04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi bambang kab. bengkayang kalbar
1. Jurnal Spektrum : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: VOL 1, NO 1 (2018): SPEKTRUM, 28 MARET 2018
Link: http://journal.moestopo.ac.id/index.php/spektrum/article/view/675/0
Implementasi Pembangunan Sosial Masyarakat Perbatasan Di Kecamatan
Jogoi Bambang Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat
(Implementation of Social Development of Border Society
in Sub District Sambas Province West Kalimantan)
Oleh:
Dr. Taufiqurokhman1
dan Deni Nurdyana Hamidin2
1
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Prof.Dr. Moestopo (Beragama), Jalan
Hang Lekir I No 8 Jakarta Pusat 10270, DKI Jakarta, Indonesia dan
2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sanggabuana Bandung, Jalan PHH
Mustofa (Suci) No.68 – Bandung Jawa Barat, Indonesia
Email: taufiqurokhman@dsn.moestopo.ac.id1
dan denurha@gmail.com2
ABSTRAK
Penelitian tentang implementasi pembangunan sosial masyarakat perbatasan di
Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang
Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian didasarkan pada fenomena kurangnya
keberhasilan pembangunan dalam memenuhi hak-hak dasar masyarakat di daerah
perbatasan antar negara Indonesia – Malaysia. Menggunakan metodologi
penelitian kualitatif serta menggunakan pengolahan analisis deskriptif, maksudnya
adalah diharapkan dapat menjawab beberapa pertanyaan hasil penelitian, yaitu
dengan menggunakan pertanyaan bagaimana pelaksanaan dan pemberdayaan
masyarakat untuk daerah perbatasan. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan data sekunder melalui dokumentasi dari berbagai informasi yang ada
salag satunya media pemberitaan dan dengan turun dilapangan dengan melihat
kondisi Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang
Provinsi Kalimantan Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat untuk daerah perbatasan sangat ditentukan oleh tiga
aktivitas utama yakni organisasi, interpretasi dan aplikasi. Organisasi berkenaan
dengan penataan, memahami tujuan dan fungsi organisasi, kemampuan
melakukan komunikasi dan berkerjasama yang dilandasi pembagian kerja
berdasarkan wewenang, ketersedian sumber daya pelaku dan transparansi
informasi, serta sumber daya yang tersedia untuk mendukung suatu kebijakan.
Interpretasi koheren dengan kejelasan, ketelitian serta konsistensi dalam
menafsiran suatu kebijakan dan regulasi yang dibuat oleh pemerintah,
pengetahuan dan kemampuan untuk menginterpretasikan serta memahami suatu
kebijakan, kerjasama masyarakat dengan instansi pemerintah dan lembaga lain,
prosedur yang ditempuh serta kapasitas menampung kebutuhan masyarakat.
Aplikasi terkait dengan pelaksanaan tugas yang baik, ketersediaan sumber daya
pendukung, frekuensi dan intensitas melakukan pertemuan serta pendampingan
masyarakat, faktor lingkungan yang terbatas, penerapan regulasi, ketepatan waktu
dalam bekerja, pengendalian atas penyimpangan kegiatan yang terjadi, dukungan
dana serta aspek pertanggungjawaban. Organisasi Percepatan Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) yang merupakan sebuah kebijakan
Pemerintah Pusat dan daerah membuat kebijakan dalam menndukung daerah
2. 2
perbatasan. Pelaksanaanya dilapangan dapat menimbulkan multi interpretasi yang
berbeda oleh implementor dan target group dalam berbagai tingkatan. Kondisi
lingkungan disekitarnya juga dapat mempengaruhi keberhasilan dalam
pelaksanaan pembangunan di daerah tersebut. Tampak sekali kebijakan yang
dikeluarkan masih terkesan bernuansa sentralistik dan masih kental dengan
paradigma pembangunan yang bersifat top-down. Sehingga dalam melaksanakan
pembangunannya dapat menimbulkan multitafsir di lapanganya. kejadianya, pada
tataran aplikasi kurang sesuai dengan kebutuhan publik yang mendasar, kondisi
ini selaras dengan teori pusat-pinggiran yang semakin memperkuat posisi daerah
pinggiran semakin ketergantungan kepada pusat (core periphery).
Kata kunci: Implemetasi, Pembangunan sosial masyaraka di perbatasan.
3. 3
Abstract
Research on the implementation of social development of border communities in
Jagoi Babang Sub-district of Bengkayang Regency
West Kalimantan Province. The research is based on the phenomenon of the lack
of successful development in fulfilling the basic rights of the people in the border
areas between Indonesia and Malaysia. Using qualitative research methodology
and using descriptive analytical processing, the intention is expected to answer
some research questions, that is by using the question how the implementation
and empowerment of society to border area. The data collection is done by
literature study and secondary data through documentation from various
information that exist only news media and by going down in the field by looking
at the condition of Jagoi Babang Sub-district of Bengkayang Regency
West Kalimantan Province.
The results showed that the effectiveness of development and community
empowerment for the border area is determined by three main activities namely
organization, interpretation and application. The organization deals with
structuring, understanding organizational goals and functions, communication
skills and cooperation based on the division of labor based on authority, the
availability of resources of actors and the transparency of information, as well as
the resources available to support a policy. Coherent interpretation with clarity,
precision and consistency in the interpretation of policies and regulations made
by the government, knowledge and ability to interpret and understand a policy,
community cooperation with government agencies and other institutions,
procedures taken and capacity to accommodate the needs of the community.
Applications related to the implementation of good tasks, availability of support
resources, frequency and intensity of meetings and community assistance, limited
environmental factors, implementation of regulations, timeliness in work, control
over deviations of activities, funding support and aspects of accountability. The
Organization for Accelerating the Development of Disadvantaged and Special
Areas (P2DTK), which is a policy of the Central and Regional Governments, has
made a policy in supporting border areas. Implementation of the field can lead to
different interpretations by different implementors and target groups at various
levels. Environmental conditions around it can also affect success in the
implementation of development in the area. It seems that the policy is still
impressed nuanced centralistic and still thick with top-down development
paradigm. So that in carrying out its development can lead to multiple
interpretations in the field. in fact, at the level of application is less in line with
the basic public needs, this condition is in line with the center-periphery theory
that increasingly strengthens the periphery of the periphery.
Key Word: Implementation, Social development of society, on the border.
4. 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kondisi masyarakat sosial di daerah perbatasan yang saat ini terjadi
semakin tidakberdaya (powerless), melihat kondisi kehidupan sosial dan
ekonominya masih terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini jika
dibandingkan dengan pembangunan dan pemberdayaan di wilayah perkotaan
dan kawasan lain yang masih dianggap menjadi prioritas pembanguna.
Kondisi paradigma seperti ini sudah berlangsung sekian lama.
Melihat ketidakberdayaan (powerless) masyarakat di daerah perbatasan
pada aspek kehidupan sosial dan ekonomi, maka Pemerintah Pusat melalui
Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal telah mengeluarkan
suatu kebijakan yang dinamakan Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Khusus (P2DTK). Kebijakan P2DTK adalah sesungguhnya
satu kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang
berupaya untuk mempercepat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi daerah-
daerah tertinggal dan khusus. Kebijakan P2DTK dilakukan untuk
mamadukan pendekatan bottom up planning dengan perencanaan Kabupaten
melalui pemberian dana block grant di Kecamatan dan Kabupaten.
Ketimpangan hasil pembangunan di daerah perbatasan dengan daerah
lainnya, selama ini telah menimbulkan kecemburuan sosial1
yang dapat
memicu benih disintegrasi, degradasi sentimen etnis, dan apatisme, tindak
kriminal, (penyelundupan2
, illegal loging3
) dan sebagainya. Kondisi
1
Informasi dari studi dekumentasi salah satu pemuda di Kecamatan Jagoi Babang menjelasansaja masyarakat
yang berada dikawasan perbatasan lebih memilih bergabung dengan Malaysia dibanding ke RI, karena
sudah 60 tahun Indonesia Merdeka, namun masyarakat belum merasakan sedikitpun makna kemerdekaan yang
sesungguhnya. Kesenjangan yang terjadi antara kedua negara telah sedikit merubah pola pikir masyarakat
perbatasan tentang makna nasionalisme. Masyarakat perbatasan tidak bisa disalahkan, karena selama ini telah
lama mengantungkan hidupnya pada transaksi yang terjadi di kawasan perbatasan. Pontianak Post,
Minggu, 20 Maret 2005, Hal. 1
2
Masuknya daging sapi ilegal di Kalbar melalui Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang dari
Serikin Kucing Malaysia Timur ternyata sulit diantisipasi. Pasalnya, tidak ada kriteria khusus yang
menandakan dan membuktikan dan harganya lebih murah dari daging lokal. Hal tersebut diungkapkan oleh
Kapolres Bengkayang, Pontianak Post Jumat 18 Juli 2003, hal. 1.
3
Selundupan kayu olahan lewat Bengkayang yang dilakukan pada tengah malam kerap terjadi melewati Jagoi
Babang menuju Serikin, Pontianak Post 11 Juli 2003, hal 1. Lebih lanjut Kapolres menyatakan bahwa di
kawasan perbatasan sangat kompleks antara lain penyelundupan kayu, sembako, TKI illegal, perdagangan
5. 5
ketidakberdayaan sebagian masyarakat di Kecamatan Jagoi Babang
Kabupaten Bengkayang dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupanya,
seperti masih rendahnya tingkat indek pembangunan manusia yang disebabkan
masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, rendahnya derajat kesehatan
masyarakat, masih banyaknya jumlah rumah tangga miskin,
Peningkatan taraf hidup masyarakat untuk daerah perbatasan
sesungguhnya adalah cita-cita atau nilai-nilai dari suatu keberhasilan
pembangunan sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 27 Ayat 2, yang berbunyi : “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, yang merupakan
hak civil sebagai warga negara belum mereka peroleh secara wajar. Peneliti
melihat di hasil studi dekomentasi di tingkat Pemerintah di Kecamatan Jagoi
Babang Kabupaten Bengkayang sebagai salah satu stakeholder pelaksana
P2DTK masih belum memiliki komitmen yang tinggi dalam proses
pemberdayaan.
Berdasarkan pengamatan peniliti berpendapat bahwa Kebijakan
P2DTK dalam pemberdayaan masyarakat di perbatasan belum dilaksanakan
secara optimal di Kecamatan Jogoi Bambang Kabupaten Bengayang
Propinsi Kalimantan Barat.
Untuk melihatnya dapat digunakan pendekatan sederhana dengan
melihat: pertama, adanya kesenjangan sosial antara penduduk asli
perbatasan dengan masyarakat pendatang yang berusaha membuka berbagai
usaha dan kegiatan ekonomi di sekitar daerah perbatasan. Kedua, rendahnya
kualitas sumber daya manusia, baik pendatang maupun masyarakat asli; ketiga,
rendahnya ketersediaan infrastruktur dasar yang menunjang kegiatan ekonomi
pelintas batas dan masyarakat sekitar perbatasan; keempat, belum
dimanfaatkannya potensi sumber daya alam yang terdapat di Kecamatan
Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang secara optimal dalam pemberdayaan
masyarakat sekitar perbatasan; lima, adanya kerusakan lingkungan hidup
bayi/wanita, dan hal tersebut dirasakan semakin meningkat dan sudah berlangsung cukup lama. Pontianak
Post 17 Juli 2003, hal. 1.
6. 6
yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan aparat pemerintah yang
berwenang di sepanjang garis perbatasan antar negara.
Pelaksanaan program P2DTK di daerah perbatasan didesain untuk
mendorong dengan timbulnya inisiatif, kreativitas, partisipasi masyarakat di
daerah perbatasan agar semakin meningkat dan berkembang. Menciptakan
kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat untuk
mengembangkan potensi kemampuannya untuk mengakses berbagai peluang
ekonomi, dan sumber daya lainnya, serta diarahkan pada pemberdayaan
masyarakat di daerah perbatasan. Sedangkan pelaksanaan pembangunan sosial
masyarakat perbatasan menjadi berhasil akan tergantung pada orang- orang
dilapangan dalam menjabarkan pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan.
Berdasarkan pandangan penulis diatas, maka peniliti melakukan
penelitian dengan judul “Implementasi pembangunan sosial masyarakat
perbatasan di Kecamatan Jogoi Bambang Besar Kabupaten
Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat.”
B. Rumusan Masalah
Dalam melaksanakan penelitian di Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten
Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat mencoba menguirai berbagai
masalah penelitian yang ada kedalam beberapa konsep, yaitu pertama
peneliti mengemukakan pernyataan masalah (problem statement). Kemudian
membuat pertanyaan guna pelaksanaan penelitian (research question) untuk
kemudian akan dicarikan jawaban-jawabanya dari data-data yang tersedia
dengan pendekatan studi dekomentasi atau menggunakan data sekunder.
Sedangkan konsep problem statement (pernyatan masalahnya) merupakan
intisari yang sudah diurai dalam pendahuluan penelitian. Dimana percepatan
pembangunan daerah tertinggal dan pemberdayaan masyarakat di di
Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat
ternyata asumsi penulis perlu medapatkan pemenuhan hak dasar masyarakat.
Sehingga penulis mengambil pertanyaan metode penelitian dengan
pendekatan kualitatif penulisan dengan pertanyaan: “Bagaimana
7. 7
Implementasi pembangunan sosial masyarakat perbatasan di
Kecamatan Jogoi Bambang Kabupaten Bengkayang Provinsi
Kalimantan Barat?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian studi dekomentasi ini diharapkan
memperoleh perhatian serta akan menjadi masukan bagi para pemangku
kepentingan, mulai tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintah daerah dan
tingkat pemerintahan terendah kecamatan dalam konteks empiris dari nilai-
nilai lokal yang ada di daerah perbatasan. Selain bertujuan untuk
mengembangkan aplikasi ilmu Administrasi Publik di Universitas Prof. Dr.
Moestopo (Beragama)
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Aspek Akademis dan Teoritis
Hasil Laporan penulisan penelitian ini diharapkan menjadi buah
karya dari dosen (penulis) di Universitas Prof. Dr. Moestoo (Beragama)
serta menjadi kontribusi manfaat bagi pengembangan Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik dengan kaidah-kaidah ilmu administrasi publik. Terlebih
dalam pelaksanaan percepatan pembangunan dan pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan.
2. Aspek Praktis (Guna Laksana)
Pelaporan penulisan ini diharapkan menjadi masukan bagi para
pemangku kepentingan dari pusat hingga daerah. Terutama bagi Pemerintah
Kecamatan Jagoi Babang dan Pemerintah Kabupaten Bengkayang Provinsi
Kalimantan Barat. Hasil laporan penelitian ini, diharapkan dapat diterima
sebagai masukan yang bermanfaat sebagai upaya untuk mengoptimalkan
percepatan pembangunan daerah perbatasan antar negara dalam kaitannya
dengan pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan. Hasil penelitian ini
juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan empirik, untuk
8. 8
mengoptimalisasikan Program Nasional Pemberdayaan Masyaraakat
(PNPM) Percepatan Pembengunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan.
9. 9
Bab. II Tinjauan
Pustaka
A. Kajian Pustaka
Tinjauan pustaka adalah mencari dan menemukan konsep-konsep atau
teori-teori yang dapat dijadikan landasan teoritik penyusunan konsep
penelitian. Konsep atau teori yang dideskripsikan adalah teori implementasi
pembangunan sosial masyarakat dan konsep tentang perbatasan antar negara.
Disamping melihat dari hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan
dengan masalah yang diteliti akan menjadi rujukan penelitian. Beberapa hasil
penelitian tersebut adalah sebagai berikut.
1. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Agus Mulyana melakukan penelitian dengan mengambil judul
“Pembangunan Kawasan Perbatasan Indonesia Dengan Malaysia Di
Wilayah Kecamatan Badau Kabupaten Kapuas Hulu”. Dari hasil penelitian
mengunakan metode penelitian hukum normatif diperoleh kesimpulan :
pertama: Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Dalam
Menyusun Rencana Pembangunan Kabupaten Kapuas Hulu, berbasis pada
ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menghasilkan RPJPD Tahun
2005-2025, RPJMD 2011-2015 dan RKPD, serta APBD Kabupaten
Kapuas Hulu. Selanjutnya direkomendasikan agar Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pembentukan
Badan Pengelola Perbatasan Di Daerah, yang mengatur wewenang, tugas,
dan fungsi Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Provinsi dan BPP
Kabupaten/Kota dengan mengambil alih kewenangan Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan
Pasal 7, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008, dapat dilakukan yudisial
review kepada Mahkamah Agung karena bertentangan Pasal 11 dan Pasal
12 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara atau
“Batal Demi Hukum”.
10. 10
3. Kajian Teoritik
a. Implementasi Kebijakan
Pressman dan Wildavsky (1973:485) berpendapat bahwa
“Implementation may be viewed as a process of interaction between the
setting of goals and actions to achieving them.” Pendapat ini mensyaratkan
bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses interaksi antara
penyusunan berbagai tujuan dengan tindakan untuk mencapai sesuatu
tujuan yang diharapkan. Kajian teori lain mengenai Implementasi
kebijakan bisa diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh
institusi pemerintah, baik secara individu maupun berkelompok dengan
maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam kebijakan.
Secara umum implementasi kebijakan merupakan suatu turunan pada
tataran penjabaran suatu rumusan kebijakan dari level makro menjadi
suatu tindakan yang lebih bersifat konkrit (mikro). Dengan kata lain,
merupakan pelaksanaan dari suatu keputusan atau rumusan kebijakan
yang menyangkut aspek manajerial dan teknis proses implementasi baru
dimulai, jika tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah
disusun, serta dana telah siap untuk dialokasi untuk mencapai sasaran-
sasaran yang telah formulasi pada tahap sebelumnya. Proses implementasi
adalah kombinasi dari tanggung jawab dan kepercayaan, guna
mendeskripsikan relasi antara warga negara dan sektor publik secara
umum, dan dalam hubungan antara politisi dengan para pejabat.
Dalam proses implementsi sekurang-kurannya terdapat tiga unsur
utama dan mutlak harus ada, yakni a) adanya program atau kebijakan
yang dilaksanakan; b) target group, yaitu kelompok masyarakat yang
menjadi sasaran, dan diharapkan akan menerima manfaat dari program
tersebut, perubahan atau peningkatan dan c) adanya pelaksana
(implementor), baik dalam konteks organisasi maupun perorangan yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan
dari proses implementasi yang dilaksanakan.
11. 11
Kemudian Grindle4
(1980:7) menyatakan bahwa “In addition,
because policy implementation is considered to depend on programs
outcomes, it’s difficult to separate the fate of policies from that of their
constituent programs...Its success programs as designed. In turn, overall
policy implementation can be evaluated by measuring program outcome
againts policy goals”.
Grindle (1980: 6-10) memperkenalkan model implementasi sebagai
proses politik dan administrasi. Model tersebut menggambarkan proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh aktor yang beragam,
Dimana keluaran akhirnya ditentukan oleh baik materi program yang
telah dicapai maupun melalui pula hubungan interaksi para pembuat
keputusan dalam konteks politik administratif. Dalam ranah proses
politik dapat terlihat melalui proses pengambilan keputusan yang
melibatkan berbagai aktor kebijakan, Sedangkan proses administrasi
terlihat melalui proses umum mengenai aksi administratif yang dapat
diteliti pada tingkat program tertentu. Implementasi kebijakan P2DTK
pembangunan sosial masyarakat perbatasan merupakan salah satu jenis
pelaksanaan kebijakan publik yang langsung berkorelasi dengan
permasalahan masyarakat, yaitu warga masyarakat yang kurang berdaya
dan dipandang perlu mendapat bantuan dari pemerintah.
Dari konsep diatas, jika tidak terlaksana sebagaimana mestinya, maka
dengan sendirinya implementasi kebijakan P2DTK dalam memberdayakan
masyarakat perbatasan, menjadi tidak efektif. Karena pencapaian tujuan dan
hasil program yang tidak jelas, kondisi ini dapat memunculkan masalah baru.
Yaitu, antara lain terdapat sejumlah pihak yang merasa tidak tersentuh atau
tidak terlibat oleh upaya pemberdayaan yang dilakukan pemerintah. Terdapat
rumah tangga miskin dan keluarga miskin yang tidak terdaftar, serta tidak
memperoleh sumber daya pemberdayaan dari pelaksanaan kebijakan
P2DTK merupakan bukti pelaksanaan program yang kurang efektif.
4
Artinya, selain itu, karena implementasi kebijakan dianggap bergantung pada hasil program, sulit
untuk memisahkan nasib kebijakan dari program penyusunnya ... Program keberhasilannya
seperti yang dirancang. Pada gilirannya, implementasi kebijakan secara keseluruhan dapat
dievaluasi dengan mengukur hasil program terhadap tujuan kebijakan
12. 12
Jones (1984:165) mengatakan yang sangat sederhana “Getting the job
done “and” doing it (mendapatkan pekerjaan "dan" melakukannya)”
mengartikan implementasi kebijakan publik merupakan suatu proses
kebijakan yang tidak mudah dapat dilakukan. Karena dalam pelaksanaannya
adanya persyaratan yang diperlukan antara lain; adanya orang atau
pelaksana, uang, dan kemampuan organisasi, yang mana hal ini sering
disebut dengan resources. Lebih lanjut Jones (1984:165) menyebutkan
merumuskan batasan implementasi sebagai “A process of getting additional
resources so as to figure out what is to be done (Sebuah proses mendapatkan
sumber daya tambahan untuk mengetahui apa yang harus dilakukan)”
mengartikan implementasi kebijakan publik merupakan proses mendapatkan
sumber daya tambahan, Sehingga dapat diperhitungkan apa yang harus
dikerjakan.
Implementasi kebijakan publik dapat tercapai apa yang menjadi
tujuannya dipersiapkan dengan baik yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan P2DTK dalam pembangunan
sosial masyarakat di perbatasan, ditentukan oleh organisasi. Dalam
organisasi ini biasanya ditentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap
kesuksesan dalam pencapaian tujuan, berbagai sumber yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tersebut dan pula berbagai aturan serta prosedur yang
diperlukan sebagai pedoman dalam proses pencapaian tujuan dimaksud.
Penafsiran secara tepat terhadap kebijakan yang telah ditetapkan, sehingga
menimbulkan pemahaman yang benar terhadap isi dan tujuan kebijakan.
Aplikasi yang sesuai dengan tujuan dan program yang didukung dengan
ketersediaan sarana dan prasarana. Keberhasilan implementasi kebijakan
dapat dilihat dari berbagai aspek yang mempengaruhinya. Aspek yang
dilakukan sebagai aktivitas utama (primary activities) dalam implementasi
kebijakan.
Tiga aktivitas utama (primary activities) menurut Jones5
(1984:166),
yang dapat mempengaruhi proses implementasi kebijakan secara signifikan
yakni:
5
1. Organisasi: Penetapan atau penataan ulang sumber, unit, dan metode untuk menerapkan
13. 13
1. Organization: The establisment or rearrangement of sources, units,
and methods for putting a program into effect.
2. Interpretation: The translation of program language (often
contained in a statute) into acceptaable and feasible plans and
directives.
3. Application: The routine provision of services, payments, or other
agreed upon program objectives or instruments.
Dari pendapat Jones diatas, maka ketiga aktivitas inilah yang
menjadi tolok ukur penerapan suatu kegiatan dalam secara operasional.
Orgnisasi, yaitu merupakan wadah yang dirancang guna menjalankan
suatu kegiatan dengan menata dan memanfaatkan seluruh potensi
sumberdaya yang ada secara maksimal. Dalam hal ini, terlihat dari
intisari dari kerangka teori Jones (1994:166) implementasi kebijakan
P2DTK dalam melaksanakan pembangunan sosial masyarakat
perbatasanyang menjadi masalah ditemukan di lapangan antara lain seperti:
1. Organisasi tim pemberdayaan masyarakat daerah perbatasan
didasarkan pada keputusan pemerintah yang dikeluarkan belum
terlembaga sampai kepada tingkat target group, sehingga belum
mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, sebagai pedoman
dalam proses pencapaian tujuan organisasi, karena bersifat umum
yang menerangkan tentang pelindung, penanggung jawab, pengendali,
sekretaris, wakil sekretaris, dan melibatkan stakeholders di daerah
perbatasan. Hal ini mengidentifikasikan bahwa tim P2DTK dalam
pemberdayaan masyarakat daerah perbatasan didukung oleh seluruh
pemangku kepentingan.
2. Interpretasi dari implementor P2DTK dalam pemberdayaan
masyarakat daerah perbatasan belum dapat dipahami pemerintah
daerah yang memiliki kewenangan untuk menumbuhkan prakarsa, dan
kreativitas masyarakat yang merupakan suatu upaya memandirikan
masyarakat daerah perbatasan, sehingga masyarakat daerah perbatasan
dapat ikut serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
3. Aplikasi implementasi kebijakan P2DTK dalam pemberdayaan
masyarakat daerah perbatasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah
daerah belum efektif diterapkan secara bijak, mengingat
pemberdayaan masyarakat daerah perbatasan mengarahkan segala
kemampuan, strategi, sumber daya yang ada. Sehingga dirasakan
sebuah program.
2. Interpretasi: Terjemahan bahasa program (sering dimuat dalam undang-undang) ke dalam
rencana dan arahan yang dapat diterima dan layak.
3. Aplikasi: Penyediaan rutin layanan, pembayaran, atau tujuan atau instrumen program yang
disepakati lainnya.
14. 14
sangat minim seperti; sarana dan prasarana transportasi, perumahan
dan permukiman, sarana air bersih, listrik, pendidikan, kesehatan dan
ekonomi kerakyatan. Padahal secara faktual pemberdayaan
masyarakat daerah perbatasan menjunjung tinggi kearifan lokal untuk
menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Menurut pendapat peneliti, dari beberapa model yang telah
dipaparkan di atas, penulis mengambil model atau teori yang dikemukakan
oleh Carles O. Jones sebagai pisau analisis untuk mengungkapkan
implementasi kebijakan P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat
perbatasan dengan alasan, bahwa teori Jones lebih cocok untuk
menungkapkan dimensi atau aktivitas utama implementasi kebijakan
adalah organization, intrepretation and application. Hal ini dilandasi oleh
pemikiran bahwa dalam setiap kebijakan memerlukan sebuah organisasi
yang akan melaksanakan kebijakan tersebut, diperlukan intrepretasi yang
cermat dari berbagai stakeholders, dan aplikasi yang tepat sesuai dengan
desian dan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Mengacu kepada apa yang dikemukakan oleh Jones di atas, maka
masalah implementasi kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Daerah
Tertinggal dan Khusus (P2DTK) dalam pembangunan sosial masyarakat
perbatasan di Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang semakin
lebih jelas dan luas, Dimana untuk meneliti implementasi kebijakan
P2DTK memerlukan tindakan sistematis mulai dari proses organisasi,
interpretasi dan aplikasi yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
15. 15
b. Organisasi
Organisasi yang dimaksud oleh Jones (1994:296) adalah sebuah
kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan atau penataan kembali
sumber daya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program
berjalan. Organization: The establisment or rearrangement of sources,
units, and methods for putting a program into effect.
Organisasi yang dimaksudkan disini adalah organisasi yang
berkaitan dengan organisasi pembangunan sosial masyarakat
perbatasanyaitu organisasi pemerintah dan swasta. Menurut Jones
(1994: 319) bahwa organisasi memiliki keuntungan yang besar dalam
proses kebijakan; ia mengendalikan informasi, menguasai pengetahuan
serta memiliki ideologi departemen.
Pada dasarnya, organisasi memiliki otoritas tertentu sebagaimana
disampaikan oleh Jones (1984: 171) yaitu :
1. Kegiatan-kegiatan teratur (the regular activities), yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi pemerintahan,
untuk didistribusikan sebagai cara yang tepat dari pelaksanaan
kewajiban resmi.
2. Penguasa (the authority to give comands), untuk memberikan
perintah yang diperlukan untuk mempertanggungjawabkan
kewajiban-kewajiban tersebut.
3. Ketetapan metodis (methodical provision) dibuat untuk
keteraturan dan keseimbangan pemenuhan kewajiban tersebut,
serta pelaksanaan hak-hak yang sesuai, sehingga hanya orang-
orang yang berkualifikasi baik sajalah yang pantas ditugasi.
Dengan demikian setiap organisasi, apapun bentuknya senantiasa
membutuhkan sebuah organisasi, begitu juga halnya dengan organisasi
pemerintah yang dipandang sebagai organisasi publik, membutuhkan
struktur yang disusun untuk mencapai tujuan negara dan pemenuhan
kebutuhan masyarakat atau yang diperintah. kemudian Ndraha
(1996:65), menyatakan bahwa dalam organisasi, manusia merupakan
unsur penting sebab organisasi akan bermanfaat jika manusia yang ada
di dalam organisasi tersebut merupakan daya pembangunan, dan
menjadi faktor perangsang ke arah tercapainya tujuan organisasi secara
efisien dan ekonomis.
16. 16
Selanjutnya Jones (1994:34) bahwa organisasi diperlukan agar
pekerjaan dapat dilaksanakan. Organisasi dalam institusi pemerintahan
telah diidentikkan dengan sebutan birokrasi. Birokrasi erat kaitannya
dengan keburukan dan tidak praktis (ruwet) dalam kehidupan masyarakat
modern.
Aparatur juga merupakan sumber daya, sehingga diperlukan
keterampilan yang memadai, pembinaan, pelatihan, dan pengembangan
secara bertahap dan terus menerus agar memiliki kemampuan yang
handal baik secara individu maupun kolektifitas. Dengan demikian,
organisasi sebagai wadah dan organisasi sebagai proses merupakan suatu
persyaratan yang imperatif dalam menanggapi segala peristiwa atau
kejadian yang terjadi dalam konteks kehidupan bermasyarakat (Jones,
1984:53).
Dengan demikian ulasan tentang aktivitas organisasi dalam
implementasi kebijakan P2DTK dalam pembangunan sosial
masyarakat perbatasan di Kecamatan Jagoi Babang dapat dijadikan
sebagai pisau analisis untuk organisasi ini menggunakan pendapat
Charles O. Jones (1994:296), yang secara tegas menyatakan bahwa
sebuah kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan dan penataan
semua potensi sumber daya (resources), unit-unit dalam organisasi serta
metode yang ada dalam suatu organisasi agar kebijakan P2DTK dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Organisasi sebagai wadah
yang bersifat statis, karena merupakan bagan organisasi yang mewadahi
seluruh anggotanya dengan status posisinya. Organisasi sebagai proses
selalu bersifat dinamis, karena organisasi selalu bergerak menuju
tercapainya tujuan organisasi dengan pembagian tugas yang jelas
kepada para anggotanya, baik berupa tanggung jawab, wewenang dan
mengadakan hubungan (komunikasi), baik ke dalam maupun keluar
organisasi dalam rangka mewujudkan keberhasilan organisasi.
c. Interpretasi
Jones (1984: 166) menyatakan Interpretation: The translation of
program language (often contained in a statute) into acceptaable and
17. 17
feasible plans and directives. Secara sederhana adalah dalam menafsirkan
agar program menjadi rencana yang dapat diterima dan jelas dapat
dilaksanakan. Dengan demikian, interpretasi merupakan sutau proses
untuk menafsirkan atau rencana dengan pengarahan yang tepat dan dapat
diterima serta dilaksanakan. Organisasi pemerintah sebagai organisasi
pelaksana perlu menafsirkan program agar betul- betul dapat
operasional serta siap untuk diimplementasikan. Interpretasi berpengaruh
terhadap efektifnya implementasi terutama pada pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan. Pemahaman, arahan dan petunjuk yang lengkap
dan jelas sangat diperlukan mampu menafsirkan secara tepat. Menurut
Jones (1994 : 296) yang dimaksud interpretasi adalah;
“Menafsirkan agar program (serangkaian dalam status) menjadi
rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta
dilaksanakan. Atas dasar rencana dan pengarahan maka langkah
penting adalah melakukan pengontrolan atau penilaian yang telah
dilaksanakan dengan membandingkan antara hasil dari suatu
rencana dan pengarahan yang ditetapkan. Kegiatan ini dapat
dikatakan sebagai umpan balik untuk melakukan proses
pembuatan rencana dan pengarahan untuk masa berikutnya”.
Dari pendapat Jones diatas, dapat dipahami bahwa setiap kegiatan
yang direncanakan dalam selalu mendapatkan penafsiran tersendiri oleh
penerima suatu kegiatan, sehingga memerlukan pengarahan yang tepat
agar dapat dalam pelaksanaan tidak mengalami penolakan masyarakat.
Pengarahan tersebut juga tekait dengan proses penyamaan visi dan
persepsi terhadap sesuatu kebijakan yang baru. Dalam hal ini,
interpretasi atas pemberdayaanpembangunan sosial masyarakat
perbatasan di Kecamatan Sajingan Kabupaten Sambas melalui P2DTK,
harus dilakukan dengan interpretasikan atau ditafsirkan secara baik dan
benar. Berkaitan dengan interpretasi suatu kegiatan pelaksanaan
program P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat perbatasan di
Kecamatan ogoi Bambang Kabupaten Bengkayang . Lebih lanjut Jones
(1994: 320) mengemukakan bahwa:
”Masalah utama bagi seorang pelaksana adalah: ”apa yang akan
saya lakukan sekarang?” sebuah program telah disetujui,
kalimat-kalimat telah tertera di atas kertas dan organisasi telah
18. 18
ada pada tempatnya. Sekarang saatnya untuk memahami
maksud-maksud kalimat tersebut serta untuk mensyaratkan apa
yang mereka maksud tentang kasus-kasus khusus dan masalah-
masalah nyata”.
Interpretasi dalam pemberdayaan masyarakat daerah perbatasan
bersifat fleksibel, masyarakat graasroots yang menjadi target group
diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan yang berkaitan
pemberdayaan masyarakat daerah perbatasan, misalnya bermusyawarah
dalam menentukan kegiatan, tempat usaha, sasaran kegiatan, lokasi
kegiatan, dan jenis kegiatan serta pemeliharanya. Interpretasi penting
bagi pelaksana pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan.
Interpretasi yang benar terhadap suatu program, dapat memudahkan
pelaksanaannya. Sebaliknya kesalahan dalam interpretasi terhadap
suatu kebijakan akan menyulitkan pelaksanaannya. Interpretasi disini
bukan saja ditujukan kepada masyarakat penerima program P2DTK
tetapi juga kepada pelaksana P2DTK mulai dari Pemerintah Pusat,
Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan, aparat desa bahkan
sampai level dusun sebagai ujung tombak pemerintahan yang rendah.
Dengan demikian, interpretasi diselenggarakan dengan
menggunakan bahasa yang lugas dan mudah untuk dimengerti semua
pelaku program P2DTK, mulai dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah sampai pada tingkat desa. Masyarakat di daerah perbatasan,
juga harus dapat menafsirkan kebijakan P2DTK dalam hubungannya
dengan pemberdayaan masyarakat dalam konteks interpretasi tersebut.
Hal ini mensyaratkan bahwa masyarakat tidak cukup terfokus pada
pelaksanaan yang memperhatikan pelaksanaan P2DTK dalam
pembangunan sosial masyarakat perbatasan. Akan tetapi memasukkan
misi interpretasi di dalamnya terhadap setiap program dimaksudkan
untuk lebih mengefektifkan pelaksanaannya, dan yang dapat
memberikan pemahaman secara lengkap, tepat, dan jelas, sehingga
memperlancar pelaksanaan kebijakan P2DTK dalam pembangunan
sosial masyarakat daerah perbatasan yang akan dilakukan.
19. 19
Efektif tidaknya suatu kebijakan dilaksanakan harus memiliki
standar dan batasan yang minimum, suatu proses yang harus dipelajari
oleh para pelaksana yang kemudian dikembangkan melalui sarana
penerapannya. Jika standar tidak jelas, maka para pelaksana
menghadapi masalah dan tanggung jawab yang lebih berat. Dalam
konteks ini ketersediaan sumber daya, seperti dukungan dan aspek
politis umumnya menempati peringkat teratas untuk diantisipasi di
lapangan.
Dalam aktivitas interpretasi ini Jones (1984:178) kembali
menegaskan bahwa implementors harus menjawab pertanyaan, What
do I do now?, dan pertanyaan ini akan menyita pikiran banyak orang,
bahkan bisa menyebabkan rasa frustrasi para pelaku kebijakan. Oleh
sebab itu, implementasi yang efektif dapat dikembangkan
menitikberatkan pada kejelasan (clarity), ketelitian (precision),
konsistensi (consistence), penyusunan prioritas (priority setting),
sumber daya yang cukup (adequace resources), dan lain sebagainya.
Namun, Jones (1984:178) menegaskan implementation behavior terkait
dengan variabel-variabel sosial, politik, legalitas, dan kondisi
organisasi.
d. Aplikasi
Jones6
(1984:166) berpendapat bahwa Application: the routine
provision of services, payment, or other agreed upon program
objectives or instruments”. Secara sederhana dapat diartikan aplikasi
adalah pelaksanaan pekerjaan yang meliputi penyediaan atau
penyesuaian terhadap tujuan program dan perangkatnya. Dalam
aktivitas aplikasi implementasi kebijakan ini sebagai tahap menerapkan
keputusan.
Aplikasi mengacu pada pelaksanaan pekerjaan yang meliputi
penyediaan barang dan jasa. Aplikasi ini sangat penting untuk
penyesuaian implementasi kebijakan program P2DTK dalam
6
Artinya, aplikasi: penyediaan rutin layanan, pembayaran, atau tujuan atau instrumen program yang
disepakati lainnya.
20. 20
pembangunan sosial masyarakat perbatasan di Kecamatan Jagoi Babang
Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat.
4. Pembangunan Sosial; Pendidikan, Kesehatan dan Kemiskinan
a. Pembangunan Sosial Bidang Pendidikan
Pembangunan Sosial Masyarakat Bidang Pendidikan di
Perbatasan Pendidikan merupakan kebutuhan dasar dan usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 mengamanatkan
bahwa salahsatu arah kebijakan pembangunan pendidikan adalah:
mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia.
Arah kebijakan pembangunan pendidikan untuk melakukan
pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum
berupa diversifikasi kurikulum untuk melayanikeragaman peserta didik
dan potensi daerah, serta diversifikasi jenis pendidikan secara
profesional telah pula dilaksanakan.
Dalam upaya mencapai pembangunan sosial yang berkelanjutan
(sustainable development), sektor pendidikan memainkan peranan
sangat strategis yang dapat mendukung proses produksi dan aktivitas
ekonomi lainnya. Dalam konteks ini, pendidikan dianggap sebagai alat
untuk mencapai target yang berkelanjutan, karena dengan pendidikan
aktivitas pembangunan dapat tercapai, sehingga peluang untuk
meningkatkan kualitas hidup di masa depan akan lebih baik. Analisis atas
investasi dalam bidang pendidikan menyatu dalam pembangunan sosial
yang berhubungan langsung manusia.
Manusia sebagai modal pembangunan (human capital) adalah
istilah yang sering digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan,
kesehatan, dan kapasitas manusia yang lain yang dapat meningkatkan
produktivitas jika hal-hal tersebut ditingkatkan. Pendidikan memainkan
kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara untuk menyerap
21. 21
teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta
pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan, (Todaro,2004:
78).
b. Pembangunan Sosial Bidang Pelayanan Kesehatan
Pembangunan Sosial Bidang Pelayanan Kesehatan di Perbatasan
Pembangunan kesehatan harus selalu dilakukan mengingat jumlah
penduduk yang selalu bertambah dari tahun ke tahun. Upaya pemerintah
untuk meningkatkan derajat dan status kesehatan penduduk dilakukan
antara lain dengan meningkatkan fasilitas dan sarana kesehatan.
Pembangunan bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan
masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata
dan murah. Salah satu modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan
ekonomi adalah kondisi kesehatan masyarakat yang baik. Oleh sebab itu,
pembangunan kesehatan merupakan pembangunan yang dilakukan
sebagai investasi untuk membangun kualitas sumber daya manusia.
Lincolin (1999) menjelaskan intervensi untuk memperbaiki kesehatan
dari pemerintah juga merupakan suatu alat kebijakan penting untuk
mengurangi kemiskinan. Salah satu faktor yang mendasari kebijakan ini
adalah perbaikan kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan
miskin.
Kesehatan masyarakat perbatasan yang lebih baik akan
meningkatkan daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan menaikkan
output dan outcome energy. Rendahnya produktivitas kaum miskin
dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh
pendidikan (Rasidin K dan Bonar M, 2004: 6).
c. Pembangunan Sosial untuk Pengentasan Kemiskinan
Pembangunan Sosial Masyarakat untuk pengentasan kemiskinan
di Perbatasan Teori kemiskinan budaya (cultural proverty) yang
dikemukakan oleh Lewis, seperti yang dikutip Suharto (2009:135)
menyatakan bahwa kemiskinan (internal) dapat muncul sebagai akibat
adanya nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang miskin seperti
malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja,
22. 22
sedangkan faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang
bersangkutan, seperti birokrasi, peraturan resmi yang dapat
menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki
(kemiskinan struktural).
Kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak terlepas dari konteks
pembangunan sosial. Menurut Korten, seperti yang dikutip oleh
Sulistiyani (2004:37) ada dua pendekatan yaitu pendekatan top down:
merupakan bentuk blue print strategy (cetak biru) merupakan
pendekatan yang bersumber pada pemerintah, sebaliknya pendekatan
bottom-up adalah pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai
pusat pembangunan atau pusat perubahan sehingga terlibat langsung
di dalam proses perencanaan sampai pada pelaksanaan dan eavaluasi,
pendekatan ini sering disebut sebagai people centered development
(pembangunan yang berpusat pada manusianya).
Konsepsi kemiskinan yang bersifat multidimensional kiranya
lebih tepat jika digunakan sebagai pisau analisis dalam mendifinisikan
kemiskinan dan merumuskan kebijakan pembangunan sosial di daerah
perbatasan khususnya di Kecamatan Jogoi Bambang Kabupaten
Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat.
Menurut Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (2011)
Faktor- faktor penyebab suatu daerah dikatagorikan sebagai daerah
tertinggal antara lain :
a. Secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena
letaknya yang jauh dari pedalaman, perbukitan, pegunungan,
kepulauan, pesisir dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor
geomorfologis yang sulit dijangkau oleh jaringan transfortasi
maupun media komunikasi.
b. Sumber Daya Manusia yang pada umumnya masyarakat di daerah
tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan dan
ketrampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat belum
berkembang. Kemiskinan multi dimensional, artinya karena
kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun
memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset,
organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan serta aspek
sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber
keuangan, dan informasi.
23. 23
Kebijakan P2DTK yang lebih difokuskan pada upaya
pembangunan sosial masyarakat perbatasan dengan kondisi sosial,
ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan
infrastruktur masih tertinggal. Kondisi tersebut pada umumnya terdapat
pada daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti pada
daerah perbatasan Kecamatan Jagoi Babang. Kebijakan P2DTK
bertujuan membantu Pemerintah Daerah dalam mempercepat
pemulihan. Sedangkan pertumbuhan sosial ekonomi daerah tertinggal
dan secara khusus meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam
memfasilitasi pembangunan partisipatif terutama bidang kesehatan,
pendidikan, infrastruktur, penguatan hukum, capacity building,
penciptaan iklim investasi atau berusaha, memperbesar akses
masyarakat terhadap keadilan dan meningkatkan kemudahan hidup
masyarakat terutama keluarga miskin melalui penyediaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana sosial ekonomi.
Psmbangunan sosial masyarakat perbatasan antara negara dalam
mendukung integrasi Nasional di Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten
Bengkayang, yang akhir-akhir ini telah menjadi perhatian Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah. Wilayah perbatasan antara negara selama
ini ternyata lebih menampakkan simbol-simbol ketertinggalan,
keterisolasian. Sehingga terobosan dengan berbagai implementasi
kebijakan untuk pembangunan sosial masyarakat perbatasan sebagai
halaman depan, teras atau beranda, sekaligus pagar yang menjaga
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang pada
akhirnya dapat mendukung integrasi nasional yang terus-menerus
ditingkatkan.
d. Tujuan Umum Tentang Pembangunan Sosial
Konsep pembangunan sosial menurut Suharto (2009: 65) sebagai
pendekatan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kualitas
kehidupan manusia secara paripurna, yakni memenuhi kebutuhan
manusia yang terentang mulai dari kebutuhan fisik sampai sosial. Secara
kontekstual pembangunan sosial lebih berorientasi pada prinsip keadilan
24. 24
sosial ketimbang pertumbuhan ekonomi. Secara kontekstual
pembangunan sosial lebih berorientasi pada prinsip keadilan sosial
ketimbang pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya konsep pembangunan sosial menurut Migley (1995:
90), merupakan suatu proses perubahan sosial terencana yang dirancang
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, di mana pembangunan
dilakukan saling melengkapi proses pembangunan ekonomi. Berdasarkan
difinisi tersebut, dapatlah kita ambil bahwa pembangunan sosial lebih
luas dari pembangunan ekonomi, pada pembangunan sosial memberikan
perhatian terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Pengertian pembangunan biasanya dikaitkan dengan menyusun,
adapun definisi pembangunan yaitu modernisasi, perubahan sosial,
industrialisasi, pertumbuhan (growth) dan evolusi socio cultural.
Pembangunan sosial kawasan perbatasan Kecamatan Jogoi
Bambang Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat yang berhadapan
langsung dengan negara tetangga Serawak (Malaysia Timur) sepanjang
kurang lebih 857 Km, yang mencakup di lima wilayah yaitu Kabupaten
Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sintang, Kabupaten,
Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Sanggau.
Sasaran dari pembangunan kawasan perbatasan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang selama ini masyarakat
perbatasan Kalimantan Barat merupakan masyarakat yang dikatagorikan
penduduk miskin, hal tersebut disebabkan daerah perbatasan merupakan
daerah yang masih “terisolasi”, karena kurangnya sarana dan prasarana
yang ada diperbatasan.
Pendekatan pembangunan sosial yang berusaha menumbuhkan
keberdayaan kepada masyarakat hendaknya menempatkan manusia
sebagai subjek pembangunan, bukan sebaliknya hanya berposisi sebagai
objek pembangunan. Sejalan dengan para pakar pembangunan sosial
diatas, Mahfud (2004:5) menjelaskan dalam konsep pembangunan
masyarakat perbatasan antar negara merupakan suatu proses
pembangunan yang integral dengan pembangunan nasional. Pengelolaan
25. 25
perbatasan negara, pada dasarnya merupakan perwujudan ruang wilayah
nusantara sebagai satu kesatuan geografis, politik, ekonomi, sosial,
budaya dan pertahanan keamanan, sehingga diperlukan kerangka
penanganan yang holistik dan terkoodinir secara tepat termasuk didalam
melakukan permberdayaan masyarakat secara nyata.
B. Kerangka Pemikiran
Implementasi kebijakan P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat
perbatasan di Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang Propinsi
Kalimantan Barat juga sangat terkait terhadap isi (contant) dan kontek
(Context) kebijakan. Dalam kontek isi kebijakan ini terkait dengan kepentingan
siapa yang terlibat, manfaat yang di dapat, sejauhmana perubahan terwujud,
dimana tempat pembuatan kebijakan, siapa yang menjadi implementator
agensi, dan bagaimana keberadaan sumber daya. Sedangkan dalam konteks
kebijakan bagaimana kekuasaan, kepentingan dan strategi para aktor yang
terlibat dalam pembuatan kebijakan.
Pelaksanaan pembangunan sosial masyarakat sebagai prioritas pelayanan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang diiringi dengan partisipasi aktif
masyarakat, baik partisipasi input (perencanaan) kebijakan P2DTK dalam
pembangunan sosial masyarakat maupun partisipasi pada sisi output P2DTK di
daerah perbatasan yang berupa penciptaan lembaga pembangunan yang
partisipatif, dan peningkatan derajat hidup masyarakat seperti kesejahteraan
sosial masyarakat. Partisipasi input dilakukan dengan memberikan peluang
masyarakat yang sudah berdaya dalam keikutsertaan program kebijakan
pembangunan sosial masyarakat. Sedangkan partisipasi output, yaitu mengajak
partisipasi masyarakat dengan terlebih dahulu membangun manusia secara
sosial melalui berbagai sosialisasi dan desiminasi program kebijakan
pembangunan sosial masyarakat perbatasan.
Pada akhirnya implementasi kebijakan P2DTK dalam pembangunan
sosial masyarakat perbatasan dengan berbagai pendekatan yang diuraikan
diatas, dan dimulai dari keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan yang
disesuaikan dengan konteks dan isi kebijakan yang mampu menjawab, bahwa
26. 26
kebijakan pembangunan sosial masyarakat perbatasan merupakan sebuah
kewajiban pemerintah dengan di bantu wilayah masyarakat setempat, untuk
diimplementasikan dan memberikan peluang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi aktif.
Proses kebijakan yang dinilai paling krusial adalah tahapan implementasi
kebijakan Jones (1994: 296), yaitu tahapan dimana sebuah tujuan kebijakan
dilaksanakan dengan seluruh sumber daya dan potensi yang ada. Bagaimana
baiknya pelaksanaan pembangunan sebuah kebijakan administrasi publik,
kalau tidak dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik, maka apa yang
menjadi tujuan tersebut tidak dapat tercapai sesuai dengan yang direncanakan.
Untuk itu, bukan saja pada tahap implementasi yang dipersiapkan dan
direncanakan dengan baik, tetapi juga pada tahapan perumusan atau pembuatan
kebijakan publik juga diantisipasi untuk dapat diimplementasikan. Kerangka
konseptual yang diuraikan di atas, memberikan landasan bagi pemahaman
makna yang lebih komprehensif dalam melakukan studi implementasi
kebijakan P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat perbatasan Kecamatan
Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalimantan Barat dalam melihat
tiga aktivitas yang dikemukakan Charles O. Jones, yakni organisasi, interpretasi
dan aplikasi. Ketiga aktivitas tersebut erat kaitannya dengan penyelenggaraan
fungsi-fungsi pemerintah dalam melaksanakan fungsi pembangunan sosial
masyarakat.
27. 27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penulisan penelitian ini menggunakan kualitatif, disebabkan sifat
masalah dan tujuan penelitian yang mengkaji proses dan mengungkapkan
makna-makna yang tersembunyi di balik fenomena riil, serta mencari
jawaban atas pertanyaan yang menekankan pada pengalaman yang dibentuk
dan diberi makna oleh peneliti. Garna (1999: 32) menyatakan bahwa
pendekatan kualitatif dicirikan oleh tujuan penelitian yang berupaya
memahami gejala-gejala yang sedemikian rupa tidak selalu memerlukan
kuantifikasi, atau karena gejala tersebut tidak memungkinkan di ukur secara
tepat. Sebagaimana diuraikan dalam pertanyaan di muka; bahwa mengapa
implementasi pembangunan sosial masyarakat perbatasan, dan bagaimana
menghilangkan ketidak efektifan tersebut. Pendekatan kualitatif dalam
kaitannya dengan penelitian dianggap tepat, terutama karena penelitian
mengkaji dan memahami mengapa implementasi kebijakan pembangunan
sosial masyarakat perbatasan yang dianggap belum efektif di laksanakan.
Penulis dalam mengambil obyek penelitian adalah implementasi
kebijakan pembangunan sosial masyarakat perbatasan di Kecamatan Jogoi
Bambang Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. Penentuan obyek
ini dikarenakan P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat perbatasan
telah dilaksanakan yakni sejak tahun 2006. Penulis telah memberanikan diri
melakukan terobosan untuk meneliti implementasi program P2DTK dalam
pembangunan sosial masyarakat perbatasan antara negara, dikaitkan dengan
kelembagaan pembangunan partisipatif masyarakat dengan peningkatan taraf
hidup massyarakat guna mengurangi disparitas pembangunan dalam aspek
sosial dan ekonomi antara kawasan perbatasan dengan daerah lainnya, angka
kemiskinan dapat ditekan, angka pengangguran dapat dikurangi, keadilan bagi
masyarakat terpencil dapat terwujud melalui program pemberdayaan kepada
masyarakat, keadaan sosial dan budaya dapat
28. 28
dipertahankan, serta secara politik dapat dipertanggungjawabkan di
Kecamatan Jagoi Bambang Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalimantan
Barat.
Jenis data yang diperoleh dalam menungkapkan fenomena yang dijadikan
obyek penelitian ini adalah jenis data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan langsung oleh peneliti pada saat melakukan penelitian, yakni
melalui metode pengamatan langsung di lapangan serta wawancara mendalam
(in-depth interview) dengan subyek penelitian atau para nara sumber yang
informan dan informan kunci (key informan).
Data sekunder adalah data dan berbagai informasi yang diperoleh
melalui penelusuran yang berasal dari berbagai kajian literatur dan dokumen
terkait, melalui kegiatan studi kepustakaan dan studi dokumen yang dapat
menerangkan berbagai masalah yang telah dijadikan obyek peneltian sebagai
fungsi pendukung terhadap data primer. Data sekunder ini berupa peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan implementasi P2DTK dalam
pembangunan sosial masyarakat di perbatasan khususunya Kecamatan Jogoi
Bambang Kabupaten Bengkayang, bersumber dari artikel, jurnal, studi literatur,
dokumen berupa laporan-laporan dan foto-foto, data statistik, arsip baik dari
pihak pemerintah maupun masyarakat serta publikasi media massa yang
memiliki hubungan dengan obyek yang diteliti.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Jogoi Bambang Kabupaten
Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu, peneltian ini juga telah
dilaksanakan antara lain di Kantor Bupati Bengkayang Propinsi Kalimantan
Barat, pada instansi atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang terlibat
dalam koordinasi pelaksanaan PNPM P2DTK, seperti pada Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kab. Bengkayang, Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Perempuan dan Keluarga Berencana Kab. Bengkayang, Kantor Pengelolaan
Kawasan Perbatasan Kab. Bengkayang, Kantor Camat Jogoi Bambang,
kantor konsultan manajemen kabupaten pelaku P2DTK.
29. 29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kecamatan Jagoi Babang
1. Gambaran Geografi
Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang Provinsi
Kalimantan Barat secara geografis berada pada sebelah timur laut
Kabupaten Bengkayang, yang dimana merupakan daerah yang berbatasan
langsung dengan Malaysia. Tepatnya pada titik kordinat antara 1090 33’
34” – 1100 09’ 09” Bujur Timur dan 10 0’ 0” – 10 02’ 13” Lintang Utara.
Kecamatan Jagoi Babang memiliki luas 655 Km2 dengan jumlah 6 Desa
dan 14 Dusun. Dengan pusat pemerintahan di Desa Jagoi sebagai ibu kota
Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan
Barat.
Kecamatan Jagoi Babang berada pada sebelah timur Kabupaten
Bengkayang, sedangkan pintu perbatasan terletak di Kecamatan Jagoi
Babang yang berhadapan dengan Kampong Sirikin District Bau Negara
Bagian Sarawak Malaysia. Jarak antara tapal batas dengan daerah
perbatasan Sirikin ± 3 kilometer, sedangkan jarak antara tapal batas
dengan Kantor Kecamatan Jagoi Babang ± 8 kilometer. Daerah
perbatasan Kecamatan Jagoi Babang, saat ini merupakan daerah perbatasan
yang interaksinya dengan negara tetangga cukup besar, baik dalam hal
perdagangan, lintas tenaga kerja, hubungan sosial dan kekerabatan, hal ini
dikarenakan sarana dan prasarana untuk mencapai daerah perbatasan yang
telah dibangun oleh pemerintah cukup memadai dan lancar. Dengan
tersedianya sarana dan prasarana untuk menuju daerah perbatasan
memberikan celah hubungan antar negara yang positif dan negatif.
Kesejahteraan sosial di sekitar daerah perbatasan di Kecamatan
Jagoi Babang, pada saat implementasi kebijakan percepatan
pembangunan daerah tertinggal dan khusus dalam pemberdayaan
30. 30
masyarakat di daerah perbatasan belum efektif dilaksanakan karena
organisasi, interpretasi, dan aplikasi yang berperan sebagai security belt
sangat menonjol pada masa itu. Hal ini mengakibatkan daerah perbatasan
terabaikan dan dianggap sebagai wilayah yang dijaga keamanannya.
Walaupun tingkat kesejahteraan sosial di sekitar daerah perbatasan
Kecamatan Jagoi Babang belum mengalami peningkatan yang berarti,
karena masih dihadapkan dengan minimnya sarana dan prasarana dasar,
dan serta kemampuan sumberdaya manusia yang masih rendah. Dengan
kondisi tersebut, maka terjadilah hubungan sosial ekonomi yang timpang,
sehingga dapat mengakibatkan kerugian di sisi Indonesia. Kondisi yang
demikian apabila terus terjadi dan dibiarkan, dapat menimbulkan dampak
yang kurang baik, terutama citra Indonesia yang semakin terpuruk di
dunia internasional.
Kecamatan Jagoi Babang, memiliki garis daerah perbatasan dengan
negara tetangga berupa daratan secara langsung dengan wilayah Negara
Malaysia dengan garis perbatasan sepanjang ± 47 kilometer yang melintasi
Kecamatan Jagoi Babang. Wilayah tersebut sesungguhnya memiliki arti
yang sangat vital dan strategis, baik dalam sudut pandang pertahanan
keamanan, maupun dalam sudut pandang pembangunan ekonomi, sosial,
dan budaya. Masing-masing wilayah perbatasan tersebut, memiliki karakter
sosial budaya dan ekonomi yang relatif berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Namun, secara keseluruhan memperlihatkan adanya fenomena
yang sama, yakni adanya interaksi langsung dan intensif antara warga
negara Indonesia dengan warga Negara Bagian Sarawak (Malaysia Timur).
Hubungan ini telah lama terjadi dan terus belangsung sampai sekarang,
sebab hubungan sosial kultural dengan etnisitas yang sama suku Dayak,
yakni sub suku Dayak Bidayuh, dan secara tradisional perlintasan barang
dan orang telah terjadi sejak lama yang disebut dengan istilah “smukel”
Informan 1 menegaskan:
“ Penduduk setempat hanya dengan menggunakan pas lintas batas
dapat saling mengunjungi untuk keperluan sehari-hari dengan
jumlah pengeluaran belanja maksimum sebesar 600 ringgit per
orang setiap bulan. Kesamaan budaya, adat, dan keturunan di
kawasan per
31. 31
No. Desa
Jumlah Penduduk Desa Jumlah
Penduduk
Laki-Laki Perempuan
1. Jagoi 1.144 1.095 2.239
2. Kumba 419 478 887
3. Sekida 767 711 1.478
4. Sinar Baru 300 275 575
5. Gersik 485 449 934
6. Semunying Jaya 159 172 331
Totol Penduduk 3.274 3.180 6.454
batasan telah melahirkan kegiatan lintas batas tradisional, yang
sebagian diantaranya bersifat ilegal dan sulit dicegah. Kegiatan
lintas batas tradisional ini telah berlangsung lama dan pada awalnya
didorong oleh kebutuhan dan manfaat bersama bagi penduduk
kedua negara di perbatasan, sebagai wujud dari perjanjian
perdagangan lintas batas Indonesia – Malaysia pada tanggal 11
Mei 1967.
2. Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Berdasarkan data BPS Kecamatan Jagoi Babang jumlah penduduk
adalah sebanyak 6.454 jiwa dengan komposisi 3.274 penduduk laki-laki dan
3.180 penduduk perempuan. Masalah jumlah dan perkembangan penduduk selalu
berkaitan dengan masalah penyediaan kesempatan kerja. Tingginya tingkat
pertumbuhan penduduk berpengaruh pada tingginya penyediaan (supply)
tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi tanpa diikuti penyediaan
kesempatan kerja yang cukup menimbulkan pengangguran yang memperparah
kehidupan sosial di daerah perbatasan di Kecamatan Jagoi Babang. Jumlah
Penduduk menurut desa di Kecamatan Jagoi Babang disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 4.1.2.
Jumlah Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Jagoi Babang
Su
mb
er :
BP
S
Kecamatan Jagoi Babang, 2016
32. 32
Berdasarkan data BPS Kecamatan Jagoi Babang tahun 2015,
jumlah penduduk di Kecamatan Jagoi Babang diperoleh data
pertumbuhan penduduk secara keseluruhan adalah sebesar 1,84 persen
per tahun. Hal ini disebabkan oleh keterisoliran daerah perbatasan dan
kesenjangan dengan wilayah negara tetangga menyebabkan ketertarikan
penduduk untuk tinggal di daerah perbatasan cenderung rendah. Sehingga
jumlah penduduk berkurang tiap tahunnya. Secara keseluruhan penduduk
di Kecamatan Jagoi Babang masih jarang terlihat dari kepadatannya rata-
rata 14, 67 jiwa per km2 dibandingkan dengan kepadatan rata-rata
penduduk di Kabupaten Bengkayang yang mencapai 63 jiwa per km2.
Bahkan untuk desa yang terisolir seperti Desa Semunying Jaya kepadatan
penduduk hanya 2 jiwa per Km2, Sinar Baru 4 jiwa per Km2Km dan
Desa Gersik kepadatan hanya 1 jiwa per Km2. Meskipun berada pada lini
1 (satu) perbatasan antar negara tetapi masyarakat tidak tertarik dan
berminat untuk menetap bahkan cenderung meninggalkan kampung
halamannya atau tempat kelahiran. Informan 8 menjelaskan:
Perpindahan penduduk dari kampung ini Pareh (ibu kota Desa
Semunying Jaya) sebagai daerah perbatasan, karena daerah sudah terlalu
lama menjadi dan dibiarkan sebagai daerah tersiolir, daerah tertinggal dan
terbelakang. Fasilitas dasar seperti rumah sekolah, puskesdes baru ada
beberapa tahun terakhir ini tenaga kesehatan tidak ada. Transportasi
masih menggunakan sungai Kumba sebagai urat nadi, akses jalan darat
belum ada.
3. Kesejahteraan Sosial
Dari BPS Kab. Bengkayang pada tahun 2016, tercatat bahwa dari jumlah
penduduk Kecamatan Jagoi Babang yang berjumlah 6.454 jiwa yang terdiri
dari 1.289 kepala keluarga, terdapat rumah tangga miskin (RTM) 334 KK
(25,92%), dari jumlah penduduk 6.454 jiwa masuk kategori penduduk miskin
sebanyak 1.537 jiwa (23,02%), penerima ASKESKIN berjumlah 619 KK
(47,78%), penerima beras miskin berjumlah 350 KK (27,15%) serta
masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan sebanyak 81 jiwa (1,2%) dan
status gizi buruk terdapat 2 jiwa. sebanyak rata-rata sebesar Rp. 112.380 per
33. 33
kapita tiap bulannya. Dari sini dapat diketahui bahwa, nilai indeks kedalaman
kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan adalah sebesar 3,92 dan 1,10.
Indeks kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan
pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Sedangkan indeks keparahan kemiskinan adalah gambaran mengenai
penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan dapat digunakan untuk
mengetahui intensitas kemiskinan.
Jika dibandingkan dengan rata-rata penduduk miskin di Kecamatan Jagoi
Babang, angka tersebut masih berada diatas angka rata-rata Kabupaten
Bengkayang. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan kemiskinan dan intensitas
kemiskinan Kecamatan Jagoi Babang masih berada di bawah Kabupaten
Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan tingkat pendidikannya
71,58 persen penduduk miskin belum menuntaskan pendidikan tingkat Sekolah
Dasar. Para Penduduk miskin sebagian besar 38,77 persen bekerja pada sektor
informal dan sebesar 61,23 persen bekerja pada sektor pertanian.
Tingkat kesejahteraan sosial penduduk dapat dilihat dari tingkat
kesejahteraan keluarga yang terbagi atas 5 kelompok yaitu kelompok Pra
Sejahtera, Sejahtera I, Sejahtera II, Sejahtera III, dan Sejahtera III Plus. Dari data
yang diperoleh bahwa sebagian besar keluarga berada pada tingkat sejahtera I
dan II yaitu sebanyak 967 keluarga 69,42 persen dan 307 keluarga
22,04 persen. Sedangkan keluarga yang berada pada tingkat pra sejahtera
sebanyak 51 keluarga atau 3,66 persen. Selanjutnya, dari data Kecamatan
Jagoi Babang dalam angka tahun 2009 diketahui bahwa di Desa Jagoi dari 422
KK terdapat 62 KK rumahyang tidak layak huni, di Desa Sekida dari 361 KK
terdapat 86 KK tidak layak huni, di Desa Kumba terdapat 125 KK tidak layak
huni dari 361 KK, di Desa Sinar Baru 85 KK dari 205 yang tidak layak huni, di
Desa Gersik dari 246 KK terdapat 60 KK rumah tidak layak huni, dan di Desa
Semunying Jaya dari 168 KK terdapat 84 KK yang tidak layak huni. Bahkan di
Desa Semunying Jaya, Desa Gersik, dan Desa Sinar Baru belum ada listrik
sama sekali.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Bengkayang pada tahun 2010,
34. 34
dibidang pendidikan bahwa di Kecamatan Jagoi Babang belum dibangun gedung
taman kanak-kanak (TK). Untuk bangunan SD sebanyak 15 unit dengan
jumlah murid SD sebanyak 1.179 orang dan jumlah guru SD berjumlah
85 orang. Jumlah gedung SMP sebanyak 2 unit dengan jumlah murid
sebanyak 188 orang, dan jumlah guru SMP sebanyak 19 orang. Bangunan
SMA baru terdapat 1 bangunan dengan jumlah murid sebanyak 94 orang yang
dilayani oleh 17 orang guru SMA. Menurut informan 3 bahwa:
“Kecenderungan banyak anak putus sekolah tinggi di Kec. Jagoi Babang
mereka rata-rata hanya tamat SMP, bahkan tamat SD tidak melanjutkan ke
SMP. Sebabnya, pertama ingin pegang duit sendiri, menyusul kakaknya di
Sarawak, adeknya pun ikut, motif untuk belajar memang kurang. Motivasi
sekarang belajar sangat kurang, angka putus sekolah memprihatinkan. Ini
kayaknya pengaruh lingkungan tinggi, generasi putus sekolah karena ikut-
ikutan cari ringgit, anak-anak tidak mau sakit apalagi sekolah harus
meninggalkan Jagoi”.
Selanjutnya untuk sektor kesehatan di Kecamatan Jagoi Babang
Puskesmas hanya satu unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 2 unit, Puskesmas
Keliling air sebanyak 1 unit, posyandu berjumlah 13 unit, Polindes berjumlah 3
unit, balai pengobatan sebanyak 2 unit, dan pengobatan tradisional (dukun)
sebanyak 20 orang menurut informan 4 .
“Untuk bidang kesehatan di Kec. Jagoi Babang relatif bagus. Hanya saja
beberapa desa baru dibangun Pustu, dan tenaga sebagian tahun 2010 baru ada
perawat atau bidan. Jarak masyarakat ke Puskesmas rata-rata jauh, transportasi
sulit. Kebersihan dan kepedulian masyarakat di jalur sungai rendah sekali,
sungai tempat mandi, untuk air minum juga dijadikan tempat buang sampah,
jadi jamban. Air minum sulit di daerah Saparan, tempatnya kumuh, tidak air
bersih tidak ada, hanya mengharapkan air sungai, padahal jika kemarau airnya
jadi kering”.
Kemiskinan dan ketidakberdayaan masyarakat menjadi topik yang menarik
untuk dibahas ketika mengkaji tentang kawasan perbatasan, karena penduduk
miskin merupakan sesuatu yang mudah dijumpai ketika berkunjung ke kawasan
ini. Meskipun kawasan perbatasan kaya dengan sumberdaya alam
35. 35
dan letaknya mempunyai akses ke pasar (serawak), tapi terdapat sekitar 45%
desa miskin dengan jumlah penduduk miskin sekitar 35%. Jika dibandingkan
dengan penduduk Malaysia tampak adanya ketimpangan pendapatan yang luar
biasa besarnya (sekitar 1:10).
4. Mobilitas dan Migrasi Penduduk
Sebagai salah satu daerah perbatasan langsung dengan negara tetangga
Kecamatan Jagoi Babang merupakan salah satu pintu yang digunakan untuk
keluar masuknya penduduk maupun barang dari kedua negara tersebut. Hingga
saat ini, sistem pengelolaan pintu lintas batas yang menghubungkan antara
Jagoi Babang dengan Serikin belum terpadu. Karena belum dilayani tempat
perlintasan internasional, sehingga gambaran mengenai jumlah perlintasan
yang terjadi dalam tahun terakhir masih belum diperoleh. Berdasarkan data
dari Kantor Imigrasi Kecamatan Jagoi Babang tecatat pada bulan Agustus 2009
tercatat 183 Warga Negara Indonesia (WNI) masuk dari Malaysia yang terdiri
dari 159 laki-laki dan 24 perempuan serta 158 WNI keluar menuju Malaysia
yang terdiri dari 136 laki-laki dan 22 perempuan. Namun, pada tahun 2010
jumlah perlintasan cenderung bertambah dimana tercatat sebanyak 7.181
orang WNI masuk dari Malaysia dan 8.123 orang WNI keluar menuju
Sarawak Malaysia.
Sebaliknya, WNA yang berangkat ke Malaysia sebanyak 72 orang, dan
WNA yang datang berjumlah 89 orang. Sedangkan jumlah orang yang keluar
masuk secara illegal diperkirakan sekitar 40 sampai dengan 50 orang setiap
minggu. Perlintasan tersebut semakin lama semakin meningkat, karena warga
negara Indonesia yang berjualan di “pasar kaget” di Kampong Serikin pada
hari Sabtu dan Minggu setiap akhir pekan. Jumlah pedagang yang telah menyewa
atau memiliki lapak atau kedai di Kampong Serikin sampai pada awal Bulan
Maret 2011 berjumlah 1.535 buah. Adapun tempat asal pedagang tersebut dari
Kabupaten Bengkayang, Sambas, Singkawang, Pontianak, Landak, dan dari
luar Provinsi Kalimantan Barat seperti dari Yogyakarta, Solo, Semarang, Jakarta
dan daerah lainnya. Pengunjungan atau pembeli dalam aktivitas “pasar kaget”
warga negara di Luar Negeri atau di Serikin berasal dari Kucing, Semenanjung,
Miri, Sibu, Sabah bahkan dari Negara Brunei
36. 36
Darussalam. Pertumbuhan penduduk akibat adanya mobilitas dan migrasi
penduduk di daerah perbatasan ini tidak cukup signifikan bagi penduduk
setempat. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya daya tarik dari daerah perbatasan
ini baik dari segi perekonomian maupun ketersediaan fasilitas yang ada.
Sehingga cenderung terjadi penurunan jumlah penduduk, karena penduduk
yang berumur usia sekolah untuk menempuh tingkat pendidikan yang lebih tinggi
mereka cenderung untuk pergi keluar wilayah ini atau putus sekolaah karena
kurangnya sarana pendidikan selanjutnya. Informan 2 menegaskan
bahwa:
“Jagoi sebagai ibu kota Pemerintah Kecamatan anak-anak muda
khusus usia wajib belajar sangat dipengaruhi oleh posisi sebagai
wilayah perbatasan antar negara, liat pakaian bagus ingin pakaian
yang bagus juga, usia sekolah ingin pegang uang ringgit, sehingga
banyak yang tidak melanjutkan pendidikan atau putus sekolah,
mereka kerja kebun, membantu atau kerja ke Sarawak mengikuti
keluarga yang ada di Kucing atau menjadi tukang ojek. Menurut
saya pak, jika anak-anak Jagoi ini mau sekolah dan mau maju,
jangan sampai tinggal dan hidup di Jagoi, karena pengaruh
lingkungan, sebab saya lihaat anak-anak yang berhasil adalah
anak-anak hasil kawin silang, dan bukan murni penduduk asli di
Jagoi Babang’.
Adapun pergerakan yang terjadi lebih cenderung bersifat pergerakan
melintas wilayah Indonesia menuju Malaysia yang melalui wilayah ini. Satu-
satunya faktor mobilitas dan migrasi yang mempengaruhi jumlah pertumbuhan
penduduk adalah program transmigrasi. Program tersebut juga tidak cukup
berhasil, dimana kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana merupakan
faktor utama yang menyebabkan kurang betahnya, warga transmigran untuk
berada di daerah perbatasan di Kecamatan Jagoi Babang.
37. 37
5. Karakteristik Ekonomi Wilayah
Karakteristik ekonomi daerah perbatasan di Kecamatan Jagoi Babang
sebagai salah satu wilayah yang termasuk dalam wilayah administratif
Kabupaten Bengkayang dapat diasumsikan bahwa karakteristik ekonomi
daerah perbatasan terbagi dalam struktur dan pertumbuhan ekonomi dan posisi
ekonomi daerah perbatasan dengan perencanaan dalam konstelasi ekonomi
regional.
Kondisi ekonomi daerah perbatasan ditandai dengan suasana kehidupan
masyarakat yang diliputi rendahnya taraf kesejahteraan sosial terutama jika
dibandingkan dengan kesejahteraan sosial negara tetangga. Orientasi ekonomi
masyarakat pada daerah perbatasan tapal batas cenderung dominan pada negara
tetangga Malaysia, hal ini disebabkan wilayah negara tetangga tersebut lebih
mampu memberikan kontribusi perkembangan sektor perekonomian karena
kelancaran proses perdagangan dan fasilitas lainnya yang dapat
mengakomodasikan masyarakat perbatasan. Berkaitan dengan bidang ekonomi,
kegiatan masyarakat di bidang koperasi, usaha kecil dan menengah serta
perdagangan belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Dalam hal ini
masih terdapat Koperasi yang sudah dibentuk, tetapi tidak aktif. Belum semua
jenis usaha termasuk perdagangan memiliki perizinan. Demikian juga kegiatan
lain yang menunjang perkembangan sektor perekonomian masyarakat daerah
perbatasan di Kecamatan Jagoi Babang. Kawasan Perbatasan seperti pertanian
(tanaman pangan, holtikultura, perikanan dan perternakan) dan perkebunan
belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Sementara itu potensi
pariwisata atau objek wisata belum dikelola secara maksimal dalam menunjang
perekonomian masyarakat daerah perbatasan di Kecamatan Jagoi Babang.
Dalam perkembangannya sekarang, secara umum daerah perbatasan di
Kecamatan Jagoi Babang, didalamnya dianggap sebagai daerah yang terisolir
di negeri sendiri tetapi tidak di negara tetangga. Terisolir di sini termasuk
dalam hal menyangkut kemudahan informasi, transportasi dan komunikasi.
Secara ekonomi, dapat dikatakan bahwa daerah perbatasan merupakan
hinterland-nya.
B. Organisasi
38. 38
Sebelum lebih jauh membahas tentang organisasi dalam implementasi
kebijakan P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat perbatasan di
Kecamatan Jagoi Babang. Pisau analisis untuk organisasi ini menggunakan
pendapat Charles O. Jones (1994:296), yang secara tegas menyatakan bahwa
sebuah kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan atau penataan kembali
sumber daya (resources), unit-unit serta metode yang ada dalam suatu
organisasi agar suatu kebijakan dapat berjalan sesuai dengan tujuan kebijakan
itu sendiri. Organisasi sebagai wadah yang bersifat statis, karena merupakan
bagan organisasi yang mewadahi seluruh anggotanya dengan status posisinya.
Organisasi sebagai proses yang bersifat dinamis, karena organisasi selalu
bergerak menuju tercapainya tujuan organisasi dengan pembagian tugas yang
jelas kepada para anggotanya baik berupa tanggung jawab, wewenang dan
mengadakan hubungan baik ke dalam maupun keluar dalam rangka mencari
keberhasilan organisasi.
Kebijakan percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus
(P2DTK) sesuai dengan naskah perjanjian utang luar negeri sebagaimana
tertuang dalam loan agreement # 4788-IND dan Credit Developmnet
Agreement telah dimulai sejak merupakan utang # 4076-IND tertanggal 4
Agustus 2005, serta diperkuat dengan Peraturan Menteri Negara Pembangunan
Daerah Tertinggal Nomor: 03/PER/M-PDT/V/2006 tentang Penetapan Lokasi
dan Alokasi Bantuan Lansung Masyarakat (BLM) Program P2DTK.
Pemerintah Kabupaten Bengkayang telah membuat kebijakan untuk
mendukung atau sebagai komplementer kebijakan menteri Negara PDT
tersebut, dalam bentuk Peraturan Bupati Bengkayang dan Keputusan Bupati
Bengkayang. Pemerintah Kab. Bengkayang sejak tahun anggaran 2007 telah
mengalokasikan dana pembiayaan dan administrasi program dalam APBD
Kab. Bengkayang. Tahun Anggaran 2007 dialokasikan dana sebesar
250.000.000, TA. 2008 sebesar Rp 300.000.000,- dan TA. 2009 Rp
250.000.000.
Pada tahun 2007 kebijakan P2DTK diintegrasikan kedalam Program
Nasional Pembangunan sosial masyarakat. P2DTK merupakan kebijkan
peningkatan kapasitas bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan
39. 39
pembangunan sosial ekonomi di daerah tertinggal dan khusus. Kebijakan ini
dikembangkan sebagai salah satu upaya pemerintah untuk memfasilitasi dan
mendampingi proses pembangunan masyarakat serta sebagai upaya
mengoptimalkan keterpaduan peran pemerintah, swasta dan masyarakat dengan
mempertemukan proses perencanaan pembangunan partisipatif dengan
perencanaan pembangunan daerah di perbatasan.
Kebijakan P2DTK merupakan bagian penting untuk mempercepat proses
pembangunan daerah perbatasan dalam rangka pembangunan sosial
masyarakat perbatasan. pembangunan sosial masyarakat melalui P2DTK
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif
dalam setiap proses tahapan kegiatan pembangunan sosial, budaya dan
ekonomi.
Pemerintah Kabupaten Bengkayang telah mendukung sepenuhnya kebijakan
P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat perbatasan dengan pencapaian
tujuan umum, yakni membantu Pemerintah Daerah dalam mempercepat
pemulihan dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah tertinggal dan khusus.
Sedangkan secara khusus, kebijakan P2DTK bertujuan:
a. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam memfasilitasi
pembangunan partisipatif;
b. Memberdayakan masyarakat dan lembaga-lembaga masyarakat dalam
perencanaan pembangunan partisipatif terutama bidang kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi;
c. Melembagakan pelaksanaan pembangunan partisipatif untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan sosial dasar pendidikan, kesehatan, infrastruktur,
penguatan hukum, capacity building, serta penciptaan iklim investasi dan
usaha;
d. Memperbesar akses masyarakat terhadap keadilan;
e. Meningkatkan kemudahan hidup masyarakat terutama keluarga miskin
melalui penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sosial ekonomi.
40. 40
Untuk mewujudkan baik tujuan umum dan tujuan khusus P2DTK
di daerah perbatasan Kecamatan Jagoi Babang dalam relevansi dengan
pemberdayaan masyarakat, mempunyai kaitan yang erat dengan kondisi
masyarakat yang relatif masih banyak dalam kategori miskin. Sebagai
wujud komitmen terhadap peningkatan pembangunan ekonomi yang
berdimensi kerakyatan tersebut, telah dilakukan berbagai upaya mulai
dari penyiapan berbagai aturan regulasi untuk kebijakan P2DTK dalam
pembangunan sosial masyarakat perbatasan sampai dengan keterlibatan
pemerintah daerah sebagai upaya peningkatan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan hasil penuturan informan 3 :
“ bahwa masalah pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan
keamanan di perbatasan menyangkut aspek pelaksana dan aspek
masyarakat sebagai objek dan penerima kebijakan P2DTK di
Kecamatan Jagoi Babang. Peranan seorang pemimpinan di daerah
perbatasan menjadi sangat menentukan keberhasilan semua
program pembangunan. Seorang Camat harus bisa memfasilitasi
semua program pembangunan yang dilaksanakan di daerahnya.
Demikian juga kemampuan seorang Kepala Desa juga harus mau
berkorban, menjadi teladan, bisa melakukan komunikasi dan
informasi yang tepat kepada masyarakat yang dipimpinnya.
Beberapa contoh, seperti Kepala Desa Kumba, pak Hambali
sudah empat periode menjadi Kepala Desa, padahal sekolahnya
hanya pernah Sekolah Rakyat dan tidak tamat”.
Implementasi kebijakan P2DTK di Kecamatan Jagoi Babang
merupakan tahapan yang sering dianggap paling krusial dalam pelaksanaan
kebijakan administrasi publik. Kebijakan administrasi publik (public
administration policy) biasanya dihubungkan dengan kegiatan pemerintah,
sehingga tidak bisa dipisahkan dengan birokrasi. Hal ini mengandung
makna, bahwa penguasa politik mendapat tambahan beban, dan kemudian
memaksanya untuk memikirkan perluasan infrastruktur birokrasi yang siap
dilibatkan diri terhadap kegiatan perencanaan implementasi kebijakan
percepatan pembangunan daerah tertinggal dan khusus di daerah
perbatasan.
Aktivitas organisasi sebagai tahap awal implementasi kebijakan
Pemerintah Pusat yakni Peraturan Menteri Negara Pembangunan Daerah
Tertinggal Nomor 07/PER/M-PDT/III/2007 tentang Perubahan
41. 41
P2DTK Provinsi
si
Tim Koordina
TPK
TPK
P2DTK Provinsi
si
Tim Koordina
Desa
Kecamatan
Kabupaten
Provinsi
Pus
Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor
001/KEP/M-M-PDT/II/2005 tentang Strategi Nasional Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT), dan lebih lanjut
telah di dukung oleh Peraturan Bupati Bengkayang Nomor: 74 Tahun
2006 tentang Strategi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal
(STRADA-PDT) Kabupaten Bengkayang Tahun 2007-2009.
Tentunya organisasi dalam hal ini adalah organisasi yang
dibentuk untuk mensukseskan kebijakan P2DTK agar bisa efektif, tepat
sasaran, memudahkan koordinasi, sehingga ada struktur organisasi yang
jelas mulai dari pelaku P2DTK dari Tingkat Pusat sampai pada Pelaku
Tingkat Desa.Bagan struktur organisasi P2DTK berikut:
Bagan B.
Struktur Organisasi Pengelolaan P2DTK Nasional
Bappenas
Tim Koordinasi P2DTK Nasiona
Kementrian Koperasi
Kementrian/
Lembaga
dan UKM
Terkait
Dept. Sosial Dept.
Kesehatan
Dept. Pekerjaan Umum Dept. Pendidikan
Nasional
Dept. Keuangan Dept. Dalam Negeri
Kementrian Negara
Bappenas Pembangunan Daerah
Tertinggal
Unit Pengendalian Project Implementing
KM Nas
Proyek (UPP)/ PMU Unit
Sekretariat
P2DTK Pusat
Tim Koordinasi P2DTK Provinsi
Dinas
Sosial
Dinas Kesehatan Dinas Terkait
Dinas Pendidikan Dinas PMD KM Provinsi
Dinas Pekerjaan Umum
Dinas
Koperasi
dan UKM
Bappeda
Tim Koordinasi P2DTK Kabupaten
Dinas
Sosial
Dinas Kesehatan Dinas Terkait
Dinas Pendidikan Dinas PMD KM Kabupaten
Dinas Pekerjaan Umum
Dinas
Koperasi
dan UKM
Bappeda
Sekretariat
P2DTK
Kabupaten
Satker P2DTK TPK Kab
Kabupaten
UPKD
Tim Koordinasi
P2DTK Kecamatan Fasilitator
Kecamatan
Sub Dinas Terkait
PL
PP Komitmen UPK
Kecamatan
FD/ TPKM/
TPK Komite Sekolah
at
Gubernur
Bupati
Camat
Kades
Masyarakat
Keterangan :
Pembinaan
Bantuan Teknis/ Pendampingan
Koordinasi
Sumber: Pedoman Umum P2DTK Nasional. 2016
Dalam konteks organisasi, kebijakan P2DTK memiliki tujuan
untuk membantu pemerintah daerah dalam mempercepat pemulihan dan
pertumbuhan sosial ekonomi daerah tertinggal dan khusus. Adapun tujuan
42. 42
P2DTK untuk meningkatkan kapasitas baik pemerintah dan masyarakat
untuk melakukan pembangunan sosial ekonomi di daerah tertinggal dan
khusus. Kebijakan ini dikembangkan untuk mempertemukan proses
perencanaan pembangunan partisipatif dengan perencanaan pembangunan
daerah. Untuk mencapai tujuan program, metode pendekatan yang
digunakan dalam pedoman umum pengelolaan program adalah:
a. Peningkatan Kapasitas, diarahkan untuk meningkatkan kapasitas
kelembagaan dan sumber daya manusia, baik pemerintah daerah
maupun masyarakat.
b. Pemberdayaan Masyarakat, diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat berperan aktif dalam setiap proses tahapan
kegiatan pembangunan sosial, budaya, dan ekonomi.
c. Pengembangan Ekonomi Lokal, diarahkan untuk mengembangkan
ekonomi daerah dengan didasarkan pada potensi sumberdaya lokal, baik
melalui pemerintah daerah, sektor swasta dan kelembagaan/organisasi
yang berbasis masyarakat setempat.
d. Perluasan Kesempatan/Akses Terhadap Pelayanan Pembangunan,
yang diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah-daerah
tertinggal dengan menghubungkan ke pusat pertumbuhan.
Dari dari informasi di lapangan menyebutkan bahwa organisasi
P2DTK sudah sangat rapi dan terstruktur dengan bagus. Namun,
masyarakat di perbatasan tidak terbiasa dengan suatu mekanisme kerja
yang memiliki suatu proses, dikarenakan masyarakat selalu ingin instan
untuk mengikuti dan menekuni suatu program pemberdayaan.
Rapat-rapat dan pertemuan yang dilaksanakan secara teratur agak
sulit diikuti oleh masyarakat, sebab pada siang hari masyarakat harus
pergi menyadap karet dan pergi ke ladang. Dikemukakan lagi oleh
informan bahwa rapat di P2DTK umumnya membutuhkan waktu yang
cukup lama, karena struktur organisasi yang lengkap dan semuanya
memberikan pendapat, sementara masyarakat tidak mendapat uang
sebagai ganti hari kerja. Pernyataan tersebut cukup beralasan, sebab
sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah petani dan tingkat
43. 43
pendapatan masyarakat yang masih rendah.
Demikian juga dalam pembentukan pengurus atau pelaku P2DTK
baik di tingkat kecamatan maupun pada tingkat desa, semula terjadi
persaingan yang cukup ketat. Namun, setelah mengetahui bahwa P2DTK
para pelakunya tidak mendapat gaji atau tidak diberi honor, maka secara
berangsur-angsur terjadi penurunan semangat kerja masyarakat tersebut,
yang ditunjukkan dengan ketidakhadiran dalam berbagai pertemuan
pelaku P2DTK. Dinamika ini terus terjadi, karena masa persiapan
Program P2DTK memerlukan waktu yang cukup lama, yakni telah
dimulai sejak tahun 2006 (wawancara dengan informan 2 . Informan 4
mengatakan:
“Pada awal P2DTK masuk di Kecamatan Jagoi Babang menurut
informasi yang saya terima, agak kurang mendapat respon dari
pemerintah kecamatan karena terdapat mis-komunikasi antara
Camat Jagoi Babang dan staf dengan Fasilitator Kecamatan (FK)
P2DTK. FK tersebut tidak bisa membawa diri serta bahkan
mengundang para Kepala Desa dalam sosialisai di kecamatan
Jagoi tidak menyediakan konsumsi makan siang, sehingga tidak
menarik perhatian, sempatik, dan kepercayaan masyarakat. Dalam
masyarakat yang transisi seperti di perbatasan ini perlu seorang
pemimpin yang bisa menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
Bisa menyakinkan masyarakat, membuat masyarakat bisa
komunikasi, mengemukakan pendapat, diperlukan seorang
pemimpin termasuk konsultan, dan kepala desa yang mau
berkorban dan rendah hati”.
Menurut informasi selanjutnya di Lapangan menyebutkan,
implementasi kebijakan P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat
perbatasan pada Kecamatan Jagoi Babang belum berhasil secara fisik,
karena belum masyarakat tidak mendapatkan seperti yang diharapkan
baik secara individu atau kelompok yang bertanggung jawab dalam
pencapaian kebijakan. Ketepatan organisasinya dengan para pelaksana, dan
konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan yang
diorganisasikan dengan berbagai sumber organisasi. Akibatnya, para
pelaksana dapat mengetahui apa yang diharapkan dari ukuran dasar dan
tujuan itu. Di antara organisasi merupakan suatu proses yang kompleks dan
sulit. Dalam meneruskan pesan ke bawah dalam suatu organisasi atau
44. 44
dengan organisasi lainnya, baik secara sengaja atau tidak sengaja. Lebih
dari itu, jika sumber informasi yang berbeda memberikan interpretasi
yang tidak konsisten terhadap ukuran dasar dan tujuan atau jika sumber
yang sarna memberikan interpretasi yang bertentangan, para pelaksana
menghadapi kesulitan yang lebih besar untuk melaksanakan maksud
kebijakan. Oleh karena itu, prospek tentang implementasi yang efektif
ditentukan oleh kejelasan ukuran dan tujuan yang dinyatakan dan oleh
ketepatan dan konsistensi dalam mengorganisasikan ukuran dan tujuan
tersebut.
Berkenaan dengan itu, maka organisasi dalam konteks organisasi
implementasikan kebijakan P2DTK di Kecamatan Jagoi Babang, pada
tingkat pengelolaan dan pengawasan yang dirasakan oleh anggota
organisasi. Dalam konteks sosialisasi kebijakan, struktur organisasi dapat
menciptakan pengendalian keuangan yang sehat melalui standar dan
prosedur pengelolaan keuangan dan pencatatan akutansi yang kredibel.
Tujuannya untuk menjamin bahwa langkah penyusunan dan pencatatan
yang telah dilakukan dapat menciptakan integritas finansial dari aktivitas
organisasi dalam memenuhi kehidupan, masih ada yang belum dapat
sepenuhnya ditangani kebijakan P2DTK di Kecamatan Jagoi Babang.
Sementara berdasarkan struktur organisasi masih ada petugas
implementasi kebijakan P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat
perbatasan belum efektif pada daerah perbatasan di Kecamatan Jagoi
Babang, yang tidak melaksanakan tugas berdasarkan struktur organisasi
secara teratur sebagai wadah maupun proses, tidak dapat berjalan sendiri
dalam menjalankan fungsinya dalam P2DTK, oleh karena itu setiap
kegiatan organisasi secara teratur membutuhkan dalam menggerakkan
dirinya, begitu juga pada saat berinteraksi dengan pihak luar organisasi.
Adapun struktur organisasi di Kecamatan Jagoi Babang sesuai
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang Nomor 02 Tahun 2010
adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2.2.
Bagan Susunan Organisasi Kecamatan Jagoi Babang
45. 45
Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat
CAMAT
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIS CAMAT
SUB BAGIAN
ADMIINISTRASI
SUB BAGIAN
RENCANA KERJA
DAN KEUANGAN
SEKSI
PEMERINTAHAN
SEKSI
KETENTRAMAN
DAN KETERTIBAN
SEKSI EKONOMI
DAN
PEMBANGUNAN
SEKSI
KESEJAHTERAA
N SOSIAL
Sumber : Kecamatan Jagoi Babang, 2016
Dengan adanya koordinasi dalam aktivitas organisasi P2DTK
diharapkan semua pelaksanaan kegiatan P2DTK dalam pembangunan
sosial masyarakat perbatasan dapat berlangsung sesuai dengan yang
diharapkan, dan pada akhirnya pelaksanaan kegiatan dapat
melembagakan peembangunan yang partisipatif sebagai wujud
keberhasilan pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan Kecamatan
Jagoi Babang
Sementara itu pembagian kerja dalam organisasi, menunjukkan
bahwa masih ada pelaku P2DTK yang ditunjuk di Kecamatan Jagoi Babang
yang tidak melaksanakan tugas berdasarkan pembagian kerja yang telah
ditetapkan, karena masih terdapat aparatur yang kurang bertanggung jawab
untuk melaksanakan tugasnya, sehingga pembagian kerja menjadi tidak
jelas dan tidak terarah bahkan terjadi tumpang tindih pekerjaan. Kalau
pekerjaan tersebut berhubungan dengan uang informan
9 , maka banyak yang melaksanakannya, tetapi sebaliknya pekerjaan
tersebut kurang direspon dengan baik. Oleh karena itu, Pemerintah
Kecamatan Jagoi Babang melakukan langkah tegas untuk kebijakan
P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat perbatasan petugas
46. 46
pelaku untuk melaksanakan peran sesuai dengan tugasnya masing-
masing.
Sumber daya organisasi menunjukkan bahwa kelompok sasaran
belum efektif dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam arti belum
memperhatikan ketetapan dalam menentukan siapa saja yang menjadi
kelompok sasaran, Pemerintah Kecamatan Jagoi Babang ditunjukkan
menjadi sasaran kebijakan P2DTK dalam pembangunan sosial
masyarakat perbatasan cenderung ditekankan pada aspek ekonomi, tetapi
juga aspek sosial, budaya, dan keamanan. Namun kesejahteraan
kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal dan khusus juga
memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah,
seperti daerah perbatasan antar negara, pulau-pulau kecil, pedalaman,
serta rawan bencana alam dan bencana sosial. Selain itu, dalam petunjuk
teknis yang disusun oleh Bappenas dan Kementerian Negara
Pembangunan Daerah Tertinggal pada tahun 2007, bahwa tujuan adalah
mempercepat pemulihan dan pertumbuhan sosial ekonomi dengan
memperkuat perencanaan partisipatif dan mendorong terjadinya
pendekatan multisektor.
Dalam hal ini Pemerintah Kecamatan Jagoi Babang dengan
implementasi kebijakan P2DTK dengan mengutamakan pembangunan
sosial masyarakat perbatasan di daerah perbatasan, sehingga tidak timbul
kesan bahwa masyarakat di daerah perbatasan untuk menikmati fasilitas
yang disediakan. Dengan demikian, akumulasi kekecewaan masyarakat di
daerah perbatasan diwujudkan dengan memberi respon negatif terhadap
pelaksanaan P2DTK di Kecamatan Jagoi Babang dalam bentuk perilaku
negatif terjadi ketika aparat pemerintah berada dalam keadaan lengah.
Perilaku organisasi menunjukkan bahwa implementasi kebijakan
P2DTK dalam pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan di
Kecamatan Jagoi Babang belum berjalan dengan efektif informan 11 .:
“Sebetulnya sosialisasi sudah gencar dilaksanakan di lapangan
secara berjenjang mulai dari Kabupaten untuk para Camat, dan di tingkat
kecamatan untuk para kepala desa, tenaga kesehatan, pendidikan, tokoh
47. 47
masyarakat, BPD, dari FK P2DTK hanya menyiapkan dana minum dan
ATK saat pertemuan sebesar Rp 200.000., sosialisasi di desa
dilaksanakan oleh Kades dan BPD, FD dan pendamping lokal. Sosialisasi
di dusun dilaksanakan oleh FD dan Kepala Dusun. Dana untuk rapat atau
sosialisasi ini sangat kecil, terutama mengundang para perangkat desa
yang jauh dan terisolir. Sosialisasi ini tidak serta merta mendapat respon
positif dari masyarakat, sebab minset seperti pelaksanaan proyek yang
bersumber dari APBD atau APBN”.
Pentingnya perilaku organisasi dalam implementasi kebijakan
P2DTK dalam pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan di
Kecamatan Jagoi Babang bertitik tolak menjadikan organisasi sebagai
modal terpenting, juga merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan
dalam rangka P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat perbatasan
di Kecamatan Jagoi Babang. Oleh karena itu, perilaku organisasi sangat
menentukan, sebab memberikan kesempatan yang lebih luas bagi
tumbuhnya kekuatan ekonomi bagi kemampuan pemerintah yang menjadi
kunci keberhasilan implementasi kebijakan P2DTK dalam pembangunan
sosial masyarakat perbatasan di Kecamatan Jagoi Babang.
Salah satu implikasi dari organisasi adalah koordinasi dalam
berbagai hal yang menyangkut urusan P2DTK dalam pembangunan sosial
masyarakat perbatasan belum efektif di daerah perbatasan. Informan
lainya juga mengatakan:
“ Tidak efektif dalam kehadiran pertemuan P2DTK bukan karena
kami tidak mendukung kegiatan ini. Tapi kami sangat jauh
perjalanan ke ibu kecamatan, sehingga beberapa pertemuan tidak
bisa dihadiri, transportasi sangat tergantung dengan orang yang
memiliki speed (motor air) mudik baru bisa ikut sampai seluas,
udah itu naik ojek lagi sehingga bayarnya juga lumayan berat bagi
kami yang tinggal jauh. Tidak mampu pelaku P2DTK di
Kecamatan membayar transportasi kami pulang pergi. Bagaimana
mau memberdayakan orang, kami pelaku di desa hampir semua
kesulitan dalam berbagai hal”.
Karena kehadiran organisasi merupakan suatu yang sudah
menjadi hakekat untuk untuk dicapai baik manusia dengan segala
dimensinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan, baik selaku
48. 48
individu maupun sebagai makhluk sosial mempunyai kebutuhan (human
needs) yang dipenuhi dan dilindungi pada perkembangan selanjutnya,
munculnya fenomena aktivitas untuk mengurangi jumlah permasalahan
kesenjangan ekonomi, angka kemiskinan dapat ditekan, angka
pengangguran dapat dikurangi, keadilan dapat terwujud dengan melalui
perhatian pada pemberdayaan kepada masyarakat, ketahanan sosial dan
budaya dapat dipertahankan, serta secara politik dapat
dipertanggungjawabkan di Kecamatan Jagoi Babang, hingga kini belum
efektif meningkatkan tatanan kehidupan masyarakat daerah perbatasan
yang lebih sejahtera. Informan 5 :
“Untuk sejahtera melaui kebijakan P2DTK memang agak sulit.
Tetapi secara non fisik kebijakan P2DTK sangat membantu
masyarakat untuk belajar beroganisasi, mengemukakan pendapat,
bermusyawarah. Data bidang kesehatan saja di Peleng Pustu baru
dibangun TA 2008, tenaga baru 1 orang diisi tahun 2009. Di
Sentimok Polindes baru dibagun tahun 2008, Polindes Sinar Baru
dan Semunying Jaya dibangun tahun 2009, dan petugas baru ada
tahun 2010 hanya 1 tenaga orang. Jarak tempuh yang jauh dan
trasnportasi yang sering membuat anggota masyarakat meninggal
di jalan. Untuk kasus yang berat biasanya keluarga pasein dibawa
ke Distrik Bau, bahkan ke Kucing. Saya bawa ambulance
langsung ke Kucing. Jika emergensi untuk berobat dan
menyelamatkan nyawa Pemerintah Malaysia mulai dari Askar,
Polisi dan dokter tidak mempersalahkan, biar tidak membawa
dokumen imigrasi apapun, asal ada keluarga yang menjadi
jaminan”.
Kondisi ini dapat dimengerti, karena pola penyelenggaraan
pemerintahan pusat maupun pemerintah daerah, selama ini masih
memiliki orientasi internal dan memandang daerah perbatasan sebagai
daerah belakang atau terluar, sehingga belum menjadi program prioritas
karena lebih mengutamakan kepentingan dari pemerintah. Akibatnya,
implementasi kebijakan pembangunan sosial masyarakat perbatasan
masih terabaikan dan belum dilakukan secara efektif.
Organisasi yang dimaksudkan disini adalah organisasi yang
berkaitan dengan organisasi program percepatan pembangunan daerah
tertinggal dan khusus dalam pemberdayaan masyarakat di daerah
perbatasan Kecamatan Jagoi Babang yaitu organisasi pemerintah dan
49. 49
swasta. Menurut Jones (1994: 319) bahwa organisasi memiliki
keuntungan yang besar dalam proses kebijakan; ia mengendalikan
informasi, menguasai pengetahuan serta memiliki ideologi departemen.
Aktor dalam organisasi P2DTK dalam pembangunan sosial masyarakat
perbatasan dapat dikelompokkan atas 2 (dua) sebagaimana dikemukakan
Hoogerwerf (1983: 159) bahwa yang penting disini adalah ”Perbedaan
antara pelaksana kebijaksanaan dan obyek kebijaksanaan (penduduk yang
menjadi tujuan)”. Dengan demikian, aktor organisasi P2DTK dalam
pembangunan sosial masyarakat perbatasan adalah aparatur organisasi
baik pemerintah maupun swasta, sedangkan aktor yang menjadi tujuan
atau sasaran organisasi P2DTK pembangunan sosial masyarakat
perbatasan Kecamatan Jagoi Babang.
Dalam konteks dan aktivitas organisasi P2DTK memiliki
sumberdaya yang cukup memadai, karena telah memiliki struktur
organisasi pengelola yang jelas mulai dari tingkat nasional atau pusat
sampai pada pelaku tingkat desa. Untuk pelaku tingkat pusat disebut
dengan Tim Koordinasi Perencanaan dan Pengendalian Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (TK-P2DTK). Unit-unit yang
masuk dalam TK-P2DTK adalah Bappenas, KPDT, Departemen
Keuangan, Depdagri, DPU, Depdiknas, Depkes, Depsos, KUKM, Kemeneg
PP, Pertahanan dan keamanan, BPKP, Kepolisian Negara dan Setneg.
Project Implementing Unit (PIU) berada di KPDT dan bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan dan pengendalian dana bantuan langsung
masyarakat, dana operasional kegiatan dan bantuan teknis program
P2DTK. Selain itu, dibentuk juga konsultan manajemen nasional,
adalah tenaga profesional yang bertugas membantu pengendalian
fungsional dalam mengimplementasian program sesuai dengan kebijakan
yang telah ditetapkan dalam program P2DTK.
Pelaku tingkat Provinsi, Gubernur adalah penanggung jawab
pelaksanaan Program P2DTK dan sebagai pembina Tim Koordinasi (TK-
Prov). DPRD Provinsi adalah lembaga yang memberikan dukungan
kebijakan untuk kelancaran pelaksanaan dan keberlanjutan kegiatan
50. 50
program P2DTK di tingkat Provinsi yang diketuai oleh Kepala Bappeda
Provinsi. Adapun unit-unit yang terlibat adalah Konsultan Manajemen
Provinsi, adalah tim yang bertugas melakukan pendampingan terhadap TK-
Provinsi, memberikan dukungan teknis dan manajerial kepada KM-
Kabupaten untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
mekanisme dan prinsip-prinsip program P2DTK.
Pelaku pada tingkat Kabupaten, Bupati adalah penanggung jawab
pelaksanaan Program P2DTK dan sebagai pembina Tim Koordinasi (TK-
Kab). DPRD Kabupaten adalah lembaga yang memberikan dukungan
kebijakan untuk kelancaran pelaksanaan dan keberlanjutan kegiatan
program P2DTK di tingkat Kabupaten. Ketua TK-Kabupaten adalah kepala
Bappeda dengan melibatkan dinas dan instansi terkait seperti dinas
Kesehatan, Dinas Pendidikan, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa. Dalam pelaksanaannya TK-Kabupaten didampingi
oleh Konsultan Manajemen Kabupaten (KM-Kab), adalah tim yang
bertugas melakukan pendampingan terhadap TK-Kabupaten dan
memberikan dukungan teknis kepada pelaku-pelaku program P2DTK
lainnya untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prinsip-
prinsip dan mekanisme program P2DTK. KMK-Kab, direkrut oleh TK-
Provinsi dari aktivis atau profesional yang berpengalaman dalam
pemberdayaan masyarakat minimal selama 5 (lima) tahun.
Selanjutnya pelaku pada tingkat Kecamatan, Camat atas nama
Bupati sebagai pembina kegiatan Program P2DTK di wilayah kecamatan.
Tim Koordinasi Kecamatan (TK-Kec) bertugas melakukan pembinaan
dan pengendalian program P2DTK tingkat kecamatan. Adapun pelaku
yang terlibat di tingkat kecamatan adalah TK-Kec, pejabat pembuat
komitmen (PP-Komitmen), fasilitator kecamatan (FK), tim kajian teknis
kecamatan, unit pengelola kegiatan kecamatan, dan tim pengelola
kegiatan pemuda (TPK-P). Dalam pelaksanaannya FK merupakan
pendampingan program yang memberikan banutan teknis kepada
masyarakat dan aparat pemerintah dalam pengelolaan program di tingkat
kecamatan dan desa. FK direkrut dari para aktivis yang berpengalaman
51. 51
minilam selama 5 (lima) dalam hal pemberdayaan masyarakat.
Adapun pelaku dan unit yang terkait dengan pelaksanaan P2DTK
di tingkat desa adalah Kepala Desa, sebagai pembina pelaksanaan
program P2DTK di wilayahnya. Unit terkait adalah Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), Fasilitator Desa (FD), yakni kader
pembangunan desa yang bertugas memfasilitasi kegiatan P2DTK di desa,
khususnya dalam proses penggalian gagasan di dusun dan desa. Setiap desa
terdapat 2 (dua) orang FD, yang terdiri dari 1 (satu) orang laki-laki, dan 1
(satu) orang perempuan. Selanjutnya adalah tim pelaksana kegiatan desa
(TPK Desa), yang bertugas mengelola dan melaksanakan kegiatan yang
didanai P2DTK sesuai kesepakatan musyawarah desa. Selain itu terdapat
juga tim penggerak kesehatan masyaraakat, komite sekolah, tim
identifikasi potensi, kebutuhan dan masalah masyarakat dari unsur
masyarakat, lembaga terkait dan perangkat desa serta adanya pelaku
usaha.
Dengan demikian bahwa dilihat dari aktivitas organisasi
kebijakan P2DTK sudah memiliki organisasi yang modern. Karena tujuan
organisasinya telah ditetapkan secara jelas, adanya komunikasi dan
koordinasi pada setiap level pelaku P2DTK, adanya kerjasama antar
struktur dan aktor, adanya pembagian kerja dan wewenang yang jelas.
Adanya sumber daya organisasi yang potensi baik pelaku (implementor)
maupu sasaran (target group), adanya keterbukaan dalam pelaksanaan
kegiatan seperti musyawarah, didukung oleh sarana dan prasarana
pemerintah baik di tingkat kecamatan maupun di desa.
Dalam melihat aktivitas organisasi P2DTK ini informan 6
menyatakan:
“Sesungguhnya organisasi P2DTK sangat jelas. Namun, dalam
pelaksanaannya cukup rumit karena pelaku P2DTK dan target
group sulit memahami administrasi yang agak rumit utamanya
administrasi keuangan. Kenyataan ini harus dihadapi oleh para
pengurus UPK kecamatan karena tingkat pendidikan rata-rata
dibawah SMA, tidak ada pengalaman administrasi keuangan,
sehingga menjadi hambatan kelancaran laporan dan administrasi
P2DTK.