Implikasi golput jurnal

Muhammad Salim
Muhammad SalimInternship en Dinas Pendidikan Kota Tegal

Ilmu Pemerintahan FISIP Undip (2015)

MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-86
IMPLIKASI GOLONGAN PUTIH
DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN DEMOKRASI DI INDONESIA
H. Soebagio
Program Pascasarjana, Universitas Islam Syekh Yusuf, Tangerang 15118, Indonesia
Abstrak
Partisipasi politik dalam negara demokrasi merupakan indikator implementasi penyelenggaraan kekuasaaan negara
tertinggi yang absah oleh rakyat (kedaulatan rakyat), yang dimanifestasikan keterlibatan mereka dalam pesta demokrasi
(Pemilu). Makin tinggi tingkat partisipasi politik mengindikasikan bahwa rakyat mengikuti dan memahami serta
melibatkan diri dalam kegiatan kenegaraan. Sebaliknya tingkat partisipasi politik yang rendah pada umumnya
mengindikasikan bahwa rakyat kurang menaruh apresiasi atau minat terhadap masalah atau kegiatan kenegaraan.
Rendahnya tingkat partisipasi politik rakyat direfleksikan dalam sikap golongan putih (golput) dalam pemilu. Dalam
perspektif berdemokrasi, tentunya sikap golput akan berimplikasi pada pembangunan kualitas demokrasi, sehingga
perlu demokratisasi dalam menghadapi pesta demokrasi tahun 2009.
Implication of the White Group in Perspective of the Democracy Development in Indonesia
Abstract
Politic participation in democratic State is an indicator of valid implementation of highest State power exercise by
people (people sovereignty), that is imbodied by their involvement in democracy event (general elections). The
increasingly higher level of political participation indicates that people follow, understand, and engange in national
activities. Reversely, a low level of political participation generally indicates that people place less appreciation or
interest in national affairs or activities. The low level of peoples’s political participation is reflected in golput (golongan
putih-white group or non-voting) attitude. In democratic perspective, golput attitude will of course has implication on
development of democracy quality, so it needs democratization in facing democratic event of 2009.
Keywords: politic participation, political mobilization, uncommitted, electoral democration, paradoxical democracy,
good public, governance, political deterioration
1. Prawacana
Sebagai konsekuensi negara demokrasi, Indonesia telah
menyelenggarakan sembilan kali pemilihan umum
(Pemilu) secara reguler, yaitu Tahun 1955, 1971, 1977,
1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004 untuk
pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon
presiden dan wakil presiden (Pilpres). Secara spesifik
dunia internasional memuji, bahwa Pemilu Tahun 1999
sebagai Pemilu pertama di era Reformasi yang telah
berlangsung secara aman, tertib, jujur, dan adil
dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan
tingkat partisipasi politik 92,7%, sehingga Indonesia
dinilai telah melakukan lompatan demokrasi.
Namun jika dilihat dari aspek partisipasi politik dalam
sejarah pesta demokrasi di Indonesia. Pemilu tahun
1999 merupakan awal dari penurunan tingkat partisipasi
politik pemilih, atau mulai meningkatnya golongan
putih (golput), dibandingkan dengan Pemilu
sebelumnya dengan tingkat partisipasi politik pemilih
tertinggi 96,6% pada Pemilu tahun 1971. Lebih-lebih
jika dinilai dengan penyelenggaraan Pilkada (Pemilihan
Kepala Daerah) sebagai bagian dari Pemilu yang telah
berlangsung di beberapa daerah, terutama di wilayah
Jawa sebagai konsentrasi mayoritas penduduk Indonesia
juga menunjukkan potensi Golput yang besar berkisar
32% sampai 41,5%.
Realitas tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi
apatisme di kalangan pemilih, di saat arus demokratisasi
dan kebebasan berpolitik masyarakat sedang marak-
maraknya. Fenomena tersebut sepertinya menguatkan
pernyataan Anthony Giddens (1999) dalam bukunya
Runaway World, How Globalisation is Reshaping Our
Lives. “haruskah kita menerima lembaga-lembaga
demokrasi tersingkir dari titik di mana demokrasi
sedang marak”. Tentunya potensi Golput dalam pesta
82
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-8683
demokrasi nasional maupun lokal tersebut kiranya
cukup mengkhawatirkan bagi perkembangan demokrasi
yang berkualitas. Sebab potensi Golput yang
menunjukkan eskalasi peningkatan dapat berimplikasi
melumpuhkan demokrasi, karena merosotnya kredibilitas
kinerja partai politik sebagai mesin pembangkit
partisipasi politik.
2. Perkembangan Partisipasi Politik
Pemilih dan Golput dalam Pemilu di
Indonesia
Partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas
modernisasi politik. Istilah partisipasi politik telah
digunakan dalam berbagai pengertian yang berkaitan
perilaku, sikap dan persepsi yang merupakan syarat
mutlak bagi partisipasi politik. Huntington dan Nelson
(1994:4) dalam bukunya No Easy Choice Politicall
Participation in Developing Countries memaknai
partisipasi politik sebagai:
“By political participation we mean activity by private
citizens designed to influence government decision-
making. Participation may be individual or collective,
organized or spontaneous, sustained or sporadic,
peaceful or violent, legal or illegal, effective or
ineffective. (partisipasi politik adalah kegiatan warga
Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang
dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan
oleh Pemerintah. Partisipasi biasa bersifat individual atau
kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik,
secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal,
efektif atau tidak efektif)”.
Dalam definisi tersebut partisipasi politik lebih berfokus
pada kegiatan politik rakyat secara pribadi dalam proses
politik, seperti memberikan hak suara atau kegiatan
politik lain yang dipandang dapat mempengaruhi
pembuatan kebijakan politik oleh Pemerintah dalam
konteks berperan serta dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Dengan demikian partisipasi politik tidak
mencakup kegiatan pejabat-pejabat birokrasi, pejabat
partai, dan lobbyist professional yang bertindak dalam
konteks jabatan yang diembannya. Dalam perspektif
lain McClosky (1972:20) dalam International
Encyclopedia of the social sciences menyatakan bahwa:
“The term “political participation” will refer to those
voluntary activities by which members of a society share
in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the
formation of public policy (partisipasi politik adalah
kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat
melalui makna mereka mengambil bagian dalam proses
pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak
langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum”.
Nie dan Verba (1975) dalam Handbook of Political
Science mengemukakan bahwa:
“By political participation we refer to those legal
activities by private citizens which are more or less
directly animed at influencing the selection of
governmental personel and/or the actions they take
(partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warganegara
yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk
mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat Negara dan/atau
tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka”.
Dalam perspektif pengertian yang generik, Budiardjo
(1996:183) memaknai partisipasi politik adalah:
“Kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan
jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau
tidak langsung, mempengaruhi kebijakan Pemerintah
(public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum menghadiri
rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok
kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan
pejabat Pemerintah atau anggota parlemen, dan
sebagainya”.
Berbagai definisi partisipasi politik dari para pakar ilmu
politik tersebut diatas, secara eksplisit mereka
memaknai partisipasi politik bersubstansi core political
activity yang bersifat personal dari setiap warganegara
secara sukarela untuk berperanserta dalam proses
pemilihan umum untuk memilih para pejabat publik,
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
proses penetapan kebijakan publik.
Merujuk pemikiran politik tersebut dalam konteks
sejarah penyelenggaraan pemilihan umum sebagai pesta
demokrasi, secara empirik dapat dicermati tingkat
partisipasi politik dan perkembangan golput di Indonesia.
Secara kuantitatif tampilan tingkat partisipasi politik
dalam Tabel 1 menunjukkan, bahwa tingkat partisipasi
politik pada pemilu rezim Orde Lama (1995), rezim
Orde Baru (1971-1997) dan Orde Reformasi (periode
awal 1999) cukup tinggi, yaitu rata-rata diatas 90%,
diiringi dengan tingkat Golput yang relative rendah,
yaitu dibawah 10% (masih dalam batas kewajaran)
Tabel 1. Tingkat Partisipasi Politik Pemilih dan Golput
Dalam Pemilu di Indonesia
No. Pemilu OPP
Tingkat
Partisipasi
Politik (%)
Golput
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
1955
1971
1977
1982
1987
1992
1997
1999
Pileg 2004
Pilpres I
Pilpres II
118
10
3
3
3
3
3
48
24
24
24
91,4
96,6
96,5
96,5
96,4
95,1
93,6
92,6
84,1
78,2
76,6
8,6
3,4
3,5
3,5
3,6
4,9
6,4
7,3
15,9
21,8
23,4
Sumber: PPs UNIS Tangerang 2008, Diolah dari KPU dan
BPS
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-86 84
Karena di negara demokrasi yang sudah majupun,
seperti di Amerika Serikat juga mengalami trend
kenaikan Golput, yaitu 21% pada tahun 1996 menjadi
32,3% pada tahun 1968; 40,8% pada tahun 1976, dan
53% pada tahun 1990.
Cukup tingginya tingkat partisipasi politik pemilih pada
pemilu era Orde Baru (1971 s/d 1977) tersebut, dinilai
oleh komunitas akademik merupakan bentuk partisipasi
politik yang dimobilisasikan, yaitu bukan bentuk
partisipasi politik secara sukarela atau atas kesadaran
politik secara personal. Penilaian tersebut relevan
dengan pendapat Wiener (Huntington & Nelson,
1994:10) bahwa:
“Beberapa studi secara eksplisit tidak menganggap
tindakan yang dimobilisasikan atau yang dimanipulasikan
sebagai partisipasi politik, yaitu lebih menekankan sifat
sukarela dari partisipasi dengan argumentasi bahwa
menjadi anggota organisasi atau menghadiri rapat-rapat
umum atas perintah Pemerintah tidak termasuk
partisipasi politik”.
Selanjutnya secara eksplisit, Huntington dan Nelson
(1994:11) membedakan partisipasi politik kedalam dua
karakter, yaitu:
a. Partisipasi yang demokratis dan otonom adalah
bentuk partisipasi politik yang sukarela;
b. Partisipasi yang dimanipulasi, diarahkan, dan
disponsori oleh Pemerintah adalah bentuk
partisipasi yang dimobilisasikan;
Di era Orde Baru partisipasi politik yang
dimobilisasikan merupakan kontribusi hasil mobilisasi
politik yang dilakukan oleh jaringan aparat birokrasi
pemerintahan Orde Baru, bersinergi dengan dukungan
pengaruh para tokoh-tokoh masyarakat karismatik
sebagai panutan yang telah dikooptasi oleh birokrasi
pemerintahan sebagai wasit, namun ikut bermain politik
sebagai orang Golkar. Kinerja kolaboratif tersebut
membuktikan mampu menekan prosentase tingkat
Golput.
Namun secara empirik terjadi fenomena menarik mulai
penyelenggaraan Pileg 2004, dimana tingkat partisipasi
politik menunjukkan trend penurunan, yaitu 84.1%, dan
kemudian turun lagi pada Pilpres II menjadi 76.6%
disatu sisi, dan disisi lain angka Golput juga
menunjukkan trend peningkatan secara potensial, yaitu
pada Pileg 2004 sebesar 15.9% meningkat menjadi
23.4% pada Pilpres II.
Kondisi peningkatan jumlah Golput di wilayah
partisipasi politik tingkat nasional tersebut, nampaknya
juga menular pada wilayah partisipasi politik tingkat
lokal dalam proses politik penyelenggaraan Pilkada,
sebagai bagian integral dari kegiatan Pemilu, terutama
yang berlangsung di wilayah Pulau Jawa sebagai
konsentrasi mayoritas penduduk di Indonesia,
sebagaimana tercermin dalam Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Tingkat Golput Dalam Pilkada di
Pulau Jawa
No. Provinsi
Pelaksanaan
Pemilu
Tingkat
Golput
(%)
1
2
3
4
5
Banten
DKI
Jabar
Jateng
Jatim
26-11-2006
08-08-2007
13-04-2008
22-06-2008
29-07-2008
39,17
34,59
32,70
41,50
39,37
Sumber: PPs UNIS Tangerang 2008, Kompas diolah.
Tampilan data aktual hasil Pilkada tersebut
menunjukkan, bahwa secara kuantitatif tingkat Golput
cukup signifikan, yaitu mencapai prosentase rata-rata
lebih dari 30% dari jumlah pemilih terdaftar, dan
tentunya secara kualitatif cukup memberikan warning
bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Secara
empirik peningkatan angka Golput tersebut terjadi
antara lain oleh realitas sebagai berikut:
a. Pemilu dan Pilkada langsung belum mampu
menghasilkan perubahan berarti bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat
b. Menurunnya kinerja partai politik yang tidak
memiliki platform politik yang realistis dan kader
politik yang berkualitas serta komitmen politik
yang berpihak kepada kepentingan publik,
melainkan lebih mengutamakan kepentingan
kelompok atau golongannya.
c. Merosotnya integritas moral aktor-aktor politik (elit
politik) yang berperilaku koruptif dan lebih
mengejar kekuasaan/kedudukan daripada
memperjuangkan aspirasi publik.
d. Tidak terealisasikannya janji-janji yang
dikampanyekan oleh elit politik kepada publik yang
mendukungnnya
e. Kejenuhan pemilih karena sering adanya
Pemilu/Pilkada yang dipandang sebagai kegiatan
seremonial berdemokrasi yang lebih menguntungkan
bagi para elit politik.
f. Kurang netralnya penyelenggara Pemilu/Pilkada
yang masih berpotensi melakukan keberpihakan
kepada kontestan tertentu, di samping juga
kurangnya intensitas sosialisasi Pemilu secara
terprogram dan meluas.
Secara prediktif jika kondisi politik dan ekonomi kurang
kondusif, maka penyelenggaraan Pileg dan Pilpres 2009
nampaknya juga akan menghadapi realitas kondisional,
yaitu di satu sisi penurunan partisipasi politik pemilih,
dan di sisi lain meningkatnya jumlah Golput, sehingga
akan timbul apatisme politik, seperti dikemukakan oleh
McClosky (1972:20) bahwa:
“Ada yang tidak ikut pemilihan karena sikap acuh tak
acuh dan tidak tertarik oleh, atau kurang paham
mengenai, masalah politik. Ada juga karena tidak yakin
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-8685
bahwa usaha untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah
akan berhasil dan ada juga yang sengaja tidak
memanfaatkan kesempatan memilih karena kebetulan
berada dalam lingkungan dimana ketidaksertaan
merupakan hal yang terpuji”.
Bahkan secara spesifik kondisi tersebut juga akan
diwarnai eksistensi golput juga akan mengalami
eskalasi, yaitu tidak hanya di wilayah masyarakat
perkotaan yang relatif terdidik, tetapi juga akan
menyebar ke wilayah masyarakat pedesaan yang potensi
jumlah pengangguran dan masyarakat miskin cukup
signifikan.
3. Implikasi Golput Dalam Proses
Demokratisasi
Dalam tahapan demokrasi elektoral atau demokrasi
prosedural, golput adalah manifestasi politik, dimana
rakyat tidak berpartisipasi politik (menggunakan hak
pilihnya) secara sukarela dalam pemilihan umum
sebagai pesta demokrasi.
Secara faktual fenomena Golput tidak hanya terjadi di
negara demokrasi yang sedang berkembang, di negara
yang sudah maju dalam berdemokrasipun juga
menghadapi fenomena Golput, seperti di Amerika
Serikat yang capaian angka partisipasi politik
pemilihnya berkisar antara 50% s/d 60%, begitu pula di
Perancis dan Belanda yang angka capaian partisipasi
politik pemilihnya berkisar 86%.
Secara kondisional faktor penyebab munculnya Golput
di negara berkembang dan di negara maju tentunya
berbeda. Sebagaimana dikemukakan Varma (2001:295)
bahwa:
“Di Negara berkembang lebih disebabkan oleh
kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan
hasil Pemilu yang kurang amanah dan memandang nilai-
nilai demokrasi belum mampu mensejahterakan
masyarakat. Kondisi ini jelas akan mempengaruhi proses
demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara,
karena terjadi paradoks demokrasi atau terjadi
kontraproduktif dalam proses demokratisasi”.
Karenanya menghadapi fenomena Golput yang terjadi
lebih disebabkan oleh faktor kekecewaan publik
terhadap kinerja partai politik dan pemerintah yang
belum efektif, maka menjadi pembelajaran bagi partai
politik dan pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya
sebagai mesin kerja demokrasi yang efektif dan
memiliki komitmen yang kuat, mewujudkan good
public governance. Ketidakmampuan partai politik dan
pemerintah menampilkan kinerja tersebut, maka
fenomena Golput akan mengkristal menjadi faktor
internal demokrasi yang potensial menimbulkan
pembusukan demokrasi atau pembusukan politik
(political decay), sehingga akan berimplikasi
melumpuhkan demokrasi, dimana partai politik sebagai
mesin pebangkit partisipasi politik dalam demokrasi
secara moral ikut bertanggungjawab.
Dalam mindset Golput, demokrasi di Indonesia saat ini
lebih dimaknai oleh publik, yaitu baru sebatas
kebebasan untuk mengkritik Pemerintah dan mengganti
pemerintahan melalui Pemilu secara reguler, dan belum
menyentuh substansi pembangunan demokrasi di bidang
politik, ekonomi, dan sosial.
Fenomena tersebut, kiranya perlu mendapatkan
apresiasi dan solusi oleh para aktor-aktor pemerintahan
(penyelenggara negara) menghadapi Pemilu tahun 2009
agar pesta demokrasi lebih efisien dan berkualitas
secara sistemik, baik dalam tataran input, process, dan
output, dan malah bukan bersifat kontra produktif dalam
berdemokrasi. Dalam arti proses demokrasi malah
menurunkan tingkat partisipasi politik pemilih di satu
sisi, dan di sisi lain malah makin meningkatnya jumlah
Golput yang berimplikasi negatif bagi pembangunan
kualitas demokrasi.
4. Wasana Wacana
Berdasarkan pemikiran teoritik dan empirik dalam
konteks implikasi Golput dalam perspektif pembangunan
demokrasi di Indonesia tersebut diatas, dapat
diintisarikan sebagai berikut: 1) Partisipasi politik
merupakan salah satu tujuan pembangunan, termasuk
pembangunan demokrasi (pembangunan politik) agar
sistem politik dapat berjalan secara efektif. 2) Partisipasi
politik juga menjadi indikator utama bagi tingkat
keberhasilan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis
dalam Negara demokrasi modern. 3) Seiring dengan
sikap partisipatif pemilih yang menggunakan hak
pilihnya, sikap Golput yang tidak partisipatif dalam
menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suara,
juga menjadi indikator tingkat keberhasilan Pemilu yang
demokratis. 4) Fenomena golput muncul antara lain
karena faktor politik dan sosial ekonomi, seperti
kekecewaan politik dan sosial ekonomi terhadap hasil
Pemilu yang belum mampu mewujudkan perilaku
kehidupan politik yang berkualitas dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. 5) Golput yang eskalatif dan
signifikan secara potensial merupakan ancaman bagi
proses demokratisasi, yang jika tidak mampu diatasi
dengan kinerja Pemerintah yang amanah berbasis good
public government dan keteladanan sikap serta perilaku
yang bermartabat, dapat berimplikasi negatif
melumpuhkan demokrasi
Daftar Acuan
Budiardjo, M. (1996). Demokrasi di Indonesia:
Demokrasi parlementer dan demokrasi Pancasila.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-86 86
Giddens, A. (2000). The third way the renewal of social
democracy. Malden: Blackwell Publisher Ltd.
Huntington, S.P. & Nelson, J. (1977). No easy choice
political participation in developing countries.
Cambridge: Harvard University Press.
McClosky, H. (1972). Political participation,
international encyclopedia of the social science, (2nd
ed.). New York: The Macmillan Company and Free
Press.
Nie, N.H. & Verba, S. (1975), Political participation,
handbook of political science. Addison-Wesley
Publishing Company.
Varma, S.P. (2001). Teori politik modern. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.

Recomendados

Partisipasi Politik XI PSIS por
Partisipasi Politik XI PSISPartisipasi Politik XI PSIS
Partisipasi Politik XI PSISPanditha Si Cet KoCet
7.7K vistas34 diapositivas
Materi partisipasi politik Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik por
Materi partisipasi politik Mata Kuliah Pengantar Ilmu PolitikMateri partisipasi politik Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik
Materi partisipasi politik Mata Kuliah Pengantar Ilmu PolitikCecep Zafar Sofyan
1.5K vistas11 diapositivas
Partisipasi politik por
Partisipasi politikPartisipasi politik
Partisipasi politikPanditha Si Cet KoCet
19.1K vistas7 diapositivas
Partisipasi Politik & Sosialisasi Politik por
Partisipasi Politik & Sosialisasi PolitikPartisipasi Politik & Sosialisasi Politik
Partisipasi Politik & Sosialisasi PolitikUniversity of Andalas
12.3K vistas36 diapositivas
Partisipasi politik por
Partisipasi politikPartisipasi politik
Partisipasi politikUniversity of Sultan Ageng Tirtayasa
21K vistas19 diapositivas
Fungsi partisipasi politik por
Fungsi partisipasi politikFungsi partisipasi politik
Fungsi partisipasi politikMuh. Husriadi
10.1K vistas24 diapositivas

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Bab i budaya politik por
Bab i budaya politik Bab i budaya politik
Bab i budaya politik ahmad akhyar
1.2K vistas47 diapositivas
Materi partisipasi politik por
Materi partisipasi politikMateri partisipasi politik
Materi partisipasi politikCecep Zafar Sofyan
3.6K vistas11 diapositivas
Outline penelitian por
Outline penelitianOutline penelitian
Outline penelitianErvina Vandora
17K vistas8 diapositivas
Penyebab terjadinya partisipasi politik por
Penyebab terjadinya partisipasi politikPenyebab terjadinya partisipasi politik
Penyebab terjadinya partisipasi politikM fazrul
13.7K vistas8 diapositivas
Pkn sosialisasi politik por
Pkn sosialisasi politik Pkn sosialisasi politik
Pkn sosialisasi politik Muhammad Fitra Saputra
5.1K vistas8 diapositivas
Meningkatkan partisipasi politik rakyat por
Meningkatkan partisipasi politik rakyatMeningkatkan partisipasi politik rakyat
Meningkatkan partisipasi politik rakyatElection Commision
11.9K vistas24 diapositivas

La actualidad más candente(20)

Bab i budaya politik por ahmad akhyar
Bab i budaya politik Bab i budaya politik
Bab i budaya politik
ahmad akhyar1.2K vistas
Penyebab terjadinya partisipasi politik por M fazrul
Penyebab terjadinya partisipasi politikPenyebab terjadinya partisipasi politik
Penyebab terjadinya partisipasi politik
M fazrul13.7K vistas
Meningkatkan partisipasi politik rakyat por Election Commision
Meningkatkan partisipasi politik rakyatMeningkatkan partisipasi politik rakyat
Meningkatkan partisipasi politik rakyat
Election Commision11.9K vistas
Sosialisasi Budaya Politik dan Partai Politik di Indonesia kwn group 3 por Ega Saputra
Sosialisasi Budaya Politik dan Partai Politik di Indonesia kwn group 3Sosialisasi Budaya Politik dan Partai Politik di Indonesia kwn group 3
Sosialisasi Budaya Politik dan Partai Politik di Indonesia kwn group 3
Ega Saputra8.2K vistas
Budaya politik por maryuni ,.
Budaya politikBudaya politik
Budaya politik
maryuni ,.1.2K vistas
Makalah Pengantar Ilmu Politik (PIP) por Elisabeth Lita
Makalah Pengantar Ilmu Politik (PIP)Makalah Pengantar Ilmu Politik (PIP)
Makalah Pengantar Ilmu Politik (PIP)
Elisabeth Lita 5.1K vistas
Partisipasi politik dan sosialisasi politik (pertemuan 4) por Melpa Yanty
Partisipasi politik dan sosialisasi politik (pertemuan 4)Partisipasi politik dan sosialisasi politik (pertemuan 4)
Partisipasi politik dan sosialisasi politik (pertemuan 4)
Melpa Yanty1.8K vistas
Dinamika politik-dan pemerintahan lokal-fd por Frans Dione
Dinamika politik-dan pemerintahan lokal-fdDinamika politik-dan pemerintahan lokal-fd
Dinamika politik-dan pemerintahan lokal-fd
Frans Dione145 vistas
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 20 agustus 2016-3 oktober 2016 por ekho109
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 20 agustus 2016-3 oktober 2016(Sindonews.com) Opini hukum-politik 20 agustus 2016-3 oktober 2016
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 20 agustus 2016-3 oktober 2016
ekho10922 vistas
2019 2 diktat pengembangan pengantar-kebijakan-publik-genap-05-12-2019 por TaufiqurokhmanTaufiq
2019 2 diktat pengembangan pengantar-kebijakan-publik-genap-05-12-20192019 2 diktat pengembangan pengantar-kebijakan-publik-genap-05-12-2019
2019 2 diktat pengembangan pengantar-kebijakan-publik-genap-05-12-2019
Budaya Politik Indonesia por Muhamad Yogi
Budaya Politik IndonesiaBudaya Politik Indonesia
Budaya Politik Indonesia
Muhamad Yogi7K vistas
pentingnya sosial perkembangan budaya politik indonesia por Rakha Al
pentingnya sosial perkembangan budaya politik indonesiapentingnya sosial perkembangan budaya politik indonesia
pentingnya sosial perkembangan budaya politik indonesia
Rakha Al392 vistas
MAKALAH BUDAYA POLITIK DI INDONESIA - PPKN KELAS XI por RIZKY AYU NABILA
MAKALAH BUDAYA POLITIK DI INDONESIA - PPKN KELAS XIMAKALAH BUDAYA POLITIK DI INDONESIA - PPKN KELAS XI
MAKALAH BUDAYA POLITIK DI INDONESIA - PPKN KELAS XI
RIZKY AYU NABILA41.8K vistas

Similar a Implikasi golput jurnal

Pemilih pemula sosialisasi por
Pemilih pemula sosialisasiPemilih pemula sosialisasi
Pemilih pemula sosialisasiMuktar Eneste
17.6K vistas11 diapositivas
Kelompok 2 pkn demokrasi por
Kelompok 2 pkn demokrasiKelompok 2 pkn demokrasi
Kelompok 2 pkn demokrasiDyasti Paramudhita Putri
471 vistas15 diapositivas
Pengaruh golput di indonesia por
Pengaruh golput di indonesiaPengaruh golput di indonesia
Pengaruh golput di indonesiaPutranto Argi Noviantoko
5.2K vistas10 diapositivas
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA por
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA  PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA vina irodatul afiyah
619 vistas14 diapositivas
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia por
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di IndonesiaPeran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesiavina irodatul afiyah
2.5K vistas14 diapositivas
Indeks Demokrasi Indonesia por
Indeks Demokrasi IndonesiaIndeks Demokrasi Indonesia
Indeks Demokrasi IndonesiaYuca Siahaan
2.3K vistas13 diapositivas

Similar a Implikasi golput jurnal(20)

Pemilih pemula sosialisasi por Muktar Eneste
Pemilih pemula sosialisasiPemilih pemula sosialisasi
Pemilih pemula sosialisasi
Muktar Eneste17.6K vistas
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA por vina irodatul afiyah
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA  PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia por vina irodatul afiyah
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di IndonesiaPeran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
vina irodatul afiyah2.5K vistas
Indeks Demokrasi Indonesia por Yuca Siahaan
Indeks Demokrasi IndonesiaIndeks Demokrasi Indonesia
Indeks Demokrasi Indonesia
Yuca Siahaan2.3K vistas
Implementasi Pendidikan Politik dan Keterlibatan Mahasiswa dalam Aktivitas Po... por AnjeliPurba
Implementasi Pendidikan Politik dan Keterlibatan Mahasiswa dalam Aktivitas Po...Implementasi Pendidikan Politik dan Keterlibatan Mahasiswa dalam Aktivitas Po...
Implementasi Pendidikan Politik dan Keterlibatan Mahasiswa dalam Aktivitas Po...
AnjeliPurba66 vistas
PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILU por AN ASYUF
PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILUPENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILU
PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMILU
AN ASYUF23.9K vistas
Konsepku 131010214842-phpapp01 (1) por Rifky Hidayat
Konsepku 131010214842-phpapp01 (1)Konsepku 131010214842-phpapp01 (1)
Konsepku 131010214842-phpapp01 (1)
Rifky Hidayat800 vistas
Membangun budaya politik dalam sistem politik por Muhammad Salim
Membangun budaya politik dalam sistem politikMembangun budaya politik dalam sistem politik
Membangun budaya politik dalam sistem politik
Muhammad Salim5.5K vistas
Kebijakan Pemberlakuan Politik Demokrasi dan Pengaruhnya Terhadap Kesejahtera... por Succes Zen
Kebijakan Pemberlakuan Politik Demokrasi dan Pengaruhnya Terhadap Kesejahtera...Kebijakan Pemberlakuan Politik Demokrasi dan Pengaruhnya Terhadap Kesejahtera...
Kebijakan Pemberlakuan Politik Demokrasi dan Pengaruhnya Terhadap Kesejahtera...
Succes Zen166 vistas
Makalah pemilu di indonesia por Warnet Raha
Makalah pemilu di indonesiaMakalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesia
Warnet Raha3.4K vistas
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye por University of Andalas
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat KampanyeFaktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
University of Andalas9.4K vistas
Partisipasi masyarakat por Didi Suryadi
Partisipasi masyarakatPartisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat
Didi Suryadi443 vistas

Más de Muhammad Salim

Curriculum Vitae Jobseeker por
Curriculum Vitae JobseekerCurriculum Vitae Jobseeker
Curriculum Vitae JobseekerMuhammad Salim
1.4K vistas3 diapositivas
Curriculum Vitae (Resume) Mahasiswa por
Curriculum Vitae (Resume) MahasiswaCurriculum Vitae (Resume) Mahasiswa
Curriculum Vitae (Resume) MahasiswaMuhammad Salim
1.3K vistas1 diapositiva
Curriculum Vitae (Salim).PDF por
Curriculum Vitae (Salim).PDFCurriculum Vitae (Salim).PDF
Curriculum Vitae (Salim).PDFMuhammad Salim
9.2K vistas6 diapositivas
Curriculum Vitae Mahasiswa por
Curriculum Vitae MahasiswaCurriculum Vitae Mahasiswa
Curriculum Vitae MahasiswaMuhammad Salim
36.7K vistas6 diapositivas
Beasiswa usa por
Beasiswa usaBeasiswa usa
Beasiswa usaMuhammad Salim
337 vistas24 diapositivas
Your guide to education in japan por
Your guide to education in japanYour guide to education in japan
Your guide to education in japanMuhammad Salim
665 vistas10 diapositivas

Más de Muhammad Salim(20)

Curriculum Vitae Jobseeker por Muhammad Salim
Curriculum Vitae JobseekerCurriculum Vitae Jobseeker
Curriculum Vitae Jobseeker
Muhammad Salim1.4K vistas
Curriculum Vitae (Resume) Mahasiswa por Muhammad Salim
Curriculum Vitae (Resume) MahasiswaCurriculum Vitae (Resume) Mahasiswa
Curriculum Vitae (Resume) Mahasiswa
Muhammad Salim1.3K vistas
Curriculum Vitae (Salim).PDF por Muhammad Salim
Curriculum Vitae (Salim).PDFCurriculum Vitae (Salim).PDF
Curriculum Vitae (Salim).PDF
Muhammad Salim9.2K vistas
Curriculum Vitae Mahasiswa por Muhammad Salim
Curriculum Vitae MahasiswaCurriculum Vitae Mahasiswa
Curriculum Vitae Mahasiswa
Muhammad Salim36.7K vistas
Your guide to education in japan por Muhammad Salim
Your guide to education in japanYour guide to education in japan
Your guide to education in japan
Muhammad Salim665 vistas
2. user manual pendaftaran beasiswa lpdp por Muhammad Salim
2. user manual pendaftaran   beasiswa lpdp2. user manual pendaftaran   beasiswa lpdp
2. user manual pendaftaran beasiswa lpdp
Muhammad Salim1.6K vistas
1. booklet beasiswa lpdp por Muhammad Salim
1. booklet   beasiswa lpdp1. booklet   beasiswa lpdp
1. booklet beasiswa lpdp
Muhammad Salim2.7K vistas
Why to choose taiwan (2015) untirta por Muhammad Salim
Why to choose taiwan (2015)   untirtaWhy to choose taiwan (2015)   untirta
Why to choose taiwan (2015) untirta
Muhammad Salim439 vistas
Legislatif di indonesia dan berbagai negara por Muhammad Salim
Legislatif di indonesia dan berbagai negaraLegislatif di indonesia dan berbagai negara
Legislatif di indonesia dan berbagai negara
Muhammad Salim2K vistas
Analisis kebijakan proses legislasi penyusunan legal drafting por Muhammad Salim
Analisis kebijakan proses legislasi penyusunan legal draftingAnalisis kebijakan proses legislasi penyusunan legal drafting
Analisis kebijakan proses legislasi penyusunan legal drafting
Muhammad Salim1.6K vistas

Último

632259859-PAS-PKWU-pdf.pdf por
632259859-PAS-PKWU-pdf.pdf632259859-PAS-PKWU-pdf.pdf
632259859-PAS-PKWU-pdf.pdfdanifirdos
17 vistas44 diapositivas
bank.ppt por
bank.pptbank.ppt
bank.pptDelviaAndrini1
45 vistas8 diapositivas
Senyawa Turunan Alkana.ppt por
Senyawa Turunan Alkana.pptSenyawa Turunan Alkana.ppt
Senyawa Turunan Alkana.pptlyricsong1117
8 vistas40 diapositivas
PPT PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH.pptx por
PPT PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH.pptxPPT PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH.pptx
PPT PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH.pptxWartoyoWartoyo3
8 vistas36 diapositivas
Fundamental of Leadership & Peran Leadership _Training "Effective Leadership... por
Fundamental of  Leadership & Peran Leadership _Training "Effective Leadership...Fundamental of  Leadership & Peran Leadership _Training "Effective Leadership...
Fundamental of Leadership & Peran Leadership _Training "Effective Leadership...Kanaidi ken
8 vistas18 diapositivas
RENCANA & Link2 MATERI Training _"SERVICE EXCELLENCE" _di Rumah Sakit. por
RENCANA & Link2 MATERI Training _"SERVICE EXCELLENCE" _di Rumah Sakit.RENCANA & Link2 MATERI Training _"SERVICE EXCELLENCE" _di Rumah Sakit.
RENCANA & Link2 MATERI Training _"SERVICE EXCELLENCE" _di Rumah Sakit.Kanaidi ken
52 vistas64 diapositivas

Último(20)

632259859-PAS-PKWU-pdf.pdf por danifirdos
632259859-PAS-PKWU-pdf.pdf632259859-PAS-PKWU-pdf.pdf
632259859-PAS-PKWU-pdf.pdf
danifirdos17 vistas
PPT PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH.pptx por WartoyoWartoyo3
PPT PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH.pptxPPT PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH.pptx
PPT PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH.pptx
WartoyoWartoyo38 vistas
Fundamental of Leadership & Peran Leadership _Training "Effective Leadership... por Kanaidi ken
Fundamental of  Leadership & Peran Leadership _Training "Effective Leadership...Fundamental of  Leadership & Peran Leadership _Training "Effective Leadership...
Fundamental of Leadership & Peran Leadership _Training "Effective Leadership...
Kanaidi ken8 vistas
RENCANA & Link2 MATERI Training _"SERVICE EXCELLENCE" _di Rumah Sakit. por Kanaidi ken
RENCANA & Link2 MATERI Training _"SERVICE EXCELLENCE" _di Rumah Sakit.RENCANA & Link2 MATERI Training _"SERVICE EXCELLENCE" _di Rumah Sakit.
RENCANA & Link2 MATERI Training _"SERVICE EXCELLENCE" _di Rumah Sakit.
Kanaidi ken52 vistas
Latihan 6_ Aldy 085.pptx por justneptun
Latihan 6_ Aldy 085.pptxLatihan 6_ Aldy 085.pptx
Latihan 6_ Aldy 085.pptx
justneptun14 vistas
tugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptx por chitaputrir30
tugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptxtugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptx
tugas PPT_Chita putri_E1G022007.pptx
chitaputrir3018 vistas
RENCANA & Link2 MATERI Workshop _"Implementasi Ide Pembangunan SDM_INDONESIA... por Kanaidi ken
RENCANA & Link2 MATERI Workshop _"Implementasi  Ide Pembangunan SDM_INDONESIA...RENCANA & Link2 MATERI Workshop _"Implementasi  Ide Pembangunan SDM_INDONESIA...
RENCANA & Link2 MATERI Workshop _"Implementasi Ide Pembangunan SDM_INDONESIA...
Kanaidi ken12 vistas
Royyan A. Dzakiy - Be an Inspiring Student Leader in The Digital Era [22 Aug ... por razakroy
Royyan A. Dzakiy - Be an Inspiring Student Leader in The Digital Era [22 Aug ...Royyan A. Dzakiy - Be an Inspiring Student Leader in The Digital Era [22 Aug ...
Royyan A. Dzakiy - Be an Inspiring Student Leader in The Digital Era [22 Aug ...
razakroy23 vistas
Panduan Praktikum Administrasi Sistem Jaringan Edisi 2 por I Putu Hariyadi
Panduan Praktikum Administrasi Sistem Jaringan Edisi 2Panduan Praktikum Administrasi Sistem Jaringan Edisi 2
Panduan Praktikum Administrasi Sistem Jaringan Edisi 2
I Putu Hariyadi27 vistas
Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ... por Kanaidi ken
Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ...Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ...
Link2 MATERI & RENCANA Training _"Effective LEADERSHIP"di OMAZAKI BSD City - ...
Kanaidi ken27 vistas
PPT PENKOM ALVIN.pptx por Alfin61471
PPT PENKOM ALVIN.pptxPPT PENKOM ALVIN.pptx
PPT PENKOM ALVIN.pptx
Alfin6147116 vistas
SISTEM KOMPUTER_DELVIA ANDRINI.pptx por DelviaAndrini1
SISTEM KOMPUTER_DELVIA ANDRINI.pptxSISTEM KOMPUTER_DELVIA ANDRINI.pptx
SISTEM KOMPUTER_DELVIA ANDRINI.pptx
DelviaAndrini142 vistas
1. Adab Terhadap Tetangga por agreenlife5
1. Adab Terhadap Tetangga1. Adab Terhadap Tetangga
1. Adab Terhadap Tetangga
agreenlife523 vistas
Bimtek Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga.pdf por Irawan Setyabudi
Bimtek Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga.pdfBimtek Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga.pdf
Bimtek Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga.pdf
Irawan Setyabudi38 vistas

Implikasi golput jurnal

  • 1. MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-86 IMPLIKASI GOLONGAN PUTIH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN DEMOKRASI DI INDONESIA H. Soebagio Program Pascasarjana, Universitas Islam Syekh Yusuf, Tangerang 15118, Indonesia Abstrak Partisipasi politik dalam negara demokrasi merupakan indikator implementasi penyelenggaraan kekuasaaan negara tertinggi yang absah oleh rakyat (kedaulatan rakyat), yang dimanifestasikan keterlibatan mereka dalam pesta demokrasi (Pemilu). Makin tinggi tingkat partisipasi politik mengindikasikan bahwa rakyat mengikuti dan memahami serta melibatkan diri dalam kegiatan kenegaraan. Sebaliknya tingkat partisipasi politik yang rendah pada umumnya mengindikasikan bahwa rakyat kurang menaruh apresiasi atau minat terhadap masalah atau kegiatan kenegaraan. Rendahnya tingkat partisipasi politik rakyat direfleksikan dalam sikap golongan putih (golput) dalam pemilu. Dalam perspektif berdemokrasi, tentunya sikap golput akan berimplikasi pada pembangunan kualitas demokrasi, sehingga perlu demokratisasi dalam menghadapi pesta demokrasi tahun 2009. Implication of the White Group in Perspective of the Democracy Development in Indonesia Abstract Politic participation in democratic State is an indicator of valid implementation of highest State power exercise by people (people sovereignty), that is imbodied by their involvement in democracy event (general elections). The increasingly higher level of political participation indicates that people follow, understand, and engange in national activities. Reversely, a low level of political participation generally indicates that people place less appreciation or interest in national affairs or activities. The low level of peoples’s political participation is reflected in golput (golongan putih-white group or non-voting) attitude. In democratic perspective, golput attitude will of course has implication on development of democracy quality, so it needs democratization in facing democratic event of 2009. Keywords: politic participation, political mobilization, uncommitted, electoral democration, paradoxical democracy, good public, governance, political deterioration 1. Prawacana Sebagai konsekuensi negara demokrasi, Indonesia telah menyelenggarakan sembilan kali pemilihan umum (Pemilu) secara reguler, yaitu Tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004 untuk pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres). Secara spesifik dunia internasional memuji, bahwa Pemilu Tahun 1999 sebagai Pemilu pertama di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman, tertib, jujur, dan adil dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi politik 92,7%, sehingga Indonesia dinilai telah melakukan lompatan demokrasi. Namun jika dilihat dari aspek partisipasi politik dalam sejarah pesta demokrasi di Indonesia. Pemilu tahun 1999 merupakan awal dari penurunan tingkat partisipasi politik pemilih, atau mulai meningkatnya golongan putih (golput), dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya dengan tingkat partisipasi politik pemilih tertinggi 96,6% pada Pemilu tahun 1971. Lebih-lebih jika dinilai dengan penyelenggaraan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) sebagai bagian dari Pemilu yang telah berlangsung di beberapa daerah, terutama di wilayah Jawa sebagai konsentrasi mayoritas penduduk Indonesia juga menunjukkan potensi Golput yang besar berkisar 32% sampai 41,5%. Realitas tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi apatisme di kalangan pemilih, di saat arus demokratisasi dan kebebasan berpolitik masyarakat sedang marak- maraknya. Fenomena tersebut sepertinya menguatkan pernyataan Anthony Giddens (1999) dalam bukunya Runaway World, How Globalisation is Reshaping Our Lives. “haruskah kita menerima lembaga-lembaga demokrasi tersingkir dari titik di mana demokrasi sedang marak”. Tentunya potensi Golput dalam pesta 82
  • 2. MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-8683 demokrasi nasional maupun lokal tersebut kiranya cukup mengkhawatirkan bagi perkembangan demokrasi yang berkualitas. Sebab potensi Golput yang menunjukkan eskalasi peningkatan dapat berimplikasi melumpuhkan demokrasi, karena merosotnya kredibilitas kinerja partai politik sebagai mesin pembangkit partisipasi politik. 2. Perkembangan Partisipasi Politik Pemilih dan Golput dalam Pemilu di Indonesia Partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas modernisasi politik. Istilah partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai pengertian yang berkaitan perilaku, sikap dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi partisipasi politik. Huntington dan Nelson (1994:4) dalam bukunya No Easy Choice Politicall Participation in Developing Countries memaknai partisipasi politik sebagai: “By political participation we mean activity by private citizens designed to influence government decision- making. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective. (partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Partisipasi biasa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif)”. Dalam definisi tersebut partisipasi politik lebih berfokus pada kegiatan politik rakyat secara pribadi dalam proses politik, seperti memberikan hak suara atau kegiatan politik lain yang dipandang dapat mempengaruhi pembuatan kebijakan politik oleh Pemerintah dalam konteks berperan serta dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian partisipasi politik tidak mencakup kegiatan pejabat-pejabat birokrasi, pejabat partai, dan lobbyist professional yang bertindak dalam konteks jabatan yang diembannya. Dalam perspektif lain McClosky (1972:20) dalam International Encyclopedia of the social sciences menyatakan bahwa: “The term “political participation” will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the formation of public policy (partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui makna mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum”. Nie dan Verba (1975) dalam Handbook of Political Science mengemukakan bahwa: “By political participation we refer to those legal activities by private citizens which are more or less directly animed at influencing the selection of governmental personel and/or the actions they take (partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warganegara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat Negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka”. Dalam perspektif pengertian yang generik, Budiardjo (1996:183) memaknai partisipasi politik adalah: “Kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan Pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat Pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya”. Berbagai definisi partisipasi politik dari para pakar ilmu politik tersebut diatas, secara eksplisit mereka memaknai partisipasi politik bersubstansi core political activity yang bersifat personal dari setiap warganegara secara sukarela untuk berperanserta dalam proses pemilihan umum untuk memilih para pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penetapan kebijakan publik. Merujuk pemikiran politik tersebut dalam konteks sejarah penyelenggaraan pemilihan umum sebagai pesta demokrasi, secara empirik dapat dicermati tingkat partisipasi politik dan perkembangan golput di Indonesia. Secara kuantitatif tampilan tingkat partisipasi politik dalam Tabel 1 menunjukkan, bahwa tingkat partisipasi politik pada pemilu rezim Orde Lama (1995), rezim Orde Baru (1971-1997) dan Orde Reformasi (periode awal 1999) cukup tinggi, yaitu rata-rata diatas 90%, diiringi dengan tingkat Golput yang relative rendah, yaitu dibawah 10% (masih dalam batas kewajaran) Tabel 1. Tingkat Partisipasi Politik Pemilih dan Golput Dalam Pemilu di Indonesia No. Pemilu OPP Tingkat Partisipasi Politik (%) Golput (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 1955 1971 1977 1982 1987 1992 1997 1999 Pileg 2004 Pilpres I Pilpres II 118 10 3 3 3 3 3 48 24 24 24 91,4 96,6 96,5 96,5 96,4 95,1 93,6 92,6 84,1 78,2 76,6 8,6 3,4 3,5 3,5 3,6 4,9 6,4 7,3 15,9 21,8 23,4 Sumber: PPs UNIS Tangerang 2008, Diolah dari KPU dan BPS
  • 3. MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-86 84 Karena di negara demokrasi yang sudah majupun, seperti di Amerika Serikat juga mengalami trend kenaikan Golput, yaitu 21% pada tahun 1996 menjadi 32,3% pada tahun 1968; 40,8% pada tahun 1976, dan 53% pada tahun 1990. Cukup tingginya tingkat partisipasi politik pemilih pada pemilu era Orde Baru (1971 s/d 1977) tersebut, dinilai oleh komunitas akademik merupakan bentuk partisipasi politik yang dimobilisasikan, yaitu bukan bentuk partisipasi politik secara sukarela atau atas kesadaran politik secara personal. Penilaian tersebut relevan dengan pendapat Wiener (Huntington & Nelson, 1994:10) bahwa: “Beberapa studi secara eksplisit tidak menganggap tindakan yang dimobilisasikan atau yang dimanipulasikan sebagai partisipasi politik, yaitu lebih menekankan sifat sukarela dari partisipasi dengan argumentasi bahwa menjadi anggota organisasi atau menghadiri rapat-rapat umum atas perintah Pemerintah tidak termasuk partisipasi politik”. Selanjutnya secara eksplisit, Huntington dan Nelson (1994:11) membedakan partisipasi politik kedalam dua karakter, yaitu: a. Partisipasi yang demokratis dan otonom adalah bentuk partisipasi politik yang sukarela; b. Partisipasi yang dimanipulasi, diarahkan, dan disponsori oleh Pemerintah adalah bentuk partisipasi yang dimobilisasikan; Di era Orde Baru partisipasi politik yang dimobilisasikan merupakan kontribusi hasil mobilisasi politik yang dilakukan oleh jaringan aparat birokrasi pemerintahan Orde Baru, bersinergi dengan dukungan pengaruh para tokoh-tokoh masyarakat karismatik sebagai panutan yang telah dikooptasi oleh birokrasi pemerintahan sebagai wasit, namun ikut bermain politik sebagai orang Golkar. Kinerja kolaboratif tersebut membuktikan mampu menekan prosentase tingkat Golput. Namun secara empirik terjadi fenomena menarik mulai penyelenggaraan Pileg 2004, dimana tingkat partisipasi politik menunjukkan trend penurunan, yaitu 84.1%, dan kemudian turun lagi pada Pilpres II menjadi 76.6% disatu sisi, dan disisi lain angka Golput juga menunjukkan trend peningkatan secara potensial, yaitu pada Pileg 2004 sebesar 15.9% meningkat menjadi 23.4% pada Pilpres II. Kondisi peningkatan jumlah Golput di wilayah partisipasi politik tingkat nasional tersebut, nampaknya juga menular pada wilayah partisipasi politik tingkat lokal dalam proses politik penyelenggaraan Pilkada, sebagai bagian integral dari kegiatan Pemilu, terutama yang berlangsung di wilayah Pulau Jawa sebagai konsentrasi mayoritas penduduk di Indonesia, sebagaimana tercermin dalam Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Tingkat Golput Dalam Pilkada di Pulau Jawa No. Provinsi Pelaksanaan Pemilu Tingkat Golput (%) 1 2 3 4 5 Banten DKI Jabar Jateng Jatim 26-11-2006 08-08-2007 13-04-2008 22-06-2008 29-07-2008 39,17 34,59 32,70 41,50 39,37 Sumber: PPs UNIS Tangerang 2008, Kompas diolah. Tampilan data aktual hasil Pilkada tersebut menunjukkan, bahwa secara kuantitatif tingkat Golput cukup signifikan, yaitu mencapai prosentase rata-rata lebih dari 30% dari jumlah pemilih terdaftar, dan tentunya secara kualitatif cukup memberikan warning bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Secara empirik peningkatan angka Golput tersebut terjadi antara lain oleh realitas sebagai berikut: a. Pemilu dan Pilkada langsung belum mampu menghasilkan perubahan berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat b. Menurunnya kinerja partai politik yang tidak memiliki platform politik yang realistis dan kader politik yang berkualitas serta komitmen politik yang berpihak kepada kepentingan publik, melainkan lebih mengutamakan kepentingan kelompok atau golongannya. c. Merosotnya integritas moral aktor-aktor politik (elit politik) yang berperilaku koruptif dan lebih mengejar kekuasaan/kedudukan daripada memperjuangkan aspirasi publik. d. Tidak terealisasikannya janji-janji yang dikampanyekan oleh elit politik kepada publik yang mendukungnnya e. Kejenuhan pemilih karena sering adanya Pemilu/Pilkada yang dipandang sebagai kegiatan seremonial berdemokrasi yang lebih menguntungkan bagi para elit politik. f. Kurang netralnya penyelenggara Pemilu/Pilkada yang masih berpotensi melakukan keberpihakan kepada kontestan tertentu, di samping juga kurangnya intensitas sosialisasi Pemilu secara terprogram dan meluas. Secara prediktif jika kondisi politik dan ekonomi kurang kondusif, maka penyelenggaraan Pileg dan Pilpres 2009 nampaknya juga akan menghadapi realitas kondisional, yaitu di satu sisi penurunan partisipasi politik pemilih, dan di sisi lain meningkatnya jumlah Golput, sehingga akan timbul apatisme politik, seperti dikemukakan oleh McClosky (1972:20) bahwa: “Ada yang tidak ikut pemilihan karena sikap acuh tak acuh dan tidak tertarik oleh, atau kurang paham mengenai, masalah politik. Ada juga karena tidak yakin
  • 4. MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-8685 bahwa usaha untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah akan berhasil dan ada juga yang sengaja tidak memanfaatkan kesempatan memilih karena kebetulan berada dalam lingkungan dimana ketidaksertaan merupakan hal yang terpuji”. Bahkan secara spesifik kondisi tersebut juga akan diwarnai eksistensi golput juga akan mengalami eskalasi, yaitu tidak hanya di wilayah masyarakat perkotaan yang relatif terdidik, tetapi juga akan menyebar ke wilayah masyarakat pedesaan yang potensi jumlah pengangguran dan masyarakat miskin cukup signifikan. 3. Implikasi Golput Dalam Proses Demokratisasi Dalam tahapan demokrasi elektoral atau demokrasi prosedural, golput adalah manifestasi politik, dimana rakyat tidak berpartisipasi politik (menggunakan hak pilihnya) secara sukarela dalam pemilihan umum sebagai pesta demokrasi. Secara faktual fenomena Golput tidak hanya terjadi di negara demokrasi yang sedang berkembang, di negara yang sudah maju dalam berdemokrasipun juga menghadapi fenomena Golput, seperti di Amerika Serikat yang capaian angka partisipasi politik pemilihnya berkisar antara 50% s/d 60%, begitu pula di Perancis dan Belanda yang angka capaian partisipasi politik pemilihnya berkisar 86%. Secara kondisional faktor penyebab munculnya Golput di negara berkembang dan di negara maju tentunya berbeda. Sebagaimana dikemukakan Varma (2001:295) bahwa: “Di Negara berkembang lebih disebabkan oleh kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan hasil Pemilu yang kurang amanah dan memandang nilai- nilai demokrasi belum mampu mensejahterakan masyarakat. Kondisi ini jelas akan mempengaruhi proses demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena terjadi paradoks demokrasi atau terjadi kontraproduktif dalam proses demokratisasi”. Karenanya menghadapi fenomena Golput yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor kekecewaan publik terhadap kinerja partai politik dan pemerintah yang belum efektif, maka menjadi pembelajaran bagi partai politik dan pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya sebagai mesin kerja demokrasi yang efektif dan memiliki komitmen yang kuat, mewujudkan good public governance. Ketidakmampuan partai politik dan pemerintah menampilkan kinerja tersebut, maka fenomena Golput akan mengkristal menjadi faktor internal demokrasi yang potensial menimbulkan pembusukan demokrasi atau pembusukan politik (political decay), sehingga akan berimplikasi melumpuhkan demokrasi, dimana partai politik sebagai mesin pebangkit partisipasi politik dalam demokrasi secara moral ikut bertanggungjawab. Dalam mindset Golput, demokrasi di Indonesia saat ini lebih dimaknai oleh publik, yaitu baru sebatas kebebasan untuk mengkritik Pemerintah dan mengganti pemerintahan melalui Pemilu secara reguler, dan belum menyentuh substansi pembangunan demokrasi di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Fenomena tersebut, kiranya perlu mendapatkan apresiasi dan solusi oleh para aktor-aktor pemerintahan (penyelenggara negara) menghadapi Pemilu tahun 2009 agar pesta demokrasi lebih efisien dan berkualitas secara sistemik, baik dalam tataran input, process, dan output, dan malah bukan bersifat kontra produktif dalam berdemokrasi. Dalam arti proses demokrasi malah menurunkan tingkat partisipasi politik pemilih di satu sisi, dan di sisi lain malah makin meningkatnya jumlah Golput yang berimplikasi negatif bagi pembangunan kualitas demokrasi. 4. Wasana Wacana Berdasarkan pemikiran teoritik dan empirik dalam konteks implikasi Golput dalam perspektif pembangunan demokrasi di Indonesia tersebut diatas, dapat diintisarikan sebagai berikut: 1) Partisipasi politik merupakan salah satu tujuan pembangunan, termasuk pembangunan demokrasi (pembangunan politik) agar sistem politik dapat berjalan secara efektif. 2) Partisipasi politik juga menjadi indikator utama bagi tingkat keberhasilan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dalam Negara demokrasi modern. 3) Seiring dengan sikap partisipatif pemilih yang menggunakan hak pilihnya, sikap Golput yang tidak partisipatif dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suara, juga menjadi indikator tingkat keberhasilan Pemilu yang demokratis. 4) Fenomena golput muncul antara lain karena faktor politik dan sosial ekonomi, seperti kekecewaan politik dan sosial ekonomi terhadap hasil Pemilu yang belum mampu mewujudkan perilaku kehidupan politik yang berkualitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 5) Golput yang eskalatif dan signifikan secara potensial merupakan ancaman bagi proses demokratisasi, yang jika tidak mampu diatasi dengan kinerja Pemerintah yang amanah berbasis good public government dan keteladanan sikap serta perilaku yang bermartabat, dapat berimplikasi negatif melumpuhkan demokrasi Daftar Acuan Budiardjo, M. (1996). Demokrasi di Indonesia: Demokrasi parlementer dan demokrasi Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  • 5. MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-86 86 Giddens, A. (2000). The third way the renewal of social democracy. Malden: Blackwell Publisher Ltd. Huntington, S.P. & Nelson, J. (1977). No easy choice political participation in developing countries. Cambridge: Harvard University Press. McClosky, H. (1972). Political participation, international encyclopedia of the social science, (2nd ed.). New York: The Macmillan Company and Free Press. Nie, N.H. & Verba, S. (1975), Political participation, handbook of political science. Addison-Wesley Publishing Company. Varma, S.P. (2001). Teori politik modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.