SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
Download to read offline
SALINAN
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESI.A
NOMOR 88 TAHUN 2017
TENTANG
PEI{YELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESI.A,
Menimbang : a. batrwa dalam rangka menyelesaikan dan memberikan
perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat dalam
kawasan hutan yang menguasai tanah di kawasan hutan,
perlu dilakukan kebijakan penyelesaian penguasaan
tanah dalam kawasan hutan;
bahwa untuk melahsanakan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 34/PUU-lXl 2011, putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 4s/PUU-lXl 20L1, putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 3S/PUU-X| 2OL2, putusan Mahkamatt
Konstitusi Nomor 9S/PUU-XILl2OL4, perlu diatur
ketentuan mengenai penyelesaian penguasaan tanah
dalam kawasan hutan yang berkaitan dengan penguasaan
hutan oleh negara, pengukuhan kawasan hutan, dan
hutan adat;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam
Kawasan Hutan;
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Iembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 20431;
Mengingat : 1.
b.
c.
2.
3. Undang-Undang . .
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
3. Undang-Undang Nomor 4l Tahun L999 tentang
Kehutanan (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun
L999 Nomor L67, Tantbatran kmbaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2OO4 tentang Penetapart
Peraturan Pemerintatr Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2OO4 tentang Perubatran Atas Undang-Undang
Nomor 4L Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2OO4 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4412l.;
MEMUTUSI(AN:
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PEI{fELESAIAN
PENGUASAAN TANAH DAI,AM KAWASAN HUTAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Rrsat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang
dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Pihak adalah perorErngan, instansi, badan
sosial/keagamaan, masyarakat hulnrm adat yang
menguasai dan memanfaatkan bidang tanah dalam
kawasan hutan.
3. Hutan adalatr suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan.
4. Hutan
PRESIDEN
REPU BLIK IN DO N ESIA
-3-
Hutan tetap adalah kawasan hutan yang dipertahankan
keberadaannya sebagai kawasan hutan, terdiri dari hutan
konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang
tidak dibebani hak atas tanah.
Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang
dibebani hak atas tanah
7. Hutan Adat adalah hutan yang berada di wilayah
masyarakat hukum adat.
Penunjukan kawasan hutan adalah penetapan awal
peruntukan suatu wilayah tertentu sebagai kawasan
hutan.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
HakAtas Tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok- pokok Agraria.
Resetilement adalah pemindahan penduduk dari kawasan
hutan ke luar kawasan hutan.
Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari
yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau
hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh
masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat
sebagai pelaku utama untuk meningkatkan
kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan
dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan
Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat
dan Kemitraan Kehutanan.
BAB II
PENGUASAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN
Pasal 2
Pemerintah melakukan penyelesaian penguasaan tanah dalam
kawasan hutan yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh Pihak.
4.
5.
6.
8.
9.
10.
11.
t2.
Pasal 3 . .
(1)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
Pasal 3
Kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
merupakan kawasan hutan pada tahap penunjukan
kawasan hutan.
Kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kawasan hutan dengan fungsi pokok:
a. hutan konservasi;
b. hutan lindung; dan
c. hutan produksi.
Pasal 4
(1) Penguasaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
harus memenuhi kriteria:
a. bidang tanah telah dikuasai oleh Pihak secara fisik
dengan itikad baik dan secara terbuka;
b. bidang tanah tidak diganggu gugat; dan
c. bidang tanah diakui dan dibenarkan oleh masyarakat
hulnrm adat atau kepala desa/keluratran yang
bersanglmtan serta diperkuat oleh kesaksian orzrng
yang dapat dipercaya.
(21 Penguasaan tanah dalam kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas:
a. bidang tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan
dan/atau telatr diberikan hak di atasnya sebelum
bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan
hutan; atau
b. bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelatr
bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan
hutan.
Pasal 5
(1) Penguasaan tanah dalam kawasan hutan sebagairnana
dimaksud dalam Pasal 2 dikuasai dan dimanfaatkan
untuk:
a. permukiman;
(21
b. fasilitas .
(2t
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
b. fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial;
c. lahan garapan; dan/atau
d. hutan yang dikelola masyarakat hukum adat.
Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a mempalcan bagian di dalam kawasan hutan yang
dimanfaatkan sebagai lingkungan tempat tittggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
penghidupan masyarakat serta masyarakat adat.
Fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan fasilitas di
dalam kawasan hutan yang digunakan oleh masyarakat
untuk kepenting€rn umum.
Lahan garapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hun.f
c menrpakan bidang tanatr di dalam kawasan hutan yang
dikerjakan dan dimanfaatkan oleh seseorang atau
sekelompok orang yang dapat benrpa sawah, ladang,
kebun campuran dan/atau tambak.
Hutan yang dikelola masyarakat hukum adat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan
Hutan Adat yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 6
(l) Pihak sebagaimana dalam Pasal 2 meliputi:
perorangan;
instansi;
badan sosial/ keagamaan;
masyarakat hukum adat.
Perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
harus memiliki identitas kependudukan;
Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mempakan instansi pemerintah pusat atau instansi
pemerintah daerah.
Badan sosial/keagamaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c harus terdaftar sesuai ketentuart
peraturan perundang-undangan.
Masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d keberadaannya ditetapkan dengan
Peraturan Daerah dan memiliki bukti penguasaan tanah.
(3)
(4)
(s)
a.
b.
c.
d.
(2t
(3)
(4)
(s)
BAB III . .
PRESIOEN
REPUELIK INDONESIA
-6-
BAB III
POLA PEMELESAIAN PENGUASAAN DAN PEMANFAATAN TANAH
DALAM KAWASAN HUTAN
Pasal 7
Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang telah dikuasai dan
dimanfaatkan dan/atau telah diberikan hak di atasnya
sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan
hutan dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari
dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan
hutan.
Pasal 8
(1) Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan
dimanfaatkan setelah bidang tanah tersebut ditunjuk
sebagai kawasan hutan beruPa:
a. mengeluarkan bidang tanah dalam kawasan hutan
melalui perubahan batas kawasan hutan;
b. tukar menukar kawasan hutan;
c. memberikan akses pengelolaan hutan melalui program
perhutanan sosial; atau
d. melakukan resetTlement,
l2l Pola penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memperhitungkan:
a. luas kawasan hutan yang harus dipertahankan
minimal 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah
diran sungai, pulau, dan/atau provinsi; dan
b. fungsi pokok kawasan hutan.
Pasal 9
(1) Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan
dimanfaatkan setelah bidang tanah tersebut ditunjuk
sebagai kawasan hutan dengan fungsi konservasi
dilakukan melalui resettlement.
(21 Pola penyelesaian pada kawasan hutan dengan fungsi
konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa
memperhitungkan luas kawasan hutan dari luas daerah
aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi.
Pasal 10
PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA
-7 -
Pasal 1O
Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan
dimanfaatkan yang berada pada wilayah yang telah ditunjuk
sebagai kawasan hutan dengan fungsi lindung pada provinsi
dengan luas kawasan hutan sama dengan atau kurang dari
30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai,
pulau, dan/ atau provinsi:
a. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk
permukiman, fasilitas umum dan/ atau fasilitas sosial dan
memenuhi kriteria sebagai hutan lindung dilalrukan
melalui resettlcment;
b. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk
permukiman, fasilitas umum dan/ atau fasilitas sosial dan
tidak memenuhi kriteria sebagai hutan lindung dilakukan
melalui tukar menukar kawasan hutan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. dalam hat bidang tanah tersebut digunakan untuk lahan
garapan dilakukan dengan memberikan akses pengelolaan
hutan melalui program perhutanan sosial.
Pasal 11
(1) Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan
dimanfaatkan yang berada pada wilayah yang telah
ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan fungsi lindung
pada provinsi dengan luas kawasan hutan lebih dari 3Oo/o
(tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai,
pulau, dan/atau provinsi:
a. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk
permukiman, fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial
dan memenuhi kriteria sebagai hutan lindung
dilakukan melalui resetiLeme nt
b. datam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk
permukiman, fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial
dan tidak memenuhi lrriteria sebagai hutan lindung
dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari
dalam kawasan hutan melalui perubahan batas
kawasan hutan;
c. dalam . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
c. dalam haf bidang tanah tersebut digunakan untuk
lahan garapan dan telah dikuasai lebih dari 20 (dua
puluh) tahun secara berturut-turut dilakukan
dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam
kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan
hutan;
d. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk
lahan garapan dan telah dikuasai kurang dari 2O (dua
puluh) tahun secara berturut-turut dilakukan
dengan memberikan akses pengelolaan hutan melalui
program perhutanan sosial,
(21 Perubahan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, harus berada dalam sumber tanah
obyek reforma agraria dari kawasan hutan.
Pasal 12
Pola penyelesaian untuk bidang taaah yang dikuasai dan
dimanfaatkan setelah bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai
kawasan hutan dengan fungsi produksi pada provinsi yang
memiliki luas kawasan hutan sama dengan atau kurang dari
30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai,
pulau, dan/atau provinsi:
a. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk
permukiman, fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial
dilakukan mela.lui tukar menukar kawasan hutan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan atau
resetlLement;
b. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk lahan
garapan dilakukan dengan memberikan akses pengelolaan
hutan melalui program perhutanan sosial.
Pasal 13
(1) Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan
dimanfaatkan setelah bidang tanah tersebut ditunjuk
sebagai kawasan hutan dengan fungsi produksi pada
provinsi yang memiliki luas kawasan hutan lebih dari 30%
(tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai,
pulau, dan/ atau provinsi:
a. dalam . ..
PRESIDEN
REPUBLIK IN DO N ESIA
-9-
a. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk
permukiman, fasilitas umum dan/ atau fasilitas sosial
dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari
dalam kawasan hutan melalui perubahan batas
kawasan hutan;
b. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk
lahan garapan dan telah dikuasai lebih dari 20 (dua
puluh) tahun secara berturut-turut dilakukan
dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam
kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan
hutan;
c. dalam hal bidang tanah tersebut digunalan untuk
lahan garapan dan telah dikuasai kurang dari 20 (dua
puluh) tahun secara berturut-turut dilakukan
dengan memberikan akses pengelolaan hutan melalui
program perhutanan sosial'
(21 Perubahan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat {1) huruf b, harus berada dalam sumber tanah
obyek reforma agraria dari kawasan hutan.
BAB IV
TIM PERCEPATAN PEI{YELESAI.AN PENGUASAAN TANAH
DALAM KAWASAN HUTAN
Pasal 14
(1) Dalam rangka penyelesaian penguasaan tanah dalam
kawasan hutan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, dibentuk Tim Percepatan Penyelesaian
Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan yang
selanjutnya disebut Tim Percepatan PPTKH.
(21 Tim Percepatan PPTKH sebagaimana dimaksud pada ayat
(l) mempunyai tugas:
a. melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
penyelesaian penguaszran tanah dalam kawasan
hutan;
b. menetapkan langkah-langkah dan kebijakan dalam
rangka penyelesaian permasalahan dan hambatan
dalam pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah
dalam kawasan hutan;
c. menetapkan . . .
f,,D
PRESIDEN
REPUBLIK INDON E SIA
-10-
c. menetapkan luas maksimum bidang tanah yang dapat
dilakukan penyelesaian penguasaan tanah dalam
kawasan hutan;
d. menetapkan mekanisme Resettlement
e. melakukan pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah dalam
kawasan hutan; dan
f. melakukan fasilitasi penyediaan anggaran dalam
pelaksanaan penyelesaian penguasa.rn tanah dalam
kawasan hutan,
(3) Susunan keanggotaan Tim Percepatan PPTKH
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Ketua : Menten Koordinator Bidang
Perekonomian;
b. Anggota : 1. Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan:
2. Menteri Agraria dan Tata Ruang/
KePala Badan Pertanahan Nasional;
3. Menteri Dalam Negeri;
4. Sekretaris Ihbinet;
5. Kepala Staf KePresidenan.
Tim Percepatan PPTKH sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) secara administratif berkedudukan di Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian.
Tim Percepatan PPTKH dalam pelaksanaan tugasnya
dibantu oleh Tim Pelaksana PPTKH.
Pasal 15
(1) Tim Pelaksana PPTKH sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (5) mempunyai tugas:
a. melakukan koordinasi teknis pelaksanaan
penyelesaian Penguasaan tanah dalam kawasan
hutan;
b. men5rusun langkah-langkah yang diperlukan dalam
rangka pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah
dalam kawasan hutan;
c. membantu Tim Percepatan PPTKH dalam
pelaksanaan pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah dalam
kawasan hutan;
d. menYu.sun . . .
(4)
(s)
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11-
d. menJrusun dan menyampaikan rekomendasi atas
penyelesaian hambatan dalam pelaksanaan
penyelesaian Penguasaan tanatr dalam kawasan
hutan kepada Tim Percepatan PPTKH.
(21 Susunan keanggotaan Tim Pelaksana PPTKH sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Ketua : Deputi Bidang Koordinasi
Pengelolaan Energi, Sumber DaYa
Alam, dan Lingkungan HiduP,
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian;
b. Wakil Ketua : Deputi Bidang Koordinasi Percepatart
Infrastmktur dan Pengembangan
Wilayatr, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian;
c. Anggota : 1. Direktur Jenderal Planologi
Kehutanan dan Tata
Lingkungan, Kementerian
Lingkungan HiduP dan
Kehutanan;
2. Direlrtur Jenderal Konservasi
Sumber DaYa Alam dart
Ekosistem, Kementerian
Lingkungan HiduP dan
Kehutanan;
3. Direktur Jenderal Pengendalian
Daerah Aliran Sungai dan Hutan
Lindung, Kementerian
Lingkungan HiduP dart
Kehutanan;
4. Direktur Jenderal Pengelolaan
Hutan Produksi kstari,
Kementerian Linglmngan HiduP
dan Kehutanan;
5. Direktur Jenderal Penegakan
Hukum, Kementerian
Lingkungan HiduP dan
Kehutanan;
6. Direktur.
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA
L2-
6. Direktur Jenderal Tata Ruang,
Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan
Nasional;
7. Direktur Jenderal Penataan
Agraria, Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional;
Direktur Jenderal Bina
Administrasi Kewilayahan,
Kementerian Dalam Negeri;
Direktur Jenderal Bina
Pemerintahan Desa,
Kementerian Dalam Negeri;
10. Deputi Bidang Perekonomian,
Sekretariat Kabinet;
1 1. Deputi Bidang Kajian dan
Pengelolaan Isu-Isu Sosial,
Ekologi, dan Budaya Strategis,
Kantor Staf Kepresidenan;
12. Deputi Bidang Informasi
Geospasial Tematik, Badan
Informasi Geospasial;
d. Sekretaris : Staf Ahli Bidang Hubungan
Ekonomi dan Kemaritiman,
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian;
e. Wakil Sekretaris: Staf Ahli Bidang Hubungan
Ekonomi dan Politik, Hukum, dan
8.
9.
Keamanan,
Koordinator
Pertanahan
Kementerian
Bidang
Perekonomian.
(3) Tim Pelaksana PPTKH dalam pelaksanaan tugasnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh
kelompok kerja.
(41 Pembentukan kelompok kerja sebagairnana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan oleh Ketua Tim Percepatan
PPTKH.
Pasal 16 .
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA
-13-
Pasal 16
Tim Percepatan PPTKH dalam pelaksanaan tugasnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal L4 ayat (21 dapat
melibatkan, bekerjasama, dan/atau berkoordinasi dengan
kementerian/lembaga, pemerintatr daerah, akademisi,
dan / atau pemanglinr kepentingan.
Pasal 17
Ketua Tim Percepatan PPTKH menyampaikan laporan dan
perkembangan pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah
datam kawasal hutan kepada Presiden secara berkala
setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu diperlukan.
Pasal 18
(1) Dalam rangka melakukan inventarisasi dan verifikasi
penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Gubernur
membentuk Tim Inventarisasi dan Verilikasi Penguasaan
Tanatr dalam Kawasan Hutan yang selanjutnya disebut
Tim Inver PTKH.
l2l Gubernur melaporkan pelaksanaan tugas Tim Inver PTKH
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Ketua Tim
Percepatan PPTKH secara berkala setiap 3 (tiga) bulan
atau sewaktu-waktu diperlukan.
Pasal 19
(l) Tim Inver PTKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1) mempunyai tugas:
a. menerima pendaftar€rn permohonan inventarisasi dan
verifikasi secara kolektif yang diajukan melalui
bupati/walikota;
b. melaksanakan pendataan lapangan;
c. melakukan analisis:
1. data fisik dan data yuridis bidang-bidang tanah
yang berada di dalam kawasan hutan dan/atau
2. lingkungan hidup; dan
d. merumuskan
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA
-14-
d. merumuskan rekomendasi berdasarkan hasil analisis
dan menyampaikannya kepada gubernur.
(21 Susunan keanggotaan Tim Inver PTKH sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Ketua : Kepala Dinas Provinsi yang
menyelenggarakan urusuu-I di bidang
kehutanan,
b. Sekretaris: Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional,
c. Anggota : 1. Kepala Dinas Provinsi dan
Kabupaten/Kota Yang
menyelenggarakan urusan di bidang
penataan **g;
2. Kepala Badan Provinsi Yang
menyelenggarakan urusan dibidang
Lingkungan HiduP;
3. Kepala Balai Pemantapan Kawasan
Hutan;
4. Kepala Balai Yang membidangi
urusan perhutanan sosial;
5. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan
setemPat;
6. Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota;
7. Camat setemPat atau Pejabat
kecamatan; serta
8. Luratr/Kepala desa setempat atau
sebutan lain yang disamakan dengan
itu.
(3) Pedoman pelaksanaan tugas Tim Inver PTKH diatur
dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Tim Percepatan PPTKH.
BAB V
PRES I DEN
REPUtsLIK INDONESIA
- 15-
BAB V
PROSEDUR PEI{YELESAI,AN PENGUASAAN TANAH
DALAM KAWASAN HUTAN
Pasal 20
Prosedur Penyelesaian Penguasaan Tanatr dalam Kawasan
Hutan dilakukan berdasarkan tahapan:
a. inventarisasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan;
b. verifikasi penguasaan tanah dan penyampaian
rekomendasi;
c. penetapan pola penyelesaian penguasaan dan
pemanfaatan tanah dalam kawasan hutan;
d. penerbitan keputusan penyelesaian penguasaan dan
pemanfaatan tanah dalam kawasan hutan; dan
e. penerbitan sertipikat hak atas tanah.
Pasal 21
(1) Tim Inver PTKH melakukan inventarisasi penguasaan
tanah dalam kawasan hutan berdasarkan pendaftaran
permohonan inventarisasi dan verifikasi yang diajukan
oleh Pihak melalui bupati/walikota.
(21 Inventarisasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan
pendataan penguasa€rn, pemilikan, penggunaan, atau
pemanfaatan tanah.
(3) Pelaksanaan kegiatan Inventarisasi dan Verifrkasi
Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan meliputi satuan
wilayah administrasi Kabupaten/ Kota.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan I (satu) kali untuk setiap satuan wilayah.
Pasal 22
(1) Tirn lnver PTKH rnelakukan verifikasi penguasa€rn tanah
berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimEura dimaksud
datam Pasal 21 ayat (1) dengan memanfaatkan sistem
informasi geografis.
l2l Verilikasi
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA
-16-
l2l Verifikasi penguasaan tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. pelaksanaan analisis data fisik dan data yrridis
bidang-bidang tanah yang berada di dalam Kawasan
Hutan, serta analisis lingkungan hidup;
b. pelaksanaan verilikasi lapangan jika diperlukan;
c. perumusan rekomendasi Penyelesaian Penguasaan
Tanah dalam Kawasan Hutan berdasarkan hasil
analisis; dan
d. penyampaian rekomendasi Penyelesaian Penguasaan
Tanatr dalam Kawasan Hutan kepada gubernur dengan
melampirkan:
1. Peta Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanatr dalam Kawasan Hutart
(P4TKH) Non Kadastral;
2. Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah
(SP2FBT) yang ditandatangani oleh masing-masing
pemohon;
3. salinan bukti-bukti penguasaan tanah lainnya;
4. Pakta Integritas Tim Inver PIKH; dan
5. usulan pola penyelesaian penguasa€rn tanah dalam
kawasan hutan.
Pasal 23
Pelaksanaan Inventarisasi dal Verifikasi Penguasa€rn
Tanah dalam Kawasan Hutan setiap satuan wilayatt
diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan sejak permohonan dinyatakan lengkap.
Pasal 24
(1) Gubernur menyampaikan rekomendasi Penyelesaian
Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan kepada Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian selalm Ketua Tim
Percepatan PPTKH dan tembusan kepada Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja sejak diterimanya laporan dan rekomendasi dari
Tim Inver PTKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (21hurrf d.
(21 Menteri .
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-t7-
(21 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua
Tim Percepatan PPTKH melakukan koordinasi dan
sinkronisasi pelaksanaan Penyelesaian Penguasaan Tanah
dalam Kawasan Hutan.
(3) Hasil koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat l2l menghasilkan
pertimbangan penyelesaian penguasaan tanah yang
berada di dalam kawasan hutan untuk ditindaklanjuti
oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
(4) Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
memutuskan penyelesaian penguasaan tanatr ddam
kawasan hutan untuk dapat diproses lebih lanjut atau
ditolak.
(5) Mekanisme pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi
pelaksanaan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam
Kawasart Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (21
diatur dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Tim Percepatan PPTKH.
Pasal 25
(1) Dalam hal keputusan penyelesaian untuk bidang tanah
yang dikuasai dan dimanfaatkan berupa tukar menukar
kawasan hutan atau resettlement atau pemberian akses
pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial,
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelesaikart
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(21 Biaya pelahsanaan tukar menukar kawasan hutan atau
resettlement, sebagaimana dirnaksud pada ayat (1)
menjadi tanggungiawab pemerintah daerah.
(3) Dalam hal keputusan penyelesaian bidang tanah yang
dikuasai dan dimanfaatkan berupa pengeluaran bidang
tanah dalam kawasan hutan dengan perubahan batas
Kawasan Hutan, Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menerbitkan surat keputusan pembahan
batas kawasan hutan setelah dilalmkan penataan batas
sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal26...
PRfS I DEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18-
Pasal 26
Keputusan perubahan batas kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) disampaikan kepada Tim
Percepatan PPTKH, gubernur, Tim Inver PTKH, dan
bupati/walikota terkait.
Pasal 27
(1) Berdasarkan keputusan penyelesaian penggasatln tanatr
dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25, bupati/walikota mengumumkan kepada Pihak
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
diterimanya keputusan perubahan batas kawasan hutan.
(21 Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan keberatan kepada Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan atas keputusan penyelesaian penguasaan
tanah dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25.
(3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21
disampaikan melalui bupati/ walikota.
(4) Waktu pengajuan keberatan terhadap keputusan pola
penyelesaian penguasaan tanatr dalam kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (21paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak diumumkannya keputusan penyelesaiart
penguasaan tanah dalam kawasan hutan.
(5) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat
menerima atau menolak keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (21.
(6) Dalam hal keberatan diterima, Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan meny€rmpaikan kepada gubernur untuk
melakukan verifikasi ulang.
Pasal 28
(1) Keputusan perubahan batas kawasan hutan yang
ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(3) sebagai dasar penerbitan sertipikat hak atas tanah
yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-
undangan.
(2lPenerbit...
(1)
(21
(3)
(4)
(s)
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19-
l2l Penerbitan sertipikat hak atas tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan penataan
melalui konsolidasi tanah.
Pasal 29
Pihak yang menerima hak atas tanah yang telah
diterbitkan sertipikatnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1) dilarang:
a. menelantarkan tanah;
b. mengalihkan hak atas tanatrnya dalam jangka waktu
10 (sepuluh) tahun; dan/atau
c. mengalih fungsikan tanahnya.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dan huruf c dikecualikan untuk pemanfaatan lahan bagi
pembangunan strategis nasional di bidang infrastruktur,
energi, pangan, dan pertahanan keamanan.
Dalam hal penerima hak atas tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu kurang dari
10 (sepuluh) tahun tidak lagr dapat memanfaatkan
tanahnya, tanah menjadi tanah yang dikuasai nega.ra.
Dalam hal penerima hak atas tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, tanah dapat
beralih menjadi hak milik ahli warisnya.
Tanah yang diwariskan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak dapat dipecah hak atas tanahnya.
Pasal 30
Selama prosedur Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam
Kawasan Hutan tengah dilakukan berdasarkan tahapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20:
a. masyarakat tidak melakukan pendudukan tanah barr
dan/atau melakukan perbuatan yang dapat menganggu
pelaksanaan Penyelesaian Penguasaan Tanah di dalam
Kawasan Hutan;
b. instansi...
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-20-
b. instansi pemerintah tidak melakukan pengusiran,
penangkapan, penutupan akses terhadap tanah,
dan/atau perbuatan yang dapat menganggu pelaksanaan
penyelesaian penguasaan tanah di dalam kawasan hutan.
BAB VI
INTEGRASI PERUBAHAN BATAS KAWASAN HUTAN NEGARA
DAI,AM RENCANA TATA RUANG WILAYAH
Pasal 31
(U Perubahan batas kawasan hutan negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 dapat dilaksanakan
sebelum ditetapkannya perubahan rencana tata ruang.
(21 Keputusan perubahan batas kawasan hutan negara
sebagaimana dimaksud ddam Pasal 25 ayat (3)
diintegrasikan ke dalam perubatran rencana tata tuang.
(3) Sebelum perubahan rencana tata ruang ditetapkan
berdasarkan penrbahan batas kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberian tanda
bukti hak dan izin pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan
sesuai aratran peruntukan pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1).
BAB VII
RENCANA AKSI
Pasal 32
Dalam rangka penyelesaian penguasaan tanah dalam
kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
disusun Rencana Aksi penyelesai€Ln penguasaan tanatt
dalam kawasan hutan.
Rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (U
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Tim Percepatan PPTKH.
(1)
(21
BABVIII ...
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2t-
BAB VIII
PEMBTAYAAN
Pasal 33
Biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan penyelesaian
penguasaan tanah datam kawasan hutan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Fresiden ini, dibebankan pada:
a. anggaran pendapatan dan belanjanegara;
b. €urggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
c. sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat Peraturan Fresiden ini mulai berlaku, semua
kegiatan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan
dan pemalfaatan tanah dalam kawasan hutan yang telah
dilakukan tetap dilanjutkan sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Presiden ini.
Pasal 35
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar
#""i$
I: l? L',i I t_) E l..l
REFrl.-l fi l-l 1t. I I I LIC' l..l t-:i I /
-22-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 September 2OLT
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal l L September 2OL7
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OI7 NOMOR 196.
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
lgn Deputi Bidang Perekonomian,
ti Bidang Hukum dan

More Related Content

What's hot

PROGRAM LATIHAN MINGGUAN.docx
PROGRAM LATIHAN MINGGUAN.docxPROGRAM LATIHAN MINGGUAN.docx
PROGRAM LATIHAN MINGGUAN.docxCahyaNugraha11
 
TKK-Pramuka (1).pdf
TKK-Pramuka (1).pdfTKK-Pramuka (1).pdf
TKK-Pramuka (1).pdfNasRulloh7
 
Memperkirakan kecukupan gizi dengan menghitung nilai zat gizi
Memperkirakan kecukupan gizi dengan menghitung nilai zat giziMemperkirakan kecukupan gizi dengan menghitung nilai zat gizi
Memperkirakan kecukupan gizi dengan menghitung nilai zat giziLolyta Sucihara
 
Musda LP3KD Sumut - Profil LP3KD Sumut
Musda LP3KD Sumut - Profil LP3KD SumutMusda LP3KD Sumut - Profil LP3KD Sumut
Musda LP3KD Sumut - Profil LP3KD SumutLusius Sinurat
 
FARMAKOLOGI HORMON PERTUMBUHAN
FARMAKOLOGI HORMON PERTUMBUHANFARMAKOLOGI HORMON PERTUMBUHAN
FARMAKOLOGI HORMON PERTUMBUHANShinta Gustiani
 
Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein).pptx
Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein).pptxZat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein).pptx
Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein).pptxdrnanang1
 
PPT Pertumbuhan Fisik 3B.pptx
PPT Pertumbuhan Fisik 3B.pptxPPT Pertumbuhan Fisik 3B.pptx
PPT Pertumbuhan Fisik 3B.pptxMINA117232
 
4 gizi pada anak usia sekolah dan remaja
4   gizi pada anak usia sekolah dan remaja4   gizi pada anak usia sekolah dan remaja
4 gizi pada anak usia sekolah dan remajaEmmy Kardinasari
 
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4PusdiklatKKB
 
Manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral
Manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoralManusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral
Manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoralUswah Muzayanah
 
IDENTITAS NASIONAL
IDENTITAS NASIONALIDENTITAS NASIONAL
IDENTITAS NASIONALanacann
 
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsaPancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsaGeby Otivriyanti
 
EXERCISE PHYSIOLOGY
EXERCISE PHYSIOLOGYEXERCISE PHYSIOLOGY
EXERCISE PHYSIOLOGYMoch Yunus
 
Generasi berkualitas
Generasi berkualitasGenerasi berkualitas
Generasi berkualitasSaeful Malik
 
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4PusdiklatKKB
 
Peran Kesehatan dalam penurunan Stunting
Peran Kesehatan dalam penurunan StuntingPeran Kesehatan dalam penurunan Stunting
Peran Kesehatan dalam penurunan StuntingDiandr
 

What's hot (20)

PROGRAM LATIHAN MINGGUAN.docx
PROGRAM LATIHAN MINGGUAN.docxPROGRAM LATIHAN MINGGUAN.docx
PROGRAM LATIHAN MINGGUAN.docx
 
TKK-Pramuka (1).pdf
TKK-Pramuka (1).pdfTKK-Pramuka (1).pdf
TKK-Pramuka (1).pdf
 
Memperkirakan kecukupan gizi dengan menghitung nilai zat gizi
Memperkirakan kecukupan gizi dengan menghitung nilai zat giziMemperkirakan kecukupan gizi dengan menghitung nilai zat gizi
Memperkirakan kecukupan gizi dengan menghitung nilai zat gizi
 
Musda LP3KD Sumut - Profil LP3KD Sumut
Musda LP3KD Sumut - Profil LP3KD SumutMusda LP3KD Sumut - Profil LP3KD Sumut
Musda LP3KD Sumut - Profil LP3KD Sumut
 
FARMAKOLOGI HORMON PERTUMBUHAN
FARMAKOLOGI HORMON PERTUMBUHANFARMAKOLOGI HORMON PERTUMBUHAN
FARMAKOLOGI HORMON PERTUMBUHAN
 
Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein).pptx
Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein).pptxZat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein).pptx
Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein).pptx
 
FISIOLOGI JARINGAN OTOT
FISIOLOGI JARINGAN OTOTFISIOLOGI JARINGAN OTOT
FISIOLOGI JARINGAN OTOT
 
PPT Pertumbuhan Fisik 3B.pptx
PPT Pertumbuhan Fisik 3B.pptxPPT Pertumbuhan Fisik 3B.pptx
PPT Pertumbuhan Fisik 3B.pptx
 
4 gizi pada anak usia sekolah dan remaja
4   gizi pada anak usia sekolah dan remaja4   gizi pada anak usia sekolah dan remaja
4 gizi pada anak usia sekolah dan remaja
 
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
Modul pengasuhan anak era digital bkkbn rev4
 
Konsep dasar bermain
Konsep dasar bermainKonsep dasar bermain
Konsep dasar bermain
 
Manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral
Manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoralManusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral
Manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral
 
IDENTITAS NASIONAL
IDENTITAS NASIONALIDENTITAS NASIONAL
IDENTITAS NASIONAL
 
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsaPancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa
 
EXERCISE PHYSIOLOGY
EXERCISE PHYSIOLOGYEXERCISE PHYSIOLOGY
EXERCISE PHYSIOLOGY
 
Generasi berkualitas
Generasi berkualitasGenerasi berkualitas
Generasi berkualitas
 
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
Modul perlindungan hak anak usia dini bkkbn rev4
 
Anatomi Fisiologi Otak
Anatomi Fisiologi OtakAnatomi Fisiologi Otak
Anatomi Fisiologi Otak
 
Peran Kesehatan dalam penurunan Stunting
Peran Kesehatan dalam penurunan StuntingPeran Kesehatan dalam penurunan Stunting
Peran Kesehatan dalam penurunan Stunting
 
Ketahanan Nasional
Ketahanan NasionalKetahanan Nasional
Ketahanan Nasional
 

Similar to Perpres Nomor 88 tahun 2017

UU No..41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
UU No..41 Tahun 1999 tentang KehutananUU No..41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
UU No..41 Tahun 1999 tentang KehutananPenataan Ruang
 
Uu kehutanan no 41 thn 1999
Uu kehutanan no 41 thn 1999Uu kehutanan no 41 thn 1999
Uu kehutanan no 41 thn 1999walhiaceh
 
Uu ri no 41 tahun 1999 tentang kehutanan
Uu ri no 41 tahun 1999 tentang kehutananUu ri no 41 tahun 1999 tentang kehutanan
Uu ri no 41 tahun 1999 tentang kehutananwalhiaceh
 
UU No.41 th 1999 ttg Kehutanan
UU No.41 th 1999 ttg KehutananUU No.41 th 1999 ttg Kehutanan
UU No.41 th 1999 ttg KehutananSei Enim
 
Sosialisasi batas
Sosialisasi batasSosialisasi batas
Sosialisasi batas24019612345
 
PP Nomor 45 Tahun 2004
PP Nomor 45 Tahun 2004PP Nomor 45 Tahun 2004
PP Nomor 45 Tahun 2004Ardi Yanson
 
Pp perlindungan hutan no 45 thn 2004
Pp perlindungan hutan no 45 thn 2004Pp perlindungan hutan no 45 thn 2004
Pp perlindungan hutan no 45 thn 2004walhiaceh
 
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5Ilham Mustafa
 
Uu 2013 18 pencegahan pemberantasan perusakan hutan
Uu 2013 18 pencegahan pemberantasan perusakan hutanUu 2013 18 pencegahan pemberantasan perusakan hutan
Uu 2013 18 pencegahan pemberantasan perusakan hutanRizki Fitrianto
 
PP_Nomor_26_Tahun_2020_menlhk_06222020120801.pdf
PP_Nomor_26_Tahun_2020_menlhk_06222020120801.pdfPP_Nomor_26_Tahun_2020_menlhk_06222020120801.pdf
PP_Nomor_26_Tahun_2020_menlhk_06222020120801.pdfBKPHBRPN
 
Peraturan pemerintah no.76 tahun 2008
Peraturan pemerintah no.76 tahun 2008Peraturan pemerintah no.76 tahun 2008
Peraturan pemerintah no.76 tahun 2008Eka Sari Yulia
 
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamPp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamwalhiaceh
 
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamPp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamwalhiaceh
 
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi Maluku
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi MalukuKebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi Maluku
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi MalukuCIFOR-ICRAF
 
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruang
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruang
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis Ssi
 
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...Aksi SETAPAK
 

Similar to Perpres Nomor 88 tahun 2017 (20)

Uu 41-1999
Uu 41-1999Uu 41-1999
Uu 41-1999
 
UU No..41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
UU No..41 Tahun 1999 tentang KehutananUU No..41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
UU No..41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
 
Uu kehutanan no 41 thn 1999
Uu kehutanan no 41 thn 1999Uu kehutanan no 41 thn 1999
Uu kehutanan no 41 thn 1999
 
Uu ri no 41 tahun 1999 tentang kehutanan
Uu ri no 41 tahun 1999 tentang kehutananUu ri no 41 tahun 1999 tentang kehutanan
Uu ri no 41 tahun 1999 tentang kehutanan
 
UU No.41 th 1999 ttg Kehutanan
UU No.41 th 1999 ttg KehutananUU No.41 th 1999 ttg Kehutanan
UU No.41 th 1999 ttg Kehutanan
 
Sosialisasi batas
Sosialisasi batasSosialisasi batas
Sosialisasi batas
 
P49 08 Hutan Desa
P49 08   Hutan DesaP49 08   Hutan Desa
P49 08 Hutan Desa
 
PP Nomor 45 Tahun 2004
PP Nomor 45 Tahun 2004PP Nomor 45 Tahun 2004
PP Nomor 45 Tahun 2004
 
Pp perlindungan hutan no 45 thn 2004
Pp perlindungan hutan no 45 thn 2004Pp perlindungan hutan no 45 thn 2004
Pp perlindungan hutan no 45 thn 2004
 
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
Ketentuanketentuan pokok kehutanan_(uu_5_thn_1967_5
 
Uu 2013 18 pencegahan pemberantasan perusakan hutan
Uu 2013 18 pencegahan pemberantasan perusakan hutanUu 2013 18 pencegahan pemberantasan perusakan hutan
Uu 2013 18 pencegahan pemberantasan perusakan hutan
 
PP_Nomor_26_Tahun_2020_menlhk_06222020120801.pdf
PP_Nomor_26_Tahun_2020_menlhk_06222020120801.pdfPP_Nomor_26_Tahun_2020_menlhk_06222020120801.pdf
PP_Nomor_26_Tahun_2020_menlhk_06222020120801.pdf
 
Peraturan pemerintah no.76 tahun 2008
Peraturan pemerintah no.76 tahun 2008Peraturan pemerintah no.76 tahun 2008
Peraturan pemerintah no.76 tahun 2008
 
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamPp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
 
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamPp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
 
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi Maluku
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi MalukuKebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi Maluku
Kebijakan Tenurial Kawasan Hutan Di Provinsi Maluku
 
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruang
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruang
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruang
 
Perundangan masyarakat adat
Perundangan masyarakat adatPerundangan masyarakat adat
Perundangan masyarakat adat
 
Edit hukum adat
Edit hukum adatEdit hukum adat
Edit hukum adat
 
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
 

More from Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif

Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis SpasialPemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis SpasialJaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutPermen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutJaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 

More from Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (20)

Potret Krisis Ruang Sulawesi
Potret Krisis Ruang SulawesiPotret Krisis Ruang Sulawesi
Potret Krisis Ruang Sulawesi
 
Potret Ketimpangan Ruang Kalimantan
Potret Ketimpangan Ruang KalimantanPotret Ketimpangan Ruang Kalimantan
Potret Ketimpangan Ruang Kalimantan
 
Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015
Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015
Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015
 
Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix Flavelle
Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix FlavellePanduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix Flavelle
Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix Flavelle
 
24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi
24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi
24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi
 
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis SpasialPemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
 
Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)
Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)
Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)
 
Reforma Agraria Untuk Pemula
Reforma Agraria Untuk PemulaReforma Agraria Untuk Pemula
Reforma Agraria Untuk Pemula
 
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan PetaniKonsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
 
Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021
Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021
Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021
 
Kabar JKPP Edisi 22
Kabar JKPP Edisi 22Kabar JKPP Edisi 22
Kabar JKPP Edisi 22
 
Laporan BRWA 2018 2019
Laporan BRWA 2018 2019Laporan BRWA 2018 2019
Laporan BRWA 2018 2019
 
Memahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat
Memahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat AdatMemahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat
Memahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat
 
Kebijakan Satu Peta Untuk Pembangunan Indonesia
Kebijakan Satu Peta Untuk Pembangunan IndonesiaKebijakan Satu Peta Untuk Pembangunan Indonesia
Kebijakan Satu Peta Untuk Pembangunan Indonesia
 
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
 
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
 
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA Indonesia
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA IndonesiaPanduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA Indonesia
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA Indonesia
 
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutPermen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
 
Perpres Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia
Perpres Nomor 39 tahun 2019   tentang Satu Data IndonesiaPerpres Nomor 39 tahun 2019   tentang Satu Data Indonesia
Perpres Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia
 
Kabar jkpp edisi 21
Kabar jkpp edisi 21Kabar jkpp edisi 21
Kabar jkpp edisi 21
 

Recently uploaded

Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaYogaJanuarR
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum ViktimologiSaktaPrwt
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)ErhaSyam
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptxHukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptxAudyNayaAulia
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANharri34
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxmuhammadarsyad77
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIdillaayuna
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 

Recently uploaded (10)

Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptxHukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 

Perpres Nomor 88 tahun 2017

  • 1. SALINAN PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESI.A NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PEI{YELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESI.A, Menimbang : a. batrwa dalam rangka menyelesaikan dan memberikan perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat dalam kawasan hutan yang menguasai tanah di kawasan hutan, perlu dilakukan kebijakan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan; bahwa untuk melahsanakan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-lXl 2011, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4s/PUU-lXl 20L1, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3S/PUU-X| 2OL2, putusan Mahkamatt Konstitusi Nomor 9S/PUU-XILl2OL4, perlu diatur ketentuan mengenai penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang berkaitan dengan penguasaan hutan oleh negara, pengukuhan kawasan hutan, dan hutan adat; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan; Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Iembaran Negara Republik Indonesia Nomor 20431; Mengingat : 1. b. c. 2. 3. Undang-Undang . .
  • 2. PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -2- 3. Undang-Undang Nomor 4l Tahun L999 tentang Kehutanan (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun L999 Nomor L67, Tantbatran kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2OO4 tentang Penetapart Peraturan Pemerintatr Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perubatran Atas Undang-Undang Nomor 4L Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412l.; MEMUTUSI(AN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PEI{fELESAIAN PENGUASAAN TANAH DAI,AM KAWASAN HUTAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Rrsat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pihak adalah perorErngan, instansi, badan sosial/keagamaan, masyarakat hulnrm adat yang menguasai dan memanfaatkan bidang tanah dalam kawasan hutan. 3. Hutan adalatr suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4. Hutan
  • 3. PRESIDEN REPU BLIK IN DO N ESIA -3- Hutan tetap adalah kawasan hutan yang dipertahankan keberadaannya sebagai kawasan hutan, terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah 7. Hutan Adat adalah hutan yang berada di wilayah masyarakat hukum adat. Penunjukan kawasan hutan adalah penetapan awal peruntukan suatu wilayah tertentu sebagai kawasan hutan. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. HakAtas Tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- pokok Agraria. Resetilement adalah pemindahan penduduk dari kawasan hutan ke luar kawasan hutan. Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan. BAB II PENGUASAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN Pasal 2 Pemerintah melakukan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh Pihak. 4. 5. 6. 8. 9. 10. 11. t2. Pasal 3 . .
  • 4. (1) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -4- Pasal 3 Kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan kawasan hutan pada tahap penunjukan kawasan hutan. Kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kawasan hutan dengan fungsi pokok: a. hutan konservasi; b. hutan lindung; dan c. hutan produksi. Pasal 4 (1) Penguasaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi kriteria: a. bidang tanah telah dikuasai oleh Pihak secara fisik dengan itikad baik dan secara terbuka; b. bidang tanah tidak diganggu gugat; dan c. bidang tanah diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hulnrm adat atau kepala desa/keluratran yang bersanglmtan serta diperkuat oleh kesaksian orzrng yang dapat dipercaya. (21 Penguasaan tanah dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas: a. bidang tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau telatr diberikan hak di atasnya sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan; atau b. bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelatr bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan. Pasal 5 (1) Penguasaan tanah dalam kawasan hutan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 2 dikuasai dan dimanfaatkan untuk: a. permukiman; (21 b. fasilitas .
  • 5. (2t PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -5- b. fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial; c. lahan garapan; dan/atau d. hutan yang dikelola masyarakat hukum adat. Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mempalcan bagian di dalam kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai lingkungan tempat tittggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung penghidupan masyarakat serta masyarakat adat. Fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan fasilitas di dalam kawasan hutan yang digunakan oleh masyarakat untuk kepenting€rn umum. Lahan garapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hun.f c menrpakan bidang tanatr di dalam kawasan hutan yang dikerjakan dan dimanfaatkan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dapat benrpa sawah, ladang, kebun campuran dan/atau tambak. Hutan yang dikelola masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan Hutan Adat yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 (l) Pihak sebagaimana dalam Pasal 2 meliputi: perorangan; instansi; badan sosial/ keagamaan; masyarakat hukum adat. Perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memiliki identitas kependudukan; Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mempakan instansi pemerintah pusat atau instansi pemerintah daerah. Badan sosial/keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus terdaftar sesuai ketentuart peraturan perundang-undangan. Masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d keberadaannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan memiliki bukti penguasaan tanah. (3) (4) (s) a. b. c. d. (2t (3) (4) (s) BAB III . .
  • 6. PRESIOEN REPUELIK INDONESIA -6- BAB III POLA PEMELESAIAN PENGUASAAN DAN PEMANFAATAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN Pasal 7 Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau telah diberikan hak di atasnya sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan. Pasal 8 (1) Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelah bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan beruPa: a. mengeluarkan bidang tanah dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan; b. tukar menukar kawasan hutan; c. memberikan akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial; atau d. melakukan resetTlement, l2l Pola penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhitungkan: a. luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah diran sungai, pulau, dan/atau provinsi; dan b. fungsi pokok kawasan hutan. Pasal 9 (1) Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelah bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan fungsi konservasi dilakukan melalui resettlement. (21 Pola penyelesaian pada kawasan hutan dengan fungsi konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa memperhitungkan luas kawasan hutan dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi. Pasal 10
  • 7. PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA -7 - Pasal 1O Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan yang berada pada wilayah yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan fungsi lindung pada provinsi dengan luas kawasan hutan sama dengan atau kurang dari 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/ atau provinsi: a. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk permukiman, fasilitas umum dan/ atau fasilitas sosial dan memenuhi kriteria sebagai hutan lindung dilalrukan melalui resettlcment; b. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk permukiman, fasilitas umum dan/ atau fasilitas sosial dan tidak memenuhi kriteria sebagai hutan lindung dilakukan melalui tukar menukar kawasan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; c. dalam hat bidang tanah tersebut digunakan untuk lahan garapan dilakukan dengan memberikan akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial. Pasal 11 (1) Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan yang berada pada wilayah yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan fungsi lindung pada provinsi dengan luas kawasan hutan lebih dari 3Oo/o (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi: a. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk permukiman, fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial dan memenuhi kriteria sebagai hutan lindung dilakukan melalui resetiLeme nt b. datam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk permukiman, fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial dan tidak memenuhi lrriteria sebagai hutan lindung dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan; c. dalam . . .
  • 8. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -8- c. dalam haf bidang tanah tersebut digunakan untuk lahan garapan dan telah dikuasai lebih dari 20 (dua puluh) tahun secara berturut-turut dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan; d. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk lahan garapan dan telah dikuasai kurang dari 2O (dua puluh) tahun secara berturut-turut dilakukan dengan memberikan akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial, (21 Perubahan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus berada dalam sumber tanah obyek reforma agraria dari kawasan hutan. Pasal 12 Pola penyelesaian untuk bidang taaah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelah bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan fungsi produksi pada provinsi yang memiliki luas kawasan hutan sama dengan atau kurang dari 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi: a. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk permukiman, fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial dilakukan mela.lui tukar menukar kawasan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau resetlLement; b. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk lahan garapan dilakukan dengan memberikan akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial. Pasal 13 (1) Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelah bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan fungsi produksi pada provinsi yang memiliki luas kawasan hutan lebih dari 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/ atau provinsi: a. dalam . ..
  • 9. PRESIDEN REPUBLIK IN DO N ESIA -9- a. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk permukiman, fasilitas umum dan/ atau fasilitas sosial dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan; b. dalam hal bidang tanah tersebut digunakan untuk lahan garapan dan telah dikuasai lebih dari 20 (dua puluh) tahun secara berturut-turut dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan; c. dalam hal bidang tanah tersebut digunalan untuk lahan garapan dan telah dikuasai kurang dari 20 (dua puluh) tahun secara berturut-turut dilakukan dengan memberikan akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial' (21 Perubahan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat {1) huruf b, harus berada dalam sumber tanah obyek reforma agraria dari kawasan hutan. BAB IV TIM PERCEPATAN PEI{YELESAI.AN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN Pasal 14 (1) Dalam rangka penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dibentuk Tim Percepatan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan yang selanjutnya disebut Tim Percepatan PPTKH. (21 Tim Percepatan PPTKH sebagaimana dimaksud pada ayat (l) mempunyai tugas: a. melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan penyelesaian penguaszran tanah dalam kawasan hutan; b. menetapkan langkah-langkah dan kebijakan dalam rangka penyelesaian permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan; c. menetapkan . . . f,,D
  • 10. PRESIDEN REPUBLIK INDON E SIA -10- c. menetapkan luas maksimum bidang tanah yang dapat dilakukan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan; d. menetapkan mekanisme Resettlement e. melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan; dan f. melakukan fasilitasi penyediaan anggaran dalam pelaksanaan penyelesaian penguasa.rn tanah dalam kawasan hutan, (3) Susunan keanggotaan Tim Percepatan PPTKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Ketua : Menten Koordinator Bidang Perekonomian; b. Anggota : 1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan: 2. Menteri Agraria dan Tata Ruang/ KePala Badan Pertanahan Nasional; 3. Menteri Dalam Negeri; 4. Sekretaris Ihbinet; 5. Kepala Staf KePresidenan. Tim Percepatan PPTKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara administratif berkedudukan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tim Percepatan PPTKH dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Tim Pelaksana PPTKH. Pasal 15 (1) Tim Pelaksana PPTKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) mempunyai tugas: a. melakukan koordinasi teknis pelaksanaan penyelesaian Penguasaan tanah dalam kawasan hutan; b. men5rusun langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan; c. membantu Tim Percepatan PPTKH dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan; d. menYu.sun . . . (4) (s)
  • 11. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 11- d. menJrusun dan menyampaikan rekomendasi atas penyelesaian hambatan dalam pelaksanaan penyelesaian Penguasaan tanatr dalam kawasan hutan kepada Tim Percepatan PPTKH. (21 Susunan keanggotaan Tim Pelaksana PPTKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Ketua : Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber DaYa Alam, dan Lingkungan HiduP, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; b. Wakil Ketua : Deputi Bidang Koordinasi Percepatart Infrastmktur dan Pengembangan Wilayatr, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; c. Anggota : 1. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan HiduP dan Kehutanan; 2. Direlrtur Jenderal Konservasi Sumber DaYa Alam dart Ekosistem, Kementerian Lingkungan HiduP dan Kehutanan; 3. Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan HiduP dart Kehutanan; 4. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi kstari, Kementerian Linglmngan HiduP dan Kehutanan; 5. Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan HiduP dan Kehutanan; 6. Direktur.
  • 12. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA L2- 6. Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Nasional; 7. Direktur Jenderal Penataan Agraria, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri; Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Kementerian Dalam Negeri; 10. Deputi Bidang Perekonomian, Sekretariat Kabinet; 1 1. Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Sosial, Ekologi, dan Budaya Strategis, Kantor Staf Kepresidenan; 12. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Badan Informasi Geospasial; d. Sekretaris : Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Kemaritiman, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; e. Wakil Sekretaris: Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum, dan 8. 9. Keamanan, Koordinator Pertanahan Kementerian Bidang Perekonomian. (3) Tim Pelaksana PPTKH dalam pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh kelompok kerja. (41 Pembentukan kelompok kerja sebagairnana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Ketua Tim Percepatan PPTKH. Pasal 16 .
  • 13. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -13- Pasal 16 Tim Percepatan PPTKH dalam pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal L4 ayat (21 dapat melibatkan, bekerjasama, dan/atau berkoordinasi dengan kementerian/lembaga, pemerintatr daerah, akademisi, dan / atau pemanglinr kepentingan. Pasal 17 Ketua Tim Percepatan PPTKH menyampaikan laporan dan perkembangan pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah datam kawasal hutan kepada Presiden secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu diperlukan. Pasal 18 (1) Dalam rangka melakukan inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Gubernur membentuk Tim Inventarisasi dan Verilikasi Penguasaan Tanatr dalam Kawasan Hutan yang selanjutnya disebut Tim Inver PTKH. l2l Gubernur melaporkan pelaksanaan tugas Tim Inver PTKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Ketua Tim Percepatan PPTKH secara berkala setiap 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu diperlukan. Pasal 19 (l) Tim Inver PTKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) mempunyai tugas: a. menerima pendaftar€rn permohonan inventarisasi dan verifikasi secara kolektif yang diajukan melalui bupati/walikota; b. melaksanakan pendataan lapangan; c. melakukan analisis: 1. data fisik dan data yuridis bidang-bidang tanah yang berada di dalam kawasan hutan dan/atau 2. lingkungan hidup; dan d. merumuskan
  • 14. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -14- d. merumuskan rekomendasi berdasarkan hasil analisis dan menyampaikannya kepada gubernur. (21 Susunan keanggotaan Tim Inver PTKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. Ketua : Kepala Dinas Provinsi yang menyelenggarakan urusuu-I di bidang kehutanan, b. Sekretaris: Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, c. Anggota : 1. Kepala Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota Yang menyelenggarakan urusan di bidang penataan **g; 2. Kepala Badan Provinsi Yang menyelenggarakan urusan dibidang Lingkungan HiduP; 3. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan; 4. Kepala Balai Yang membidangi urusan perhutanan sosial; 5. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan setemPat; 6. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota; 7. Camat setemPat atau Pejabat kecamatan; serta 8. Luratr/Kepala desa setempat atau sebutan lain yang disamakan dengan itu. (3) Pedoman pelaksanaan tugas Tim Inver PTKH diatur dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Percepatan PPTKH. BAB V
  • 15. PRES I DEN REPUtsLIK INDONESIA - 15- BAB V PROSEDUR PEI{YELESAI,AN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN Pasal 20 Prosedur Penyelesaian Penguasaan Tanatr dalam Kawasan Hutan dilakukan berdasarkan tahapan: a. inventarisasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan; b. verifikasi penguasaan tanah dan penyampaian rekomendasi; c. penetapan pola penyelesaian penguasaan dan pemanfaatan tanah dalam kawasan hutan; d. penerbitan keputusan penyelesaian penguasaan dan pemanfaatan tanah dalam kawasan hutan; dan e. penerbitan sertipikat hak atas tanah. Pasal 21 (1) Tim Inver PTKH melakukan inventarisasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan berdasarkan pendaftaran permohonan inventarisasi dan verifikasi yang diajukan oleh Pihak melalui bupati/walikota. (21 Inventarisasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan pendataan penguasa€rn, pemilikan, penggunaan, atau pemanfaatan tanah. (3) Pelaksanaan kegiatan Inventarisasi dan Verifrkasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan meliputi satuan wilayah administrasi Kabupaten/ Kota. (4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan I (satu) kali untuk setiap satuan wilayah. Pasal 22 (1) Tirn lnver PTKH rnelakukan verifikasi penguasa€rn tanah berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimEura dimaksud datam Pasal 21 ayat (1) dengan memanfaatkan sistem informasi geografis. l2l Verilikasi
  • 16. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -16- l2l Verifikasi penguasaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan: a. pelaksanaan analisis data fisik dan data yrridis bidang-bidang tanah yang berada di dalam Kawasan Hutan, serta analisis lingkungan hidup; b. pelaksanaan verilikasi lapangan jika diperlukan; c. perumusan rekomendasi Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan berdasarkan hasil analisis; dan d. penyampaian rekomendasi Penyelesaian Penguasaan Tanatr dalam Kawasan Hutan kepada gubernur dengan melampirkan: 1. Peta Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanatr dalam Kawasan Hutart (P4TKH) Non Kadastral; 2. Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SP2FBT) yang ditandatangani oleh masing-masing pemohon; 3. salinan bukti-bukti penguasaan tanah lainnya; 4. Pakta Integritas Tim Inver PIKH; dan 5. usulan pola penyelesaian penguasa€rn tanah dalam kawasan hutan. Pasal 23 Pelaksanaan Inventarisasi dal Verifikasi Penguasa€rn Tanah dalam Kawasan Hutan setiap satuan wilayatt diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan dinyatakan lengkap. Pasal 24 (1) Gubernur menyampaikan rekomendasi Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selalm Ketua Tim Percepatan PPTKH dan tembusan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya laporan dan rekomendasi dari Tim Inver PTKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (21hurrf d. (21 Menteri .
  • 17. PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -t7- (21 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Percepatan PPTKH melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. (3) Hasil koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat l2l menghasilkan pertimbangan penyelesaian penguasaan tanah yang berada di dalam kawasan hutan untuk ditindaklanjuti oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (4) Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan memutuskan penyelesaian penguasaan tanatr ddam kawasan hutan untuk dapat diproses lebih lanjut atau ditolak. (5) Mekanisme pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasart Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Percepatan PPTKH. Pasal 25 (1) Dalam hal keputusan penyelesaian untuk bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan berupa tukar menukar kawasan hutan atau resettlement atau pemberian akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelesaikart sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (21 Biaya pelahsanaan tukar menukar kawasan hutan atau resettlement, sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) menjadi tanggungiawab pemerintah daerah. (3) Dalam hal keputusan penyelesaian bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan berupa pengeluaran bidang tanah dalam kawasan hutan dengan perubahan batas Kawasan Hutan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan surat keputusan pembahan batas kawasan hutan setelah dilalmkan penataan batas sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal26...
  • 18. PRfS I DEN REPUBLIK INDONESIA - 18- Pasal 26 Keputusan perubahan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) disampaikan kepada Tim Percepatan PPTKH, gubernur, Tim Inver PTKH, dan bupati/walikota terkait. Pasal 27 (1) Berdasarkan keputusan penyelesaian penggasatln tanatr dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, bupati/walikota mengumumkan kepada Pihak paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya keputusan perubahan batas kawasan hutan. (21 Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas keputusan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. (3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan melalui bupati/ walikota. (4) Waktu pengajuan keberatan terhadap keputusan pola penyelesaian penguasaan tanatr dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (21paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diumumkannya keputusan penyelesaiart penguasaan tanah dalam kawasan hutan. (5) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat menerima atau menolak keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21. (6) Dalam hal keberatan diterima, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan meny€rmpaikan kepada gubernur untuk melakukan verifikasi ulang. Pasal 28 (1) Keputusan perubahan batas kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) sebagai dasar penerbitan sertipikat hak atas tanah yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang- undangan. (2lPenerbit...
  • 19. (1) (21 (3) (4) (s) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 19- l2l Penerbitan sertipikat hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan penataan melalui konsolidasi tanah. Pasal 29 Pihak yang menerima hak atas tanah yang telah diterbitkan sertipikatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dilarang: a. menelantarkan tanah; b. mengalihkan hak atas tanatrnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun; dan/atau c. mengalih fungsikan tanahnya. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikecualikan untuk pemanfaatan lahan bagi pembangunan strategis nasional di bidang infrastruktur, energi, pangan, dan pertahanan keamanan. Dalam hal penerima hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu kurang dari 10 (sepuluh) tahun tidak lagr dapat memanfaatkan tanahnya, tanah menjadi tanah yang dikuasai nega.ra. Dalam hal penerima hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, tanah dapat beralih menjadi hak milik ahli warisnya. Tanah yang diwariskan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dipecah hak atas tanahnya. Pasal 30 Selama prosedur Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan tengah dilakukan berdasarkan tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20: a. masyarakat tidak melakukan pendudukan tanah barr dan/atau melakukan perbuatan yang dapat menganggu pelaksanaan Penyelesaian Penguasaan Tanah di dalam Kawasan Hutan; b. instansi...
  • 20. PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -20- b. instansi pemerintah tidak melakukan pengusiran, penangkapan, penutupan akses terhadap tanah, dan/atau perbuatan yang dapat menganggu pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah di dalam kawasan hutan. BAB VI INTEGRASI PERUBAHAN BATAS KAWASAN HUTAN NEGARA DAI,AM RENCANA TATA RUANG WILAYAH Pasal 31 (U Perubahan batas kawasan hutan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 dapat dilaksanakan sebelum ditetapkannya perubahan rencana tata ruang. (21 Keputusan perubahan batas kawasan hutan negara sebagaimana dimaksud ddam Pasal 25 ayat (3) diintegrasikan ke dalam perubatran rencana tata tuang. (3) Sebelum perubahan rencana tata ruang ditetapkan berdasarkan penrbahan batas kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberian tanda bukti hak dan izin pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan sesuai aratran peruntukan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1). BAB VII RENCANA AKSI Pasal 32 Dalam rangka penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, disusun Rencana Aksi penyelesai€Ln penguasaan tanatt dalam kawasan hutan. Rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (U ditetapkan dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Percepatan PPTKH. (1) (21 BABVIII ...
  • 21. PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -2t- BAB VIII PEMBTAYAAN Pasal 33 Biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan penyelesaian penguasaan tanah datam kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Fresiden ini, dibebankan pada: a. anggaran pendapatan dan belanjanegara; b. €urggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau c. sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Pada saat Peraturan Fresiden ini mulai berlaku, semua kegiatan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemalfaatan tanah dalam kawasan hutan yang telah dilakukan tetap dilanjutkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. Pasal 35 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
  • 22. #""i$ I: l? L',i I t_) E l..l REFrl.-l fi l-l 1t. I I I LIC' l..l t-:i I / -22- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 September 2OLT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal l L September 2OL7 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OI7 NOMOR 196. Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA lgn Deputi Bidang Perekonomian, ti Bidang Hukum dan