3. Istilah etnometodologi (ethomethodology), yang berakar pada bahasa
Yunani berarti “metode” yang digunakan orang dalam menyelesaikan
masalah kehidupan sehari-hari. Bila dinyatakan secara sedikit berbeda,
dunia dipandang sebagai penyelesaian masalah secara praktis secara
terus-menerus. Manusia dipandang rasional, tetapi dalam menyelesaikan
masalah kehidupan sehari-hari, mereka menggunakan “penalaran
praktis”, bukan logika formula.
Jika etnografi fokus pada budaya kelompok masyarakat atau anggota
masyarakat, dan fenomenologi pada makna suatu tindakan atau peristiwa,
maka etnometodologi lebih pada dunia konstruksi individuindividu di
dalam memahami sesuatu sesuai akal sehat (common sense) yang berlaku
dan makna yang diterima secara bersama-sama.
Sejarah Singkat Etnometodologi
4. Harold Garfinkel (1967) yang pertama kali mengenalkan
istilah ‘etnometodologi’ ketika dia mempelajari arsip
silang budaya di Yale menemukan istilah-istilah seperti
‘ethnobotany, ethnophysiology, dan ethnophysics.
Saat itu Garfinkel mempelajari kegiatan juri. Menurutnya
cara juri membuat mempertimbangkan keputusannya
membentuk ‘etnometodologi’ di mana ‘etno’ menunjuk
pada keberadaan seseorang memahami pengetahuan akal
sehat masyarakatnya. Diyakini, menurut Garfinkel, di
balik tindakan mereka ada teori, asumsi, atau dalil yang
digunakan untuk menilai, menafsirkan, dan memaknai
sesuatu.
5. Pengertian
Etnometodologi
ETNOMETODOLOGI :
ETHNO : Orang
METHODOS : Metode
LOGOS : Ilmu
(Boglan & Biklen, 1998:30) Mendefinisikan etnometodologi sebagai studi
tentang bagaimana orang-orang menciptakan dan memahami kehidupan sehari–hari
mereka dan cara mereka menyelesaikan kehidupa sehari-hari. Subjek bagi
etnometodologi bukan warga suku primitive. Mereka adalah orang-orang dari
berbagai situasi di dalam masyarakat kita sendiri.
Mehan and Wood dalam Neuman (1997:346-347) medefinisikan
etnometodologi sebagai keseluruhan penemuan, suatu metode, suatu teori, suatu
pandangan dunia, dan pandangan kehidupan.
Harold Garfinkel secara sederhana membatasi etnometodologi sebagai
penyelidikan atas ungkapan-ungkapan indeksikal (bahasa dan makna)
dan tindakan-tindakan praktis lainnya sebagai kesatuan pemecahan masalah
yang (sedang) dilakukan dari praktik-praktik kehidupan sehari-hari yang
terorganisasi.
6. Tiga Asumsi Dalam Kajian Etnometodologi
Menurut Philip Jones 1985 : 75
1. Kehidupan sosial sifatnya rentan (apapun bisa terjadi
dalam interaksi sosial)
2. Para aktor tidak pernah menyadari bahwa mereka
memiliki kemampuan praktis
3. Kemampuan praktis ini penting untuk membuat dunia
tampak seperti yang para aktor inginkan.
7. Kelebihan Penelitian Etnometodologi
1. Longitudinal sebagai suatu metode observasi yang sedang berlangsung.
Etnometodologi dapat merekam perubahan-perubahan peristiwa yang
terjadi dan tidak harus menyandarkan diri pada ingatan partisipan
seperti rekaman dan penelitian survey cross sectional.
2. Baik perilaku nonverbal maupun verbal, keduanya dipelajari oeh
etnometodologi.
3. Etnometodologi memberikan suatu pemahaman tentang bagaimana
narasumber berada dalam keadaan menyadari sesuatu atau merasa
benar-benar dalam keadaan sadar dan mengerti terhadap daftar
pertanyaan yang ada dan bagaimana mereka menjawabnya. Penelitian
ini memberikan bukti yang bermanfaat bagi peneliti dalam menganalisis
‘tidak ada respons’ seperti sering dialami oleh penelitian survey.
4. Etnometodologi memberikan satu pemahaman tentang kekonsistenan
reliabilitas yang terkadang didapat lewat koder-koder (penyandi) yang
mengikuti aturan akal sehat.
8. Kelemahan Penelitian Etnometodologi
1. Produk : Etnometodologi tidak bisa menjadi satu pilihan yang baik untuk
meneliti dan mempelajari produk-produk sosial. Misalnya,
etnometodologi tidak selalu sesuai untuk meneliti masalah etnis, namun
etnometodologi bisa digunakannya untuk memelajari proses terjadinya
atau sumber sikap tersebut
2. Studi dalam skala luas: Sikap masyarakat dalam skala luas lebih cocok
diteliti dengan menggunakan metode survey dibanding dengan
etnometodologi. Disamping itu, memang sikap adalah produk yang
hanya baik jika diteliti dengan menggunakan metode penelitian survei,
atau metode lain bukan oeh etnometodologi.
9. Strategi Penelitian Etnometodologi
Penelitian Etnometodologi ini terdiri dari beberapa startegi yang dapat di
terapkan peneliti, yaitu responsive, provokatif, Subersif.
a) Pada strategi responsive yang ingin diungkap adalah bagaimana
seseorang menanggapi apa yang pernah di alaminya. Peneliti meminta
seorang kiai menuliskan apa yang pernah ia dengar dari para santrinya
lalu membuat tanggapannnya.
b) Pada strategi provokatif yang ingin diungkap adalah reaksi orang
terhadap situasi atau bahasa. Peneliti meminta seorang pemimpin
bercakap-cakap dengan karyawannya dan memerhatikan setiap
reaksinya yang diberikan oleh karyawannya tersebut (conversation
analysis).
c) Strategi subversif, menenkankan pada perubahan status atau peran
yang biasa dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari – harinya.
Pada latihan subversif, seseorang diminta untuk bertindak secara
berlainan dari apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan sehari-
hari. Peneliti meminta seorang dosen untuk mengajar dikelas layaknya
dirumah sendiri.
10. Tahapan Pengumpulan Data Etnometodologi
Secara umum dapat dibedakan tiga pendekatan dasar dalam memperoleh data
kualitatif melalui wawancara Etnometodologi :
a) Wawancara Informal, yakni proses wawancara didasarkan sepenuhnya pada
berkembangnya pertanyaan-pertanyaan secara spontan dalam interaksi alamiah.
Tipe wawancara demikian umumnya dilakukan peneliti yang melakukan
observasi partisipasif.
b) Wawancara dengan pedoman umum, yakni dalam proses wawancara ini, peneliti
dilengkapi pedoman wawancara (interview guide) yang sangat umum, yang
mencatumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan,
bahkan tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk
mengingatkan peneliti mengenai aspek –aspek yang harus dibahas, sekaligus
menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek –aspek relevan tersebut telah
di bahas atau di tanyakan.
c) Wawancara dengan pedoman berstandar yang terbuka yakni pedoman
wawancara di tulis secara rinci dan lengkap dengan set pertanyaan dan
penjabarannya dalam kalimat. Peneliti diharapakan dapat melaksanakan
wawancara sesuai sekuensi yang tercantum, serta menanyakan dengan cara yang
sama pada narasumber yang berbeda. Keluwesan dalam mendalami jawaban
terbatas, tergantung pada sifat wawancara dan keterampilan peneliti.
11. Prinsip Dasar Peneltian Etnometodologi
Etnometodologi memiliki beberapa prinsip yang dapat diterapkan para peneliti :
a) Terjadinya prinsip reciprocal (saling berbalas) dalam rangka menyetarakan
pengertian antara peneliti dan actor social yang terlibat, sehingga dapat
dikatakan “bahwa kebeneran yang dianut seseorang adalah kebenaran yang
dianut juga oleh orang lain.”
b) Harus ada objektivitas dan ketidakraguan dari apa yang tampak, misalnya
dunia atau lingkungan atau kenyataan merupakan suatu yang benar-benar
terjadi; dan bila terjadi keraguan terhadap kenyataan tersebut, maka
objektivitas layak di ragukan
c) Adanya proses yang sama dalam arti jika sesuatu peristiwa terjadi di suatu
tempat dan waktu, maka peristiwa tersebut akan dapat terjadi juga ditempat
dan waktu lain
d) Adanya proses indexicality, yaitu ‘daftar istilah’ masyarakat memiliki
perbendaharaan bahasa, pemakanaan dan pengetahuan local yang telah
diketahui sebelumnya dan dapat mengacu kepada indeks lain yang juga telah
ada. Peneliti harus memahami proses tersebut untuk dapat memiliki
pengetahuan lebih luas.
e) Adanya proses reflectifity, (McQuarie,1995) sebagai ‘gambaran tentang arti’
atau suatu interprestasi terhadap situasi yang terdapat secara umum sehingga
tidak perlu didefinisikan. Untuk mengatakn seseorang itu ‘bersalah’ atau ‘lugu’,
maka harus di turunkan dari pengertian umum ke pengertian khusus
12. Implikasi Kajian Etnometodologi
Praktik Etnometodologi dengan masyarakat sebagai bidang kajian memiliki
implikasi yang bersumber dan keterbatasan sifat manusia itu sendiri, seperti :
a) Perihal eksternal masyarakat, jika tidak ada pertanyaan mengeni realitas yang di
bentuk bersama, maka sebenarnya masyarakat dibentuk bersama melaui
emosi
b) Keterbatasan pengetahuan tentang manusia akan meninmbulkan tindakan atau
pemikiran yang dapat mengurangi kesulitan yang berkaitan dengan
indexicality (daftar istilah) atau reflectivity (gambaran tentang arti). Akibatnya
kenyataan selalu diasumsikan dalam keadaan normal
c) Masalah kelemahan atau keterbatasan pengetahuan manusia dapat diatasi
dengan tindakan pemilihan yang rasional, pertukaran, interaksi simbolik dan
sebagainya. Oleh karena itu etnometodologi merupakan kritik yang cukup
tajam dalam ilmu pengetahuan. Disini, tindakn di lakukan merupakan
pemikiran yang didasarkan pada pengetahuan ‘terbatas’ itu . (salim,2006).