SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 17
BAB II
                               TINJAUAN PUSTAKA


A. Larutan
      Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau
lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut
atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain
dalam larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut
dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses
pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau
solvasi.
      Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam
cairan, seperti garam atau gula dilarutkan dalam air. Gas juga dapat pula
dilarutkan dalam cairan, misalnya karbon dioksida atau oksigen dalam air. Selain
itu, cairan dapat pula larut dalam cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain.
Terdapat pula larutan padat, misalnya aloi (campuran logam) dan mineral tertentu
(Martin, 1990).


B. Tipe Larutan
      Tipe larutan yang paling umum kita temui adalah larutan yang terdiri atas
solut yang terlarut dalam zat cair. Larutan yang berbentuk cair dapat dibuat
dengan melarutkan zat padat dalam zat cair (contohnya NaCl dalam air),
melarutkan zat cair dalam zat cair (contohnya etilen-glikol dalam air, larutan anti
beku), atau melarutkan gas dalam zat cair (contohnya CO2 dalam air,
efferfescens).
       Selain larutan cair adapula larutan gas seperti atmosfer yang mengelilingi
dunia dan larutan padat. Larutan padat antara lain “alloy” (campuran dari logam-
logam) sebagai contohnya yaitu larutan padat substitusional dan larutan padat
interstisial. Larutan padat substitusional terjadi apabila atom-atom, molekul-
molekul, atau ion-ion dari suatu zat padat mengambil tempat di antara partikel-
partikel zat padat lain di dalam kisi kristalnya. Larutan padat interstisial


                                                                                 3
merupakan tipe lain dan terbentuk karena atom-atom zat padat satu menempati
void-void atau “intertices” yang ada di antara atom-atom kisi zat padat lainnya
(Moechtar, 1989).


C. Konsentrasi
     Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan
pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan
jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam
perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan
konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta (part per million, ppm).
Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan sebagai encer
(berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi).


D. Jenis-Jenis Larutan
     Larutan dapat diklasifikasikan misalnya berdasarkan fase zat terlarut dan
pelarutnya. Tabel berikut menunjukkan contoh-contoh larutan berdasarkan fase
komponen-komponennya.

                                            Zat terlarut
Contoh larutan
                        Gas                  Cairan                 Padatan




                                                                                4
Bau suatu zat padat
                     Udara (oksigen                                   yang timbul dari
                                             Uap air di udara
           Gas       dan gas-gas lain                                 larutnya molekul
                                              (kelembapan)
                     dalam nitrogen)                                 padatan tersebut di
                                                                           udara
                                                                       Sukrosa (gula)
                                            Etanol dalam air,        dalam air, natrium
Pelarut              Air terkarbonasi
                                           campuran berbagai           klorida (garam
          Cairan     (karbon dioksida
                                          hidrokarbon (minyak         dapur) dalam air,
                        dalam air)
                                                   bumi)               amalgam emas
                                                                        dalam raksa
                      Hidrogen larut
                                          Air dalam arang aktif,     Aloi logam seperti
          Padatan     dalam logam,
                                           uap air dalam kayu        baja dan duralumin
                     misalnya platina

      Berdasarkan kemampuannya menghantarkan listrik, larutan dapat dibedakan
sebagai    larutan    elektrolit   dan   larutan   non-elektrolit.   Larutan   elektrolit
mengandung zat elektrolit sehingga dapat menghantarkan listrik, sementara
larutan non-elektrolit tidak dapat menghantarkan listrik.


E. Pelarutan
      Ion natrium tersolvasi oleh molekul-molekul air. Molekul komponen-
komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses
pelarutan, tarikan antar partikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan
tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarut
sama-sama polar, akan terbentuk suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat
terlarut. Hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap
stabil.
      Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut,
pada suatu titik komponen yang ditambahkan tidak akan dapat larut lagi.
Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada
suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan terbentuklah endapan.



                                                                                        5
Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal, dan larutannya
disebut sebagai larutan jenuh. Titik tercapainya keadaan jenuh larutan sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan, dan
kontaminasi. Secara umum, kelarutan suatu zat (yaitu jumlah suatu zat yang dapat
terlarut dalam pelarut tertentu) sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku
pada zat padat, walaupun ada perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair
lainnya secara umum kurang peka terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau
gas dalam zat cair. Kelarutan gas dalam air umumnya berbanding terbalik
terhadap suhu.


F. Larutan Ideal
      Bila interaksi antarmolekul komponen-komponen larutan sama besar
dengan interaksi antarmolekul komponen-komponen tersebut pada keadaan
murni, terbentuklah suatu idealisasi yang disebut larutan ideal. Larutan ideal
mematuhi hukum Raoult, yaitu bahwa tekanan uap pelarut (cair) berbanding tepat
lurus dengan fraksi mol pelarut dalam larutan. Larutan yang benar-benar ideal
tidak terdapat di alam, namun beberapa larutan memenuhi hukum Raoult sampai
batas-batas tertentu. Contoh larutan yang dapat dianggap ideal adalah campuran
benzena dan toluena.
      Ciri lain larutan ideal adalah bahwa volumenya merupakan penjumlahan
tepat volume komponen-komponen penyusunnya. Pada larutan non-ideal,
penjumlahan volume zat terlarut murni dan pelarut murni tidaklah sama dengan
volume larutan (Martin, 1990).


G. Tekanan Uap Larutan
      Suatu larutan terjadi, maka sifat-sifat fisiknya tidak lagi sama dengan sifat
fisik solven atau solutnya, tapi tergantung pada konsentrasi komponen-komponen
yang membentuk campuran tersebut. Satu sifatnya yaitu tekanan uap dari larutan.
      Untuk suatu larutan di mana solut, yang tidak mudah menguap dan tidak
terdisosiasi,    terlarut   dalam   solven   (berarti   solut   sendiri   mempunyai
kecenderungan sedikit sekali untuk berdisosiasi atau lepas dari larutan dan


                                                                                  6
memasuki fase gas), maka tekanan uapnya hanya ditimbulkan oleh solven larutan.
Tekanan uap tersebut diberikan oleh hukum Raoult, yang menyatakan bahwa
tekanan uap dari larutan pada temperatur tertentu sama dengan fraksi molar dari
solven dalam fase cair dikalikan dengan tekanan uap dari solven murni pada
temperatur yang sama atau
                                 Plarutan = Xsolven P°solven
     Suatu larutan yang mengandung 95 mol % air dan 5 mol % solut yang tidak
menguap seperti gula, akan mempunyai suatu tekanan uap hanya 95% dari
tekanan uap murni air. Kalau dinyatakan secara kualitatif, maka tekanan uap dari
larutan diturunkan oleh penambahan solut yang tidak mudah menguap.
     Besarnya tekanan uap keseimbangan ditentukan oleh kecepatan penguapan
dari permukaan zat cair. Jika kecepatannya tinggi, molekul dalam konsentrasi
besar harus ada dalam uap pada keadaan setimbang sedemikian rupa hingga
kecepatan kembalinya ke dalam zat cair juga tinggi. Sebaliknya jika kecepatan
penguapan rendah, maka konsentrasi molekul juga rendah dalam fase uap. Karena
kecepatan penguapan dari larutan lebih rendah daripada solven murni. Oleh
karena itu, tekanan uap kesetimbangannya lebih rendah untuk larutan daripada
solven murni.
     Karena hanya solven yang dapat menguap, maka fraksi molekul pada
permukaan larutan yang dapat meninggalkan zat cair tergantung pada fraksi dari
semua molekul pada permukaan, yaitu molekul-molekul solven, yang merupakan
ratio dari jumlah mol dari partikel-partikel yang ada di permukaan. Ratio ini
merupakan fraksi molar dari solven. Jika larutan terdiri dari 95 mol % solven,
maka kecepatan penguapan dari larutan hanya dilakukan oleh 95% dari solven
sendiri. Karena itu tekanan uap kesetimbangan berkurang menjadi 95% dari
tekanan uap untuk solven murni. Hasil ini sama dengan jika kita peroleh dengan
menggunakan hukum Raoult (Moechtar,1989).


H. Sifat Koligatif Larutan
     Sifat larutan tergantung pada jumlah partikel solutnya tetapi tidak
tergantung pada sifat kimiawi solutnya yang dinamakan solut koligatif. Sifat-sifat


                                                                                7
koligatif saling berhubungan antara satu sama lain. Termasuk di dalamnya
penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku dan tekanan
osmotik. Tekanan osmotik adalah suatu sifat koligatif yang diasosiasikan dengan
kompaktibilitas fisiologik dari larutan-larutan hidung (tetes hidung), mata (tetes
mata) dan parenteral. Karena tekanan osmotik tidak mudah diukur, maka
mengukurnya sering sifat-sifat koligatif lainnya yang ditentukan selama
pembuatan sediaan obat. Dari sifat-sifat tersebut secara tidak langsung tekanan
osmotiknya dapat diperhitungkan.




I. Proses Larut
     Suatu kelarutan zat itu pasti berbeda-beda dalam bermacam-macam solven.
Misalnya saja minyak dan air pasti tidak dapat bercampur, dan apabila untuk
menghilangkan bercak-bercak minyak dari pakaian harus digunakan solven
seperti naptha. NaCl pun akan larut dalam air tapi tidak dalam minyak tanah.
Semua hal ini terjadi karena apabila suatu zat larut dalam zat lain, maka partikel-
partikel dari solut yang berupa molekul atau ion tersebar/terbagi-bagi dalam
solven dan partikel-pertikel solut tersebut di dalam larutan menempati posisi-
posisi yang dalam keadaan normal ditempati oleh molekul-molekul solven. Dalam
suatu zat cair molekul-molekulnya tersusun sangat dekat dengan molekul
sebelahnya. Kemungkinan suatu partikel solut dapat mengganti tempat suatu
molekul solven tergantung pada gaya tarik-menarik relatif dari molekul-molekul
solven satu sama lain dan kekuatan interaksi dari solut solven. Sebagai contoh, di
dalam suatu larutan yang terbentuk benzena (C6H6) dan karbontetraklorida
(CaCl4), kedua zat tersebut bersifat non polar dan hanya mengalami gaya London
yang relatif lemah. Apabila ini terjadi, kekuatan gaya tarik-menarik antara
molekul-molekul benzena dan antara molekul-molekul karbontetraklorida
besarnya hampir sama dengan gaya tarik-menarik antara molekul benzena dan
molekul karbontetraklorida. Dengan alasan ini, molekul benzena dapat mengganti
tempat molekul CCl4 dalam larutan dengan mudah. Sebagai akibatnya kedua zat
tersebut campur sempurna atau larut dalam semua perbandingan (Moechtar,1989).


                                                                                 8
Apabila dua zat yang bersifat polar seperti etanol dan air dicampurkan,
maka gaya tarik-menarik solut-solut sebanding dengan gaya tarik-menarik solven-
solven dan di mana molekul-molekul solut dan molekul-molekul solven
berinteraksi dengan kuat satu sama lain. Dengan hal ini dapat dilihat bahwa
partikel-partikel solut dapat cepat menduduki partikel-partikel solven sehingga air
dan etanol dapat bercampur.
      Apabila suatu zat padat larut dalam zat cair, beberapa faktor harus
diperhatikan. Di dalam zat padat molekul-molekul atau ion-ion tersusun dalam
pola yang sangat teratur dan gaya tarik-menariknya maksimum. Agar partikel-
partikel solut dapat masuk ke dalam larutan, gaya tarik-menarik solut-solven
harus cukup besar untuk dapat mengatasi gaya tarik-menarik yang menahan
partikel-partikel zat padat tetap di tempat. Di dalam kristal-kristal molekular gaya
tarik-menarik ini relatif lemah, berupa tipe dipol-pol atau tipe gaya London yang
agak mudak diatasi. Zat-zat yang kristalnya didukung oleh gaya London, akan
melarut cukup besar dalam solven yang polar dengan alasan yang sama dengan
keadaan bahwa zat cair yang non polar tidak larut dalam solven yang polar.
Molekul-molekul solven yang polar saling tarik-menarik sedemikian kuat
sehingga tidak dapat diganti tempatnya oleh molekul-molekul yang hanya
mempunyai gaya tarik-menarik yang lemah. Sebagai contoh, iodin padat yang
tersusun dari molekul-molekul I2 yang non polar, larut cukup besar dalam CCl4
(memberi warna larutan violet yang bagus), tapi hanya sedikit larut dalam air (di
mana ia menghasilkan larutan kuning coklat pucat).
      Di sini dapat dikatakan bahwa solut yang sangat polar dan zat padat ionik
tidak larut dalam solven yang non polar. Interaksi solut-solven yang lemah,
dibanding dengan gaya tarik-menarik antara partikel-partikel solut, tidak cukup
kuat untuk memecah kisi.


J. Panas Pelarutan
      Proses larut hampir selalu terjadi baik dengan mengadsorbsi energi atau
dengan melepaskan energi. Sebagai contoh, jika kalium iodida dilarutkan dalam
air maka campurannya akan menjadi dingin yang menunjukkan bahwa proses


                                                                                  9
larutnya kalium iodida bersifat endotermik. Sebaliknya, jika litium klorida
dilarutkan dalam air maka campurannya akan menjadi panas yang menunjukkan
bahwa proses larutnya bersifat eksotermik. Jumlah energi yang diabsorbsi atau
dilepaskan apabila suat zat memasuki larutan dinamakan panas pelarutan dan
dinyatakan dengan symbol ∆Hpelarutan. Seperti halnya definisi dari panas penguapan
dan panas peleburan, panas pelarutan menyatakan suatu selisih antara energi yang
dimiliki oleh larutan sesudah dia terbentuk dengan energi dari komponen-
komponen larutan tersebut sebelum mereka dicampurkan, dinyatakan dengan
persamaan :
                                    ∆Hpelarutan = Hlarutan – Hkomponen
             Baik Hpelarutan maupun Hkomponen tidak dapat diukur, tapi selisihnya, yaitu H
pelarutan   dapat diukur. Apabila energi dilepaskan selama proses larut, maka larutan
yang dihasilkan akan mempunyai energi lebih kecil daripada komponen-
komponen pembuatnya. Selisihnya yang dinyatakan sebagai ∆Hpelarutan merupakan
bilangan negatif. Sebaliknya, proses larut endotermik (mengadsorbsi energi) akan
mempunyai Hpelarutan positif (Moechtar,1989).


K. Kelarutan
            Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersi molekuler homogen.
            Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut
dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan
untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Kelarutan         obat dapat dinyatakan         dalam beberapa cara.      Menurut U.S
Pharmacopeia dan National Formulary, kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut di
mana akan larut dalam 1 gram zat terlarut. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah
maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan.
Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan
perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam


                                                                                       10
air. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut,
seperti perak klorida dalam air. Istilah “tak larut” (insoluble) sering diterapkan
pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit
kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi,
titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan
yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang menstabil (Martin,1990).




L. Prinsip Umum
•   Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam
    kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut).
•   Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung
    zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk
    penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu.
•   Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
    konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur
    tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut.


M. Interaksi Pelarut-Zat Terlarut
      Ahli farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk garam,
gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzena biasanya hanya
sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan dalam pernyataan : like
dissolves like.
      PELARUT POLAR. Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh
polaritas dari pelarut, yaitu oleh dipol momennya. Pelarut polar melarutkan zat
terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol
dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang
lain. Hilderband telah membuktikan bahwa pertimbangan tentang dipol momen
saja tidak cukup untuk menerangkan kelarutan zat polar dalam air. Kemampuan


                                                                                    11
zat terlarut membentuk ikatan hidrogen lebih merupakan faktor yang jauh lebih
berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan dalam dipol
momen yang tinggi.
      Air melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton, amina dan senyawa lain yang
mengandung oksigen dan nitrogen, yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam
air. Kelarutan zat bergantung pada gambaran stuktur seperti perbandingan gugus
polar terhadap gugus nonpolar dari molekul. Apabila panjang rantai nonpolar dari
alkohol alifatik bertambah, kelarutan senyawa tersebut dalam air akan berkurang.
Rantai lurus alkohol monohidroksi, aldehida, keton dan asam yang mengandung
lebih dari 4 atau 5 karbon, tidak dapat memasuki struktur ikatan hidrogen dari air
dan oleh karena itu propilena glikol, gliserin, dan asam tartrat, kelarutan dalam
air naik banyak. Percabangan pada rantai mengurangi efek nonpolar dan
menyebabkan kenaikan kelarutan dalam air. Pelarut polar seperti air bertindak
sebagai pelarut menurut mekanisme di bawah ini :
•Disebabkan karena tingginya tetapan dielektrik yaitu sekitar 80 untuk air, pelarut
polar mengurangi gaya tarik-menarik antara ion dalam kristal yang bermuatan
berlawanan seperti natrium klorida. Kloroform mempunyai tetapan dielektrik 5
dan benzena sekitar 1 atau 2, oleh karena itu senyawa ionis praktis tidak larut
dalam pelarut ini.
•Pelarut polar memecahkan ikatan kovalen dari elektrolit kuat dengan reaksi asam
basa karena pelarut ini amfiprotik. Sebagai contoh, air menyebabkan ionisasi HCL
sebagai berikut :
                           HCL + H2O        H3O + Cl-

      Asam organik lemah kelihatannya tidak akan terionisasi oleh air, di sini
      dikenal dengan istilah kelarutan parsial, sebagai pengganti pembentukan ion
      hidrogen dengan air. Tetapi fenol dan asam karboksilat mudah larut dalam
      larutan basa kuat.
                             O


                       R C       OH + H2O       dapat diabaikan



                                                                                12
O                           O

                        R    C     OH + NaOH        R C      O-Na

•Akhirnya pelarut polar mampu mengsolvasi molekul dan ion dengan adanya
gaya interaksi dipol, terutama pembentukan ion hidrogen, yang menyebabkan
kelarutan dari senyawa tersebut. Zat terlarut harus bersifat polar karena seringkali
harus bersaing untuk mendapatkan tempat dalam struktur pelarut apabila ikatan
dalam molekul pelarut tersebut telah berasosiasi.
      PELARUT NONPOLAR. Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti
hidrokarbon, berbeda dengan zat polar. Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi
gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan
dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan
kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut non polar termasuk
dalam golongan pelarut aprotik, dan tidak dapat memnbentuk jembatan hidrogen
dengan nonelektrolit. Pelarut aprotik adalah seperti hidrokarbon, tidak menerima
juga tidak memberi proton dan dalam keadaan ini menjadi netral, sehingga
berguna untuk mempelajari reaksi asam basa yang bebas dari pengaruh pelarut.
Oleh karena itu zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya dapat larut
sedikit dalam pelarut non polar.
      Tetapi senyawa nonpolar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan
tekanan dalam yang sama melalui interaksi dipol induksi. Molekul zat terlarut
tetap berada dalam larutan dengan adanya sejenis gaya Van Deer Waals - London
yang lemah. Maka, minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida, benzena
dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut nonpolar.
      PELARUT SEMIPOLAR. Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat
menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar,
sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contohnya benzena yang mudah
dapat dipolarisasikan. Kenyataannya, senyawa semipolar dapat bertindak sebagai
pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan
nonpolar. Sesuai dengan itu, aseton menaikkan kelarutan eter dalam air.


                                                                                 13
Peribahasa sederhana like dissolves like sekarang dapat disusun kembali
dengan menyatakan bahwa kelarutan suatu zat pada umumnya dapat diperkirakan
hanya dalam cara kualitatif, setelah mempertimbangkan hal-hal seperti polaritas,
tetapan dielektrik, asosiasi, solvasi, tekanan dalam, reaksi asam-basa, dan faktor-
faktor lainnya. Singkatnya, kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik,
stuktur yang menyebabkan interaksi timbal balik antara zat terlarut dan pelarut
(Martin,1990).




N. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan
•Sifat dari solut dan solven
      Solut yang polar akan larut dalam solven yang polar pula. Misalnya garam-
      garam anorganik larut dalam air. Solut yang nonpolar larut dalam solven
      yang nonpolar pula. Misalnya alkaloid basa (umumnya senyawa organik)
      larut dalam kloroform.
•Kosolvensi
      Kosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya
      penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak
      larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan gliserin atau solutio
      petit.
•Kelarutan
      Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar
      larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan
      dalam farmasi umumnya adalah :
         Dapat larut dalam air : Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2,
          Hg2Cl2. Semua garam nitrat larut kecuali nitrat basa. Semua garam sulfat
          larut kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4.
         Tidak larut dalam air : Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3,
          Na2CO3. Semua oksida dan hidroksida tidak larut kecuali KOH, NaOH,
          BaO, Ba(OH)2, semua garam fosfat tidak larut kecuali K3PO4, Na3PO3.
•Temperatur


                                                                                14
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat
      tersebut dikatakan bersifat endoterm, karena pada proses kelarutannya
      membutuhkan panas. Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur
      menyebabkan tidak larut, zat tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena
      pada proses kelarutannya menghasilkan panas.
      Beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan, misalnya :
   Zat-zat yang atsiri, contohnya : etanol dan minyak atsiri.
   Zat yang terurai, misalnya : natrium karbonas.
   Saturatio
   Senyawa-senyawa kalsium, misalnya : aqua calsis.
•Salting Out
      Salting Out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
      kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan
      kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia.
      Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila ke dalam air
      tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh.
•Salting In
      Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan
      zat utama dalam solven menjadi lebih besar. Contohnya : riboflavin tidak
      larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang mengandung nicotinamida.
•Pembentukan Kompleks
      Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa
      tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks.
      Contohnya : iodium larut dalam larutan KI atau NaI jenuh.
•Kecepatan Kelarutan
      Kecepatan kelarutan dipengaruhi oleh :
         Ukuran partikel : makin halus solut, makin kecil ukuran partikel; makin
          luas permukaan solut yang kontak dengan solven, solut makin cepat
          larut.
         Suhu : umumnya kenaikan suhu menambah kenaikan kelarutan solut.
         Pengadukan (Martin, 1990).


                                                                                 15
O. Kelarutan Cairan dalam Cairan
      Sering kali satu atau lebih cairan dicampurkan bersama-sama dalam
pembuatan larutan farmasetik. Sebagai contoh, alkohol ditambahkan dalam air
membentuk larutan hidroalkohol dengan berbagai konsentrasi; minyak menguap
dicampur dengan air membentuk larutan encer yang dikenal dengan air beraroma;
minyak menguap ditambahkan ke dalam alkohol untuk mendapatkan spirit dan
eliksir; eter dan alkohol digabungkan dalam “collodion”; dan berbagai minyak
tetap (fixed oil) dicampur menjadi lotion, spray dan minyak obat.


P. Kelarutan Zat Padat dalam Cairan
      Sistem padatan dalam cairan termasuk salah satu yang paling sering ditemui
dan mungkin merupakan tipe larutan farmasetik yang paling penting. Kelarutan
padatan dalam cairan tidak dapat diramalkan dengan cara yang sangat
memuaskan, kecuali mungkin untuk larutan ideal, karena faktor-faktor rumit yang
harus dipertimbangkan. Larutan farmasetik terdiri dari berbagai variasi zat terlarut
dan pelarut (Martin,1990).


Q. Kelarutan dan Temperatur
      Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah tertentu solven. Pada
suatu temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang
tidak terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik.
Partikel-partikel dari solut secara tetap bergerak melalui larutan dan pada waktu
yang bersamaan partikel-partikel solut yang telah berada dalam larutan secara
kontinu bertabrakan dengan dan melekat pada solut yang tak terlarut. Meskipun
hal ini ditunjukkan kesetimbangan tersebut unttuk zat padat yang larut dalam zat
cair, konsep yang sama dapat diterapkan pada setiap tipe larutan, kecuali gas
karena semua gas dapat bercampur sempurna.
      Karena suatu larutan jenuh yang berhubungan dengan kelebihan solut
membentuk kesetimbangan dinamik, maka apabila sistem tersebut diganggu, efek


                                                                                 16
gangguan tersebut dapat diramalkan berdasarkan kaidah Le Chatelier. Perubahan
temperatur merupakan salah satu gangguan. Kita tahu bahwa kenaikan temperatur
dapat menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser ke arah yang akan
mengadsorbsi panas. Karena, kalau solut tambahan yang ingin melarut dalam
larutan jenuh harus mengadsorbsi energi, maka kelarutan zat tersebut akan
bertambah jika temperatur dinaikkan. Sebaliknya, jika solut tambahan yang
dimasukkan ke dalam larutan jenuh menimbulkan proses eksotermik, maka solut
akan menjadi kurang larut jika temperatur dinaikkan.
      Pada umumnya, kelarutan kebanyakan zat padat dan zat cair dalam solven
cair bertambah dengan naiknya temperatur. Untuk gas dalam zat cair, kelakuan
yang sebaliknya terjadi. Proses larut untuk gas dalam zat cair hampir selalu
bersifat eksotermik, sebab partikel-partikel solut telah terpisah satu sama lain dan
efek panas yang dominan akan timbul akibat solvasi yang terjadi apabila gas larut.
Kaidah    Le   Chatelier    meramalkan     bahwa     kenaikan    temperatur    akan
mengakibatkan perubahan endotermik, yang untuk gas terjadi apabila ia
meninggalkan larutan. Oleh karena itu, gas-gas menjadi kurang larut jika
temperatur zat cair di mana gas dilarutkan menjadi lebih tinggi. Sebagai contoh,
mendidihkan air. Gelembung-gelembung kecil tampak pada permukaan panci
sebelum pendidihan terjadi. Gelembung-gelembung tersebut mengandung udara
yang diusir dari larutan jika air menjadi panas. Kita juga menggunakan kelakuan
kelarutan gas yang umum ini apabila kita menyimpan botol yang berisi minuman
yang menahan CO2 yang terlarut lebih lama apabila tetap dijaga tetap dingin,
sebab CO2 lebih larut pada temperatur-temperatur rendah. lain contoh dari
phenomenon ini adalah gas-gas yang terlarut dalam air mengalir dalam telaga-
telaga dan dalam sungai-sungai. Kadar oksigen yang terlarut, yang merupakan
keharusan bagi kehidupan marine, berkurang dalam bulan-bulan di musim panas,
dibanding dengan kadar oksigen selama musim dingin (Moechtar,1989).


R. Pengaruh Tekanan Pada Kelarutan
      Pada umumnya, tekanan mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan
zat cair atau zat padat dalam solven zat cair. Tapi, kelarutan gas selalu bertambah


                                                                                 17
dengan bertambahnya tekanan. Minuman yang diberi CO2 (effefescens) misalnya,
ia dimasukkan ke dalam botol di bawah tekanan untuk meyakinkan adanya CO2
dalam konsentrasi yang tinggi. Sekali botol dibuka, minuman tersebut dengan
cepat akan kehilangan gas-gas CO2nya, kecuali kalau ditutup kembali.
        Bayangkan apabila suatu zat cair dijenuhi dengan solut dan larutan yang
berhubungan dengan gas pada beberapa tekanan tertentu. Di sini didapatkan
kesetimbangan di mana molekul-molekul solut meninggalkan larutan dan
memasuki fase uap dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan molekul gas
yang memasuki larutan. Kecepatan molekul memasuki larutan tergantung dari
jumlah tabrakan per detik yang dialami gas dengan permukaan zat cair dan
demikian pula kecepatan molekul solut yang meninggalkan larutan tergantung
dari konsentrasinya. Apabila kita tambah tekanan gasnya, molekul-molekulnya
akan lebih didekatkan satu sama lain dalam jumlah tabrakan per detik antara
molekul-molekul gas dengan permukaan zat cair lebih besar. Jika hal ini terjadi,
kecepatan molekul solut (gas) memasuki larutan juga menjadi lebih besar, tidak
sebanding dengan kecepatannya meninggalkan air. sebagai hasilnya konsentrasi
dari molekul solut dalam larutan naik sampai kecepatannya memasuki larutan.
       Hubungan kelarutan gas dengan tekanan juga dapat diterangkan dengan
menggunakan kaidah Le Chatelier. Kita dapat menyatakan kesetimbangannya
dengan persamaan sebagai berikut :
                           Solut (g) + solven (c) ↔ larutan (c)
       Menurut kaidah Le Chatelier, suatu kenaikan tekanan pada sistem tersebut
pada    keadaan   kesetimbangannya     menyebabkan       posisi   kesetimbangannya
menggeser ke arah yang menyebabkan penurunan tekanan. Jika reaksi
berlangsung kanan maka lebih banyak solut gas yang larut, jumlah solut dalam
fase gas akan berkurang. Suatu pengurangan jumlah mol gas yang menyebabkan
penurunan tekanan. Jadi suatu penambahan tekanan dari luar akan menyebabkan
kenaikan kelarutan gas, dan proses inilah yang menyebabkan tekanan turun ke
arah harga semula.
       Secara kuantitatif, pengaruh tekanan pada kelarutan gas diberikan oleh
hukum Henry, yang menyatakan bahwa konsentrasi solut (gas) dalam larutan Cg,


                                                                               18
adalah berbanding lurus dengan tekanan parsiil dari gas yang berada di atas
larutan, yaitu :
                                     Cg = KgPg
      Dimana Kg adalah tetapan hukum Henry. Hubungan ini memungkinkan kita
menghitung kelarutan gas pada tekanan tertentu, asal kita tahu kelarutannya
beberapa pada tekanan lain (Moechtar,1989).




                                                                        19

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Pengantar hubungan struktur & aktivitas biologis
Pengantar hubungan struktur & aktivitas biologisPengantar hubungan struktur & aktivitas biologis
Pengantar hubungan struktur & aktivitas biologisdimaswp
 
IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI, MINYAK LEMAK, LEMAK, DAN LILIN (NEW)
IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI, MINYAK LEMAK, LEMAK, DAN LILIN (NEW)IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI, MINYAK LEMAK, LEMAK, DAN LILIN (NEW)
IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI, MINYAK LEMAK, LEMAK, DAN LILIN (NEW)Annie Rahmatillah
 
Laporan resmi tablet pct granulasi basah
Laporan resmi tablet pct   granulasi basahLaporan resmi tablet pct   granulasi basah
Laporan resmi tablet pct granulasi basahKezia Hani Novita
 
Laporan lengkap aspirin
Laporan lengkap aspirin Laporan lengkap aspirin
Laporan lengkap aspirin CarlosEnvious
 
Farmasi fisika-kelarutan
Farmasi fisika-kelarutanFarmasi fisika-kelarutan
Farmasi fisika-kelarutanuus17F
 
Larutan dan kelarutan
Larutan dan kelarutanLarutan dan kelarutan
Larutan dan kelarutanDokter Tekno
 
Farmakognosi ALKALOID
Farmakognosi ALKALOIDFarmakognosi ALKALOID
Farmakognosi ALKALOIDSapan Nada
 
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesLaporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesMusrin Salila
 

La actualidad más candente (20)

Pengantar hubungan struktur & aktivitas biologis
Pengantar hubungan struktur & aktivitas biologisPengantar hubungan struktur & aktivitas biologis
Pengantar hubungan struktur & aktivitas biologis
 
Tetes hidung
Tetes hidungTetes hidung
Tetes hidung
 
Golongan alkaloid
Golongan alkaloidGolongan alkaloid
Golongan alkaloid
 
IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI, MINYAK LEMAK, LEMAK, DAN LILIN (NEW)
IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI, MINYAK LEMAK, LEMAK, DAN LILIN (NEW)IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI, MINYAK LEMAK, LEMAK, DAN LILIN (NEW)
IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI, MINYAK LEMAK, LEMAK, DAN LILIN (NEW)
 
PP flavonoid
PP flavonoidPP flavonoid
PP flavonoid
 
FENOL.pptx
FENOL.pptxFENOL.pptx
FENOL.pptx
 
Laporan resmi tablet pct granulasi basah
Laporan resmi tablet pct   granulasi basahLaporan resmi tablet pct   granulasi basah
Laporan resmi tablet pct granulasi basah
 
Pill
PillPill
Pill
 
Laporan lengkap aspirin
Laporan lengkap aspirin Laporan lengkap aspirin
Laporan lengkap aspirin
 
Farmasi fisika-kelarutan
Farmasi fisika-kelarutanFarmasi fisika-kelarutan
Farmasi fisika-kelarutan
 
ppt gel
ppt gelppt gel
ppt gel
 
Laporan resmi syrup gg
Laporan resmi syrup ggLaporan resmi syrup gg
Laporan resmi syrup gg
 
Larutan dan kelarutan
Larutan dan kelarutanLarutan dan kelarutan
Larutan dan kelarutan
 
Sediaan liquid 1
Sediaan liquid 1Sediaan liquid 1
Sediaan liquid 1
 
Farmakognosi ALKALOID
Farmakognosi ALKALOIDFarmakognosi ALKALOID
Farmakognosi ALKALOID
 
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesLaporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
 
Ppt CPOB Bangunan dan Fasilitas
Ppt CPOB Bangunan dan FasilitasPpt CPOB Bangunan dan Fasilitas
Ppt CPOB Bangunan dan Fasilitas
 
Glikosida
GlikosidaGlikosida
Glikosida
 
Evaluasi Granul
Evaluasi GranulEvaluasi Granul
Evaluasi Granul
 
soal farmasetika
soal farmasetikasoal farmasetika
soal farmasetika
 

Destacado

Pelarut bukan air
Pelarut bukan airPelarut bukan air
Pelarut bukan airnovynur
 
Kelompok 1 materi dan perubahannya
Kelompok 1 materi dan perubahannyaKelompok 1 materi dan perubahannya
Kelompok 1 materi dan perubahannyaMitha Ye Es
 
Larutan dan teknik pelarutan sampel revisi copy
Larutan dan teknik pelarutan sampel revisi   copyLarutan dan teknik pelarutan sampel revisi   copy
Larutan dan teknik pelarutan sampel revisi copySofi Anna Nur Pitasari
 
Larutan Dan Konsentrasi
Larutan Dan KonsentrasiLarutan Dan Konsentrasi
Larutan Dan KonsentrasiIwan Setiawan
 
Laporan Praktikum Kimia- Koloid (materi kelas 11 IPA)
Laporan Praktikum Kimia- Koloid (materi kelas 11 IPA)Laporan Praktikum Kimia- Koloid (materi kelas 11 IPA)
Laporan Praktikum Kimia- Koloid (materi kelas 11 IPA)Milantika Dyah Puspitasari
 
POWER POIN SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA
POWER POIN SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIAPOWER POIN SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA
POWER POIN SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIAFirdika Arini
 

Destacado (11)

Larutan dan Kelarutan
Larutan dan KelarutanLarutan dan Kelarutan
Larutan dan Kelarutan
 
Pelarut bukan air
Pelarut bukan airPelarut bukan air
Pelarut bukan air
 
Kelompok 1 materi dan perubahannya
Kelompok 1 materi dan perubahannyaKelompok 1 materi dan perubahannya
Kelompok 1 materi dan perubahannya
 
Larutan dan teknik pelarutan sampel revisi copy
Larutan dan teknik pelarutan sampel revisi   copyLarutan dan teknik pelarutan sampel revisi   copy
Larutan dan teknik pelarutan sampel revisi copy
 
Kimia
KimiaKimia
Kimia
 
Koloid
KoloidKoloid
Koloid
 
Larutan Dan Konsentrasi
Larutan Dan KonsentrasiLarutan Dan Konsentrasi
Larutan Dan Konsentrasi
 
Senyawa karbon
Senyawa karbonSenyawa karbon
Senyawa karbon
 
Lks termokimia
Lks termokimiaLks termokimia
Lks termokimia
 
Laporan Praktikum Kimia- Koloid (materi kelas 11 IPA)
Laporan Praktikum Kimia- Koloid (materi kelas 11 IPA)Laporan Praktikum Kimia- Koloid (materi kelas 11 IPA)
Laporan Praktikum Kimia- Koloid (materi kelas 11 IPA)
 
POWER POIN SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA
POWER POIN SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIAPOWER POIN SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA
POWER POIN SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA
 

Similar a Bab ii kelarutan

3. LARUTANDAN SIFATKOLIGATIF LARUTAN.pptx
3. LARUTANDAN  SIFATKOLIGATIF  LARUTAN.pptx3. LARUTANDAN  SIFATKOLIGATIF  LARUTAN.pptx
3. LARUTANDAN SIFATKOLIGATIF LARUTAN.pptxLisnaGianti
 
LARUTAN ptt press.ppt
LARUTAN ptt press.pptLARUTAN ptt press.ppt
LARUTAN ptt press.pptBayuPermana43
 
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1Muhammad Fadhillah
 
Makalah kimia teknik
Makalah kimia teknikMakalah kimia teknik
Makalah kimia teknikJuleha Usmad
 
Lembar kerja peserta didik sifat koligatif larutan
Lembar kerja peserta didik sifat koligatif larutan Lembar kerja peserta didik sifat koligatif larutan
Lembar kerja peserta didik sifat koligatif larutan AyubDovaRiady
 
larutan dan stoikiometri...................
larutan dan stoikiometri...................larutan dan stoikiometri...................
larutan dan stoikiometri...................LetdaSusIPutuBagusMa
 
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
SIFAT KOLIGATIF LARUTANSIFAT KOLIGATIF LARUTAN
SIFAT KOLIGATIF LARUTANelitriana88
 
Laporan praktikum kimia dasar
Laporan praktikum kimia dasarLaporan praktikum kimia dasar
Laporan praktikum kimia dasarilmanafia13
 
BAB VI LARUTAN rev.docx
BAB VI LARUTAN rev.docxBAB VI LARUTAN rev.docx
BAB VI LARUTAN rev.docxSigitPurnomo65
 
Larutan asam dan basa
Larutan asam dan basa Larutan asam dan basa
Larutan asam dan basa Pujiati Puu
 
Al-As'Adiyah Balikeran 3.1. Sifat Koligatif Larutan (Kimia Kelas XII)
Al-As'Adiyah Balikeran 3.1. Sifat Koligatif Larutan (Kimia Kelas XII)Al-As'Adiyah Balikeran 3.1. Sifat Koligatif Larutan (Kimia Kelas XII)
Al-As'Adiyah Balikeran 3.1. Sifat Koligatif Larutan (Kimia Kelas XII)ZainulHasan13
 

Similar a Bab ii kelarutan (20)

3. LARUTANDAN SIFATKOLIGATIF LARUTAN.pptx
3. LARUTANDAN  SIFATKOLIGATIF  LARUTAN.pptx3. LARUTANDAN  SIFATKOLIGATIF  LARUTAN.pptx
3. LARUTANDAN SIFATKOLIGATIF LARUTAN.pptx
 
4 fungsi-suhu
4 fungsi-suhu4 fungsi-suhu
4 fungsi-suhu
 
Kelarutan
KelarutanKelarutan
Kelarutan
 
Larutan
LarutanLarutan
Larutan
 
Sifat Kologatif Larutan
Sifat Kologatif LarutanSifat Kologatif Larutan
Sifat Kologatif Larutan
 
LARUTAN ptt press.ppt
LARUTAN ptt press.pptLARUTAN ptt press.ppt
LARUTAN ptt press.ppt
 
Larutan dan koloid
Larutan dan koloidLarutan dan koloid
Larutan dan koloid
 
Larutan dan koloid
Larutan dan koloidLarutan dan koloid
Larutan dan koloid
 
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
Larutan m.irfan fadhillah xi tkj 1
 
Makalah kimia teknik
Makalah kimia teknikMakalah kimia teknik
Makalah kimia teknik
 
Artikel larutan
Artikel larutanArtikel larutan
Artikel larutan
 
kimia Fisik
kimia Fisikkimia Fisik
kimia Fisik
 
Lembar kerja peserta didik sifat koligatif larutan
Lembar kerja peserta didik sifat koligatif larutan Lembar kerja peserta didik sifat koligatif larutan
Lembar kerja peserta didik sifat koligatif larutan
 
Kimia larutan
Kimia larutanKimia larutan
Kimia larutan
 
larutan dan stoikiometri...................
larutan dan stoikiometri...................larutan dan stoikiometri...................
larutan dan stoikiometri...................
 
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
SIFAT KOLIGATIF LARUTANSIFAT KOLIGATIF LARUTAN
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN
 
Laporan praktikum kimia dasar
Laporan praktikum kimia dasarLaporan praktikum kimia dasar
Laporan praktikum kimia dasar
 
BAB VI LARUTAN rev.docx
BAB VI LARUTAN rev.docxBAB VI LARUTAN rev.docx
BAB VI LARUTAN rev.docx
 
Larutan asam dan basa
Larutan asam dan basa Larutan asam dan basa
Larutan asam dan basa
 
Al-As'Adiyah Balikeran 3.1. Sifat Koligatif Larutan (Kimia Kelas XII)
Al-As'Adiyah Balikeran 3.1. Sifat Koligatif Larutan (Kimia Kelas XII)Al-As'Adiyah Balikeran 3.1. Sifat Koligatif Larutan (Kimia Kelas XII)
Al-As'Adiyah Balikeran 3.1. Sifat Koligatif Larutan (Kimia Kelas XII)
 

Más de Eva Apriliyana Rizki

Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)Eva Apriliyana Rizki
 
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)Eva Apriliyana Rizki
 
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)Eva Apriliyana Rizki
 
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)Eva Apriliyana Rizki
 

Más de Eva Apriliyana Rizki (20)

Autoimun dan Hipersensitivitas
Autoimun dan HipersensitivitasAutoimun dan Hipersensitivitas
Autoimun dan Hipersensitivitas
 
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
 
Makalah dermatitis atopik part 1
Makalah dermatitis atopik part 1Makalah dermatitis atopik part 1
Makalah dermatitis atopik part 1
 
Makalah dermatitis atopik part 2
Makalah dermatitis atopik part 2Makalah dermatitis atopik part 2
Makalah dermatitis atopik part 2
 
Presentasi Mr Tys
Presentasi Mr TysPresentasi Mr Tys
Presentasi Mr Tys
 
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Judul kelarutan (Farmasi Fisika)
Judul kelarutan (Farmasi Fisika)Judul kelarutan (Farmasi Fisika)
Judul kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Daftar pustaka (Farmasi Fisika)
Daftar pustaka (Farmasi Fisika)Daftar pustaka (Farmasi Fisika)
Daftar pustaka (Farmasi Fisika)
 
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Tabel (laporan) Farmasi Fisika
Tabel (laporan) Farmasi FisikaTabel (laporan) Farmasi Fisika
Tabel (laporan) Farmasi Fisika
 
Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Laporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi FarmasiLaporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi Farmasi
 
Presentasi Farmakognosi
Presentasi FarmakognosiPresentasi Farmakognosi
Presentasi Farmakognosi
 
Presentation Laktosa
Presentation LaktosaPresentation Laktosa
Presentation Laktosa
 
Resume jurnal ilmiah laktosa
Resume jurnal ilmiah laktosaResume jurnal ilmiah laktosa
Resume jurnal ilmiah laktosa
 

Bab ii kelarutan

  • 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Larutan Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi. Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan, seperti garam atau gula dilarutkan dalam air. Gas juga dapat pula dilarutkan dalam cairan, misalnya karbon dioksida atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut dalam cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain. Terdapat pula larutan padat, misalnya aloi (campuran logam) dan mineral tertentu (Martin, 1990). B. Tipe Larutan Tipe larutan yang paling umum kita temui adalah larutan yang terdiri atas solut yang terlarut dalam zat cair. Larutan yang berbentuk cair dapat dibuat dengan melarutkan zat padat dalam zat cair (contohnya NaCl dalam air), melarutkan zat cair dalam zat cair (contohnya etilen-glikol dalam air, larutan anti beku), atau melarutkan gas dalam zat cair (contohnya CO2 dalam air, efferfescens). Selain larutan cair adapula larutan gas seperti atmosfer yang mengelilingi dunia dan larutan padat. Larutan padat antara lain “alloy” (campuran dari logam- logam) sebagai contohnya yaitu larutan padat substitusional dan larutan padat interstisial. Larutan padat substitusional terjadi apabila atom-atom, molekul- molekul, atau ion-ion dari suatu zat padat mengambil tempat di antara partikel- partikel zat padat lain di dalam kisi kristalnya. Larutan padat interstisial 3
  • 2. merupakan tipe lain dan terbentuk karena atom-atom zat padat satu menempati void-void atau “intertices” yang ada di antara atom-atom kisi zat padat lainnya (Moechtar, 1989). C. Konsentrasi Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta (part per million, ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi). D. Jenis-Jenis Larutan Larutan dapat diklasifikasikan misalnya berdasarkan fase zat terlarut dan pelarutnya. Tabel berikut menunjukkan contoh-contoh larutan berdasarkan fase komponen-komponennya. Zat terlarut Contoh larutan Gas Cairan Padatan 4
  • 3. Bau suatu zat padat Udara (oksigen yang timbul dari Uap air di udara Gas dan gas-gas lain larutnya molekul (kelembapan) dalam nitrogen) padatan tersebut di udara Sukrosa (gula) Etanol dalam air, dalam air, natrium Pelarut Air terkarbonasi campuran berbagai klorida (garam Cairan (karbon dioksida hidrokarbon (minyak dapur) dalam air, dalam air) bumi) amalgam emas dalam raksa Hidrogen larut Air dalam arang aktif, Aloi logam seperti Padatan dalam logam, uap air dalam kayu baja dan duralumin misalnya platina Berdasarkan kemampuannya menghantarkan listrik, larutan dapat dibedakan sebagai larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan elektrolit mengandung zat elektrolit sehingga dapat menghantarkan listrik, sementara larutan non-elektrolit tidak dapat menghantarkan listrik. E. Pelarutan Ion natrium tersolvasi oleh molekul-molekul air. Molekul komponen- komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antar partikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut. Hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil. Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut, pada suatu titik komponen yang ditambahkan tidak akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan terbentuklah endapan. 5
  • 4. Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal, dan larutannya disebut sebagai larutan jenuh. Titik tercapainya keadaan jenuh larutan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan, dan kontaminasi. Secara umum, kelarutan suatu zat (yaitu jumlah suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu) sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku pada zat padat, walaupun ada perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair lainnya secara umum kurang peka terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau gas dalam zat cair. Kelarutan gas dalam air umumnya berbanding terbalik terhadap suhu. F. Larutan Ideal Bila interaksi antarmolekul komponen-komponen larutan sama besar dengan interaksi antarmolekul komponen-komponen tersebut pada keadaan murni, terbentuklah suatu idealisasi yang disebut larutan ideal. Larutan ideal mematuhi hukum Raoult, yaitu bahwa tekanan uap pelarut (cair) berbanding tepat lurus dengan fraksi mol pelarut dalam larutan. Larutan yang benar-benar ideal tidak terdapat di alam, namun beberapa larutan memenuhi hukum Raoult sampai batas-batas tertentu. Contoh larutan yang dapat dianggap ideal adalah campuran benzena dan toluena. Ciri lain larutan ideal adalah bahwa volumenya merupakan penjumlahan tepat volume komponen-komponen penyusunnya. Pada larutan non-ideal, penjumlahan volume zat terlarut murni dan pelarut murni tidaklah sama dengan volume larutan (Martin, 1990). G. Tekanan Uap Larutan Suatu larutan terjadi, maka sifat-sifat fisiknya tidak lagi sama dengan sifat fisik solven atau solutnya, tapi tergantung pada konsentrasi komponen-komponen yang membentuk campuran tersebut. Satu sifatnya yaitu tekanan uap dari larutan. Untuk suatu larutan di mana solut, yang tidak mudah menguap dan tidak terdisosiasi, terlarut dalam solven (berarti solut sendiri mempunyai kecenderungan sedikit sekali untuk berdisosiasi atau lepas dari larutan dan 6
  • 5. memasuki fase gas), maka tekanan uapnya hanya ditimbulkan oleh solven larutan. Tekanan uap tersebut diberikan oleh hukum Raoult, yang menyatakan bahwa tekanan uap dari larutan pada temperatur tertentu sama dengan fraksi molar dari solven dalam fase cair dikalikan dengan tekanan uap dari solven murni pada temperatur yang sama atau Plarutan = Xsolven P°solven Suatu larutan yang mengandung 95 mol % air dan 5 mol % solut yang tidak menguap seperti gula, akan mempunyai suatu tekanan uap hanya 95% dari tekanan uap murni air. Kalau dinyatakan secara kualitatif, maka tekanan uap dari larutan diturunkan oleh penambahan solut yang tidak mudah menguap. Besarnya tekanan uap keseimbangan ditentukan oleh kecepatan penguapan dari permukaan zat cair. Jika kecepatannya tinggi, molekul dalam konsentrasi besar harus ada dalam uap pada keadaan setimbang sedemikian rupa hingga kecepatan kembalinya ke dalam zat cair juga tinggi. Sebaliknya jika kecepatan penguapan rendah, maka konsentrasi molekul juga rendah dalam fase uap. Karena kecepatan penguapan dari larutan lebih rendah daripada solven murni. Oleh karena itu, tekanan uap kesetimbangannya lebih rendah untuk larutan daripada solven murni. Karena hanya solven yang dapat menguap, maka fraksi molekul pada permukaan larutan yang dapat meninggalkan zat cair tergantung pada fraksi dari semua molekul pada permukaan, yaitu molekul-molekul solven, yang merupakan ratio dari jumlah mol dari partikel-partikel yang ada di permukaan. Ratio ini merupakan fraksi molar dari solven. Jika larutan terdiri dari 95 mol % solven, maka kecepatan penguapan dari larutan hanya dilakukan oleh 95% dari solven sendiri. Karena itu tekanan uap kesetimbangan berkurang menjadi 95% dari tekanan uap untuk solven murni. Hasil ini sama dengan jika kita peroleh dengan menggunakan hukum Raoult (Moechtar,1989). H. Sifat Koligatif Larutan Sifat larutan tergantung pada jumlah partikel solutnya tetapi tidak tergantung pada sifat kimiawi solutnya yang dinamakan solut koligatif. Sifat-sifat 7
  • 6. koligatif saling berhubungan antara satu sama lain. Termasuk di dalamnya penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku dan tekanan osmotik. Tekanan osmotik adalah suatu sifat koligatif yang diasosiasikan dengan kompaktibilitas fisiologik dari larutan-larutan hidung (tetes hidung), mata (tetes mata) dan parenteral. Karena tekanan osmotik tidak mudah diukur, maka mengukurnya sering sifat-sifat koligatif lainnya yang ditentukan selama pembuatan sediaan obat. Dari sifat-sifat tersebut secara tidak langsung tekanan osmotiknya dapat diperhitungkan. I. Proses Larut Suatu kelarutan zat itu pasti berbeda-beda dalam bermacam-macam solven. Misalnya saja minyak dan air pasti tidak dapat bercampur, dan apabila untuk menghilangkan bercak-bercak minyak dari pakaian harus digunakan solven seperti naptha. NaCl pun akan larut dalam air tapi tidak dalam minyak tanah. Semua hal ini terjadi karena apabila suatu zat larut dalam zat lain, maka partikel- partikel dari solut yang berupa molekul atau ion tersebar/terbagi-bagi dalam solven dan partikel-pertikel solut tersebut di dalam larutan menempati posisi- posisi yang dalam keadaan normal ditempati oleh molekul-molekul solven. Dalam suatu zat cair molekul-molekulnya tersusun sangat dekat dengan molekul sebelahnya. Kemungkinan suatu partikel solut dapat mengganti tempat suatu molekul solven tergantung pada gaya tarik-menarik relatif dari molekul-molekul solven satu sama lain dan kekuatan interaksi dari solut solven. Sebagai contoh, di dalam suatu larutan yang terbentuk benzena (C6H6) dan karbontetraklorida (CaCl4), kedua zat tersebut bersifat non polar dan hanya mengalami gaya London yang relatif lemah. Apabila ini terjadi, kekuatan gaya tarik-menarik antara molekul-molekul benzena dan antara molekul-molekul karbontetraklorida besarnya hampir sama dengan gaya tarik-menarik antara molekul benzena dan molekul karbontetraklorida. Dengan alasan ini, molekul benzena dapat mengganti tempat molekul CCl4 dalam larutan dengan mudah. Sebagai akibatnya kedua zat tersebut campur sempurna atau larut dalam semua perbandingan (Moechtar,1989). 8
  • 7. Apabila dua zat yang bersifat polar seperti etanol dan air dicampurkan, maka gaya tarik-menarik solut-solut sebanding dengan gaya tarik-menarik solven- solven dan di mana molekul-molekul solut dan molekul-molekul solven berinteraksi dengan kuat satu sama lain. Dengan hal ini dapat dilihat bahwa partikel-partikel solut dapat cepat menduduki partikel-partikel solven sehingga air dan etanol dapat bercampur. Apabila suatu zat padat larut dalam zat cair, beberapa faktor harus diperhatikan. Di dalam zat padat molekul-molekul atau ion-ion tersusun dalam pola yang sangat teratur dan gaya tarik-menariknya maksimum. Agar partikel- partikel solut dapat masuk ke dalam larutan, gaya tarik-menarik solut-solven harus cukup besar untuk dapat mengatasi gaya tarik-menarik yang menahan partikel-partikel zat padat tetap di tempat. Di dalam kristal-kristal molekular gaya tarik-menarik ini relatif lemah, berupa tipe dipol-pol atau tipe gaya London yang agak mudak diatasi. Zat-zat yang kristalnya didukung oleh gaya London, akan melarut cukup besar dalam solven yang polar dengan alasan yang sama dengan keadaan bahwa zat cair yang non polar tidak larut dalam solven yang polar. Molekul-molekul solven yang polar saling tarik-menarik sedemikian kuat sehingga tidak dapat diganti tempatnya oleh molekul-molekul yang hanya mempunyai gaya tarik-menarik yang lemah. Sebagai contoh, iodin padat yang tersusun dari molekul-molekul I2 yang non polar, larut cukup besar dalam CCl4 (memberi warna larutan violet yang bagus), tapi hanya sedikit larut dalam air (di mana ia menghasilkan larutan kuning coklat pucat). Di sini dapat dikatakan bahwa solut yang sangat polar dan zat padat ionik tidak larut dalam solven yang non polar. Interaksi solut-solven yang lemah, dibanding dengan gaya tarik-menarik antara partikel-partikel solut, tidak cukup kuat untuk memecah kisi. J. Panas Pelarutan Proses larut hampir selalu terjadi baik dengan mengadsorbsi energi atau dengan melepaskan energi. Sebagai contoh, jika kalium iodida dilarutkan dalam air maka campurannya akan menjadi dingin yang menunjukkan bahwa proses 9
  • 8. larutnya kalium iodida bersifat endotermik. Sebaliknya, jika litium klorida dilarutkan dalam air maka campurannya akan menjadi panas yang menunjukkan bahwa proses larutnya bersifat eksotermik. Jumlah energi yang diabsorbsi atau dilepaskan apabila suat zat memasuki larutan dinamakan panas pelarutan dan dinyatakan dengan symbol ∆Hpelarutan. Seperti halnya definisi dari panas penguapan dan panas peleburan, panas pelarutan menyatakan suatu selisih antara energi yang dimiliki oleh larutan sesudah dia terbentuk dengan energi dari komponen- komponen larutan tersebut sebelum mereka dicampurkan, dinyatakan dengan persamaan : ∆Hpelarutan = Hlarutan – Hkomponen Baik Hpelarutan maupun Hkomponen tidak dapat diukur, tapi selisihnya, yaitu H pelarutan dapat diukur. Apabila energi dilepaskan selama proses larut, maka larutan yang dihasilkan akan mempunyai energi lebih kecil daripada komponen- komponen pembuatnya. Selisihnya yang dinyatakan sebagai ∆Hpelarutan merupakan bilangan negatif. Sebaliknya, proses larut endotermik (mengadsorbsi energi) akan mempunyai Hpelarutan positif (Moechtar,1989). K. Kelarutan Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S Pharmacopeia dan National Formulary, kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut di mana akan larut dalam 1 gram zat terlarut. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam 10
  • 9. air. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah “tak larut” (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang menstabil (Martin,1990). L. Prinsip Umum • Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). • Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. • Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut. M. Interaksi Pelarut-Zat Terlarut Ahli farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzena biasanya hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan dalam pernyataan : like dissolves like. PELARUT POLAR. Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh dipol momennya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang lain. Hilderband telah membuktikan bahwa pertimbangan tentang dipol momen saja tidak cukup untuk menerangkan kelarutan zat polar dalam air. Kemampuan 11
  • 10. zat terlarut membentuk ikatan hidrogen lebih merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan dalam dipol momen yang tinggi. Air melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton, amina dan senyawa lain yang mengandung oksigen dan nitrogen, yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Kelarutan zat bergantung pada gambaran stuktur seperti perbandingan gugus polar terhadap gugus nonpolar dari molekul. Apabila panjang rantai nonpolar dari alkohol alifatik bertambah, kelarutan senyawa tersebut dalam air akan berkurang. Rantai lurus alkohol monohidroksi, aldehida, keton dan asam yang mengandung lebih dari 4 atau 5 karbon, tidak dapat memasuki struktur ikatan hidrogen dari air dan oleh karena itu propilena glikol, gliserin, dan asam tartrat, kelarutan dalam air naik banyak. Percabangan pada rantai mengurangi efek nonpolar dan menyebabkan kenaikan kelarutan dalam air. Pelarut polar seperti air bertindak sebagai pelarut menurut mekanisme di bawah ini : •Disebabkan karena tingginya tetapan dielektrik yaitu sekitar 80 untuk air, pelarut polar mengurangi gaya tarik-menarik antara ion dalam kristal yang bermuatan berlawanan seperti natrium klorida. Kloroform mempunyai tetapan dielektrik 5 dan benzena sekitar 1 atau 2, oleh karena itu senyawa ionis praktis tidak larut dalam pelarut ini. •Pelarut polar memecahkan ikatan kovalen dari elektrolit kuat dengan reaksi asam basa karena pelarut ini amfiprotik. Sebagai contoh, air menyebabkan ionisasi HCL sebagai berikut : HCL + H2O H3O + Cl- Asam organik lemah kelihatannya tidak akan terionisasi oleh air, di sini dikenal dengan istilah kelarutan parsial, sebagai pengganti pembentukan ion hidrogen dengan air. Tetapi fenol dan asam karboksilat mudah larut dalam larutan basa kuat. O R C OH + H2O dapat diabaikan 12
  • 11. O O R C OH + NaOH R C O-Na •Akhirnya pelarut polar mampu mengsolvasi molekul dan ion dengan adanya gaya interaksi dipol, terutama pembentukan ion hidrogen, yang menyebabkan kelarutan dari senyawa tersebut. Zat terlarut harus bersifat polar karena seringkali harus bersaing untuk mendapatkan tempat dalam struktur pelarut apabila ikatan dalam molekul pelarut tersebut telah berasosiasi. PELARUT NONPOLAR. Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan zat polar. Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut non polar termasuk dalam golongan pelarut aprotik, dan tidak dapat memnbentuk jembatan hidrogen dengan nonelektrolit. Pelarut aprotik adalah seperti hidrokarbon, tidak menerima juga tidak memberi proton dan dalam keadaan ini menjadi netral, sehingga berguna untuk mempelajari reaksi asam basa yang bebas dari pengaruh pelarut. Oleh karena itu zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut non polar. Tetapi senyawa nonpolar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan dalam yang sama melalui interaksi dipol induksi. Molekul zat terlarut tetap berada dalam larutan dengan adanya sejenis gaya Van Deer Waals - London yang lemah. Maka, minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida, benzena dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut nonpolar. PELARUT SEMIPOLAR. Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contohnya benzena yang mudah dapat dipolarisasikan. Kenyataannya, senyawa semipolar dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan nonpolar. Sesuai dengan itu, aseton menaikkan kelarutan eter dalam air. 13
  • 12. Peribahasa sederhana like dissolves like sekarang dapat disusun kembali dengan menyatakan bahwa kelarutan suatu zat pada umumnya dapat diperkirakan hanya dalam cara kualitatif, setelah mempertimbangkan hal-hal seperti polaritas, tetapan dielektrik, asosiasi, solvasi, tekanan dalam, reaksi asam-basa, dan faktor- faktor lainnya. Singkatnya, kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, stuktur yang menyebabkan interaksi timbal balik antara zat terlarut dan pelarut (Martin,1990). N. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan •Sifat dari solut dan solven Solut yang polar akan larut dalam solven yang polar pula. Misalnya garam- garam anorganik larut dalam air. Solut yang nonpolar larut dalam solven yang nonpolar pula. Misalnya alkaloid basa (umumnya senyawa organik) larut dalam kloroform. •Kosolvensi Kosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan gliserin atau solutio petit. •Kelarutan Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam farmasi umumnya adalah :  Dapat larut dalam air : Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2. Semua garam nitrat larut kecuali nitrat basa. Semua garam sulfat larut kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4.  Tidak larut dalam air : Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3, Na2CO3. Semua oksida dan hidroksida tidak larut kecuali KOH, NaOH, BaO, Ba(OH)2, semua garam fosfat tidak larut kecuali K3PO4, Na3PO3. •Temperatur 14
  • 13. Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut dikatakan bersifat endoterm, karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas. Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut, zat tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada proses kelarutannya menghasilkan panas. Beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan, misalnya :  Zat-zat yang atsiri, contohnya : etanol dan minyak atsiri.  Zat yang terurai, misalnya : natrium karbonas.  Saturatio  Senyawa-senyawa kalsium, misalnya : aqua calsis. •Salting Out Salting Out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila ke dalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh. •Salting In Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solven menjadi lebih besar. Contohnya : riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang mengandung nicotinamida. •Pembentukan Kompleks Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks. Contohnya : iodium larut dalam larutan KI atau NaI jenuh. •Kecepatan Kelarutan Kecepatan kelarutan dipengaruhi oleh :  Ukuran partikel : makin halus solut, makin kecil ukuran partikel; makin luas permukaan solut yang kontak dengan solven, solut makin cepat larut.  Suhu : umumnya kenaikan suhu menambah kenaikan kelarutan solut.  Pengadukan (Martin, 1990). 15
  • 14. O. Kelarutan Cairan dalam Cairan Sering kali satu atau lebih cairan dicampurkan bersama-sama dalam pembuatan larutan farmasetik. Sebagai contoh, alkohol ditambahkan dalam air membentuk larutan hidroalkohol dengan berbagai konsentrasi; minyak menguap dicampur dengan air membentuk larutan encer yang dikenal dengan air beraroma; minyak menguap ditambahkan ke dalam alkohol untuk mendapatkan spirit dan eliksir; eter dan alkohol digabungkan dalam “collodion”; dan berbagai minyak tetap (fixed oil) dicampur menjadi lotion, spray dan minyak obat. P. Kelarutan Zat Padat dalam Cairan Sistem padatan dalam cairan termasuk salah satu yang paling sering ditemui dan mungkin merupakan tipe larutan farmasetik yang paling penting. Kelarutan padatan dalam cairan tidak dapat diramalkan dengan cara yang sangat memuaskan, kecuali mungkin untuk larutan ideal, karena faktor-faktor rumit yang harus dipertimbangkan. Larutan farmasetik terdiri dari berbagai variasi zat terlarut dan pelarut (Martin,1990). Q. Kelarutan dan Temperatur Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah tertentu solven. Pada suatu temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik. Partikel-partikel dari solut secara tetap bergerak melalui larutan dan pada waktu yang bersamaan partikel-partikel solut yang telah berada dalam larutan secara kontinu bertabrakan dengan dan melekat pada solut yang tak terlarut. Meskipun hal ini ditunjukkan kesetimbangan tersebut unttuk zat padat yang larut dalam zat cair, konsep yang sama dapat diterapkan pada setiap tipe larutan, kecuali gas karena semua gas dapat bercampur sempurna. Karena suatu larutan jenuh yang berhubungan dengan kelebihan solut membentuk kesetimbangan dinamik, maka apabila sistem tersebut diganggu, efek 16
  • 15. gangguan tersebut dapat diramalkan berdasarkan kaidah Le Chatelier. Perubahan temperatur merupakan salah satu gangguan. Kita tahu bahwa kenaikan temperatur dapat menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser ke arah yang akan mengadsorbsi panas. Karena, kalau solut tambahan yang ingin melarut dalam larutan jenuh harus mengadsorbsi energi, maka kelarutan zat tersebut akan bertambah jika temperatur dinaikkan. Sebaliknya, jika solut tambahan yang dimasukkan ke dalam larutan jenuh menimbulkan proses eksotermik, maka solut akan menjadi kurang larut jika temperatur dinaikkan. Pada umumnya, kelarutan kebanyakan zat padat dan zat cair dalam solven cair bertambah dengan naiknya temperatur. Untuk gas dalam zat cair, kelakuan yang sebaliknya terjadi. Proses larut untuk gas dalam zat cair hampir selalu bersifat eksotermik, sebab partikel-partikel solut telah terpisah satu sama lain dan efek panas yang dominan akan timbul akibat solvasi yang terjadi apabila gas larut. Kaidah Le Chatelier meramalkan bahwa kenaikan temperatur akan mengakibatkan perubahan endotermik, yang untuk gas terjadi apabila ia meninggalkan larutan. Oleh karena itu, gas-gas menjadi kurang larut jika temperatur zat cair di mana gas dilarutkan menjadi lebih tinggi. Sebagai contoh, mendidihkan air. Gelembung-gelembung kecil tampak pada permukaan panci sebelum pendidihan terjadi. Gelembung-gelembung tersebut mengandung udara yang diusir dari larutan jika air menjadi panas. Kita juga menggunakan kelakuan kelarutan gas yang umum ini apabila kita menyimpan botol yang berisi minuman yang menahan CO2 yang terlarut lebih lama apabila tetap dijaga tetap dingin, sebab CO2 lebih larut pada temperatur-temperatur rendah. lain contoh dari phenomenon ini adalah gas-gas yang terlarut dalam air mengalir dalam telaga- telaga dan dalam sungai-sungai. Kadar oksigen yang terlarut, yang merupakan keharusan bagi kehidupan marine, berkurang dalam bulan-bulan di musim panas, dibanding dengan kadar oksigen selama musim dingin (Moechtar,1989). R. Pengaruh Tekanan Pada Kelarutan Pada umumnya, tekanan mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan zat cair atau zat padat dalam solven zat cair. Tapi, kelarutan gas selalu bertambah 17
  • 16. dengan bertambahnya tekanan. Minuman yang diberi CO2 (effefescens) misalnya, ia dimasukkan ke dalam botol di bawah tekanan untuk meyakinkan adanya CO2 dalam konsentrasi yang tinggi. Sekali botol dibuka, minuman tersebut dengan cepat akan kehilangan gas-gas CO2nya, kecuali kalau ditutup kembali. Bayangkan apabila suatu zat cair dijenuhi dengan solut dan larutan yang berhubungan dengan gas pada beberapa tekanan tertentu. Di sini didapatkan kesetimbangan di mana molekul-molekul solut meninggalkan larutan dan memasuki fase uap dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan molekul gas yang memasuki larutan. Kecepatan molekul memasuki larutan tergantung dari jumlah tabrakan per detik yang dialami gas dengan permukaan zat cair dan demikian pula kecepatan molekul solut yang meninggalkan larutan tergantung dari konsentrasinya. Apabila kita tambah tekanan gasnya, molekul-molekulnya akan lebih didekatkan satu sama lain dalam jumlah tabrakan per detik antara molekul-molekul gas dengan permukaan zat cair lebih besar. Jika hal ini terjadi, kecepatan molekul solut (gas) memasuki larutan juga menjadi lebih besar, tidak sebanding dengan kecepatannya meninggalkan air. sebagai hasilnya konsentrasi dari molekul solut dalam larutan naik sampai kecepatannya memasuki larutan. Hubungan kelarutan gas dengan tekanan juga dapat diterangkan dengan menggunakan kaidah Le Chatelier. Kita dapat menyatakan kesetimbangannya dengan persamaan sebagai berikut : Solut (g) + solven (c) ↔ larutan (c) Menurut kaidah Le Chatelier, suatu kenaikan tekanan pada sistem tersebut pada keadaan kesetimbangannya menyebabkan posisi kesetimbangannya menggeser ke arah yang menyebabkan penurunan tekanan. Jika reaksi berlangsung kanan maka lebih banyak solut gas yang larut, jumlah solut dalam fase gas akan berkurang. Suatu pengurangan jumlah mol gas yang menyebabkan penurunan tekanan. Jadi suatu penambahan tekanan dari luar akan menyebabkan kenaikan kelarutan gas, dan proses inilah yang menyebabkan tekanan turun ke arah harga semula. Secara kuantitatif, pengaruh tekanan pada kelarutan gas diberikan oleh hukum Henry, yang menyatakan bahwa konsentrasi solut (gas) dalam larutan Cg, 18
  • 17. adalah berbanding lurus dengan tekanan parsiil dari gas yang berada di atas larutan, yaitu : Cg = KgPg Dimana Kg adalah tetapan hukum Henry. Hubungan ini memungkinkan kita menghitung kelarutan gas pada tekanan tertentu, asal kita tahu kelarutannya beberapa pada tekanan lain (Moechtar,1989). 19