Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Perkembangan tp
1. PETA KONSEP
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PENGERTIAN TEKNOLOGI
PENDIDIKAN
SEJARAH PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI
PENDIDIKAN
SEJARAH DESAIN
PEMBELAJARAN
KAWASAN TEKNOLOGI
PENDIDIKAN
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
SEJARAH TEKNOLOGI
PENDIDIKAN
PERMULAAN MODEL DESAIN
PEMBELAJARAN
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah teknologi pendidikan perlu diketahui seseorang untuk menjadi seorang yang
ahli dalam bidang teknologi pendidikan. Karena untuk menjadi ahli dalam bidang tertentu,
seseorang harus mampu memiliki pengetahuan tentang sejarah dalam bidang bersangkutan.
Bidang teknologi pendidikan meliputi analisis masalah belajar dan kinerja, serta
desain, pengembangan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan proses pembelajaran dan
sumber daya yang dimaksudkan dapat meningkatkan pembelajaran dan kinerja dalam
berbagai pengaturan, lembaga pendidikan khususnya dan tempat kerja. Profesional di bidang
teknologi instruksional sering menggunakan prosedur teknologi instruksional yang sistematis
dan menggunakan berbagai media pembelajaran untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah meningkatkan perhatian untuk solusi
non-instruksional untuk beberapa masalah belajar dan kinerja.
Penelitian dan teori yang terkait dengan masing-masing daerah tersebut juga
merupakan bagian penting dari dalam bidang teknologi instruksional.Selama bertahun-tahun,
praktek-penggunaan sistematis prosedur teknologi pendidikan dan penggunaan media untuk
tujuan-instruksional telah membentuk inti dari bidang teknologi pendidikan. Dari perspektif
sejarah, sebagian besar praktek yang berkaitan dengan media pembelajaran telah terjadi
perkembangan yang berhubungan dengan teknologi pendidikan.
Melihat begitu pentingnya sejarah Teknologi Pendidikan sebagai landasan untuk lebih
memahami dan mengetahui bagaimana Teknologi Pendidikan dalam tinjauan perkembangan
sejarahnya, maka sebagai individu yang bergerak dibidang Teknologi Pendidikan, penulis
melakukan pembahasan tentang “perkembangan teknologi pendidikan”.
Dalam makalah ini Penulis akan membahas banyak peristiwa penting dalam rentetan
sejarah bidang teknologi pendidikan yang telah terjadi di duniaa, dan juga penekanan dalam
buku yang menjadi sumber utama bahasan ini pada peristiwa yang telah terjadi di Amerika
Serikat.
B. Rumusan Masalah
1) Pengertian Teknologi Pendidikan
2) Sejarah Perkembangan Teknologi Pembelajaran
3) Sejarah teknologi pembelajaran
4) Sejarah desain pembelajaran
5) Permulaan Model Desain Pembelajaran
6) Kawasan Teknologi Pembelajaran
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa
perubahan, sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri.
Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi Pembelajaran yang memiliki
pengaruh terhadap perkembangan Teknologi Pembelajaran.
1. Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
― Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang
terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan
proses belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan
dalam proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen
dalam lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan
pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya
adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu
pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.‖
Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio-visual, definisi di atas telah
menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta
dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.
2. Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
―Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media
yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan
pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang membentuk
teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras
maupun lunak lainnya.‖
―Teknologi
Pembelajaran
merupakan
usaha
sistematik
dalam
merancang,
melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta
didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang
menggunakan kombinasi sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung
efektif.‖
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
4. Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha
mengakomodir pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi
Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang
pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan
khusus.
3. Definisi Silber 1970
―Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi,
dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan,
peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal)
secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar‖.
Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah
pengembangan. Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih
diartikan pada pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah
pengembangan memuat dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi
manusia juga diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri,
yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk
pembelajaran.
4. Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
―Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan
pendidikan dapat dicapai‖
Definisi sebelumnya meliputi istilah, ―mesin‖, instrumen‖ atau ―media‖, sedangkan dalam
definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat
keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
5. Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970,
1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
―Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi
belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan,
pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan
atas keseluruhan proses tersebut‖.
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
5. Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai
suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan
merupakan suatu profesi.
6. Definisi AECT 1977
―Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang,
prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang,
melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada
manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan
profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi
pendidikan sebagai suatu teori.
7. Definisi AECT 1994
― Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.‖
Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya
mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi
pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan
teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau
kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha
menekankan pentingnya proses dan produk.
Jika kita amati isi kandungan definisi-definisi teknologi pembelajaran di atas,
tampaknya dari waktu ke waktu teknologi pemebelajaran mengalami proses ―metamorfosa‖
menuju penyempurnaan. Yang semula hanya dipandang sebagai alat ke sistem yang lebih
luas, dari hanya berorientasi pada praktek menuju ke teori dan praktek, dari produk menuju
ke proses dan produk, dan akhirnya melalui perjalanan evolusionernya saat ini teknologi
pembelajaran telah menjadi sebuah bidang dan profesi.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
demikian pesat, khususnya dalam bidang pendidikan, psikologi dan komunikasi maka tidak
mustahil ke depannya teknologi pembelajaran akan semakin terus berkembang dan
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
6. memperkokoh diri menjadi suatu disiplin ilmu dan profesi yang dapat lebih jauh memberikan
manfaat bagi pencapaian efektivitas dan efisiensi pembelajaran.
Kendati demikian, harus diakui bahwa perkembangan bidang dan profesi teknologi
pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih boleh dikatakan belum optimal, baik dalam
hal design, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, maupun evaluasinya. Kiranya masih
dibutuhkan usaha perjuangan yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait dengan
teknologi pembelajaran, baik dari kalangan akademisi, peneliti maupun praktisi.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Sejarah desain pembelajaran dan teknologi perlu diketahui seseorang untuk menjadi
seorang yang ahli dalam bidang desain pembelajaran dan teknologi. Karena untuk menjadi
ahli dalam bidang tertentu harus mampu memiliki pengetahuan tentang sejarah dalam bidang
bersangkutan.
Bidang desain instruksional dan teknologi meliputi analisis masalah belajar dan
kinerja, serta desain, pengembangan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan proses
pembelajaran dan sumber daya yang dimaksudkan dapat meningkatkan pembelajaran dan
kinerja dalam berbagai pengaturan, lembaga pendidikan khususnya dan tempat kerja.
Profesional di bidang desain instruksional dan teknologi sering menggunakan prosedur desain
instruksional yang sistematis dan menggunakan berbagai media pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang ditentukan. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah
meningkatkan perhatian untuk solusi non-instruksional untuk beberapa masalah belajar dan
kinerja. Penelitian dan teori yang terkait dengan masing-masing daerah tersebut juga
merupakan bagian penting dari dalam bidang desain instruksional dan teknologi.
Selama bertahun-tahun, dua praktek-penggunaan sistematis prosedur desain
instruksional dan penggunaan media untuk tujuan-instruksional telah membentuk inti dari
bidang desain instruksional dan teknologi . Dari perspektif sejarah, sebagian besar praktek
yang berkaitan dengan media pembelajaran telah terjadi perkembangan yang berhubungan
dengan desain instruksional. Oleh karena itu sejarah dari masing-masing dua set praktek akan
dijelaskan secara terpisah. Hal ini juga harus dicatat bahwa meskipun banyak peristiwa
penting dalam sejarah bidang desain instruksional dan teknologi telah terjadi di negaraCreated By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
7. negara lain, penekanan dalam buku yang menjadi sumber utama bahasan ini pada peristiwa
yang telah terjadi di Amerika Serikat.
Istilah media pembelajaran telah didefinisikan sebagai sarana fisik melalui instruksi
yang disajikan kepada peserta didik (Reiser & Gagnt. 1983). Berdasarkan definisi ini, setiap
fisik berarti pengiriman instruksional, dari instruktur hidup, buku, komputer dan sebagainya,
akan diklasifikasikan sebagai media instruksional. Mungkin lebih bijaksana bagi para praktisi
di bidangnya untuk mengadopsi sudut pandang ini: Namun, dalam diskusi sebagian besar
sejarah media pembelajaran, tiga sarana utama instruksi sebelum abad kedua puluh dan masih
merupakan cara paling umum saat ini yaitu guru, papan tulis, dan buku teks. Ketiga itu telah
dikategorikan secara terpisah dari media lain (ef. Komisi Instructional Technology, 1970).
Dengan demikian, media pembelajaran akan didefinisikan sebagai sarana fisik, selain guru,
papan tulis, dan buku teks, melalui instruksi yang disajikan kepada peserta didik.
C. SEJARAH TEKNOLOGI PENDIDIKAN
1. Museum sekolah
Di Amerika Serikat, penggunaan media untuk tujuan pembelajaran telah dilacak
kembali setidaknya sebagai awal dekade pertama abad kedua puluh (Saettler, 1990). Pada
waktu telah ada sebuah museum sekolah. Saettler (1968) telah mengindikasikan, museum ini
menjabat sebagai unit administrasi pusat untuk instruksi visual dengan distribusi mereka dari
pameran museum portabel, stereograf [tiga-dimensi foto], slide, film, cetakan studi, grafik,
dan bahan instruksional ―(hal. 89). Museum sekolah pertama dibuka di St Louis pada tahun
1905, dan tidak lama kemudian, museum sekolah dibuka di Reading, Pennsylvania, dan
Cleveland, Ohio. Meskipun beberapa museum tersebut telah berdiri sejak awal 1900-an,
daerah pusat terbesar media dapat dianggap modern.
Saettler (1990) juga menyatakan bahwa bahan yang disimpan di museum sekolah
dipandang sebagai bahan pelengkap kurikulum. Mereka tidak dimaksudkan untuk
menggantikan guru atau buku teks. Sepanjang seratus tahun terakhir, pandangan awal tentang
peran media pembelajaran tetap lazim di komunitas pendidikan pada umumnya.
Artinya, banyak pendidik telah melihat media pembelajaran sebagai sarana pelengkap
dalam menyajikan instruksi. Sebaliknya, guru dan buku teks umumnya dipandang sebagai
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
8. sarana utama menyajikan instruksi, dan guru biasanya diberikan kewenangan untuk
memutuskan apa media pembelajaran lain yang akan mereka lakukan. Selama bertahuntahun, sejumlah profesional di bidang desain instruksional dan teknologi (misalnya, Heinich,
1970) berpendapat terhadap gagasan ini, menunjukkan bahwa
a. guru harus dilihat pada kedudukan yang sama dengan media instruksional, sebagai hanya
salah satu dari banyak kemungkinan berarti untuk menyajikan instruksi,
b. guru tidak boleh diberikan otoritas tunggal untuk memutuskan apa yang media
pembelajaran yang akan digunakan di ruang kelas. Namun, dalam komunitas pendidikan
yang luas, pandangan ini tidak begitu disukai.
2. Gerakan Visual Instruksi dan Film Instruksional
Seperti Saettler (1990) telah mengindikasikan, di awal abad kedua puluh, kebanyakan
media yang disimpan di museum sekolah media visual, seperti film, slide, dan foto. Jadi pada
saat itu, meningkatnya minat dalam menggunakan media di sekolah itu disebut sebagai
―instruksi visual‖ atau ―pendidikan visual‖ gerakan. Istilah terakhir ini digunakan setidaknya
1908, ketika diterbitkan Perusahaan Tampilkan Keystone Visual Pendidikan, panduan guru
untuk slide lentera dan stereograf.
Selain lentera ajaib (lentera proyektor slide) dan stereopticons (Stereograf pemirsa),
yang digunakan di beberapa sekolah selama paruh kedua abad kesembilan belas (Anderson,
1962), gerakan gambar proyektor adalah salah satu perangkat media pertama digunakan di
sekolah-sekolah. Di Amerika Serikat, katalog pertama film instruksional diterbitkan pada
1910. Setalah 1910, sistem sekolah publik Rochester, New York, menjadi yang pertama
untuk mengadopsi film instruksional untuk penggunaan biasa. Pada tahun 1913, Thomas
Edison menyatakan, ―Buku akan segera menjadi usang di sekolah-sekolah …. Hal ini
dimungkinkan untuk mengajar setiap cabang pengetahuan manusia dengan gerak gambar
sistem sekolah kami akan benar-benar berubah dalam sepuluh tahun mendatang.‖ (Dikutip di
Saettler,, 1968 hlm 98).
Sepuluh tahun setelah Edison membuat perkiraan-nya, apa yang ia meramalkan tidak
datang. Namun, selama dekade ini (1914-1923), gerakan instruksi visual tidak tumbuh. Lima
organisasi profesional nasional untuk instruksi visual didirikan, lima jurnal berfokus pada
instruksi visual yang mulai diterbitkan, lebih dari dua puluh lembaga-lembaga pelatihan guru
mulai menawarkan program dalam instruksi visual, dan setidaknya selusin kota besar sistem
sekolah dikembangkan biro visual pendidikan (Saettler , 1990).
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
9. 3. Gerakan Audiovisual Instruksi dan Radio Instruksional
Diakhir tahun 1920 dan sepanjang tahun 1930-an, kemajuan teknologi di berbagai
bidang seperti siaran radio, rekaman suara, dan gambar gerak suara menyebabkan
meningkatnya minat dalam media pembelajaran. Dengan munculnya media yang
menggabungkan suara, gerakan instruksi memperluas visual yang dikenal sebagai gerakan
instruksi audiovisual (Finn, 1972; McCluskey, 1981). Namun, McCluskey (1981), yang
merupakan salah satu pemimpin dalam bidang selama periode ini, menunjukkan bahwa
sementara lapangan terus tumbuh, komunitas pendidikan pada umumnya tidak sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan tersebut. Dia menyatakan bahwa tahun 1930, kepentingan
komersial dalam gerakan instruksi visual yang telah menginvestasikan dan kehilangan lebih
dari $ 50 juta, dan hanya bagian dari kerugian itu karena Depresi Besar, yang dimulai pada
tahun 1929.
Terlepas dari efek ekonomi yang merugikan akibat Depresi Besar, audiovisual dalam
gerakan konstruksi terus berkembang. Menurut Saettler (1990), salah satu peristiwa paling
penting dalam evolusi ini adalah penggabungan pada tahun 1932 dari tiga organisasi yang
ada profesional nasional untuk instruksi visual. Sebagai hasilnya, kepemimpinan dalam
gerakan itu dikonsolidasikan dalam satu organisasi, Departemen Instruksi Visual, yang pada
saat itu merupakan bagian dari National Education Association. Selama bertahun-tahun,
organisasi ini, yang diciptakan pada tahun 1923 dan sekarang disebut Asosiasi untuk
Pendidikan Komunikasi dan Teknologi, telah mempertahankan peran kepemimpinan dalam
bidang desain instruksional dan teknologi.
Selama tahun 1920-an dan 1930-an, sejumlah buku pada topik pembelajaran visual
ditulis. Mungkin yang paling penting dari buku teks adalah Visualisasi Kurikulum, yang
ditulis oleh Charles F. Hoban, Sr, Charles F. Hoban, Jr, dan Stanley B. Zissman (1937).
Dalam buku ini, penulis menyatakan bahwa nilai materi audiovisual adalah fungsi derajat
realisme. Para penulis juga disajikan hirarki media, mulai dari mereka yang bisa hadir hanya
konsep-konsep dengan cara abstrak bagi mereka yang memungkinkan untuk representasi
sangat konkret (Heinich, Molenda, Russell, & Smaldino, 1999). Beberapa ide-ide ini
sebelumnya telah dibicarakan oleh orang lain tetapi belum ditangani secara menyeluruh. Pada
tahun 1946, Edgar Dale kemudian dijabarkan lebih lanjut pada ide-ide ketika dia
mengembangkan terkenal ―Pengalaman Cone.‖ Sepanjang sejarah audiovisual dalam gerakan
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
10. konstruksi, banyak telah menunjukkan bahwa bagian dari nilai bahan audiovisual adalah
kemampuan mereka untuk menyajikan konsep-konsep secara konkret (Saettler, 1990).
Sebuah media yang mendapat perhatian besar selama periode ini adalah radio. Pada
awal 1930-an, penggemar audiovisual banyak yang mengelu-elukan radio sebagai media
yang akan merevolusi pendidikan. Misalnya, dalam mengacu pada potensi instruksional
radio, film, dan televisi, editor publikasi untuk Asosiasi Pendidikan Nasional menyatakan
bahwa ―suatu hari mereka akan seperti buku dan kuat dalam efek mereka pada belajar dan
mengajar‖ (Morgan , 1932, hlm ix). Namun, bertentangan ini, melalui radio dua puluh tahun
ke depan memiliki dampak yang sangat sedikit pada praktek instruksional (Kuba, 1986).
4. Perang Dunia II
Dengan terjadinya Perang Dunia II, pertumbuhan gerakan audiovisual di sekolahsekolah melambat, namun, perangkat audiovisual yang digunakan secara luas dalam
pelayanan militer dan dalam industri meningkat. Sebagai contoh, selama perang, Angkatan
Darat Amerika Serikat Angkatan Udara menghasilkan film pelatihan lebih dari 400 dan 6G0
filmstrips, dan selama periode dua tahun (dari pertengahan 1943 sampai pertengahan 1945),
diperkirakan bahwa lebih dari empat juta pertunjukan film pelatihan untuk personel militer
AS. Meskipun ada sedikit waktu dan kesempatan untuk mengumpulkan data mengenai
dampak dari film pada kinerja personil militer, beberapa survei instruktur militer
mengungkapkan bahwa mereka percaya bahwa film pelatihan dan filmstrips yang digunakan
selama perang itu trainintools efektif (Saettler , 1990). Setidaknya beberapa musuh telah
disepakati; pada tahun 1945, setelah perang berakhir, Kepala Staf Umum Jerman
mengatakan, ―Kami memiliki segalanya dihitung sempurna kecuali kecepatan Amerika
mampu melatih orang-orang yang salah perhitungan utama meremehkan penguasaan mereka
cepat dan lengkap pendidikan film ―(dikutip dalam Olsen & Bass, 1982, hal 33)
Selama perang, film-film pelatihan juga memainkan peran penting dalam
mempersiapkan warga sipil di Amerika Serikat untuk bekerja dalam bidang industri. Pada
tahun 1941, pemerintah federal membentuk Divisi Visual Aids untuk Pelatihan Perang. Dari
tahun 1941 sampai 1945, organisasi ini mengawasi produksi film 457 pelatihan. Kebanyakan
direksi pelatihan melaporkan bahwa film mengurangi waktu pelatihan tanpa memiliki
dampak negatif pada efektivitas pelatihan dan bahwa film lebih menarik dan menghasilkan
absensi kurang dari program pelatihan tradisional (Saettler, 1990).
Selain film-film pelatihan dan proyektor film, berbagai bahan dan peralatan
audiovisual lainnya yang bekerja dalam militer dan bidang industri selama Perang Dunia II.
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
11. Perangkat yang digunakan secara luas termasuk proyektor overhead, yang pertama kali
dihasilkan selama perang; proyektor slide, yang digunakan dalam mengajar pengakuan
pesawat dan kapal: peralatan audio, yang digunakan dalam mengajar bahasa asing: dan
simulator dan perangkat pelatihan, yang dipekerjakan dalam pelatihan penerbangan (Olsen &
Bass, 1982 Saettler, 1990).
5. Pasca Perang Dunia II Perkembangan dan Media Penelitian
Perangkat audiovisual yang digunakan selama Perang Dunia II secara umum dianggap
sukses dalam membantu Amerika Serikat memecahkan masalah utama pelatihan: bagaimana
melatih efektif dan efisien individu dengan latar belakang beragam. Sebagai hasil dari
keberhasilan nyata, setelah perang ada minat baru dalam menggunakan perangkat audiovisual
di sekolah-sekolah (Finn. 1972: Olsen & Bass, 1982).
Dalam dekade setelah perang, beberapa program penelitian audiovisual intensif
dilakukan Studi penelitian yang dilakukan sebagai bagian dari program ini dirancang untuk
mengidentifikasi bagaimana berbagai fitur, atau atribut, bahan audiovisual yang terkena
pembelajaran, tujuan untuk mengidentifikasi atribut yang akan memfasilitasi pembelajaran
dalam situasi tertentu. Misalnya, satu program penelitian, yang dilakukan di bawah arahan
ArthurA. Lumsdaine, difokuskan pada identifikasi bagaimana belajar dipengaruhi oleh
berbagai teknik untuk memunculkan respon siswa terbuka selama menonton Film
instruksional (Lumsdaine, 1963).
Pasca-Perang Dunia II program penelitian audiovisual adalah upaya terkonsentrasi
pertama untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip belajar yang dapat digunakan dalam desain
bahan audiovisual. Namun, praktik-praktik pendidikan tidak terlalu dipengaruhi oleh
program-program penelitian bahwa praktisi utama mengabaikan atau tidak dibuat sadar
banyak temuan penelitian (Lumsdaine. 1963. 1964).
Sebagian besar penelitian media yang telah dilakukan selama bertahun-tahun
dibandingkan seberapa banyak siswa telah belajar, setelah menerima pelajaran yang disajikan
melalui media tertentu, seperti film, televisi, radio, atau komputer, versus berapa banyak
siswa telah belajar dari hidup instruksi pada topik yang sama. Studi jenis ini, sering disebut
studi media perbandingan, biasanya mengungkapkan bahwa siswa belajar sama baiknya
terlepas dari sarana presentasi (Clark, 1983, 1994; Schramm, 1977). Mengingat temuan ini,
kritikus penelitian tersebut telah menyarankan bahwa fokus studi tersebut harus berubah.
Beberapa berpendapat bahwa peneliti harus fokus pada atribut (karakteristik) media (Levie &
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
12. Dickie, 1973), yang lain menyarankan pemeriksaan bagaimana media mempengaruhi
pembelajaran (Kozma, 1991, 1994), dan yang lainnya telah menyarankan bahwa fokus
penelitian harus pada metode pengajaran, bukan pada media yang memberikan metodemetode (Clark, 1983, 1994). Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa jenis studi telah
menjadi lebih umum.
6. Teori Komunikasi
Selama awal 1950-an, banyak pemimpin dalam gerakan nstruksi audiovisual menjadi
tertarik pada berbagai teori atau model komunikasi, seperti model yang diajukan oleh
Shannon dan Weaver (1949). Model ini berfokus pada proses komunikasi, sebuah proses
yang melibatkan pengirim dan penerima pesan dan saluran, atau media, melalui mana pesan
yang dikirim. Para penulis model ini menunjukkan bahwa selama perencanaan untuk
komunikasi, maka perlu untuk mempertimbangkan semua unsur dari proses komunikasi dan
tidak hanya fokus pada media, karena banyak di bidang audiovisual cenderung untuk
melakukan. Sebagai Berlo (1963) menyatakan, ―Sebagai orang komunikasi saya harus
berpendapat kuat bahwa itu adalah proses yang sentral dan bahwa media meskipun penting,
adalah hal sekunder‖ (hal. 378). Beberapa pemimpin dalam gerakan audiovisual, seperti Dale
(1953) dan Finn (1954), juga menekankan pentingnya proses komunikasi. Meskipun pada
awalnya, praktisi audiovisual tidak sangat dipengaruhi oleh gagasan (Lumsdaine. 1964;
Mcierhenry, 1980), ekspresi dari sudut pandang akhirnya membantu untuk memperluas fokus
gerakan audiovisual (Ely, 1963, 1970; Silber, 1981 ).
7. Televisi Pembelajaran
Mungkin faktor yang paling penting mempengaruhi gerakan audiovisual pada 1950an adalah meningkatnya minat dalam televisi sebagai media untuk memberikan instruksi.
Sebelum tahun 1950-an, telah terjadi sejumlah kasus di mana televisi telah digunakan untuk
tujuan instruksional (Gumpert, 1967; Taylor, 1967). Selama tahun 1950-an, bagaimanapun,
ada pertumbuhan yang luar biasa dalam penggunaan televisi pembelajaran. Pertumbuhan ini
dirangsang oleh setidaknya dua faktor utama.
Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan televisi pembelajaran adalah
keputusan tahun 1952 oleh Komisi Komunikasi Federal untuk menyisihkan 242 saluran
televisi untuk tujuan pendidikan. Keputusan ini menyebabkan perkembangan pesat sejumlah
besar masyarakat (kemudian disebut ―pendidikan‖) stasiun televisi. Pada tahun 1955, ada
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
13. tujuh belas stasiun seperti di Amerika Serikat, dan pada tahun 1960, jumlah itu meningkat
menjadi lebih dari lima puluh (Blakely, 1979). Salah satu misi utama dari stasiun-stasiun ini
adalah presentasi dari program pembelajaran. Sebagai Hezel (1980) menunjukkan, ―Peran
mengajar telah dianggap berasal dari penyiaran publik sejak asal-usulnya. Terutama sebelum
tahun 1960-an, pendidikan penyiaran dipandang cepat dan efisien, berarti murah untuk
memuaskan kebutuhan pembelajaran bangsa‖ (hal. 173).
Pertumbuhan televisi pembelajaran selama tahun 1950 juga dirangsang oleh dana
yang disediakan oleh Ford Foundation. Diperkirakan bahwa selama tahun 1950-an dan 1960an, yayasan dan lembaga yang menghabiskan lebih dari $ 170.000.000 di televisi pendidikan
(Gordon, 1970). (Di Indonesia juga ada televisi pendidikan. Yaitu di era 1970-an. Waktu era
itu disiarkan program ACIL). Proyek yang disponsori oleh yayasan termasuk sistem televisi
sirkuit tertutup digunakan untuk memberikan instruksi dalam semua bidang subjek utama di
semua tingkatan kelas di seluruh sistem sekolah di Washington County (Hagerstown),
Maryland, sebuah kurikulum SMP sampai universitas yang disajikan melalui televisi publik
di Chicago, sebuah program penelitian eksperimental skala besar dirancang untuk menilai
efektivitas dari serangkaian program kuliah yang diajarkan melalui televisi sirkuit tertutup di
Pennsylvania State University, dan Program Midwest pada Instruksi televisi Airborne, sebuah
program yang dirancang untuk secara bersamaan mengirimkan pelajaran televisi dari pesawat
terbang untuk sekolah di enam negara.
Pada pertengahan 1960-an, banyak kepentingan dalam menggunakan televisi untuk
tujuan
instruksional
mereda.
Banyak
proyek-proyek
televisi
pembelajaran
yang
dikembangkan selama periode ini memiliki kehidupan yang pendek. Masalah ini sebagian
karena kualitas pembelajaran biasa-biasa saja dari beberapa program yang dihasilkan, banyak
dari mereka tidak lebih daripada saat seorang guru memberikan kuliah. Pada tahun 1963,
Ford Foundation memutuskan untuk memfokuskan dukungan pada televisi publik secara
umum, daripada di sekolah aplikasi televisi instruksional (Blakely, 1979). Banyak sekolah
dihentikan proyek televisi demonstrasi pembelajaran apabila dana eksternal untuk proyekproyek dihentikan (Tyler. 1975b). Pemrograman pembelajaran masih merupakan bagian
penting dari misi televisi publik, tapi misi yang sekarang lebih luas, meliputi jenis lain
pemrograman, seperti presentasi budaya dan informasi (Hezel, 1980). Dalam terang
perkembangan ini dan lainnya, pada tahun 1967, Komisi Carnegie di Televisi Pendidikan
menyimpulkan:
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
14. Peran yang dimainkan dalam pendidikan formal oleh televisi pembelajaran di seluruh
satu kecil tidak ada yang mendekati potensi sesungguhnya dari televisi pembelajaran yang
direalisasikan dalam praktek. Dengan pengecualian kecil, hilangnya total televisi
pembelajaran akan meninggalkan sistem pendidikan fundamental tidak berubah. (hal. 80-81)
Banyak alasan yang telah diberikan, mengapa televisi pembelajaran tidak diadopsi
untuk tingkat yang lebih besar. Ini termasuk resistensi guru untuk penggunaan televisi di
ruang kelas mereka, biaya instalasi dan pemeliharaan sistem televisi di sekolah, dan
ketidakmampuan televisi sendiri untuk memadai menyajikan berbagai kondisi yang
diperlukan untuk kepentingan belajar siswa(Gordon, 1970; Tyler , 1975b).
8. Pergeseran Terminologi
Pada awal 1970-an, istilah teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran mulai
menggantikan instruksi audiovisual sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan
aplikasi media untuk tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, pada tahun 1970, nama organisasi
profesional utama dalam bidang itu diubah dari Departemen Audiovisual Instruksi kepada
Asosiasi untuk Komunikasi dan Teknologi Pendidikan (AECT). Kemudian dalam dekade,
nama dari dua jurnal yang diterbitkan oleh AECT juga berubah: Tinjauan Komunikasi
Audiovisual menjadi Komunikasi Pendidikan dan Jurnal Teknologi, dan Instruksi
Audiovisual menjadi Inovator Instruksional. Selain itu, kelompok yang dibentuk pemerintah
AS untuk memeriksa dampak media instruksi disebut Komisi Instructional Technology.
Terlepas dari terminologi, bagaimanapun, sebagian besar individu di lapangan sepakat bahwa
sampai saat itu, media pembelajaran telah memiliki dampak minimal pada praktek-praktek
pendidikan (Komisi Instructional Technology, 1970; Kuba, 1986)
9. Komputer: Dari tahun 1950 sampai 1995
Setelah minat di televisi pembelajaran memudar, inovasi teknologi berikutnya untuk
menangkap perhatian sejumlah besar pendidik adalah komputer. Meskipun minat yang luas
dalam komputer sebagai alat instruksional tidak terjadi sampai tahun 1980-an, komputer
pertama kali, digunakan dalam pendidikan dan pelatihan pada tanggal lebih awal. Banyak
karya awal di komputer-dibantu instruksi (CAI) dilakukan pada tahun 1950 oleh peneliti di
IBM, yang mengembangkan bahasa CAI. Penulisan pertama dan dirancang salah satu
program CAI pertama untuk digunakan di sekolah-sekolah umum. Pelopor lain di daerah ini
termasuk Gordon Pask, yang adaptif mesin mengajar memanfaatkan teknologi komputer
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
15. (Lewis & Pask, 1965; Pask, 1960; Stolorow & Davis, 1965), dan Richard Atkinson dan
Patrick Suppes, yang bekerja selama tahun 1960 menyebabkan beberapa aplikasi CAI awal di
kedua sekolah publik dan tingkat universitas (Atkinson & Hansen, 1966; Suppes & Macken,
1978). Upaya besar lain selama 1960-an dan awal 1970-an termasuk pengembangan sistem
CAI seperti PLATO dan TICCIT. Namun, meskipun pekerjaan yang telah dilakukan, pada
akhir 1970-an, CAI punya dampak yang sangat sedikit pada pendidikan (Pagliaro, 1983).
Pada awal 1980-an, beberapa tahun setelah mikrokomputer tersedia untuk masyarakat
umum, antusiasme terhadap alat ini menyebabkan meningkatnya minat dalam menggunakan
komputer: untuk tujuan pembelajaran. Pada Januari 1983, komputer sedang digunakan untuk
tujuan pembelajaran di lebih dari 40% dari semua sekolah dasar dan lebih dari 75% dari
semua sekolah menengah di Amerika Serikat (Pusat Organisasi Sosial Sekolah, 1983).
Banyak pendidik yang tertarik terhadap mikrokomputer karena mereka relatif dalam
mahal, yang cukup kompak untuk penggunaan desktop, dan bisa melakukan banyak fungsi
yang dilakukan oleh komputer besar yang telah mendahului mereka. Seperti kasus Whe lainmedia baru pertama kali diperkenalkan ke dalam arena pembelajaran, banyak diharapkan
bahwa media ini akan berdampak besar pada praktek pembelajaran. Sebagai contoh, pada
tahun 1984. Papert menunjukkan bahwa komputer akan menjadi ―katalis yang sangat
mendalam dan radio: perubahan dalam sistem pendidikan‖ (hal. 422) dan bahwa pada tahun
1990, satu komputer per anak akan menjadi negara yang sangat umum urusan di sekolahsekolah di Amerika Serikat.
Meskipun komputer akhirnya dapat memiliki dampak besar pada praktek
pembelajaran di sekolah, pada pertengahan 1990-an, memiliki dampak kecil. Survei
mengungkapkan bahwa pada 1995, meskipun sekolah-sekolah di Amerika Serikat yang
dimiliki, rata-rata, satu komputer untuk sembilan siswa, dampak komputer pada praktek
pembelajaran sangat minim, dengan sejumlah besar guru pelaporan penggunaan sedikit atau
tidak ada komputer untuk tujuan instruksi. Selain itu, dalam banyak kasus, penggunaan
komputer jauh dari inovatif. Di sekolah dasar, guru melaporkan bahwa komputer sedang
digunakan terutama untuk … dan praktek; pada tingkat menengah, laporan menunjukkan
bahwa komputer digunakan utama untuk mengajar keterampilan yang berkaitan dengan
komputer seperti pengolah kata (Anderson & Ronnkvi1999; Becker, 1998; Kantor
Technology Assessment, 1995)
10. Perkembangan terbaru
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
16. Sejak tahun 1995, kemajuan pesat dalam komputer dan teknologi digital lainnya, serta
Internet, telah menyebabkan minat yang meningkat pesat, dan penggunaan, media ini untuk
tujuan pembelajaran, khususnya dalam pelatihan bisnis dan industri. Sebagai contoh, sebuah
survei terbaru dari lebih dari 750 perusahaan pelatihan industri (Bassi & Van Buren, 1999)
mengungkapkan bahwa persentase dari pelatihan yang disampaikan melalui teknologi baru
seperti CD-ROM, intranet, dan internet meningkat dari kurang dari 6% di tahun 1996
menjadi lebih dari 9% pada tahun 1997 dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari
22% pada tahun 2000. Survei lain baru-baru ini melaporkan bahwa pada tahun 1999, 14%
dari semua pelatihan formal disampaikan melalui komputer (―Industri Laporan 1999″, 1999).
Dalam beberapa tahun terakhir, minat dalam menggunakan Internet untuk tujuan
pembelajaran juga telah berkembang pesat dalam pendidikan tinggi dan militer. Sebagai
contoh, antara 1994-95 dan 1997-98 tahun akademik, pendaftaran dalam kursus-kursus
belajar jarak jauh di lembaga pendidikan tinggi di Amerika Serikat hampir dua kali lipat, dan
persentase institusi yang menawarkan program pembelajaran jarak jauh meningkat dari 33%
menjadi 44%, dengan 78% dari publik empat tahun lembaga yang menawarkan program
tersebut. Selain itu, sedangkan pada tahun 1995, hanya 22% dari lembaga pendidikan tinggi
menawarkan program pembelajaran jarak jauh menggunakan teknologi internet berbasis
asynchronous, pada tahun 1997-98 akademik, 60% dari lembaga melakukannya (Lewis.
Salju, Farris, Levin, & Greene, 1999). Dalam militer, pada tahun 2000, Sekretaris Angkatan
Darat AS mengumumkan bahwa 5600000000 akan dihabiskan selama enam tahun ke depan
untuk memungkinkan tentara untuk mengambil kursus pendidikan jarak jauh melalui Internet
(Carr, 2000).
Sejak tahun 1995, ada juga peningkatan yang signifikan dalam jumlah teknologi yang
tersedia di sekolah-sekolah di Amerika Serikat. Sebagai contoh, hasil survei nasional 1998
(Anderson & Ronnkvist, 1999) mengungkapkan bahwa sementara pada tahun 1995 rata-rata
ada satu komputer untuk setiap sembilan siswa, pada tahun 1998 rasio tersebut telah
dikurangi menjadi satu komputer untuk setiap enam siswa. Selain itu, persentase sekolah
yang memiliki akses Internet meningkat dari 50% pada 1995 menjadi 90% pada tahun 1998.
Namun,. sebagaimana telah terjadi sepanjang sejarah media pembelajaran, peningkatan
kehadiran teknologi di sekolah-sekolah tidak selalu berarti peningkatan penggunaan
teknologi yang untuk tujuan pembelajaran. Anderson & Ronnkvist (1999) juga menyatakan
bahwa meskipun jumlah komputer di sekolah telah meningkat, sebagian besar komputer yang
cukup terbatas dalam hal perangkat lunak yang mereka dapat berjalan. Selanjutnya, mereka
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
17. menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar sekolah sekarang memiliki akses Internet,
mahasiswa akses ke Internet terbatas di banyak sekolah, dengan beberapa siswa mampu
menggunakannya untuk sekolah mereka. Pengamatan ini membuat sulit untuk memastikan
sejauh mana praktik pembelajaran di sekolah-sekolah telah dipengaruhi oleh adanya
peningkatan media.
Terlepas dari ketidakpastian tentang sejauh mana penggunaan media di sekolah,
sebagian besar bukti yang dikutip jelas menunjukkan bahwa sejak tahun 1995, telah terjadi
peningkatan yang signifikan dalam penggunaan media pembelajaran dalam berbagai
pengaturan, mulai dari bisnis dan industri untuk pendidikan militer dan lebih tinggi. Dalam
bisnis, industri, dan militer, Internet telah dilihat sebagai sarana memberikan instruksi dan
informasi untuk pelajar tersebar luas dengan biaya yang relatif rendah. Selain itu, dalam
banyak kasus, aksesibilitas komputer yang mudah memungkinkan peserta didik untuk
menerima dukungan instruksi dan / atau kinerja (seringkali dalam bentuk sistem pendukung
kinerja elektronik atau sistem manajemen pengetahuan) kapan dan di mana mereka
membutuhkannya, karena mereka melakukan tugas-tugas pekerjaan tertentu.
Dalam pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh melalui Internet telah dilihat sebagai
metode rendah biaya menyediakan instruksi untuk siswa yang, karena berbagai faktor
(misalnya, pekerjaan dan tanggung jawab keluarga jarak geografis.), Tidak mungkin
sebaliknya telah mampu menerimanya. Namun, pertanyaan tentang efektivitas-biaya dari
instruksi tersebut masih belum terjawab (Hawkridge. 1999).
Alasan lain bahwa media baru yang digunakan untuk tingkat yang lebih besar
mungkin karena peningkatan kemampuan interaktif dari media. Moore (1989) menjelaskan
tiga jenis interaksi antara agen yang biasanya terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Interaksi
ini antara peserta didik dan konten pembelajaran, antara pelajar dan instruktur, dan di antara
pembelajar sendiri. Sifat media pembelajaran yang umum selama beberapa bagian dari ketiga
dua yang pertama, dari abad lalu (e., .. film dan televisi pembelajaran) dipekerjakan terutama
sebagai sarana memiliki peserta didik berinteraksi dengan isi pembelajaran . Sebaliknya,
melalui penggunaan fitur seperti e-mail, chat room dan bulletin board, Internet sering
digunakan sebagai sarana untuk peserta didik dengan instruktur dengan pelajar lain, serta
dengan konten instruksional. Ini adalah salah satu contoh bagaimana beberapa media baru
membuatnya lebih mudah untuk mempromosikan, berbagai jenis interaksi yang digambarkan
oleh Moore.
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
18. Selain itu, kemajuan dalam teknologi komputer, khususnya berkaitan dengan
meningkatkannya kemampuan multimedia media ini, membuat lebih mudah bagi pendidik
untuk merancang pengalaman belajar yang melibatkan interaksi antara peserta didik lebih
konten pembelajaran daripada sebelumnya. Misalnya, seperti jumlah dan jenis informasi yang
dapat disajikan oleh komputer telah meningkat, jenis umpan balik serta jenis masalah, yang
dapat disajikan kepada peserta didik telah sangat diperluas. Kemampuan ini meningkatkan
pembelajaran menjadi menarik perhatian banyak pendidik. Selain itu, kemampuan komputer
untuk menyajikan informasi dalam berbagai bentuk, serta memungkinkan peserta didik untuk
mudah link ke berbagai konten, telah menarik minat perancang pembelajaran memiliki
perspektif konstruktivis. Orang yang sangat peduli dengan penyajian masalah otentik (mis.
―dunia nyata‖) dalam lingkungan belajar di mana peserta didik memiliki banyak kontrol atas
kegiatan yang mereka terlibat dalam dan alat-alat dan sumber daya yang mereka gunakan,
menemukan teknologi digital yang baru lebih akomodatif daripada pendahulunya.
Seperti beberapa contoh dalam beberapa paragraf sebelumnya menunjukkan, bahwa
dalam beberapa tahun terakhir komputer, Internet. dan teknologi digital lainnya sering
digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja melalui beberapa cara nontradisional. Sebagai contoh, sistem kinerja komputer dibantu dukungan elektronik. sistem
manajemen pengetahuan, dan pelajar-berpusat lingkungan belajar sering berfungsi sebagai
alternatif untuk pelatihan atau instruksi langsung. Ketika dampak masa kini media
pembelajaran sedang dipertimbangkan, jenis aplikasi tidak boleh diabaikan.
11. Kesimpulan Mengenai Sejarah Media Instruksional
Dari banyak pelajaran yang dapat kita pelajari dengan meninjau sejarah media
pembelajaran, mungkin salah satu yang paling penting melibatkan perbandingan antara efek
diantisipasi dan aktual media pada praktek instruksional. Sebagai mana Kuba (1986) telah
menunjukkan, saat kita meninjau-melihat kembali selama abad terakhir dari sejarah media,
Anda mungkin perlu diperhatikan pola berulang dari harapan dan hasil. Sebagai media baru
memasuki adegan pendidikan, ada banyak minat awal dan antusiasme banyak tentang efek
kemungkinan untuk memiliki pada praktek instruksional. Namun, antusiasme dan
ketertarikan akhirnya memudar, dan pemeriksaan mengungkapkan bahwa media memiliki
dampak minimal terhadap praktek tersebut. Misalnya, prediksi optimis Edison bahwa film
akan merevolusi pendidikan terbukti tidak benar, dan antusiasme untuk televisi instruksional
yang ada selama tahun 1950 sangat berkurang pada pertengahan tahun 1960-an, dengan
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
19. dampak kecil pada instruksi di sekolah. Kedua contoh melibatkan penggunaan media di
sekolah-sekolah, pengaturan di mana penggunaan media pembelajaran telah paling erat
diperiksa. Namun, data mengenai penggunaan media pembelajaran dalam bisnis dan industri
mendukung kesimpulan serupa, yaitu, bahwa meskipun antusiasme tentang penggunaan
media pembelajaran dalam bisnis dan industri, sampai saat ini media yang memiliki dampak
minimal terhadap praktik pembelajaran dalam lingkungan tersebut.
Bagaimana dengan prediksi, pertama dibuat pada 1980-an, bahwa komputer akan
merevolusi instruksi? Sebagai data dari sekolah mengungkapkan, pada pertengahan 1990-an,
bahwa revolusi tidak terjadi. Namun, data dari paruh kedua dekade menunjukkan kehadiran
berkembang, dan mungkin penggunaan, komputer dan internet di sekolah. Selain itu, selama
akhir 1990-an, media ini mengambil peran dukungan semakin besar dalam pembelajaran dan
kinerja dan juga dalam pengaturan lainnya seperti bisnis dan industri dan pendidikan tinggi.
Apakah dampak media pada instruksi lebih besar di masa depan daripada itu telah di masa
lalu?
Berdasarkan alasan tersebut untuk meningkatnya penggunaan media baru, adalah
wajar untuk memperkirakan bahwa selama dekade berikutnya, komputer, internet, dan media
digital lainnya akan membawa perubahan besar dalam praktek instruksional dari media yang
mendahului mereka. Namun, mengingat sejarah media dan dampaknya pada praktik
pembelajaran, adalah juga wajar untuk mengharapkan bahwa perubahan tersebut, baik di
sekolah dan pengaturan instruksional lainnya, cenderung terjadi lebih lambat dan kurang luas
daripada media yang paling penggemar saat ini memprediksi.
D. SEJARAH DESAIN PEMBELAJARAN
Seperti disebutkan sebelumnya, selain erat kaitannya dengan media pembelajaran,
bidang desain pembelajaran dan teknologi juga telah berhubungan erat dengan penggunaan
sistematis prosedur desain pembelajaran. Berbagai set prosedur yang sistematis desain
instruksional (atau model) telah dikembangkan dan telah dirujuk oleh istilah-istilah seperti
pendekatan sistem, sistem desainpembelajaran (ISD) pengembangan pembelajaran, dan
desain pembelajaran. Meskipun kombinasi spesifik dari prosedur sering bervariasi dari satu
model desain pembelajaran ke model berikutnya, sebagian besar model termasuk analisis
masalah pembelajaran dan desain, pengembangan, implementasi dan evaluasi prosedur
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
20. instruksi dan materi yang bertujuan untuk memecahkan masalah tersebut. Bagaimana proses
desain pembelajaran muncul menjadi ada? Bahasan ini akan fokus pada menjawab
pertanyaan itu.
1. Asal Usul Desain Pembelajaran: Perang Dunia II
Asal-usul prosedur desain pembelajaran telah ditelusuri pada Perang Dunia II (Dick,
1987). Selama perang, sejumlah besar psikolog dan pendidik yang memiliki pelatihan dan
pengalaman dalam melakukan penelitian eksperimental dipanggil untuk melakukan penelitian
dan mengembangkan bahan pelatihan untuk layanan militer. Individu-individu ini, termasuk
Robert Gagne. Leslie Briggs, John Flanagan, dan banyak lainnya, memberikan pengaruh
yang cukup besar pada karakteristik bahan-bahan pelatihan yang dikembangkan, banyak
mendasarkan pekerjaan mereka pada prinsip-prinsip pembelajaran berasal dari penelitian dan
teori instruksi, belajar, dan perilaku manusia (Baker, 1973; Saettler, 1990)
Selain itu, psikolog menggunakan pengetahuan mereka tentang evaluasi dan
pengujian untuk membantu menilai keterampilan peserta pelatihan dan memilih orang yang
paling mungkin bermanfaat dari program pelatihan tertentu. Sebagai contoh, pada satu titik
dalam perang, tingkat kegagalan dalam program pelatihan penerbangan khusus ini sangat
tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, psikolog memeriksa keterampilan intelektual,
psikomotor dan persepsi umum dari individu yang berhasil melakukan keterampilan yang
diajarkan dalam program, dan kemudian tes dikembangkan yang diukur sifat-sifat ini. Tes ini
digunakan untuk menyaring calon-calon untuk program ini, orang-orang yang mencetak
sedang diarahkan ke program lain. Sebagai hasil dari menggunakan pemeriksaan
keterampilan masuk sebagai perangkat skrining, militer mampu secara signifikan
meningkatkan persentase personil yang berhasil menyelesaikan program (Gagne, komunikasi
pribadi, 1985).
Setelah perang, banyak psikolog yang bertanggung jawab atas keberhasilan program
pelatihan Dunia II Perang militer terus bekerja pada pemecahan masalah pembelajaran.
Organisasi seperti Institut Amerika untuk Penelitian yang estiablished untuk tujuan ini.
Selama 1940-an dan sepanjang 1950-an, psikolog yang bekerja untuk organisasi tersebut
dimulai melihat pelatihan sebagai suatu sistem, dan mengembangkan sejumlah analisis yang
inovatif, desain, dan prosedur evaluasi (Dick, 1987). Sebagai contoh. selama periode ini,
tugas metodologi analisis rinci dikembangkan oleh Robert B. Miller sementara ia bekerja
pada proyek-proyek untuk militer (Miller. 1953. 1962). Pekerjaannya dan orang-orang dari
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
21. pionir awal lain di bidang desain instruksional dirangkum dalam Prinsip Psikologis dalam
Sistem Dei‘elopmenr, diedit oleh Gagne (1962b).
2. Awal Perkembangan:
a) Gerakan Programmed Instruksi
Gerakan instruksi diprogram, yang berlangsung dari pertengahan 1950-an melalui
pertengahan 1960-an, terbukti menjadi faktor utama dalam pengembangan pendekatan
sistem. Pada tahun 1954, pasal BF Skinner berjudul Ilmu dan Seni Belajar Mengajar memulai
apa yang bisa disebut sebuah revolusi kecil dalam bidang pendidikan. Dalam artikel ini dan
yang kemudian (misalnya, Skinner, 1958), Skinner menggambarkan ide-idenya tentang
persyaratan untuk belajar manusia meningkat dan karakteristik yang diinginkan dari bahan
instruksional yang efektif. Skinner menyatakan bahwa bahan tersebut, yang disebut bahan
pembelajaran diprogram, harus menyajikan instruksi dalam langkah-langkah kecil,
memerlukan respon aktif untuk pertanyaan yang sering dipertanyakan, memberikan umpan
balik segera, dan memungkinkan untuk pelajar diri mondar-mandir. Selain itu, karena setiap
langkah kecil, ia berpikir bahwa peserta didik akan menjawab semua pertanyaan dengan
benar dan dengan demikian secara positif diperkuat oleh umpan balik yang mereka terima.
Proses yang Skinner (lih. Lumsdaine & Glaser, 1960) dijelaskan untuk
mengembangkan instruksi diprogram dicontohkan suatu pendekatan empiris untuk
memecahkan masalah pendidikan: Data mengenai efektivitas bahan dikumpulkan, kelemahan
diidentifikasi pembelajaran, dan bahan direvisi sesuai . Selain itu percobaan dan prosedur
revisi, yang kini disebut evaluasi formatif, proses untuk mengembangkan bahan diprogram
melibatkan banyak langkah yang ditemukan dalam model desain instruksional saat ini.
Sebagai Heinich (1970) menunjukkan:
Instruksi terprogram telah dikreditkan oleh beberapa dengan memperkenalkan
pendekatan sistem untuk pendidikan. Dengan menganalisis dan mogok konten ke tujuan
perilaku tertentu, merancang langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan,
menyiapkan prosedur untuk mencoba dan merevisi langkah-langkah, dan memvalidasi
program terhadap pencapaian tujuan, instruksi program berhasil menciptakan instruksi kecil
tapi efektif dari sistem pembelajaran teknologii. (Hal. 123)
b) Para Popularisasi Tujuan Perilaku
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
22. Sebagaimana ditunjukkan, yang terlibat dalam merancang bahan pembelajaran
diprogram sering kali memulai dengan mengidentifikasi tujuan peserta didik tertentu yang
menggunakan bahan-bahan diharapkan untuk mencapai tujuan. Pada tahun 1962, Robert
Mager mengenali kebutuhan untuk mengajar para pendidik bagaimana menulis tujuan,
menulis, mempersiapkan tujuan untuk tindakan terprogram. Bahasan ini menjelaskan
bagaimana untuk menulis tujuan yang mencakup deskripsi perilaku peserta didik yang
diinginkan, kondisi di mana perilaku harus dilakukan, dan standar (kriteria) dengan mana
perilaku harus dinilai. Masa kini banyak penganut proses desain pembelajaran menganjurkan
persiapan tujuan yang mengandung ketiga unsur.
Meskipun Mager mempopulerkan penggunaan tujuan, konsep itu dibahas dan
digunakan oleh pendidik setidaknya selama awal 1900-an. Di antara pendukung awal
penggunaan tujuan jelas dinyatakan adalah Bobbitt, Charters, dan Burk (Gagne, 1965a).
Namun, Ralph Tyler sering dianggap sebagai bapak dari gerakan tujuan perilaku. Pada tahun
1934, ia menulis bahwa tujuan harus didefinisikan dalam istilah yang menentukan perilaku
saja harus membantu mengembangkan (dikutip dalam Walbesser & Eisenberg, 1972). Selama
studi Delapan Tahun yang terkenal yang diarahkan Tyler bahwa ditemukan bahwa sekolah
ketika tidak menetapkan tujuan, tujuan tersebut biasanya cukup jelas. Pada akhir proyek,
bagaimanapun, itu menunjukkan bahwa tujuan bisa diklarifikasi dengan menyatakan bahwa
tujuan bisa berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas instruksi (Borich, 1980;
Tyler, 1975a).
Pada tahun 1950, tujuan perilaku diberi dorongan lain ketika Benjamin Bloom dan
rekan-rekannya menerbitkan Taksonomi Tujuan Pendidikan (1956). Para penulis dari karya
ini menunjukkan bahwa dalam domain kognitif ada berbagai jenis hasil belajar, bahwa tujuan
dapat diklasifikasikan menurut jenis perilaku peserta didik yang dijelaskan di dalamnya, dan
bahwa ada hubungan hirarki antara berbagai jenis hasil. Selain itu, mereka menunjukkan
bahwa tes harus dirancang untuk mengukur masing-masing jenis hasil. Sebagaimana akan
dilihat dalam bahasan ini, gagasan yang sama dijelaskan oleh pendidik lainnya memiliki
implikasi signifikan untuk desain instruksi yang sistematis.
c) Kriteria-Referensi Gerakan Pengujian
Pada awal 1960-an, faktor lain yang penting dalam pengembangan proses desain
pembelajaran adalah munculnya kriteria-referensi pengujian. Sampai saat itu, tes yang
palingmengacu pada tes norma, dirancang untuk menyebarkan kinerja peserta didik, sehingga
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
23. dalam beberapa siswa baik-baik pada tes dan orang lain melakukan buruk. Sebaliknya, tes
yang mengacu pada kriteria ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa baik seorang individu
dapat melakukan perilaku tertentu atau seperangkat perilaku, terlepas dari bagaimana orang
lain juga melakukan. Pada awal 1932, Tyler telah menunjukkan bahwa tes Bisa digunakan
untuk tujuan tersebut (Dale. 1967). Dan kemudian, Flanagan (1951) dan Ehel (1962)
mendiskusikan perbedaan antara tes tersebut dan ukuran norma. Namun, Robert Glaser
(1963:. Glaser & Klaus 1962) adalah orang pertama yang menggunakan istilah kriteria.
Dalam membahas langkah-langkah tersebut. Glaser (1963) menunjukkan bahwa dapat
digunakan untuk menilai perilaku siswa dan untuk menentukan sejauh mana siswa telah
memperoleh perilaku program pembelajaran dirancang untuk mengajar.
Robert M. Gagne: Domain Belajar, Acara Instruksi, dan Analisis Hirarkis
Peristiwa penting lainnya dalam sejarah desain instruksional terjadi pada tahun 1965,
dengan penerbitan edisi pertama The Conclirions off Belajar, ditulis oleh Robert Gagne
(I965b). Dalam buku ini, Gagne menggambarkan lima domain, atau jenis, pembelajaran hasil
dan informasi lisan, keterampilan intelektual, keterampilan psikomotor, sikap, dan kognitif
strategi, masing-masing yang dibutuhkan berbeda kondisi masing-masingnya untuk
meningkatkan pembelajaran. Gagne juga memberikan deskripsi rinci dari kondisi-kondisi
untuk setiap jenis hasil pembelajaran.
Dalam volume yang sama, Gagne juga menggambarkan peristiwa sembilan instruksi,
atau kegiatan mengajar, bahwa ia dianggap penting untuk mempromosikan pencapaian dari
setiap jenis hasil belajar. Gagne juga menggambarkan kejadian pembelajaran yang secara
khusus penting untuk hasil dan membahas keadaan di mana peristiwa tertentu dapat
dikecualikan. Dalam edisi keempat (Gagne, 1985). Deskripsi Gagne tentang berbagai jenis
hasil pembelajaran dan peristiwa instruksi tetap dari praktek desain pembelajaran.
Gagne bekerja di bidang hierarki belajar dan hirarkis analisis juga memiliki dampak
yang signifikan pada bidang desain pembelajaran. Pada awal 1960-an dan kemudian karirnya
(misalnya,-Gagne, 1962a, 1985; Gagne, Briggs, & Wager, 1992; Gagne & Medsker, 1996),
Gagne menunjukkan bahwa keterampilan dalam domain keterampilan intelektual memiliki
hubungan
hirarkis
masing-masing:
agar
mudah
belajar
melakukan
keterampilan
superordinate, yang pertama harus menguasai keterampilan bawahan untuk itu. Konsep ini
mengarah pada gagasan penting yang harus dirancang sehingga untuk memastikan bahwa
peserta didik memperoleh keterampilan bawahan sebelum mereka mencoba untuk
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
24. memperoleh yang lebih tinggi. Gagne melanjutkan untuk menggambarkan proses analisis
hirarkis untuk mengidentifikasi keterampilan bawahan. Proses ini tetap merupakan fitur kunci
dalam banyak model desain pembelajaran.
Sputnik: Launching Langsung Evaluasi Formatif
Pada tahun 1957, ketika Uni Soviet meluncurkan Sputnik, satelit yang mengorbit
ruang pertama, serangkaian acara yang akhirnya berdampak besar pada proses desain
pembelajaran. Pemerintah AS, terkejut oleh keberhasilan upaya Soviet, menanggapi dengan
menuangkan jutaan dolar ke dalam memperbaiki matematika dan pendidikan sains di
Amerika Serikat. Bahan-bahan pembelajaran yang dikembangkan dengan dana ini biasanya
ditulis materi pelajarannnya ditulis oleh dan diproduksi tanpa seleksi. Bertahun-tahun
kemudian, pada pertengahan-I960-an, ketika ditemukan bahwa banyak dari bahan-bahan ini
tidak terlalu efektif, Michael Scriven (1967) menunjukkan perlunya untuk mencoba
rancangan materi pembelajaran dengan peserta didik sebelum bahan dimasukkan ke dalam
bentuk akhir. Proses ini akan memungkinkan pendidik untuk memeriksa bahan dan jika perlu,
merevisinya sementara bahan masih dalam stases formatif. Scriven sebut ini uji coba dan
revisi proses evaluasi formatif dan membandingkannya dengan apa yang ia sebut evaluasi
sumatif, pengujian bahan instruksional setelah mereka dalam bentuk terakhir mereka.
Meskipun istilah formatif dan evaluasi sumatif evaluasi yang diciptakan oleh Scriven,
perbedaan antara pendekatan sebelumnya dibuat oleh Lee Cronbach (1963). Selain itu,
selama 1940-an dan 1950-an, sejumlah pendidik, seperti Arthur Lumsdaine, Mark Mei. dan
CR Carpenter, dijelaskan prosedur untuk mengevaluasi bahan pengajaran yang masih dalam
tahap pembentukan (Cambre, 1981). Namun, meskipun tulisan-tulisan seperti pendidik,
sangat sedikit dari produk pembelajaran yang dikembangkan pada 1940-an dan 1950-an
melewati apapun proses evaluasi formatif. Situasi ini agak berubah pada 1950-an dan 1960an melalui banyak bahan pengajaran terprogram yang dikembangkan selama periode yang
diuji ketika mereka sedang dikembangkan. Namun. penulis seperti Susan Markle (1967)
mencela kurangnya ketelitian dalam proses pengujian. Dalam terang masalah ini. Prosedur ini
mirip dengan teknik evaluasi formatif dan sumatif yang umumnya seperti saat kini.
E. PERMULAAN MODEL DESAIN PEMBELAJARAN
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
25. Pada awal dan pertengahan 1960-an, konsep-konsep yang sedang dikembangkan di
berbagai bidang seperti analisis tugas, spesifikasi tujuan, dan kriteria-referensi pengujian
yang dihubungkan bersama untuk membentuk sebuah proses, atau model, untuk secara
sistematis mendesain materi pembelajaran. Di antara individu-individu pertama untuk
menggambarkan model seperti itu Gagne (1962b). Glaser (1962 1965.), Dan Silvem (1964).
Mereka menggunakan istilah-istilah seperti desain pembelajaran, pengembangan sistem,
instruksi yang sistematis, dan sistem pembelajaran untuk menggambarkan model yang
mereka ciptakan. Model desain pembelajaran lainnya yang diciptakan dan digunakan selama
dekade ini termasuk yang dijelaskan oleh Banathy (1968), Barson (1967), dan Hamerus
(1968).
1. Tahun 1970: Kepentingan yang berkembang dalam Desain Instuctional
Selama tahun 1970, jumlah model desain pembelajaran sangat meningkat. Bangunan
pada karya-karya orang terdahulu, banyak orang menciptakan model baru untuk secara
sistematis merancang instruksi (misalnya, Dick & Carey, 1978; Gagne & Briggs, 1974;
Gerlach & Ely, 1971; Kemp, 1971). Memang, oleh er.J dekade, lebih dari empat puluh model
seperti telah diidentifikasi (Andrews & Bagus, 1980).
Selama tahun 1970-an, minat dalam proses desain pembelajaran berkembang dalam
berbagai sektor yang berbeda. Pada tahun 1975, beberapa cabang dari militer AS mengadopsi
model desain pembelajaran (Branson dkk., 1975) yang dimaksudkan untuk memandu
pengembangan bahan pelatihan dalam cabang-cabang. Di akademisi, banyak pusat
peningkatan pengajaran diciptakan selama paruh pertama dekade dengan maksud membantu
penggunaan media fakultas dan prosedur desain pembelajaran untuk meningkatkan kualitas
pengajaran mereka (Gaff. 1975; Gustafson & Bratton, 1984). Selain itu, program
pascasarjana dalam desain pembelajaran banyak diciptakan (Partridge & Tennyson, 1979;
Redfield & Dick, 1984;.. Silber 1982). Dalam bisnis dan industri, banyak organisasi, melihat
nilai dengan menggunakan instruksional sebagai tanda untuk meningkatkan kualitas
pelatihan, mulai mengadopsi pendekatan (lih. Mager, 197: Miles, 1983). Dibanyak negara
internasional seperti Korea Selatan. Liberia. dan Indonesia, melihat manfaat menggunakan
desain pembelajaran untuk memecahkan masalah pembelajaran di negara-negara (Chadwick.
1986; Morgan, 1989). Bangsa ini mendukung program-program desain pembelajaran,
organisasi dibuat untuk mendukung penggunaan desain pembelajaran, dan dukungan yang
diberikan kepada individu menginginkan pelatihan di bidang ini. Banyak dari perkembangan
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
26. ini adalah dicatat dalam Journal of Instructional Pembangunan, sebuah jurnal yang pertama
kali diterbitkan pada tahun 1970-an dan itulah cikal bakal pengembangan bagian Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Pendidikan.
2. Tahun 1980-an: Pertumbuhan dan Pengalihan
Dalam banyak sektor, kepentingan dalam desain pembelajaran yang selama dekade
sebelumnya terus tumbuh selama tahun 1980. Kepentingan dalam proses desain pembelajaran
tetap kuat dalam bisnis dan industri (Bowsher, 1989:. Galagan 1989). Dalam militer
(Chevalier, 1990; Finch, 1987; McCombs, 1986), dan di arena internasional (Ely & Plomp,
1986; Morgan 1989.).
Berbeda dengan pengaruhnya di sektor tersebut, selama tahun 1980, desain
pembelajaran memiliki dampak minimal di daerah lain. Dalam arena sekolah umum, upaya
pengembangan kurikulum beberapa terlibat penggunaan dasar proses desain pembelajaran
(misalnya, Spady, 1988), dan beberapa buku desain pembelajaran bagi para guru yang
diproduksi (misalnya, Dick & Reiser, 1989: Gerlach & Ely, 1980; Sullivan & Higgins, 1983).
Namun, meskipun dari upaya ini, bukti menunjukkan bahwa desain pembelajaran mengalami
dampak kecil pada instruksi di sekolah negeri (Branson & Grow, 1987; Burkman, 1987b;
Rossett & Garbosky, 1987). Dalam nada yang sama, dengan beberapa pengecualian
(misalnya, Diamond, 1989), praktek desain pembelajaran memiliki dampak minimal dalam
pendidikan tinggi. Sedangkan pusat peningkatan pengajaran di pendidikan tinggi berkembang
dalam jumlah melalui pertengahan 1970-an, pada tahun 1983 lebih dari seperempat dari
organisasi tersebut telah dibubarkan, dan ada kecenderungan penurunan umum dalam
anggaran pusat yang tersisa (Gustafson & Bratton, 1984) . Burkman (1987a, 1987b)
memberikan analisis mencerahkan satu alasan mengapa upaya desain pembelajaran di
sekolah dan universitas belum berhasil, dan kondisi ini kontras dengan kondisi yang lebih
menguntungkan yang ada di bisnis dan militer.
Selama tahun 1980, ada tumbuh bagaimana prinsip-prinsip psikologi kognitif dapat
diterapkan dalam proses desain pembelajaran, dan sejumlah publikasi menguraikan aplikasi
potensial dijelaskan (misalnya, Bonner, 1988; Divesta & Rieber, 1987; ―Wawancara dengan
Robert M. Gagnc, ―1982; Low, 1980). Namun, beberapa tokoh di lapangan telah
menunjukkan bahwa efek sebenarnya psikologi kognitif pada praktek desain pembelajaran
selama dekade ini agak kecil (Dick, 1987; Gustafson, 1993).
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
27. Faktor yang tidak memiliki efek besar pada praktek desain pembelajaran pada tahun
1980 adalah meningkatnya minat dalam penggunaan mikrokomputer untuk tujuan
pembelajaran. Dengan munculnya perangkat ini. banyak profesional di bidang desain
pembelajaran mengalihkan perhatian mereka untuk memproduksi instruksi berbasis komputer
(Dick, 1987; Shrock, 1995). Lain membahas kebutuhan untuk mengembangkan model baru
dari desain pembelajaran untuk mengakomodasi kemampuan interaktif teknologi ini (Merrill,
Li, & Jones, 1990a, 1990b). Selain itu, komputer mulai digunakan sebagai alat untuk
mengotomatisasi beberapa tugas desain pembelajaran (Merrill & Li. 1989).
3. Tahun 1990-an: Views Mengubah dan Praktek
Selama tahun 1990-an, berbagai perkembangan memiliki dampak yang signifikan
terhadap prinsip-prinsip desain pembelajaran dan praktek. Sebagaimana ditunjukkan di atas,
salah satu pengaruh utama adalah teknologi kinerja gerakan, yang memperluas lingkup
bidang desain pembelajaran. Sebagai hasil dari gerakan ini, banyak desainer pembelajaran
mulai lebih berhati-hati melakukan analisis tentang penyebab masalah kinerja, dan seringkali
menemukan bahwa pelatihan miskin, atau kurangnya pelatihan, bukan penyebabnya. Dalam
kasus seperti banyak desainer pembelajaran membekali solusi non-instruksional, seperti
perubahan dalam sistem insentif atau dalam lingkungan kerja, untuk memecahkan masalah
tersebut (Dean, 1995).
Faktor lain yang mempengaruhi lapangan selama 1990-an ada masukan yang tumbuh
di konstruktivisme, kumpulan pandangan yang sama terhadap pembelajaran dan instruksi
yang diperoleh meningkatnya popularitas sepanjang dekade. Itu, prinsip-prinsip pembelajaran
yang terkait dengan konstruktivisme meliputi kebutuhan untuk (a) memecahkan masalah
yang kompleks dan realistis, (b) bekerja sama untuk memecahkan masalah tersebut, (c)
memeriksa masalah dari berbagai perspektif, (d) mengambil kepemilikan dari proses
pembelajaran dan (e) menjadi sadar akan peran mereka sendiri dalam proses konstruksi
pengetahuan (Driscoll. 2 (00). Selama dekade terakhir, pandangan konstruktivis pembelajaran
dan pengajaran telah berdampak pada pikiran dan tindakan dari banyak teoretisi dan praktisi
di bidang desain pembelajaran. Sebagai contoh, penekanan pada merancang konstruktivis
―otentik:‖. belajar tugas-tugas yang mencerminkan kompleksitas dari lingkungan dunia nyata
di mana peserta didik akan ia menggunakan keterampilan yang mereka pelajari -memiliki
efek pada bagaimana desain pembelajaran yang sedang dilakukan dan diajarkan (Dick. 1996).
Meskipun beberapa berpendapat
―tradisional‖
mengatakan bahwa
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
praktek desain
28. pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis yang beberapa tahun terakhir telah banyak
menggambarkan bagaimana pertimbangan prinsip-prinsip konstruksi dapat meningkatkan
instruksional desain praktek.
Selama tahun 1990-an, pertumbuhan
yang cepat dalam penggunaan dan
pengembangan sistem pendukung kinerja elektronik juga menyebabkan perubahan sakit
dalam sifat pekerjaan yang dilakukan oleh banyak desainer pembelajaran. Mendukung
kinerja elektronik sistem berbasis komputer dirancang untuk menyediakan para pekerja
dengan bantuan kebutuhan untuk tugas-tugas pekerjaan, pada saat mereka membutuhkan
bantuan itu dan dalam bentuk yang akan paling membantu. Nasihat cerdas sistem pembinaan
dan ahli yang memberikan bimbingan dalam melakukan berbagai kegiatan, dan alat
pendukung disesuaikan kinerja yang mengotomatisasi dan sangat menyederhanakan tugastugas pekerjaan banyak. Dengan menyediakan pekerja dengan kinerja alat dan informasi yang
mereka butuhkan, yang dirancang dengan baik sistem kinerja elektronik pendukung dapat
mengurangi kebutuhan untuk pelatihan. Hal ini tidak mengherankan, bahwa selama dekade
terakhir, sejumlah organisasi pelatihan dan desainer pembelajaran berubah sebagian perhatian
mereka jauh dari program-program pelatihan merancang dan menuju merancang sistem
pendukung kinerja elektronik (Rosenberg. 2001).
Prototyping cepat telah tren memiliki efek pada praktek pembelajaran. Proses cepat
prototyping cepat melibatkan mengembangkan produk prototipe dalam tahap sangat awal dari
sebuah proyek desain pembelajaran dan kemudian akan melalui serangkaian ujicoba yang
cepat dan siklus revisi sampai versi diterima dari produk yang dihasilkan (Gustafson &
Cabang. 1997a). Teknik desain telah dianjurkan sebagai sarana memproduksi bahan-bahan
pengajaran yang berkualitas. Selama tahun 1990-an, meningkat minat dalam prototyping
cepat antara praktisi dalam bidang desain instruksional (misalnya, Gustafson & Cabang,
1997a).
Kecenderungan terbaru lain yang telah mempengaruhi profesi desain pembelajaran
telah menjadi perhatian meningkat pesat dalam menggunakan Internet untuk pembelajaran
jarak jauh. Sejak tahun 1995, telah terjadi peningkatan besar dalam penggunaan Internet
untuk memberikan instruksi pada jarak (Bassi & Van Buren, 1999; Lewis, Salju, Farris,
Levin, & Greene, 1999). Sebagai permintaan untuk program pembelajaran jarak jauh telah
berkembang, sehingga memiliki pengakuan bahwa untuk menjadi efektif, program-program
tersebut tidak dapat hanya menjadi on-line replika dari instruksi disampaikan dalam ruang
kelas, melainkan, program tersebut harus hati-hati dirancang dalam terang fitur pembelajaran
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
29. yang bisa, dan tidak bisa, akan dimasukkan ke dalam Internet berbasis program (Institut
Kebijakan Pendidikan Tinggi, 2000).
Manajemen pengetahuan adalah salah satu tren terbaru telah mempengaruhi bidang
desain pembelajaran. Menurut Rossett (1999), manajemen pengetahuan melibatkan
mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan menyebarkan pengetahuan eksplisit dan tacit
dalam suatu organisasi dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Seringkali,
pengetahuan yang berguna dan keahlian dalam suatu organisasi tinggal dengan individu
tertentu atau kelompok, tetapi tidak banyak dikenal di luar kelompok atau individu. Namun,
saat ini hari teknologi seperti program database, groupware, dan intranet memungkinkan
organisasi untuk ―mengelola‖ (yaitu, mengumpulkan, menyaring, dan menyebarkan)
pengetahuan dan keahlian dalam cara-cara yang sebelumnya tidak mungkin. Rosenberg
(2001) menjelaskan beberapa contoh tentang bagaimana atau-ganizations telah berubah
beberapa perhatian mereka jauh dari program pelatihan merancang dan untuk menciptakan
sistem manajemen pengetahuan. Rossett dan Donello (1999) menyarankan bahwa sebagai
kepentingan dalam manajemen pengetahuan terus, tumbuh, dan pelatihan profesional lainnya
akan bertanggung jawab tidak hanya untuk meningkatkan kinerja manusia, tetapi juga untuk
menemukan dan memperbaiki akses terhadap pengetahuan organisasi yang bermanfaat. Jadi
minat dalam manajemen pengetahuan adalah mungkin untuk mengubah dan mungkin
memperluas jenis tugas desainer pembelajaran diharapkan untuk melakukan.
F. KAWASAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Ada lima domain atau bidang garapan teknologi pembelajaran atau teknologi
instruksional berlandaskan definisi AECT 1994, yaitu desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan dan penilaian. Kelima hal ini merupakan kawasan (domain) dari bidang
teknologi pembelajaran. Di bawah ini akan diuraikan kelima kawasan tersebut, dengan sub
kategori dan konsep yang terkait :
1. Kawasan Desain
Domain atau kawasan pertama teknologi pembelajaran adalah desain atau
perancangan yang mencakup penerapan berbagai teori, prinsip dan prosedur dalam
melakukan perencanaan atau mendesain suatu program atau kegiatan pembelajaran yang
dilakukan secara sistemik dan sistematik.
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
30. Yang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar
dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk (Seels & Richey, 2000: 32). Kawasan
desain bermula dari gerakan psikologi pembelajaran, terutama diilhami pemikiran B.F.
Skinner (1954) tentang teori pembelajaran berprogram (programmed instructions). Pada
tahun 1969 pemikiran Herbert Simon yang membahas tentang preskriptif tentang desain
turut memicu kajian tentang desain. Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan
terprogram, seperti ―Learning Resource and Development Center‖ pada tahun 1960 semakin
memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert
Glaser, Direktur Learning Resource and Development Center tersebut menulis dan
berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti dari teknologi pendidikan.
Aplikasi teori sistem dalam pembelajaran melengkapi dasar psikologi pembelajaran
tersebut. Melalui James Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran secara
bertahap mulai berkembang menjadi suatu metodologi dan mulai memasukkan gagasan dari
psikologi pembelajaran.
Perhatian terhadap desain pesan pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada awal
1970-an. Kolaborasi Robert Gagne dengan Leslie Briggs telah menggabungkan keahlian
psikologi pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem yang membuat konsep desain
pembelajaran menjadi semakin hidup.
Kawasan desain ini meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu: (a)
desain sistem pembelajaran; (b) desain pesan; (c) strategi pembelajaran; dan (d) karakteristik
peserta didik (Seels & Richey, 2000: 33).
a) Desain Sistem Pembelajaran;
Menurut Seels & Richey (2000: 33) desain sistem pembelajaran yaitu prosedur yang
terorganisasi dan sistematis untuk:: (a) penganalisaan (proses perumusan apa yang akan
dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya); (c)
pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan belajar); (d)
pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan (e) penilaian (proses penentuan
ketepatan pembelajaran).
Desain sistem pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif yang
menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling
mengontrol, semua langkah–langkah tersebut harus tuntas.
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
Dalam desain sistem
31. pembelajaran, proses sama pentingnya dengan produk, sebab kepercayaan atas produk
berlandaskan pada proses.
Sedangkan menurut Twelker, Urbach, Buck (1972) dalam Suparman (2004:36)
pengembangan instruksional adalah suatu cara yang sistematis untuk mengidentifikasi,
mengembangkan, dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi pembelajaran untuk mencapai
tujuan tertentu. Wujud pengembangan instruksional adalah produksi dan penggunaan media
instruksional, evaluasi instruksional dan pengelolaan instruksional. Jadi pengembangan
instruksional merupakan salah satu teknologi perangkat lunak (sofware technology) yang
canggih untuk membangun sistem instruksional yang berkualitas tinggi (Suparman, 2004:
31).
b) Desain Pesan
Desain pesan yaitu perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi
komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian,
persepsi,dan daya tangkap (Seels & Richey, 2000: 33-34). Fleming dan Levie (1993)
membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat memodifikasi perilaku
kognitif, afektif dan psikomotor.
Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti: bahan visual, urutan, halaman
dan layar secara terpisah. Desain pesan harus bersifat spesifik, baik tentang media maupun
tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan
berbeda, tergantung pada jenis medianya, apakah bersifat statis, dinamis atau kombinasi
keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas belajarnya
tentang pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan keterampilan, strategi
belajar atau hafalan. Dengan demikian desain pesan ini melibatkan perancangan untuk
menentukan jenis media dan format sajian yang paling menarik untuk menyampaikan pesanpesan pembelajaran kepada peserta didik.
c) Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan
peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu mata pelajaran (Seels & Richey,
2000: 34). Strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen pembelajaran. Dalam
mengaplikasikan suatu strategi pembelajaran tergantung pada situasi belajar, sifat materi dan
jenis belajar yang dikehendaki.
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
32. Strategi instruksional ini merupakan proses memilih dan menyusun kegiatan
pembelajaran dalam sesuatu unit pembelajaran seperti urutan, sifat mateteri, ruang lingkup
materi, metode dan media yang paling sesuai untuk mencapai kompetensi pembelajaran
d) Karakteristik Peserta Didik.
Karakteristik peserta didik yaitu aspek latar belakang pengalaman peserta didik yang
mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik peserta didik mencakup
keadaan sosio-psiko-fisik peserta didik. Secara psikologis, yang perlu mendapat perhatian
dari karakteristik peserta didik yaitu berkaitan dengan kemampuannya (ability), baik yang
bersifat potensial maupun kecakapan nyata dan kepribadiannya, seperti, sikap, emosi,
motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya.
2. Kawasan Pengembangan
Kawasan teknologi pembelajaran berikutnya adalah pengembangan yang berarti
proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan pengembangan
mencakup pengembangan teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berbasis
komputer dan multimedia (Seels & Richey, 2000:38)
Kawasan pengembangan ini berakar pada produksi media. Melalui proses yang
bertahun-tahun perubahan dalam kemampuan media ini berakibat pada perubahan kawasan.
Walaupun perkembangan buku teks dan alat bantu pembelajaran yang lain (teknologi cetak)
mendahului film, namun pemunculan film merupakan tonggak sejarah dari gerakan audiovisual ke era teknologi pembelajaran sekarang ini. Pada 1930-an film mulai digunakan untuk
kegiatan pembelajaran (teknologi audio-visual). Selama Perang Dunia II, banyak jenis bahan
belajar yang diproduksi terutama film untuk pelatihan militer. Setelah perang, televisi
sebagai media baru digunakan untuk kepentingan pendidikan (teknologi audio-visual).
Selama akhir tahun 1950- an dan awal tahun 1960-an bahan pembelajaran berprograma mulai
digunakan untuk pembelajaran. Sekitar tahun 1970-an komputer mulai digunakan untuk
pembelajaran, dan permainan simulasi menjadi mode di sekolah. Selama tahun 1980-an teori
dan praktek di bidang pembelajaran yang berlandaskan komputer berkembang seperti jamur
dan sekitar tahun 1990-an multimedia terpadu yang berlandaskan komputer merupakan dari
kawasan ini.
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
33. Pada dasarnya kawasan pengembangan terjadi karena: a) pesan yang didorong oleh
isi, b) strategi pembelajaran yang didorong oleh teori, c) manifestasi fisik dari teknologi –
perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan pembelajaran.
Kawasan pengembangan ini meliputi: (a) teknologi cetak; (b) teknologi audio-visual;
(c) teknologi berbasis komputer; dan (d) multimedia (Seels & Richey, 2000:39).
a) Teknologi Cetak.
Teknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti :
buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau
photografis (Seels & Richey, 2000:40). Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan
dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa
cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan teknologi
komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk ―cetakan‖ guna
keperluan pembelajaran merupakan contoh penyampaian dalam bentuk teknologi cetak.
Dua komponen teknologi ini adalah bahan teks verbal dan visual. Pengembangan
kedua jenis bahan pembelajaran tersebut sangat tlergantung pada teori persepsi visual, teori
membaca, pengolahan informasi oleh manusia dan teori belajar. Secara khusus, teknologi
cetak/visual mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1) Teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang
2) Keduanya biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif.
3) Keduanya berbentuk visual yang statis
4) Pengembangannya sangat bergantung kepada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi
visual.
5) Keduanya berpusat pada pembelajar
6) Informasi dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.
b) Teknologi Audio-Visual
Teknologi audio-visual; merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan
dengan menggunakan peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan
visual (Seels & Richey, 2000:41). Pembelajaran audio-visual dapat dikenal dengan mudah
karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran. Peralatan audio-visual
memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan
visual yang beukuran besar. Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
34. pemanfaatan bahan belajar yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan
pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus tergantung kepada pemahaman katakata dan simbol-simbol sejenis.
Secara khusus, teknologi audio-visual cenderung mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
1) Bersifat linier
2) Menampilkan visual yang dinamis
3) Secara khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh
desainer/pengembang.
4) Cenderung merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan yang riil dan abstrak.
5) Dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif.
6) Sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan interaktivitas belajar si pembelajar.
c) Teknologi Berbasis Komputer
Teknologi
Berbasis
Komputer;
merupakan
cara-cara
memproduksi
dan
menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor
(Seels & Richey, 2000:42). Pada dasarnya, teknologi berbasis komputer menampilkan
informasi kepada peserta didik melalui tayangan di layar monitor. Berbagai aplikasi
komputer untuk pembelajaran biasanya disebut ―computer-based intruction (CBI)‖,
―computer assisted instruction (CAI”), atau ―computer-managed instruction (CMI)”.
Aplikasi-aplikasi ini hampir seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan
pembelajaran terprogram, akan tetapi sekarang lebih banyak berlandaskan pada teori kognitif.
Aplikasi-aplikasi tersebut dapat bersifat: (1) tutorial, pembelajaran utama diberikan, (2)
latihan dan pengulangan untuk membantu peserta didik mengembangkan kefasihan dalam
bahan belajar yang telah dipelajari sebelumnya, (3) permainan dan simulasi untuk memberi
kesempatan menggunakan pengetahuan yang baru dipelajari; dan (5) dan sumber data yang
memungkinkan peserta didik untuk mengakses sendiri susunan data melalui tata cara
pengakasesan (protocol) data yang ditentukan secara eksternal.
Teknologi komputer, baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak
biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Dapat digunakan secara secara acak, disamping secara linier
2) Dapat digunakan sesuai dengan keinginan peserta didik, disamping menurut cara
seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
35. 3) Gagasan-gagasan biasanya diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata,
simbol maupun grafis.
4) Prinsip-prinsip ilmu kognitif diterapkan selama pengembangan
5) Belajar dapat berpusat pada peserta didik dengan tingkat interaktivitas tinggi.
d) Multimedia
Multimedia atau teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan
menyampaikan bahan dengan memadukan
beberapa jenis media yang dikendalikan
komputer (Seels & Richey, 2000:43). Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi
multimedia ini, khususnya dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi, yakni
adanya interaktivitas pembelajar yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.
Pembelajaran dengan multimedia atau teknologi terpadu ini mempunyai karakteristik
sebagai berikut :
1) Dapat digunakan secara acak, disamping secara. linier
2) Dapat digunakan sesuai dengan keinginan peserta didik, disamping menurut cara seperti
yang dirancang oleh pengembangnya.
3) Gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman peserta
didik, relevan dengan kondisi peserta didik, dan di bawah kendali peserta didik.
4) Prinsip-prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan
pemanfaatan bahan pembelajaran
5) Belajar dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga
pengetahuan terbentuk pada saat digunakan.
6) Bahan belajar menunjukkan interaktivitas peserta didik yang tinggi
7) Sifat bahan yang mengintegrasikan kata-kata dan contoh dari banyak sumber media.
3. Kawasan Pemanfaatan
Domain ketiga dalam teknologi pembelajaran ialah kawasan pemanfaatan.
Pemanfaatan adalah tindakan menggunakan metode dan model instruksional, bahan dan
peralatan media untuk meningkatkan suasana pembelajaran.
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar (Seels &
Richey, 2000:50). Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara
peserta didik dengan bahan belajar atau sistem pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam
pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan peserta didik dengan bahan
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
36. belajar dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan peserta didik agar dapat berinteraksi dengan
bahan belajar dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan,
memberikan penilaian atas hasil yang dicapai peserta didik, serta memasukannya ke dalam
prosedur oragnisasi yang berkelanjutan.
Kawasan pemanfaatan mungkin merupakan kawasan teknologi pembelajaran yang
tertua, mendahului kawasan desain dan produksi media pembelajaran yang sistematis.
Kawasan ini berasal dari gerakan pendidikan visual pada dekade pertama abad ke 20, dengan
didirikannya museum-museum. Pada tahun-tahun awal abad ke-20, guru mulai berupaya
untuk menggunakan film teatrikal dan film singkat mengenai pokok-pokok pembelajaran di
kelas.
Di antara penelitian formal yang paling tua mengenai aplikasi media dalam
pendidikan ialah studi yang dilakukan oleh Lashley dan Watson mengenai penggunaan filmfilm pelatihan militer Perang Dunia I (tentang pencegahan penyakit kelamin). Setelah Perang
Dunia II, gerakan pembelajaran audio-visual mengorganisasikan dan mempromosikan
bahan-bahan belajar audio visual, sehingga menjadikan persediaan bahan pembelajaran
semakin berkembang dan mendorong cara-cara baru membantu guru. Selama tahun 1960-an
banyak sekolah dan perguruan tinggi mulai banyak mendirikan pusat-pusat media
pembelajaran.
Karya Dale pada 1946 yang berjudul Audiovisual Materials in Teaching, yang di
dalamnya mencoba memberikan rasional umum tentang pemilihan bahan belajar dan aktivitas
belajar yang tepat. Heinich, Molenda dan Russel dalam buku Instructional Materials and
New Technologies of Instruction (1986) mengemukakan model ASSURE, sebagai acuan
prosedur untuk merancang pemilihan dan pemanfaatan media pembelajaran. Langkahlangkah ASSURE meliputi: (a) Analyze leraner (menganalisis peserta didik); (b) State
objective (merumuskan tujuan);(c) Select media and materials (memilih media dan bahan);
(d) Utilize media and materials (menggunakan media dan bahan), (e) Require learner
participation (melibatkan peserta didik) ; dan (f) Evaluate and revise (penilaian dan revisi).
a) Pemanfaatan Media.
Pemanfaatan media yaitu penggunaan yang sistematis dari sumber belajar. Proses
pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi
desain pembelajaran. Misalnya bagaimana suatu film diperkenalkan atau ditindaklanjuti dan
dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan media
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
37. juga dikaitkan dengan karakteristik peserta didik. Seseorang yang belajar mungkin
memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari
praktek atau sumber belajar.
b) Difusi Inovasi
Difusi Inovasi adalah proses berkomunikasi malalui strategi yang terencana dengan
tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan.
Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli media
yang membantu guru. Model dan teori pemanfaatan dalam kawasan pemanfaatan cenderung
terpusat pada perpektif pengguna. Akan tetapi, dengan diperkenalkannya konsep difusi
inovasi pada akhir tahun 1960-an yang mengacu pada proses komunikasi dan melibatkan
pengguna dalam mempermudah proses adopsi gagasan, perhatian kemudian berpaling ke
perspektif penyelenggara.
Rogers (1983) melakukan studi tentang difusi inovasi, yang mencakup berbagai
disiplin ilmu. Hasil studinya telah memperkuat pandangan tentang pentahapan, proses, serta
variabel yang dapat mempengaruhi difusi. Dari hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa
pemanfaatan bergantung pada upaya membangkitkan kesadaran, keinginan mencoba dan
mengadopsi inovasi. Dalam hal ini, penting dilakukan proses desiminasi, yaitu yang sengaja
dan sistematis untuk membuat orang lain sadar adanya suatu perkembangan dengan cara
menyebarkan informasi. Desiminasi ini merupakan tujuan awal dari difusi inovasi. Langkahlangkah difusi menurut Rogers (1983) adalah : (1) pengetahuan; (2) persuasi atau bujukan;
(3) keputusan; (4) implementasi; (5) dan konfirmasi.
c) Implementasi dan Institusionalisasi
Implementasi dan Institusionalisasi; yaitu penggunaan bahan dan strategi
pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan
institusionalisasi penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam
suatu struktur atau budaya organisasi. Begitu produk inovasi telah diadopsi, proses
implementasi dan pemanfaatan dimulai. Untuk menilai pemanfaatan harus ada implementasi.
Bidang implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan) yang didasarkan pada penelitian,
belum berkembang sebaik-bidang-bidang yang lain.
Tujuan dari implementasi dan
institusionalisasi adalah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam organisasi.
Sedangkan tujuan dari institusionalisasi adalah untuk mengintegrasikan inovasi dalam
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
38. struktur kehidupan organisasi. Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun
organisasi.
d) Kebijakan dan Regulasi
Kebijakan dan Regulasi; adalah aturan dan tindakan yang mempengaruhi difusi dan
pemanfaatan teknologi pembelajaran. Kebijakan dan peraturan pemerintah mempengaruhi
pemanfaatan teknologi. Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat oleh permasalahan etika
dan ekonomi. Misalnya, hukum hak cipta yang dikenakan pada pengguna teknologi, baik
untuk teknologi cetak, teknologi audio-visual, teknologi berbasis komputer, maupun
terknologi terpadu.
4. Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan meliputi pengendalian teknologi pembelajaran melalui: perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Kawasan pengelolaan bermula dari
administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpustakaan
dengan program media membuahkan pusat dan ahli media sekolah. Program-program media
sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non cetak sehingga timbul peningkatan
penggunaan sumber-sumber teknologikal dalam kurikulum.
Dengan semakin rumitnya praktek pengelolaan dalam bidang teknologi pembelajaran
ini, teori pengelolaan umum mulai diterapkan dan diadaptasi. Teori pengelolaan proyek mulai
digunakan, khususnya dalam proyek desain pembelajaran. Teknik atau cara pengelolaan
proyek-proyek terus dikembangkan, dengan meminjam dari bidang lain. Tiap perkembangan
baru memerlukan cara pengelolaan baru pula.
Keberhasilan sistem pembelajaran jarak jauh bergantung pada pengelolaannya, karena
lokasi yang menyebar. Dengan lahirnya teknologi baru, dimungkinkan tersedianya cara baru
untuk mendapatkan informasi. Akibatnya pengetahuan tentang pengelolaan informasi
menjadi sangat potensial. Dasar teoritis pengelolaan informasi bersal dari disiplin ilmu
informasi. Pengelolaan informasi membuka banyak kemungkinan untuk desain pembelajaran,
khususnya dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dan pembelajaran yang
dirancang sendiri.
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
39. a) Pengelolaan Proyek
Pengelolaan Proyek; meliputi : perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek
desain dan pengembangan. Pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisional (line
and staff management) karena : (a) staf proyek mungkin baru, yaitu anggota tim untuk jangka
pendek; (b) pengelola proyek biasanya tidak memiliki wewenang jangka panjang atas orang
karena sifat tugas mereka yang sementara, dan (c) pengelola proyek memiliki kendali dan
fleksibilitas yang lebis luas dari yang biasa terdapat pada organisasi garis dan staf.
Para pengelola proyek bertanggung jawab atas perencanaan, penjadwalan, dan
pengendalian fungsi desain pembelajaran atau jenis-jenis proyek yang lain. Peran pengelola
proyek biasanya berhubungan dengan cara mengatasi ancaman proyek dan memberi saran
perubahan internal.
b) Pengelolaan Sumber
Pengelolaan Sumber; mencakup perencanaan, pemantauan dan pengendalian sistem
pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber memliki arti penting karena mengatur
pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup, personil keuangan, bahan baku,
waktu, fasilitas dan sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran mencakup semua teknologi
yang telah dijelaskan pada kawasan pengembangan. Efektivitas biaya dan justifikasi belajar
yang efektif merupakan dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.
c) Pengelolaan sistem penyampaian.
Pengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan pengendalian
―cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan‖ Hal tersebut merupakan
suatu gabungan antara medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan
informasi pembelajaran kepada pembelajar.
Pengelolaan sistem penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk
seperti persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan teknis terhadap pengguna maupun
operator. Pengelolaan ini juga memperhatikan permasalaan proses seperti pedoman bagi
desainer dan instruktur dan pelatih. Keputusan pengelolaan penyampaian sering bergantung
pada sistem pengelolaan sumber.
d) Pengelolaan informasi
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
40. Pengelolaan informasi meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara
penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya
sumber untuk kegiatan belajar. Pentingnya pengelolaan informasi terletak pada potensinya
untuk mengadakan revolusi kurikulum dan aplikasi desain pembelajaran.
5. Kawasan Penilaian
Penilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan relajar
yang mencakup: (a) analisis masalah; (b) pengukuran acuan patokan; (c) penilaian formatif;
dan (d) penilaian sumatif.
Dalam kawasan penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, proyek, dan
produk. Penilaian program merupakan evaluasi yang menaksir kegiatan pendidikan yang
memberikan pelayanan secara berkesinambungan dan sering terlibat dalam penyusunan
kurikulum. Sebagai contoh misalnya penilaian untuk program membaca dalam suatu wilayah
persekolahan, program pendidikan khusus dari pemerintah daerah, atau suatu program
pendidikan berkelanjutan dari suatu universitas.
Penilaian proyek – evaluasi untuk menaksir kegiatan yang dibiayai secara khusus
guna melakukan suatu tugas tertentu dalam suatu kurun waktu. Contoh, suatu lokakarya 3
hari mengenai tujuan perilaku. Kunci perbedaan antara program dan proyek ialah bahwa
program diharapkan berlangsung dalam yang tidak terbatas, sedangkan proyek biasanya
diharapkan berjangka pendek. Proyek yang dilembagakan dalam kenyataannya menjadi
program.
Penilaian bahan (produk pembelajaran) merupakan evaluasi yang menaksir kebaikan
atau manfaat isi yang menyangkut benda-benda fisik, termasuk buku, pedoman kurikulum,
film, pita rekaman, dan produk pembelajaran lainnya.
a) Analisis Masalah
Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan
menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah lama para
evaluator yang piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama mulai saat program
tersebut dirumuskan dan direncanakan. Bagaimanapun baiknya anjuran orang, program yang
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
41. diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan dinilai gagal memenuhi
kebutuhan.
Jadi, kegiatan penilaian ini meliputi identifikasi kebutuhan, penentuan sejauh mana
masalahnya dapat diklasifikasikan sebagai pembelajaran, identifikasi hambatan, sumber dan
karakteristik pembelajar, serta penentuan tujuan dan prioritas (Seels and Glasgow, 1990).
Kebutuhan telah dirumuskan sebagai ―jurang antara ―apa yang ada‖dan ―apa yang seharusnya
ada‖ dalam pengertian hasil
(Kaufman,1972). Analisis kebutuhan diadakan untuk
kepentingan perencanaan program yang lebih memadai.
b) Pengukuran Acuan Patokan
Pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan
pembelajaran menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian acuan patokan
memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau
keterampilan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Keberhasilan dalam tes acuan
patokan berarti dapat melaksanakan ketentuan tertentu, biasanya ditentukan dan mereka yang
dapat mencapai atau melampaui skor minimal tersebut dinyatakan lulus.Pengukuran acuan
patokan memberitahukan pada para siswa seberapa jauh mereka dapat mencapai standar yang
ditentukan.
c) Penilaian Formatif dan Sumatif
Penilaian Formatif dan Sumatif; berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang
kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Dengan
penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk
pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. Penilaian formatif dilaksanakan pada waktu
pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang dsb). Penilaian ini
dilaksanakan untuk keperluan staf dalam lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern;
akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar atau (lebih baik
lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan sumatif telah dirangkum dengan baik dalam
sebuah kiasan dari Bob Stake ― Apabila juru masak mencicipi sup, hal tersebut formatif,
apabila para tamu mencicipi sup tersebut, hal tersebut sumatif. Penilaian sumatif
dilaksanakan setelah selesai dan bagi kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan,
sebagai contoh : lembaga penyandang dana, atau calon pengguna, walaupun hal tersebut
dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com
42. kredibiltas, lebih baik evaluator luar dilibatkan daripada sekedar merupakan penilaian
formatif. Hendaknya jangan dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar
menilai hasil, biukannya prose — hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif.
Metoda yang digunakan dalam penilaian formatif berbeda dengan penilaian sumatif.
Penilaian formatif mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial, uji coba dalam kelompok
kecil atau kelompok besar. Metoda pengumpulan data sering bersifat informal, seperti
observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan prosedur
dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian sumatif sering menggunakan
studi kelompok komparatif dalam desain kuasi eksperimental.
Created By : ROMI DWI SYAHRI (Jurusan KTP UNP )
http://romidwisyahri95.blogspot.com