SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 7
BAB V
                                  PEMBAHASAN


      Kelarutan suatu zat merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu
proses formulasi sediaan obat. Karena ini digunakan untuk memperkirakan
kecepatan absorpsi obat dan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
ketersediaan hayati suatu obat di dalam tubuh. Ketersediaan hayati sangat
tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum
diserap ke dalam tubuh.
      Kelarutan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu dan secara kualitatif didefinisikan sebagai
molekuler homogen. Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu
menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan pelarut
tersebut. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh.
      Kelarutan suatu zat terutama obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas
dari pelarut, yaitu oleh momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut
ionik dan zat polar lain. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen
merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas
yang direfleksikan dalam dipol momen yang tinggi.
      Selain itu, kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia
zat terlarut dan pelarut. Selain itu, juga bergantung pada faktor temperatur,
tekanan, pH, dan untuk jumlah yang kecil bergantung pada terbaginya zat terlarut.
Salah satu sifat fisika yang mempengaruhi kelarutan adalah konstanta dielektrik
pelarut. Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi yang merupakan
rasio antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cy). Konstanta
dielektrik dapat dirumuskan sebagai berikut.

                                              Cx
                                          ε
                                              Cv

     Konstanta dielektrik berhubungan dengan kepolaran suatu zat. Zat yang
memilki konstanta dielektrik dengan nilai yang tinggi merupakan zat yang bersifat


                                                                               29
polar. Sebaliknya, zat yang konstanta dielektriknya rendah merupakan senyawa
nonpolar. Senyawa yang digunakan dalam percobaan ini adalah asetosal.
Sedangkan pelarut yang digunakan merupakan pelarut campur sebanyak 100 ml
yang terdiri dari air, alkohol, dan propilen glikol. Pelarut campur dibuat dalam
tujuh komposisi yang berbeda-beda seperti pada tabel berikut.

                 Air                 Alkohol 95%                 Propilenglikol
                 60                         0                         40
                 60                        20                         20
                 60                        40                          0

     Cairan propilenglikol memiliki sifat           yang lebih kental cairannya
dibandingkan air dan alkohol. Pada saat pencampuran ketiga cairan,
propilenglikol     tidak   bisa   cepat   larut,   diperlukan   pengocokan    untuk
menghomogenkan cairan tersebut.
     Semakin rendah konstanta dielektrik pelarut campur yang digunakan,
semakin besar konsentrasi asetosal yang dapat larut di dalamnya. Hal ini
disebabkan karena asetosal sukar larut dalam air, namun mudah larut dalam
etanol. Sehingga, semakin banyak jumlah etanol dalam pelarut campur, semakin
besar konsentrasi asetosal terlarut. Konstanta dielektrik etanol memiliki nilai yang
rendah sehingga semakin besar jumlah etanol dalam pelarut campur, semakin
rendah konstanta dielektrik dari pelarut campuran.
     Pada suatu campuran pelarut, tetapan dielektrik campuran merupakan hasil
penjumlahan tetapan dielektrik masing-masing bahan pelarut sesudah dikalikan
dengan % volume setiap komponen pelarut. Sehingga, dari komposisi pelarut
yang digunakan dalam pelarut campur, konstanta dielektrik dari pelarut campur
dapat ditentukan.
     Untuk mengukur kelarutan asetosal dalam campuran pelarut maupun
kelarutan asam benzoat ketika adanya penambahan surfaktan, dilakukan proses
titrasi. Dalam hal ini, titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Pembuatan NaOH
0,1 N dilakukan dengan melarutkan 400 mg NaOH ke dalam 100 ml air, lalu
diaduk hingga homogen. Konsentrasi ini diperoleh dari perhitungan berikut:


                                                                                  30
g = N x V x BE
       = 0,1 N x 0,1 L x (40/1)
       = 0,4 g

     Pertama kali uji kelarutan dilakukan dengan melarutkan asetosal ke dalam
masing-masing pelarut campur sedikit demi sedikit. Ternyata, asetosal tidak
mampu melarut ke dalam pelarut campuran. Oleh karena itu, larutan kemudian
dilarutkan menggunakan mixer selama 5 menit sampai diperoleh larutan jenuh.
Larutan jenuh ini ditandai dengan adanya asetosal yang tidak dapat melarut lagi.
Larutan jenuh yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring, tujuan dari
penyaringan ini untuk memisahkan serbuk asetosal yang tidak larut lagi dalam
larutan jenuh sehingga hasil yang akan diukur hanyalah dalam bentuk larutan saja.
Larutan jenuh asetosal kemudian ditambahkan indikator fenoftalein sebanyak 2
tetes, diaduk sampai homogen. Selanjutnya dilakukan titrasi sampai terjadi
perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda. Titrasi yang dilakukan
adalah titrasi asam basa yaitu titrasi terhadap kelarutan asetosal terhadap larutan
yang berasal dari basa dengan menggunakan indikator fenoftalein. Indikator
fenoftalein dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar antara 8-10.
Fenoftalein ini berfungsi untuk mempercepat reaksi, selain itu menetapkan atau
mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah
titik di mana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandai
dengan terjadinya perubahan warna.
     Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah terjadinya penguapan
pada alkohol, karena sifat alkohol yang sangat mudah menguap. Volume NaOH
yang dibutuhkan untuk menitrasi asetosal dalam berbagai konsentrasi pelarut
campur berbeda-beda.
     Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh praktikan, ada
salah satu pengamatan yang tidak sesuai dengan hasil yang diinginkan yakni pada
pengerjaan yang dilakukan oleh kelompok II. Seharusnya untuk komposisi pelarut
campur, dibutuhkan volume NaOH yang semakin meningkat. Namun pada
komposisi air 60 ml, alkohol 40 ml justru semakin menurun. Hal ini disebabkan



                                                                                31
pada NaOH yang digunakan telah terkontaminasi indikator fenoftalein. Lain lagi,
pada kelompok I, di mana awalnya volume NaOH yang dibutuhkan meningkat
namun menjadi konstan atau stagnan dengan volume NaOH sebesar 96 ml.
      Bila dilihat dari grafik percobaan dapat disimpulkan bahwa grafik yang
tepat di mana dengan adanya komposisi pelarut campur dengan perbandingan
yang telah ditentukan, maka tingkat kebutuhan volume NaOH untuk melarutkan
asetosal akan semakin meningkat. Dalam hal ini, terdapat beberapa grafik dari
empat kelompok yang dapat diurutkan sesuai hal yang diharapkan yaitu grafik
dari kelompok IV, III, I, dan II.
      Volume NaOH yang dibutuhkan hanya sedikit untuk asetosal dengan pelarut
campur yang kandungan airnya lebih banyak. Sebaliknya apabila pada komposisi
pelarut campur terdapat banyak volume alkohol, maka volume NaOH yang
dibutuhkan semakin banyak. Pada percobaan ini menujukkan titik ekuivalen
dengan waktu yang lama, sehingga memerlukan volume NaOH yang cukup
banyak. Hal ini disebabkan karena NaOH lebih mudah bereaksi dengan air
dibanding alkohol.
      Asetosal sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam alkohol, oleh karena
itu banyaknya volume titran (NaOH) yang dibutuhkan dipengaruhi oleh kelarutan
dari asetosal tersebut. Kandungan alkohol pada pelarut campur yang banyak
menyebabkan asetosal yang terlarut pun semakin banyak dan ikatannya semakin
kuat, sehingga pada saat dititrasi dengan NaOH ikatan akan sulit dipisahkan.
Berbeda dengan apabila kandungan air lebih banyak maka volume NaOH yang
dibutuhkan semakin sedikit karena asetosal yang terkandung dalam pelarut lebih
sedikit. Dengan demikian titrasi yang terjadi hanya pada NaOH dan air.
Sedangkan asetosal dalam bentuk asam bebas.
      Bila dilihat dari grafik atas dasar pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan diketahui penggunaan alkohol yang terdapat dalam pelarut campur
meningkatkan kelarutan asetosal.
      Pada percobaan asetosal dengan menggunakan pelarut campur yaitu air,
alkohol, dan propilenglikol, faktor yang mempengaruhi kelarutan yang ingin
diketahui adalah jenis pelarutnya. Dari percobaan pertama ini dapat diketahui


                                                                               32
bahwa kelarutan suatu zat dapat meningkat apabila digunakan campuran pelarut
dengan perbandingan yang tepat. Namun, jika campuran yang digunakan
perbandingannya tidak tepat, kemungkinan kelarutan zat tersebut bisa saja tidak
meningkat atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.
     Seringkali zat terlarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam
satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (Co-solvency).
Campuran pelarut ini banyak digunakan pada campuran pelarut obat. Co-solvency
dapat dipandang sebagai modifikasi polaritas sistem pelarut terhadap zat pelarut
atau terbentuknya pelarut baru yang terjadinya interaksi antar masing-masing
individu pelarut dalam sistem campuran tidak mudah diduga. Dengan demikian
co-solvency adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan pelarutan karena adanya
penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut.
     Uji kelarutan yang kedua dilakukan pada asam benzoat dengan penambahan
surfaktan. Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan
kelarutan. Apabila surfaktan didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah
maka akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke
arah air dan bagian non polar ke arah udara. Kumpulan surfaktan akan
membentuk lapisan monomolekuler. Selanjutnya bila permukaan cairan telah
jenuh dengan molekul surfaktan maka molekul yang berada dalam cairan
membentuk agregat disebut misel. Konsentrasi saat misel terbentuk disebut
Konsentrasi Misel Kritik (KMK).
     Sifat penting misel yaitu kemampuan dalam menaikkan kelarutan zat-zat
yang sukar larut dalam air proses ini dikenal dengan solubilisasi miselar.
Solubilisasi terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi dengan misel
membentuk larutan jernih dan stabil secara termodinamika. Lokasi molekul zat
terlarut dalam misel tergantung pada polaritas zat tersebut. Titik KMK adalah titik
di mana penambahan surfaktan tidak lagi mempengaruhi tegangan permukaan.
Setelah dilalui titik KMK maka penambahan surfaktan berpengaruh terhadap
solubilisasi miselar di mana pada keadaan ini akan terjadi pelarutan spontan zat
melalui interaksi misel dan surfaktan.




                                                                                33
Pada uji kelarutan dengan penambahan surfaktan menggunakan tween-80
dengan konsentrasi yang berbeda-beda untuk menguji kelarutan asam benzoat.
Asam benzoat adalah zat yang larut dalam 350 bagian air dan 3 bagian etanol.
Tween-80 dapat melarutkan tegangan antarmuka antara obat ke medium sekaligus
membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel larut ke dalam
medium.
     Pada tabel hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa tween 80 dapat
meningkatkan kelarutan dari asam benzoat. Perubahan konsentrasi asam benzoat
terlihat signifikan setiap penambahan konsentrasi tween 80 yang semakin besar.
Konsentrasi terendah terdapat pada larutan asam benzoat dengan penambahan
Tween 80 sebanyak 10 %, sedangkan tertinggi terdapat pada penambahan Tween
80 100 %. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada percobaan ini yang
menggunakan Tween 80 konsentrasi 10 %, 50 %, dan 100 % untuk menaikkan
kelarutan, yang optimum adalah pada penambahan Tween 80 100 %. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena mekanisme solubilisasi miselar. Kadar di bawah
CMC (Critical Micelle Concentration) surfaktan dapat meningkatkan kelarutan
obat yang mana untuk Tween 80 terjadi pada konsentrasi 100 %.
     Semakin besar konsentrasi surfaktan yang dimasukan ke dalam larutan asam
benzoat , semakin besar juga volume NaOH pada saat dilakukan titrasi asam basa.
Hal ini menujukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan, maka semakin
tinggi juga kelarutan dari asam benzoat. Ini terjadi karena surfaktan merupakan
molekul ampifilik yaitu memiliki gugus hidrofil (suka air/polar) dan memiliki
gugus lipofil (suka minyak/non polar) sehingga surfaktan memiliki afinitas
dengan pelarut polar (air) ataupun nonpolar (minyak). Namun jika dilihat pada
grafik ada beberapa percobaan yang garisnya tidak naik ke atas. Hal ini dapat
disebabkan oleh :

-    Konsentrasi surfaktan yang tidak sesuai dengan aslinya, dimana tween-80
     masih ada pada kaca arloji sehingga konsentrasi tween-80 berkurang.

-    Adanya kontaminasi indikator fenoftalein pada buret berisi NaOH sehingga
     reaksi lebih cepat terjadi.



                                                                            34
Berdasarkan grafik di atas konsentrasi asam benzoat akan semakin
meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi surfaktan. Grafik setelah naik
akan memperlihatkan garis lurus yang berarti konsentrasinya semakin konstan.
Kadar kelarutan asam benzoat paling optimum terdapat pada larutan dengan
konsentrasi surfaktan 100 mg/ 100 ml. Grafik ini tepat ditunjukkan pada hasil
percobaan yang dilakukan oleh kelompok IV. Sedangkan, pada hasil percobaan
yang lain grafik mengalami naik-turun sehingga tidak tepat dengan hasil yang
diinginkan juga literatur yang ada.
       Adapun faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan di samping konstanta
dieletrik pelarut, adapula akibat pengaruh pH, temperatur, jenis pelarut (pada
percobaan pertama), bentuk dan ukuran partikel (misalnya saja asetosal dan asam
benzoat), surfaktan, serta efek garam. Semakin kecil ukuran partikel zat maka
akan mempercepat kelarutan zat itu sendiri. Dan dengan adanya garam justru
dapat mengurangi kelarutan zat tersebut.
       Semakin tinggi pH maka semakin meningkat kelarutan asetosal maupun
asam benzoat. Hal ini terjadi karena suatu zat aktif yang memiliki kelarutan asam
maka kelarutannya pun akan tinggi.
      Kelarutan asam-asam organik lemah dalam air akan bertambah dengan
naiknya pH. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya garam yang mudah terlarut
dalam air. Sedangkan basa-basa organik pada umumnya sukar larut dalam air.
Bila pH diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam
yang mudah larut dalam air.
      Kelarutan dipengaruhi pH karena adanya reaksi asam basa yang membuat
asetosal maupun asam benzoat berikatan dengan basa membentuk molekul garam
dan air. Dalam hal ini kedua zat tersebut dapat terionisasi sehingga dapat mudah
larut dalam air.
      Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperatur.
Semakin tinggi temperatur maka semakin tinggi pula kelarutan.




                                                                              35

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

laporan praktikum titrasi pengendapan
laporan praktikum titrasi pengendapanlaporan praktikum titrasi pengendapan
laporan praktikum titrasi pengendapanwd_amaliah
 
Laporan resmi elixir paracetamol
Laporan resmi elixir paracetamolLaporan resmi elixir paracetamol
Laporan resmi elixir paracetamolKezia Hani Novita
 
Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul DeLas Rac
 
Farmasi fisika-kelarutan
Farmasi fisika-kelarutanFarmasi fisika-kelarutan
Farmasi fisika-kelarutanuus17F
 
Penentuan Konsentrasi Kritis Misel (CMC) Surfaktan
Penentuan Konsentrasi Kritis Misel (CMC) SurfaktanPenentuan Konsentrasi Kritis Misel (CMC) Surfaktan
Penentuan Konsentrasi Kritis Misel (CMC) SurfaktanAhmad Dzikrullah
 
Laporan resmi asetaldehid
Laporan resmi asetaldehidLaporan resmi asetaldehid
Laporan resmi asetaldehidHafni Zuhroh
 
Laporan praktikum farmasi fisika kelarutan 2
Laporan praktikum farmasi fisika kelarutan 2Laporan praktikum farmasi fisika kelarutan 2
Laporan praktikum farmasi fisika kelarutan 2Mina Audina
 
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basa
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basaAnalisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basa
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basaMeiseti Awan
 
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRIMakalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRIElvarinna Permata
 
Titrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin cTitrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin cqlp
 
30435971 farmasi-fisika-kelarutan
30435971 farmasi-fisika-kelarutan30435971 farmasi-fisika-kelarutan
30435971 farmasi-fisika-kelarutanYaumil Fajri
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Sapan Nada
 
Sediaan semi solid
Sediaan semi solidSediaan semi solid
Sediaan semi solidDokter Tekno
 
laporan praktikum penentuan gugus fungsi
laporan praktikum penentuan gugus fungsilaporan praktikum penentuan gugus fungsi
laporan praktikum penentuan gugus fungsiWd-Amalia Wd-Amalia
 
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsaEka Selvina
 

La actualidad más candente (20)

laporan praktikum titrasi pengendapan
laporan praktikum titrasi pengendapanlaporan praktikum titrasi pengendapan
laporan praktikum titrasi pengendapan
 
Laporan resmi elixir paracetamol
Laporan resmi elixir paracetamolLaporan resmi elixir paracetamol
Laporan resmi elixir paracetamol
 
Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul
 
Farmasi fisika-kelarutan
Farmasi fisika-kelarutanFarmasi fisika-kelarutan
Farmasi fisika-kelarutan
 
Penentuan Konsentrasi Kritis Misel (CMC) Surfaktan
Penentuan Konsentrasi Kritis Misel (CMC) SurfaktanPenentuan Konsentrasi Kritis Misel (CMC) Surfaktan
Penentuan Konsentrasi Kritis Misel (CMC) Surfaktan
 
Laporan resmi asetaldehid
Laporan resmi asetaldehidLaporan resmi asetaldehid
Laporan resmi asetaldehid
 
Laporan praktikum farmasi fisika kelarutan 2
Laporan praktikum farmasi fisika kelarutan 2Laporan praktikum farmasi fisika kelarutan 2
Laporan praktikum farmasi fisika kelarutan 2
 
Emulsi Farmasi
Emulsi FarmasiEmulsi Farmasi
Emulsi Farmasi
 
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basa
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basaAnalisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basa
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basa
 
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRIMakalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
 
Suppo
SuppoSuppo
Suppo
 
Uji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan SuspensiUji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan Suspensi
 
Titrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin cTitrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin c
 
Emulsi
Emulsi Emulsi
Emulsi
 
30435971 farmasi-fisika-kelarutan
30435971 farmasi-fisika-kelarutan30435971 farmasi-fisika-kelarutan
30435971 farmasi-fisika-kelarutan
 
Larutan ( solution )
Larutan ( solution )Larutan ( solution )
Larutan ( solution )
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
 
Sediaan semi solid
Sediaan semi solidSediaan semi solid
Sediaan semi solid
 
laporan praktikum penentuan gugus fungsi
laporan praktikum penentuan gugus fungsilaporan praktikum penentuan gugus fungsi
laporan praktikum penentuan gugus fungsi
 
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
 

Destacado

Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)Eva Apriliyana Rizki
 
Farmasi fisika i
Farmasi fisika iFarmasi fisika i
Farmasi fisika iDevita Suba
 
laporan kimia fisik - Kelarutan sebagai fungsi temperatur
laporan kimia fisik - Kelarutan sebagai fungsi temperaturlaporan kimia fisik - Kelarutan sebagai fungsi temperatur
laporan kimia fisik - Kelarutan sebagai fungsi temperaturqlp
 
1.sifat fisika+kimia obat
1.sifat fisika+kimia obat1.sifat fisika+kimia obat
1.sifat fisika+kimia obatCweh Imitasi
 
Adsorpsi kimia fisik
Adsorpsi kimia fisikAdsorpsi kimia fisik
Adsorpsi kimia fisikiriadiirwan
 
Laporan farmasi fisika stabilitas
Laporan farmasi fisika stabilitasLaporan farmasi fisika stabilitas
Laporan farmasi fisika stabilitasMina Audina
 
Dapar dan larutan 2
Dapar dan larutan 2Dapar dan larutan 2
Dapar dan larutan 2Dilla Novita
 
Laporan praktikum destilasi sederhana
Laporan praktikum destilasi sederhanaLaporan praktikum destilasi sederhana
Laporan praktikum destilasi sederhanaasterias
 
kumpulan soal hukum-hukum gas
kumpulan soal hukum-hukum gaskumpulan soal hukum-hukum gas
kumpulan soal hukum-hukum gasRfebiola
 

Destacado (12)

Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iii kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Farmasi fisika i
Farmasi fisika iFarmasi fisika i
Farmasi fisika i
 
Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab i kelarutan (Farmasi Fisika)
 
laporan kimia fisik - Kelarutan sebagai fungsi temperatur
laporan kimia fisik - Kelarutan sebagai fungsi temperaturlaporan kimia fisik - Kelarutan sebagai fungsi temperatur
laporan kimia fisik - Kelarutan sebagai fungsi temperatur
 
1.sifat fisika+kimia obat
1.sifat fisika+kimia obat1.sifat fisika+kimia obat
1.sifat fisika+kimia obat
 
Adsorpsi kimia fisik
Adsorpsi kimia fisikAdsorpsi kimia fisik
Adsorpsi kimia fisik
 
Laporan farmasi fisika stabilitas
Laporan farmasi fisika stabilitasLaporan farmasi fisika stabilitas
Laporan farmasi fisika stabilitas
 
Dapar dan larutan 2
Dapar dan larutan 2Dapar dan larutan 2
Dapar dan larutan 2
 
Kesetimbangan fase
Kesetimbangan faseKesetimbangan fase
Kesetimbangan fase
 
Laporan praktikum destilasi sederhana
Laporan praktikum destilasi sederhanaLaporan praktikum destilasi sederhana
Laporan praktikum destilasi sederhana
 
Larutan dan Kelarutan
Larutan dan KelarutanLarutan dan Kelarutan
Larutan dan Kelarutan
 
kumpulan soal hukum-hukum gas
kumpulan soal hukum-hukum gaskumpulan soal hukum-hukum gas
kumpulan soal hukum-hukum gas
 

Similar a Kelarutan dan Pelarut Campuran

LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA TAHUN AJARAN 2022.docx
LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA TAHUN AJARAN 2022.docxLAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA TAHUN AJARAN 2022.docx
LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA TAHUN AJARAN 2022.docxkeishanadine186
 
Laporan farmasi fisika kelarutan 3
Laporan farmasi fisika kelarutan 3Laporan farmasi fisika kelarutan 3
Laporan farmasi fisika kelarutan 3Mina Audina
 
Laporan standar sekunder
Laporan standar sekunderLaporan standar sekunder
Laporan standar sekunderaji indras
 
Alkalimetri
AlkalimetriAlkalimetri
AlkalimetriRidwan
 
BAB VI LARUTAN rev.docx
BAB VI LARUTAN rev.docxBAB VI LARUTAN rev.docx
BAB VI LARUTAN rev.docxSigitPurnomo65
 
LAPORAN asidi alkalimetri
LAPORAN asidi alkalimetriLAPORAN asidi alkalimetri
LAPORAN asidi alkalimetriqlp
 
Laporan Praktikum Kimia_Titrasi asam basa
Laporan Praktikum Kimia_Titrasi asam basaLaporan Praktikum Kimia_Titrasi asam basa
Laporan Praktikum Kimia_Titrasi asam basaFeren Jr
 
Kelarutan Intrinsik Obat
Kelarutan Intrinsik ObatKelarutan Intrinsik Obat
Kelarutan Intrinsik ObatRidwan
 
PPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptx
PPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptxPPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptx
PPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptxaliandosaputra
 
Kelarutan 1.pdf
Kelarutan 1.pdfKelarutan 1.pdf
Kelarutan 1.pdfDonaPiter
 
SIFAT_KOLIGATIF_LARUTAN.docx
SIFAT_KOLIGATIF_LARUTAN.docxSIFAT_KOLIGATIF_LARUTAN.docx
SIFAT_KOLIGATIF_LARUTAN.docxdanny110359
 

Similar a Kelarutan dan Pelarut Campuran (20)

Titrasi asam basa
Titrasi asam basaTitrasi asam basa
Titrasi asam basa
 
Laporan titrasi
Laporan titrasiLaporan titrasi
Laporan titrasi
 
LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA TAHUN AJARAN 2022.docx
LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA TAHUN AJARAN 2022.docxLAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA TAHUN AJARAN 2022.docx
LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA TAHUN AJARAN 2022.docx
 
Laporan farmasi fisika kelarutan 3
Laporan farmasi fisika kelarutan 3Laporan farmasi fisika kelarutan 3
Laporan farmasi fisika kelarutan 3
 
Laporan standar sekunder
Laporan standar sekunderLaporan standar sekunder
Laporan standar sekunder
 
Alkalimetri
AlkalimetriAlkalimetri
Alkalimetri
 
4 fungsi-suhu
4 fungsi-suhu4 fungsi-suhu
4 fungsi-suhu
 
BAB VI LARUTAN rev.docx
BAB VI LARUTAN rev.docxBAB VI LARUTAN rev.docx
BAB VI LARUTAN rev.docx
 
Sifat Kologatif Larutan
Sifat Kologatif LarutanSifat Kologatif Larutan
Sifat Kologatif Larutan
 
LAPORAN asidi alkalimetri
LAPORAN asidi alkalimetriLAPORAN asidi alkalimetri
LAPORAN asidi alkalimetri
 
Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab vi kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Makalah titrasi asam basa
Makalah titrasi asam basaMakalah titrasi asam basa
Makalah titrasi asam basa
 
Laporan Praktikum Kimia_Titrasi asam basa
Laporan Praktikum Kimia_Titrasi asam basaLaporan Praktikum Kimia_Titrasi asam basa
Laporan Praktikum Kimia_Titrasi asam basa
 
Kelarutan Intrinsik Obat
Kelarutan Intrinsik ObatKelarutan Intrinsik Obat
Kelarutan Intrinsik Obat
 
PPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptx
PPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptxPPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptx
PPT_Larutan dan Sifat Koligatif Larutan_KIMIA FISIKA.pptx
 
Kelarutan 1.pdf
Kelarutan 1.pdfKelarutan 1.pdf
Kelarutan 1.pdf
 
Kelarutan
KelarutanKelarutan
Kelarutan
 
pembuatan larutan.docx
pembuatan larutan.docxpembuatan larutan.docx
pembuatan larutan.docx
 
SIFAT_KOLIGATIF_LARUTAN.docx
SIFAT_KOLIGATIF_LARUTAN.docxSIFAT_KOLIGATIF_LARUTAN.docx
SIFAT_KOLIGATIF_LARUTAN.docx
 
Percobaan 2 kimdas
Percobaan 2 kimdasPercobaan 2 kimdas
Percobaan 2 kimdas
 

Más de Eva Apriliyana Rizki

Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)Eva Apriliyana Rizki
 
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)Eva Apriliyana Rizki
 
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)Eva Apriliyana Rizki
 

Más de Eva Apriliyana Rizki (20)

Autoimun dan Hipersensitivitas
Autoimun dan HipersensitivitasAutoimun dan Hipersensitivitas
Autoimun dan Hipersensitivitas
 
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
Bahan Diskusi Farmakognosi (Metode Ekstraksi)
 
Makalah dermatitis atopik part 1
Makalah dermatitis atopik part 1Makalah dermatitis atopik part 1
Makalah dermatitis atopik part 1
 
Makalah dermatitis atopik part 2
Makalah dermatitis atopik part 2Makalah dermatitis atopik part 2
Makalah dermatitis atopik part 2
 
Presentasi Mr Tys
Presentasi Mr TysPresentasi Mr Tys
Presentasi Mr Tys
 
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
Kata pengantar kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Judul kelarutan (Farmasi Fisika)
Judul kelarutan (Farmasi Fisika)Judul kelarutan (Farmasi Fisika)
Judul kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Daftar pustaka (Farmasi Fisika)
Daftar pustaka (Farmasi Fisika)Daftar pustaka (Farmasi Fisika)
Daftar pustaka (Farmasi Fisika)
 
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
Daftar isi kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab iv kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab ii kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Tabel (laporan) Farmasi Fisika
Tabel (laporan) Farmasi FisikaTabel (laporan) Farmasi Fisika
Tabel (laporan) Farmasi Fisika
 
Bab ii kelarutan
Bab ii kelarutanBab ii kelarutan
Bab ii kelarutan
 
Laporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi FarmasiLaporan Teknologi Farmasi
Laporan Teknologi Farmasi
 
Presentasi Farmakognosi
Presentasi FarmakognosiPresentasi Farmakognosi
Presentasi Farmakognosi
 
Presentation Laktosa
Presentation LaktosaPresentation Laktosa
Presentation Laktosa
 
Resume jurnal ilmiah laktosa
Resume jurnal ilmiah laktosaResume jurnal ilmiah laktosa
Resume jurnal ilmiah laktosa
 
Jurnal Ilmiah Tentang Laktosa
Jurnal Ilmiah Tentang LaktosaJurnal Ilmiah Tentang Laktosa
Jurnal Ilmiah Tentang Laktosa
 
Jintan
JintanJintan
Jintan
 
Buncis
BuncisBuncis
Buncis
 

Último

KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptPPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptTriUmiana1
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxrobert531746
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxUswaTulFajri
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilancahyadewi17
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxnadiasariamd
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptRaniNarti
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...WulanNovianti7
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiAviyudaPrabowo1
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppticha582186
 
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfdr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfMeboix
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptAyuMustika17
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxLinaWinarti1
 
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxghinaalmiranurdiani
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFRisaFatmasari
 

Último (16)

KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptPPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
 
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfdr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
 
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
 

Kelarutan dan Pelarut Campuran

  • 1. BAB V PEMBAHASAN Kelarutan suatu zat merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu proses formulasi sediaan obat. Karena ini digunakan untuk memperkirakan kecepatan absorpsi obat dan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hayati suatu obat di dalam tubuh. Ketersediaan hayati sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Kelarutan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu dan secara kualitatif didefinisikan sebagai molekuler homogen. Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan pelarut tersebut. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh. Kelarutan suatu zat terutama obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan dalam dipol momen yang tinggi. Selain itu, kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut. Selain itu, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH, dan untuk jumlah yang kecil bergantung pada terbaginya zat terlarut. Salah satu sifat fisika yang mempengaruhi kelarutan adalah konstanta dielektrik pelarut. Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi yang merupakan rasio antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cy). Konstanta dielektrik dapat dirumuskan sebagai berikut. Cx ε Cv Konstanta dielektrik berhubungan dengan kepolaran suatu zat. Zat yang memilki konstanta dielektrik dengan nilai yang tinggi merupakan zat yang bersifat 29
  • 2. polar. Sebaliknya, zat yang konstanta dielektriknya rendah merupakan senyawa nonpolar. Senyawa yang digunakan dalam percobaan ini adalah asetosal. Sedangkan pelarut yang digunakan merupakan pelarut campur sebanyak 100 ml yang terdiri dari air, alkohol, dan propilen glikol. Pelarut campur dibuat dalam tujuh komposisi yang berbeda-beda seperti pada tabel berikut. Air Alkohol 95% Propilenglikol 60 0 40 60 20 20 60 40 0 Cairan propilenglikol memiliki sifat yang lebih kental cairannya dibandingkan air dan alkohol. Pada saat pencampuran ketiga cairan, propilenglikol tidak bisa cepat larut, diperlukan pengocokan untuk menghomogenkan cairan tersebut. Semakin rendah konstanta dielektrik pelarut campur yang digunakan, semakin besar konsentrasi asetosal yang dapat larut di dalamnya. Hal ini disebabkan karena asetosal sukar larut dalam air, namun mudah larut dalam etanol. Sehingga, semakin banyak jumlah etanol dalam pelarut campur, semakin besar konsentrasi asetosal terlarut. Konstanta dielektrik etanol memiliki nilai yang rendah sehingga semakin besar jumlah etanol dalam pelarut campur, semakin rendah konstanta dielektrik dari pelarut campuran. Pada suatu campuran pelarut, tetapan dielektrik campuran merupakan hasil penjumlahan tetapan dielektrik masing-masing bahan pelarut sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut. Sehingga, dari komposisi pelarut yang digunakan dalam pelarut campur, konstanta dielektrik dari pelarut campur dapat ditentukan. Untuk mengukur kelarutan asetosal dalam campuran pelarut maupun kelarutan asam benzoat ketika adanya penambahan surfaktan, dilakukan proses titrasi. Dalam hal ini, titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Pembuatan NaOH 0,1 N dilakukan dengan melarutkan 400 mg NaOH ke dalam 100 ml air, lalu diaduk hingga homogen. Konsentrasi ini diperoleh dari perhitungan berikut: 30
  • 3. g = N x V x BE = 0,1 N x 0,1 L x (40/1) = 0,4 g Pertama kali uji kelarutan dilakukan dengan melarutkan asetosal ke dalam masing-masing pelarut campur sedikit demi sedikit. Ternyata, asetosal tidak mampu melarut ke dalam pelarut campuran. Oleh karena itu, larutan kemudian dilarutkan menggunakan mixer selama 5 menit sampai diperoleh larutan jenuh. Larutan jenuh ini ditandai dengan adanya asetosal yang tidak dapat melarut lagi. Larutan jenuh yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring, tujuan dari penyaringan ini untuk memisahkan serbuk asetosal yang tidak larut lagi dalam larutan jenuh sehingga hasil yang akan diukur hanyalah dalam bentuk larutan saja. Larutan jenuh asetosal kemudian ditambahkan indikator fenoftalein sebanyak 2 tetes, diaduk sampai homogen. Selanjutnya dilakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda. Titrasi yang dilakukan adalah titrasi asam basa yaitu titrasi terhadap kelarutan asetosal terhadap larutan yang berasal dari basa dengan menggunakan indikator fenoftalein. Indikator fenoftalein dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar antara 8-10. Fenoftalein ini berfungsi untuk mempercepat reaksi, selain itu menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik di mana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah terjadinya penguapan pada alkohol, karena sifat alkohol yang sangat mudah menguap. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi asetosal dalam berbagai konsentrasi pelarut campur berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh praktikan, ada salah satu pengamatan yang tidak sesuai dengan hasil yang diinginkan yakni pada pengerjaan yang dilakukan oleh kelompok II. Seharusnya untuk komposisi pelarut campur, dibutuhkan volume NaOH yang semakin meningkat. Namun pada komposisi air 60 ml, alkohol 40 ml justru semakin menurun. Hal ini disebabkan 31
  • 4. pada NaOH yang digunakan telah terkontaminasi indikator fenoftalein. Lain lagi, pada kelompok I, di mana awalnya volume NaOH yang dibutuhkan meningkat namun menjadi konstan atau stagnan dengan volume NaOH sebesar 96 ml. Bila dilihat dari grafik percobaan dapat disimpulkan bahwa grafik yang tepat di mana dengan adanya komposisi pelarut campur dengan perbandingan yang telah ditentukan, maka tingkat kebutuhan volume NaOH untuk melarutkan asetosal akan semakin meningkat. Dalam hal ini, terdapat beberapa grafik dari empat kelompok yang dapat diurutkan sesuai hal yang diharapkan yaitu grafik dari kelompok IV, III, I, dan II. Volume NaOH yang dibutuhkan hanya sedikit untuk asetosal dengan pelarut campur yang kandungan airnya lebih banyak. Sebaliknya apabila pada komposisi pelarut campur terdapat banyak volume alkohol, maka volume NaOH yang dibutuhkan semakin banyak. Pada percobaan ini menujukkan titik ekuivalen dengan waktu yang lama, sehingga memerlukan volume NaOH yang cukup banyak. Hal ini disebabkan karena NaOH lebih mudah bereaksi dengan air dibanding alkohol. Asetosal sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam alkohol, oleh karena itu banyaknya volume titran (NaOH) yang dibutuhkan dipengaruhi oleh kelarutan dari asetosal tersebut. Kandungan alkohol pada pelarut campur yang banyak menyebabkan asetosal yang terlarut pun semakin banyak dan ikatannya semakin kuat, sehingga pada saat dititrasi dengan NaOH ikatan akan sulit dipisahkan. Berbeda dengan apabila kandungan air lebih banyak maka volume NaOH yang dibutuhkan semakin sedikit karena asetosal yang terkandung dalam pelarut lebih sedikit. Dengan demikian titrasi yang terjadi hanya pada NaOH dan air. Sedangkan asetosal dalam bentuk asam bebas. Bila dilihat dari grafik atas dasar pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan diketahui penggunaan alkohol yang terdapat dalam pelarut campur meningkatkan kelarutan asetosal. Pada percobaan asetosal dengan menggunakan pelarut campur yaitu air, alkohol, dan propilenglikol, faktor yang mempengaruhi kelarutan yang ingin diketahui adalah jenis pelarutnya. Dari percobaan pertama ini dapat diketahui 32
  • 5. bahwa kelarutan suatu zat dapat meningkat apabila digunakan campuran pelarut dengan perbandingan yang tepat. Namun, jika campuran yang digunakan perbandingannya tidak tepat, kemungkinan kelarutan zat tersebut bisa saja tidak meningkat atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Seringkali zat terlarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (Co-solvency). Campuran pelarut ini banyak digunakan pada campuran pelarut obat. Co-solvency dapat dipandang sebagai modifikasi polaritas sistem pelarut terhadap zat pelarut atau terbentuknya pelarut baru yang terjadinya interaksi antar masing-masing individu pelarut dalam sistem campuran tidak mudah diduga. Dengan demikian co-solvency adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan pelarutan karena adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Uji kelarutan yang kedua dilakukan pada asam benzoat dengan penambahan surfaktan. Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan. Apabila surfaktan didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah maka akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar ke arah udara. Kumpulan surfaktan akan membentuk lapisan monomolekuler. Selanjutnya bila permukaan cairan telah jenuh dengan molekul surfaktan maka molekul yang berada dalam cairan membentuk agregat disebut misel. Konsentrasi saat misel terbentuk disebut Konsentrasi Misel Kritik (KMK). Sifat penting misel yaitu kemampuan dalam menaikkan kelarutan zat-zat yang sukar larut dalam air proses ini dikenal dengan solubilisasi miselar. Solubilisasi terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi dengan misel membentuk larutan jernih dan stabil secara termodinamika. Lokasi molekul zat terlarut dalam misel tergantung pada polaritas zat tersebut. Titik KMK adalah titik di mana penambahan surfaktan tidak lagi mempengaruhi tegangan permukaan. Setelah dilalui titik KMK maka penambahan surfaktan berpengaruh terhadap solubilisasi miselar di mana pada keadaan ini akan terjadi pelarutan spontan zat melalui interaksi misel dan surfaktan. 33
  • 6. Pada uji kelarutan dengan penambahan surfaktan menggunakan tween-80 dengan konsentrasi yang berbeda-beda untuk menguji kelarutan asam benzoat. Asam benzoat adalah zat yang larut dalam 350 bagian air dan 3 bagian etanol. Tween-80 dapat melarutkan tegangan antarmuka antara obat ke medium sekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel larut ke dalam medium. Pada tabel hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa tween 80 dapat meningkatkan kelarutan dari asam benzoat. Perubahan konsentrasi asam benzoat terlihat signifikan setiap penambahan konsentrasi tween 80 yang semakin besar. Konsentrasi terendah terdapat pada larutan asam benzoat dengan penambahan Tween 80 sebanyak 10 %, sedangkan tertinggi terdapat pada penambahan Tween 80 100 %. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada percobaan ini yang menggunakan Tween 80 konsentrasi 10 %, 50 %, dan 100 % untuk menaikkan kelarutan, yang optimum adalah pada penambahan Tween 80 100 %. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mekanisme solubilisasi miselar. Kadar di bawah CMC (Critical Micelle Concentration) surfaktan dapat meningkatkan kelarutan obat yang mana untuk Tween 80 terjadi pada konsentrasi 100 %. Semakin besar konsentrasi surfaktan yang dimasukan ke dalam larutan asam benzoat , semakin besar juga volume NaOH pada saat dilakukan titrasi asam basa. Hal ini menujukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan, maka semakin tinggi juga kelarutan dari asam benzoat. Ini terjadi karena surfaktan merupakan molekul ampifilik yaitu memiliki gugus hidrofil (suka air/polar) dan memiliki gugus lipofil (suka minyak/non polar) sehingga surfaktan memiliki afinitas dengan pelarut polar (air) ataupun nonpolar (minyak). Namun jika dilihat pada grafik ada beberapa percobaan yang garisnya tidak naik ke atas. Hal ini dapat disebabkan oleh : - Konsentrasi surfaktan yang tidak sesuai dengan aslinya, dimana tween-80 masih ada pada kaca arloji sehingga konsentrasi tween-80 berkurang. - Adanya kontaminasi indikator fenoftalein pada buret berisi NaOH sehingga reaksi lebih cepat terjadi. 34
  • 7. Berdasarkan grafik di atas konsentrasi asam benzoat akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi surfaktan. Grafik setelah naik akan memperlihatkan garis lurus yang berarti konsentrasinya semakin konstan. Kadar kelarutan asam benzoat paling optimum terdapat pada larutan dengan konsentrasi surfaktan 100 mg/ 100 ml. Grafik ini tepat ditunjukkan pada hasil percobaan yang dilakukan oleh kelompok IV. Sedangkan, pada hasil percobaan yang lain grafik mengalami naik-turun sehingga tidak tepat dengan hasil yang diinginkan juga literatur yang ada. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan di samping konstanta dieletrik pelarut, adapula akibat pengaruh pH, temperatur, jenis pelarut (pada percobaan pertama), bentuk dan ukuran partikel (misalnya saja asetosal dan asam benzoat), surfaktan, serta efek garam. Semakin kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat itu sendiri. Dan dengan adanya garam justru dapat mengurangi kelarutan zat tersebut. Semakin tinggi pH maka semakin meningkat kelarutan asetosal maupun asam benzoat. Hal ini terjadi karena suatu zat aktif yang memiliki kelarutan asam maka kelarutannya pun akan tinggi. Kelarutan asam-asam organik lemah dalam air akan bertambah dengan naiknya pH. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya garam yang mudah terlarut dalam air. Sedangkan basa-basa organik pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Kelarutan dipengaruhi pH karena adanya reaksi asam basa yang membuat asetosal maupun asam benzoat berikatan dengan basa membentuk molekul garam dan air. Dalam hal ini kedua zat tersebut dapat terionisasi sehingga dapat mudah larut dalam air. Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperatur. Semakin tinggi temperatur maka semakin tinggi pula kelarutan. 35