 1%). Perlakuan matriconditioning dan matriconditioning plus
bakterisida sintetis atau nabati dilakukan dengan nisbah antara benih, arang sekam
dan air 1 : 0.8 : 1.2 selama 30 jam pada suhu 26 - 29oC. Percobaan II dan III
menggunakan varietas IR-64 dan Ciherang sebagai percobaan terpisah.
Hasil pengamatan serangan di lapang menunjukkan tingkat keparahan
66% - 91% dan keberadaan 62% - 94%. Berdasarkan Standard Evaluation System
for Rice yang dikeluarkan IRRI, varietas IR-64, Ciherang, Mekongga, dan Cibogo
sangat rentan dengan skor 9. Hasil isolasi bakteri menunjukkan bakteri terbawa
benih pada IR-64 90% dan pada Ciherang 60%. Identifikasi dengan uji Postulat
Koch menunjukkan gejala serangan yang timbul pada tanaman sehat yang
diinokulasi isolat adalah gejala penyakit HDB, dengan ciri ujung daun layu dan
mengering. Identifikasi dengan pewarnaan Gram mengindikasikan isolat yang
diuji merupakan X. oryzae pv. oryzae (berwarna merah dan bentuk cocoid atau
bacillus).
       Uji efektivitas bakterisida sintetis secara in-vitro pada isolat X. oryzae pv.
oryzae menunjukkan Agrept 20 WP konsentrasi 0.1% - 0.4% memiliki persentase
daya hambat yang tertinggi dibandingkan Nordox 56 WP dan Plantomycin 7 SP.
Pada uji efektivitas bakterisida nabati, minyak serai wangi konsentrasi 1 - 2%
menunjukkan daya hambat yang lebih tinggi dibanding minyak cengkeh dengan
konsentrasi yang sama. Pada uji fitotoksisitas perlakuan Agrept 0.2%
meningkatankan daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh
dibanding Agrept 0%, 0.1%, 0.3%, dan 0.4%, pada IR-64 maupun Ciherang. Pada
uji fitotoksitas baktersida nabati, perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan
persentase daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh yang lebih
tinggi dari perlakuan minyak serai wangi 0.5%, 1.5%, dan 2%. Gejala toksisitas
ditemukan pada perlakuan minyak serai wangi 1.5% dan 2% dengan ciri akar
primer tumbuh tanpa diikuti pertumbuhan akan seminal sekunder.
       Pada percobaan III perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus
Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan
peningkatan daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering
kecambah normal, serta penurunan T50 dibanding kontrol. Uji patologis dengan
metode grinding menunjukkan perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2%
atau plus minyak serai wangi 1% mampu menurunkan jumlah X. oryzae pv.
oryzae terbawa benih dibanding kontrol dan perlakuan matriconditioning.
Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% atau plus minyak serai wangi 1%
mampu meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih.
Judul Penelitian    : PENGARUH           PERLAKUAN        MATRICONDITIONING
                     PLUS BAKTERISIDA SINTETIS ATAU NABATI
                     UNTUK         MENGENDALIKAN               HAWAR         DAUN
                     BAKTERI (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) TERBAWA
                     BENIH SERTA MENINGKATKAN VIABILITAS DAN
                     VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.)

Mahasiswa          : Ariska Yulinda Rachmawati

NRP                : A34404045




                                       Menyetujui :

            Pembimbing I                               Pembimbing II




   Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS.                  Dra. Triny Surjani Kadir
       NIP. 131 124 822                                  NIP.080 057 177




                                       Mengetahui,
                             Dekan Fakultas Pertanian




                        Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.
                                 NIP. 131 124 019


Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP

         Penulis dilahirkan di Lamongan, Propinsi Jawa Timur, pada tanggal 9 Juli
1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersudara dari pasangan Bapak
Muhammad Nuh dan Ibu Lil Istianah.
         Tahun 1998 penulis menyelesikan pendidikan dasar di SDN Jetis VI
Lamongan, kemudian tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SLTPN I
Lamongan. Penulis lulus dari SMUN I Lamongan pada tahun 2004.
         Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI tahun 2004.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan
Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
         Penulis aktif dalam kegiatan mahasiswa komunitas seni “Ladang Seni
Fakultas Pertanian, IPB” tahun 2004-2007. Tahun 2005 penulis bergabung dengan
komunitas seni IPB sebagai ketua Divisi Pementasan. Penulis juga aktif dalam
kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) periode
kepengurusan 2005-2006. Tahun 2006 penulis menjadi staf magang pada
Laboratorium Kultur Jaringan di Balai Besar Bioteknologi dan Genetika Cimanggu-
Bogor.
KATA PENGANTAR

        Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
menciptakan bumi dan segala isinya. Hanya dengan berkat dan rahmat-Nyalah
penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Perlakuan
Matriconditioning plus Bakterisida Sintetis atau Nabati untuk Mengendalikan
Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) Terbawa Benih serta
Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih Padi (Oryza sativa L.). Skripsi ini
dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
        Tak lupa kiranya penulis sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Satriyas
Ilyas, MS dan Dra. Triny S. Kadir selaku pembimbing skripsi, serta Dr. Ir. Endang
Murniati, MS selaku penguji, yang telah banyak memberikan arahan dan koreksi
dalam penyusunan skripsi ini. Penelitian ini dibiayai oleh proyek Kerjasama
Kemitraaan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) dengan judul
“Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi” yang diketuai oleh Prof. Dr.
Ir. Satriyas Ilyas, MS. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih.
        Kepada mama, ayah, suamiku, keluarga besar serta orang-orang yang telah
begitu berjasa dalam hidup penulis sehingga penulis bisa bertahan hingga sekarang,
terima kasih akan segala dukungannya. Kepada staff Laboratorium Entomologi dan
Fitopatologi serta staff Laboratorium Uji Mutu Benih BB Padi Sukamandi, terima
kasih atas bantuan dan dukungannya. Tak lupa juga terima kasih kepada teman-
temanku Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Angkatan 41 yang telah
memberikan empat tahun yang sangat berarti dalam hidup penulis.
        Semoga skripsi ini dapat berguna baik bagi penulis pada khususnya dan bagi
masyarakat Pemulianan Tanaman dan Teknologi Benih pada umumnya.




                                                           Bogor, 29 Desember 2008




                                                                         Penulis
DAFTAR ISI

                                                                                                     Halaman
PENDAHULUAN ..................................................................................           1
     Latar Belakang ............................................................................         1
     Tujuan .........................................................................................    3
     Hipotesis......................................................................................     3

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................               4
     Padi Varietas IR-64 dan Ciherang...............................................                     4
     Xanthomonas oryzae pv. oryzae .................................................                     5
     Bakterisida ..................................................................................      6
     Pengaruh Matriconditioning dan Matriconditioning plus
     Pestisida dalam Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih .......                                     7

BAHAN DAN METODE .......................................................................                 10
    Tempat dan Waktu ......................................................................              10
    Bahan dan Alat............................................................................           10
    Metode Penelitian .......................................................................            10
    Pelaksanaan Percobaan ...............................................................                12
    Pengamatan .................................................................................         18

HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................                      20
     Identifikasi Bakteri Terbawa Benih ............................................                     20
     Uji Efektivitas dan Fitotoksisitas Bakterisida Sintetis dan
     Nabati ..........................................................................................   23
     Matriconditioning plus Bakterisida Terpilih...............................                          29

KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................                      35
     Kesimpulan .................................................................................        35
     Saran............................................................................................   35

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................             36

LAMPIRAN............................................................................................     40
     Pembuatan Media Wakimoto......................................................                      41
     Standard Evaluation System for Rice..........................................                       42
DAFTAR TABEL

Nomor                                                                                                       Halaman
                                                         Teks

1. Pengamatan tingkat serangan hawar daun bakteri di lapang pada
   beberapa varietas padi....................................................................... 20

2. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah
   (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas
   IR-64 ................................................................................................. 26

3. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah
   (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas
   Ciherang............................................................................................ 27

4. Pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya
   berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh
   (KCT) pada varietas IR-64 .................................................................               28

5. Pengaruh      konsentrasi minyak serai wangi  terhadap daya
     berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT)
     pada varietas Ciherang .............................................................................    29

6. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB),
   indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering
   kecambah normal (BKKN), T50, dan tingkat infeksi (TI) patogen
   pada varietas IR-64 ...........................................................................           31

7. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB),
   indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering
   kecambah normal (BKKN), T50, dan tingkat infeksi (TI) patogen
   pada varietas Ciherang .....................................................................              32

                                                     Lampiran

1. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya
   hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas IR-64.......                                        42

2. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya
   hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas Ciherang .                                          42

3. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya
   hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas IR-64.......                                        43

4. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya
   hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas Ciherang .                                          43
5. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis
   terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas IR-64 ................                  43

6. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis
   terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas Ciherang ...........                    43

7. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati
   terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas IR-64 ................                  44

8. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati
   terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas Ciherang ...........                    44

9. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap daya
   berkecambah varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas ..........................              44

10. Analisis pengaruh konsentrasi Agrept terhadap indeks vigor
    varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas.................................................   44

11. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap kecepatan
    tumbuh varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas ...................................         45

12. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap daya
    berkecambah varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas .....................               45

13. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap indeks vigor
    varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ...........................................     45

14. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap kecepatan
    tumbuh varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ..............................           45

15. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap
    daya berkecambah varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas..................                 45

16. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap
    indeks vigor varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas............................           46

17. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap
    kecepatan tumbuh varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas ..................                46

18. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap
    daya berkecambah varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ............                   46

19. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap
    indeks vigor varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ......................             46

20. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap
    kecepatan tumbuh varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas .............                  46

21. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap daya
    berkecambah pada varietas IR-64 .....................................................     47
22. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor
    pada varietas IR-64 ...........................................................................      47

23. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan
    tumbuh pada varietas IR-64 ..............................................................            47

24. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap bobot kering
    kecambah normal pada varietas IR-64..............................................                    47

25. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap T50 pada
    varietas IR-64....................................................................................   47

26. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap tingkat infeksi
    pada varietas IR-64 ...........................................................................      48

27. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap daya
    berkecambah pada varietas Ciherang................................................                   48

28. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor
    pada varietas Ciherang ......................................................................        48

29. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan
    tumbuh pada varietas Ciherang.........................................................               48

30. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap bobot kering
    kecambah normal pada varietas Ciherang ........................................                      48

31. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap T50 pada
    varietas Ciherang ..............................................................................     49

32. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap tingkat infeksi
    pada varietas Ciherang ......................................................................        49
DAFTAR GAMBAR
Nomor                                                                                                       Halaman
                                                         Teks
1. Bagan alur penelitian ........................................................................            12

2. Pertanaman padi yang terserang hawar daun bakteri........................                                 13

3. Peningkatan nilai disease leaf area pada uji Postulat Koch varietas
   IR-64 dan Ciherang                                                                                        22

4. Koloni bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan perbesaran
   40x pada benih padi varietas Ciherang (kiri) dan IR-64 (kanan)......                                      22

5. Perbandingan daya hambat bakterisida sintetis: Ag (Agrept), Nx
   (Nordox), Pl (Plantomycin). P1 (0.1%), P2 (0.2%), P3 (0.3%), P4
   (0.4%)................................................................................................    24

6. Perbandingan daya hambat bakterisida nabati: Mc (minyak
   cengkeh), Ms (minyak serai wangi). P1 (0.5%), P2 (1%), P3
   (1.5%), P4 (2%) ................................................................................          25


                                       Lampiran
1. Perbandingan kecambah toksik (kiri) dan kecambah non toksik
   (kanan) pada uji fitotoksisitas. ..........................................................               50
2. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap
   pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae....................................................                      50
3. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap
   pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae: minyak cengkeh 1% (kanan)
   dan minyak serai wangi 1% (kiri). ....................................................                    50
PENDAHULUAN

                                 Latar Belakang

       Usaha yang ditempuh pemerintah dalam peningkatan produksi beras adalah
dengan perbaikan mutu benih padi. Benih merupakan salah satu unsur paling esensial
yang menentukan keberhasilan suatu pertanaman. Tanpa adanya benih padi bermutu,
usaha peningkatan produksi beras tidak akan ada hasilnya. Mutu benih mencakup
mutu genetis, fisik, fisiologis, dan patologis. Mutu genetis berkaitan dengan aspek
keturunan dan varietas. Mutu fisik berkaitan dengan performasi atau keragaan fisik
benih. Mutu fisiologis berhubungan dengan aspek metabolisme dalam benih. Mutu
patologis berhubungan dengan infeksi penyakit terbawa benih (seedborne).
Keberadaan patogen pada benih akan memberikan dampak yang meluas terhadap
pertanaman di lapang bahkan mengakibatkan epidemi penyakit karena benih
merupakan sumber penyebaran patogen (Ilyas, 2001). Pertanian di Indonesia yang
merupakan daerah tropis dengan kondisi panas dan lembab, merupakan habitat yang
optimum bagi beberapa jenis penyakit, utamanya penyakit yang mungkin tidak
begitu berbahaya serangannya di negara sub-tropis. Sistem pertanian di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Semangun, 1991).
       Penyakit hawar daun bakteri (HDB) merupakan kendala utama pada seluruh
sentra pertanian padi dunia seperti India, Thailand, Filipina, Jepang, Cina, dan
Indonesia (Agarwal dan Sinclair, 1987). Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan
penyakit kresek yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae. HDB
dilaporkan dapat menyebabkan kehilangan hasil panen hingga 60% jika serangan
yang terjadi sangat parah, khususnya pada kondisi yang lembab dan berangin
kencang (Khaeruni, 2000).
       Di Indonesia, HDB pertama kali dilaporkan oleh Reitsman dan Schure pada
tahun 1950. Selama kurun waktu 1997 hingga 2000 penyakit HDB paling banyak
menimbulkan kerusakan terutama di sentra pertanaman padi di daerah Jawa Timur,
Jawa Barat, dan Jawa Tengah (Khaeruni, 2000). Tahun 2006 luas serangan penyakit
HDB mencapai 74. 243 ha, 61 ha diantaranya puso (Direktorat Perlindungan
Tanaman Pangan, 2007). Serangan penyakit HDB dapat terjadi pada fase benih,
bibit, tanaman muda, dan tanaman dewasa. Kerusakan akibat HDB meningkat
2



seiring meluasnya pertanaman IR-64 yang tahan terhadap wereng batang coklat
tetapi sangat rentan terhadap HDB.
         Pengendalian HDB di Indonesia dewasa ini masih pada pengendalian setelah
terjadi serangan di lapang. Pengendalian di lapang biasanya menggunakan
bakterisida sintetis (pengendalian kimiawi) dalam jumlah yang sangat besar,
sehingga menyebabkan peningkatan biaya produksi yang cukup signifikan (Sigee,
1993). Tindakan preventif yang banyak dilakukan adalah dengan penggunaan
varietas yang tahan (resisten). Tetapi pengendalian dengan menggunakan varietas
yang resisten juga tidak selalu berhasil, mengingat bakteri X. oryzae pv. oryzae
merupakan bakteri dengan adaptifitas yang tinggi. Bakteri ini mampu membentuk
patotipe (strain) yang berbeda, sehingga suatu varietas yang tahan dapat pula
terserang bila kondisi lingkungan memungkinkan. Perbedaan strain ini pula yang
menyebabkan pengendalian HDB sulit dilakukan (Kadir, 2007). Beberapa penelitian
yang mulai berkembang adalah pengendalian dengan agens hayati seperti
menggunakan bakteri dari golongan Pseudomonas flourescence dan Bacillus sp.
(Rahmilia, 2003). Pengendalian HDB yang merujuk kepada perlakuan benih, seperti
pengendalian pada beberapa penyakit tanaman hortikultura, belum banyak dilakukan.
         Perlakuan benih pra tanam atau conditioning adalah sebuah perlakuan benih
yang     pada     prinsipnya   mempersiapkan     benih     berkecambah    tetapi     belum
menampakkan struktur perkecambahannya. Conditioning yang efektif dan lebih
mudah dilakukan adalah matriconditioning (Khan, 1990). Ilyas (2006) menyatakan,
perlakuan       matriconditioning    pada   beberapa     tanaman   hortikultura     mampu
meningkatkan daya berkecambah benih hingga 90%. Keserempakan tumbuh dan
indeks    vigor     benih   juga    meningkat   pada   benih   yang   diberi      perlakuan
matriconditioning dibandingkan dengan benih yang tanpa perlakuan (kontrol).
         Perlakuan matriconditioning dewasa ini tidak hanya bertujuan untuk
meningkatkan viabilitas dan vigor benih saja, tetapi diintegrasikan dengan
penambahan pestisida untuk mengendalikan penyakit terbawa benih. Benih hasil
perlakuan ini tidak hanya memiliki viabilitas dan vigor yang tinggi tetapi juga bebas
patogen terbawa benih. Perlakuan benih dengan matriconditioning dan penambahan
fungisida terbukti mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih serta menurunkan
tingkat kontaminasi Colletotricum capsici pada benih cabai (Suryani, 2003).
3



Perlakuan ini juga efektif mengendalikan cendawan terbawa benih pada kedelai
(Fadhilah, 2003). Penelitian ini mencoba mengintegrasikan bakterisida dalam
matriconditioning untuk mengendalikan penyakit HDB terbawa benih padi. Benih
merupakan sumber utama penularan dan penyebaran penyakit (Kadir et al., 2008),
sehingga pengendalian di tingkat benih sangat penting untuk mengendalikan kejadian
penyakit di lapang.

                                     Tujuan

  1. Mengetahui jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis atau bakterisida nabati
     yang efektif menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae serta tidak toksik
     terhadap benih padi.
  2. Melihat pengaruh perlakuan matriconditioning plus bakterisida sintetis atau
     nabati terhadap viabilitas dan vigor serta keberadaan X. oryzae pv. oryzae
     terbawa benih padi.

                                    Hipotetis

  1. Terdapat jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis atau nabati yang efektif
     mengendalikan bakteri X. oryzae pv. oryzae serta tidak toksik terhadap benih
     padi.
  2. Perlakuan matricoditioning plus bakterisida sintetis atau nabati dapat
     meningkatkan viabilitas dan vigor benih padi serta mengurangi jumlah bakteri
     X. oryzae pv. oryzae terbawa benih.
TINJAUAN PUSTAKA

                        Padi Varietas IR-64 dan Ciherang

         Padi (Oryza sativa L.) merupakan tumbuhan golongan Poaceae, bersifat
merumpun, memiliki daun berbentuk pita, batangnya bulat berongga, dan beruas-
ruas. Tanaman ini diduga berasal dari daerah pegunungan Himalaya, India. Hal ini
ditunjukkan dengan kesamaan sifat padi yang sekarang dengan sifat-sifat primitif
padi yang terdapat di daerah tersebut (Suryanarayana, 1978).
         Varietas IR-64 dilepas tahun 1986 dan merupakan introduksi dari IRRI,
Filipina. IR-64 disukai petani dalam kurun waktu yang cukup lama karena dapat
ditanam pada kondisi sawah irigasi dataran rendah maupun pada kondisi lahan
pasang-surut. Umur tanam varietas IR-64 relatif pendek (115 hari), tinggi tanaman
85 cm, anakan produktif sebanyak 25 batang, serta potensi hasil 5,0 ton/ha. IR-64
memiliki karakteristik bobot 1000 butir + 24 g, bentuk gabah yang panjang ramping,
warna gabah kuning bersih, dan tekstur nasinya yang pulen. Karakteristik khusus
yang dimiliki varietas IR-64 antara lain ketahanan terhadap beberapa hama seperti
wereng coklat biotipe 1 dan 2, wereng hijau, dan penyakit yang disebabkan oleh
virus seperti penyakit kerdil rumput. IR-64 cenderung rentan terhadap penyakit
hawar daun bakteri dengan kehilangan hasil yang tinggi (Departemen Pertanian,
2000).
         Ciherang merupakan varietas padi yang dewasa ini pertanamannya meluas
menggantikan IR-64. Varietas ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan
IR-64 dengan keunggulan-keunggulan yang lebih baik. Ciherang mulai dikenal
petani sekitar tahun 2000, merupakan komoditas padi sawah yang cocok ditanam
pada musim hujan dan kemarau. Jumlah anakan produktifnya mencapai 14 - 17
batang, tinggi tanaman 107 - 115 cm, umur tanam 116 -125 hari, dan potensi hasil 5
hingga 8,5 ton/ha. Varietas Ciherang memiliki bobot 1000 butir 28 g, bentuk gabah
yang ramping dan berwarna kuning, serta struktur nasi yang pulen. Karakteristik
khusus yang dimiliki Ciherang tetapi tidak dimiliki IR-64 adalah ketahanannya
terhadap hama wereng coklat biotipe 2 dan 3. Ciherang juga memiliki ketahanan
terhadap hawar daun bakteri, khususnya strain III dan IV. Ciherang cenderung
5



memiliki sifat yang lebih unggul dibanding IR-64 sehingga mudah diadaptasi petani
(Departemen Pertanian, 2000).

                         Xanthomonas oryzae pv. oryzae

       Pertama dikenal dengan nama Xanthomonas campestris, Xanthomonas
oryzae, Xanthomonas kresek, Xanthomonas campestris pv. oryzae hingga akhirnya
diidentifikasi dengan nama Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Bakteri ini merupakan
bakteri golongan bracilicutes yang menyebabkan penyakit hawar daun bakteri
(bacterial leaf blight, kresek disease). X. oryzae pv. oryzae memiliki inang cukup
beragam yang kebanyakan adalah dari golongan Poaceae seperti Oryza sativa,
Leersia spp., Laptochloa spp., Paspalum scrabiculatum, dan Zizania. Penyakit yang
disebabkan bakteri ini menyebar hampir di seluruh wilayah di dunia terutama yang
merupakan daerah sentra pertanaman padi meliputi Asia (Indonesia, Cina, Jepang,
India, Thailand, Filipina), Amerika (USA, Meksiko), Afrika (Madagaskar, Nigeria,
Senegal, Mali) dan Australia (Agarwal dan Sinclair, 1987).
       Bakteri X. oryzae pv. oryzae menginfeksi melalui hidatoda maupun stomata
daun. Bakteri akan menyebar sistemik pada seluruh bagian tanaman dengan
penampakan serangan di wilayah daun. Bakteri ini berkembang biak pada sistem
vaskular, bermultiplikasi, kemudian dikeluarkan kembali melalui hidatoda dalam
bentuk ooze bakteri. Penyebaran pada tanaman lain akan sangat cepat melalui
gesekan antar daun, angin, dan air (percikan air hujan, banjir, dan dari saluran
irigasi). Inokulum bakteri dapat hidup pada sisa tanaman seperti jerami, benih padi,
tanaman volunter, dan pada beberapa jenis rumput (Suryanarayana, 1978). Gejala
yang timbul pada tanaman muda disebut gejala kresek, sedangkan pada tanaman
dewasa disebut hawar (IRRI, 2008).
       Bakteri X. oryzae pv.oryzae dapat terbawa benih, tetapi tidak dapat tertinggal
di tanah (bukan bakteri tular tanah). Bakteri ini dapat bertahan hidup pada benih
selama 7 hingga 8 bulan, tetapi meskipun terbawa benih, tingkat serangan pada fase
benih dan perkecambahan akan sangat sulit terdeteksi. Ini dikarenakan bakteri berada
pada fase dorman ketika masih berada pada benih. Gejala serangan bakteri ini
biasanya terlihat ketika fase awal pembibitan, fase pemindahan bibit ke lapang dan
pada fase pertumbuhan tanaman di lapang (tanaman dewasa) (Khaeruni, 2000). Pada
benih, besar kemungkinan bakteri dapat terbawa benih ketika daun bendera sudah
6



terserang (menunjukkan gejala HDB) di pertanaman. Benih yang terserang akan
menunjukkan pemudaran warna dan gejala bercak seperti terendam air. Bercak lebih
terlihat pada benih muda yang masih berwarna hijau di pohon (Cottyn et al., 1994).
        Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa X. oryzae pv. oryzae mampu
membentuk strain yang berbeda-beda di tiap daerah yang menjadi lokasi
serangannya. Di Indonesia sendiri dikenal beberapa strain yang sering menyerang
antara lain strain III, IV, V, VI, VII, dan VIII. Dari strain-strain tersebut yang
terkenal paling tinggi tingkat virulensinya adalah strain IV. Perbedaan strain inilah
yang menyebabkan sulitnya pengendalian ketika serangannya meluas di lapang
(Hifni et al., 1996).

                                      Bakterisida

        Untuk mengendalikan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) selain
pengendalian yang dilakukan di lapang, umumnya dilakukan tindakan preventif
dengan perlakuan benih sebelum tanam. Tindakan ini jauh lebih efektif mengatasi
serangan dibanding jika ditangani di lapang. Perlakuan benih yang umum digunakan
adalah dengan menyelimuti benih menggunakan bahan kimia (Sigee, 1993).
Beberapa bahan kimia seperti bakterisida, fungisida dan insektisida umumnya
diberikan pada benih sebelum ditanam di lapang. Bakterisida, fungisida dan
insektisida adalah suatu zat yang bersifat racun, menghambat pertumbuhan,
mempengaruhi tingkah laku, penghambat makan, serta aktivitas lainnya yang dapat
mempengaruhi OPT. Pengendalian hawar daun bakteri secara kimiawi dapat
dilakukan dengan pelapisan benih padi menggunakan bleaching powder (100µg/ml)
dan zinc sulfate (2%) (IRRI, 2008).
        Bakterisida sintetis yang umum digunakan untuk menghambat serangan
bakteri adalah bakterisida Agrept, Plantomycin, Agrimycin dengan bahan aktif
streptomycine (Extonet, 1995), Kasugamin (kasugamycin), Firestop (flumequin), S-
0208 (oxolinic acid), Allite (phosetyl-Al), Kocide (copper hydroxide) (Tsiantos dan
Psallidas, 2002). Aplikasi bakterisida sintetis umumnya dengan penyemprotan
langsung di lapang pada kondisi tanaman terserang. Bakterisida yang beredar di
Indonesia antara lain Agrept 20 WP (streptomycin sulfat 20%), Plantomycin 7 SP
(streptomycin sulfat 7%), dan Nordox 56 WP (tembaga oksida 56%).
7



       Minyak cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dan minyak serai wangi
(Andropogon nardus L.)      merupakan pertisida organik yang banyak digunakan
untung menanggulangi serangan cendawan, bakteri, dan beberapa hama gudang.
Minyak cengkeh mengandung eugenol yang bersifat fungisida sehingga dapat
mengendalikan serangan cendawan. Kadar eugenol dalam minyak cengkeh berkisar
antara 70% - 85% bila berasal dari batang dan daun cengkeh, serta 90% bila berasal
dari bunga. Minyak cengkeh diperoleh dengan cara menyuling daun, batang, dan
bunga yang telah kering (Kardinan, 2002). Minyak serai wangi biasanya dibuat
dengan menyuling daun dan batang tanaman serai wangi setelah dijemur 1 - 4 hari.
Ramuan insektisida nabati juga dapat dibuat dengan menghaluskan batang dan daun
serai wangi kemudian dicampur dengan pelarut (air). Bahan aktif yang terkandung
dalam minyak serai wangi antara lain senyawa sitral, sitronella, geraniol, miserna,
nerol, farnesol, metil heptena, dan dipeten. Berdasarkan Standard Nasional Indonesia
(SNI) minyak serai wangi yang baik mengandung geraniol 85%, sitronella 35%, dan
memiliki kelarutan dalam etanol 80% (Kardinan, 2002). Hasil penelitian Mugiono
(2002) menunjukkan, minyak serai wangi dan minyak cengkeh memiliki potensi
untuk menekan pertumbuhan hama Aspergilus flavus dan Fusarium oxysporum.
Penelitian Hilvian (2007) menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya, sirih, dan sereh
dapat menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae secara in-vitro dengan
zona hambatan yang terluas pada ekstrak sereh (serai) yakni sebesar 2,005 cm2.

    Pengaruh Matriconditioning dan Matriconditioning plus Pestisida dalam
                    Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih

       Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukan melalui
gejala metabolisme benih dan gejala pertumbuhan, kinerja kromosom atau garis
viabilitas. Viabilitas dibedakan menjadi viabilitas potensial dan viabilitas
sesungguhnya (vigor). Viabilitas potensial merupakan daya hidup benih pada kondisi
optimum, secara potensial mampu menghasilkan tanaman normal yang mampu
berproduksi dan bereproduksi secara normal, pada pengujian benih ditunjukkan
dengan daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal yang tinggi. Vigor
benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal yang mampu
bereproduksi secara normal dalam kondisi sub optimum, pada pengujian benih
8



ditunjukkan dengan indeks vigor, kecepatan tumbuh, laju pertumbuhan kecambah,
dan T50 (Sadjad, 1994).
       Heydecker dalam Sadjad (1972) menyatakan, syarat benih vigor yaitu: (1)
Tahan simpan; (2) Berkecambah cepat dan merata; (3) Bebas patogen dan penyakit;
(4) Tahan gangguan mikroorganisme; (5) Bibit dapat tumbuh dengan baik pada
kondisi lingkungan apapun; (6) Bibit dapat memanfaatkan persediaan dan makanan
benih secara optimum; (7) Laju pertumbuhan tinggi; (8) Mampu menghasilkan
produk yang tinggi di waktu tertentu. Sadjad (1975) menambahkan dua kriteria
tambahan yaitu (9) Mampu bersaing dengan gulma, serta (10) Hasil pengujian di
laboratorium dan pengujian di lapang tidak jauh berbeda.
       Viabilitas benih cenderung akan menurun ketika benih berada dalam
penyimpanan. Teknik khusus untuk menekan tingkat kemunduran benih adalah
melalui hidrasi benih. Menurut Copeland dan McDonald (1995), hidrasi benih
merupakan proses penyerapan air oleh benih, yang dapat meningkatkan
perkecambahan, keseragaman tumbuh kecambah, dan memperbaiki vigor pada benih
yang telah mengalami kemunduran.
       Metode hidrasi yang umum digunakan adalah melalui conditioning.
Conditioning   merupakan     upaya    perlakuan   benih    sebelum   tanam    dengan
menyeimbangkan potensial air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme dalam
benih, sehingga benih siap berkecambah tetapi struktur penting dari embrio
(radikula) belum muncul (Hardegree dan Emmerich, 1992). Conditioning benih
berguna mempercepat perkecambahan, menyeragamkan perkecambahan, dan
meningkatkan persentase pemunculan kecambah (Ilyas, 1995). Proses invigorasi
pada benih kedelai mengindikasikan peningkatan daya berkecambah, keserempakan
tumbuh, aktivitas enzim peroksidase, aktivitas enzim fitase, jumlah P teresterifikasi,
serta penurunan asam fitat pada benih (Widajati, 1999). Terdapat beberapa metode
yang umum dikenal pada priming, yaitu priming dengan bahan padatan
(matriconditioning), priming dengan bahan liquid (osmoconditioning) dan drum
priming dengan hidrasi terkontrol (Khan et al., 1992).
       Matriconditioning merupakan proses perbaikan fisiologis dan biokimia benih
dengan menggunakan media yang berpotensial matriks tinggi sehingga potensial
osmotiknya dapat diabaikan selama imbibisi (Khan et al., 1992). Media yang
9



digunakan untuk matriconditioning harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1)
Memiliki potensial matrik tinggi sehingga potensial osmotik dapat diabaikan; (2)
Daya larut dalam air rendah; (3) Bahan inert dan tidak beracun; (4) Luas
permukaannya tinggi dan berat jenisnya rendah; (5) Memiliki struktur bahan, ukuran,
dan porositas yang berbeda sehingga dapat berfungsi sebagai mobilisator enzim juga
katalisator; (6) Berkemampuan merekat pada permukaan benih; (7) Mampu
menyerap air dengan baik (Ilyas, 1995).
       Beberapa penelitian menunjukkan, perlakuan         matriconditioning mampu
meningkatkan viabilitas benih lebih baik dibanding perlakuan hidrasi benih yang
lain. Perlakuan matriconditioning dengan abu gosok pada benih padi mampu
meningkatkan viabilitas dan vigor yang lebih baik dibanding perlakuan
osmoconditioning dan kontrol (Madiki, 1998). Pada benih jagung hibrida dengan
perlakuan hidrasi benih yang berbeda menunjukkan, perlakuan matriconditioning
mampu meningkatkan daya berkecambah, menurunkan T50, meningkatkan panjang
akar, dan panjang tajuk, dibanding perlakuan osmoconditioning dan hydropriming
(Afzal et al., 2002). Benih kanola yang diberi perlakuan matriconditioning juga
menunjukkan pertumbuhan yang tinggi pada fase perkecambahan, fase pembibitan,
serta peningkatan permeabilitas membran (Afzal et al., 2004). Hasil yang berbeda
terdapat pada penelitian menggunakan benih gadum yang menunjukkan perlakuan
benih dengan hydropriming dan hardening meningkatkan viabilitas dan vigor lebih
baik dibanding perlakuan matriconditioning dan kontrol (Basra et al., 2005).
       Pada benih kedelai, perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh
terbukti dapat meningkatkan mutu dan kesehatan benih (Fadhilah, 2003). Perlakuan
matriconditioning plus minyak cengkeh dengan konsentrasi di bawah 0.1% pada
benih cabai juga mengindikasikan peningkatan viabilitas, vigor, dan menurunkan
tingkat kontaminasi Coletotricum capsici (Untari 2003). Perlakuan matriconditioning
menggunakan tepung atau minyak cengkeh atau serai wangi pada benih cabai
mampu meningkatkan mutu benih secara signifikan dibanding kontrol pada tolok
ukur PTM, DB, BKKN, IV, KCT relatif serta dapat menurunkan T50 (Asie, 2004).
Pada benih tomat, perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 0.25%
mampu mengurangi tingkat kontaminasi Fusarium sp. dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman di lapang (Susilawati, 2006).
BAHAN DAN METODE

                                Tempat dan Waktu

       Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Entomologi dan Fitopatologi
serta Laboratorium Pengujian Mutu Benih, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,
Sukamandi Maret – Agustus 2008.

                                  Bahan dan Alat

       Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih padi varietas IR-64,
benih padi varietas Ciherang (panen bulan April 2008), bakterisida sintetis (Agrept
20 WP (streptomycin sulfat 20%), Plantomycin 7 SP (streptomycin sulfat 7%),
Nordox 56 WP (tembaga oksida 56%)), bakterisida nabati (minyak cengkeh berasal
dari daun dengan bahan aktif eugenol 35% serta minyak serai wangi berasal dari
daun dan batang dengan bahan aktif sitronella 35% diperoleh dari BALITTRO),
media Wakimoto, bahan uji Gram (pewarna kristal voilet, lugol, pewarna safranin,
alkohol 70%), PSA (potato sucrose agar) cair, aquades steril, peptone, arang sekam,
abu gosok, kertas merang, kertas saring, plastik, kapas, pallet, dan aluminium foil.
Alat yang digunakan adalah laminar air flow cabinet, botol kultur, cawan petri,
autoclaf, pengaduk, ose, gelas ukur, tabung reaksi, oven, dan germinator tipe   IPB
73 - 2A/B.

                                 Metode Penelitian

Rancangan Percobaan
       Penelitian ini menggunakan varietas IR-64 dan Ciherang sebagai percobaan
terpisah. Uji efektivitas (percobaan II) menggunakan Rancagan Acak Lengkap dua
faktor yaitu jenis bakterisida dan konsentrasi bakterisida. Analisis statistik pada
percobaan ini adalah sidak ragam dengan model:
       Yij= µ + αi + βj + (αβ)ij + εij
         Yij    :   nilai pengamatan pada faktor α ke-i dan β ke-j
         µ      :   rataan umum
         αi     :   pengaruh faktor jenis bakterisida α taraf ke-i
         βj     :   pengaruh faktor konsentrasi β taraf ke-j
11



         (αβ)ij :   pengaruh interaksi faktor jenis bakterisida α taraf ke-i dan faktor
                    konsentrasi β taraf ke-j
         εij    :   galat percobaan faktor jenis bakterisida α taraf ke-i dan faktor
                    konsentrasi β taraf ke-j
        Uji fitotoksisitas (percobaan II) menggunakan Rancangan Acak Lengkap
faktor tunggal yaitu konsentrasi bakterisida. Analisis statistik yang digunakan adalah
sidik ragam dengan model sebagai berikut:
       Yi = μ + αi + εi
         Yi : nilai pengamatan pada konsentrasi α ke-i
         μ : rataan umum
         αi : pengaruh konsentras α taraf ke-i
         €i : galat percobaan konsentrasi α taraf ke-i
       Percobaan III juga menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor
tunggal yaitu perlakuan benih. Terdapat enam taraf perlakuan benih yaitu P0
(kontrol), P1 (matriconditioning), P2 (bakterisida sintetis), P3 (bakterisida nabati),
P4 (matriconditioning plus bakterisida sintetis), dan P5 (matriconditioning plus
bekterisida nabati). Masing-masing percobaan terdiri atas empat ulangan sehingga
terdapat 24 satuan percobaan untuk setiap varietas. Analisis statistik yang digunakan
adalah sidik ragam dengan model sebagai berikut:
       Yi = μ + αi + εi
         Yi : nilai pengamatan pada perlakuan faktor α ke-i
         μ : rataan umum
         αi : pengaruh faktor perlakuan α taraf ke-i
         €i : galat percobaan faktor perlakuan α taraf ke-i
       Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari seluruh perlakuan. Apabila
terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, dilakukan uji lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5% (Gomez dan Gomez, 1995).
12



                               Pelaksanaan Percobaan

      Tahapan pelaksanaan penelitian sesuai dengan bagan alur percobaan seperti
yang tercantum pada gambar 1.

                                      Percobaan I
                        Identifikasi Bakteri Terbawa Benih
                                 Pengambilan Sampel
                                           ↓
                              Persiapan Inokulum (Isolasi)
                                           ↓
                       Identifikasi dengan Uji Postulat Koch
                                           ↓
                     Identifikasi dengan Uji Pewarnaan Gram
                                           ↓
                                      Percobaan II
                                 ┌─────┴────┐
 Uji Efektivitas Bakterisida secara             Uji Fitotoksisitas Bakterisida dengan
                   in-vitro                                  UKDdp
                                └─────┬─────┘
                                      Percobaan III
      Matriconditioning plus Bakterisida Terpilih pada Benih yang Terinfeksi
                     ┌──────────┴──────────┐
                Uji Mutu Fisiologis                     Uji Patologis
                      └──────────┬─────────┘
                                 Benih Sehat Terpilih


                         Gambar 1. Bagan alur penelitian.
13



                              Percobaan I

                  Identifikasi Bakteri Terbawa Benih

a. Pengambilan Sampel




   Gambar 2. Pertanaman padi yang terserang hawar daun bakteri.

          Pengambilan sampel dilakukan pada stadia panen di areal pertanaman
   padi BB Padi Sukamadi pada bulan April 2008. Sampel diambil sejumlah 10
   titik pada satu lahan pertanaman, pada setiap titik dilakukan pengamatan
   tingkat keparahan (severity) dan keberadan (incidence) penyakit HDB.
   Pengamatan tingkat keparahan dilakukan dengan mengamati serangan yang
   terjadi pada daun yang terserang. Pengamatan tingkat keberadaan penyakit
   dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang dibanding
   jumlah tanaman sehat setiap luasan 1m x 1m. Pada penelitian ini dilakukan
   pengamatan pada beberapa varietas lain sebagai pembanding, diantaranya
   Mekongga dan Cibogo. Benih hasil pengambilan sampel selanjutnya
   disimpan pada kondisi suhu ruangan 20oC - 25oC.

b. Penyiapan Inokulum (Isolasi)

          Penyiapan inokulum meliputi penyiapan media, sterilisasi alat, dan
   isolasi. Media yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri adalah media
   Wakimoto. Cottyn et al. (1994) menyatakan, media yang paling baik untuk
   pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae adalah media Wakimoto. Menurut Siharta
   (2007) Media Wakimoto terdiri dari umbi kentang, CA (NO3).24H2O, Na2
   HPO4.12H2O, peptone, sukrosa, dan agar. Pembuatan satu liter media
   membutuhkan umbi kentang 125 g, bacto-agar 10 g, sukrosa 10 g, peptone
   2.5 g, Ca(NO3).24H2O 0.25 g, dan Na2 HPO4.12H2O 0.5 g. Cara pembuatan
14



   media Wakimoto dapat dilihat pada Lampiran 1. Sterilisasi alat dilakukan
   dengan mencuci alat menggunakan detergen, dikeringkan, kemudian seluruh
   alat dibungkus kertas, disterilisasi dengan autoclaf selama 20 menit pada suhu
   121oC dan tekanan 1 atm. Alat yang telah disterilisasi kemudian disimpan
   dalam oven suhu 30oC untuk menjaganya tetap steril hingga akan digunakan.
          Isolasi dilakukan pada benih sampel dengan metode grinding. Benih
   diambil + 40 butir, dicuci bersih, direndam NaOCl 1% 15 menit, kemudian
   direndam dengan air hangat (30o - 35oC) 2 jam, dibilas dengan air steril, dan
   digerus hingga halus. Benih yang telah digerus ditambahkan peptone dan
   PSA cair + 2 ml. Suspensi diambil + 0.1 ml dengan ose kemudian digoreskan
   pada media Wakimoto (Cottyn et al., 1994).
          Isolasi bakteri dilakukan 10 petri pada masing-masing varietas. Petri
   yang muncul ciri koloni bakteri X. oryzae pv. oryzae maka diberi tanda (+),
   selanjutnya dilakukan pemurnian hingga diperoleh biakan murni bakteri
   (Ilyas et al., 2007). Bakteri X. oryzae pv. oryzae memiliki koloni berwarna
   kuning mengkilat, berbentuk cembung, serta tidak lengket ketika diambil
   (Cottyn et al., 1994).
          Biakan murni bakteri disimpan pada media agar miring dengan suhu
   20o - 25oC agar terhindar dari kontaminan. Media agar miring dibuat dari
   media Wakimoto yang dicairkan kembali, dituang dalam tabung reaksi + 5
   ml, disterilisasi dengan autoclaf, kemudian disimpan dengan dimiringkan.
   Biakan murni bakteri diremajakan kembali jika akan digunakan atau setiap
   dua sampai tiga minggu sekali.

c. Identifikasi dengan Postulat Koch

          Uji Postulat Koch dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri patogen
   melalui gejala penyakit yang ditimbulkannya. Gejala penyakit HDB pada
   tanaman muda adalah gejala kelayuan dan ujung daun yang menggulung
   (Kadir et al., 2008). Uji Postulat Koch dilakukan dengan mengencerkan isolat
   murni X. oryzae pv. oryzae berumur 2x24 jam menggunakan air steril hingga
   kerapatan 108. Inokulan kemudian diinokulasikan pada tanaman padi yang
   sehat menggunakan metode gunting. Metode gunting dilakukan dengan
   mencelupkan gunting pada suspensi bakteri dan diguntingkan pada daun
15



   tanaman (+ 0.5 - 2 cm), setiap pergantian inokulan gunting dibilas dengan
   alkohol agar kemurnian inokulan yang diinokulasikan terjaga (Cottyn et al.,
   1994). Pada pengujian ini digunakan tanaman padi stadia bibit berumur 14
   hari setelah tanam (HST) varietas IR-64 dan Ciherang. Pengamatan dilakukan
   1 - 3 minggu setelah inokulasi dengan menghitung nilai DLA (disease leaf
   area). Nilai DLA dihitung dengan mengukur panjang daun yang terserang
   dibanding panjang keseluruhan daun (Rahmilia, 2003).

d. Identifikasi dengan Pewarnaan Gram

          Uji pewarnaan Gram bertujuan untuk menentukan bakteri yang diteliti
   termasuk bakteri Gram-positif atau Gram-negatif dengan metode pewarnaan.
   Bila bakteri tetap berwarna ungu diakhir pewarnaan, berarti bakteri bersifat
   Gram-positif, tetapi bila setelah diberi larutan pemucat (alkohol/etanol)
   berubah warna menjadi merah maka bakteri bersifat Gram-negatif.
          Isolat X. oryzae pv. oryzae murni diambil menggunakan ose,
   digoreskan tipis pada kaca objek, diratakan dengan air destilata dan difiksasi
   di atas api. Preparat ditetesi pewarna kristal violet 30 detik, dibilas dengan
   air (bakteri berwarna biru), ditetesi larutal lugol 30 detik, dibilas dengan air,
   ditetesi larutan pemucat (alkohol 70%) 10 - 20 detik, dibilas dengan air,
   ditetesi pewarna safranin 15 detik, dibilas dengan air, dan dikeringkan dengan
   kertas saring. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran
   hingga 40x (Lay, 1994).

                                Percobaan II
   Uji Efektivitas dan Uji Fitotoksitas Bakterisida Sintetis dan Nabati

a. Uji Efektivitas Bakterisida dalam Menghambat X. oryzae pv. oryzae
   secara in-vitro

          Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh jenis dan konsentrasi
   bakterisida yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv.
   oryzae. Bakterisida sintetis yang digunakan adalah Agrept 20 WP,
   Platomycin 7 SP, dan Nordox 56 WP, sedangkan bakterisida nabati yang
   digunakan adalah minyak cengkeh dan minyak serai wangi. Konsentrasi
16



         untuk bakterisida sintetis antara lain 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, dan 0.4%,
         sedangkan untuk bakterisida nabati 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2%.
                Uji efektivitas dilakukan dengan mengencerkan isolat murni bakteri
         umur 2x24 jam pada kerapatan 105. Suspensi diambil 0.1 ml kemudian
         diratakan pada media Wakimoto dalam petri. Kertas saring steril ukuran 0.5
         cm dicelupkan pada larutan bakterisida kemudian diletakkan di tengah petri.
         Pengamatan dilakukan 1 - 7 hari dengan mengukur luas penghambatan
         bakterisida pada petri (Rahmilia, 2003). Luas penghambatan didapat dengan
         mengukur diameter area yang tidak ditumbuhi koloni bakteri (zona bening) di
         sekeliling kertas saring (Gambar Lampiran 3).
      b. Uji Fitotoksisitas Bakterisida terhadap Benih Padi

                Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh toksisitas pada
         konsentrasi bakterisida hasil uji efektivitas terhadap benih padi IR-64 dan
         Ciherang. Pengujian fitotoksisitas terdiri dari dua percobaan yaitu bakterisida
         sintetis terpilih dengan konsentrasi 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, 0.4%, serta
         bakterisida nabati terpilih dengan konsentrasi 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, 2%.
                Uji fitotoksisitas dilakukan dengan perendaman benih dalam larutan
         bakterisida sintetis atau nabati pada konsentrasi tertentu selama + 6 jam (Ilyas
         et al., 2007). Pengamatan dilakukan selama 14 hari dengan tolok ukur daya
         berkecambah, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor. Konsentrasi bakterisida
         yang tidak toksik terhadap benih akan diintergrasikan dengan perlakuan
         matriconditioning.

                                     Percobaan III
               Matriconditioning plus Bakterisida Sintetis atau Nabati

         Matriconditioning dilakukan dengan nisbah 1 : 0.8 : 1.2 (1 g benih : 0.8 g
arang sekam : 1.2 ml air) (Madiki, 1998). Arang sekam yang digunakan dalam
bentuk bubuk dengan ukuran 210µ. Pada perlakuan matriconditioning plus
bakterisida, aquades (air) digantikan larutan bakterisida sintetis atau nabati sebanyak
1.2     ml   dengan    konsentrasi   hasil   uji   fitotoksisitas.   Seluruh   perlakuan
matriconditioning dilakukan selama 30 jam pada suhu 26 - 29oC (Ilyas et al., 2007).
Benih hasil matriconditioning selanjutnya dikering-anginkan 15 – 20 menit, diayak
17



untuk memisahkan benih dengan arang sekam, dicuci dengan air steril, dan dikering-
anginkan + 1 - 2 jam sebelum tanam.

1.   Uji Mutu Fisiologis
            Uji mutu fisiologis meliputi uji viabilitas dan vigor. Uji viabilitas dan uji
     vigor dilakukan dengan menanam 400 butir benih dalam empat ulangan pada
     media kertas CD dilapisi plastik (UKDdp). Pengamatan yang dilakukan
     meliputi uji viabilitas dan vigor dengan tolok ukur daya berkecambah (DB) hari
     ke 5 dan hari ke 14 setelah tanam, bobot kering kecambah normal (BKKN) pada
     hari ke 14, indeks vigor (IV) pada hari ke 5, kecepatan tumbuh serta T50
     dihitung pada hari ke 0 sampai hari ke 14.

2.   Uji Mutu Patologis
            Pengujian tingkat infeksi X. oryzae pv. oryzae menggunakan metode
     grinding. Benih direndam larutan NaOCl 1% selama 15 menit untuk sterilisasi,
     direndam air hangat 1-2 jam, dan dibilas dengan air steril. Benih ditumbuk
     sebanyak 400 butir, ditambahkan air steril (1.9 x berat 100 butir padi) + 50 ml,
     kemudian disimpan dalam medicool (suhu 0oC) selama 2 jam. Pengenceran
     dilakukan mulai 10-1 hingga 10-3 dengan menyiapkan tabung reaksi berisi
     aquades steril 9 ml, pada tabung pertama ditambahkan larutan dari benih yang
     ditumbuk, selanjutnya dari tabung pertama larutan diambil 1 ml dan
     ditambahkan pada tabung kedua, begitu seterusnya hingga tabung ke tiga
     (Suriawiria, 2005). Suspensi 100 μl (0.1 ml) diambil dari setiap tahap
     pengenceran, dituang pada petri dan disebar dengan dreglaski. Inokulum
     diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari, diidentifikasi berdasarkan warna
     koloni, dan dihitung jumlah koloninya (Ilyas et al., 2007).

                                    Pengamatan

        •   Daya Berkecambah (%)
                   Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan persentase
            kecambah normal (KN) pada hitungan pertama (5 HST) dan kedua (14
            HST) (ISTA, 2008), dengan rumus:
            DB(%) = ∑ KN hit I + ∑ KN hit II x100%
                      ∑ benih yang ditanam
18



•   Bobot Kering Kecambah Normal (g)
             Sebelumnya bagian biji yang masih menempel pada kecambah
    dihilangkan terlebih dahulu. Kecambah normal berumur 14 HST dioven
    pada suhu 80oC selama 24 jam. Kecambah selanjutnya dimasukkan
    dalam desikator + 30 menit. Kecambah kering ditimbang dengan
    timbangan dua digit.

•   Indeks Vigor (%)
             Indeks vigor (IV) dihitung berdasarkan persentase kecambah
    normal (KN) pada hitungan pertama pada uji daya berkecambah
    (Copeland dan McDonald, 1995) yaitu 5 HST untuk benih padi, dengan
    rumus:
    IV (%) =           ∑ KN hitungan I      x 100%
                     ∑ benih yang ditanam

•   Kecepatan Tumbuh (%/etmal)
             Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan
    tumbuh harian dalam unit tolok ukur presentase per hari, dengan rumus
    perhitungan:
                 tn
                      N
       KCT = Σ            /t
                 0


             t        : waktu pengamatan
             N        : % KN setiap waktu pengamatan
             tn : waktu akhir pengamatan

•   T50 (hari)
             T50 merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total
    pemunculan kecambah dengan melakukan pengamatan harian. Rumus
    yang digunakan adalah:
       T50 = ti + (n50 - ni)
                   (nj - ni)
           T50 : waktu (hari) yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total
                          perkecambahan
           ti :           waktu (hari) batas bawah sebelum mencapai 50%
                          perkecambahan
19



          n50 :    ∑ kecambah 50% dari total perkecambahan
          ni :     ∑ kecambah batas bawah sebelum mencapai 50% total
                   perkecambahan
          nj :     ∑ kecambah batas atas setelah mencapai 50% total
                   perkecambahan

•   Tingkat Serangan HDB di Lapang
      Keparahan (severity) =      ∑ (n x v) x 100%
                                  Z x N
            n     = Jumlah daun dari tiap kategori serangan
            v     = Nilai skala tiap kategori serangan
            Z     = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi
            N     = Jumlah daun yang diamati

      Keberadaan (incidence) = Jumlah tanaman sakit       x 100%
                               Jumlah keseluruhan tanaman

•   Disease Leaf Area (Postulat Koch)
    DLA =       n/N x 100%
            n = panjang gejala lesio pada daun
            N= panjang keseluruhan daun

•   Daya Hambat (%)
    DH= Luas penghambatan                            x 100%
         Luas X.oryzae pv. oryzae pada kontrol

•   Colony counting (cfu)
            Penghitungan jumlah koloni dilakukan dengan metode hitungan
    cawan, yaitu menghitung jumlah koloni X. oryzae pv. oryzae pada setiap
    cawan (petri) dengan pengenceran tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN

                              Percobaan I
                 Identifikasi Bakteri Terbawa Benih

a. Pengambilan Sampel

          Hasil pengamatan tingkat serangan hawar daun bakteri (HDB) di
  lapang pada beberapa varietas di areal pertanaman padi BB Padi Sukamandi,
  menunjukkan IR-64 merupakan varietas dengan persentasi serangan tertinggi
  yaitu keparahan (severity) 90.5% dan keberadaan (incidence) 93.75%.
  Ciherang yang tergolong varietas resisten pada pengamatan ini terserang
  parah dengan severity 89.9% dan incidence 87.5%, lebih tinggi dibandingkan
  Cibogo dengan severity 85.40% dan incidence 81.25%. Varietas Mekongga
  merupakan varietas dengan persentase severity dan incidence terendah yaitu
  66.9% dan 62.50% (Tabel 1). Berdasarkan Standard Evaluation System for
  Rice yang dikeluarkan IRRI, keempat varietas yang diamati pada penelitian
  ini tergolong sangat rentan dengan skor 9 (persentase serangan 51-100%)
  (IRRI, 1996). Hal ini menandakan bahwa pengendalian HDB dengan varietas
  resisten tidak selalu berhasil, terbukti Ciherang, Mekongga, dan Cibogo yang
  tergolong varietas resisten dapat terserang parah. Agrios (1997) menyatakan,
  kejadian suatu penyakit disebabkan adanya tiga faktor pendukung yaitu inang
  yang rentan, patogen yang virulen dan lingkungan yang mendukung.
  Pengendalian suatu penyakit di lapang tidak dapat hanya dengan satu
  komponen saja. Menurut Kadir (2008) pengendalian HDB dapat dilakukan
  antara lain dengan menggunakan varietas yang resisten, uji kesehatan benih,
  perlakuan benih, penggunaan bahan kimia, dan pengendalian hayati.

  Tabel 1. Pengamatan tingkat serangan hawar daun bakteri di lapang pada
           beberapa varietas padi.

     No          Varietas                Lokasi          Severity   Insidence
     1    Ciherang                      Sukamandi        89.90%      87.50%
     2    Mekongga                      Sukamandi        66.90%      62.50%
     3    IR-64                         Sukamandi        90.50%      93.75%
     4    Cibogo                        Sukamandi        85.40%      81.25%
21



b. Penyiapan Inokulum (Isolasi)

          Keberadaan X. oryzae pv. oryzae pada sampel benih padi asal
   Sukamandi menunjukkan pada IR-64 sebesar 80% dan pada Ciherang 60%.
   Keberadaan bakteri X. oryzae pv. oryzae pada benih terdapat pada bagian luar
   (kulit benih) dan pada bagian dalam benih. Bakteri yang berada di luar benih
   akan hilang seiring dengan sterilisasi dan pencucian benih sebelum isolasi,
   sehingga X. oryzae pv. oryzae hasil isolasi benar-benar berasal dari dalam
   benih. Pencucian benih dan perendaman dengan NaOCl 1% ketika akan
   dilakukan isolasi selain untuk menjamin isolat yang didapat berasal dari
   bagian dalam benih juga berfungsi untuk sterilisasi kontaminan di permukaan
   benih. Kontaminan di permukaan benih dapat menyebabkan terjadinya
   kontaminasi cendawan pada media ketika dilakukan isolasi yang akan
   mengganggu pengamatan. Pengamatan hasil isolasi sebaiknya dilakukan pada
   hari ke 1 – 4 untuk menghindari munculnya cendawan (kontaminan).

c. Identifikasi dengan Postulat Koch

          Gejala penyakit yang timbul pada tanaman sehat stadia bibit 14 hari
   setelah semai yang diinokulasi dengan isolat murni hasil isolasi dari benih
   varietas IR-64 dan Ciherang menunjukkan gejala HDB. Gejala penyakit HDB
   pada tingkat bibit adalah gejala kresek, dimulai dari ujung daun terpotong
   yang akan menunjukkan gejala seperti terendam air (green water-soaked)
   pada minggu pertama setelah inokulasi, selanjutnya ujung daun akan layu dan
   menguning pada minggu kedua setelah inokulasi, pada minggu ketiga daun
   akan menggulung seperti gejala tanaman yang mengalami kekeringan (IRRI,
   2008). Gejala serangan X. oryzae pv. oryzae yang diinokulasikan pada
   tanaman stadia bibit meningkat setiap minggunya, pada minggu ketiga
   setelah inokulasi gejala penyakit akan terlihat jelas. Pada minggu ketiga
   setelah inokulasi area daun yang terserang menunjukkan nilai DLA yang
   tertinggi yaitu pada IR-64 sebesar 62.64% dan pada Ciherang 40.7%
   (Gambar 3).
22




           70.00%
                            IR-64
                                                                        62.64%
           60.00%           Ciherang

    %D A   50.00%

           40.00%                                                       40.70%
      L




           30.00%                         22.75%

           20.00%                                      20.04%

           10.00%   7.94%

                                 6.78%
           0.00%
                             1                     2                3
                                       Minggu Setelah Inokulasi
                                                                                    
   Gambar 3. Peningkatan nilai disease leaf area pada uji Postulat Koch
             varietas IR-64 dan Ciherang.
d. Identifikasi dengan Pewarnaan Gram

            Hasil uji pewarnaan Gram pada isolat murni dari benih IR-64 dan
   Ciherang mengindikasikan bakteri X. oryzae pv. oryzae dengan ciri
   mikroskopik berwarna merah atau merah muda (bakteri Gram-negatif),
   berbentuk bacillus (batang) atau cocoid (bulat lonjong) pada masa juvenilnya
   (Gambar 4). Hasil ini sesuai dengan hasil pengujian Cottyn et al. (1994) yang
   menyatakan bahwa bakteri X. oryzae pv. oryzae merupakan bakteri Gram-
   negatif dengan ciri-ciri berwarna merah berbentuk mikroskopik bacillus
   dengan penampakan koloni pada media isolasi bulat cembung. Perbedaan
   sifat Gram bakteri disebabkan perbedaan kandungan dinding sel, pada
   dinding sel bakteri Gram-negatif mengandung senyawa peptidoglikan yang
   akan rusak ketika diberi larutan pemucat (alkohol) dalam uji pewarnaan
   (Suriawiria, 2005).




   Gambar 4. Koloni bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan
             perbesaran 40x pada benih padi varietas Ciherang (kiri) dan IR-
             64 (kanan).
23



                              Percobaan II
        Uji Efektivitas dan Fitotoksitas Bakterisida Sintetis dan Nabati

a. Uji Efektivitas Bakterisida dalam Menghambat X.oryzae pv. oryzae
   secara in-vitro

   Bakterisida Sintetis

          Bakterisida Agrept 20 WP (Ag) menunjukkan persentase daya hambat
   tertinggi dibandingkan dua jenis bakterisida sintetis yang lain yaitu Nordox
   56 WP (Nx) dan Plantomycin 7 SP (Pl), pada taraf konsentrasi 0.1% (P1)
   hingga 0.4% (P4) (Gambar 5). Pada varietas IR-64 daya hambatnya berkisar
   antara 4.38% (P1) hingga 10.04% (P4), sedangkan varietas Ciherang
   memiliki daya hambat yang lebih tinggi yaitu 6.81% (P1) hingga 10.7% (P4)
   (Tabel Lampiran 1 dan 2). Persentase daya hambat bakterisida sintetis
   cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi yang diberikan.
          Bakterisida sintetis merupakan bakterisida kimia konsentrat buatan
   pabrik sehingga kemampuan penghambatannya akan selalu meningkat seiring
   dengan penambahan konsentrasi. Bakterisida sintetis biasanya berbentuk
   bubuk sehingga mudah dilarutkan dalam air. Bakterisida Agrept 20 WP lebih
   efektif dari pada Nordox 56 WP, dan Plantomycin 7 SP karena kandungan
   bahan aktifnya. Agrept 20 WP dan Plantomycin 7 SP memiliki bahan aktif
   yang sama yaitu streptomycin sulfat, Agrept mengandung streptomycin sulfat
   20% sedangkan Plantomycin mengandung streptomycin sulfat 7%, sehingga
   Agrept lebih efektif dibanding Plantomycin. Streptomycin sulfat merupakan
   bahan aktif yang efektif dalam pengendalian penyakit yang disebabkan
   bakteri seperti yang disebabkan Erwinia amylovlora pada tanaman pear
   (Tsiantos dan Psallidas, 2002). Nordox memiliki bahan aktif tembaga oksida
   56%, tembaga oksida kurang efektif bila dibandingkan streptomycin sulfat.
   Menurut Kadir (2007) tembaga oksida baru menunjukkan efektivitas
   pengendalian serangan HDB di lapang pada taraf konsentrasi 3 g/l (0.3%).
24




                   3.5

                    3

                   2.5
 Daya Hambat (%)




                    2
                                                                                                                                     IR-64
                   1.5
                                                                                                                                     Ciherang
                    1

                   0.5

                    0                                                Nx.P1

                                                                             Nx.P2

                                                                                     Nx.P3

                                                                                             Nx.P4

                                                                                                     Pl.P1

                                                                                                             Pl.P2

                                                                                                                     Pl.P3

                                                                                                                             Pl.P4
                                     Ag.P1

                                             Ag.P2

                                                     Ag.P3

                                                             Ag.P4
                           Kontrol




                                             Jenis dan Konsentrasi Bakterisida Sintetis
                                                                                                                                                 
Gambar 5. Perbandingan daya hambat bakterisida sintetis: Ag (Agrept), Nx
          (Nordox), Pl (Plantomycin). P1 (0.1%), P2 (0.2%), P3 (0.3%), P4
          (0.4%).
Bakterisida Nabati

                         Hasil uji efektivitas bakterisida nabati menunjukkan bahwa minyak
serai wangi (Ms) memiliki daya hambat yang lebih tinggi dari pada minyak
cengkeh (Mc) (Gambar 6). Pada varietas IR-64 perbedaan efektivitas minyak
cengkeh dan minyak serai wangi terlihat tidak nyata, penghambatan terjadi
pada konsentrasi yang sama P2 (1%) tetapi daya hambat minyak serai wangi
konsentrasi 1% lebih tinggi dengan nilai 1.51%, dibanding daya hambat
minyak cengkeh 1% yang hanya sebesar 1.42% (Tabel Lampiran 3).
Kecenderungan ini juga terlihat pada konsentrasi 1.5% dan 2%, daya hambat
minyak serai wangi berturut-turut adalah 2.21% dan 2.96%, sedangkan pada
minyak cengkeh 1.13% dan 2.75%.
                         Pada varietas Ciherang efektivitas minyak serai wangi terlihat nyata,
penghambatan sudah terjadi pada konsentrasi 0.5% (P1) dengan daya hambat
0.2%, sedangkan daya hambat minyak cengkeh 0.5% sebesar 0% (Tabel
Lampiran 4). Efektivitas minyak serai wangi terlihat semakin nyata pada
konsentrasi 1.5% hingga 2% dengan persen daya hambat berturut-turut 3.33%
25



dan 4.41%, dibanding minyak cengkeh konsentrasi 1.5% yang hanya sebesar
1.16% dan minyak cengkeh konsentrasi 2% sebesar 1.88% (Tabel Lampiran
3 dan 4).
                         Bakterisida nabati pada uji efektivitas memiliki persen daya hambat
yang lebih rendah dari bakterisida sintetis meskipun konsentrasinya lebih
tinggi. Bakterisida nabati yang digunakan pada perlakuan ini adalah
bakterisida berbentuk minyak sehingga untuk meningkatkan kelarutannya
dalam air ditambahkan emulsifier Tween 20 sebanyak 0.2%. Persentase daya
hambat minyak serai wangi yang lebih tinggi dibanding minyak cengkeh
menunjukkan bahwa untuk pengendalian terhadap bakteri, minyak serai
wangi lebih efektif. Bahan aktif minyak cengkeh adalah eugenol 35%,
sedangkan pada minyak serai wangi adalah sitronella 35%. Penelitian Hartati
et al. (1994) menunjukkan bahwa minyak serai wangi dapat menghambat
pertumbuhan                        bakteri       patogen     secara      in-vitro   seperti      Pseudomonas
solanacarum dan Bacillus sp.



                    2
                   1.8
                   1.6
 Daya Hambat (%)




                   1.4
                   1.2
                    1                                                                                   IR-64
                   0.8
                   0.6                                                                                  Ciherang
                   0.4
                   0.2
                    0
                                   1




                                                                                        3


                                                                                                4
                                             2


                                                     3


                                                             4


                                                                      1


                                                                               2
                           l
                       ro




                                          P


                                                     P


                                                              P


                                                                     P


                                                                               P


                                                                                       P


                                                                                                 P
                                  P
                     nt




                                                                                              s.
                               c.


                                       c.


                                                  c.


                                                           c.


                                                                  s.


                                                                            s.


                                                                                    s.
                   Ko




                                       M




                                                                                            M
                               M




                                                 M


                                                         M


                                                                  M


                                                                           M


                                                                                    M




                                       Jenis dan Konsentrasi Bakterisida Nabati
                                                                                                                    
Gambar 6. Perbandingan daya hambat bakterisida nabati: Mc (minyak
          cengkeh), Ms (minyak serai wangi). P1 (0.5%), P2 (1%), P3
          (1.5%), P4 (2%).
26



b. Uji Fitotoksisitas Bakterisida terhadap Benih Padi

   Bakterisida Sintetis

          Uji fitotoksisitas bakterisida sintetis menunjukkan bahwa dari empat
   konsentrasi bakterisida Agrept 20 WP, peningkatan viabilitas dan vigor
   tertinggi terdapat pada konsentrasi 0.2% baik pada IR-64 maupun Ciherang.
   Pada varietas IR-64 perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan persentase tertinggi
   terhadap semua tolok ukur yaitu daya berkecambah sebesar 88%, indeks
   vigor sebesar 78.5%, dan kecepatan tumbuh sebesar 29.1%/etmal (Tabel 2).
   Peningkatan semua tolok ukur pada perlakuan Agrept 0.2% nyata dibanding
   Agrept 0% tetapi tidak nyata dibanding Agrept 0.1%, 0.3% dan 0.4%. Pada
   perlakuan Agrept 0.1% - 0.4% tidak ditemukan adanya gejala toksisitas
   seperti persentase kecambah abnormal dan benih segar tidak tumbuh yang
   tinggi, serta ciri-ciri kecambah toksik (Gambar Lampiran 1).

   Tabel 2. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah
            (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas
            IR-64
                                           Konsentrasi
       Tolok Ukur
                           0%       0.1%      0.2%       0.3%      0.4%
    DB (%)              76 b    83 ab       88 a       86 ab     83 ab
    IV (%)              66.5 b  75.5 ab     78.5 a     78 a      73.5 ab
    KCT (%/etmal)       24.9 b  26.8 ab     29.1 a     26.8 ab   24.6 b
   Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
         berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

          Uji   fitotoksisitas   bakterisida sintetis   pada varietas Ciherang
   menunjukkan indikasi yang tidak berbeda dari varietas IR-64 (Tabel 3).
   Perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan persentase daya berkecambah, indeks
   vigor, dan kecepatan tumbuh tertinggi dibanding seluruh perlakuan yaitu
   berturut-turut 94%, 86.5%, dan 33.3 %/etmal. Perlakuan Agrept 0.2%
   menunjukkan peningkatan yang nyata dibanding Agrept 0% dan 1%, tetapi
   tidak nyata dibanding Agrept 0.3% dan 0.4%. Perlakuan Agrept 0.1% - 0.4%
   juga tidak menunjukkan adanya gejala toksisitas seperti pada varietas IR-64.
27



Tabel 3. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah
         (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas
         Ciherang
                                        Konsentrasi
        Tolok Ukur
                         0%       0.1%      0.2%      0.3%       0.4%
 DB (%)               84 b      82 b      94 a      88 ab      89.5 ab
 IV (%)               72 b      78 ab     86.5 a    79 ab      81 ab
 KCT (%/etmal)        27.9 c    29.8 bc   33.3 a    32.1 ab    31.4 ab
Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
     berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

         Pada pengujian bakterisida sintetis, gejala toksisitas yang tidak
muncul menandakan bahwa seluruh konsentrasi bakterisida yang diujikan
relatif aman digunakan untuk perlakuan benih. Perlakuan Agrept 0.2% dipilih
untuk pengujian selanjutnya (matriconditioning plus bakterisida sintetis),
selain karena terdapat indikasi peningkatan yang nyata pada semua tolok ukur
baik pada varietas IR-64 mupun Ciherang, juga ditinjau dari aspek resistensi
patogen. Bila pada konsentrasi 0.2% sudah efektif sebaiknya konsentrasinya
tidak perlu ditingkatkan. Penggunaan bakterisida sintetis yang berlebihan
dapat memberikan efek resisten pada patogen sehingga penggunannya harus
ditekan seefektif dan seefisien mungkin (Sigee, 1993). Konsentrasi yang lebih
rendah juga akan menekan biaya pengendalian bila digunakan pada skala
luas.

Bakterisida Nabati

         Pada uji fitotoksisitas bakterisida nabati, perlakuan minyak serai
wangi 1% menunjukkan peningkatan terhadap beberapa tolok ukur.
Pengujian pada varietas IR-64 menunjukkan peningkatan daya berkecambah
dibanding perlakuan minyak serai wangi 0% (Tabel 4). Pada tolok ukur
indeks vigor dan kecepatan tumbuh, perlakuan minyak serai wangi 1%
menunjukkan penurunan dibanding perlakuan minyak serai wangi 0%.
Penurunan indeks vigor dan kecepatan tumbuh yang terjadi tidak nyata,
sehingga minyak serai wangi konsentrasi 1% masih merupakan perlakuan
yang aman bagi benih (tidak mempengaruhi viabilitas dan vigor benih).
Penurunan yang nyata terhadap seluruh tolok ukur baru terjadi pada
perlakuan minyak serai wangi 1.5 dan 2%. Gejala toksisitas ditemukan pada
28



konsentrasi 1.5% dengan nilai 3% dan konsentrasi 2% dengan nilai 5%.
Gejala toksisitas muncul dengan ciri-ciri kecambah abnormal yaitu kecambah
dengan sistem perakaran lemah (akar primer tumbuh tetapi akar seminal
sekunder tidak tumbuh) (Gambar Lampiran 1). Gejala toksisitas juga dapat
ditunjukkan dengan persentase benih tidak tumbuh yang tinggi. Konsentrasi
bakterisida yang terlalu tinggi dapat meracuni benih sehingga mempengaruhi
viabilitas dan vigor benih.

 Tabel 4. Pengaruh konsentrasi minyak serai wangi  terhadap daya
          berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT)
          pada varietas IR-64
                                          Konsentrasi
        Tolok Ukur
                             0%     0.5%      1.0%     1.5%         2.0%
 DB (%)                  76 a     83 a       80.5 a 64 b           74 ab
 IV (%)                  66.5 a   64.5 a     65 a     45 b         39.5 b
 KCT (%/etmal)           26.9 a   24.1 b     25.4ab 21.4 c         19.6 c
 Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak         berbeda
      nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

       Pada varietas Ciherang perlakuan minyak serai wangi 1%, tidak
mengindikasikan peningkatan viabilitas dan vigor dibanding perlakuan
minyak serai wangi 0%. Pada daya berkecambah perlakuan minyak serai
wangi 1% menunjukkan persentase yang sama dengan perlakuan minyak
serai wangi 0% yaitu sebesar 84% (Tabel 5). Perlakuan minyak serai wangi
1% menunjukkan penurunan indeks vigor dibanding kontrol tetapi masih
menunjukkan peningkatan dibanding perlakuan minyak serai wangi 0.5 %,
1.5%, dan 2%. Perlakuan minyak serai wangi 1% juga menunjukkan
penurunan pada kecepatan tumbuh tetapi tidak nyata dibanding perlakuan
minyak serai wangi 0% dan masih menunjukkan peningkatan dibanding
perlakuan minyak serai wangi 0.5%, 1.5%, dan 2%. Namun demikian
perlakuan minyak serai wangi 1% masih relatif aman digunakan untuk
perlakuan benih karena belum menunjukkan gejala toksisitas. Gejala
toksisitas muncul pada konsentrasi 1.5% sebesar 5.5% dan konsentrasi 2%
sebesar 6.5% seperti pada varietas IR-64. Varietas Ciherang cenderung lebih
responsif terhadap perlakuan minyak serai wangi (konsentrasi 0.5% - 2%),
29



       terlihat dari respon toksisitas yang tinggi serta penurunan viabilitas dan vigor
       dibanding perlakuan minyak serai wangi 0%.

       Tabel 5. Pengaruh konsentrasi minyak serai wangi  terhadap daya
                berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT)
                pada varietas Ciherang
                                                Konsentrasi
             Tolok Ukur
                                0%        0.5%      1.0%      1.5%     2.0%
      DB (%)                  84 a      80 ab      84 a     74 bc     66.5 c
      IV (%)                  78 a      61 b       66 ab    39.5 c    37.5 c
      KCT (%/etmal)           27.9 a    24.7 ab    25.5 a 20.7 b      20.3 b
       Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
            berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

             Pada akhir percobaan II dipilih bakterisida sintetis Agrept dengan
       konsentrasi 0.2% yang terbukti efektif, tidak toksik serta mengindikasikan
       peningkatan daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh.
       Bakterisida nabati minyak serai wangi dipilih karena memiliki luas
       penghambatan yang lebih besar dibanding minyak cengkeh meskipun tidak
       berbeda nyata. Minyak serai wangi konsentrasi 1% dipilih karena terbukti
       efektif menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae dan tidak
       toksik terhadap benih, walaupun pada varietas Ciherang beberapa tolok ukur
       fisiologis menunjukkan penurunan viabilitas dan vigor dibanding minyak
       serai wangi konsentrasi 0%.

                                   Percobaan III
                Matriconditioning Plus Bakterisida Sintetis atau Nabati

      Hasil percobaan III varietas IR-64 mengindikasikan peningkatan viabilitas dan
vigor pada perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan
matriconditioning plus minyak serai wangi 1% (Tabel 6). Pada tolok ukur daya
berkecambah perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan
matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan yang nyata
dengan persentase berturut-turut 95%, 92.5%, dan 87.5% dibanding kontrol yang
hanya sebesar 74%. Perlakuan ini juga menghasilkan persentase daya berkecambah
tertinggi dibanding perlakuan Agrept 0.2% dengan 82.5% dan minyak serai wangi
1% dengan 76.5%.
30



      Semua perlakuan kecuali minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan
indeks vigor dibanding kontrol. Penurunan pada perlakuan minyak serai wangi 1%
dengan nilai 57.5 % tidak berbeda nyata dibanding kontrol dengan nilai 60%.
Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% menunjukkan peningkatan indeks
vigor tertinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu 87.5%.
      Pada tolok ukur kecepatan tumbuh terdapat indikasi yang berbeda, perlakuan
Agrept 0.2% menunjukkan kecepatan tumbuh tertinggi yakni sebesar 29.11%/etmal.
Perlakuan    matriconditioning    (27.67%/etmal),    minyak    serai   wangi    1%
(24.13%/etmal), dan matriconditioning plus Agrept 0.2% (24.09 %/etmal) masih
menunjukkan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibanding kontrol (21.72
%/etmal). Penurunan terjadi pada matriconditioning plus minyak serai wangi 1%
yaitu 19.75 %/etmal.
      Perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan
matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan bobot
kering kecambah normal yang nyata dengan bobot kering berturut-turut 0.85 g, 0.81
g, dan 0.75 g, dibandingkan kontrol yang hanya mencapai bobot kering 0.61 g.
Perlakuan Agrept 0.2% dan minyak serai wangi 1% juga menunjukkan peningkatan
bobot kering kecambah normal yakni sebesar 0.66 g dan 0.65 g, tetapi tidak berbeda
nyata dibanding kontrol.
      Tolok ukur T50 menunjukkan bahwa semua perlakuan benih dapat
menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk pencapaian total 50% perkecambahan
dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning dengan 4.5 hari, matriconditioning
plus Agrept 0.2% dengan 4.4 hari, dan matriconditioning plus minyak serai wangi
1% dengan 4.6 hari memiliki waktu pencapaian total 50% perkecambahan paling
cepat dibandingkan perlakuan lain dan kontrol yang baru mencapai total 50%
perkecambahan pada 6.7 hari.
      Hasil uji patologis menunjukkan, perlakuan tanpa menggunakan bakterisida
memiliki jumlah X. oryzae pv. oryzae tertinggi yaitu pada kontrol sebesar 51 cfu dan
pada matriconditioning sebesar 33.5 cfu.. Perlakuan matriconditioning plus Agrept
0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dapat menurunkan jumlah
X. oryzae pv. oryzae terbawa benih hingga 100% yaitu 0 cfu.
31



Tabel 6. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor
         (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), T50,
         dan tingkat infeksi (TI) patogen pada varietas IR-64
                                            Tolok Ukur
        Perlakuan           DB          IV    KCT    BKKN T50 TI
                            (%)        (%) (%/etmal)   (g)  (hari) (cfu)
 Kontrol                  74 d      60 c   21.72 cd 0.61 c 6.7 a 51 a
 Agrept 0.2%              82.5 c    78 b   29.11 a   0.66 c 5.5 c 3.75 c
 Minyak serai wangi 1%    76.5 d    57.5 c 24.13 bc 0.65 c 6.2 b 5.25 c
 Matriconditioning (M)    95 a      85 a   27.67 ab 0.85 a 4.5 d 33.5 b
 M+Agrept 0.2%            92.5 ab 87.5 a   24.09 bc 0.81 a 4.4 d 0       d
 M+minyak serai wangi 1% 87.5 bc 82.5 ab 19.75 d     0.75 b 4.6 d 0      d
Ket: Angka dalam baris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
       berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

       Hasil percobaan III pada varietas Ciherang (Tabel 7) menunjukkan
kecenderungan yang tidak berbeda dengan varietas IR-64. Hampir pada semua tolok
ukur perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan
matriconditioning plus minyak serai wangi menunjukkan peningkatan yang nyata
dibanding kontrol.
       Pada tolok ukur daya berkecambah semua perlakuan benih mengindikasikan
peningkatan dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2%,
matriconditioning,    dan   matriconditioning   plus   minyak   serai    wangi   1%
menunjukkan peningkatan daya berkecambah yang nyata dengan nilai 96%, 94.5%,
dan 90% dibanding kontrol dengan daya berkecambah 76%. Perlakuan Agrept 0.2%
juga menunjukkan peningkatan daya berkecambah yang nyata dibanding kontrol.
       Hasil   yang    diperoleh   pada   indeks   vigor   menunjukkan    perlakuan
matriconditioning plus Agrept 0.2%, matriconditioning, matriconditioning plus
minyak serai wangi 1%, dan Agrept 0.2% menunjukkan peningkatan indeks vigor
yang nyata dengan persentase berturut-turut 90%, 88.5%, 84%, dan 80.5%
dibanding kontrol yang hanya sebesar 60.5%. Penurunan indeks vigor terjadi pada
perlakuan minyak serai wangi 1% dengan 59% tetapi tidak nyata dibanding kontrol.
       Perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan kecepatan tumbuh tertinggi yaitu
32.12%/etmal. Perlakuan matriconditioning (27.47%/etmal), minyak serai wangi
1% (25.48%/etmal), dan matriconditioning plus Agrept 0.2% (24.02%/etmal) masih
menunjukkan peningkatan kecepatan tumbuh dibanding kontrol dengan 22.93
32



%/etmal. Penurunan kecepatan tumbuh terdapat pada perlakuan matriconditioning
plus minyak serai wangi 1% dengan persentase 19.75 %/etmal.
       Indikasi peningkatan juga ditunjukkan pada tolok bobot kering kecambah
normal. Seluruh perlakuan benih menunjukkan peningkatan bobot kering kecambah
normal dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus
Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan
peningkatan bobot kering kecambah normal yang nyata yaitu berturut-turut 0.86 g,
0.83 g, dan 0.76 g dibanding kontrol dengan bobot 0.61 g.
       Pada tolok ukur T50 semua perlakuan benih mampu menurunkan waktu yang
dibutuhkan    untuk    pencapaian     total   50%    perkecambahan.     Perlakuan
matriconditioning dengan 4.4 hari, matriconditioning plus Agrept 0.2% dengan 4.2
hari, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dengan 4.4 hari memiliki
waktu pencapaian total 50% perkecambahan (T50) tercepat dan berbeda nyata
dibanding kontrol yang baru mencapai total 50% perkecambahan pada 6.7 hari.
       Uji patologis dengan metode grinding pada varietas Ciherang menunjukkan
semua perlakuan benih mampu menurunkan keberadaan bakteri X. oryzae pv.
oryzae terbawa benih secara nyata. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2%
dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% mampu mereduksi keberadaan
X. oryzae pv. oryzae terbawa benih hingga 100% yaitu 0 cfu, jauh lebih rendah jika
dibanding tanpa perlakuan kontrol sebesar 40 cfu dan perlakuan matriconditioning
sebesar 29.5 cfu.

Tabel 7. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor
         (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), T50,
         dan tingkat infeksi (TI) pada varietas Ciherang
                                              Tolok Ukur
       Perlakuan           DB        IV        KCT      BKKN        T50     TI
                           (%)      (%)     (%/etmal)     (g)      (hari) (cfu)
Kontrol                  76 d    60.5 d     22.93 c     0.61 d     6.7 a 40 a
Agrept 0.2%              85 c    80.5 ab    32.12 a     0.69 c     5.4 c 3     c
Minyak serai wangi 1%    79.5 d  59 d       25.48 bc 0.65 cd       6.0 b 4     c
Matriconditioning (M)    94.5 ab 88.5 ab    27.47 b     0.86 a     4.4 d 29.5 b
M+Agrept 0.2%            96 a    9a a       24.02 bc 0.83 a        4.2 d 0     d
M+minyak serai wangi 1% 90 bc 84 bc         19.75 d     0.76 b     4.4 d 0     d
Ket: Angka dalam baris yang diikuti huruf yang sama tidak nyata   berdasarkan uji
       DMRT pada taraf 5%
33



       Secara garis besar perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus
Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan
peningkatan mutu fisiologis pada varietas IR-64 maupun Ciherang. Pada tolok ukur
viabilitas benih, perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%,
serta matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan daya
berkecambah dan bobot kering kecambah normal yang signifikan dibandingkan
perlakuan kontrol maupun perlakuan perendaman benih saja. Indikasi yang sama
terlihat pada tolok ukur vigor benih, perlakuan matriconditioning, matriconditioning
plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% mampu
meningkatkan indeks vigor dan menurunkan T50 dibanding kontrol. Pada tolok ukur
kecepatan tumbuh, perlakuan matriconditioning dan matriconditioning plus Agrept
0.2% menunjukkan peningkatan dibanding kontrol, tetapi terjadi penurunan pada
perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 1%.
       Perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 02% dan
matriconditioning plus minyak serai wangi 1% mampu meningkatkan viabilitas dan
vigor benih karena imbibisi air ke dalam benih yang terkontrol oleh faktor media
(arang sekam). Khan et al. (1992) menyatakan, perlakuan matriconditioning
memiliki fase imbibisi yang lebih lama dibanding perlakuan perendaman benih saja.
Fase imbibisi yang cepat seperti pada perlakuan perendaman benih dapat
menyebabkan rusaknya membran dikarenakan masuknya air ke dalam benih yang
terlalu cepat. Suryani (2003) menyatakan, perlakuan matriconditioning plus
fungisida sintetik Dithane 0.2% pada benih cabai menunjukkan peningkatan daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah normal, indeks
vigor, kecepatan tumbuh relatif, laju pertumbuhan kecambah dan menurunkan T50.
Penelitian Mariam (2006) menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning plus
minyak serai wangi 0.25% pada benih cabai merah dapat meningkatan tinggi
tanaman, bobot kering tanaman, bobot buah rata-rata, potensi tumbuh maksimum,
bobot kering kecambah normal, dan T50.
        Hasil uji mutu patologis terhadap varietas IR-64 dan Ciherang menunjukkan
perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak
serai wangi 1% sama-sama mampu mereduksi X. oryzae pv. oryzae terbawa benih
hingga 100%. Perlakuan matriconditioning saja walaupun memiliki mutu fisiologis
34



yang tinggi, tidak dapat menurunkan X. oryzae pv. oryzae terbawa benih karena
arang sekam tidak mengandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan patogen.
Arang sekam hanya mengandung unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman (Suryani, 2003). Untari (2003) menambahkan, semakin tinggi tingkat
kontaminasi patogen terbawa benih tidak menunjukkan penurunan viabilitas dan
vigor benih, namun demikian viabilitas dan vigor benih yang tinggi tidak menjamin
benih tersebut bebas patogen terbawa benih. Pada perlakuan matriconditioning plus
Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% ditemukan koloni
putih yang mampu membentuk zona penghambatan di sekelilingnya. Diduga koloni
inilah yang menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae. Sigee (1993)
menyatakan, bahan aktif pada bakterisida dilepaskan dalam bentuk agens toksik
berupa ion yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri hingga menyebabkan sel
bakteri patogen mati, pada kondisi lain bakterisida tidak membunuh secara langsung
tetapi mempengaruhi metabolisme tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri patogen.
          Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% memiliki keunggulan dari
efektivitas penggunaan bahan dibanding perlakuan matriconditioning plus minyak
serai wangi 1%. Pada konsentrasi bakterisida yang lebih rendah, perlakuan
matriconditioning plus Agrept 0.2% mampu mereduksi X. oryzae pv. oryzae
terbawa benih serta meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Namun demikian,
perlakuan benih relatif lebih ekonomis jika dibandingkan pengendalian di lapang
pada fase tanaman dewasa dan kondisi terserang penyakit yang membutuhkan
bakterisida lebih banyak dengan biaya lebih tinggi. Perlakuan matriconditioning
plus minyak serai wangi memiliki keunggulan lain, minyak serai wangi selain anti
bakteri    juga    berfungsi   sebagai   anti   fungal   (fungisida).   Pada   perlakuan
matriconditioning plus minyak serai wangi 1%, serangan cendawan relatif jarang
ditemukan dibanding perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2%.
          Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa uji mutu fisiologis saja pada
benih tidak cukup untuk menunjukkan benih tersebut bermutu, uji patologis
diperlukan untuk mengidentifikasi patogen terbawa benih. Keberadaan patogen
terbawa benih merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kejadian
penyakit pada pertanaman di lapang.
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI
MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Pembuatan tempe kedelai lap tetap
Pembuatan tempe kedelai  lap tetapPembuatan tempe kedelai  lap tetap
Pembuatan tempe kedelai lap tetaprando_suhendra
 
Andrew hidayat 93880-id-none
 Andrew hidayat   93880-id-none Andrew hidayat   93880-id-none
Andrew hidayat 93880-id-noneAndrew Hidayat
 
POTENSI EKSTRAK Rhizophora sp. SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE (Potency of Rhizo...
POTENSI EKSTRAK Rhizophora sp. SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE (Potency of Rhizo...POTENSI EKSTRAK Rhizophora sp. SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE (Potency of Rhizo...
POTENSI EKSTRAK Rhizophora sp. SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE (Potency of Rhizo...Repository Ipb
 
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME RiaAnggun
 
Laporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar airLaporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar airTidar University
 
Laporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benihLaporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benihTidar University
 
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN NATA
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN NATA LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN NATA
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN NATA RiaAnggun
 
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE RiaAnggun
 
Pengaruh pemberian daun kamboja terhadap penyembuhan luka bakar
Pengaruh pemberian daun kamboja terhadap penyembuhan luka bakarPengaruh pemberian daun kamboja terhadap penyembuhan luka bakar
Pengaruh pemberian daun kamboja terhadap penyembuhan luka bakarYabniel Lit Jingga
 
Mikrobial pigmen
Mikrobial pigmenMikrobial pigmen
Mikrobial pigmenZharoh Elba
 

La actualidad más candente (19)

Makalah sterilisasi dan disinfeksi
Makalah sterilisasi dan disinfeksi Makalah sterilisasi dan disinfeksi
Makalah sterilisasi dan disinfeksi
 
Laporan pesti 5
Laporan pesti 5Laporan pesti 5
Laporan pesti 5
 
Pembuatan tempe kedelai lap tetap
Pembuatan tempe kedelai  lap tetapPembuatan tempe kedelai  lap tetap
Pembuatan tempe kedelai lap tetap
 
Andrew hidayat 93880-id-none
 Andrew hidayat   93880-id-none Andrew hidayat   93880-id-none
Andrew hidayat 93880-id-none
 
Makalah sterilisasi dalam kebidanan
Makalah sterilisasi dalam kebidananMakalah sterilisasi dalam kebidanan
Makalah sterilisasi dalam kebidanan
 
POTENSI EKSTRAK Rhizophora sp. SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE (Potency of Rhizo...
POTENSI EKSTRAK Rhizophora sp. SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE (Potency of Rhizo...POTENSI EKSTRAK Rhizophora sp. SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE (Potency of Rhizo...
POTENSI EKSTRAK Rhizophora sp. SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE (Potency of Rhizo...
 
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME
 
Laporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar airLaporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar air
 
Laporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benihLaporan praktikum kemurnian benih
Laporan praktikum kemurnian benih
 
Uv vis
Uv visUv vis
Uv vis
 
Gelatin kulit
Gelatin kulitGelatin kulit
Gelatin kulit
 
Peranan sterilisasi dalam bidan
Peranan sterilisasi dalam bidanPeranan sterilisasi dalam bidan
Peranan sterilisasi dalam bidan
 
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN NATA
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN NATA LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN NATA
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN NATA
 
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE
 
Pengaruh pemberian daun kamboja terhadap penyembuhan luka bakar
Pengaruh pemberian daun kamboja terhadap penyembuhan luka bakarPengaruh pemberian daun kamboja terhadap penyembuhan luka bakar
Pengaruh pemberian daun kamboja terhadap penyembuhan luka bakar
 
Laporan pesti 4
Laporan pesti 4Laporan pesti 4
Laporan pesti 4
 
Mikrobial pigmen
Mikrobial pigmenMikrobial pigmen
Mikrobial pigmen
 
Uji biokimiawi
Uji biokimiawiUji biokimiawi
Uji biokimiawi
 
Sterilisasi
SterilisasiSterilisasi
Sterilisasi
 

Similar a MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI

ppt tekben presentasi ujian praktikum-1.pptx
ppt tekben presentasi ujian praktikum-1.pptxppt tekben presentasi ujian praktikum-1.pptx
ppt tekben presentasi ujian praktikum-1.pptxMuhammadnurIbrahim3
 
Jurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraJurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraSurya Agus
 
Analisis in silico dan aktivitas antioksidan senyawa nano kompleks pada daun ...
Analisis in silico dan aktivitas antioksidan senyawa nano kompleks pada daun ...Analisis in silico dan aktivitas antioksidan senyawa nano kompleks pada daun ...
Analisis in silico dan aktivitas antioksidan senyawa nano kompleks pada daun ...RafidaAzizah
 
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...Repository Ipb
 
Uji Repelensi Corcyra Cephalonica
Uji Repelensi Corcyra CephalonicaUji Repelensi Corcyra Cephalonica
Uji Repelensi Corcyra CephalonicaMuhayatiRofiah1
 
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...Universitas Islam As-syafi'iah
 
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...Repository Ipb
 
Tugas kimia (tri ramadhona 20130212047)
Tugas kimia (tri ramadhona 20130212047)Tugas kimia (tri ramadhona 20130212047)
Tugas kimia (tri ramadhona 20130212047)Irt Elims
 
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptx
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptxPresentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptx
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptxLENADIANSAPUTRI1
 
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...Repository Ipb
 
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...Sultan Herlino
 
konservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfahkonservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfahagronomy
 
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, HA...
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, HA...PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, HA...
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, HA...Repository Ipb
 
Laporan tetap(inokulasi) bioproses
Laporan tetap(inokulasi) bioprosesLaporan tetap(inokulasi) bioproses
Laporan tetap(inokulasi) bioprosesAlmiraJasmin2
 
Diana Retnasari-161710301045-.pdf
Diana Retnasari-161710301045-.pdfDiana Retnasari-161710301045-.pdf
Diana Retnasari-161710301045-.pdfIsoSuwarso1
 
7. FORMULASI SEDIAAN GEL HANDSANITIZER DARI EKSTRAK DAUN KERSEN.pdf
7. FORMULASI SEDIAAN GEL HANDSANITIZER DARI EKSTRAK DAUN KERSEN.pdf7. FORMULASI SEDIAAN GEL HANDSANITIZER DARI EKSTRAK DAUN KERSEN.pdf
7. FORMULASI SEDIAAN GEL HANDSANITIZER DARI EKSTRAK DAUN KERSEN.pdfIsmedsyahSyah1
 

Similar a MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI (20)

ppt tekben presentasi ujian praktikum-1.pptx
ppt tekben presentasi ujian praktikum-1.pptxppt tekben presentasi ujian praktikum-1.pptx
ppt tekben presentasi ujian praktikum-1.pptx
 
Jurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraJurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT Hemiptera
 
Analisis in silico dan aktivitas antioksidan senyawa nano kompleks pada daun ...
Analisis in silico dan aktivitas antioksidan senyawa nano kompleks pada daun ...Analisis in silico dan aktivitas antioksidan senyawa nano kompleks pada daun ...
Analisis in silico dan aktivitas antioksidan senyawa nano kompleks pada daun ...
 
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
 
Uji Repelensi Corcyra Cephalonica
Uji Repelensi Corcyra CephalonicaUji Repelensi Corcyra Cephalonica
Uji Repelensi Corcyra Cephalonica
 
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
 
09 e02781 4
09 e02781 409 e02781 4
09 e02781 4
 
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
 
Tugas kimia (tri ramadhona 20130212047)
Tugas kimia (tri ramadhona 20130212047)Tugas kimia (tri ramadhona 20130212047)
Tugas kimia (tri ramadhona 20130212047)
 
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptx
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptxPresentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptx
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptx
 
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
 
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
 
konservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfahkonservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfah
 
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, HA...
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, HA...PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, HA...
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, HA...
 
ISOLATION_METARHIZIUM_DADANG HM_PT AAL
ISOLATION_METARHIZIUM_DADANG HM_PT AALISOLATION_METARHIZIUM_DADANG HM_PT AAL
ISOLATION_METARHIZIUM_DADANG HM_PT AAL
 
Laporan tetap(inokulasi) bioproses
Laporan tetap(inokulasi) bioprosesLaporan tetap(inokulasi) bioproses
Laporan tetap(inokulasi) bioproses
 
Buku10
Buku10Buku10
Buku10
 
Penelitian tanaman
Penelitian tanamanPenelitian tanaman
Penelitian tanaman
 
Diana Retnasari-161710301045-.pdf
Diana Retnasari-161710301045-.pdfDiana Retnasari-161710301045-.pdf
Diana Retnasari-161710301045-.pdf
 
7. FORMULASI SEDIAAN GEL HANDSANITIZER DARI EKSTRAK DAUN KERSEN.pdf
7. FORMULASI SEDIAAN GEL HANDSANITIZER DARI EKSTRAK DAUN KERSEN.pdf7. FORMULASI SEDIAAN GEL HANDSANITIZER DARI EKSTRAK DAUN KERSEN.pdf
7. FORMULASI SEDIAAN GEL HANDSANITIZER DARI EKSTRAK DAUN KERSEN.pdf
 

Más de Dickdick Maulana

Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit Dickdick Maulana
 
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs Dickdick Maulana
 
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri Dickdick Maulana
 
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerjaPmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerjaDickdick Maulana
 
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes JabarMateri  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes JabarDickdick Maulana
 
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi Dickdick Maulana
 
Pengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui PenguranganPengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui PenguranganDickdick Maulana
 
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatanPp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatanDickdick Maulana
 
Sufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies reportSufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies reportDickdick Maulana
 
Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water Dickdick Maulana
 
Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup Dickdick Maulana
 
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn. Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn. Dickdick Maulana
 
Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere) Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere) Dickdick Maulana
 
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendiMetode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendiDickdick Maulana
 
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbahSni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbahDickdick Maulana
 

Más de Dickdick Maulana (20)

Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
 
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
 
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
 
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerjaPmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
 
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes JabarMateri  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
 
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi
 
Pengelolaan Sampah
Pengelolaan SampahPengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah
 
Pengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui PenguranganPengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
 
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatanPp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
 
Sufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies reportSufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies report
 
Kesling 2
Kesling 2 Kesling 2
Kesling 2
 
Water quality strategy
Water quality strategy Water quality strategy
Water quality strategy
 
Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water
 
Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup
 
Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan
 
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn. Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
 
Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere) Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere)
 
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendiMetode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendi
 
Tetraethyl orthosilicate
Tetraethyl orthosilicateTetraethyl orthosilicate
Tetraethyl orthosilicate
 
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbahSni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
 

MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA BENIH PADI

  • 1. PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING PLUS BAKTERISIDA SINTETIS ATAU NABATI UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) TERBAWA BENIH SERTA MENINGKATKAN VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.) oleh Ariska Yulinda Rachmawati A34404045 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
  • 2. PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING PLUS BAKTERISIDA SINTETIS ATAU NABATI UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) TERBAWA BENIH SERTA MENINGKATKAN VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor oleh Ariska Yulinda Rachmawati A34404045 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
  • 3. RINGKASAN ARISKA YULINDA R. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning plus Bakterisida Sintetis atau Nabati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) Terbawa Benih serta Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih Padi (Oryza sativa L.). Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan TRINY S. KADIR. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis atau nabati yang efektif serta non toksik untuk mengendalikan bakteri Xanthomons oryzae pv. oryzae penyebab hawar daun bakteri (HDB). Jenis dan konsentrasi yang didapat kemudian diintegrasikan dengan perlakuan matriconditioning. Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan, percobaan I dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri X. oryzae pv. oryzae dalam sampel benih yang diambil dari pertanaman padi di BB Padi Sukamandi. Pengambilan sampel diikuti dengan pengamatan tingkat serangan penyakit HDB di lapang. Benih kemudian diisolasi untuk mendapatkan isolat X. oryzae pv. oryzae. Isolat murni bakteri diidentifikasi berdasarkan sifat Gram bakterinya dengan uji pewarnaan Gram dan identifikasi berdasarkan gejala serangan pada tanaman sehat dengan uji Postulat Koch. Percobaan II terdiri atas dua percobaan, uji efektivitas dan uji fitotoksisitas bakterisida sintetis dan nabati. Uji efektivitas dilakukan secara in-vitro. Bakterisida sintetis yang digunakan adalah Agrept 20 WP, Nordox 56 WP, dan Plantomycin 7 SP dengan konsentrasi 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, dan 0.4%. Bakterisida nabati yang digunakan adalah minyak cengkeh dan minyak serai wangi dengan konsentrai 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2%. Hasil uji efektivitas dan fitotoksisitas akan digunakan dalam percobaan III. Pada percobaan III terdapat enam taraf perlakuan yaitu P0 (kontrol), P1 (matriconditioning), P2 (Agrept 0.2%), P3 (minyak serai wangi 1%), P4 (matriconditioning plus Agrept 0.2%), dan P5 (matriconditioning plus minyak serai wangi 1%). Perlakuan matriconditioning dan matriconditioning plus bakterisida sintetis atau nabati dilakukan dengan nisbah antara benih, arang sekam dan air 1 : 0.8 : 1.2 selama 30 jam pada suhu 26 - 29oC. Percobaan II dan III menggunakan varietas IR-64 dan Ciherang sebagai percobaan terpisah.
  • 4. Hasil pengamatan serangan di lapang menunjukkan tingkat keparahan 66% - 91% dan keberadaan 62% - 94%. Berdasarkan Standard Evaluation System for Rice yang dikeluarkan IRRI, varietas IR-64, Ciherang, Mekongga, dan Cibogo sangat rentan dengan skor 9. Hasil isolasi bakteri menunjukkan bakteri terbawa benih pada IR-64 90% dan pada Ciherang 60%. Identifikasi dengan uji Postulat Koch menunjukkan gejala serangan yang timbul pada tanaman sehat yang diinokulasi isolat adalah gejala penyakit HDB, dengan ciri ujung daun layu dan mengering. Identifikasi dengan pewarnaan Gram mengindikasikan isolat yang diuji merupakan X. oryzae pv. oryzae (berwarna merah dan bentuk cocoid atau bacillus). Uji efektivitas bakterisida sintetis secara in-vitro pada isolat X. oryzae pv. oryzae menunjukkan Agrept 20 WP konsentrasi 0.1% - 0.4% memiliki persentase daya hambat yang tertinggi dibandingkan Nordox 56 WP dan Plantomycin 7 SP. Pada uji efektivitas bakterisida nabati, minyak serai wangi konsentrasi 1 - 2% menunjukkan daya hambat yang lebih tinggi dibanding minyak cengkeh dengan konsentrasi yang sama. Pada uji fitotoksisitas perlakuan Agrept 0.2% meningkatankan daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh dibanding Agrept 0%, 0.1%, 0.3%, dan 0.4%, pada IR-64 maupun Ciherang. Pada uji fitotoksitas baktersida nabati, perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan persentase daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dari perlakuan minyak serai wangi 0.5%, 1.5%, dan 2%. Gejala toksisitas ditemukan pada perlakuan minyak serai wangi 1.5% dan 2% dengan ciri akar primer tumbuh tanpa diikuti pertumbuhan akan seminal sekunder. Pada percobaan III perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah normal, serta penurunan T50 dibanding kontrol. Uji patologis dengan metode grinding menunjukkan perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% atau plus minyak serai wangi 1% mampu menurunkan jumlah X. oryzae pv. oryzae terbawa benih dibanding kontrol dan perlakuan matriconditioning. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% atau plus minyak serai wangi 1% mampu meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih.
  • 5. Judul Penelitian : PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING PLUS BAKTERISIDA SINTETIS ATAU NABATI UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) TERBAWA BENIH SERTA MENINGKATKAN VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.) Mahasiswa : Ariska Yulinda Rachmawati NRP : A34404045 Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. Dra. Triny Surjani Kadir NIP. 131 124 822 NIP.080 057 177 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019 Tanggal Lulus :
  • 6. RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan, Propinsi Jawa Timur, pada tanggal 9 Juli 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersudara dari pasangan Bapak Muhammad Nuh dan Ibu Lil Istianah. Tahun 1998 penulis menyelesikan pendidikan dasar di SDN Jetis VI Lamongan, kemudian tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SLTPN I Lamongan. Penulis lulus dari SMUN I Lamongan pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI tahun 2004. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis aktif dalam kegiatan mahasiswa komunitas seni “Ladang Seni Fakultas Pertanian, IPB” tahun 2004-2007. Tahun 2005 penulis bergabung dengan komunitas seni IPB sebagai ketua Divisi Pementasan. Penulis juga aktif dalam kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) periode kepengurusan 2005-2006. Tahun 2006 penulis menjadi staf magang pada Laboratorium Kultur Jaringan di Balai Besar Bioteknologi dan Genetika Cimanggu- Bogor.
  • 7. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menciptakan bumi dan segala isinya. Hanya dengan berkat dan rahmat-Nyalah penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Perlakuan Matriconditioning plus Bakterisida Sintetis atau Nabati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) Terbawa Benih serta Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih Padi (Oryza sativa L.). Skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tak lupa kiranya penulis sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS dan Dra. Triny S. Kadir selaku pembimbing skripsi, serta Dr. Ir. Endang Murniati, MS selaku penguji, yang telah banyak memberikan arahan dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini. Penelitian ini dibiayai oleh proyek Kerjasama Kemitraaan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) dengan judul “Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi” yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih. Kepada mama, ayah, suamiku, keluarga besar serta orang-orang yang telah begitu berjasa dalam hidup penulis sehingga penulis bisa bertahan hingga sekarang, terima kasih akan segala dukungannya. Kepada staff Laboratorium Entomologi dan Fitopatologi serta staff Laboratorium Uji Mutu Benih BB Padi Sukamandi, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Tak lupa juga terima kasih kepada teman- temanku Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Angkatan 41 yang telah memberikan empat tahun yang sangat berarti dalam hidup penulis. Semoga skripsi ini dapat berguna baik bagi penulis pada khususnya dan bagi masyarakat Pemulianan Tanaman dan Teknologi Benih pada umumnya. Bogor, 29 Desember 2008 Penulis
  • 8. DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN .................................................................................. 1 Latar Belakang ............................................................................ 1 Tujuan ......................................................................................... 3 Hipotesis...................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4 Padi Varietas IR-64 dan Ciherang............................................... 4 Xanthomonas oryzae pv. oryzae ................................................. 5 Bakterisida .................................................................................. 6 Pengaruh Matriconditioning dan Matriconditioning plus Pestisida dalam Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih ....... 7 BAHAN DAN METODE ....................................................................... 10 Tempat dan Waktu ...................................................................... 10 Bahan dan Alat............................................................................ 10 Metode Penelitian ....................................................................... 10 Pelaksanaan Percobaan ............................................................... 12 Pengamatan ................................................................................. 18 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 20 Identifikasi Bakteri Terbawa Benih ............................................ 20 Uji Efektivitas dan Fitotoksisitas Bakterisida Sintetis dan Nabati .......................................................................................... 23 Matriconditioning plus Bakterisida Terpilih............................... 29 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 35 Kesimpulan ................................................................................. 35 Saran............................................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 36 LAMPIRAN............................................................................................ 40 Pembuatan Media Wakimoto...................................................... 41 Standard Evaluation System for Rice.......................................... 42
  • 9. DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Pengamatan tingkat serangan hawar daun bakteri di lapang pada beberapa varietas padi....................................................................... 20 2. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas IR-64 ................................................................................................. 26 3. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas Ciherang............................................................................................ 27 4. Pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas IR-64 ................................................................. 28 5. Pengaruh konsentrasi minyak serai wangi  terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas Ciherang ............................................................................. 29 6. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), T50, dan tingkat infeksi (TI) patogen pada varietas IR-64 ........................................................................... 31 7. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), T50, dan tingkat infeksi (TI) patogen pada varietas Ciherang ..................................................................... 32 Lampiran 1. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas IR-64....... 42 2. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas Ciherang . 42 3. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas IR-64....... 43 4. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada varietas Ciherang . 43
  • 10. 5. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas IR-64 ................ 43 6. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas Ciherang ........... 43 7. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas IR-64 ................ 44 8. Analisis ragam pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap daya hambat pada uji efektivitas varietas Ciherang ........... 44 9. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap daya berkecambah varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas .......................... 44 10. Analisis pengaruh konsentrasi Agrept terhadap indeks vigor varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas................................................. 44 11. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap kecepatan tumbuh varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas ................................... 45 12. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap daya berkecambah varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ..................... 45 13. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap indeks vigor varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ........................................... 45 14. Analisis ragam pengaruh konsentrasi Agrept terhadap kecepatan tumbuh varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas .............................. 45 15. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas.................. 45 16. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap indeks vigor varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas............................ 46 17. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap kecepatan tumbuh varietas IR-64 pada uji fitotoksisitas .................. 46 18. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap daya berkecambah varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ............ 46 19. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap indeks vigor varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ...................... 46 20. Analisis ragam pengaruh konsentrasi minyak serai wangi terhadap kecepatan tumbuh varietas Ciherang pada uji fitotoksisitas ............. 46 21. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah pada varietas IR-64 ..................................................... 47
  • 11. 22. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor pada varietas IR-64 ........................................................................... 47 23. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh pada varietas IR-64 .............................................................. 47 24. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap bobot kering kecambah normal pada varietas IR-64.............................................. 47 25. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap T50 pada varietas IR-64.................................................................................... 47 26. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap tingkat infeksi pada varietas IR-64 ........................................................................... 48 27. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah pada varietas Ciherang................................................ 48 28. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor pada varietas Ciherang ...................................................................... 48 29. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap kecepatan tumbuh pada varietas Ciherang......................................................... 48 30. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap bobot kering kecambah normal pada varietas Ciherang ........................................ 48 31. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap T50 pada varietas Ciherang .............................................................................. 49 32. Analisis ragam pengaruh perlakuan benih terhadap tingkat infeksi pada varietas Ciherang ...................................................................... 49
  • 12. DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks 1. Bagan alur penelitian ........................................................................ 12 2. Pertanaman padi yang terserang hawar daun bakteri........................ 13 3. Peningkatan nilai disease leaf area pada uji Postulat Koch varietas IR-64 dan Ciherang 22 4. Koloni bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan perbesaran 40x pada benih padi varietas Ciherang (kiri) dan IR-64 (kanan)...... 22 5. Perbandingan daya hambat bakterisida sintetis: Ag (Agrept), Nx (Nordox), Pl (Plantomycin). P1 (0.1%), P2 (0.2%), P3 (0.3%), P4 (0.4%)................................................................................................ 24 6. Perbandingan daya hambat bakterisida nabati: Mc (minyak cengkeh), Ms (minyak serai wangi). P1 (0.5%), P2 (1%), P3 (1.5%), P4 (2%) ................................................................................ 25 Lampiran 1. Perbandingan kecambah toksik (kiri) dan kecambah non toksik (kanan) pada uji fitotoksisitas. .......................................................... 50 2. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis terhadap pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae.................................................... 50 3. Pengaruh jenis dan konsentrasi bakterisida nabati terhadap pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae: minyak cengkeh 1% (kanan) dan minyak serai wangi 1% (kiri). .................................................... 50
  • 13. PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha yang ditempuh pemerintah dalam peningkatan produksi beras adalah dengan perbaikan mutu benih padi. Benih merupakan salah satu unsur paling esensial yang menentukan keberhasilan suatu pertanaman. Tanpa adanya benih padi bermutu, usaha peningkatan produksi beras tidak akan ada hasilnya. Mutu benih mencakup mutu genetis, fisik, fisiologis, dan patologis. Mutu genetis berkaitan dengan aspek keturunan dan varietas. Mutu fisik berkaitan dengan performasi atau keragaan fisik benih. Mutu fisiologis berhubungan dengan aspek metabolisme dalam benih. Mutu patologis berhubungan dengan infeksi penyakit terbawa benih (seedborne). Keberadaan patogen pada benih akan memberikan dampak yang meluas terhadap pertanaman di lapang bahkan mengakibatkan epidemi penyakit karena benih merupakan sumber penyebaran patogen (Ilyas, 2001). Pertanian di Indonesia yang merupakan daerah tropis dengan kondisi panas dan lembab, merupakan habitat yang optimum bagi beberapa jenis penyakit, utamanya penyakit yang mungkin tidak begitu berbahaya serangannya di negara sub-tropis. Sistem pertanian di Indonesia sangat dipengaruhi oleh penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Semangun, 1991). Penyakit hawar daun bakteri (HDB) merupakan kendala utama pada seluruh sentra pertanian padi dunia seperti India, Thailand, Filipina, Jepang, Cina, dan Indonesia (Agarwal dan Sinclair, 1987). Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan penyakit kresek yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae. HDB dilaporkan dapat menyebabkan kehilangan hasil panen hingga 60% jika serangan yang terjadi sangat parah, khususnya pada kondisi yang lembab dan berangin kencang (Khaeruni, 2000). Di Indonesia, HDB pertama kali dilaporkan oleh Reitsman dan Schure pada tahun 1950. Selama kurun waktu 1997 hingga 2000 penyakit HDB paling banyak menimbulkan kerusakan terutama di sentra pertanaman padi di daerah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah (Khaeruni, 2000). Tahun 2006 luas serangan penyakit HDB mencapai 74. 243 ha, 61 ha diantaranya puso (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2007). Serangan penyakit HDB dapat terjadi pada fase benih, bibit, tanaman muda, dan tanaman dewasa. Kerusakan akibat HDB meningkat
  • 14. 2 seiring meluasnya pertanaman IR-64 yang tahan terhadap wereng batang coklat tetapi sangat rentan terhadap HDB. Pengendalian HDB di Indonesia dewasa ini masih pada pengendalian setelah terjadi serangan di lapang. Pengendalian di lapang biasanya menggunakan bakterisida sintetis (pengendalian kimiawi) dalam jumlah yang sangat besar, sehingga menyebabkan peningkatan biaya produksi yang cukup signifikan (Sigee, 1993). Tindakan preventif yang banyak dilakukan adalah dengan penggunaan varietas yang tahan (resisten). Tetapi pengendalian dengan menggunakan varietas yang resisten juga tidak selalu berhasil, mengingat bakteri X. oryzae pv. oryzae merupakan bakteri dengan adaptifitas yang tinggi. Bakteri ini mampu membentuk patotipe (strain) yang berbeda, sehingga suatu varietas yang tahan dapat pula terserang bila kondisi lingkungan memungkinkan. Perbedaan strain ini pula yang menyebabkan pengendalian HDB sulit dilakukan (Kadir, 2007). Beberapa penelitian yang mulai berkembang adalah pengendalian dengan agens hayati seperti menggunakan bakteri dari golongan Pseudomonas flourescence dan Bacillus sp. (Rahmilia, 2003). Pengendalian HDB yang merujuk kepada perlakuan benih, seperti pengendalian pada beberapa penyakit tanaman hortikultura, belum banyak dilakukan. Perlakuan benih pra tanam atau conditioning adalah sebuah perlakuan benih yang pada prinsipnya mempersiapkan benih berkecambah tetapi belum menampakkan struktur perkecambahannya. Conditioning yang efektif dan lebih mudah dilakukan adalah matriconditioning (Khan, 1990). Ilyas (2006) menyatakan, perlakuan matriconditioning pada beberapa tanaman hortikultura mampu meningkatkan daya berkecambah benih hingga 90%. Keserempakan tumbuh dan indeks vigor benih juga meningkat pada benih yang diberi perlakuan matriconditioning dibandingkan dengan benih yang tanpa perlakuan (kontrol). Perlakuan matriconditioning dewasa ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih saja, tetapi diintegrasikan dengan penambahan pestisida untuk mengendalikan penyakit terbawa benih. Benih hasil perlakuan ini tidak hanya memiliki viabilitas dan vigor yang tinggi tetapi juga bebas patogen terbawa benih. Perlakuan benih dengan matriconditioning dan penambahan fungisida terbukti mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih serta menurunkan tingkat kontaminasi Colletotricum capsici pada benih cabai (Suryani, 2003).
  • 15. 3 Perlakuan ini juga efektif mengendalikan cendawan terbawa benih pada kedelai (Fadhilah, 2003). Penelitian ini mencoba mengintegrasikan bakterisida dalam matriconditioning untuk mengendalikan penyakit HDB terbawa benih padi. Benih merupakan sumber utama penularan dan penyebaran penyakit (Kadir et al., 2008), sehingga pengendalian di tingkat benih sangat penting untuk mengendalikan kejadian penyakit di lapang. Tujuan 1. Mengetahui jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis atau bakterisida nabati yang efektif menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae serta tidak toksik terhadap benih padi. 2. Melihat pengaruh perlakuan matriconditioning plus bakterisida sintetis atau nabati terhadap viabilitas dan vigor serta keberadaan X. oryzae pv. oryzae terbawa benih padi. Hipotetis 1. Terdapat jenis dan konsentrasi bakterisida sintetis atau nabati yang efektif mengendalikan bakteri X. oryzae pv. oryzae serta tidak toksik terhadap benih padi. 2. Perlakuan matricoditioning plus bakterisida sintetis atau nabati dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih padi serta mengurangi jumlah bakteri X. oryzae pv. oryzae terbawa benih.
  • 16. TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas IR-64 dan Ciherang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tumbuhan golongan Poaceae, bersifat merumpun, memiliki daun berbentuk pita, batangnya bulat berongga, dan beruas- ruas. Tanaman ini diduga berasal dari daerah pegunungan Himalaya, India. Hal ini ditunjukkan dengan kesamaan sifat padi yang sekarang dengan sifat-sifat primitif padi yang terdapat di daerah tersebut (Suryanarayana, 1978). Varietas IR-64 dilepas tahun 1986 dan merupakan introduksi dari IRRI, Filipina. IR-64 disukai petani dalam kurun waktu yang cukup lama karena dapat ditanam pada kondisi sawah irigasi dataran rendah maupun pada kondisi lahan pasang-surut. Umur tanam varietas IR-64 relatif pendek (115 hari), tinggi tanaman 85 cm, anakan produktif sebanyak 25 batang, serta potensi hasil 5,0 ton/ha. IR-64 memiliki karakteristik bobot 1000 butir + 24 g, bentuk gabah yang panjang ramping, warna gabah kuning bersih, dan tekstur nasinya yang pulen. Karakteristik khusus yang dimiliki varietas IR-64 antara lain ketahanan terhadap beberapa hama seperti wereng coklat biotipe 1 dan 2, wereng hijau, dan penyakit yang disebabkan oleh virus seperti penyakit kerdil rumput. IR-64 cenderung rentan terhadap penyakit hawar daun bakteri dengan kehilangan hasil yang tinggi (Departemen Pertanian, 2000). Ciherang merupakan varietas padi yang dewasa ini pertanamannya meluas menggantikan IR-64. Varietas ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan IR-64 dengan keunggulan-keunggulan yang lebih baik. Ciherang mulai dikenal petani sekitar tahun 2000, merupakan komoditas padi sawah yang cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau. Jumlah anakan produktifnya mencapai 14 - 17 batang, tinggi tanaman 107 - 115 cm, umur tanam 116 -125 hari, dan potensi hasil 5 hingga 8,5 ton/ha. Varietas Ciherang memiliki bobot 1000 butir 28 g, bentuk gabah yang ramping dan berwarna kuning, serta struktur nasi yang pulen. Karakteristik khusus yang dimiliki Ciherang tetapi tidak dimiliki IR-64 adalah ketahanannya terhadap hama wereng coklat biotipe 2 dan 3. Ciherang juga memiliki ketahanan terhadap hawar daun bakteri, khususnya strain III dan IV. Ciherang cenderung
  • 17. 5 memiliki sifat yang lebih unggul dibanding IR-64 sehingga mudah diadaptasi petani (Departemen Pertanian, 2000). Xanthomonas oryzae pv. oryzae Pertama dikenal dengan nama Xanthomonas campestris, Xanthomonas oryzae, Xanthomonas kresek, Xanthomonas campestris pv. oryzae hingga akhirnya diidentifikasi dengan nama Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Bakteri ini merupakan bakteri golongan bracilicutes yang menyebabkan penyakit hawar daun bakteri (bacterial leaf blight, kresek disease). X. oryzae pv. oryzae memiliki inang cukup beragam yang kebanyakan adalah dari golongan Poaceae seperti Oryza sativa, Leersia spp., Laptochloa spp., Paspalum scrabiculatum, dan Zizania. Penyakit yang disebabkan bakteri ini menyebar hampir di seluruh wilayah di dunia terutama yang merupakan daerah sentra pertanaman padi meliputi Asia (Indonesia, Cina, Jepang, India, Thailand, Filipina), Amerika (USA, Meksiko), Afrika (Madagaskar, Nigeria, Senegal, Mali) dan Australia (Agarwal dan Sinclair, 1987). Bakteri X. oryzae pv. oryzae menginfeksi melalui hidatoda maupun stomata daun. Bakteri akan menyebar sistemik pada seluruh bagian tanaman dengan penampakan serangan di wilayah daun. Bakteri ini berkembang biak pada sistem vaskular, bermultiplikasi, kemudian dikeluarkan kembali melalui hidatoda dalam bentuk ooze bakteri. Penyebaran pada tanaman lain akan sangat cepat melalui gesekan antar daun, angin, dan air (percikan air hujan, banjir, dan dari saluran irigasi). Inokulum bakteri dapat hidup pada sisa tanaman seperti jerami, benih padi, tanaman volunter, dan pada beberapa jenis rumput (Suryanarayana, 1978). Gejala yang timbul pada tanaman muda disebut gejala kresek, sedangkan pada tanaman dewasa disebut hawar (IRRI, 2008). Bakteri X. oryzae pv.oryzae dapat terbawa benih, tetapi tidak dapat tertinggal di tanah (bukan bakteri tular tanah). Bakteri ini dapat bertahan hidup pada benih selama 7 hingga 8 bulan, tetapi meskipun terbawa benih, tingkat serangan pada fase benih dan perkecambahan akan sangat sulit terdeteksi. Ini dikarenakan bakteri berada pada fase dorman ketika masih berada pada benih. Gejala serangan bakteri ini biasanya terlihat ketika fase awal pembibitan, fase pemindahan bibit ke lapang dan pada fase pertumbuhan tanaman di lapang (tanaman dewasa) (Khaeruni, 2000). Pada benih, besar kemungkinan bakteri dapat terbawa benih ketika daun bendera sudah
  • 18. 6 terserang (menunjukkan gejala HDB) di pertanaman. Benih yang terserang akan menunjukkan pemudaran warna dan gejala bercak seperti terendam air. Bercak lebih terlihat pada benih muda yang masih berwarna hijau di pohon (Cottyn et al., 1994). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa X. oryzae pv. oryzae mampu membentuk strain yang berbeda-beda di tiap daerah yang menjadi lokasi serangannya. Di Indonesia sendiri dikenal beberapa strain yang sering menyerang antara lain strain III, IV, V, VI, VII, dan VIII. Dari strain-strain tersebut yang terkenal paling tinggi tingkat virulensinya adalah strain IV. Perbedaan strain inilah yang menyebabkan sulitnya pengendalian ketika serangannya meluas di lapang (Hifni et al., 1996). Bakterisida Untuk mengendalikan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) selain pengendalian yang dilakukan di lapang, umumnya dilakukan tindakan preventif dengan perlakuan benih sebelum tanam. Tindakan ini jauh lebih efektif mengatasi serangan dibanding jika ditangani di lapang. Perlakuan benih yang umum digunakan adalah dengan menyelimuti benih menggunakan bahan kimia (Sigee, 1993). Beberapa bahan kimia seperti bakterisida, fungisida dan insektisida umumnya diberikan pada benih sebelum ditanam di lapang. Bakterisida, fungisida dan insektisida adalah suatu zat yang bersifat racun, menghambat pertumbuhan, mempengaruhi tingkah laku, penghambat makan, serta aktivitas lainnya yang dapat mempengaruhi OPT. Pengendalian hawar daun bakteri secara kimiawi dapat dilakukan dengan pelapisan benih padi menggunakan bleaching powder (100µg/ml) dan zinc sulfate (2%) (IRRI, 2008). Bakterisida sintetis yang umum digunakan untuk menghambat serangan bakteri adalah bakterisida Agrept, Plantomycin, Agrimycin dengan bahan aktif streptomycine (Extonet, 1995), Kasugamin (kasugamycin), Firestop (flumequin), S- 0208 (oxolinic acid), Allite (phosetyl-Al), Kocide (copper hydroxide) (Tsiantos dan Psallidas, 2002). Aplikasi bakterisida sintetis umumnya dengan penyemprotan langsung di lapang pada kondisi tanaman terserang. Bakterisida yang beredar di Indonesia antara lain Agrept 20 WP (streptomycin sulfat 20%), Plantomycin 7 SP (streptomycin sulfat 7%), dan Nordox 56 WP (tembaga oksida 56%).
  • 19. 7 Minyak cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dan minyak serai wangi (Andropogon nardus L.) merupakan pertisida organik yang banyak digunakan untung menanggulangi serangan cendawan, bakteri, dan beberapa hama gudang. Minyak cengkeh mengandung eugenol yang bersifat fungisida sehingga dapat mengendalikan serangan cendawan. Kadar eugenol dalam minyak cengkeh berkisar antara 70% - 85% bila berasal dari batang dan daun cengkeh, serta 90% bila berasal dari bunga. Minyak cengkeh diperoleh dengan cara menyuling daun, batang, dan bunga yang telah kering (Kardinan, 2002). Minyak serai wangi biasanya dibuat dengan menyuling daun dan batang tanaman serai wangi setelah dijemur 1 - 4 hari. Ramuan insektisida nabati juga dapat dibuat dengan menghaluskan batang dan daun serai wangi kemudian dicampur dengan pelarut (air). Bahan aktif yang terkandung dalam minyak serai wangi antara lain senyawa sitral, sitronella, geraniol, miserna, nerol, farnesol, metil heptena, dan dipeten. Berdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI) minyak serai wangi yang baik mengandung geraniol 85%, sitronella 35%, dan memiliki kelarutan dalam etanol 80% (Kardinan, 2002). Hasil penelitian Mugiono (2002) menunjukkan, minyak serai wangi dan minyak cengkeh memiliki potensi untuk menekan pertumbuhan hama Aspergilus flavus dan Fusarium oxysporum. Penelitian Hilvian (2007) menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya, sirih, dan sereh dapat menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae secara in-vitro dengan zona hambatan yang terluas pada ekstrak sereh (serai) yakni sebesar 2,005 cm2. Pengaruh Matriconditioning dan Matriconditioning plus Pestisida dalam Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukan melalui gejala metabolisme benih dan gejala pertumbuhan, kinerja kromosom atau garis viabilitas. Viabilitas dibedakan menjadi viabilitas potensial dan viabilitas sesungguhnya (vigor). Viabilitas potensial merupakan daya hidup benih pada kondisi optimum, secara potensial mampu menghasilkan tanaman normal yang mampu berproduksi dan bereproduksi secara normal, pada pengujian benih ditunjukkan dengan daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal yang tinggi. Vigor benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal yang mampu bereproduksi secara normal dalam kondisi sub optimum, pada pengujian benih
  • 20. 8 ditunjukkan dengan indeks vigor, kecepatan tumbuh, laju pertumbuhan kecambah, dan T50 (Sadjad, 1994). Heydecker dalam Sadjad (1972) menyatakan, syarat benih vigor yaitu: (1) Tahan simpan; (2) Berkecambah cepat dan merata; (3) Bebas patogen dan penyakit; (4) Tahan gangguan mikroorganisme; (5) Bibit dapat tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan apapun; (6) Bibit dapat memanfaatkan persediaan dan makanan benih secara optimum; (7) Laju pertumbuhan tinggi; (8) Mampu menghasilkan produk yang tinggi di waktu tertentu. Sadjad (1975) menambahkan dua kriteria tambahan yaitu (9) Mampu bersaing dengan gulma, serta (10) Hasil pengujian di laboratorium dan pengujian di lapang tidak jauh berbeda. Viabilitas benih cenderung akan menurun ketika benih berada dalam penyimpanan. Teknik khusus untuk menekan tingkat kemunduran benih adalah melalui hidrasi benih. Menurut Copeland dan McDonald (1995), hidrasi benih merupakan proses penyerapan air oleh benih, yang dapat meningkatkan perkecambahan, keseragaman tumbuh kecambah, dan memperbaiki vigor pada benih yang telah mengalami kemunduran. Metode hidrasi yang umum digunakan adalah melalui conditioning. Conditioning merupakan upaya perlakuan benih sebelum tanam dengan menyeimbangkan potensial air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme dalam benih, sehingga benih siap berkecambah tetapi struktur penting dari embrio (radikula) belum muncul (Hardegree dan Emmerich, 1992). Conditioning benih berguna mempercepat perkecambahan, menyeragamkan perkecambahan, dan meningkatkan persentase pemunculan kecambah (Ilyas, 1995). Proses invigorasi pada benih kedelai mengindikasikan peningkatan daya berkecambah, keserempakan tumbuh, aktivitas enzim peroksidase, aktivitas enzim fitase, jumlah P teresterifikasi, serta penurunan asam fitat pada benih (Widajati, 1999). Terdapat beberapa metode yang umum dikenal pada priming, yaitu priming dengan bahan padatan (matriconditioning), priming dengan bahan liquid (osmoconditioning) dan drum priming dengan hidrasi terkontrol (Khan et al., 1992). Matriconditioning merupakan proses perbaikan fisiologis dan biokimia benih dengan menggunakan media yang berpotensial matriks tinggi sehingga potensial osmotiknya dapat diabaikan selama imbibisi (Khan et al., 1992). Media yang
  • 21. 9 digunakan untuk matriconditioning harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Memiliki potensial matrik tinggi sehingga potensial osmotik dapat diabaikan; (2) Daya larut dalam air rendah; (3) Bahan inert dan tidak beracun; (4) Luas permukaannya tinggi dan berat jenisnya rendah; (5) Memiliki struktur bahan, ukuran, dan porositas yang berbeda sehingga dapat berfungsi sebagai mobilisator enzim juga katalisator; (6) Berkemampuan merekat pada permukaan benih; (7) Mampu menyerap air dengan baik (Ilyas, 1995). Beberapa penelitian menunjukkan, perlakuan matriconditioning mampu meningkatkan viabilitas benih lebih baik dibanding perlakuan hidrasi benih yang lain. Perlakuan matriconditioning dengan abu gosok pada benih padi mampu meningkatkan viabilitas dan vigor yang lebih baik dibanding perlakuan osmoconditioning dan kontrol (Madiki, 1998). Pada benih jagung hibrida dengan perlakuan hidrasi benih yang berbeda menunjukkan, perlakuan matriconditioning mampu meningkatkan daya berkecambah, menurunkan T50, meningkatkan panjang akar, dan panjang tajuk, dibanding perlakuan osmoconditioning dan hydropriming (Afzal et al., 2002). Benih kanola yang diberi perlakuan matriconditioning juga menunjukkan pertumbuhan yang tinggi pada fase perkecambahan, fase pembibitan, serta peningkatan permeabilitas membran (Afzal et al., 2004). Hasil yang berbeda terdapat pada penelitian menggunakan benih gadum yang menunjukkan perlakuan benih dengan hydropriming dan hardening meningkatkan viabilitas dan vigor lebih baik dibanding perlakuan matriconditioning dan kontrol (Basra et al., 2005). Pada benih kedelai, perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh terbukti dapat meningkatkan mutu dan kesehatan benih (Fadhilah, 2003). Perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh dengan konsentrasi di bawah 0.1% pada benih cabai juga mengindikasikan peningkatan viabilitas, vigor, dan menurunkan tingkat kontaminasi Coletotricum capsici (Untari 2003). Perlakuan matriconditioning menggunakan tepung atau minyak cengkeh atau serai wangi pada benih cabai mampu meningkatkan mutu benih secara signifikan dibanding kontrol pada tolok ukur PTM, DB, BKKN, IV, KCT relatif serta dapat menurunkan T50 (Asie, 2004). Pada benih tomat, perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 0.25% mampu mengurangi tingkat kontaminasi Fusarium sp. dan meningkatkan pertumbuhan tanaman di lapang (Susilawati, 2006).
  • 22. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Entomologi dan Fitopatologi serta Laboratorium Pengujian Mutu Benih, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi Maret – Agustus 2008. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih padi varietas IR-64, benih padi varietas Ciherang (panen bulan April 2008), bakterisida sintetis (Agrept 20 WP (streptomycin sulfat 20%), Plantomycin 7 SP (streptomycin sulfat 7%), Nordox 56 WP (tembaga oksida 56%)), bakterisida nabati (minyak cengkeh berasal dari daun dengan bahan aktif eugenol 35% serta minyak serai wangi berasal dari daun dan batang dengan bahan aktif sitronella 35% diperoleh dari BALITTRO), media Wakimoto, bahan uji Gram (pewarna kristal voilet, lugol, pewarna safranin, alkohol 70%), PSA (potato sucrose agar) cair, aquades steril, peptone, arang sekam, abu gosok, kertas merang, kertas saring, plastik, kapas, pallet, dan aluminium foil. Alat yang digunakan adalah laminar air flow cabinet, botol kultur, cawan petri, autoclaf, pengaduk, ose, gelas ukur, tabung reaksi, oven, dan germinator tipe IPB 73 - 2A/B. Metode Penelitian Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan varietas IR-64 dan Ciherang sebagai percobaan terpisah. Uji efektivitas (percobaan II) menggunakan Rancagan Acak Lengkap dua faktor yaitu jenis bakterisida dan konsentrasi bakterisida. Analisis statistik pada percobaan ini adalah sidak ragam dengan model: Yij= µ + αi + βj + (αβ)ij + εij Yij : nilai pengamatan pada faktor α ke-i dan β ke-j µ : rataan umum αi : pengaruh faktor jenis bakterisida α taraf ke-i βj : pengaruh faktor konsentrasi β taraf ke-j
  • 23. 11 (αβ)ij : pengaruh interaksi faktor jenis bakterisida α taraf ke-i dan faktor konsentrasi β taraf ke-j εij : galat percobaan faktor jenis bakterisida α taraf ke-i dan faktor konsentrasi β taraf ke-j Uji fitotoksisitas (percobaan II) menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal yaitu konsentrasi bakterisida. Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model sebagai berikut: Yi = μ + αi + εi Yi : nilai pengamatan pada konsentrasi α ke-i μ : rataan umum αi : pengaruh konsentras α taraf ke-i €i : galat percobaan konsentrasi α taraf ke-i Percobaan III juga menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu perlakuan benih. Terdapat enam taraf perlakuan benih yaitu P0 (kontrol), P1 (matriconditioning), P2 (bakterisida sintetis), P3 (bakterisida nabati), P4 (matriconditioning plus bakterisida sintetis), dan P5 (matriconditioning plus bekterisida nabati). Masing-masing percobaan terdiri atas empat ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan untuk setiap varietas. Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model sebagai berikut: Yi = μ + αi + εi Yi : nilai pengamatan pada perlakuan faktor α ke-i μ : rataan umum αi : pengaruh faktor perlakuan α taraf ke-i €i : galat percobaan faktor perlakuan α taraf ke-i Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari seluruh perlakuan. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5% (Gomez dan Gomez, 1995).
  • 24. 12 Pelaksanaan Percobaan Tahapan pelaksanaan penelitian sesuai dengan bagan alur percobaan seperti yang tercantum pada gambar 1. Percobaan I Identifikasi Bakteri Terbawa Benih Pengambilan Sampel ↓ Persiapan Inokulum (Isolasi) ↓ Identifikasi dengan Uji Postulat Koch ↓ Identifikasi dengan Uji Pewarnaan Gram ↓ Percobaan II ┌─────┴────┐ Uji Efektivitas Bakterisida secara Uji Fitotoksisitas Bakterisida dengan in-vitro UKDdp └─────┬─────┘ Percobaan III Matriconditioning plus Bakterisida Terpilih pada Benih yang Terinfeksi ┌──────────┴──────────┐ Uji Mutu Fisiologis Uji Patologis └──────────┬─────────┘ Benih Sehat Terpilih Gambar 1. Bagan alur penelitian.
  • 25. 13 Percobaan I Identifikasi Bakteri Terbawa Benih a. Pengambilan Sampel Gambar 2. Pertanaman padi yang terserang hawar daun bakteri. Pengambilan sampel dilakukan pada stadia panen di areal pertanaman padi BB Padi Sukamadi pada bulan April 2008. Sampel diambil sejumlah 10 titik pada satu lahan pertanaman, pada setiap titik dilakukan pengamatan tingkat keparahan (severity) dan keberadan (incidence) penyakit HDB. Pengamatan tingkat keparahan dilakukan dengan mengamati serangan yang terjadi pada daun yang terserang. Pengamatan tingkat keberadaan penyakit dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang dibanding jumlah tanaman sehat setiap luasan 1m x 1m. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada beberapa varietas lain sebagai pembanding, diantaranya Mekongga dan Cibogo. Benih hasil pengambilan sampel selanjutnya disimpan pada kondisi suhu ruangan 20oC - 25oC. b. Penyiapan Inokulum (Isolasi) Penyiapan inokulum meliputi penyiapan media, sterilisasi alat, dan isolasi. Media yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri adalah media Wakimoto. Cottyn et al. (1994) menyatakan, media yang paling baik untuk pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae adalah media Wakimoto. Menurut Siharta (2007) Media Wakimoto terdiri dari umbi kentang, CA (NO3).24H2O, Na2 HPO4.12H2O, peptone, sukrosa, dan agar. Pembuatan satu liter media membutuhkan umbi kentang 125 g, bacto-agar 10 g, sukrosa 10 g, peptone 2.5 g, Ca(NO3).24H2O 0.25 g, dan Na2 HPO4.12H2O 0.5 g. Cara pembuatan
  • 26. 14 media Wakimoto dapat dilihat pada Lampiran 1. Sterilisasi alat dilakukan dengan mencuci alat menggunakan detergen, dikeringkan, kemudian seluruh alat dibungkus kertas, disterilisasi dengan autoclaf selama 20 menit pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm. Alat yang telah disterilisasi kemudian disimpan dalam oven suhu 30oC untuk menjaganya tetap steril hingga akan digunakan. Isolasi dilakukan pada benih sampel dengan metode grinding. Benih diambil + 40 butir, dicuci bersih, direndam NaOCl 1% 15 menit, kemudian direndam dengan air hangat (30o - 35oC) 2 jam, dibilas dengan air steril, dan digerus hingga halus. Benih yang telah digerus ditambahkan peptone dan PSA cair + 2 ml. Suspensi diambil + 0.1 ml dengan ose kemudian digoreskan pada media Wakimoto (Cottyn et al., 1994). Isolasi bakteri dilakukan 10 petri pada masing-masing varietas. Petri yang muncul ciri koloni bakteri X. oryzae pv. oryzae maka diberi tanda (+), selanjutnya dilakukan pemurnian hingga diperoleh biakan murni bakteri (Ilyas et al., 2007). Bakteri X. oryzae pv. oryzae memiliki koloni berwarna kuning mengkilat, berbentuk cembung, serta tidak lengket ketika diambil (Cottyn et al., 1994). Biakan murni bakteri disimpan pada media agar miring dengan suhu 20o - 25oC agar terhindar dari kontaminan. Media agar miring dibuat dari media Wakimoto yang dicairkan kembali, dituang dalam tabung reaksi + 5 ml, disterilisasi dengan autoclaf, kemudian disimpan dengan dimiringkan. Biakan murni bakteri diremajakan kembali jika akan digunakan atau setiap dua sampai tiga minggu sekali. c. Identifikasi dengan Postulat Koch Uji Postulat Koch dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri patogen melalui gejala penyakit yang ditimbulkannya. Gejala penyakit HDB pada tanaman muda adalah gejala kelayuan dan ujung daun yang menggulung (Kadir et al., 2008). Uji Postulat Koch dilakukan dengan mengencerkan isolat murni X. oryzae pv. oryzae berumur 2x24 jam menggunakan air steril hingga kerapatan 108. Inokulan kemudian diinokulasikan pada tanaman padi yang sehat menggunakan metode gunting. Metode gunting dilakukan dengan mencelupkan gunting pada suspensi bakteri dan diguntingkan pada daun
  • 27. 15 tanaman (+ 0.5 - 2 cm), setiap pergantian inokulan gunting dibilas dengan alkohol agar kemurnian inokulan yang diinokulasikan terjaga (Cottyn et al., 1994). Pada pengujian ini digunakan tanaman padi stadia bibit berumur 14 hari setelah tanam (HST) varietas IR-64 dan Ciherang. Pengamatan dilakukan 1 - 3 minggu setelah inokulasi dengan menghitung nilai DLA (disease leaf area). Nilai DLA dihitung dengan mengukur panjang daun yang terserang dibanding panjang keseluruhan daun (Rahmilia, 2003). d. Identifikasi dengan Pewarnaan Gram Uji pewarnaan Gram bertujuan untuk menentukan bakteri yang diteliti termasuk bakteri Gram-positif atau Gram-negatif dengan metode pewarnaan. Bila bakteri tetap berwarna ungu diakhir pewarnaan, berarti bakteri bersifat Gram-positif, tetapi bila setelah diberi larutan pemucat (alkohol/etanol) berubah warna menjadi merah maka bakteri bersifat Gram-negatif. Isolat X. oryzae pv. oryzae murni diambil menggunakan ose, digoreskan tipis pada kaca objek, diratakan dengan air destilata dan difiksasi di atas api. Preparat ditetesi pewarna kristal violet 30 detik, dibilas dengan air (bakteri berwarna biru), ditetesi larutal lugol 30 detik, dibilas dengan air, ditetesi larutan pemucat (alkohol 70%) 10 - 20 detik, dibilas dengan air, ditetesi pewarna safranin 15 detik, dibilas dengan air, dan dikeringkan dengan kertas saring. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran hingga 40x (Lay, 1994). Percobaan II Uji Efektivitas dan Uji Fitotoksitas Bakterisida Sintetis dan Nabati a. Uji Efektivitas Bakterisida dalam Menghambat X. oryzae pv. oryzae secara in-vitro Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh jenis dan konsentrasi bakterisida yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae. Bakterisida sintetis yang digunakan adalah Agrept 20 WP, Platomycin 7 SP, dan Nordox 56 WP, sedangkan bakterisida nabati yang digunakan adalah minyak cengkeh dan minyak serai wangi. Konsentrasi
  • 28. 16 untuk bakterisida sintetis antara lain 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, dan 0.4%, sedangkan untuk bakterisida nabati 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2%. Uji efektivitas dilakukan dengan mengencerkan isolat murni bakteri umur 2x24 jam pada kerapatan 105. Suspensi diambil 0.1 ml kemudian diratakan pada media Wakimoto dalam petri. Kertas saring steril ukuran 0.5 cm dicelupkan pada larutan bakterisida kemudian diletakkan di tengah petri. Pengamatan dilakukan 1 - 7 hari dengan mengukur luas penghambatan bakterisida pada petri (Rahmilia, 2003). Luas penghambatan didapat dengan mengukur diameter area yang tidak ditumbuhi koloni bakteri (zona bening) di sekeliling kertas saring (Gambar Lampiran 3). b. Uji Fitotoksisitas Bakterisida terhadap Benih Padi Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh toksisitas pada konsentrasi bakterisida hasil uji efektivitas terhadap benih padi IR-64 dan Ciherang. Pengujian fitotoksisitas terdiri dari dua percobaan yaitu bakterisida sintetis terpilih dengan konsentrasi 0%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, 0.4%, serta bakterisida nabati terpilih dengan konsentrasi 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, 2%. Uji fitotoksisitas dilakukan dengan perendaman benih dalam larutan bakterisida sintetis atau nabati pada konsentrasi tertentu selama + 6 jam (Ilyas et al., 2007). Pengamatan dilakukan selama 14 hari dengan tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan indeks vigor. Konsentrasi bakterisida yang tidak toksik terhadap benih akan diintergrasikan dengan perlakuan matriconditioning. Percobaan III Matriconditioning plus Bakterisida Sintetis atau Nabati Matriconditioning dilakukan dengan nisbah 1 : 0.8 : 1.2 (1 g benih : 0.8 g arang sekam : 1.2 ml air) (Madiki, 1998). Arang sekam yang digunakan dalam bentuk bubuk dengan ukuran 210µ. Pada perlakuan matriconditioning plus bakterisida, aquades (air) digantikan larutan bakterisida sintetis atau nabati sebanyak 1.2 ml dengan konsentrasi hasil uji fitotoksisitas. Seluruh perlakuan matriconditioning dilakukan selama 30 jam pada suhu 26 - 29oC (Ilyas et al., 2007). Benih hasil matriconditioning selanjutnya dikering-anginkan 15 – 20 menit, diayak
  • 29. 17 untuk memisahkan benih dengan arang sekam, dicuci dengan air steril, dan dikering- anginkan + 1 - 2 jam sebelum tanam. 1. Uji Mutu Fisiologis Uji mutu fisiologis meliputi uji viabilitas dan vigor. Uji viabilitas dan uji vigor dilakukan dengan menanam 400 butir benih dalam empat ulangan pada media kertas CD dilapisi plastik (UKDdp). Pengamatan yang dilakukan meliputi uji viabilitas dan vigor dengan tolok ukur daya berkecambah (DB) hari ke 5 dan hari ke 14 setelah tanam, bobot kering kecambah normal (BKKN) pada hari ke 14, indeks vigor (IV) pada hari ke 5, kecepatan tumbuh serta T50 dihitung pada hari ke 0 sampai hari ke 14. 2. Uji Mutu Patologis Pengujian tingkat infeksi X. oryzae pv. oryzae menggunakan metode grinding. Benih direndam larutan NaOCl 1% selama 15 menit untuk sterilisasi, direndam air hangat 1-2 jam, dan dibilas dengan air steril. Benih ditumbuk sebanyak 400 butir, ditambahkan air steril (1.9 x berat 100 butir padi) + 50 ml, kemudian disimpan dalam medicool (suhu 0oC) selama 2 jam. Pengenceran dilakukan mulai 10-1 hingga 10-3 dengan menyiapkan tabung reaksi berisi aquades steril 9 ml, pada tabung pertama ditambahkan larutan dari benih yang ditumbuk, selanjutnya dari tabung pertama larutan diambil 1 ml dan ditambahkan pada tabung kedua, begitu seterusnya hingga tabung ke tiga (Suriawiria, 2005). Suspensi 100 μl (0.1 ml) diambil dari setiap tahap pengenceran, dituang pada petri dan disebar dengan dreglaski. Inokulum diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari, diidentifikasi berdasarkan warna koloni, dan dihitung jumlah koloninya (Ilyas et al., 2007). Pengamatan • Daya Berkecambah (%) Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama (5 HST) dan kedua (14 HST) (ISTA, 2008), dengan rumus: DB(%) = ∑ KN hit I + ∑ KN hit II x100% ∑ benih yang ditanam
  • 30. 18 • Bobot Kering Kecambah Normal (g) Sebelumnya bagian biji yang masih menempel pada kecambah dihilangkan terlebih dahulu. Kecambah normal berumur 14 HST dioven pada suhu 80oC selama 24 jam. Kecambah selanjutnya dimasukkan dalam desikator + 30 menit. Kecambah kering ditimbang dengan timbangan dua digit. • Indeks Vigor (%) Indeks vigor (IV) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama pada uji daya berkecambah (Copeland dan McDonald, 1995) yaitu 5 HST untuk benih padi, dengan rumus: IV (%) = ∑ KN hitungan I x 100% ∑ benih yang ditanam • Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh harian dalam unit tolok ukur presentase per hari, dengan rumus perhitungan: tn N KCT = Σ /t 0 t : waktu pengamatan N : % KN setiap waktu pengamatan tn : waktu akhir pengamatan • T50 (hari) T50 merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total pemunculan kecambah dengan melakukan pengamatan harian. Rumus yang digunakan adalah: T50 = ti + (n50 - ni) (nj - ni) T50 : waktu (hari) yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total perkecambahan ti : waktu (hari) batas bawah sebelum mencapai 50% perkecambahan
  • 31. 19 n50 : ∑ kecambah 50% dari total perkecambahan ni : ∑ kecambah batas bawah sebelum mencapai 50% total perkecambahan nj : ∑ kecambah batas atas setelah mencapai 50% total perkecambahan • Tingkat Serangan HDB di Lapang Keparahan (severity) = ∑ (n x v) x 100% Z x N n = Jumlah daun dari tiap kategori serangan v = Nilai skala tiap kategori serangan Z = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi N = Jumlah daun yang diamati Keberadaan (incidence) = Jumlah tanaman sakit x 100% Jumlah keseluruhan tanaman • Disease Leaf Area (Postulat Koch) DLA = n/N x 100% n = panjang gejala lesio pada daun N= panjang keseluruhan daun • Daya Hambat (%) DH= Luas penghambatan x 100% Luas X.oryzae pv. oryzae pada kontrol • Colony counting (cfu) Penghitungan jumlah koloni dilakukan dengan metode hitungan cawan, yaitu menghitung jumlah koloni X. oryzae pv. oryzae pada setiap cawan (petri) dengan pengenceran tertentu.
  • 32. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I Identifikasi Bakteri Terbawa Benih a. Pengambilan Sampel Hasil pengamatan tingkat serangan hawar daun bakteri (HDB) di lapang pada beberapa varietas di areal pertanaman padi BB Padi Sukamandi, menunjukkan IR-64 merupakan varietas dengan persentasi serangan tertinggi yaitu keparahan (severity) 90.5% dan keberadaan (incidence) 93.75%. Ciherang yang tergolong varietas resisten pada pengamatan ini terserang parah dengan severity 89.9% dan incidence 87.5%, lebih tinggi dibandingkan Cibogo dengan severity 85.40% dan incidence 81.25%. Varietas Mekongga merupakan varietas dengan persentase severity dan incidence terendah yaitu 66.9% dan 62.50% (Tabel 1). Berdasarkan Standard Evaluation System for Rice yang dikeluarkan IRRI, keempat varietas yang diamati pada penelitian ini tergolong sangat rentan dengan skor 9 (persentase serangan 51-100%) (IRRI, 1996). Hal ini menandakan bahwa pengendalian HDB dengan varietas resisten tidak selalu berhasil, terbukti Ciherang, Mekongga, dan Cibogo yang tergolong varietas resisten dapat terserang parah. Agrios (1997) menyatakan, kejadian suatu penyakit disebabkan adanya tiga faktor pendukung yaitu inang yang rentan, patogen yang virulen dan lingkungan yang mendukung. Pengendalian suatu penyakit di lapang tidak dapat hanya dengan satu komponen saja. Menurut Kadir (2008) pengendalian HDB dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan varietas yang resisten, uji kesehatan benih, perlakuan benih, penggunaan bahan kimia, dan pengendalian hayati. Tabel 1. Pengamatan tingkat serangan hawar daun bakteri di lapang pada beberapa varietas padi. No Varietas Lokasi Severity Insidence 1 Ciherang Sukamandi 89.90% 87.50% 2 Mekongga Sukamandi 66.90% 62.50% 3 IR-64 Sukamandi 90.50% 93.75% 4 Cibogo Sukamandi 85.40% 81.25%
  • 33. 21 b. Penyiapan Inokulum (Isolasi) Keberadaan X. oryzae pv. oryzae pada sampel benih padi asal Sukamandi menunjukkan pada IR-64 sebesar 80% dan pada Ciherang 60%. Keberadaan bakteri X. oryzae pv. oryzae pada benih terdapat pada bagian luar (kulit benih) dan pada bagian dalam benih. Bakteri yang berada di luar benih akan hilang seiring dengan sterilisasi dan pencucian benih sebelum isolasi, sehingga X. oryzae pv. oryzae hasil isolasi benar-benar berasal dari dalam benih. Pencucian benih dan perendaman dengan NaOCl 1% ketika akan dilakukan isolasi selain untuk menjamin isolat yang didapat berasal dari bagian dalam benih juga berfungsi untuk sterilisasi kontaminan di permukaan benih. Kontaminan di permukaan benih dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi cendawan pada media ketika dilakukan isolasi yang akan mengganggu pengamatan. Pengamatan hasil isolasi sebaiknya dilakukan pada hari ke 1 – 4 untuk menghindari munculnya cendawan (kontaminan). c. Identifikasi dengan Postulat Koch Gejala penyakit yang timbul pada tanaman sehat stadia bibit 14 hari setelah semai yang diinokulasi dengan isolat murni hasil isolasi dari benih varietas IR-64 dan Ciherang menunjukkan gejala HDB. Gejala penyakit HDB pada tingkat bibit adalah gejala kresek, dimulai dari ujung daun terpotong yang akan menunjukkan gejala seperti terendam air (green water-soaked) pada minggu pertama setelah inokulasi, selanjutnya ujung daun akan layu dan menguning pada minggu kedua setelah inokulasi, pada minggu ketiga daun akan menggulung seperti gejala tanaman yang mengalami kekeringan (IRRI, 2008). Gejala serangan X. oryzae pv. oryzae yang diinokulasikan pada tanaman stadia bibit meningkat setiap minggunya, pada minggu ketiga setelah inokulasi gejala penyakit akan terlihat jelas. Pada minggu ketiga setelah inokulasi area daun yang terserang menunjukkan nilai DLA yang tertinggi yaitu pada IR-64 sebesar 62.64% dan pada Ciherang 40.7% (Gambar 3).
  • 34. 22 70.00% IR-64 62.64% 60.00% Ciherang %D A 50.00% 40.00% 40.70% L 30.00% 22.75% 20.00% 20.04% 10.00% 7.94% 6.78% 0.00% 1 2 3 Minggu Setelah Inokulasi   Gambar 3. Peningkatan nilai disease leaf area pada uji Postulat Koch varietas IR-64 dan Ciherang. d. Identifikasi dengan Pewarnaan Gram Hasil uji pewarnaan Gram pada isolat murni dari benih IR-64 dan Ciherang mengindikasikan bakteri X. oryzae pv. oryzae dengan ciri mikroskopik berwarna merah atau merah muda (bakteri Gram-negatif), berbentuk bacillus (batang) atau cocoid (bulat lonjong) pada masa juvenilnya (Gambar 4). Hasil ini sesuai dengan hasil pengujian Cottyn et al. (1994) yang menyatakan bahwa bakteri X. oryzae pv. oryzae merupakan bakteri Gram- negatif dengan ciri-ciri berwarna merah berbentuk mikroskopik bacillus dengan penampakan koloni pada media isolasi bulat cembung. Perbedaan sifat Gram bakteri disebabkan perbedaan kandungan dinding sel, pada dinding sel bakteri Gram-negatif mengandung senyawa peptidoglikan yang akan rusak ketika diberi larutan pemucat (alkohol) dalam uji pewarnaan (Suriawiria, 2005). Gambar 4. Koloni bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan perbesaran 40x pada benih padi varietas Ciherang (kiri) dan IR- 64 (kanan).
  • 35. 23 Percobaan II Uji Efektivitas dan Fitotoksitas Bakterisida Sintetis dan Nabati a. Uji Efektivitas Bakterisida dalam Menghambat X.oryzae pv. oryzae secara in-vitro Bakterisida Sintetis Bakterisida Agrept 20 WP (Ag) menunjukkan persentase daya hambat tertinggi dibandingkan dua jenis bakterisida sintetis yang lain yaitu Nordox 56 WP (Nx) dan Plantomycin 7 SP (Pl), pada taraf konsentrasi 0.1% (P1) hingga 0.4% (P4) (Gambar 5). Pada varietas IR-64 daya hambatnya berkisar antara 4.38% (P1) hingga 10.04% (P4), sedangkan varietas Ciherang memiliki daya hambat yang lebih tinggi yaitu 6.81% (P1) hingga 10.7% (P4) (Tabel Lampiran 1 dan 2). Persentase daya hambat bakterisida sintetis cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi yang diberikan. Bakterisida sintetis merupakan bakterisida kimia konsentrat buatan pabrik sehingga kemampuan penghambatannya akan selalu meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi. Bakterisida sintetis biasanya berbentuk bubuk sehingga mudah dilarutkan dalam air. Bakterisida Agrept 20 WP lebih efektif dari pada Nordox 56 WP, dan Plantomycin 7 SP karena kandungan bahan aktifnya. Agrept 20 WP dan Plantomycin 7 SP memiliki bahan aktif yang sama yaitu streptomycin sulfat, Agrept mengandung streptomycin sulfat 20% sedangkan Plantomycin mengandung streptomycin sulfat 7%, sehingga Agrept lebih efektif dibanding Plantomycin. Streptomycin sulfat merupakan bahan aktif yang efektif dalam pengendalian penyakit yang disebabkan bakteri seperti yang disebabkan Erwinia amylovlora pada tanaman pear (Tsiantos dan Psallidas, 2002). Nordox memiliki bahan aktif tembaga oksida 56%, tembaga oksida kurang efektif bila dibandingkan streptomycin sulfat. Menurut Kadir (2007) tembaga oksida baru menunjukkan efektivitas pengendalian serangan HDB di lapang pada taraf konsentrasi 3 g/l (0.3%).
  • 36. 24 3.5 3 2.5 Daya Hambat (%) 2 IR-64 1.5 Ciherang 1 0.5 0 Nx.P1 Nx.P2 Nx.P3 Nx.P4 Pl.P1 Pl.P2 Pl.P3 Pl.P4 Ag.P1 Ag.P2 Ag.P3 Ag.P4 Kontrol Jenis dan Konsentrasi Bakterisida Sintetis   Gambar 5. Perbandingan daya hambat bakterisida sintetis: Ag (Agrept), Nx (Nordox), Pl (Plantomycin). P1 (0.1%), P2 (0.2%), P3 (0.3%), P4 (0.4%). Bakterisida Nabati Hasil uji efektivitas bakterisida nabati menunjukkan bahwa minyak serai wangi (Ms) memiliki daya hambat yang lebih tinggi dari pada minyak cengkeh (Mc) (Gambar 6). Pada varietas IR-64 perbedaan efektivitas minyak cengkeh dan minyak serai wangi terlihat tidak nyata, penghambatan terjadi pada konsentrasi yang sama P2 (1%) tetapi daya hambat minyak serai wangi konsentrasi 1% lebih tinggi dengan nilai 1.51%, dibanding daya hambat minyak cengkeh 1% yang hanya sebesar 1.42% (Tabel Lampiran 3). Kecenderungan ini juga terlihat pada konsentrasi 1.5% dan 2%, daya hambat minyak serai wangi berturut-turut adalah 2.21% dan 2.96%, sedangkan pada minyak cengkeh 1.13% dan 2.75%. Pada varietas Ciherang efektivitas minyak serai wangi terlihat nyata, penghambatan sudah terjadi pada konsentrasi 0.5% (P1) dengan daya hambat 0.2%, sedangkan daya hambat minyak cengkeh 0.5% sebesar 0% (Tabel Lampiran 4). Efektivitas minyak serai wangi terlihat semakin nyata pada konsentrasi 1.5% hingga 2% dengan persen daya hambat berturut-turut 3.33%
  • 37. 25 dan 4.41%, dibanding minyak cengkeh konsentrasi 1.5% yang hanya sebesar 1.16% dan minyak cengkeh konsentrasi 2% sebesar 1.88% (Tabel Lampiran 3 dan 4). Bakterisida nabati pada uji efektivitas memiliki persen daya hambat yang lebih rendah dari bakterisida sintetis meskipun konsentrasinya lebih tinggi. Bakterisida nabati yang digunakan pada perlakuan ini adalah bakterisida berbentuk minyak sehingga untuk meningkatkan kelarutannya dalam air ditambahkan emulsifier Tween 20 sebanyak 0.2%. Persentase daya hambat minyak serai wangi yang lebih tinggi dibanding minyak cengkeh menunjukkan bahwa untuk pengendalian terhadap bakteri, minyak serai wangi lebih efektif. Bahan aktif minyak cengkeh adalah eugenol 35%, sedangkan pada minyak serai wangi adalah sitronella 35%. Penelitian Hartati et al. (1994) menunjukkan bahwa minyak serai wangi dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen secara in-vitro seperti Pseudomonas solanacarum dan Bacillus sp. 2 1.8 1.6 Daya Hambat (%) 1.4 1.2 1 IR-64 0.8 0.6 Ciherang 0.4 0.2 0 1 3 4 2 3 4 1 2 l ro P P P P P P P P nt s. c. c. c. c. s. s. s. Ko M M M M M M M M Jenis dan Konsentrasi Bakterisida Nabati   Gambar 6. Perbandingan daya hambat bakterisida nabati: Mc (minyak cengkeh), Ms (minyak serai wangi). P1 (0.5%), P2 (1%), P3 (1.5%), P4 (2%).
  • 38. 26 b. Uji Fitotoksisitas Bakterisida terhadap Benih Padi Bakterisida Sintetis Uji fitotoksisitas bakterisida sintetis menunjukkan bahwa dari empat konsentrasi bakterisida Agrept 20 WP, peningkatan viabilitas dan vigor tertinggi terdapat pada konsentrasi 0.2% baik pada IR-64 maupun Ciherang. Pada varietas IR-64 perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan persentase tertinggi terhadap semua tolok ukur yaitu daya berkecambah sebesar 88%, indeks vigor sebesar 78.5%, dan kecepatan tumbuh sebesar 29.1%/etmal (Tabel 2). Peningkatan semua tolok ukur pada perlakuan Agrept 0.2% nyata dibanding Agrept 0% tetapi tidak nyata dibanding Agrept 0.1%, 0.3% dan 0.4%. Pada perlakuan Agrept 0.1% - 0.4% tidak ditemukan adanya gejala toksisitas seperti persentase kecambah abnormal dan benih segar tidak tumbuh yang tinggi, serta ciri-ciri kecambah toksik (Gambar Lampiran 1). Tabel 2. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas IR-64 Konsentrasi Tolok Ukur 0% 0.1% 0.2% 0.3% 0.4% DB (%) 76 b 83 ab 88 a 86 ab 83 ab IV (%) 66.5 b 75.5 ab 78.5 a 78 a 73.5 ab KCT (%/etmal) 24.9 b 26.8 ab 29.1 a 26.8 ab 24.6 b Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Uji fitotoksisitas bakterisida sintetis pada varietas Ciherang menunjukkan indikasi yang tidak berbeda dari varietas IR-64 (Tabel 3). Perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan persentase daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh tertinggi dibanding seluruh perlakuan yaitu berturut-turut 94%, 86.5%, dan 33.3 %/etmal. Perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan peningkatan yang nyata dibanding Agrept 0% dan 1%, tetapi tidak nyata dibanding Agrept 0.3% dan 0.4%. Perlakuan Agrept 0.1% - 0.4% juga tidak menunjukkan adanya gejala toksisitas seperti pada varietas IR-64.
  • 39. 27 Tabel 3. Pengaruh konsentrasi Agrept 20 WP terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas Ciherang Konsentrasi Tolok Ukur 0% 0.1% 0.2% 0.3% 0.4% DB (%) 84 b 82 b 94 a 88 ab 89.5 ab IV (%) 72 b 78 ab 86.5 a 79 ab 81 ab KCT (%/etmal) 27.9 c 29.8 bc 33.3 a 32.1 ab 31.4 ab Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Pada pengujian bakterisida sintetis, gejala toksisitas yang tidak muncul menandakan bahwa seluruh konsentrasi bakterisida yang diujikan relatif aman digunakan untuk perlakuan benih. Perlakuan Agrept 0.2% dipilih untuk pengujian selanjutnya (matriconditioning plus bakterisida sintetis), selain karena terdapat indikasi peningkatan yang nyata pada semua tolok ukur baik pada varietas IR-64 mupun Ciherang, juga ditinjau dari aspek resistensi patogen. Bila pada konsentrasi 0.2% sudah efektif sebaiknya konsentrasinya tidak perlu ditingkatkan. Penggunaan bakterisida sintetis yang berlebihan dapat memberikan efek resisten pada patogen sehingga penggunannya harus ditekan seefektif dan seefisien mungkin (Sigee, 1993). Konsentrasi yang lebih rendah juga akan menekan biaya pengendalian bila digunakan pada skala luas. Bakterisida Nabati Pada uji fitotoksisitas bakterisida nabati, perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan terhadap beberapa tolok ukur. Pengujian pada varietas IR-64 menunjukkan peningkatan daya berkecambah dibanding perlakuan minyak serai wangi 0% (Tabel 4). Pada tolok ukur indeks vigor dan kecepatan tumbuh, perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan penurunan dibanding perlakuan minyak serai wangi 0%. Penurunan indeks vigor dan kecepatan tumbuh yang terjadi tidak nyata, sehingga minyak serai wangi konsentrasi 1% masih merupakan perlakuan yang aman bagi benih (tidak mempengaruhi viabilitas dan vigor benih). Penurunan yang nyata terhadap seluruh tolok ukur baru terjadi pada perlakuan minyak serai wangi 1.5 dan 2%. Gejala toksisitas ditemukan pada
  • 40. 28 konsentrasi 1.5% dengan nilai 3% dan konsentrasi 2% dengan nilai 5%. Gejala toksisitas muncul dengan ciri-ciri kecambah abnormal yaitu kecambah dengan sistem perakaran lemah (akar primer tumbuh tetapi akar seminal sekunder tidak tumbuh) (Gambar Lampiran 1). Gejala toksisitas juga dapat ditunjukkan dengan persentase benih tidak tumbuh yang tinggi. Konsentrasi bakterisida yang terlalu tinggi dapat meracuni benih sehingga mempengaruhi viabilitas dan vigor benih. Tabel 4. Pengaruh konsentrasi minyak serai wangi  terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas IR-64 Konsentrasi Tolok Ukur 0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% DB (%) 76 a 83 a 80.5 a 64 b 74 ab IV (%) 66.5 a 64.5 a 65 a 45 b 39.5 b KCT (%/etmal) 26.9 a 24.1 b 25.4ab 21.4 c 19.6 c Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Pada varietas Ciherang perlakuan minyak serai wangi 1%, tidak mengindikasikan peningkatan viabilitas dan vigor dibanding perlakuan minyak serai wangi 0%. Pada daya berkecambah perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan persentase yang sama dengan perlakuan minyak serai wangi 0% yaitu sebesar 84% (Tabel 5). Perlakuan minyak serai wangi 1% menunjukkan penurunan indeks vigor dibanding kontrol tetapi masih menunjukkan peningkatan dibanding perlakuan minyak serai wangi 0.5 %, 1.5%, dan 2%. Perlakuan minyak serai wangi 1% juga menunjukkan penurunan pada kecepatan tumbuh tetapi tidak nyata dibanding perlakuan minyak serai wangi 0% dan masih menunjukkan peningkatan dibanding perlakuan minyak serai wangi 0.5%, 1.5%, dan 2%. Namun demikian perlakuan minyak serai wangi 1% masih relatif aman digunakan untuk perlakuan benih karena belum menunjukkan gejala toksisitas. Gejala toksisitas muncul pada konsentrasi 1.5% sebesar 5.5% dan konsentrasi 2% sebesar 6.5% seperti pada varietas IR-64. Varietas Ciherang cenderung lebih responsif terhadap perlakuan minyak serai wangi (konsentrasi 0.5% - 2%),
  • 41. 29 terlihat dari respon toksisitas yang tinggi serta penurunan viabilitas dan vigor dibanding perlakuan minyak serai wangi 0%. Tabel 5. Pengaruh konsentrasi minyak serai wangi  terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) pada varietas Ciherang Konsentrasi Tolok Ukur 0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% DB (%) 84 a 80 ab 84 a 74 bc 66.5 c IV (%) 78 a 61 b 66 ab 39.5 c 37.5 c KCT (%/etmal) 27.9 a 24.7 ab 25.5 a 20.7 b 20.3 b Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Pada akhir percobaan II dipilih bakterisida sintetis Agrept dengan konsentrasi 0.2% yang terbukti efektif, tidak toksik serta mengindikasikan peningkatan daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh. Bakterisida nabati minyak serai wangi dipilih karena memiliki luas penghambatan yang lebih besar dibanding minyak cengkeh meskipun tidak berbeda nyata. Minyak serai wangi konsentrasi 1% dipilih karena terbukti efektif menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae dan tidak toksik terhadap benih, walaupun pada varietas Ciherang beberapa tolok ukur fisiologis menunjukkan penurunan viabilitas dan vigor dibanding minyak serai wangi konsentrasi 0%. Percobaan III Matriconditioning Plus Bakterisida Sintetis atau Nabati Hasil percobaan III varietas IR-64 mengindikasikan peningkatan viabilitas dan vigor pada perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% (Tabel 6). Pada tolok ukur daya berkecambah perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan yang nyata dengan persentase berturut-turut 95%, 92.5%, dan 87.5% dibanding kontrol yang hanya sebesar 74%. Perlakuan ini juga menghasilkan persentase daya berkecambah tertinggi dibanding perlakuan Agrept 0.2% dengan 82.5% dan minyak serai wangi 1% dengan 76.5%.
  • 42. 30 Semua perlakuan kecuali minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan indeks vigor dibanding kontrol. Penurunan pada perlakuan minyak serai wangi 1% dengan nilai 57.5 % tidak berbeda nyata dibanding kontrol dengan nilai 60%. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% menunjukkan peningkatan indeks vigor tertinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu 87.5%. Pada tolok ukur kecepatan tumbuh terdapat indikasi yang berbeda, perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan kecepatan tumbuh tertinggi yakni sebesar 29.11%/etmal. Perlakuan matriconditioning (27.67%/etmal), minyak serai wangi 1% (24.13%/etmal), dan matriconditioning plus Agrept 0.2% (24.09 %/etmal) masih menunjukkan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibanding kontrol (21.72 %/etmal). Penurunan terjadi pada matriconditioning plus minyak serai wangi 1% yaitu 19.75 %/etmal. Perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan bobot kering kecambah normal yang nyata dengan bobot kering berturut-turut 0.85 g, 0.81 g, dan 0.75 g, dibandingkan kontrol yang hanya mencapai bobot kering 0.61 g. Perlakuan Agrept 0.2% dan minyak serai wangi 1% juga menunjukkan peningkatan bobot kering kecambah normal yakni sebesar 0.66 g dan 0.65 g, tetapi tidak berbeda nyata dibanding kontrol. Tolok ukur T50 menunjukkan bahwa semua perlakuan benih dapat menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk pencapaian total 50% perkecambahan dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning dengan 4.5 hari, matriconditioning plus Agrept 0.2% dengan 4.4 hari, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dengan 4.6 hari memiliki waktu pencapaian total 50% perkecambahan paling cepat dibandingkan perlakuan lain dan kontrol yang baru mencapai total 50% perkecambahan pada 6.7 hari. Hasil uji patologis menunjukkan, perlakuan tanpa menggunakan bakterisida memiliki jumlah X. oryzae pv. oryzae tertinggi yaitu pada kontrol sebesar 51 cfu dan pada matriconditioning sebesar 33.5 cfu.. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dapat menurunkan jumlah X. oryzae pv. oryzae terbawa benih hingga 100% yaitu 0 cfu.
  • 43. 31 Tabel 6. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), T50, dan tingkat infeksi (TI) patogen pada varietas IR-64 Tolok Ukur Perlakuan DB IV KCT BKKN T50 TI (%) (%) (%/etmal) (g) (hari) (cfu) Kontrol 74 d 60 c 21.72 cd 0.61 c 6.7 a 51 a Agrept 0.2% 82.5 c 78 b 29.11 a 0.66 c 5.5 c 3.75 c Minyak serai wangi 1% 76.5 d 57.5 c 24.13 bc 0.65 c 6.2 b 5.25 c Matriconditioning (M) 95 a 85 a 27.67 ab 0.85 a 4.5 d 33.5 b M+Agrept 0.2% 92.5 ab 87.5 a 24.09 bc 0.81 a 4.4 d 0 d M+minyak serai wangi 1% 87.5 bc 82.5 ab 19.75 d 0.75 b 4.6 d 0 d Ket: Angka dalam baris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Hasil percobaan III pada varietas Ciherang (Tabel 7) menunjukkan kecenderungan yang tidak berbeda dengan varietas IR-64. Hampir pada semua tolok ukur perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi menunjukkan peningkatan yang nyata dibanding kontrol. Pada tolok ukur daya berkecambah semua perlakuan benih mengindikasikan peningkatan dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2%, matriconditioning, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan daya berkecambah yang nyata dengan nilai 96%, 94.5%, dan 90% dibanding kontrol dengan daya berkecambah 76%. Perlakuan Agrept 0.2% juga menunjukkan peningkatan daya berkecambah yang nyata dibanding kontrol. Hasil yang diperoleh pada indeks vigor menunjukkan perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2%, matriconditioning, matriconditioning plus minyak serai wangi 1%, dan Agrept 0.2% menunjukkan peningkatan indeks vigor yang nyata dengan persentase berturut-turut 90%, 88.5%, 84%, dan 80.5% dibanding kontrol yang hanya sebesar 60.5%. Penurunan indeks vigor terjadi pada perlakuan minyak serai wangi 1% dengan 59% tetapi tidak nyata dibanding kontrol. Perlakuan Agrept 0.2% menunjukkan kecepatan tumbuh tertinggi yaitu 32.12%/etmal. Perlakuan matriconditioning (27.47%/etmal), minyak serai wangi 1% (25.48%/etmal), dan matriconditioning plus Agrept 0.2% (24.02%/etmal) masih menunjukkan peningkatan kecepatan tumbuh dibanding kontrol dengan 22.93
  • 44. 32 %/etmal. Penurunan kecepatan tumbuh terdapat pada perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dengan persentase 19.75 %/etmal. Indikasi peningkatan juga ditunjukkan pada tolok bobot kering kecambah normal. Seluruh perlakuan benih menunjukkan peningkatan bobot kering kecambah normal dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan bobot kering kecambah normal yang nyata yaitu berturut-turut 0.86 g, 0.83 g, dan 0.76 g dibanding kontrol dengan bobot 0.61 g. Pada tolok ukur T50 semua perlakuan benih mampu menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk pencapaian total 50% perkecambahan. Perlakuan matriconditioning dengan 4.4 hari, matriconditioning plus Agrept 0.2% dengan 4.2 hari, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% dengan 4.4 hari memiliki waktu pencapaian total 50% perkecambahan (T50) tercepat dan berbeda nyata dibanding kontrol yang baru mencapai total 50% perkecambahan pada 6.7 hari. Uji patologis dengan metode grinding pada varietas Ciherang menunjukkan semua perlakuan benih mampu menurunkan keberadaan bakteri X. oryzae pv. oryzae terbawa benih secara nyata. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% mampu mereduksi keberadaan X. oryzae pv. oryzae terbawa benih hingga 100% yaitu 0 cfu, jauh lebih rendah jika dibanding tanpa perlakuan kontrol sebesar 40 cfu dan perlakuan matriconditioning sebesar 29.5 cfu. Tabel 7. Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), T50, dan tingkat infeksi (TI) pada varietas Ciherang Tolok Ukur Perlakuan DB IV KCT BKKN T50 TI (%) (%) (%/etmal) (g) (hari) (cfu) Kontrol 76 d 60.5 d 22.93 c 0.61 d 6.7 a 40 a Agrept 0.2% 85 c 80.5 ab 32.12 a 0.69 c 5.4 c 3 c Minyak serai wangi 1% 79.5 d 59 d 25.48 bc 0.65 cd 6.0 b 4 c Matriconditioning (M) 94.5 ab 88.5 ab 27.47 b 0.86 a 4.4 d 29.5 b M+Agrept 0.2% 96 a 9a a 24.02 bc 0.83 a 4.2 d 0 d M+minyak serai wangi 1% 90 bc 84 bc 19.75 d 0.76 b 4.4 d 0 d Ket: Angka dalam baris yang diikuti huruf yang sama tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
  • 45. 33 Secara garis besar perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan mutu fisiologis pada varietas IR-64 maupun Ciherang. Pada tolok ukur viabilitas benih, perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, serta matriconditioning plus minyak serai wangi 1% menunjukkan peningkatan daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal yang signifikan dibandingkan perlakuan kontrol maupun perlakuan perendaman benih saja. Indikasi yang sama terlihat pada tolok ukur vigor benih, perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% mampu meningkatkan indeks vigor dan menurunkan T50 dibanding kontrol. Pada tolok ukur kecepatan tumbuh, perlakuan matriconditioning dan matriconditioning plus Agrept 0.2% menunjukkan peningkatan dibanding kontrol, tetapi terjadi penurunan pada perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 1%. Perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus Agrept 02% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih karena imbibisi air ke dalam benih yang terkontrol oleh faktor media (arang sekam). Khan et al. (1992) menyatakan, perlakuan matriconditioning memiliki fase imbibisi yang lebih lama dibanding perlakuan perendaman benih saja. Fase imbibisi yang cepat seperti pada perlakuan perendaman benih dapat menyebabkan rusaknya membran dikarenakan masuknya air ke dalam benih yang terlalu cepat. Suryani (2003) menyatakan, perlakuan matriconditioning plus fungisida sintetik Dithane 0.2% pada benih cabai menunjukkan peningkatan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah normal, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif, laju pertumbuhan kecambah dan menurunkan T50. Penelitian Mariam (2006) menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 0.25% pada benih cabai merah dapat meningkatan tinggi tanaman, bobot kering tanaman, bobot buah rata-rata, potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah normal, dan T50. Hasil uji mutu patologis terhadap varietas IR-64 dan Ciherang menunjukkan perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% sama-sama mampu mereduksi X. oryzae pv. oryzae terbawa benih hingga 100%. Perlakuan matriconditioning saja walaupun memiliki mutu fisiologis
  • 46. 34 yang tinggi, tidak dapat menurunkan X. oryzae pv. oryzae terbawa benih karena arang sekam tidak mengandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan patogen. Arang sekam hanya mengandung unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Suryani, 2003). Untari (2003) menambahkan, semakin tinggi tingkat kontaminasi patogen terbawa benih tidak menunjukkan penurunan viabilitas dan vigor benih, namun demikian viabilitas dan vigor benih yang tinggi tidak menjamin benih tersebut bebas patogen terbawa benih. Pada perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% dan matriconditioning plus minyak serai wangi 1% ditemukan koloni putih yang mampu membentuk zona penghambatan di sekelilingnya. Diduga koloni inilah yang menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae. Sigee (1993) menyatakan, bahan aktif pada bakterisida dilepaskan dalam bentuk agens toksik berupa ion yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri hingga menyebabkan sel bakteri patogen mati, pada kondisi lain bakterisida tidak membunuh secara langsung tetapi mempengaruhi metabolisme tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% memiliki keunggulan dari efektivitas penggunaan bahan dibanding perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 1%. Pada konsentrasi bakterisida yang lebih rendah, perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2% mampu mereduksi X. oryzae pv. oryzae terbawa benih serta meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Namun demikian, perlakuan benih relatif lebih ekonomis jika dibandingkan pengendalian di lapang pada fase tanaman dewasa dan kondisi terserang penyakit yang membutuhkan bakterisida lebih banyak dengan biaya lebih tinggi. Perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi memiliki keunggulan lain, minyak serai wangi selain anti bakteri juga berfungsi sebagai anti fungal (fungisida). Pada perlakuan matriconditioning plus minyak serai wangi 1%, serangan cendawan relatif jarang ditemukan dibanding perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2%. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa uji mutu fisiologis saja pada benih tidak cukup untuk menunjukkan benih tersebut bermutu, uji patologis diperlukan untuk mengidentifikasi patogen terbawa benih. Keberadaan patogen terbawa benih merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kejadian penyakit pada pertanaman di lapang.