Makalah ini membahas etika Kristen dari perspektif Paulus berdasarkan tulisan-tulisannya di Perjanjian Baru. Sumber-sumber etika Paulus antara lain Perjanjian Lama, pemikiran Helenistik, dan pengajaran Yesus. Etika pribadi Paulus mencakup motivasi seperti kasih, teladan Kristus, dan persatuan dengan Kristus.
1. TUGAS TEOLOGI PERJANJIAN BARU 2
ETIKA KRISTEN
Dosen Pengampu: Bapak Yusak Setianto
Oleh:
Christian Reynaldi (Teologi 2010)
Julianto Sinurat (Teologi 2010)
Rony Alexander Purba (Teologi 2010)
Yefta El Natan (Teologi 2010)
Program Sarjana
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA
JAKARTA
2013
2. PENDAHULUAN
Etika Kristen menyelidiki bagaimana seharusnya orang Kristen berperilaku sebagai orang
yang telah diperbaharui dalam Kristus (memperoleh pembenaran dan pengudusan). Yang
menjadi sejumlah kesulitan adalah bagaimana nilai-nilai ini berlaku hingga kerajaan yang akan
datang? Etika Kristen bersifat teologis, yang hanya dapat dimengerti setelah menerima anugerah
keselamatan dari Allah artinya adalah hanya orang yang telah percaya kepada Kristus saja yang
dapat mengerti.
Secara garis besar, Etika Kristen dibedakan menjadi dua yaitu: Etika Pribadi (hanya
berhubungan perseorangan) dan Etika Sosial (berhubungan dengan orang lain di sekitarnya).
Dalam makalah ini, Etika Kristen akan dibahas lebih banyak ke dalam perspektif Paulus sebab:
(1) Paulus menulis 13 (14 jika Ibrani dianggap sebagai tulisan Paulus) dari 27 kitab dalam
Perjanjian Baru (selanjutnya akan disebut PB). Artinya hampir setengah PB ditulis Paulus. (2)
Paulus memiliki pengetahuan tentang Kitab Suci Perjanjian Lama (selanjutnya akan disebut PL –
lih. dalam Flp. 3:3-6) dan budaya Helenisme yang kuat1. Oleh karena itu akan lebih mudah
mempelajarinya dalam tulisan-tulisan Paulus sebab Yesus sendiri dan rasul-rasul tidak berfokus
kepada etika secara langsung sedangkan Paulus banyak berhadapan dengan masalah-masalah
perilaku jemaat-jemaat yang telah dirintisnya.
A. Sumber-Sumber Etika Paulus
Dari mana Paulus mendapat sumber-sumber pengajaran tentang etikanya? Menurut George
Eldon Ladd dalam bukunya Teologi Perjanjian Baru 2, ada tiga sumber utama pemikiran etika
Paulus yaitu:
A. Perjanjian Lama
Tidak diragukan bahwa Paulus memiliki pemahaman yang cukup kuat tentang
Perjanjian Lama. Walaupun Paulus dengan tegas mengemukakan bahwa Taurat telah
berakhir bagi mereka yang ada di dalam Kristus (Rom. 10:4) namun ia tetap menganggap
Perjanjian Lama sebagai wahyu mengenai kehendak Allah. Sehingga dalam beberapa
tulisannya, Paulus menunjukkan beberapa perintah khusus dalam Dekalog yang digenapi
oleh orang Kristen melalui kasih (Rom. 13:8-10) dan beberapa perintah lain seperti
mengasihi ayah dan ibu (Ef. 6:2). Perlu tetap diperhatikan bahwa Paulus tidak pernah
menggunakan Perjanjian Lama atau Taurat khususnya, sebagai patokan umat Kristen.
Taurat dilakukan dilihat dari sudut pandang manusia baru dalam Kristus.
B. Pemikiran Helenistis
Paulus menggunakan beberapa pemikiran Helenistis (Yunani) namun ada penggunaan
yang berbeda dengan orang-orang Yunani. Contoh: ada konsep biasa dalam Helenisme:
“kemerdekaan” (eleutheria) dan “kepuasan” (autarkeia). Orang Kristen dikatakan
1
Lih. Kis. 22:25 bahwa Paulus adalah warga negara Rum dan dalam masa PB, ajaran maupun kebudayaan
helenisme kuat sekali. Adanya pemikiran helenisme dalam tulisan-tulisan Paulus dapat kita lihat dalam sejumlah
tulisan dalam surat-suratnya yang memakai istilah helenisme. Untuk lebih lanjut, silahkan lihat dalam bagian
“SUMBER-SUMBER PEMIKIRAN ETIKA KRISTEN PAULUS” sub bagian Pemikiran Helenisme.
3. merdeka adalah orang yang menjadi hamba Kristus (Rom. 8:36) sedangkan kepuasan
bukan berarti kepuasan pribadi tetapi puas karena pemeliharaan Allah (Flp. 4:7). Contoh
yang lain adalah “kata hati” (suneidesis). Secara khusus, Paulus setuju bahwa manusia
memiliki unsur dalam dirinya yang mampu menilai apakah perilakunya benar atau tidak.
Namun sekali lagi yang membedakan dalam konsep Paulus dengan konsep Helenistik
yaitu: sekalipun semua manusia memiliki kata hati namun itu tetap tidak bisa menuntun
orang Kristen ke dalam cara hidup yang benar – sama seperti kegagalan orang Israel
dengan hukum Taurat – kalau tidak melalui Kristus (bnd. Gal. 2:16).
C. Pengajaran Yesus
Dalam beberapa kasus, Paulus menggunakan perkataan Tuhan (Yesus) untuk
menjawab persoalan etis, misalnya: perkara perceraian (1 Kor. 7:10-11), bantuan bagi
pekerja Kristen (1 Kor. 9:14), dll. Beberapa ajaran Yesus juga dikutip secara tidak
langsung oleh Paulus, contoh: Rom. 12:14 bnd. Mat. 5:44 (tentang mengasihi musuh).
Dari sini jelas sekali bahwa banyak kesejajaran antara etika Paulus dan Yesus; tidak ada
pertentangan di antara keduanya2.
ISI
ETIKA PRIBADI
Menurut Tulisan-tulisan Paulus
Etika Paulus berangkat dari idebagaimana kehidupan baru yang telah diperoleh (karena
anugerah Kristus) seharusnya dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh
populer etika Kristen yang diajarkan oleh Paulus adalah: Gal. 5:22-23 (buah Roh); Flp. 4:8 (hal-
hal yang disebut kebajikan dan patut dipuji); Kol. 3:12-15 (hal-hal yang dikenakan oleh orang
Kristen).
A. Motivasi-Motivasi Perbuatan Etis
Ada beberapa alasan/ motivasi mengapa seorang Kristen melakukan perbuatan-perbuatan
yang baik (etika yang baik) yaitu:
A. Kasih
Kasih adalah motivasi terpenting bagi orang-orang Kristen menunjukkan kualitas
kehidupan mereka yang berkualitas. Sebab kasih adalah hukum Kristus (Gal. 6:2) dan
dalam kasih tuntutan hukum Taurat dipenuhi serta kasih adalah karunia Roh yang paling
harus dikejar oleh orang Kristen (1 Kor. 13-14:1). Kasih kepada sesama inilah yang
melatarbelakangi kebebasan pribadi setiap orang Kristen. Sebagai contoh adalah tentang
kebebasan makan makanan yang sudah dipersembahkan kepada penyembahan berhala.
Paulus dengan tegas menyatakan bahwa larangan memakan makanan tersebut bukan agar
2
Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011), 272.
4. keselamatan hilang tetapi agar tidak menyinggung perasaan orang Kristen lainnya 3 (Rom.
14:2-4 bnd. Kis. 15:20).
Dapat kita lihat juga kasih kepada sesama banyak ditekankan dalam Surat 1 Yohanes.
B. Meneladani Kristus (Imitatio Christi)
Terdapat sejumlah acuan dari Paulus dalam memakai keteladanan Kristus sebagai
motivasi etika. Dalam 1 Kor. 11 mengacu kepada pelayanan dari Kristus [dan Paulus]
yang penuh pengorbanan (bnd. Flp 2:5-8 – pengorbanan yang karena ketaatan kepada
Bapa). Dalam 1 Tes. 1:6, teladan Kristus yang diikuti adalah setia dalam penindasan yang
berat. Memang Paulus tidak mengangkat kehidupan Yesus di bumi sebagai standard
moral yang tinggi namun Ia harus diteladani dalam kasih-Nya yang tak menonjolkan diri
dan dalam menyerahkan diri-Nya untuk menderita dan mati4.
C. Persatuan dengan Kristus
Persatuan dengan Kristus menuntuk orang Kristen untuk hidup dengan cara tertentu.
Paulus mengungkapkan dengan baik gagasan penyatuan ini di dalam peristiwa baptisan.
Baptisan dipandang sebagai representasi bahwa orang Kristen telah hidup di dalam iman
– di luar iman adalah mati – sehingga sudah sepantasnya melakukan cara hidup yang baru
di dalam Tuhan5. Jemaat telah mati terhadap hawa nafsu dan perbuatan daging ketika
mati, dikuburkan, dan bangkit bersama Kristus (rom 6:4 bnd. Ef. 2:3,10).
D. Berdiamnya Kristus
Berdiamnya Roh dan Kristus di dalam diri orang-orang percaya memampukan orang
Kristen untuk melakukan semua Taurat secara benar (Rom. 8:3-4, 13:10; Gal. 5:14)6.
Walau demikian tidak dapat dikatakan bahwa Roh adalah penolong spontan sebab dalam
Gal. 5:25 Paulus menyampaikan bahwa orang yang hidup oleh Roh harus tetap dipimpin
oleh Roh. Tetap ada pertempuran dengan keinginan daging yang harus dimenangkan oleh
orang Kristen namun kali ini dengan pertolongan dari Roh.
E. Pengudusan
Procksch mengemukan bahwa kekudusan dalam Perjanjian Baru tidak menunjukkan
perilaku etis, melainkan kondisi ketidakberdosaan7. Misalnya: anak-anak dari pernikahan
campur adalah kudus karena salah satu dari orang tua mereka yang percaya [kepada
Kristus] (1 Kor. 7:14). Ide pokok tentang pengudusan adalah soteriologis sebelum
menjadi konsep moral. Pengudusan tidak menunjukkan pertumbuhan dalam perilaku
3
Mereka ini yang menolak makanan yang dipersembahkan kepada berhala dapat dikatakan sebagai Kristen yang
lemah imannya (Rom. 14:1) atau juga orang Kristen Yahudi (Kis. 15:20).
4
Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru 2 (Bandung: Kalam Hidup, 1999), 296-297.
5
Paulus mengatakan bahwa dirinya tidak akan melacurkan dirinya yang telah dipersatukan dengan Kristus kepada
perempuan-perempuan pelacur (1 Kor. 6:15). Hal ini digunakan untuk menjawab misbelief orang-orang di Korintus
yang tersesat oleh pengaruh gnostik. Mereka berpikiran bahwa apapun yang dilakukan tubuh, termasuk perbuatan
jahat, tidak akan berpengaruh pada roh sebab roh adalah baik. Bnd. Ladd, George Eldon, Op. Cit., 297.
6
Walau Paulus menegaskan bagi siapa yang ada dalam Kristus, Taurat telah mati (Rom. 10:4) namun ia tetap
memandang bahwa ada Taurat yang bersifat sebagai wahyu tetap Allah. Inilah yang harus dilakukan oleh orang
Kristen namun dengan “pemampuan dari Roh Kudus.” Bnd. Ladd, Gerorge Eldon, Op. Cit., 299.
7
Ladd, George Eldon. Op. Cit., 301.
5. moral, melainkan kebenaran pengudusan. Di sini manusia yang berdosa (Yahudi atau non
Yahudi, budak atau orang merdeka – Gal. 3:28) diberikan anugrah pengudusan oleh
Allah – dinyatakan layak! Tetap ada tanggapan manusia yang dituntut untuk hidup benar
secara moral (2 Kor. 7:1) namun kali ini motivasinya adalah karena telah menerima
“hadiah” pengudusan yang luar biasa mahalnya dari Tuhan.
F. Eskatologi
Semua orang baik yang sudah percaya maupun tidak, harus menghadapi pengadilan
Allah (Rom. 14:10) dan Kristus (2 Kor. 5:10). Mesikpun orang Kristen tidak menerima
roh perhambaan kepada ketakutan (Rom. 8:15), mereka didesak untuk “menyempurnakan
kekudusan dalam takut akan Allah” (2 Kor. 7:1). Ada dua hal yang akan dibahas di sini
yaitu mengenai pahala dan hukuman bagi orang-orang yang percaya. Mengenai pahala,
Paulus menggunakannya sebagai motivasi pelayanan yang setia dan efektif. Mereka yang
memiliki dasar yang layak sekalipun, namun jika mereka pelayanannya menghasilkan
pekerjaan yang tak layak maka akan dibakar sekalipun tak dibuang dari Kerajaan Allah
(1 Kor. 3:15).
Ada juga pandangan lain yang menyatakan bahwa keselamatan dapat hilang.
Memang George Eldon Ladd pun masih kesulitan dalam mengambil keputusan tentang
hal ini. Misalnya kualifikasi orang yang tidak mewarisi Kerajaan Allah (Ef. 5:5)
ditujukan kepada orang-orang Kristen. Dalam dalam 1 Kor. 9:27 bisa menjadi acuan
ketakutan Paulus untuk ditolak dalam artian keselamatan.
G. Indikatif dan Imperatif
Perkara indikatif adalah penegasan terhadap apa yang telah dilaksanakan oleh Allah
dalam memperkenalkan zaman yang baru sedangkan perkara imperative adalah nasihat
untuk mempraktekkan kehidupan yang baru itu dalam kerangka dunia yang lama8.
B. Prinsip-Prinsip Etika Paulus
1. Tidak sistematis.
Semua surat-surat Paulus tidak ditulis dalam maksud yang teratur/ berusaha
menyajikan suatu teologi yang sistematis melainkan Paulus berusaha menjawab
persoalan-persoalan unik yang ada di tiap-tiap Jemaat yang disuratinya maupun kepada
pribadi tertentu seperti: Timotius, Titus, dan Filemon. Walaupun demikian etika-etika
Paulus sangat berisfat praktis dan tidak teoritis9, misalnya: perintah untuk mengasihi
musuh (Rom. 12:14).
2. Tidak bersifat asketis (pertarakan)
Ada dua contoh di mana Paulus kelihatannya menggunakan prinsip asketis, yaitu:
pernikahan dan harta milik. Mengenai pernikahan, Paulus memang tidak menikah namun
ia tidak memerintahkan semua orang untuk mengikutinya, ia hanya menganjurkannya
8
Ladd, George Eldon. Op. CIt., 308. Yang indikatif dengan mudah adalah anugrah keselamatan yang diberikan Allah
kepada manusia sedangkan imperatif adalah cara hidup baru yang dikehendaki ada dalam kehidupan orang
percaya.
9
Guthrie, Donald. Op. Cit, 273.
6. saja10 (1 Kor. 7:1-2). Pernikahan bukanlah hal yang jahat (1 Kor. 7:28, 39). Paulus tidak
pernah menolak pemberian uang untuk pelayanan Injil (Flp. 4:14) tetapi tetap kekayaan
rohani dalam Kristus adalah yang terbaik (Flp. 3).
Paulus sempat menegur orang Kolose karena menuruti ajaran dualistik yang berupaya
meremehkan kesucian keinginan tubuh dengan peraturan-peraturan seperti: “jangan
pegang, jangan raba, jangan sentuh.” Tampaknya mereka sangat mementingkan realitas
rohani sehingga tubuh disiksa sedemikian rupa padahal semuanya (tindakan pertarakan)
tetap hanya untuk memuaskan hidup duniawi (Kol. 2:23). Paulus tetap melihat pertarakan
sebagai usaha manusia untuk memuaskan diri sendiri dan juga (mungkin) keangkuhan
atas prestasi rohani. Seharusnya adalah ketundukan rohani dan kerendahan hati karena
diselamatkan dalam Kristus.
3. Tidak bersifat legalistik
Paulus memang memandang bahwa Taurat itu kudus, benar, dan baik (Rom. 7:12)
namun manusia tetap tidak bisa melakukannya dengan sempurna. Hanya dengan
anugerah Allah yang telah membenarkan manusia maka manusia dapat melakukannya.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bagian Perjanjian Lama sebagai sumber etika
Paulus, dia melihat bahwa Taurat tetap wahyu Allah dan perintah tersebut tetap harus
dilakukan oleh orang Kristen namun kali ini dengan pengertian yang berbeda yaitu
melalui bimbingan Roh.
4. Dibimbing oleh Roh
Etika Roh jauh mengungguli etika hukum sebab etika hukum hanya menghukum para
pelanggar hukum sedangkan etika Roh memampukan orang-orang Kristen menyesuaikan
akal budi mereka dengan norma dan sikap yang benar lalu melakukannya. Sebagaimana
telah dikatakan di atas bimbingan Roh tidak hanya dengan spontan merubah manusia
sebab Paulus melihat juga kelemahan-kelemahan manusia – tetap dituntut respon
manusia. Sebab ada tertulis: “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah kita juga dipimpin oleh
Roh,” (Gal. 5:25) artinya seseorang yang sudah menerima hidup dari Roh harus
memutuskan bahwa dirinya akan dipimpin oleh Roh!
C. Kejahatan-Kejahatan yang harus dihindari
1. Dosa-dosa seksual11
Dosa ini terdiri dari percabulan, persetubuhan tak wajar (mungkin homoseks) [lih.
Rom. 1:26; 1 Kor. 6:9]. Paulus membenci dosa seksual sebab baginya tubuh manusia
adalah Bait Roh Kudus (1 Kor. 3:16; 6:19).
2. Dosa dalam berbicara
10
Guthrie, Donald. Op. Cit., 274 berpendapat bahwa mungkin saja Paulus terpengaruh oleh kepercayaannya
bahwa Kristus akan segera kembali (bnd. 1 Kor. 7:26, 29).
11
Paulus menentang dengan tegas seksual untuk kepuasan pribadi sebab dalam sastra Yunani pra-Kristen,
hubungan seksual yang longgar (di luar perkawinan) tidak dinilai salah, tetapi dianggap biasa seperti halnya dengan
makan dan minum. Bnd. Scott, C. A. A. New Testament Ethics (CUP, 1948) dalam bukuTeologi Perjanjian Baru 2
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 282.
7. Dosa ini terdiri dari pengumpat, pemfitnah, sombong (Rom. 1:29), iri hati, amarah,
kepentingan diri sendiri, bisik-bisikan, keangkuhan, kerusuhan (2 Kor. 12:20), silat kata,
perselisihan, perceraian, cercaan, percekcokan (1 Tim. 6:5; Tit. 1:10), dan bercabang
lidah (1 Tim. 3:8).
3. Dosa sosial
Dosa ini terdiri dari pencurian Ef. 4:28), materialisme, keserakahan, dan kemabukan
(1 Kor. 5:11; Gal. 5:21). Dalam Kol. 3:5 (bnd. Ef. 5:5), keserakahan disamakan dengan
penyembahan berhala sebab dorongan untuk memperoleh harta telah membuat seseorang
menyembahnya bagaikan berhala.
4. Dosa pementingan diri, terdiri dari tinggi hati, kecongkakan, sifat tidak bermurah hati,
dan kelaliman.
Menurut Injil-Injil Sinoptis dan Kisah Para Rasul
A. Injil-Injil Sinoptis
Bagi Yesus, perbuatan baik harus dilihat motifnya, jangan sampai ada kemunafikan karena
kemunafikan bersama dosa kedagingan (mis: zinah) karena itu dibenci-Nya. Yang penting adalah
watak (batin) karena watak menentukan perbuatan lahiriah.Siapa saja yang dalam hatinya
berikhtiar untuk melakukan apa yang tertulis dalam Kitas Suci, yang diperbuatnya pastilah benar.
Ucapan-ucapan bahagia Yesus (Mat. 5:3-12; Luk. 6:20-23) di bukit hanya berlaku bagi
mereka yang menjadi murid-Nya sebab orang awam menilai berdasarkan hikmat sendiri. Ucapan
bahagi adalah penghiburan bagi kelompok orang-orang percaya namun diremehkan, misalnya
lemah lembut12, miskin [di hadapan Allah], menderita demi Kristus13, dan murah hati. Kerajaan
Allah bukan bagi orang yang kuat/ kaya dalam masyarakat tetapi memiliki watak yang baik.
Orang yang suci hatinya (Mat. 5:8) bukanlah orang yang bebas dari dosa tetapi orang yang
pikiran serta keinginannya disertai kesucian.
Perbuatan baik yang wajib ada menurut Yesus adalah mengampuni (sama seperti Bapa
mengampuni – Mat. 6:14), rendah hati, dll. Namun yang terpenting adalah mengasihi Allah dan
sesama manusia sebab di dalamnya terdapat seluruh Taurat (Mat. 22:37-40; Mat. 12:29-31; Luk.
10:26-27). Yesus juga mengajukan sejumlah kejahatan yang harus dihindari: keserakahan14
kemunafikan, kedangigan (perbuatan zinah/ hasrat berzinah).
Ada sejumlah patokan melakukan perbuatan-perbuatan moral menurut Injil-Injil Sinoptis:
1. Kasih kepada sesama manusia, yang juga terhadap musuh sekalipun (Mat. 5:44). Di sini
kita melihat kesejajaran dengan tulisan-tulisan Paulus.
12
Orang yang lemah lembut adalah orang yang menolak keangkuhan danpenonjolan diri dengan memlih sifat yang
lebih lembut sebab kemenangan besar dan abadi dicapai melalui pelayanan yang lemah lembut kepada orang lain
dan bukan melalui kekuatan-kekuatan politiik atau ekonomi. Bnd. Guthrie, Donald. Op. Cit., 259.
13
Yesus tidak pernah setuju bahwa orang-orang yang mengikut-Nya akan bebas dari penyiksaan-penyiksaan
namun Ia menyatakan kebahagiaan kepada mereka yang rela dianiyaya demi kebenaran. Bnd. Guthrie, Donald. Op.
Cit., 261.
14
Keserakahan inilah yang terlihat dalam sikap orang kaya dalam Luk. 16:19-31. Jadi sebenarnya Yesus tidak
menganjurkan setiap orang untuk menjadi miskin.
8. 2. Perbuatan dan sikap yang kita harus arahkan terhadap apa yang ingin orang lain lakukan
(Mat. 7:12)
3. Teladan Kristus
4. Bertingkah laku sesuai dengan kedudukan yang baru yaitu sebagai anak-anak Allah
5. Kebenaran yang harus ada, contoh: jika ya katakana ya, jika tidak katakan tidak; jangan
bersumpah! (bnd. Mat. 5:33-37).
B. Kisah Para Rasul
Kisah Para Rasul tidak membahas banyak hal tentang etika pribadi. Baginya, Roh Kudus
terlihat sebagai pembimbing sebagaimana dalam tulisan Paulus. Kepenuhan Roh
mendatangkan kebajikan-kebajikan tertentu, misalnya: hikmat (6:3) dan iman (6:5). Roh juga
melakukan pengadilan moral, misalnya dalam kasus Ananias dan Safira (5:1-11) di mana
bukan Jemaat yang dibohongi tetapi Roh sendiri dan Roh itulah yang menghukum.
Prasangka Ras juga dibahas dalam peristiwa Kornelius (10).
Menurut Tulisan-Tulisan Yohanes
A. Injil Yohanes
Yesus mengharapkan bahwa pengikut-pengikut-Nya harus menunjukkan terang-Nya
sebab pengikut-pengikut Kristus yang melakukan perbuatan jahat tidak berbeda dengan
pengikut-pengikut dunia (kosmos) (Yoh. 7:7). Oleh karena itu diperlukan ketaatan kepada
kehendak Bapa (4:34; 5:30; 6:38; 7:17; 9:31) dengan kata lain adalah penyerahan diri.
Terdapat kesamaan dengan etika Roh dari Paulus sebab akan adanya Roh Kudus yang
membimbing dan mengingatkan tentang ajaran Yesus (14:26).
B. Surat-Surat Yohanes
Surat 1 Yohanes sangat berpusat kepada kasih sebagai motivasi dan perbuatan yang
benar-benar harus ada dalam kehidupan orang Kristen. Kesempurnaan kasih Allah terlihat
dalam diri orang-orang yang menuruti firman Allah (1 Yoh. 2:5) dan kasih Allah dalam diri
orang percaya harus ditunjukkan dalam kasih kepada sesama (1 Yoh. 3:11,14,23, 4:7,20).
Hidup orang Kristen harus mengikuti teladan bagaimana Kristus hidup (1 Yoh. 2:6,29; 3:3).
Jemaat harus mempunyai kasih juga masih ditekankan dalam 2 Yoh 6 dan berhati-hati
terhadap ajaran-ajaran palsu (2 Yoh. 7).
C. Wahyu
Wahyu menekankan ketekunan dari orang-orang percaya dalam penderitaan (bnd. 1:9;
13:10; 14:12). Beberapa kejahatan yang harus dijauhi adalah zinah (2:14,21), ketakutan,
ketidakpercayaan, kekejian, pembunuhan, sundal, sihir, persembahan berhala, dan dusta
(21:8). Pengecut/ penakut yang dimaksud di sini adalah orang yang tidak berpendirian moral
karena masa saat kitab ini ditulis adalah penganiyayaan, yang bisa saja menimbulkan
kemurtadan. Ada juga nyanyian ejekan dalam Wahyu 18. Apakah ini berarti orang-orang
Kristen boleh bersuka dalam kejatuhan musuh sementara Yesus dan Paulus justru
mengajarkan mengasihi musuh (Rom. 12:14 bnd. Mat. 5:44)? Jika diperhatikan dengan baik,
tidak ada nada kegembiraan di dalamnya tentang kejatuhan orang lain justru ada rasa tersiksa
serta air mata dalam Wahyu 18.
9. Menurut Surat-Surat Umum
A. Surat Ibrani
Konsep yang sangat kuat dalam surat Ibrani adalah kesetiaan, kesabaran,dan ketaatan.
Kesetiaan sangat mutlak diperlukan sebab bahaya kemurtadan selalu menanti kepada orang
yang menghujat Kristus (Anak Allah) dan Roh Kudus (10:29). Kesabaran di sini adalah
ketabahan/ keteguhan dalam penderitaan15. Orang Kristen dituntut untuk melakukan
pekerjaan yang baik dan menjauhi kejahatan, seperti: sundal, zinah (13:3), kikir (13:5).
B. Surat Yakobus
Surat Yakobus mirip dengan ajaran moral para nabi, terutama mengenai etika sosial
namun di sini juga akan dibahas etika pribadi yang ada. Orang yang berhikmat seharusnya
memiliki watak-watak Kristus seperti: murni, pendamai, peramah, penurut, dan belas kasihan
(3:13-18). Perkataan juga harus diperhatikan sebab lidah adalah sesuatu yang buas, tak
terkuasai, dan penuh racun mematikan (3:8) yang dapat mengeluarkan berkat [jika
dikendalikan di bawah kehendak Roh] atau kutuk (3:8). Mengenai harta kekayaan, Yakobus
tidak bermasalah dengan harta tetapi cara memperolehnya yang melalui kecurangan dan
mengorbankan hidup orang lain (5:4-6).
C. Surat Petrus dan Yudas
Tidak ada yang menguraikan tentang kesetiaan dalam penderitaan selain 1 Petrus. Itulah
ciri yang haris dimiliki orag Kristen (1 Ptr. 2:21). Ada juga kasih sayang, seia-sekata, dan
seperasaan yang seharusnya dimiliki orang-orang Kristen (1 Ptr. 3:8-12). Surat 2 Petrus dan
Yudas melawan pengajaran palsu yang meremehkan kesucian hidup. Orang Kristen harusnya
menjauhi kecemaran-kecemaran (2 Ptr. 2:20 bnd. Yud. 4, 7, 10).
ETIKA SOSIAL
Menurut Tulisan-tulisan Paulus
Orang Kristen diserahi kewajiban sosial karena karya penyelamatan Allah dalam diri mereka.
PB tidak mendukung bahwa kepentingan pribadi diutamakan daripada kepentingan orang lain
(Gal. 6:2). Bahkan lingkungan pun harus dijaga sebab segala sesuatu pada akhirnya akan
dipersatukan di dalam Kristus, dan ini memberi martabat tersendiri pada alam semesta (Ef. 1:10).
A. Pekerjaan
Semua pekerjaan adalah sama dan semuanya harus membantu pelayanan Allah (bnd.
Paulus dalam Kis. 20:34; 1 Tes. 2:9) bahkan orang yang tidak bekerja tidak berhak meminta
makan (2 Tes. 3:10). Etika Kristen mengharuskan seorang karyawan memberikan pelayanan
terbaik (Kol. 3:23) terutama bila tuannya Kristen (1 Tim. 6:1). Demikian juga seorang
majikan dapat menjadi teladan bagi majikan non-Kristen dalam hal perlakuan baik terhadap
bawahan. PB juga mendukung adanya Sabat dalam pekerjaan (Ibr. 3 dan 4).
15
Lihat makna hupomone dalam Ibr. 6:12 sebagai ketabahan dalam derita. Bnd. Guthrie, Donald, Op. Cit., 285.
10. B. Masalah kemiskinan
Kemiskinan adalah hal yang tidak bisa dihindari dalam Jemaat dan Jemaat diberikan
tanggung jawab sosial terhadap kemiskinan (lih. Rom. 15:25; 1 Kor. 16:1-4). Sebab Yesus
tidak menyukai irang yang menyalahgunakan kekayaan/ mempunyai pandangan yang salah
(materialisme) terhadap kekayaan (Luk. 12:15). Namun, sekalipun sedekah diberikan, harus
dilihat motivasinya agar tidak “sok pamer” (Mat. 6:2-4).
C. Keadilan
Jemaat Kristen memang tidak bersifat demokrasi ataupun otokrasi tetapi teokrasi. Tetapi
tetap ada hakim-hakim sekuler yang menjadi wakil-Nya agar tidak terjadi kekacauan (Rom.
13:2-3). Bahkan dalam bidang apapun ada penguasa dan bawahan, termasuk keluarga (Kol.
3:20-21) namun tetap harus ada keadilan. Kepatuhan Jemaat terhadap pemerintahan dapat
dipatahkan jika kebijakan yang mereka buat berlawanan dengan iman Kristen.
D. Politik
Jemaat tidak dilarang ikut serta dalam jajaran penguasa politik sebab mereka juga
“pelayan Allah.” Tetapi penggunaan politik secara kekerasan untuk melakukan perbaikan
dalam masyarakat dilarang tetapi hidup berdamai (Rom. 14:9). Mengenai pemerintahan,
Paulus menguraikan bahwa kewajiban bagi orang-orang Kristen untuk tunduk kepada
pemerintahan termasuk membayar pajak (Rom. 13:1-6 bnd. pengajaran Kristus tentang
membayar pajak dalam Mat. 22:17-21).
E. Para Wanita
Wanita mempunyai kedudukan yang sama dengan wanita (Gal. 3:28) bahkan suami harus
mengasihi istri (Ef. 5:25). Namun Paulus tetap mempertahankan ide tentang “subordinasi”
(ketundukan) wanita terhadap pria. Dalam kasus khusus di Korintus, wanita harus
mengenakan tudung kepala sebab itu adalah tanda ketundukannya kepada pria (1 Kor. 11:4)
dan wanita tidak boleh berbicara dalam pertemuan jemaat (1 Kor. 14:34).
F. Perkawinan
Yesus tidak mendukung pertarakan yang berlebihan dengan tidak menikah walaupun ia
hidup membujang. Tetapi Yesus juga mendukung kesucian dalam perkawinan. Perceraian
hanya dengan 2 syarat yaitu karena zinah (Mat. 19:9) dan bila pasangan tidak seiman
meminta perceraian (1 Kor. 7:15). Tetapi bila pasangan tidak seiman tetap bertahan maka
11. tidak boleh bercerai sebab yang tidak seiman “dikuduskan” oleh yang seiman (1 Kor. 7:14).
Hal penting lainnya adalah suami tidak boleh sewenang-wenang pada istri (1 Ptr. 3:7).
G. Perbudakan
Latar belakang Perjanjian Baru mempunyai sejarah yang kelam tentang perbudakan
sebab di Italia jumlah orang merdeka dengan para budak adalah satu berbanding tiga,
sedangkan di Roma satu berbanding satu16. Budak harus patuh dan tunduk serta rajin dalam
pekerjaan mereka (Kol. 3:22-25; Ef. 6:5-8) sedangkan tuan harus memperlakukan budak
dengan penuh keadilan dan kepekaan (Kol. 4:1; Ef. 6:9). Dalam persektuan jemaat,
pembedaan status sosial telah ditiadakan (1 Kor. 12:13; Gal. 3:28).
H. Hubungan antarsuku
Ef. 2:11-16 memberitahu bahwa karya Kristus telah membuat dinding pemisah telah
hancur dan Jemaat tidak boleh memandang sesamanya karena suku. Acuan bahwa Injil bagi
segala bangsa (Mat. 28:19; Kis. 15:7; Why. 5:9) menghilangkan pendapat bahwa ada suku
yang lebih unggul dari suku-suku lainnya.
PENUTUP
Etika Pribadi
Etika pribadi berbicara dengan kuat mengenai tututan atau keharus – imperative karena
anugrah Allah dalam Kristus melalui Roh Kudus – indikatif17. Namun sekali lagi dengan
prespektif yang berbeda ketika melakukan Taurat dalam konteks Perjanjian Lama. Orang-orang
yang telah hidup baru harus tunduk kepada pimpinan Roh sebab Roh-lah yang memimpin hidup
orang-orang percaya (Gal. 5:25) – respons orang-orang Kristen tetap harus dituntut. Selain
pimpinan Roh, motivasi yang mendorong adalah kasih sebab kasih adalah yang terutama di
antara karunia-karunia Roh (1 Kor. 13-14:1) dan dalam kasih ada kegenapan Taurat.
Persekutuan di dalam Kristus dan juga berdiamnya Kristus di dalam orang-orang Kristen
harus menjadi alasan juga melakukan perbuatan-perbuatan baik sebab bagaimanakah kita bisa
mengotori tubuh yang adalah Bait Roh Kudus (1 Kor. 3:16)? Kehidupan Kristen juga harus
dibedakan dengan pertapaan/ askese/ pertarakan sebab pertarakan walaupun baik kelihatannya
namun selain menyiksa diri, tujuannya adalah pemuasan kepentingan pribadi serta keangkuhan
atas prestasi rohani (bnd. Kol. 2:23).
Etika Sosial
Orang Kristen diserahi kewajiban sosial karena karya penyelamatan Allah dalam diri mereka.
PB tidak mendukung bahwa kepentingan pribadi diutamakan daripada kepentingan orang lain
(Gal. 6:2). Bahkan lingkungan pun harus dijaga sebab segala sesuatu pada akhirnya akan
16
Ladd, George Eldon. Op. Cit., 315.
17
Ridderbos, Herman. Paulus: Pemikiran Utama Theologinya (Surabaya: Momentum, 2010), 266.
12. dipersatukan di dalam Kristus, dan ini memberi martabat tersendiri pada alam semesta (Ef. 1:10).
Yang paling penting di dalam etika sosial adalah kesetaraan dalam Jemaat seperti mengenai
perbudakan, perkawinan, cara memandang wanita, keadilan, kemiskinan, dan masih banyak
dalam aspek sosial-sosial lainnya. Selain itu, kasih juga harus dilakukan oleh orang Kristen
dalam kehidupan sosial mereka, misalnya: dalam politik. Tidak diperkenankan dalam ajaran
Kristen bahwa melakukan kekuasaan dengan kekerasan. Kekristenan juga tidak mengenal
rasialisme seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah Kristen Yahudi terhadap Kristen Yunani (Kis.
10:28 bnd. Rom. 10:12).
DAFTAR PUSTAKA
1. Tenney. Merrill C. 1985. Survey Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas.
2. Guthrie, Donald. 2012. Teologi Perjanjian Baru 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
3. Moris. Leon. 2006. Teologi Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas.
4. Avis, Paul. 2010. Ambang Pintu Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
5. Ridderbos, Herman. 2010. Paulus: Pemikiran Utama Theologinya. Surabaya: Momentum.
6. Tan, John R. 2007. Paulus Rasul Kristus ke-13. Jakarta: Seminari Bethel Publishing.