Dokumen tersebut membahas implementasi Pancasila di era reformasi. Pancasila sebagai dasar negara semakin kehilangan legitimasi dan rujukan setelah rezim Orde Baru. Namun, Pancasila tetap diakui sebagai ideologi kebangsaan dan dasar negara berdasarkan ketetapan MPR. Dokumen ini menganalisis tantangan dalam melaksanakan Pancasila di era reformasi.
1. TUGAS MANDIRI
IMPLEMENTASI PANCASILA DI ERA SETELAH
REFORMASI
MATA KULIAH : PANCASILA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA : PARNINGOTAN PANGGABEAN
NPM : 110210225
UNIVERSITAS PUTERA BATAM
TAHUN AJARAN 2011 /2012
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas
berkat rahmat karunia-NYA,penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri
Pendidikan Pacasila yang berjudul “ Implementasi Pancasila di Era
Setelah Reformasi “ berbagai sumber telah penulis ambil sebagai bahan
dalam pembuatan tugas ini.
Penulis berharap karya tulis ini dapat bermamfaat bagi kita
semua.Dan penulis juga menyadari bahwa dalam karya tulis ini masih
banyak kekurangannya.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun demi kemajuan dimasa yang akan datang.
Batam, Januari 2012
Penulis
3. IMPLEMENTASI PANCASILA DI ERA SETELAH REFORMASI
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap
warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki
persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji
perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yang
tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam
wacana politis maupun akademis.
Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945),
Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah
bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan
Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu :
(1) tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis,
(2) tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan
(3) tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila.
Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukum
ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu
:
(1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ;
(2) 1949 – 1950 masa konstitusi RIS ;
(3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ;
(4) 1959 – 1965 masa orde lama ;
(5) 1966 – 1998 masa orde baru dan
(6) 1998 – sekarang masa reformasi.
4. Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik
dan dari segi hukum.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer
seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh
dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan
legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita
ketahui, karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila
sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari
kedirian bangsa ini, Pancasila harus tetap sebagai ideologi kebangsaan.
Pancasila harus tetap menjadi dasar dari penuntasan persoalan
kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte,
krisis ekonomi yang belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal
yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi sosial dan konflik
komunalisme yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam
konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih
konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara.
Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut “terdeskreditkan”
sebagai bagian dari pengalaman masa lalu yang buruk. Sebagai suatu
konsepsi politik Pancasila pernah dipakai sebagai legitimasi ideologis
dalam membenarkan negara Orde Baru dengan segala sepak terjangnya.
Sungguh suatu ironi sampai muncul kesan di masa lalu bahwa mengkritik
pemerintahan Orde Baru dianggap “anti Pancasila“.
Jadi sulit untuk dielakkan jika ekarang ini muncul pendeskreditan
atas Pancasila. Pancasila ikut disalahkan dan menjadi sebab kehancuran.
Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa tidak perlu untuk
5. membicarakannya. Bahkan bisa jadi orang yang berbicara Pancasila
dianggap ingin kembali ke masa lalu. Anak muda menampakkan kealpaan
bahkan phobia-nya apabila berhubungan dengan Pancasila. Salah
satunya ditunjukkan dari pernyataan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa
dan Pemuda Indonesia M Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di
Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin, 3 Maret 2008 bahwa kaum
muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata
abai dengan Pancasila.
Pernyataan ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh
aktivis gerakan nasionalis tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 persen
mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan
bernegara. Sebanyak 15,5 persen responden memilih aliran sosialisme
dengan berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya 4,5 persen
responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai
pandangan hidup berbangsa dan bernegara.
Di sisi lain, rezim reformasi sekarang ini juga menampakkan diri
untuk “malu-malu” terhadap Pancasila. Jika kita simak kebijakan yang
dikeluarkan ataupun berbagai pernyataan dari pejabat negara, mereka
tidak pernah lagi mengikutkan kata-kata Pancasila. Hal ini jauh berbeda
dengan masa Orde Baru yang hampir setiap pernyataan pejabatnya
menyertakan kata – kata Pancasila Menarik sekali pertanyaan yang
dikemukakan Peter Lewuk yaitu apakah Rezim Reformasi ini masih
memiliki konsistensi dan komitmen terhadap Pancasila? Dinyatakan
bahwa Rezim Reformasi tampaknya ogah dan alergi bicara tentang
Pancasila.
Mungkin Rezim Reformasi mempunyai cara sendiri mempraktikkan
Pancasila. Rezim ini tidak ingin dinilai melakukan indoktrinasi Pancasila
dan tidak ingin menjadi seperti dua rezim sebelumnya yang menjadikan
Pancasila sebagai ideologi kekuasaan. untuk melegitimasikan
kelanggengan otoritarianisme Orde Lama dan otoritarianisme Orde Baru
Saat ini orang mulai sedikit- demi sedikit membicarakan kembali Pancasila
6. dan menjadikannya sebagai wacana publik. Beberapa istilah baru
diperkenalkan untuk melihat kembali Pancasila. Kuntowijoyo memberikan
pemahaman baru yang dinamakan radikalisasi Pancasila
Sesungguhnya jika dikatakan bahwa rezim sekarang alergi
terhadap Pancasila tidak sepenuhnya benar. Pernyataan tegas dari
negara mengenai Pancasila menurut penulis dewasa ini adalah
dikeluarkannya ketetapan MPR No XVIII/ MPR /1998 tentang Pencabutan
Ketetapan MPR RI No II / MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan
tentang Penegasan Pancasila sebagai dasar Negara. Pada pasal 1
Ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud
dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara.
Dokumen kenegaraan lainnya adalah Peraturan Presiden No 7
tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2004-2009. Salah satu kutipan dari dokumen tersebut
menyatakan bahwa dalam rangka Strategi Penataan Kembali Indonesia,
bangsa Indonesia ke depan perlu secara bersama-sama memastikan
Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 tidak lagi
diperdebatkan. Untuk memperkuat pernyataan ini, Presiden Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada salah satu bagian pidatonya yang
bertajuk “Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan
Pancasila” dalam rangka 61 tahun hari lahir Pancasila meminta semua
pihak untuk menghentikan perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar
negara, karena berdasarkan Tap MPR No XVIII /MPR/1998,telah
menetapkan secara prinsip Pancasila sebagai dasar negara.
Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini
elemen masyarakat bangsa tetap menginginkan Pancasila meskipun
dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya. Demikian pula
negara atau rezim yang berkuasa tetap menempatkan Pancasila dalam
7. bangunan negara Indonesia. Selanjutnya juga keinginan menjalankan
Pancasila ini dalam praktek kehidupan bernegara atau lazim dinyatakan
dengan istilah melaksanakan Pancasila. Justru dengan demikian
memunculkan masalah yang menarik yaitu bagaimana melaksanakan
Pancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.
. Pedoman umum implementasi pancasila dalam kehidupan
bernegara pengantar bangsa indonesia harus bersyukur bahwa setelah
melewati perjuangan kemerdekaan implementasi pancasila di era setelah
reformasi. Burung garuda adalah lambang negara indonesia lambang ini
dirancang oleh sultan hamid ii dari pontianak, yang kemudian
disempurnakan oleh presiden soekarno implementasi pancasila di era
setelah reformasi.
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde
Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan
orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh
Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit
maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan
berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain.
Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orde
baru. Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan
pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum.
Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap,
dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain
justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar
umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana.
Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara untuk
menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan.
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego
kedaerahan dan primordialisme sempit, munculnya indikasi tersebut
sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila
8. sebagai suatu ideologi, dasar filsafati negara, azas, paham negara.
Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari lima
sila (sikap/ prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan
yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa
Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan
budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu
bahasa persatuan, sesuai dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga
bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa
daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang
masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah
banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam
kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi
oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang
dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah memiliki
empat Presiden. Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai
masalah. Pada era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati
Soekarno Putri, Pancasila secara formal tetap dianggap sebagai dasar
dan ideologi negara, tapi hanya sebatas pada retorika pernyataan politik.
Ditambah lagi arus globalisasi dan arus demokratisasi sedemikian
kerasnya, sehingga aktivis-aktivis prodemokrasi tidak tertarik merespons
ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan pentingnya
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
Ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dan landasan
seluruh elemen bangsa Indonesia khususnya para negarawan dan para
politisi serta pelaku ekonomi dalam berpartisipasi membangun negara,
justru menjadi kabur dan terpinggirkan. Hasilnya NKRI mendapat
tantangan yang berat. Timor-Timur yang telah lama bergabung dalam
NKRI melalui perjuangan dan pengorbanan lepas dengan sekejap pada
masa reformasi tersebut. Daerah-daerah lain juga mengancam akan
9. berdiri sendiri bila tuntutannya tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat. Tidak
segan-segan, sebagian masyarakat menerima aliran dana asing dan rela
mengorbankan kepentingan bangsanya sebagai imbalan dolar.
Dalam bahasa intelijen kita mengalami apa yang dikenal dengan
”subversi asing”, yakni kita saling menghancurkan negara sendiri karena
campur tangan secara halus pihak asing. Di dalam pendidikan formal,
Pancasila tidak lagi diajarkan sebagai pelajaran wajib sehingga nilai-nilai
Pancasila pada masyarakat melemah.
PENUTUP
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai Tugas Mandiri
Pacasila ini.materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang
ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman agar
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan –
kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga
para pembaca yang budiman pada umumnya.
10. A. KESIMPULAN
1. Bahwa pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan
hidup serta sumber dari semua sumber hukum adalah
warisan hukum yang di gali nilai budaya,adat serta
kepribadian bangsa.
2. Tidak ada yang salah dengan pancasila hanya saja
penjabaran pelaksanaan pada masa pemerintahan
sebelumnya hanya menjadi topeng dan kedok pembenaran
kekuasaan saja.
3. Pada masa reformasi ini sesuai dengan maknanya maka
tidak salah dan tepat bila kita harus kembali pada nilai-nilai
pancasila yang telah sekian lama menjadi asing dan jauh
dari kehidupan kita sebagai bangsa.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas ada beberapa saran yang
dapat di berikan guna mewujudkan upaya pembinaan masyarakat
dalam menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang
meliputi paham kebangsaan,rasa kebangsaan dan semangat
kebangsaan,antara lain :
a) Untuk meningkatkan wawasan kebangsaan bagi segenap
komponen bangsa diperlukan perhatian dan penanganan
pihak-pihak terkait secara intergrative.
b) Peran pada elit pemerintah,elit politik dan tokoh masyarakat
LSM serta media masa sangat di perlukan untuk
meningkatkan Wawasan Kebangsaan.
c) Perlunya pengamatan Pancasila secara nyata dalam
kehidupan sehari-hari melalui penataran atau sertifikasi
Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4),di
seluruh lembaga pedidikan,baik formal maupun
11. nonformal,agar lebih tertanam rasa cinta tanah air,bangsa
dan negara bahkan selalu siap dalam usaha bela negara.
DAFTAR PUSTAKA
Buku kewarganegaraan.Pancasila sebagai Dasar dan ideologi
Negara.Penerbit Yudhistira.Jakarta.2005.
www.google.com
www.wikipedia.com