1. KONDISI GEOLOGI TEKNIK SERTA
HUBUNGANNYA DENGAN GERAKAN MASSA DESA
GEMAHARJO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN
TEGALOMBO, KABUPATEN PACITAN
Disusun oleh :
Fandi Imanda Himawan
17/413633/TK/46073
Dosen Pembimbing :
Ir. Hendy Setiawan S.T., M.Eng., Ph.D.
Agus Hendratno S.T., M.T.
4. Latar belakang
1
Ruas Jalan Raya Ponorogo-Pacitan merupakan akses penghubung Kabupaten
Ponorogo dan Kabupaten Pacitan. Banyaknya kasus gerakan massa tanah
berupa tanah longsor di sekitar sisi ruas jalan tersebut setiap tahunnya,
menyebabkan sering terputusnya akses antara dua kabupaten tersebut.
2 Gerakan massa tanah merupakan proses terjadinya pergerakan material
penyusun lereng menuruni lereng akibat adanya kontrol gravitasi (Crozier dan
Glade, 2004.
3 Untuk mengetahui kondisi tingkat kerawanan daerah terhadap gerakan
massa, maka perlu dilakukan penyelidikan geologi teknik.
5. Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi geologi dan geologi teknik daerah penelitian?
Bagaimana tingkat kerentanan gerakan massa tanah daerah
penelitian?
Bagaimana pengaruh kondisi geologi teknik terahdap gerakan
massa ?
6. Tujuan Penelitian
Mengetahui kondisi geologi dan geologi teknik daerah penelitian
Menghasilkan peta zonasi kerentanan gerakan massa daerah
penelitian
Mengetahui pengaruh kondisi geologi teknik terhadap tingkat
kerentanan gerakan massa di daerah penelitian
7. Lokasi Penelitian
Daerah penelitian memiliki luasan 6 x 3 km,
berlokasi di Desa Gemaharjo dan sekitarnya,
Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan serta sedikit
mencakup sebagian kecil daerah Kabupaten Ponorogo.
Lokasi berada pada peta RBI lembar Tegalombo 1507-
443.
8. Batasan Penelitian
1. Aspek geologi teknik yang dipetakan meliputi geomorfologi, struktur geologi, serta batuan dan tanah.
2. Penentuan kualitas massa batuan didasarkan pada nilai GSI
3. Penamaan jenis batuan pada penelitian ini tidak didasarkan dari hasil analisis petrografi namun menggunakan klasifikasi lapangan
4. Penentuan tingkat kerentanan gerakan massa mengacu pada nilai FS dan peta geologi teknik berdasarkan dari aspek geologi teknik yang
dipetakan.
5. Pengujian dan analisis laboratorium dilakukan pada sampel tanah disturbed dan penentuan nilai kekuatan tanah hanya didapatkan melalui
uji direct shear.
6. Informasi kondisi hidrogeologi daerah penelitian didapatkan dari Peta Hidrogeologi Regional 1:250.000 dan tidak digunakan dalam dasar
pembuatan model atau analisis.
7. Aspek tinggi muka air tanah (MAT) dan ketebalan tanah dalam metode derterministik tidak dipertimbangkan.
8. Data intensitas curah hujan dan peak ground acceleration tidak dipertimbangkan sehingga nilai faktor keamanan terbatas pada faktor
keamanan lereng statis.
9. Peneliti Terdahulu
1. Van Bemmelen (1949)
Penelitian ini dasar informasi mengenai kondisi fisiografi daerah penelitian yang termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan Jawa Timur.
2. Samoedra dkk. (1992)
Penelitian ini menghasilkan Peta Geologi Regional berskala 1:100.000, yang mana dalam penelitian ini menggunakan Peta Geologi Lembar
Pacitan.
3. Purwanto (1997)
Penelitian ini memberikan informasi tambahan mengenai dominasi pola arah struktur pada daerah penelitian.
4. Karnawati (2005)
Menjelaskan bagaimana penyebab pergerakan tanah dan batuan yang dibedakan menjadi faktor pengontrol dan pemicu gerakan tanah.
5. Wahyudianto (2020)
Penelitian yang dilakukan di sekitar daerah penelitian yang membahas tentang bagaimana kejadian longsor pada masa Siklon Cempaka 2017
sehingga menjadi referensi terkait kecenderungan tipe longsoran.
6. Pratiwi (2019)
Membahas mengenai pengaruh batuan alterasi terhadap longsor di Jalur Ponorogo – Trenggalek. Menjadi referensi karena topik dan lokasi
penelitian yang relatif dekat.
7. Rivaldi (2020)
Membahas mengenai karakteristik geologi teknik pada konstruksi jalan sehingga dapat menjadi referensi penulis dalam aspek geologi teknik
serta analisis laboratoriumnya.
8. Pusat Vulkanologi dan Mitigigasi Bencana Geologi (2018)
Penelitian ini menghasilkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Pacitan skala 1:250.000
11. Fisiografi Regional
• Secara fisiografi dareah penelitian termasuk dalam Zona
Pegunungan Selatan Jawa Timur (Van Bemmelen, 1949).
• Kondisi topografi bergunung terutama pada bagian utara
DAS Grindulu, termasuk Kecamatan Tegalombo serta
beberapa kecamatan lainnya.
• Daerah perbukitan dan pegunungan ini memiliki kemiringan
lereng antara 25 – 40%.
13. Struktur Geologi Regional
Daerah Pacitan utara tersusun atas pola sesar yang memiliki kecenderungan
arah barat daya – timur laut dan barat – timur (Samoedra dkk. 1992).
Menurut Adjat dan Untung (1975) dalam Purwanto (1997) Sesar-sesar
tersebut didominasi arah barat laut – tenggara dan timur laut – baratdaya
yang mana pertemuan dua pola arah tersebut dapat ditemukan di daerah
sekitar kecamatan Tegalombo.
14. Potensi Gerakan Tanah Regional
• Secara kerentanannya terhadap terjadinya gerakan tanah, daerah penelitian memiliki sebaran zona
kerentanan gerakan tanah menengah serta zona kerentanan gerakan tanah tinggi menurut Peta Zona
Kerentanan Gerakan Tanah yang telah diunggah oleh (PVMBG, 2018)
16. Peta Geologi Teknik
Peta Khusus
Peta Analisis
Peta Skala Besar
Peta Geologi
Teknik
Peta Serbaguna
Kegunaan
Peta Umum
Peta Bantu
Peta Pelengkap
Peta Skala Sedang
Peta Skala Kecil
Isi
Skala
17. Karakteristik Geologi Teknik
Penyelidikan geologi teknik merupakan salah satu upaya dalam melakukan karakterisasi
geologi teknik yang mana merupakan bagian dari pemetaan geologi teknik. Adapun aspek yang
dimuat dalam peta geologi teknik diantaranya sebagai berikut :
1. Kondisi Geomorfologi
Klasifikasi yang membagi geomorfologi berdasarkan morfometri dan bentuk muka bumi
dijelaskan oleh Van Zuidam (1983) dan Brahmantyo dan Bandono (2006)
18. 2. Kondisi Struktur Geologi
Struktur geologi merupakan suatu bidang diskontinuitas yang mana merupakan hasil dari proses
geodinamik yang bekerja akibat adanya pergerakan lempeng tektonik.
3. Aspek Batuan dan Tanah
Aspek batuan dan tanah merupakan hal yang penting dalam pemetaan geologi teknik. Dalam
pengklasifikasian batuan dan tanah hal yang perlu diamati adalah sifat fisik dan keteknikannya. Sifat fisik
tersebut meliputi warna, tekstur dan struktur, komposisi mineral, tingkat pelapukan dan kondisi diskontinuitas.
Contoh sifat fisik :
• Warna (dikontrol oleh mineral penyusun)
• Tekstur dan Struktur (geometri, komponen penyusun dan hubungan antar komponen)
• Komposisi Mineral (deskripsi megaskopis atau mikroskopis)
19. • Tingkat Pelapukan
Kondisi Keterangan
Tingkat
Pelapukan
Fresh
Tidak ada tanda pelapukan, hanya sedikit terlihat
adanya perubahan warna pada permukaan bidang
diskontinuitas
I
Slightly
weathered
Terlihat adanya perubahan warna pada permukaan
batuan dan bidang diskontinuitas
II
Moderately
weathered
Bagian batuan yang mengalami dekomposisi
menjadi tanah <50%
III
Highly
weathered
Bagian batuan yang mengalami dekomposisi
menjadi tanah >50%
IV
Extremely
weathered
Seluruh komponen penyusun batuan telah
terdekomposisi menjadi tanah namun struktur
massa batuan masih teramati
V
Residual soil
Seluruh komponen penyusun batuan telah menjadi
tanah dan struktur massa batuan sudah tidak
teramati. Sebagian kecil tanah hasil lapukan
mengalami transportasi secara insignifikan
VI
Kondisi tingkat pelapukan (ISRM, 1978)
• Kondisi diskontinuitas (bidang rekahan akibat pengaruh gaya)
Parameter deskripsi untuk bidang diskontinuitas oleh
Vallejo dan Ferrer (2011)
20. A. Sifat Indeks Tanah
• Ukuran Butir
• Densitas
𝜌𝑑 =
𝑀𝑠
𝑉𝑡
(
𝑘𝑔
𝑚3
𝑎𝑡𝑎𝑢
𝑚𝑔
𝑚3
)
Keterangan :
𝜌𝑑 = densitas (g/cm3)
𝑀𝑠 = Massa butir padat (g)
𝑉𝑡 = volume total (cm3)
• Specific Gravity
𝐺 =
𝜌𝑠
𝜌𝑤
Keterangan :
G = specific gravity
𝜌𝑠 = densitas solid (g/cm3)
𝜌𝑤 = densitas air (g/cm3)
• Rasio Pori
𝑒 =
𝑉𝑣
𝑉𝑠
Keterangan :
𝑒 = Rasio pori
𝑉𝑣 = Volume rongga (cm3)
𝑉𝑠 = Volume komponen padat (cm3)
AST
M
(D422
;
D653
)
Boulders Coble
s
Gravel Sand Silt Clay Colloid
s
C M F
300 75 4.75 2 0.4 25 0.075 0.005 0.001
(mm)
• Porositas
𝑛 =
𝑉𝑣
𝑉𝑡
𝑥 100%
Keterangan :
𝑛 = Porositas (%)
𝑉𝑣 = Volume rongga (cm3)
𝑉𝑡 = Volume total (cm3)
• Tingkat Saturasi
𝑆 =
𝑉𝑤
𝑉𝑣
𝑥 100%
Keterangan :
𝑆 = Tingkat saturasi (%)
𝑉𝑤 = Volume air (cm3)
𝑉𝑣 = Volume rongga (cm3)
• Kadar Air (W)
𝑊 =
𝑀𝑤
𝑀𝑠
× 100
Keterangan :
W = Kadar air (%)
𝑀𝑤 = Massa air (g)
𝑀𝑠 = Massa butiran padat (g)
21. • Hubungan volume dan massa tanah
Menjelaskan bahwa massa dari tanah tersusun atas partikel padat dan voids yang terletak diantara partikel-partikel padat (Holtz dkk., 2011).
Ilustrasi penyusun tanah yang mengandung partikel padat
(S), serta voids yang berisi air (W) dan gas atau udara (A)
(Holtz dkk., 2011).
Hubungan volume dan massa tanah yang
diilustrasikan dalam diagram fase (Holtz dkk., 2011).
22. B. Sifat Mekanika Tanah
• Kekuatan
Kuat geser
Menurut Madora (2016), kuat geser merupakan besar gaya geser yang dapat
ditahan oleh material sebelum batuan mengalami keruntuhan. Pengujian kuat
geser akan menghasilkan nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (Φ). Nilai kuat
geser dapat diformulasikan sebagai berikut :
𝜏 = 𝜎 tanΦ + 𝑐
Keterangan :
𝜏 = kuat geser (kN/m2)
𝑐 = kohesi (kN/m2)
Φ = sudut geser dalam (º)
𝜎n = tegangan normal (kN/m2)
• Untuk menentukan nilai kohesi
dan sudut geser dalam di dalam
penelitian ini digunakan metode
direct shear .
• Konsistensi tanah
Dari presentase kandungan air inilah dapat diketahui batas transisi keadaan konsistensi
tanah yaitu dari batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) hingga batas
pengkerutan (shrinkage limit). Dari pemahaman terhadap batas transisi tersebut,
akhirnya dapat diketahui nilai dari indeks plastisitas.
𝑃𝐼 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿
Keterangan :
𝑃𝐼 = Indeks plastisitas
𝐿𝐿 = Liquid limit
𝑃𝐿 = Plastic limit
23. • Analisis hidrometer
Analisis hirometer dilakukan guna mengetahui kecepatan
pengendapan partikel yang terbawa oleh fluida serta untuk
mendapatkan distribusi ukuran butir tanah yang tidak tertahan
oleh saringan no.200. Perhitungan untuk mengetahui kecepatan
pengendapan fluida diformulasikan sebagai berikut :
𝑣 =
𝜌𝑠 − 𝜌𝑤
18𝜂
× 𝐷2
Keterangan :
𝑣 = Kecepatan pengendapan (cm/s)
𝜌𝑠 = Berat volume partikel (g/cm3)
𝜌𝑤 = Berat volume air (g/cm3)
𝜂 = Kekentalan air (g.s/cm2)
𝐷 = Diameter partikel (mm)
• Klasifikasi tanah
Klasifikasi sampel berbutir kasar (ASTM 2487-06, 2000)
24. Klasifikasi sampel berbutir halus (ASTM 2487-06, 2000) Diagram plastisitas sampel berbutir halus (ASTM 2487-06, 2000)
25. Setelah penilaian dilakukan, maka nilai GSI kualitas massa batuan
dapat ditentukan menggunakan klasifikasi oleh Marinos dan Hoek
(2000).
Nilai GSI Kualitas Massa Batuan
76 - 95 Sangat Baik
56 – 75 Baik
41 – 55 Sedang
21 – 40 Buruk
<20 Sangat Buruk
C. Kualitas Massa Batuan
Pengertian massa batuan sendiri adalah susunan blok-blok material batuan yang dibatasi oleh bidang diskontinuitas (Siswanto &
Anggraini, 2018). Menurut (Bieniawski, 1989), klasifikasi massa batuan dibuat tidak untuk menjadi pengganti dari studi analisis, pengamatan
lapangan, maupun pengukuran atau penilaian keteknikan. Klasifikasi massa batuan yang digunakan untuk penelitian kali ini adalah klasifikasi
Geological Strength Index (GSI).
26. 4. Kondisi Hidrogeologi
Menurut (Dearman, 1991), dalam penyusunan peta geologi teknik penting dilakukan upaya
pengamatan kondisi hidrogeoologi baik kondisi hidrogeologi permukaan maupun bawah permukaan. Selain itu,
kondisi infiltrasi, kecepatan dan arah aliran air, kandungan air, rembesan serta kandungan polutan dalam air
perlu dilakukan.
27. Gerakan Massa
• Pengertian
Gerakan massa merupakan proses pergerakan material pada lereng yang diantaranya adalah batuan,
tanah, serta material-material lain (Pergerakan massa dari lereng dapat bervariasi dari yang berkecepatan
rendah sampai tinggi dimana jenis pergerakan ini dapat dibedakan seperti fall, slide, creep, dan slump.
Type of movement of slides
Slides materials
Bedrock
Engineering soils
Predominantly
coarse
Predominantly
fine
Falls Rock fall Debris fall Earth fall
Topples Rock topple Debris topple Earth topple
Slides (rotational and
translational)
Rock slide Debris slide Earth slide
Lateral Spreads Rock spread Debris spread Earth spread
Flows Rock creep Debris creep Earth creep
28. Kestabilan lereng sendiri dapat ditunjukkan dalam
hubungan antara gaya yang cenderung menahan
material dari lereng serta gaya yang mendorong
material. Hubungan ini dapat dinyatakan dalam
rumus tingkat keamanan (FS).
FS =
𝑠𝑠
𝑖
Dimana :
FS = Safety Factor (Faktor keamanan)
ss = Shear strength (kN/m2) (Total kuat geser pada
bidang geser tertentu)
i = Shear stress (kN/m2) (Total gaya geser yang
berkembang pada bidang tersebut)
Keterangan :
A = Permukaan geser (m2)
W = Gaya gravitasi (N)
c = Kohesi (kN/m2)
𝜎 = Tegangan normal = W cos ß/A (kN/m2)
Φ = Sudut gesek dalam (º)
Wsin ß/A = Shear stress (kN/m2)
c + 𝜎 tan Φ = Shear strength (kN/m2)
29. Faktor Pengontrol Kestabilan Lereng
Menurut Karnawati (2005), penyebab terjadinya pergerakan tanah dan batuan dapat dibedakan menjadi
faktor-faktor yang menjadi kontrol dan pemicu terjadinya pergerakan.
1. Faktor pengontrol adalah faktor-faktor yang membuat kondisi lereng rapuh atau dapat bergerak
2. Pemicu pergerakan adalah proses mengubah lereng dari kondisi rentan atau keadaan siap bergerak ke
kondisi kritis dan akhirnya bergerak.
30. Kriteria keruntuhan
Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb:
Parameter yang digunakan dalam kriteria keruntuhan didasarkan dalam pada dua asapek yaitu besarnya nilai
kohesi dan nlai sudut gesek dalam dengan mempertimbangkan hubungan antara tegangan normal menurut
(Das & Sivakugan, 2016).
𝜏𝑓 = 𝑐 + 𝜎 tan 𝜙
Keterangan:
τf = Kuat geser tanah (kN/m2)
c = Kohesi (kN/m2)
σ = Tegangan normal (kN/m2)
ϕ = Sudut gesek dalam (o)
31. Analisis Kesetimbangan Batas
• Metode analisis kestabilan lereng untuk menentukan faktor keamanan (FS)
• Abramson (2002) membagi metode dalam analisis kesetimbangan batas dengan parameter kemampuan
metode tersebut untuk mempertimbangkan kesetimbangan gaya dan kesetimbangan momen.
Pembagian slip surface menjadi beberapa irisan (Abramson, 2002).
Metode
Kesetimbangan Gaya Kesetimbangan
Momen
x y
Ordinary method of
slices (OMS)
Tidak Tidak Ya
Bishop’s simplified Ya Tidak Ya
Janbu’s simplified Ya Ya Tidak
Lowe and Karafiath’s Ya Ya Tidak
Corps of Engineers Ya Ya Tidak
Spencer’s Ya Ya Ya
Bishop’s rigorous Ya Ya Ya
Janbu’s generalized Ya Ya Tidak
Sarma’s Ya Ya Ya
Mongenstern-Price Ya Ya Ya
Pembagian metode berdasarkan kemampuannya untuk
mempertimbangkan kesetimbangan gaya dan
momen (Abramson, 2002)
32. • Metode Bishop’s Simplified:
Metode ini digunakan untuk menghitung potensi
keruntuhan lereng melalui rotasi blok tanah pada bidang
gelincir yang berbentuk lingkaran atau circular yang
berpusat pada O. Metode ini juga membagi bagian lereng
yang ada pada bagian atas bidang gelincir menjadi
beberapa irisan serta mempertimbangkan gaya-gaya
yang bekerja pada irisan-irisan tersebut (Das, 2007).
𝐹𝑆 =
𝑛=1
𝑛=𝑝
𝑐′𝑏𝑛+𝑊𝑛 tan 𝜙′
1
𝑚𝑎(𝑛)
𝑛=1
𝑛=𝑝
𝑊𝑛 sin 𝑎𝑛
Dimana,
𝑚𝑎 𝑛 = cos 𝑎𝑛 +
tan 𝜙′ sin 𝑎𝑛
𝐹𝑆
33. Penyusunan Zona Kerentanan Gerakan Tanah
- Metode Heuristik
- Metode Statistik
- Metode Deterministik
Metode Skala
Luasan Area
(km2
)
Heuristik Kecil < 1 : 100.000 > 10.000
Statistik Menengah
1 : 100.000 s/d 1 :
25.000
> 1.000 s/d
10.000
Deterministik Besar > 1 : 25.000 < 1.000
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode
deterministik
Penyusunan zona kerentanan gerakan tanah SNI
8291:2016
Metode ini mempunyai tujuan untuk memberi
gambaran umum kondisi gerakan tanah yang ada pada
daerah tersebut dan sebagai fase awal dalam
pengembangan suatu wilayah atau studi pendahuluan.
Pembagian zona pada metode statistik tergantung
pada karakteristik kelerengan, jenis batuan, tataguna
lahan, dan pengontrol gerakan tanah lainnya.
Metode ini mempunyai tujuan untuk perencanaan suatu
lokasi sebelum pembuatan desain dalam pembangunan
infrastruktur. Pada skala ini dibuat zonasi berdasarkan faktor
keamanan lereng baik dengan variasi faktor pengontrol
maupun pemicu.
34. Zona kerentanan gerakan tanah tinggi adalah pada wilayah
yang mempunyai nilai Faktor Keamanan Lereng FK <1,2.
Zona kerentanan gerakan tanah menengah adalah wilayah
yang mempunyai nilai Faktor Keamanan Lereng 1,2 ≤ FK <
1,7.
Zona kerentanan gerakan tanah rendah adalah wilayah
yang mempunyai nilai Faktor Keamanan Lereng 1,7≤ FK <
2,0.
Zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah adalah
wilayah yang mempunyai nilai Faktor Keamanan Lereng
FK ≥ 2,0.
35. • Alur pekerjaan pemetaan zona kerentanan gerakan tanah dengan metode deterministik
36. Hipotesis
1. Jenis litologi daerah penelitian tersusun atas Formasi Watupatok, Batuan Terobosan, dan
Formasi Jaten dengan dominasi litologi berupa lava, sisipan batupasir, batulempung, serta rijang
yang berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal serta didominasi oleh pola sesar yang memiliki
kecenderungan arah barat daya – timur laut dan barat – timur.
2. Berdasarkan zonasi kerentanan gerakan massa oleh PVMBG (2018), kondisi gerakan tanah
daerah penelitian terdapat dua zona kerentanan gerakan massa, yaitu zona kerentanan gerakan
massa menengah dan tinggi serta kondisi kemiringan lereng daerah penelitian memiliki variasi
dari landai (5 – 15%) sampai curam hingga hampir tegak (>70%) dan agak terjal (30 – 50%)
hingga hampir tegak (>70%).
3. Satuan geologi teknik yang memiliki nilai karakteristik geologi teknik yang tinggi atau baik akan
memiliki implikasi terhadap tingkat kerentanan gerakan massa yang rendah, maka pengaruh
faktor geologi teknik terhadap tingkat kerentanan gerakan massa memiliki hubungan yang
berbanding terbalik.
38. Alat dan Bahan
Alat Kegunaan
Palu Geologi Untuk mengambil sampel dan dapat digunakan sebagai pembanding
singkapan.
Kompas
Geologi
Untuk mengukur sudut kerelengan, strike/dip bidang perlapisan dan
struktur.
GPS Untuk mengetahui posisi kedudukan suatu titik dalam peta.
Lup Untuk membantu dalam mengamati komposisi batuan secara
megaskopis.
Peta
Topografi
Untuk melakukan pengeplotan lokasi dan sebagai peta dasar dalam
pembuatan peta geologi dan geomorfologi.
Komparator
Butir
Untuk menentukan ukuran butir penyusun batuan.
HCL 0,1
Molar
Untuk melakukan uji kandungan material karbonat dalam batuan
Clipboard Untuk alas peta topografi, dan dapat digunakan sebagai bidang
bantu dalam pengukuran dengan kompas
Plastik
Sampel
Untuk tempat atau wadah dari sampel batuan
Kamera Untuk keperluan dokumentasi lapangan
Alat Kegunaan
Spidol waterproof Untuk memberi nomor sampel pada plastik sampel
Buku Catatan Lapangan Untuk tempat mencatat data lapangan
Pulpen dan Pensil Untuk alat tulis
Penghapus Untuk menghapus kesalahan penulisan
Pensil Warna Untuk memberi warna pada data tertentu, atau pada
peta topografi
Penggaris Untuk alat pengukur di lapangan
Busur Untuk alat bantu pengukur sudut yang terbentuk
Alat Kegunaan
Peta Dasar Untuk orientasi medan dan plotting lokasi (peta dasar yang
digunakan adalah peta topografi dan peta RBI daerah
penelitian)
Peta Geologi Regional Untuk rujukan awal kondisi geologi di lapangan
Peta Geologi Teknik Untuk rujukan awal kondisi keteknikan di lapangan
Referensi Untuk rujukan awal penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan di lapangan
Alat Kegunaan
Sampel disturbed Untuk pengujian keteknikan batuan
Direct Shear Test Untuk pengujian keteknikan kuat geser pada tanah
Cawan, oven, timbangan Untuk menguji sifat indeks pada sampel batuan dan tanah
39. Tahap Pendahuluan
Tahapan Penelitian
1. Penentuan topik penelitian mengenai
pemetaan geologi Teknik pada daerah rentan
gerakan massa
2. Perumusan masalah dengan mengidentifikasi
permasalahan yang dijadikan fokus
penelitian
3. Studi pustaka mengenai topik penelitian
meliputi studi literatur secara regional
maupun studi dari peneliti terdahulu
4. Perumusan hipotesis berdasarkan studi
pustaka
5. Peninjauan lokasi penelitian (reconaissance)
1. Data primer
a) Data geologi (kondisi geologi di lapangan)
b) Data kondisi geologi teknik
c) Pengambilan sampel untuk keperluan analisis
(disturbed)
2. Data Sekunder
a) Citra DEM
b) Peta Hidrogeologi Regional
Tahap Pengambilan Data
40. Tahap Uji Laboratorium
Hasil data tersebut menjadi input data pemodelan
• Tahap Analisis Data
1. Uji sifat indeks, merupakan pengujian yang dimaksudkan untuk
mengetahui aspek ukuran butir, densitas, kadar air dan specific gravity.
2. Uji sifat mekanika, merupakan pengujian sifat mekanika tanah untuk
mengetahui nilai kekuatan tanah dalam menahan suatu gaya. Dalam
pengujian ini menggunakan metode direct shear.
1. Peta Geologi, dibuat dengan memperhatikan hasil dari pengamatan
lapangan yang meliputi data litologi, dan struktur geologi. Peta yang dibuat
berskala 1:24.000.
2 Peta Kemiringan Lereng, didapatkan dari analisis citra digital (DEM) yang
nilainya berdasarkan klasifikasi van Zuidam (1983).
3. Peta Geomorfologi, didapatkan dari hasil dari penggabungan antara
pengamatan morfologi di lapangan berdasarkan klasifikasi Brahmantyo &
Bandono (2006) serta hasil analisis citra digital (DEM)
4. Peta Tingkat Pelapukan, didapatkan dari pengamatan langsung di lapangan
menggunakan klasifikasi ISRM (1978).
5. Peta Kualitas Massa Batuan, dibuat berdasarkan penentuan karakter massa
batuan di lapangan dengan menggunakan klasifikasi massa batuan GSI
menurut Marinos dan Hoek (2000).
6. Peta Geologi Teknik, dibuat melalui hasil interpolasi yang didasarkan
pada Peta Geologi, Peta Geomorfologi, Peta Tingkat Pelapukan, Peta
Kualitas Massa Batuan dan kondisi hidrogeologi regional.
7. Peta Zona Kerentanan Gerakan Massa, didapatkan dari hasil analisis
langsung dengan perhitungan safety factor (FS) daerah penelitian serta
hasil interpolasi zonasinya didasarkan pada Peta Geologi Teknik dengan
menggunakan metode deterministik.
41. Tahap Penarikan Kesimpulan dan Penyusunan Laporan
Pada tahapan ini peneliti membuat kesimpulan melalui kajian hasil analisis dan pengolahan
data yang dilakukan. Penarikan kesimpulan diperlukan demi memenuhi tujuan penelitian.
44. Penyelidikan Geologi Teknik
• Kondisi Geomorfologi
Peta analisis kemiringan lereng yang diolah dari
citra DEM menggunakan software ArcGIS
Peta Geomorfologi daerah penelitian
48. Profil geologi CDE dan AB daerah penelitian
Singkapan dengan struktur kekar tiang
Kenampakan chilled margin dan baked margin pada STA 18
49. • Pola kelurusan yang mendominasi di daerah
penelitian berarah barat daya – timur laut serta
beberapa barat laut – tenggara
• Gaya utama yang didapatkan berarah
timur laut – barat daya.
• Kondisi Struktur Geologi
50. Sesar yang ditemukan pada daerah penelitian :
a. Sesar Geser Menganan Tempuran (Peta Geologi Regional)
b. Sesar Geser Mengiri Karangrejo (Peta Geologi Regional)
c. Sesar Diperkirakan Pucangombo (DEM)
d. Sesar Geser Mengiri Gemaharjo (Data lapangan)
e. Sesar Diperkirakan Gemaharjo (DEM)
f. Sesar Diperkirakan Wates (DEM)
g. Sesar Geser Menganan Wates (Data Lapangan)
Kenampakan zona sesar dari Sesar Geser
Menganan Tempuran pada STA 18.
Bukti keberadaan sesar lokal serta rekahan yang
terisi mineral yang berada pada zona sesar geser
mengiri karangrejo
Bukti striasi yang ada pada sesar geser
menganan wates
Bukti striasi yang ada pada sesar geser mengiri gemaharjo
51. Aspek Batuan dan Tanah
Tingkat pelapukan
1. Satuan batuan kualitas baik
(nilai GSI 55-60)
2. Satuan batuan kualitas
sedang (nilai GSI 45-50)
3. Satuan batuan kualitas
buruk (nilai GSI 30-40)
4. Satuan batuan kualitas
sangat buruk (nilai GSI 10-
15)
1. Satuan lapuk
tinggi
2. Satuan lapuk
sedang
3. Satuan lapuk
rendah
Kualitas massa batuan GSI
54. Karakteristik Geologi Teknik
1. Satuan geologi teknik A
• Perbukitan Intrusi miring – agak curam (0 –
16°)
• Satuan Intrusi andesit, keberadaan struktur
minim
• Tingkat pelapukan sedang – tinggi
• Nilai GSI 45-50 (kualitas sedang)
• Kondisi hidrogeologi berupa daerah ari tanah
langka susunan andesit berkelulusan rendah
2. Satuan geologi teknik B
• Perbukitan Intrusi Agak curam – curam
(16 – 35°)
• Satuan Intrusi andesit, kondisi struktur di
oleh sesar geser mengiri gemaharjo
• Tingkat pelapukan sedang – tinggi
• Nilai GSI 50-30 (kualitas sedang - buruk)
• Kondisi hidrogeologi berupa daerah ari
tanah langka susunan andesit
berkelulusan rendah
3. Satuan geologi teknik C
• Perbukitan Intrusi Agak curam – curam
(16 – 35°)
• Satuan Intrusi andesit & batupasir,
kondisi struktur berupa sesar melimpah
• Tingkat pelapukan sedang – tinggi
• Nilai GSI 55-10 (kualitas sedang - sangat
buruk)
• Kondisi hidrogeologi berupa daerah ari
tanah langka susunan andesit
berkelulusan rendah
Satuan geologi teknik :
55. Analisis dan Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah
• Hasil pengujian sifat indeks dan mekanika tanah
No Kode
Sampel
Litologi
Sifat Indeks
Tingkat
Pelapuk
an
Sifat Mekanika
Bulk
Density
(g/cm3
)
Dry
Density
(g/cm3
)
Water
Content
(%)
Spesific
Gravity
(Sg)
Void
Ratio (e)
Saturation
Degree (S)
c
(kN/m2
)
𝜙
( o
)
1 FIH 03 Andesit 1,7 1,6 5,4 2,17 0,35 33,36 Lapuk
sedang
2,41 16,86
2 FIH 19 Andesit 1,5 1,3 15,8 2,27 0,81 44,74 Lapuk
tinggi
7,58 15,22
3 FIH 08 Andesit 1,7 1,5 14,0 2,22 0,49 64,34 Lapuk
rendah
11,90 11,43
• Hasil pengujian hidrometer dan atterberg limit
No Kode
Sampel
Distribusi Ukuran Butir & Atterberg Limit
Gravel
%
Sand % Silt % Clay % Cu CC LL % PL % PI % Jenis
Tanah
ASTM
1 FIH 03 0,0 84,170 15,119 0,054 22,6520 0,4328 60,07 32,59 27,47 SM Silty
Sand
2 FIH 19 4,160 88,000 5,587 0,08900 13,1762 1,3039 56,40 27,59 28,80 SW – SC
Silty Clay
3 FIH 08 0,380 95,040 3,957 0,099000 8,1456 2,0792 59,18 39,9 19,24 SW Well
Graded
Sand
• Analisis gerakan tanah di daerah penelitian
• Keterangan:
T = tinggi lereng (m); L = lebar lereng (m);c = gaya kohesi tanah (kN/m2); = sudut
gesek dalam tanah (o); = unit weight (KN/m3)
56. • Lereng FIH 03
• Material Silty Sand
• Faktor keamanan (FS) 0,662
• Sifat indeks: dry density (ρd): 1,6 g/cm3, Water
content (w): 5,4% , Specific gravity (Sg) : 2,17
g/cm3, Void ratio (e) : 0,35 dan Saturation
degree (S) : 33,36%.
• Lereng FIH 19
• Material Well Graded Sand
• Faktor keamanan (FS) 1.674
• sifat indeks Dry density (ρd): 1,5 g/cm3,
Water content (w): 14% , Specific gravity
(Sg) : 2,22 g/cm3 , Void ratio (e) : 0,49 dan
Saturation degree (S) : 64,34%.
• Lereng FIH 08
• Material Silty Clay
• Faktor keamanan (FS) 2.545
• sifat indeks Dry density (ρd): 1,3 g/cm3,
Water content (w): 15,8% , Specific gravity
(Sg) : 2,27 g/cm3, Void ratio (e) : 0,81 dan
Saturation degree (S) : 44,74%.
60. Kesimpulan
• Kondisi geologi terbagi menjadi dua satuan batuan yaitu satuan Intrusi Andesit serta satuan
Batupasir. Berdasarkan parameter morfologi dan morfometri, geomorfologi daerah penelitian dapat
dibedakan menjadi morfologi perbukitan intrusi berlereng curam (16 – 55°), perbukitan intrusi
berlereng agak curam (8 – 16°) dan perbukitan intrusi berlereng miring (0 – 8°).Kondisi struktur
geologi daerah penelitian yang didapatkan dari analisis citra DEM menunjukan bahwa pola
kelurusan didominasi arah barat daya – timur laut dan beberapa cenderung barat laut – tenggara.
Pola kelurusan tersebut dimasukkan ke dalam rose diagram dan didapatkan arah gaya utama pada
daerah penelitian yaitu barat daya – timur laut. Satuan geologi teknik daerah penelitian terbagi
menjadi 3 (tiga) satuan yaitu satuan geologi teknik A, satuan geologi teknik B dan satuan geologi
teknik C berdasarkan kondisi geomorfologi, keberadaan struktur, tingkat pelapukan, kualitas massa
batuan GSI dan kondisi hidrogeologi. (Gambar 6. 1).
61. • Zona kerentanan gerakan massa tanah pada Desa Gemaharjo dan sekitarnya terbagi menjadi 3 (tiga) zona kerentanan
gerakan massa tanah, yaitu zona dengan tingkat kerawanan tinggi (nilai FS sebesar 0,662), zona dengan tingkat kerawanan
sangat rendah (nilai FS sebesar 2,545) dan zona dengan tingkat kerawanan menengah (nilai FS sebesar 1,674) yang secara
detail dapat dilihat pada Tabel 6. 5 serta Gambar 6. 5.
• Dari hasil pengamatan lapangan serta analisis karakteristik geologi teknik dapat dilihat bahwa daerah dengan tingkat
kerentanan gerakan massa tanah yang tinggi berada pada yang daerah yang memiliki karakteristik geologi teknik yang
buruk, yaitu keberadaan struktur geologi yang melimpah, kondisi geomorfologi yang memiliki tingkat kecuraman yang
tinggi, kualitas massa batuan yang buruk, maka dari itu kondisi geologi teknik yang memiliki nilai yang tinggi atau baik akan
memiliki implikasi terhadap tingkat gerakan massa yang rendah.
62. Saran
• Mengurangi beban serta kemiringan lereng di daerah dengan tingkat kejadian gerakan massa yang tinggi
dengan melakukan ekskavasi atau penggalian.
• Memperkuat kekuatan lereng dengan membuat dinding penahan (retaining wall) dan melakukan
pengendalian air permukaan dengan membuat drainase air.
• Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mempertimbangkan kondisi kedalaman muka air tanah serta
ketebalan tanah.
64. • Abramson, L. W., Lee, T. S., Sharma, S. & Boyce, G. M., (2002). Slope Stability an Stabilization Methods. s.l.:John Wiley
& Sons Inc.
• ASTM. (1995). D-5731-95, Standard Test Method for Determination of Point Load Strength Index of Rock,
Pennsylvania: West Conshohocken.
• ASTM. (2000). D 2487-06, Standard Practice for Classification of Soils for
• Engineering Purposes (Unified Soil Classification System), Pennsylvania :West Conshohocken.
• ASTM. (1998). D 422-63, Standard Test Method for Particel Size Analysis of Soils, Pennsylvania: West Conshohocken.
• Badan Standardisasi Nasional. (2016). SNI 8291:2016 : Penyusunan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Badan
Standardisasi Nasional.
• Badan Standarisasi Nasional. (1992). SNI 03-2849-1992 : Tata cara pemetaan geologi teknik lapangan (p. 29).
• Bell, F. G. (2007). Engineering Geology, Second Edition. New York: Elsevier Ltd.
• Bieniawski, Z.T., and Maschek R.K., (1975). Monitoring the Behavior of Rock Tunnels during Construction. Civil Eng. S.
65. • Brahmantyo, B. & Bandono, (2006). Klasifikasi Bentuk Muka Bumi untuk Pemetaan Geomorfologi pada Skala 1:25000. Bandung: FITB ITB.
• Crozier, M.J and Glade T., (2004). Landslide Hazard and Risk : Issues, Concepts and Approach in Landslides Hazard and Risk Edited by
Thomas Glade, Malcolm Anderson and Michael J. Crozier, John Wiley and Sons, pp. 1-35.
• Das, B. M., (2007). Fundamentals of Geotechnical Engineering, Third Edition: Cengage Learning.
• Das, B. M., (2013). Principal of Geotechnical Engineering, Seventh Edition: Sacramento, California State University Press.
• Das, B. M., and Sivakugan, N. (2016). Introduction To Geotechnical Engineering Second Edition.
• Dearman, W. R. (1991). Engineering Geological Mapping. In Bulletin of the International Association of Engineering Geology - Bulletin de
l’Association Internationale de Géologie de l’Ingénieur (Vol. 8, Issue 1). https://doi.org/10.1007/BF02634605
• Djaeni, A. (1982) Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Pacitan Skala 1: 250.000. Direktorat Geologi Tata Lingkungan.
• Gonzalez de Vallejo dan Ferrer, M., (2011). Geological Engineering, Netherlands CRC Press Balkema
• Gopi, S. (2009). Basic Civil Engineering. Pearson Education India.
• Hardiyatmo, H C., 2002, Mekanika Tanah 1: Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
66. • Hoek, E., and Brown, E.T., (1997). Practical Estimates of Rock Mass Strength, International Journal Rock Mechanics Mineral Science Vol
34: 1165–1186
• Hoek, E., and Brown, E. T. (2019). The Hoek–Brown failure criterion and GSI – 2018 edition. Journal of Rock Mechanics and
Geotechnical Engineering, 11(3), 445–463. https://doi.org/10.1016/j.jrmge.2018.08.001
• Holtz R. D., Kovacs W. D. dan Sheahan T. C. (2011). An Introduction to Geotechnical Engineering Second Edition. Prentice Hall: New
Jersey. ISBN 978-0-13-031721-6
• ISRM (International Society for Rock Mechanics). (1978). Vol. 15 : Standardization of Laboratory and Field Test. Int. J. Rock Mech. Min.
Sci. & Geotech., hal: 319 –368.
• Karnawati, D. (2005). Bencana Alam Gerakan Massa Tanah Di Indonesia Dan Upaya Penanggulangannya. Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
• Karnawati, D. (2007). The Mechanism of Rock Mass Movements As the Impact of Earthquake ; Dinamika Teknik Sipil, 7(1979), 179–
190.
67. • Madora, Y., Asof, M., dan Mukiat. (2016). Geser Dengan Metode Direct Shear Test Di Pit Muara Tiga Besar Utara Pt . Bukit
Asam ( Persero ) Tbk Slope Stability Analysis Based on Results of Shear Strength Test With Direct Shear Test Method in Pit
Muara Tiga Besar Utara Pt . Bukit Asam ( Persero ) Tb. 0–9.
• Mandal, S., and Mondal, S. (2018). Statistical Approaches For Landslide Susceptibility Assessment And Prediction. In
Statistical Approaches for Landslide Susceptibility Assessment and Prediction. https://doi.org/10.1007/978-3-319-93897-4
• Marinos. P., Hoek. E., (2000). GSI : A Geologically Friendly Tool For Rock Mass Strength Estimation, Proc.GeoEng2000,
Melbourne: Conderence, p 1422-1442.
• Nugroho, N. D (2020). Musim Hujan, Jalur Utama Pacitan - Ponorogo Rawan Longsor. IDN Times Jatim. Diakses dari
https://jatim.idntimes.com/news/jatim/nofika-dian-nugroho/musim-hujan-jalur-utama-pacitan-ponorogo-rawan-
longsor/3 pada 31 Oktober 2020, dari https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4865850/jalur-pacitan-ponorogo-
sempat-tertutup-longsor
• Pramumijoyo, S. dan Karnawati, D., (2006). Penanganan Bencana Gerakan Tanah di Indonesia. Jurusan Teknik Geologi FT
UGM. D.I. Yogyakarta.
68. • Pratiwi, R. B. (2019). Evaluasi Pengaruh Batuan Teralterasi Terhadap Kerentanan Longsor di Jalan Jalur Ponorogo –
Trenggalek Km. 16+200 – Km. 23, Provinsi Jawa Timur. Program Studi Sarjana Teknik Geologi Departemen Teknik Geologi
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 138.
• Price, D. G., (2009). Engineering Geology Principal and Practice: New York, Springer Heidelberg.
• Purwanto, Heru S. (1997). Analisis dan Genesa Pembentukan Struktur Geologi pada Batuan berumur Oligosen-Miosen di
daerah Pacitan dan sekitarnya, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Institut Teknologi Bandung.
• Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). (2018). Peta Kerentanan Gerakan Tanah, Kabupaten Pacitan,
Provinsi Jawa Timur. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
• Rivaldy, V. R. (2020). Karakteristik Geologi Teknik Konstruksi Jalan Ruas Pantai Serang – Batas Kabupaten Malang Km
12+600 Hingga Km 24+700, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Program Studi Sarjana Teknik Geologi Departemen Teknik
Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
• Samoedra, H. Gafoer, S. dan Tjokrosapoetro. (1992). Peta Geologi Lembar Pacitan Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
69. • Singh, B., and Goel, R. . (2011). Engineering Rock Mass Classification : Tunneling, Foundations, and Landslides. Elsevier Science.
• Siswanto, S., dan Anggraini, D. (2018). Perbandingan Klasifikasi Massa Batuan Kuantitatif (Q, RMR dan RMi). Jurnal Geosains
Dan Teknologi, 1(2), 67. https://doi.org/10.14710/jgt.1.2.2018.67-73
• Umar, E. P., Jamaluddin, J., Mustafa, M., Marnas, M. A., Manyoe, I. N., Nurfalaq, A., dan Taslim, I. (2019). Kajian Mitigasi
Bencana Tanah Longsor Ruas Jalan Meluhu-Lasolo, Sulawesi Tenggara. Jurnal Geocelebes, 3(2), 51.
https://doi.org/10.20956/geocelebes.v3i2.6946
• Van Bemmelen, R.W. ( 1949). The Geology of Indonesia. Vol.1A, Amsterdam : The Hague.
• Van Zuidam, R.A. (1983). Guide to Geomorphologic- Ariel Photographic Interpolation and Mapping, Netherland: ITC.
• Varnes, D. J. (1978). Slope movement types and processes. In: Schuster, R. L, & Krizek, R. J. (Eds.), Landslides, analysis and
control, special report 176: Transportation research board, National Academy of Sciences, (pp. 11–33). Washington, DC.
• Wahyudianto, E. (2020). Inventarisasi Bahaya Longsor Jalan Pada Fase Pasca Bencana (Studi Kasus Siklon Cempaka) Pada Jalan
Provinsi di Kabupaten Pacitan. Konferensi Nasional Teknik Jalan Ke 10 KNTJ-10, June