2. Sekiranya hadis nabi saw hanya berkedudukan sebagai sejarah tentang keberadaan dan
kehidupan nabi Muhammad saw semata, niscaya perhatian ulama terhadap sanap dan matan
hadis akan berbeda dengan sekarang. Ahlu ra’yi dalam islam telah berijma’dan menetapkan
bahwa hadis (sunnah) dasar bagi hakam-hukum Islam dan umat Islam ditugaskan mengikuti
hadis (sunnah) sebagaimana al-Qur'an adalah petunjak utama di dalam Islam.
Orisinalitas hadis membawa pengertian dan ketegasan dari al-Qur'an bahwa keduanya
saling bersandingan yang sebagaimana diutarakan di dalam ayat suci al-Qur'an surah al
Hasyr:
ما م اك أت سول ر ال خذوه ف وما م هاك ن نه ع تهوا ان ف
Artinya: "Apa yang didatangkan dari Rasul kepadan maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
Di samping itu Allah Swt mengancam bagi orang-orang yang menyimpang dan tidak
mengikuti sunnah Rasul akan ditimpakan azab sebagaimana firman Allah Swt di dalam surah
al-Hasyr:
يحذر ل ف ن ذي ال فون خال ي عن أمره أن بهم ي ص ت نة ت ف أو به ي ص مي عذاب يم أل
Artinya: "Maka hendaklah orang-orang yang menyalah: perintah Rasul takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa azabng pedih." (QS. Al-Hasyr (24]:63)
Di dalam sejarah, hanya ada sekelompok kecil dari kalangan umat muslim menulak hadis
Nabi sebagai salah satu sumber dari ajaran Islam. Mereka dikenal dengan sebutan inkār
sunnah. Golongan ingkar sunnak telah mewarnai sejarah Islam sejak masa Imam al-Syafi'i
(w. 204 H). Golongan ingkar summah ada dua macam, yakni golongan yang menolak hadis
akad dan golongan yang menolak hadis yang tidak memiliki dasar di dalam al-Qur'an.
Kewajiban mengikuti SunnahNya tidak hanya bagi komunitas masyarakat Arab, atau
golongan sahabat, atau tabi'in saja, melainkan untuk seluruh umat muslim di dunia. Oleh
karena itu, walaupun Suntiah Nabi diucapkan di tengah-tengah masyarakat Arab, namun
bukan berarti perintah terselmut bagi warga dan masyarakat Arab semata, melainkan Allah
mengurus Nabi Muhammad Saw untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.
Sebagaimana Allah Swt berfirman:
وما ناك ل س أر الإ رحمة ين م عال ل ل
Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kumu, melainkan untuk (menjadi) rahmut bagi semesta
alam. (QS. Al-Anbiya' [21]: 107)
Sekitar pertengahan abad kedua hijriah, telah muncul berbagai kitab himpunan hadis,
beberapa kitab hadis yang awal muncul di abad pertengahan kedua hijriyalt adalah
karyaMuhammad bin Muslim Syihab al-Zuhri (w. 124 H). selanjutnya karya Abdul Malik bin
Abdul Aziz bin Juraij al-Bishri (w. 150 H), kemudian muncul kitab hadis karya Malik bin
Anas (w. 179 H). Terpeliharanya orisinalitas hadis pasca tadwin hadis ditandai oleh berbagai
bukti otentik, di antaranya keberadaan pusat-pusat pengalian ilmu hadis- dan hadis Nabi Saw
pada beberapa daerah yang dikenal dengan sebutan darul hadis saat itu, berikut
penjelasannya:
1. Mesir
3. Selama tiga abad (abad VII-X H), Mesir dikenal dengan sebutan Darul Hadis wal Figh wal
Lughah sebagai negara pusat perkembangan hadis, fiqh dan bahasa yang didukung oleh
penguasa bernama Raja al-Dhahir al-Barquqi dan al-Muayyad. Sedangkan ulama Mesir yang
ahli di bidang hadis adalah Imam al-Bulqini dan Syamsuddin al-Darimi.
2. India
Ulama India memberikan perhatian besar terhadap hadis dengan mendalami dan meneliti
ilmu-ilmu hadis pada pertengahan abad X H. Dalam kegiatan pemeliharaan orisinalitas hadis
pasca tadwinul hadis, banyak bermunculan karya tulis yang berupa syarah dan kritikan
terhadap hadis dan sanad yang terdapat di dalam kutub sittah, bahkan ulama India mampu
menghimpun hadis-hadis hukum beserta kritikan pada sanadnya dengan menjelaskan catat
yang tersembunyi pada beberapa hadis.
3. Saudi Arabia
Adanya dukungan dari pemerintah dan Raja Abdul Aziz al-Su'udi di negara Arab Saudi
terwujud dn berdirilah Fakultas Syari'ah di Mekkah dan Madinah serta Fakultas Sastra di
Riyadh. Banyak kitab-kitab hadis yang lahir dan bermunculan sebagai penyambung dari mata
rantai ulama-ulama terdahulu dan memberikan indikasi bahwa terpeliharanya orisinalitas
hadis pasca tadwinul hadis di zaman ulama mutaqaddimin. Adapun beberapa kitab hadis
yang lahir di Saudi Arabia adalah:
1,Jami' al-Ushul li ahädis al-Rasul, karya ibn Atsir al-Jazari
2. Zadul Ma'ad karya ibn al-Qayyim
3. Zadul Muslim fima Ittaga 'alaihi al-Bukhari wa Muslim, karya Habibullah al Syaniqiy.
Dari berbagai sejarali refleksi keabsahan dan keotentikan hadis Nabi Saw pasca tadwinul
hadis, patut ananda ketahui bahwa tidak ada pemutus mata rantai keilmuan hadis yang telah
dimulai sejak zaman Nabi Saw, para sahabat, tabi'in, tabi-tabi'in, memasuki era
Sebagai sumber hukum Islam, hadis telah melewati proses sejarah yang sangat panjang.
Menurut Syekh ‘Abdul Ghoffar ar-Rahmani dalam Pengantar Tadwin (Pengumpulan) Hadits,
proses panjang penjagaan dan pemeliharaan hadis berlangsung melalui tiga cara. Yaitu, umat
yang mengamalkan hadis tersebut, hafalan (hifzun) dan tulisan (kitabah), serta periwayatan
dan pengajaran.
Dengan metode-metode tersebut, pengumpulan, pengklasifikasian, tabwib (penyusunan
formasi), dan penulisan hadis dibagi menjadi empat periode, yakni:
Periode Pertama
Periode pertama berlangsung selama rentang hidup Nabi Muhammad SAW hingga sepanjang
abad pertama Hijriah. Pada masa ini, Rasulullah hidup, bergaul dan berbicara dengan
masyarakat dan para sahabat, baik di masjid, rumah, pasar, maupun saat berjumpa dengan
musafir. Apa yang disampaikan oleh Nabi SAW senantiasaa diperhatikan secara saksama
oleh para sahabat yang menjadi periwayat hadis kendati masih berupa hafalan. Beberapa
penghafal hadis terkenal pada periode ini adalah Abu Hurairah, Abdullah bin ‘Abbas, Aisyah
ash-Shiddiqah, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, Anas bin Malik, dan lain-lain.
Periode Kedua
4. Periode ini dimulai sekitar pertengahan abad kedua Hijriah. Selama periode ini, sejumlah
besar tabi’in menghimpun karya mereka dalam bentuk buku. Beberapa penghimpun hadis
pada periode ini adalah Muhammad bin Syihab az-Zuhri (ia dianggap sebagai ulama hadis
terbesar di zamannya), Abdul Malik bin Juraij, Mu’ammar bin Rasyid, Imam Sufyan ats-
Tsauri, Imam Hammad bin Salamah, Abdullah bin al- Mubarak, dan Malik bin Anas (w. 179
H). Di antara karya tulis pada periode ini adalah Al- Muwaththa’ karya Imam Malik.
Periode Ketiga
Dimulai pada abad ke-2 H hingga akhir abad ke-4 H, ketika hadis-hadis Nabi, atsar sahabat,
dan aqwal (ucapan) tabi’in dikategorisasikan, dipisahkan, dan dibedakan. Selain itu, riwayat-
riwayat yang maqbulah (diterima) dihimpun secara terpisah dan buku-buku dari periode
kedua diperiksa kembali untuk diautentifikasi.
Pada periode ini pula, hadis-hadis dipelihara dan dijaga. Hal itu diwujudkan para ulama
dengan memformulasikan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadis (lebih dari 100 ilmu)
hingga menghasilkan ribuan buku mengenai hadis. Salah satu penyusun hadis yang berasal
dari periode ini adalah Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H). Ia menyusun kitab Musnad
Ahmad yang berisi 30 ribu hadis dalam 24 juz.
Periode Keempat
Periode ini dimulai pada abad kelima hingga hari ini. Karya-karya yang dihasilkan dalam
periode ini, antara lain penjelasan (syarh), catatan kaki (hasyiah), dan penerjemahan buku-
buku hadis ke dalam berbagai bahasa. Pada periode ini pula, para ulama menyusun kitab
hadis dengan mencuplik dari kitab-kitab yang pernah ditulis dan disusun pada abad ketiga.
Ulama hadis selanjutnya lalu menyusun syarh atau penjelasan dari buku-buku penjelasan
hadis di atas. Misalnya, Muhammad Ismail ash- Shon’ani (wafat 1182 H) menulis kitab
Subulus Salam Syarh Bulughul Maram yang berisi penjelasan kitab karya Ibnu Hajar al-
Asqolani itu, atau Nailul Awthar karya Qadhi asy-Syaukani yang memuat penjelasan dari
kitab Muntaqa al-Akhbar.
Pada masa setelah Thabi’ Thabi’in adalah masa dimana penghimpunan dan penertiban hadis
dilakukan secara sistematik. Dimana penulisannya bereferensi pada buku-buku sebelumnya
akan tetapi lebih sistematik, baik dari segi matan dan sanadnya untuk memudahkan bagi umat
islam dalam mempelajarinya.
Dalam kegiatan pengkodifikasian hadis pada masa ini adalah dalam bentuk Mu’jam
(ensiklopedi), shahih (himpunan shahih saja), mustadrak ( susulan shahih). Sunan, Al-jam’u
(gabungan dua atau beberapa kitab hadits), ikhtishar (resume), istikhraj, dan syarah (ulasan).
Aktifitas penghimpunan dan pengkodifikasian hadis tersebar di berbagai negeri Islam pada
abad ke 2 H di antranya ialah Abdullah bin Abdul Azis bin Jurajj (w. 150 H) di Mekkah, Ibnu
Ishak (w. 151 H) di Mekkah, Abdurrahman Abu Amr Al-Auzai (w. 156 H) di Syiria, Sufyan
Ats-Tsauri (w. 161 H) di Kufah, Imam Malik bin Anas (w. 179 H) di Madinah, Ar-Rabi’i bin
Shabih (w. 160 H) di Bashrah dan lain-lain
SEKIAN TERIMA KASIH