1. Jual beli dalam bahasa Arab disebut al-Bay’, yang secara
etimology berarti memiliki, membeli (arti sebaliknya), ada
juga yang mengatakan bahwa ia merupakan sebuah
ungkapan tentang ijab qobul ketika terjadi pertukaran antara
barang dengan barang atau barang dengan nilai tukarnya. [al-
Mathla’ hal. 255]
Ada juga yang mengartikan : “Pertukaran harta dengan
harta.” [Maqoyisul lughoh 1/327, Lisanul ‘Arob 8/23, al-
Mishbah 1/27]
Pengertian Jual Beli
3. DEFINISI LAIN YANG SERUPA
”Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan”; (Idris Ahmad, Fiqih Al-Syafi’iyah).
DASAR HUKUM
الربا مثل البيع انما قالوا بأنهم ذالكالربا حرم و البيع هللا وأحل
“Mereka mengatakan bahwa Jual Beli sama dengan Riba. Padahal Allah
menghalalkan Jual Beli dan mengharamkan Riba..” (Al Baqarah: 275)
Berdasarkan nash yang ada, para Ulama Fiqh mengatakan bahwa hukum
asal dari jual beli itu adalah mubah. Namun pada situasi tertentu, hukum
tersebut dapat berubah dengan memperhatikan maqashid syariah untuk
mewujudkan kemashlahatan umat.
4. RUKUN JUAL BELI:
1. Orang yang berakad (penjual dan pembeli);
2. Shighat (lafal ijab dan qabul);
3. Barang yang dibeli;
4. Nilai tukar pengganti barang.
SYARAT JUAL BELI:
Bagi yang berakad:
1. Saling ridha antara Penjual & Pembeli;
2. Orang yang diperkenankan secara syariat;
3. Memiliki hak penuh atas barang yang diakadkan.
Bagi barang yang diakadi:
1. Dapat diambil manfaatnya secara mutlak;
2. Dapat dikuasai;
3. Diketahui oleh yang berakad.
Rukun & Syarat Jual Beli
5. DEFINISI
Memilih yang terbaik dari dua perkara untuk melangsungkan atau membatalkan akad
jual beli.
KLASIFIKASI
1. Khiyar Majlis (pilihan majelis), bagi yang berjual beli mempunyai hak selama masih
di majelis;
2. Khiyar Syarat (pilihan bersyarat), masing-masing mensyaratkan adanya khiyar pada
saat akad atau sesudahnya dalam waktu tertentu;
3. Khiyar Ghabn (penipuan), pilihan melenjutkan transaksi atau tidak bagi orang yang
merasa tertipu karena diluar kebiasaan;
4. Khiyar Tadlis (barang cacat), pilihan yang disebabkan pada saat terjadi akad
kecacatan barang tidak dijelaskan bahkan cenderung ditutupi;
5. Khiyar Aib (tercela), pilihan yang disebabkan pada saat terjadi akad aib barang tidak
disampaikan;
6. Khiyar Takbir bitsaman (melebihkan kadar), menyampaikan khabar tidak sesuai
dengan hakikat barang baik jumlah, harga, atau kualitas;
7. Khiyar bisababi takhaluf (sebab berselisih), pilihan karena terjadi perselisihan dalam
hakikat barang baik jumlah, harga, atau kualitas;
8. Khiyar Ru’yah (pandangan), pilihan karena terjadi perubahan sifat barang dibanding
penglihatan sebelumnya.
Khiyar dalam Jual Beli
8. SKEMA
MURABAHAH
Akad Penyediaan Barang berdasarkan prinsip jual
beli, dimana bank membelikan kebutuhan
barang nasabah (investasi/modal kerja) dan
bank menjual kembali kepada nasabah ditambah
dengan keuntungan yang disepakati
PRODUK
9. Bank Membeli
Mobil ke Show
Room/Dealer
Bank menjual mobil tsb kepada
Nasabah
2
3
4
Nasabah membayar
Secara cicilan
Harga Mobil :
Harga Beli Bank+labanya
Skema
Murabahah1
BANK
Syari’ah
1
Nasabah ingin mobil
Negosiasi dgn bank
Agustianto 03
10. Skema Murabahah
2. Bank Membeli
Mobil ke Dealer
Bank Menjual Mobil dgn
Harga Beli + Keuntungan
3
4. Nasabah membayar dengan cara cicilan
Bank
Syari’ah
Agustianto 03
12. • Berdasarkan ketentuan dan skema tsb, akad
murabahah (pengikatan) dilaksanakan setelah
barang secara prinsip dimiliki oleh bank
• Bank tidak boleh melakukan pengikatan
(menjual barang kepada nasabah), sementara
barang tersebut velum dimiliki bank
13. BUNGA/RIBAJUAL-BELI MURABAHAHNo
Uang sbg objek, nasabah
berhutang uang
Barang sbg objek, nasabah berhu
tang karena membeli barang.
1
Sektor moneter dan riil terpisah,
tidak ada keharusan mengaitkan
sektor moneter dan riil
Sektor moneter terkait dengan
sektor riil, sehingga menyeNtuh
langsung sektor riil
2
Tidak mendorong percepatan
arus barang, karena tidak
mewajibkan adanya barang, tidak
mendorong produktifitas yang
pada akhirnya menciptakan
unemployment
Mendorong percepatan arus
barang, mendorong produktifitas
dan entrepreneurship, yang pada
gilirannya meningkatkan
employment
3
Pertukaran uang dengan uangPertukaran barang dengan uang4
Bunga berubah sesuai tingkat
bunga
Margin tidak berubah5
Tidak ada akad jual beli, tetapi
uang langsung sbg komoditas
Akad jual beli dan memenuhi
rukun jual beli
6
Terjadi compound interestBila macet, tidak ada bunga7
14. Landasan syariah
Al-Qur’an:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”. (Al-Baqarah:275)
Al-Hadis,
Dari Suhaib, bahwa Rasulullah SAW berdabda:
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan,
jual beli secara tangguh, Muqaradah (mudarabah)
dan memcampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (Riwayat Ibnu
Majah)
15. Bank Islam
البركة فيهن ثالثة:المقارضة
والبيعالىوخلطالبر اجل
للبيع ال للبيت باالشعير)ابن
ماجه(Sabda Rasulullah Saw :”Tiga macam mendapat barakah:
muqaradhah/ mudharabah, jual beli secara tangguh,
mencampur gandum dgn tepung untuk keperluan rumah
bukan untuk dijual (H.R.Ibnu Majah)
Agustianto 03
16. Rukun Murabahah
• 1. Pihak yang berakad:
a. Penjual
b. Pembeli
• 2. Objek yang diakadkan:
a. Barang yang diperjual belikan
b. Harga
• 3. Akad/sighot:
a. Serah (ijab)
b. Terima (qabul)
17. • 1. Pihak yang berakad :
a. Cakap hukum,
b. Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan
dipaksa/terpaksa/dibawah tekanan
• 2. Obyek yang diperjualbelikan:
a. Tidak termasuk yang diharamkan/
dilarang
b. Bermanfaat
c. Penyerahannya dari penjual ke pembeli
dapat dilakukan,
d. Merupakan hak milik penuh pihak yang
berakad
e. Sesuai spesifikasinya yang diterima
pembeli dan diserahkan penjual
SYARAT-SYARAT
MURABAHAH
18. 3. Akad /sighot:
a. Harus jelas dan disebutkan secara
spesifik dengan siapa berakad
b. Antara ijab qabul (serah terima) harus
selaras baik dalam spesifikasi barang
maupun harga yang disepakati
c. Tidak mengandung klausul yang bersifat
menggantungkan keabsahan transaksi pada
hal / kejadian yang akan datang.
d. Tidak membatasi waktu, misal:saya jual ini
kepada anda untuk jangka waktu 12 bulan
setelah itu jadi milik saya kembali.
19. POTONGAN PELUNASAN DALAM MURABAHAH
• Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah No. 23/DSN-MUI/III/2002
tanggal 28 Maret 2002
• Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan
pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati. Lembaga keuangan syariah boleh
memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut,
dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad.
• Besarnya potongan sebagaimana dimaksud diatas diserahkan
kepada kebijakan dan pertimbangan Lembaga keuangan
syariah (LKS).
20. Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI telah
menetapkan syarat untuk akad murabahah yang
diterapkan dalam perbankan syariah, di antaranya:
(1) Harus ada akad antara bank dan nasabah,
(2) Komoditas yang diperjualbelikan bukan barang
haram
(3) Bank membeli barang untuk nasabah atas nama
bank sendiri, kemudian menjual kembali kepada
nasabah sesuai harga beli ditambah margin.
(4).Apabila bank mendapat potongan dari pemasok,
maka harga beli yang diperhitungkan adalah
setelah adanya potongan tersebut,
(4)Bank dapat meminta uang muka kepada
nasabahyang dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran cicilan utang nasabah kepada bank.
21. UANG MUKA DALAM MURABAHAH
• Sesuai fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000
• Dalam akad pembiayaan murabahah, LKS dibolehkan untuk meminta uang
muka apabila kedua belah pihak sepakat.
• Besarnya jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
• Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan
ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
• Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta
tambahan kepada nasabah.
• Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus
mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
22. DISKON DALAM MURABAHAH
• Sesuai fatwa DSN No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000.
• Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh
kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi
obyek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.
• Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang
diperlukan ditambah keuntungan sesuai kesepakatan.
• Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari suplier, harga
sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu, diskon adalah hak
nasabah.
• Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut
dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad.
• Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjian dan
ditandatangani.
23. SANKSI NASABAH MAMPU YANG MENUNDA-NUNDA
PEMBAYARAN
• Sesuai fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000.
• Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada
nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan
disengaja.
• Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak
boleh dikenakan sanksi.
• Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai
kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
• Sanksi didasarkan pada prinsip ta’sir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin
dalam melaksanakan kewajibannya.
• Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar
kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
• Dana yang berasal dari denda diperuntukan sebagai dana sosial.
24. • PBI no 7/46/PBI/2005.tentang standarisasi akad.
“Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang, maka akad murabahah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik
bank”.
• Akad Wakalah harus dibuat terpisah dengan
murabahah
• Yang dimaksud secara prinsip barang milik bank
dalam wakalah, adalah adanya aliran dana yang
ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan
dengan kuitansi
25. • Selama ini, bank syariah mencairkan dana
setelah akad murabahah ditandatangani
• Sekarang bank syariah harus mencairkan dana
untuk membeli barang sebelum akad
murabahah ditandatangani.
27. Pengertian Etimologis :
• Secara etimologi, salam adalah salaf (pen-
dahulu-an) = sesuatu yang didahulukan.
• Dalam konteks ini, jual beli salam/salaf ; di
mana harga/uangnya didahulukan, sedangkan
barangnya diserahkan kemudian.
28. S A L A M
Akad salam adalah Akad pembelian suatu hasil
produksi (komoditi) untuk pengiriman yang
ditangguhkan dengan pembayaran segera
sesuai dengan persyaratan tertentu
atau
“Penjualan suatu komoditi untuk pengiriman yang
ditangguhkan dengan pembayaran segera/di
muka”
Pesan barang
Bayar dimuka
Barang dikirim kemudian
SKEMAPRODUK
29. Dalil Syariah Jual Beli Salam
• Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 282:
ِب ْمُتْنَياَدَت اَذِإ ا ْوُنَمآ َْنيِذَّلا اَهُّيَأ آَيُتْكاَف ىىمََُم لَجَأ ىَلِإ ِْنيَدُُ ْوُب ...
• "Hai orang yang beriman! Jika kamu
bermu'amalah tidak secara tunai sampai
waktu tertentu, buatlah secara tertulis...".
30. 2. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
ِدْوُقُعْلاِب اْوُفَْوأ اْوُنَآم َنْيِذَّلا اَهَُّيأاَي …
• “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-
akad itu….”
31. 3. Hadits Nabi Muhammad Saw
ََّنأ ُهْنَع ُهللا َيِضَر ْيِرْدُْاْل ٍدْيِعَس َِِْبأ ْنَعِآلَو ِهْيَلَع ُهللا ىَّلَص ِهللا َلْوُسَرَمَّلَسَو ِه
َالَق:، ٍاضَرَت ْنَع ُعْيَبْلا اَِِّنِإ(ما ابنو البيهقي اهورحبان ابن وصححه جه )
• “Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah
SAW bersabda, ‘Sesungguhnya jual beli itu
harus dilakukan suka sama suka.’” (HR. al-
Baihaqi dan Ibnu Majah, serta dinilai shahih
oleh Ibnu Hibban).
32. Hadis riwayat Bukhari dari Ibn 'Abbas, Nabi bersabda:
ٍنْزَوَو ٍومُلْعَم ٍلْيَك ْيِفَف ٍءْيَش ِِف َفَلَْسأ ْنَمٍومُلْعَم ٍلََجأ ََِإ ٍومُلْعَم .
• "Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia
melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan
yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui" (HR.
Bukhari, Sahih al-Bukhari [Beirut: Dar al-Fikr, 1955],
jilid 2, h. 36).
33. • Hadis Nabi riwayat jama’ah:
• ْملُظ ِيِنَغْلا ُْلطَ…م
• “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh
orang mampu adalah suatu kezaliman…”
Hadis Nabi riwayat Nasa’i, Abu Dawud, Ibu Majah,
dan Ahmad:
• ُهَتَبْوُقُعَو ُهَضْرِع ُّلُُِي ِد ِاجَوْلا َُّ.َل
• “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh
orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian
sanksi kepadanya.”
37. Salam
Konsep Dasar Ba’i Salam
Bank membeli secara tunai
Barang diserahkan kemudian/secara tangguh
Petani
Bank Islam membeli 5 ton padi, seharga Rp 5 juta secara tunai/cash,
Sedangkan padinya diserahkan 4 bulan yang akan datang
Contoh :
السلم بيع
Bank
Muamalat
Transaksi Jual beli di mana barang belum diserahkan
(belum ada), Sedangkan pembayaran dilakukan di
muka (secara tunai). Ini disebut juga jual-beli pesanan
38. Salam Paralel
Bank menjual beras kepada Bulog
Rekanan nasabah (bulog/grosir) serahkan dana cash
setelah ada berasnya
Bank
Muamalat
Bank Membeli beras secara tunai kepada petani,
Sedangkan padi diserahkan 4 bulan depan
Bulog atau
Grosir
Bank Islam membeli beras 10 ton, Rp 20 juta, lalu menjualnya
kepada Bulog atau grosir seharga Rp 21 juta.
Rekanan ini bisa direko
menkendasi Petani
1
2
3
39. Dalam Ba’i Salam Harus Jelas : 1. Kualitas (Jenis) 2. Kuantitas
2. Harga, 3. Waktu Penyerahan
Beda Salam dan Ijon
No ASPEK IJON SALAM
1 Jenis, Macam Tidak Jelas Jelas
2 Ukuran Tidak Jelas Jelas
3 Mutu Tidak Jelas Jelas
4 Jumlah Tidak Jelas Jelas
5 Harga Tidak Jelas Jelas
6 Waktu Delivery Tidak Jelas Jelas
40. Bank Islam membeli beras R36 sebanyak 5 ton dengan harga
Rp 10 Juta. Maka kewajiban petani adalah memberikan beras
sebanyak 5 ton pada 4 bulan depan
Jika terjadi kelebihan produksi sampai 7 ton, maka sisa yang 2 ton
Itu mnjadi hak petani, bukan milik bank Islam.
Begitu pula sebaliknya, jika produksi hanya 4 ton saja, maka
Petani wajib mencarikan 1 ton lagi.
Di dalam Ijon, hasil produksi yang 7 ton di atas,
semua menjadi milik Tengkulak. Dan seringkali
para tengkulak melakukan penekanan kepada petani,
khususnya dalam masalah penentuan harga
41. KETENTUAN PEMBIAYAAN
BAI AS-SALAM
SESUAI FATWA DSN No.05/DSN-MUI/IV/2000 TGL. 1 April 2000
KETENTUAN PEMBAYARAN UANG CASH:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik
berupa uang, barang atau manfaat.
2. Dilakukan saat kontrak disepakati (in advance)
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk ibra’ (pembebasan
hutang)
Contoh No 3 : Pembeli mengatakan kepada Petani (Penjual),
”Saya beli padi anda sebanyak 5 ton dengan harga Rp 10 juta.
Pembayarannya/ uangnya adalah anda saya bebaskan membayar hutang anda
yang dulu (sebesar Rp 10 juta).
(Pada kasus ini petani memang memiliki hutang yang belum terbayar
kepada pembeli, sebelum terjadinya akad salam tersebut)
42. • KETENTUAN BARANG :
1. Harus Jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai hutang
2. Penyerahan dilakukan kemudian
3. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
4. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut
diterimanya (qabadh). Ini prinsip dasar jual beli
5. Tidak boleh menukar barang, kecualai dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
43. KETENTUAN PEMBIAYAAN
BAI AS-SALAM
SESUAI FATWA DSN No.05/DSN-MUI/IV/2000 TGL. 1 April 2000
• PENYERAHAN BARANG SEBELUM ATAU TEPAT WAKTU :
– Penjual wajib menyerahkan barang tepat waktu dgn kualitas &
kuantitas yang disepakati.
– Bila penjual menyerahkan barang, dengan kualitas yang lebih tinggi,
penjual tidak boleh meminta tambahan harga
– Jika penjual menyerahkan barang dgn kualitas lebih rendah, dan
pembeli rela menerimanya, maka pembeli tidak boleh meminta
pengurangan harga (diskon).
– Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang
disepakati dengan syarat : kualitas dan jumlah barang sesuai dengan
kesekapatan dan tidak boleh menuntut tambahan harga.
44. -Jika semua/sebagian barang tidak tersedia tepat pada waktu penyerahan atau
kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pembeli
memiliki 2 pilihan :
1. Membatalkan kontrak dan meminta kembali uang.
2. Menunggu sampai barang tersedia.
• PEMBATALAN KONTRAK :
Pembatalan boleh dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak.
Perselisihan :
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya
diselesaikan melalui pengadilan Agama sesuai dengan UU No 3/2006
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Para pihak dapat juga memilih BASYARNAS dalam penyelesaian
sengketa.Tetapi jika lembaga ini yang dipilih dan disepakatyi sejak awal,
maka tertutup lah peranan PA.
45. SALAM PARALEL
Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat
• Akad kedua terpisah dari akad pertama
• Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
46. SKEMA PEMBIAYAAN BAI’AS-SALAM PARALEL
di Bank Syariah (Model 1)
1
3
Pemesanan
Barang (beras)
Oleh Bank dgn
Bayaran tunai
(Terjadi akad
Salam 1)
PRODUSEN (Petani
2 Bayar cash di awal
Pada waktu akad Dilakukan akad
Salam kedua
Bolug or
Grosir
4
Bayar
cash
5
Serahkan barang
Bank Islam
Kasus ini sulit terjadi secara realita, karena Bulog/Grosir tidak akan mau
Mendahulukan uangnya ke bank selama 4 bulan, setelah itu baru mendapatkan barang
47. SKEMA PEMBIAYAAN BAI’AS-SALAM PARALEL
di Bank Syariah (Model 1)
1
3
Pemesanan
Barang (beras)
Oleh Bank dgn
Bayaran tunai
(Terjadi akad
Salam 1)
PRODUSEN (Petani
2 Bayar cash di awal
Pada waktu akad Dilakukan akad
Salam kedua
Bolug or
Grosir
4
Bayar
cash
5
Serahkan barang
Bank Islam
Dalam Kasus ini Bank Islam menjual suatu barang yang belum qabadh/belum
diterimanya, sedangkan penyerahan uang secara cash.
51. Pertanynaannya, “Bagaimana jika bulog
(nasabah 2), melakukan akad salam dgn bank, di
mana uang bayarannya diserahkan belakangan,
yakni pada saat barang (beras) itu diterimanya?
sehingga pada akad tersebut penyerahan barang
dilakukan belakanga dan uangnya juga dilakukan
belakangan?. Bolehkah?
Menurut hadits saw, hal tersebut dilarang karena ia praktek jual beli kali bi kali.
Namun dalam kasus ini dibenarkan, karena alasan istihsan. Tujuan Bulog dalam jual beli
ini bukanlah untuk kegiatan spekulasi dan tidak membuka jalan bagi spekulasi. Dan bay
kali bi kali tsb, harus dibatasi tahapan kedua ini. Maka bolog tidak boleh lagi melakukan
bay salam ketiga, dst.
53. Istihsan
• Di Indoneia Seluruh transaksi jual beli dikenakan pajak
(PPn), kecuali pada jual beli murabahah di LKS atas
dasar istihsan, yakni pengecualian dari umum.
• Pengecualian ini harus dilakukan karena jual beli
murabahah di bank berbeda dengan jual beli biasa
bukan bank. Jual Beli di bank Islam bentuknya adalah
pembiayaan (kredit) pada bank konvensional
• Bank Islam dalam hal ini berfungsi sebagai lembaga
intermediasi, sebagaimana bank pada umumnya. Maka
tidak perlu ada pajak PPn, sebagaimana BK tanpa PPn
54. • Harga pembelian beras/padi dari petani harus
jelas, demikian pula harga penjualan kepada
nasabah/bulog juga harus jelas dicantumkan
dalam masing-masing akad, baik akad salam
pertama maupun akad salam kedua
• Nasabah (bolog) tidak perlu mengetahui harga
pembelian bank kepada petani.
55. SKEMA PEMBIAYAAN BAI’AS-SALAM
dan Bay’ (M0del akad 2)
1
3
Pemesanan
Barang (beras)
Oleh Bank dgn
Bayaran tunai
(Terjadi akad
Salam )
PRODUSEN (Petani
2 Bayar cash di awal
Pada waktu akad
Beras dijual bank
Kpd bulog secara
Cash’ jadi akadnya
Bay’
Bolug or
Grosir
4
bayar
5
Serahkan barang
Bank Islam
Dalam akad ini, tidak ada lagi salam paralel, tetapi salam dan bay’ biasa.
Bay dilakukan untuk ihtiyath (hati-hati),yaitu menghindari bay’ kali-bi kali
56. SKEMA PEMBIAYAAN BAI’AS-SALAM
dan Bay’ Murabahah (Model akad 3)
1
3
Pemesanan
Barang (beras)
Oleh Bank dgn
Bayaran tunai
(Terjadi akad
Salam 1)
PRODUSEN (Petani
2 Bayar cash di awal
Pada waktu akad Beras dijual secara
Murabahah kpd bulog
Grosir
4
Bayar
Secara
Cicilan or
cash
5
Serahkan barang
Bank Islam
57. Alternatif Akad salam paralel, tetapi sulit
terjadinya…
4.KIRIM PESANAN
PRODUSEN NASABAH
2. PEMESANAN 3. KIRIM 2. BAYAR 1. NEGOSIASI
BARANG NASABAH DOKUMEN Cash PESANAN DGN
& BAYAR TUNAI KRITERIA
BANK ISLAM
12
Grosir
58. Alternatif Akad salam paralel yang mungkin
terjadi…Grosir mana yang mau?
4.KIRIM PESANAN
PRODUSEN NASABAH
2. PEMESANAN 3. KIRIM 5. BAYAR 1. NEGOSIASI
BARANG NASABAH DOKUMEN PESANAN DGN
& BAYAR TUNAI KRITERIA
BANK ISLAM
12
Grosir
Praktik
Kali
Bi Kali
60. • Secara etimologi istishna’ berarti minta
dibuatkan.
• Secara terminologi berarti , “suatu kontrak jual
beli antara pembeli (mustasni’) dan penjual
(shani’) di mana pembeli memesan barang
(mashnu’) dengan kriteria yang jelas dan
harganya dapat diserahkan secara bertahap”.
61. • Menurut ulama fiqh, istishna’ sama dengan
salam dari segi obyek pesanannya yaitu sama-
sama harus dipesan terlebih dahulu dengan
ciri-ciri/kriteria khusus
• Perbedaannya ; pembayaran salam di awal
sekaligus, sedangkan pembayaran istisna’
dapat di awal, di tengah maupun di akhir.
62. • Bai’Al-Istishna’ ialah kontrak penjualan antara
mustashni’ (pembeli) dan shani’(supplier), dengan cara
pemesanan pembuatan barang, seperti bangunan, jalan
raya, pakaian, furniture, sepatu, dsb. Kedua belah pihak
sepakat atas harga serta sistim pembayaran. Apakah
pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan atau
ditangguhkan pada masa yang akan datang.(Wahbah Az-
Zuhayli)
• Menurut rumusan fatwa DSN MUI Istisna’ ialah ”akad
jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan/pembeli (mustashni’) dan
penjual/pembuat (shani’)
BAI AL-ISTISHNA’ MENURUT WAHBAH
AZ-ZUHAYLIY
63. Dasar Hukum Bai’Al-Istishna
• Al Qur’an
“Hai orang –orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya…. ….” (Al Baqarah:282)
• Al Hadits
Dari Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda :
”Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli
secara tangguh, muqarradhah(mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk
dijual.” (hr Ibnu Majah)
البركة فيهن ثالثة:والبيع المقارضةالىباالشعي البر وخلط اجلر
للبيع ال للبيت)ماجه ابن(
64. • Hadits Nabi Muhammad Saw : “Pendapatan
yang paling afdhal adalah hasil karya tangan
seseorang dan jual beli yang mambrur”.
(H.R.Ahmad, Abu Zar dan Thabrani).
مبرور بيع كل و بيده الرجل عمل
األفضل كسب
Sabda Nabi
Muhamad
Saw
65. لم اوحدث اذا الذين التجار كسب الكسب أطيب ان
و اويخون لم اوائتمن اذاو اويخلف لم اووعد اذاو اويكذباذا
عليهم كان اذاو اويمدح لم اوباع اذاو اويذم لم اواشتر
اويعسر لم لهم كان اذاو اويمطل لم[1 ]
[1] Muhammad Ali As-Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam, Juz
2, tp, tt, hlm 86.
Sebaik-baik usaha adalah usaha perdagangan (jual-beli), yakni
Apabila mereka berbicara tidak dusta, apabila berjanji tidak mengingkari,
Apabila diberi amanah tidak berkhianat, apabila membeli tidak mencela,
Apabila menjual tidak memuji-muji barang jualannya, apabila berhutang
tidak melambatkan pembayaran, dan apabila berpiutang tidak mempersulit
(mendesak-desak/memaksa agar cepat ditunaikan dan diselesaikan)
66. Hadits Riwayat Tarmizi
حْلُص َّالِإ َْيِمِلْسُمْلا َْْيَب ٌزِائَج ُحْلُّلصَااامَرَح َّلََحأ َْوأ الَالَح َمَّرَح ا
َّرَح اطْرَش َّالِإ ْمِهِوطُرُش ىَلَع َنوُمِلْسُمْلاَواامَرَح َّلََحأ َْوأ الَالَح َم(اهور
عوف بن عمرو عن الرتمذي).
• “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram” (HR. Tirmizi dari ‘Amr bin
‘Auf).
67. • Pendapat Ulama
Menurut mazhab Hanafi, Bai’ al-istishna’ dibenarkan atas
dasar/ dalil istihsan
Selain dalil Istihsan, istisna’ juga dapat diterima
dengan dalil ‘urf
68. Mazhab Hanafi menyetujui kontrak Istishna’
atas dasar Istihsan karena alasan berikut :
1. Masyarakat telah mempraktekkan Bai’ Al -
Istishna’ secara luas dan terus menerus tanpa
keberatan sama sekali. Hal ini menjadikan al-
istishna’ sebagai kasus Ijma atau konsensus
secara umum.
2. Dalam syariah dimungkinkan adanya
penyimpangan terhadap qiyas berdasarkan
ijma’ ulama
69. 3.Keberadaan Bai’ Al Istishna’ didasarkan atas kebutuhan
masyarakat. Banyak orang membutuhkan barang yang
tidak ada dipasar sehingga mereka cenderung
melakukan kontrak agar orang lain membuatkan
barang untuk mereka
4.Bai’ Al Istishna’ sah sesuai dengan aturan umum
mengenai kebolehan kontrak selama tidak
bertentangan dengan nash aturan syariah.
70. Dari Istihsan mengkristal menjadi
ijma’
• Masyarakat telah mempraktekkan Bai’ Al -
Istishna’ secara luas dan terus menerus tanpa ada
keberatan sama sekali dari para ulama sepanjang
sejarah. Hal ini menjadikan al-istishna’ sebagai
kasus Ijma dewasa ini atau menjadi konsensus
secara umum.
74. Syarat Bai’Al-Istishna’
1. Kedua belah pihak yang bertransaksi berakal, cakap hukum
dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli
2. Ridha/kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji.
3. Shani’ menyatakan kesanggupan untuk membuat barang itu
4. Apabila bahan baku berasal dari Mushtasni’, maka akad ini
bukan lagi Istishna’,tetapi berubah menjadi Ijarah
5. Apabila isi akad mensyaratkan shani’ hanya bekerja saja,
maka akad ini juga bukan lagi Istishna’,tetapi berubah
menjadi Ijarah
6. Manshnu’ (barang yang dipesan) mempunyai kriteria yang
jelas seperti jenis, ukuran(tipe), mutu dan jumlahnya.
7. Barang yang dipesan tidak termasuk kategori yang dilarang
syara’ (najis, haram /tidak jelas)atau menimbulkan
kemudharatan (menimbulkan maksiat)
75. Istishna’ Pararel
• Pada awalnya bahan baku yang dipesan berasal dari si
pembuat barang. Jika bahan baku berasal dari pihak pemesan
atau pihak lain, tidak disebut pemesanan tetapi disebut
menyewa tukang (Ijarah). Namun perkembangan yang terjadi
kemudian, bisa saja pembeli/pemesan mengizinkan Shani
(bank) menggunakan sub kontraktor untuk melaksanakan
kontrak tersebut. Dengan demikian bank dapat membuat
kontrak Bai’ Al Istishna’ kedua untuk memenuhi
kewajibannya kepada pihak kontrak pertama.
• Kontrak baru ini disebut Bai’Al Istishna’Paralel.
• Bai’ Al Istishna Paralel merupakan salah satu model
pembiayaan dalam transaksi perbankan syariah
76. Bank Islam
Pegawai Kantor
Bupati Tukang Jahit
A
C
B
1. A memesan 1000 pakaian seragam Pemda, kpd B (bank Islam),
dengan pembayaran cicilan i.e 2 kali bayar , maka terjadilah akad istisna’ pertama
Dalam akad itu A menyerahkan sebagian harga sebagai DP
2. B (Bank Islam) memesan pembuatan 1000 pakaian seragam kpd Tukang jahit,
Maka terjadilah akad istishna’ kedua
Dalam akad itu B juga menyerahkan DP kepada C .
3. Setelah pakiaan selesai dibuat, C menyerahkannya kpd A
1 2
3
Bayar DP
Bayar DP
77. • Harga jual kepada nasabah kedua (pada
istishna’ paralel), adalah harga beli ditambah
keuntungan, namun jumlah keuntungan yang
diambil bank tidak wajib diberitahukan kepada
nasabah, lainnya halnya dengan murabahah
yang harus diberitahukan kepada nasabah
78. • Buatah contoh kasus istishna’ paralel pada
pembuatan jalan raya, gedung kuliah untuk
Universitas, gedung perkantoran, dan furniture
79. Perbandingan antara Bai’As salam
dan Bai’Al Istishna’:
Subyek SALAM ISTISHNA’ Aturan dan
Keterangan
Pokok kontrak
Pembeli
Penjual
Muslam fiih
Muslim
Muslam ilaih
Mashnu
Mustashni’
Shani’i
Barang ditangguhkan dg spesifikasi
Harga Dibayar saat kontrak Bisa saat kontrak, dicicil,
atau diakhir
Cara penyelesaian pembayaran
merupakan perbedaan utama antara aa’
dan salam.
Produk Umumnya pada
pemesasan barang
yang tidak bisa
dibuat oleh
penerima pesan
Umumnya pada pemesasan
barang yang dapat dibuat
oleh penerima pesan
Contoh Salam : hasil pertanian,
perikanan dan peternakan
Contoh istishna’: bangunan, pakaian,
furniture, jalan raya
Kontrak Salam parallel Istishna’ parallel Baik salam parallel maupun istishna’
parallel sah asalkan kedua kontrak scr
hukum terpisah
80. Fatwa MUI-DSN tentang Istishna’
• Fatwa tentang jual beli Istishna’ ditetapkan pada tanggal 4
April 2000 dengan No: 06/DSN_MUI/IV/2000, berisi
ketetapan sebagai berikut :
Ketentuan Pembayaran, meliputi :
Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya,
baik berupa uang, barang, atau manfaat.
Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan
Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
81. • Ketentuan tentang Pembayaran:
• 1.Alat bayar harus diketahui jumlah dan
bentuknya, baik berupa uang, barang, atau
manfaat.
• 2.Pembayaran dilakukan sesuai dengan
kesepakatan.
• 3.Pembayaran tidak boleh dalam bentuk
pembebasan hutang (ibra’).
82. Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5.Pembeli (pembeli, mustashni’) tidak boleh menjual barang
sebelum menerimanya.
6.Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.
7.Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih)
untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
83. • Ketentuan Lain:
• 1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai
dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
• 2. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak
disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli
istishna’.
3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Pengadilan Agama setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah. Namun para pihak
dapat memilih Badan Arbitrasi Syari’ah