1. PUTUS SEKOLAH PASCA KENAIKAN BBM
Oleh: Prof. Suyanto, Ph.D
Kenaikan BBM sudah menjadi kenyataan. Banyak ilmuwan, politisi,
dan akademisi memberikan kajiannya mengenai dampak kenaikan BBM
terhadap kehidupan ekonomi, politik, dan sosial di masyarakat kita. Tiba
saatnya saya mengajak para pembaca untuk merenung dan mewaspadai
terjadinya putus sekolah di daerah dan kawasan masing-masing. Putus
sekolah merupakan musuh utama bagi suatu negara jika negara itu ingin
maju, dan berkembang menjadi negara kuat berbasis teknologi. Bagaimana
tidak, kalau saja penduduk suatu negara banyak yang putus sekolah jelaslah
Human Development Index (HID) negara itu akan rendah pula. Jika HDI suatu
negara rendah, maka tak akan segera bisa maju negara itu. Para investor
asing enggan untuk menanamkan modalnya di negara yang HDI-nya rendah.
Oleh sebab itu penting sekali kiranya para pemimpin pemerintah pusat dan
daerah di negeri ini mulai mewaspadai bertambahnya putus sekolah di
daerahnya masing-masing. Kalau saja dengan kenaikan BBM ini putus
1
2. sekolah terjadi dan merajalela di mana-mana pada semua jenjang
pendidikan, tentu hal ini akan menjadi ancaman serius bagi pencapaian target
Millennium Development Goals (MDGs) di republik ini.
Dari mana sumber putus sekolah? Kontributor putus sekolah yang
utama adalah aspek ekonomi, kalau kita mau mengatakan dengan cara yang
halus. Kalau mau mengatakan dengan terus terang, faktor utama
penyumbang putus sekolah adalah penduduk miskin. Angka rata-rata
penduduk miskin saat ini ialah 12, 49%. Angka absolutnya tinggal kalikan 240
juta penduduk Indonesia, sehingga kurang lebih penduduk miskin kita saat ini
mencapai 29, 97 juta. Ketika BBM naik, yang jelas jelas miskin itu mungkin
mudah di buatkan program subsidi bagi mereka. Tetapi yang sangat sulit
ialah bagi penduduk yang hampir miskin. Jumlah penduduk ini kadang sulit di
data, karena mereka tidak memenuhi kriteria miskin. Meskipun demikian,
begitu ada kanaikan harga bahan makan dan bahan keperluan pokok akibat
kenaikan BBM, mereka semua menjadi kelompok miskin ang baru. Kalau hal
ini terjadi berarti mereka berpotensi untuk menyumbang kenaikan angka
putus sekolah. Saat ini angka putus sekolah kita memang tidak begitu tinggi.
2
3. Untuk jenjang pendidikan dasar (SD), angka putus sekolah hanya 0,67%
(182.773 anak), dengan angka tertinggi Jawa Barat 0,65% (32.423 anak) dan
angka terendah putus sekolahnya adalah DIY, 0% alias tidak ada anak putus
sekolah SD di DIY. Bagaiman halnya dengan angka putus sekolah di
Pendidikan Dasar (SMP)? Persentase nasional anak putus sekolah di SMP
adalah 2,21% (209.976 anak) dengan persentase tertinggi angka putus
diduduki Propinsi Jawa Barat 2,58% (47.198 anak). Persentase angka putus
sekolah SMP terendah dimiliki Propinsi Kepulauan Riau 0,32% (171 anak),
dan dua Propinsi terendah yang dekat dengan Propinsi Kepulauan Riau
secara ber turut-turut adalah Propinsi DIY (0,34% atau 379 anak) dan Bali
(0,62% atau 831 anak). Akhirnya, untuk siswa SMA/SMK, persentase siswa
putus sekolah mencapai 3,41% (223,676) dengan persentase tertinggi di
Propinsi Jawa Timur, 3,44% (35.546 anak), dengan persentase terendah
berada di Propinsi Kepulauan Riau, 0,69% (287 anak). Dua Propinsi terendah
di atasnya adalah Propinsi Banten, 1,31% (4.569 anak) dan DIY 1,62% (1.954
anak).
Pada propinsi yang memiliki angka putus sekolah tertinggi tersebut di
3
4. atas harus waspada, jangan sampai persentasenya naik akibat bertambahnya
populasi orang miskin baru akibat dinaikannya harga BBM baru baru ini. Oleh
sebab itu Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota perlu memiliki
program jaring pengaman agar kenaikan BBM tidak memicu dan menambah
kemiskinan baru di daerahnya yang pada gilirannya akan meningkatkan
persentase dan jumlah absolut putus sekolah. Program jaring pengaman itu
bisa dilakukan dengan memberikan jumlah tambahan bantuan siswa miskin
berupa pemberian subsidi uang maupun pemberian sarana penunjang
sekolah seperti baju seragam, sepatu, pensil, buku tulis, alat transportasi bagi
siswi miskin yang tinggalnya jauh dari sekolah dengan cara mebelikan
mereka alat transportasi seperti sepeda, perahu, dan sejenisnya. Semoga
semua waspada baik Pemerintah pusat, maupun daerah dalam
mengendalikan angka putus sekolah sebagai dampak kenaikan BBM saat ini.
Prof. Suyanto, Ph.D., Guru Besar FE Universitas Negeri Ygyakarta,
Alumnus Boston University dan Michigan State University.
4