Dokumen tersebut membahas tentang filsafat ilmu yang mencakup pengertian, objek, fungsi, dan substansi filsafat ilmu. Filsafat ilmu adalah telaah kefilsafatan yang meninjau ilmu dari segi ontologis, epistemologis, dan aksiologis untuk menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Filsafat ilmu bertujuan memberikan landasan filosofis dalam memahami konsep dan teori ilmu serta membangun teori ilmiah.
1. FILSAFAT ILMU
A. PENDAHULUAN
Filsafat ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis
karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaiknya perkembangan ilmu
memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran
bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang
dominan.
Perubahan dari pola pikir mite-mite kerasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam
dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian didekati dan bahkan bisa
dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-
teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta maupun pada
manusia sendiri.
B.PENGERTIAN
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian
filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh
Ismaun (2001)
Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current
scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of
science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”.
(Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-
pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang
dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan
suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of
scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific
enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai
suatu keseluruhan)
A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of
the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions,
and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan
filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-
metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam
kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the
relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan
tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara
percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral
analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara
etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for
science what philosophy in general does for the whole of human experience.
Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about
man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the
2. other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or
action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency
and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat
bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman
manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-
teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-
landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara
kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau
tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan
ketakajegan dan kesalahan
Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to
elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational
procedures, patens of argument, methods of representation and calculation,
metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their
validity from the points of view of formal logic, practical methodology and
metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama
menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-
prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan
perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya
menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika
formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan
telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau
dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji
hakikat ilmu, seperti :
Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang
membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa
ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut
kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita
dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan
antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana
penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana
kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah
dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S.
Suriasumantri, 1982)
C OBJEK FILSAFAT
1.Objek Material filsafat
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu
atau hal yang di selidiki, di Pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup
apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
3. Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang
ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu
yang ada itu di bagi dua, yaitu:
Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang
ada pada umumnya.
Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan
tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam
(kosmologi).
2. Objek Formal filsafat
Yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.
Contoh : Objek materialnya adalah manusia dan manusia ini di tinjau dari sudut pandangan
yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di antaranya
psikologi, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya.
E. FUNGSI FILSAFAT
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat
ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan
filsafat lainnya.
Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek
kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan
dari Agraha Suhandi (1989)
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan
landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan
membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula,
bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu
berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of
explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara
sederhana.
4. G. SUBSTANSI FILSAFAT
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat
bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran
(truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.
1.Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang
filosofis yang melandasinya.
Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara
yang sensual satu dengan sensual lainnya.
Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan
ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi
antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas,
kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik
dengan skema rasional, dan
Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi
antara empiri dengan obyektif.
Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta
ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek
kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi
terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi
fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis.
Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari
bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk
suatu deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara
tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik
(Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran
5. dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif,
kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya
satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain
dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik
berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau
pun pada dataran transendental.
b.Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan
dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau
berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief
yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan
apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang
mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan
dalam tindakan.
d.Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki
kegunaan praktis.
e.Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang
dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila
proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai
dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa
proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar
materialnya.
f.Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari
kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis
statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya.
Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan
mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
6. 3.Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi
absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi,
postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila
mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi
atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif,
deduktif, ataupun reflektif.
4.Logika inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika
matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran
korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang
dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat
spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian
berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional,
koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan
kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper
menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir
mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural
paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan
baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu,
yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu
logika induksi dan logika deduksi.
H CORAK DAN RAGAM FILSAFAT
Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:
Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta
ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
7. Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means.
Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide
manusia.
Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai
salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan
praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik
dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil
memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah
human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi
tidak merusak lingkungan.
Dafatar Pustaka
Abbas Hamami M. 1976. Filsafat. Yogyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat
UGM.
. 1982. Epistemologi Bagian I Teori Pengetahuan. Diktat. Yogyakarta: Fakultas Filsafat
UGM.
. 1980. Disekitar Masalah Ilmu; Suatu Problema Filsafat. Surabay: Bina Ilmu.
. Epistimologi Masa Depan dalam jurnal filsafat. Seri 1, februari 1990.
8. Pengantar Filsafat
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa
Arab ,ةسلفyang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa
ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan,
cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang
“pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda
juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa
Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problema falsafi pula. Tetapi paling
tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi daripada arti dan
berlakunya kepercayaan manusia pada sisi yang paling dasar dan universal. Studi ini
didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi
dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses
sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa
dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat.
Hal ini membuat filasafat sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu bisa dikatakan banyak
menunjukkan segi eksakta, tidak seperti yang diduga banyak orang.
Klasifikasi filsafat
Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun
tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh
karena itu filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada
dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat
Timur Tengah”.
„„„Filsafat Barat‟‟‟ adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-
universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi
falsafi orang Yunani kuno.
Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur
Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
„„„Filsafat Timur‟‟‟ adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di
India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri
khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini
kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi
di Dunia Barat filsafat ‟an sich‟ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama
beberapa filsuf: Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang
Zi dan juga Mao Zedong.
9. „„„Filsafat Timur Tengah‟‟‟ ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat
dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli
waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah
orang-orang Arab atau orang-orang Islam (dan juga beberapa orang Yahudi!), yang
menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani
dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar
terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi
masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur
Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari
lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu
Sina), Ibnu Tufail, dan Averroes.
Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M..
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam,
dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi
untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana:
di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara
intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di
pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates,
Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid
Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-
komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada
sejarah filsafat.
Sejarah Filsafat Barat bisa dibagi menurut pembagian berikut: Filsafat Klasik, Abad
Pertengahan, Modern dan Kontemporer.
Klasik
“Pra Sokrates”: Thales – Anaximander – Anaximenes – Pythagoras – Xenophanes –
Parmenides – Zeno – Herakleitos – Empedocles – Democritus – Anaxagoras
“Zaman Keemasan”: Sokrates – Plato – Aristoteles
Abad Pertengahan
“Skolastik”: Thomas Aquino
Moderen
Rene Descartes – Baruch de Spinoza- Blaise Pascal – Leibniz – Thomas Hobbes – John
Locke – Georg Hegel – Immanuel Kant – Søren Kierkegaard – Karl Marx- Friedrich
Nietzsche – Schopenhauer – Edmund Husserl
10. Materi Kuliah Pengantar Filsafat
Materi Perkuliahan: Pengantar Filsafat
Pertemuan ke: 2
Dosen Pengampu: Indra Tjahyadi, S.S.
Pokok Bahasan: Mengenal Filsafat
Sub Pokok Bahasan: 1. Pengertian Filsafat; 2. Objek Filsafat;
3. Metode Filsafat; 4. Peranan dan Tujuan Filsafat
MENGENAL FILSAFAT
I.PengertianFilsafat
Setiap kali saya memulai untuk pertama kali memberikan perkuliahan mata kuliah
"Pengantar Filsafat", saya senantiasa dihadapkan pada pertanyaan: "Apakah filsafat itu?"
Sungguh ini merupakan pertanyaan yang sederhana, bahkan sangat sederhana. Tapi, untuk
memberikan jawaban yang dapat memuaskan dan benar-benar menjawab pertanyaan
tersebut, itu bukanlah perkara yang mudah.
Ada yang mengira bahwa filsafat itu sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak
berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon yang tak bermakna atau omong
kosong. Selain itu ada pula yang mengira bahwa filsafat itu merupakan kombinasi dari
astrologi, psikologi dan teologi. Filsafat bukanlah semua itu.
Oxford Pocket Dictionary mengartikan filsafat sebagai use of reason and argument in
seeking truth and knowledge of reality. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
mengartikan filsafat sebagai:
1. pengetahuan dan penyedilikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, dan hukumnya;
2. teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan;
3. ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi;
4. falsafah.
Menurut Kamus Filsafat, filsafat merupakan (Bagus, 2000: 242):
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang
seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya,
hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan penyataan-pernyataan yang
diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu manusia melihat apa yang dikatakan dan
untuk mengatakan apa yang dilihat.
Secara etimologi atau asal kata, kata "filsafat" berasal dari sebuah kata dalam bahasa
Yunani yang berbunyi philosophia. Kata philophia ini merupakan kata majemuk yang
terdiri dari kata philos dan sophia. Kata philos berarti kekasih atau sahabat, dan kata
sophia yang berarti kearifan atau kebijaksanaan, tetapi juga dapat diartikan sebagai
pengetahuan. Jadi secara etimologi, philosophia berarti kekasih/ sahabat kebijaksaan/
kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan.
11. Agar bisa menjadi kekasih atau sahabat, seseorang haruslah mengenal dekat dan akrab
dengan seseorang atau sesuatu yang ingin dijadikan kekasih atau sahabat tersebut. Dan ini
hanya bisa dilakukan apabila seseorang tersebut senantiasa terus-menerus berupaya untuk
mengenalnya secara dalam dan menyeluruh. Dengan harapan bahwa upaya yang terus-
menerus itu dapat membawa seseorang atau sesuatu itu pada kedekatan yang akrab
sehingga dapat mengasihinya.
Seseorang yang melakukan aktivitas tersebut disebut filsuf. Filsuf adalah seseorang yang
mendalami filsafat dan berusaha memahami dan menyelidikinya secara konsisten dan
mendalam. Konsisten artinya bahwa seseorang tersebut terus menerus menggeluti filsafat.
Mendalam berarti bahwa ia benar-benar berusaha mempelajari, memahami, menyelidiki,
meneliti filsafat.
Tadi dikatakan bahwa filsafat adalah kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/
sahabat pengetahuan, jadi karena ia merupakan kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau
kekasih/ sahabat pengetahuan, maka filsafat memiliki hasrat untuk selalu ingin dekat, ingin
akrab, ingin mengasihi kearifan/ kebjaksanaan/ pengetahuan. Tapi, kearifan/
kebijaksanaan/ pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat abstrak dan luas. Keabstrakan
dan keluasan ini menjadikan hasrat yang dimiliki filsafat tersebut tak mudah untuk
dipuaskan sepenuhnya. Ini menyebabkan filsafat terus-menerus melakukan usaha untuk
memenuhinya. Usaha yang terus menerus ini membuat filsafat, pada satu sisi, dikenal tak
lebih dari sebagai sebuah usaha atau suatu upaya.
Selain sebagai sebuah usaha atau suatu upaya, William James, seorang filsuf dari Amerika,
melihat bahwa berpikir juga merupakan sisi lain dari filsafat. Menurutnya, filsafat adalah
suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang. Artinya, bahwa
segala upaya yang dilakukan oleh filsafat tak dapat dilepaskan dari tujuannya untuk meraih
kejelasan dan keterangan dalam berpikir. Jadi, berpikir adalah sisi lain yang dimiliki
filsafat.
Ihwal pentingnya keberadaan berpikir dalam filsafat, Thomas Nagel dalam Philosophy:
Basic Reading mengatakan (1987: 3):
Philosophy is different from science and from mathematics. Unlike science doesn't rely on
experiments or observation, but only on thought. And unlike mathematics it has no formal
methods of proof. It is done just by asking questions, arguing, trying out ideas and thinking
of possible arguments against them, and wondering how our concepts really work.
Bagi manusia, berpikir adalah hal yang sangat melekat. Manusia, merujuk pada Aritoteles,
adalah animal rationale atau mahluk berpikir. Tidak seperti mahluk-mahluk lainnya, oleh
Tuhan manusia diberi anugerah yang sangat istemewa yakni akal. Dengan akal, manusia
memiliki kemampuan untuk berpikir dan mengatasi dan memecahkan segala permasalahan
yang dihadapinya pikirannya. Karena filsafat mengandaikan adanya kerja pikiran, maka
sifat pertama yang terdapat dalam berpikir secara filsafat adalah rasional.
Rasional berarti bahwa segala yang dipikirkannya berpusar pada akal. Tapi, tidak semua
aktivitas berpikir manusia dapat dikatakan berpikir secara filsafat. Untuk dapat dikatakan
bahwa satu aktivitas berpikir itu merupakan berpikir secara filsafat, aktivitas berpikir itu
haruslah bersifat metodis.
12. Secara umum, berpikir metodis berarti berpikir dengan cara tertentu yang teratur. Dalam
membeberkan pikiran-pikirannya, filsafat senantiasa menggunakan cara tertentu yang
teratur. Keteraturan ini membuat pikiran-pikiran yang dibeberkan oleh filsafat menjadi
jelas dan terang. Tapi agar cara tertentu itu dapat teratur, filsafat membutuhkan faktor lain,
yakni sistem.
Sebagai sebuah sistem, filsafat suatu susunan teratur berpola yang membentuk suatu
keseluruhan. Ia terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur
menurut pola tertentu, dan membentuk satu kesatuan. Adanya sistem membuat satu cara
berpikir tertentu yang teratur tetap pada keteraturannya. Oleh karena itu, selain berpikir
metodis filsafat juga memiliki sifat berpikir sistematis.
Berpikir secara sistematis memiliki pengertian, bahwa aktivitas berpikir tersebut haruslah
mengikuti cara tertentu yang teratur, yang dilakukan menurut satu aturan tertentu, runtut
dan bertahap, serta hasilnya dituliskan mengikuti satu aturan tertentu pula tersusun
menurut satu pola yang tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Jadi, agar dapat
dikatakan bahwa seseorang tersebut sedang berpikir secara filsafat, ia haruslah berpikir
menurut atau mengikuti satu aturan tertentu yang runut dan bertahap dan tidak acak atau
sembarangan.
Sistematis mengandaikan adanya keruntutan. Jadi, berpikir filsafat atau berpikir filsafati
juga memiliki sifat runtut atau koheren. Koheren berarti bertalian. Ia merupakan
kesesuaian yang logis. Dalam koherensi, hubungan yang terjadi karena adanya gagasan
yang sama. Pada berpikir filsafat, koherensi berarti tidak adanya loncatan-loncatan,
kekacauan-kekacauan, dan berbagai kontradiksi. Dalam koherensi, tidak boleh ada
pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan. Contoh:
Hujan turun
Tidak benar bahwa hujan turun
Pernyataan yang pertama yang berbunyi "Hujan turun" bertentangan dengan pernyataan
yang kedua, "Tidak benar bahwa hujan turun,", begitu juga sebaliknya. Dalam berpikir
secara koherensi hal ini tidak dibenarkan. Karena kedua pernyataan ini saling
bertentangan. Jadi, dalam berpikir secara koherensi, pernyataan-pernyataan yang ada
haruslah saling mendukung.
Agar dapat memperoleh pernyataan-pernyataan yang mendukung, filasafat haruslah
mencari, mendapatkan, memeriksa, ataupun menyelidiki keseluruhan pernyataan yang ada.
Filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya
sendiri. Usaha ini membawa filsafat pada penyelidikan terhadap keseluruhan. Jadi, sifat
berpikir filsafat yang berikutnya adalah keseluruhan atau komprehensif dalam artian
bahwa segala sesuatu berada dalam jangkauannya.
Tadi dikatakan bahwa berpikir filsafat memiliki sifat koherensi, maka agar koherensi dapat
terjadi, seorang filsuf atau seseorang yang sedang mempelajari dan mendalami filsafat
haruslah mampu memahami dan memilah pernyataan-pernyataan yang ada. Agar dapat
mencapai hal tersebut, dibutuhkan apa yang dinamakan berpikir kritis Jadi, kritis adalah
sifat berpikir filsafat yang berikutnya.
Kritis dapat dipahami dalam artian bahwa tidak menerima sesuatu begitu saja. Secara
13. spesifik, berpikir kritis secara filsafat adalah berpikir secara terbuka terhadap segala
kemungkinan, dialektis, tidak membakukan dan membekukan pikiran-pikiran yang ada,
dan selalu hati-hati serta waspada terhadap berbagai kemungkinan kebekuan pikiran.
Untuk mencapai berpikir kritis, hal yang harus dilakukan adalah berpikir secara skeptis.
Skeptis berbeda dengan sinis. Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala
sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah
ditipu. Sedangkan sinis adalah sikap yang berdasar pada ketidakpercayaan. Secara
metaforis, sikap sinis dapat digambarkan seperti seorang laki-laki di tengah perempuan-
perempuan cantik, tapi dia malah mencari seekor kambing yang paling buruk. Jadi, pada
intinya, sikap skpetis itu adalah meragukan, sementara sikap sinis adalah
ketidakpercayaan.
Tadi telah dipaparkan di atas, bahwa filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang
dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Agar dapat meraih hal tersebut, filsafat harus
menemukan radix (akar) dunia seluruhnya tersebut. Jadi berpikir radikal adalah sifat
berpikir filsafat yang berikutnya.
Usaha menemukan akar dunia seluruhnya ini sangat diperlukan. Karena dengan penemuan
akarnya, diharapkan, setiap persoalan ataupun permasalahan-permasalahan yang
bertumbuhan di atasnya dapat disingkap. Untuk dapat menemukan akar tersebut, seorang
filsuf atau seseorang yang sedang mempelajari dan mendalami filsafat perlu untuk berpikir
secara radikal. Berpikir radikal merupakan cara berpikir yang tidak pernah terpaku hanya
pada satu fenomena suatu entitas tertentu, dan tidak pernah berhenti hanya pada satu wujud
tertentu.
Sampai di sini, kiranya, kita telah mengetahui mengapa filsafat itu bukan sesuatu yang
kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon
yang tak bermakna atau omong kosong.
II. Objek Filsafat
Setiap ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu yang menjadi lapangan penyelidikan atau
lapangan studinya. Objek ini diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang, metode, dan
sistem tertentu. Adanya objek menjadikan setiap ilmu pengetahuan berbeda antara satu
dengan lainnya. Objek ilmu pengetahuan terdiri dari objek materi dan objek forma.
Objek materi adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian
keilmuan. Ia bisa berupa apa saja, baik apakah itu benda-benda material ataupun benda-
benda non material. Ia tidak terbatas pada apakah hanya ada di dalam kenyataan konkret,
seperti manusia ataupun alam semesta, ataukah hanya di dalam realitas abstrak, seperti
Tuhan atau sesuatu yang bersifat Ilahiah lainnya. Sementara objek forma adalah cara
pandang tertentu, atau sudut pandang tertentu yang dimiliki serta yang menentukan satu
macam ilmu.
Seperti halnya ilmu pengetahuan pada umumnya, filsafat juga memiliki objek yang
menjadi lapangan penyelidikan atau lapangan studinya yang terdiri dari objek materia dan
objek forma.
Bagi Plato (+ 427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas
14. yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi Aritoteles (+ 384-322 SM),
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari "peri ada selaku ada" (being
as being) atau "peri ada sebagaimana adanya" (being as such). Dari dua pernyataan
tersebut, dapatlah diketahui bahwa "ada" merupakan objek materia dari filsafat. Karena
filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya
sendiri, maka "ada" di sini meliputi segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mungkin
ada atau seluruh ada.
Penempatan segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mugkin ada atau seluruh ada
sebagai objek materia dari filsafat, membuat filsafat berbeda dengan ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya, seperti sastra, bahasa, politik, sosiologi, dsb. Jika ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya hanya menempatkan satu bidang dari kenyataan sebagai objek
materianya, filsafat, karena berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya,
termasuk dirinya sendiri, menempatkan seluruh kenyataan sebagai objek materia studinya.
Jadi, secara singkat dapat dikatakan, jika filsafat itu bersifat holistik atau keseluruhan,
sementara ilmu pengetahuan lainnya bersifat fragmental atau bagian-bagian.
Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-
asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada, maka untuk mencapai hal tersebut
filsafat senantiasa berusaha mencari keterangan yang sedalam-dalamnya atas segala
sesuatu. Jadi, mencari keterangan sedalam-dalamnya merupakan objek forma dari filsafat.
III. Metode Filsafat
Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari kenyataan. Untuk
mendapatkan hal tersebut, filsafat memiliki beberapa metode penalaran. Pertama, metode
penalaran deduksi. Secara sederhana, metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran
yang bergerak dari sesuatu yang bersifat umum kepada yang khusus. Dalam pengertiannya
yang lebih spesifik, ia adalah proses berpikir yang bertolak dari prinsip-prinsip, hukum-
hukum, putusan-putusan yang berlaku umum untuk suatu hal/ gejala atau prinsip umum
tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan bagian hal/
gejala umum.. Secara sederhana, deduksi dapat dicontohkan sbb:
Semua manusia adalah fana
Presiden adalah manusia
Presiden adalah fana
Selain deduksi, filsafat juga menggunakan metode penalaran induksi. Secara sederhana,
metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran yang bergerak dari sesuatu yang bersifat
khusus kepada yang umum. Ia adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah
fenomena/ gejala individual untuk menurunkan suatu kesimpulan yang berlaku umum.
Secara sederhana, metode ini dapat dicontohkan sbb:
Amin adalah murid sekolah dasar
Amin adalah manusia
Semua murid sekolah dasar adalah manusia
Metode ketiga yang dimiliki filsafat adalah metode penalaran dialektika. Secara umum,
metode ini dapat dipahami sebagai cara berpikir yang dalam usahanya memperoleh
kesimpulan bersandar pada tiga hal, yakni: tesis, antitesis dan sintetis yang merupakan
hasil gabungan dari tesis dan antitesis. Contoh sederhana untuk metode penalaran ini
15. adalah Keluarga. Dalam satu keluarga biasanya terdapat ayah, ibu, dan anak. Jika ayah
adalah tesis, maka ibu adalah antitesis, lantas anak merupakan sintesis karena
keberadaannya ditentukan ayah dan ibu. Begitu juga apabila ibu adalah tesis, maka ayah
adalah antitesis, dan anak adalah sintesis.
IV. Peranan dan Tujuan Filsafat
Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat merupakan suatu upaya berpikir yang jelas dan terang
tentang seluruh kenyataan. Upaya ini, bagi manusia, menghasilkan beberapa peranan.
Pertama, filsafat berperan sebagai pendobrak. Artinya, bahwa filsafat mendobrak
keterkungkungan pikiran manusia. Dengan mempelajari dan mendalami filsafat, manusia
dapat menghancurkan kebekuan, kebakuan, bahkan keterkungkungan pikirannya dengan
kembali mempertanyakan segala.
Pendobrakan ini membuat manusia bebas dari kebekuan, kebakuan, dan keterkungkungan.
Jadi, bagi manusia, filsafat juga memiliki peranan sebagai pembebas pikiran manusia.
Maka, pembebas merupakan peranan kedua yang dimiliki filsafat bagi manusia.
Pembebasan ini membimbing manusia untuk berpikir lebih jauh, lebih mendalam, lebih
kritis terhadap segala hal sehingga manusia bisa mendapatkan kejelasan dan keterangan
atas seluruh kenyataan. Jadi, peranan ketiga yang dimiliki oleh filsafat bagi manusia adalah
sebagai pembimbing.
Selain memiliki peranan bagi manusia, filsafat juga berperan bagi ilmu pengetahuan
umumnya. Menurut Descartes (1596-1650), filsafat adalah himpunan dari segala
pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia. Ia,
merujuk pada Kant (1724-1804), adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan. Jadi, merujuk pada dua penrnyataan tersebut, dapat dapat
disimpulkan bahwa bagi ilmu pengetahuan, filsafat, memiliki peranan sebagai
penghimpun pengetahuan.
Memahami perannya sebagai penghimpun, maka filsafat dapat dikatakan merupakan induk
segala ilmu pengetahuan atau mater scientiarum. Bagi Bacon (1561-1626, filsafat adalah
induk agung dari ilmu-ilmu. Ia menangani semua pengetahuan.
Selain sebagai induk yang menghimpun semua pengetahuan, bagi ilmu pengetahuan
filsafat juga memiliki peranan lain, yakni sebagai pembantu ilmu pengetahun.
Bagi Bertrand Russell (1872-1970), filsafat adalah sebuah wilayah tak bertuan di antara
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memiliki kemungkinan untuk menyerang keduanya.
Karena terdapat kemungkinan ini dalam filsafat, maka, menurutnya, filsafat dapat
memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai dalam ilmu dan kehidupan sehari-hari, dan
mencarisuatu ketidakselarasan yang dapat terkandung di dalam asas-asas tersebut. Secara
sederhana, paparan Bertrand Russell tersebut dapat dipahami bahwa bagi pengetahuan,
filsafat juga memiliki peranan sebagai pembantu pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut,
Schlick, seorang filsuf Wina, pernah menyatakan bahwa tugas ilmu adalah untuk mencapai
pengetahuan tentang realitas; dan pencapaian ilmu yang sebenarnya tidak pernah dapat
dihancurkan atau diubah oleh filsafat, tapi filsafat dapat menafsirkan pencapaian-
pencapaian tersebut secara benar, dan untuk menunjukkan maknanya yang terdalam.
16. Dalam menjalankan peranannya tersebut, filsafat memiliki tujuan. Menurut Plato, filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Jadi secara
umum, tujuan filsafat adalah meraih kebenaran. Dengan harapan kebenaran ini dapat
membawa manusia kepada pemahaman, dan pemahaman membawa manusia kepada
tindakan yang lebih layak. Tapi, janganlah dianggap bahwa kebenaran yang berusaha
diraih filsafat adalah sama dengan kebenaran yang diraih agama.
Tidak seperti agama yang menyandarkan diri dan mengajarkan kepatuhan, filsafat
menyandarkan diri dan mengandalkan kemampuan berpikir kritis. Kondisi berpikir kritis
ini sering tampil dalam perilaku meragukan, mempertanyakan, dan membongkar sampai ke
akar-akarnya. Kebenaran yang oleh agama wajib diterima, dalam filsafat senantiasa
diragukan, dipertanyakan dan dibongkar sampai ke akar-akarnya untuk kemudian
dikonstruksi menjadi pemikiran baru yang lebih masuk akal. Maka, tak heran, apabila
kebenaran yang ditawarkan filsafat dipahami sebagai kebenaran yang logis.
17. Pengantar Kepada Filsafat
Hanya ada 2 pandangan hidup yang memberi kekuatan untuk mewarnai dunia ini yaitu
filsafat dan agama. Sains (ilmu dan teknologi) tidak dianggap mampu memiliki pandangan
yang begitu kuat karena dalam garis besarnya sains bersifat netral dan hanya mampu
mewarnai dunia berdasarkan pandangan hidup keilmuannya. Bukti sejarah menuliskan
pengaruh agama dan filsafat mewarnai dunia yakni adanya orang-orang berani mati
mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan agama yang diyakininya dan mati karena
proses pemikirannya yang sangat diyakini kebenarannya, misalnya tokoh Socrates yang
rela mati karena pemikirannya dianggap sangat berbahaya dan menyesatkan tidak sesuai
dengan kebijakan gereja Kristen di masa Yunani.
Letak persamaan agama dan filsafat ialah pertama, masing-masing memiliki pengikut yang
meyakini atas keyakinan yang dianutnya. Kedua, agama-filsafat merasa perlu
menyebarkan ajaran-ajarannya sehingga terbentuk sikap atas apa yang diyakininya,
terbentuk tindakan dan pandangan hidup masing-masing penganutnya. Sebaliknya, letak
perbedaannya adalah agama berasal dari Tuhan yang memberikan wahyu dan petunjuk
kepada hamba-Nya berupa peraturan tentang cara hidup lahir batin dan menekankan rasa
iman atau kepercayaan. Sedangkan filsafat berasal dari buah pikir radikal manusia.
Terkhusus pada bidang filsafat awal mula timbulnya berasal dari rasa ingin tahu kemudian
terbentuklah mitos yang mempercayai keberadaan sifat gaib yaitu roh-roh di balik alam
jagat raya ini, dan ini dipercayai oleh orang dahulu sebagai suatu kebenaran. Selanjutnya
rasa kritis pun mulai menderai orang-orang atas kebenaran mitos itu rasa sangsi pun
muncul, lalu ingin kepastian, timbulnya pertanyaan dan rasa-rasa tersebut adalah dasar
timbulnya filsafat.
Mula-mula filsafat berarti sifat seseorang berusaha menjadi bijak, selanjutnya filsafat
mulai menyempit yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk memenuhi
kesenangan intelektual (intelectual curiosity), juga filsafat pada masa ini ialah menjawab
pertanyaan yang tinggi yaitu pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh sains. Secara
terminologi filsafat banyak diartikan oleh para ahli secara berbeda, perbedaan konotasi
filsafat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda serta
akibat perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James melihat konotasi filsafat sebagai
kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh sains secara memuaskan. Russel
melihat filsafat pada sifatnya ialah usaha menjawab, objeknya ultimate question.
Phytagoras menunjukkan filsafat sebagai perenungan tentang ketuhanan. Poedjawijatna
(1974: 11) menyatakan filsafat diartikan ingin mencapai pandai, cinta, pada kebijakan, dan
sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah Bakry (1971: 11) mengatakan filsafat
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan
manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh
yang dapat dicapai akal manusia dan bagiamana sikap manusia itu harus setelah mencapai
pengetahuan itu, dan masih banyak pendapat dari tokoh-tokoh lainnya.
18. Metode mempelajari filsafat terbagi atas 3 macam metode; pertama, sistematis yang berarti
menghadapi karya filsafat secara berurutan mulai dari menghadapi teori pengetahuan yang
terdiri atas beberapa cabang filsafat, kemudian teori hakikatnya, kemudian teori nilai.
Kedua, historis yang berarti mengetahui filsafat dengan cara mengetahui sejarahnya.
Ketiga, kritis yakni memahami isi ajaran filsafat kemudian mengkitiknya dalam bentuk
menentang, memberi dukungan.
Objek penelitian filsafat ada 2 yakni: obyek materi yakni obyek yang dipikirkan ialah
segala yang ada dan yang mungkin ada, atau dengan kata lain cakupannya luas sekali baik
itu bersifat empiris dan abstrak, juga hal yang mengenai Tuhan, hari akhir sebagai
kesimpulannya lebih luas dari objek material sains. Objek forma yakni penyelidikan yang
mendalam.
Faedah mempelajari filsafat antara lain : pertama, agar terlatih berfikir serius sehingga
memberikan kemampuan memecahkan masalah secara serius menemukan akar
permasalahan, dan menemukan sebab terakhir suatu penampakan. Kedua, mampu
memahami filsafat sehingga mampu berpartisipasi dalam membangun dunia dengan baik
karena dunia ini hanya diwarnai oleh dua yakni agama dan filsafat. Ketiga, mampu
menemukan rumusan baru dalam penyelesaian dunia, mungkin berupa kritik, usul.
Keempat, menjadi warga negara yang baik.
Sistematika filsafat terbagi atas 3 garis besar yakni; Pertama, teori pengetahuan yang
membicarakan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan yang disebut epistemologi.
Pengetahuan manusia itu sendiri terdiri atas 3 macam dengan ilustrasi bagan sebagai
berikut:
Pengetahuan Manusia
Macam Pengetahuan Objek Paradigma Metode Ukuran
Sains Empiris Positivisme Sains Logis dan bukti
empiris
Filsafat Abstrak Logis Rasio
Logis
Mistik Logis Mistis Latihan
mistis Rasio, yakin,
Abstrak kadang-kadang
Supralogis empiris
Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini:
1) Empirisme, kata ini berasal dari kata Yunani “empirikos” yang berarti pengalaman,
menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan dari pengalamannya yaitu
pengalaman inderawi. Sumber kebenaran ialah hasil dari pengamatan indera manusia.
Kelemahan dari aliran ini ialah inderat indera terbatas, karena indera dapat melaporkan
objek tidak sebagaimana adanya. Indera tertipu, yakni obyek yang ditangkap tidak
sebagaimana yang oleh alat indera sehingga menyebabkan pengetahuan yang salah.
2) Rasionalisme, aliran ini menyatakan akal adalah dasar kepastian pengetahuan,
walaupun tetap menggunakan indera dalam memperoleh pengetahuan namun dianggap
sebatas memberikan stimulus kepada akal untuk bekerja. Akal bekerja tidak hanya bahan-
19. bahan dari indera saja tapi mampu juga menghasilkan pengetahuan objek yang betul-betul
abstrak. Kerjasama inderawi dan akal melahirkan metode sains (scientific method) dan
melahirkan pengetahuan sanis (scientific knowledge).
3) Positivisme, pendapat aliran ini adalah indera amatlah penting dalam memperoleh
pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Karena kekeliruan indrawi dapat dikoreksi oleh eksperimen. Tokoh aliran ini adalah
Auguste Comte (1798-1875).
4) Intuisionisme, tokohnya ialah Henry Bergson (1859-1941) ia menganggap tidak
hanya indera yang terbatas, akalpun terbatas karena objek yang ditangkap selalu berubah-
ubah. Misalnya akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengkonsentrasikan
dirinya pdada objek itu. Intuisi menangkap objek secara lagsung tanpa melalui pemikiran
lewat cara latihan. Dalam Islam disebutkan “riyadlah” dengan metode tariqat. Kemampuan
intuisi mampu menepis batas-batas tuhannya dalam dunia barat bisa disebut latihan
kontemplasi dan dalam filsafat disebut filsafat rasa lewat hati dan ini merupakan tingkatan
tertinggi dalam filsafat.
Berdasarkan 3 uraian aliran sebagai kesimpulan manusia memperoleh pengetahuan dengan
3 cara; sains, logika/akal, dan latihan rasa (intuisi, kasyf).
Kedua, ontologi yakni teori hakikat, membicarakan apa pengetahuan itu sendiri. Hakikat
didefinisikan realitas artinya kenyataan yang sebenarnya, bukan keadaan sementara,
ataupun menipu. Kronologi membicarakan hakikat asal, antropologi membicarakan hakikat
manusia dan lain-lain. Beberapa aliran yang menjawab hakikat dari realitas benda-benda
sebagai berikut:
1. Materialisme, menurut aliran ini hakikat benda adalah materi benda itu sendiri.
Rohani, jiwa, spirit muncul dari benda. Aliran ini sama dengan naturalisme yang
menganggap Tuhan, roh, spirit bukan hakikat berdasarkan alasan; (1) apa yang
kelihatan, dapat diraba, bisa dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran yang sederhana
tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang (abstrak); (2) penemuan
menunjukkan jiwa bergantung pada badan (jasmani); (3) dalam sejarah manusia
selalu bergantung pada benda, seperti pada padi dalam cerita Dewi Sri dan Tuhan
muncul dari situ.
2. Idealisme berpendapat hakikat benda adalah rohani, spirit atau sebangsanya dengan
beberapa alasan: (1) nilai roh lebih tinggi dari badan; (2) manusia lebih dapat
memahami dirinya daripada dunia luar dirinya; (3) materi ialah kumpulan energi
yang menempati ruang; benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
3. Dualisme, hakikat menurut aliran ini ada 2 materi dari imaterial, benda dan roh,
jasad dan spirit. Materi bukan dari roh, roh bukan muncul dari benda
4. Agnotisme sama dengan skeptisisme berpendapat manusia tidak mampu
mengetahui hakikat.
5. Teisme adalah paham yang menyatakan bahwa Tuhan ada. Kata itu berasal dari
kata Theus, bahasa Yunani, berarti Tuhan. Tuhan itu ada, pencipta, pengatur,
beberapa aliran berkembang dari aliran ini seperti deisme yang mengajarkan bahwa
Tuhan menciptakan alam ini dari permulaan. Monoteisme mengajarkan bahwa
Tuhan itu Esa, Triniteisme mengajarkan bahwa Tuhan itu Satu, tetapi beroknum
tiga, politesisme ialah politeisme ialah paham teis yang mengajarkan Tuhan itu
banyak, masing-masing mempunyai tugas dan wewenang sendiri. Panteisme
20. mengajarkan bahwa antara Tuhan dan alam tidak ada jarak, Tuhan itu ialah alam
ini. lawan dari Teisme adalah Ateisme yang mengajarkan Tuhan Tuhan itu tidak
ada, tokoh aliran ini adalah Marxisme, Holbarch.
Ketiga, teori nilai membicarakan guna pengetahuan itu, disebut aksiologi di sini
membicarakan 2 hal yakni: etika dan estetika.
1. Etika yakni teori tentang nilai baik dan buruk. Beberapa pandangan seperti: Islam
mengkategorikan nilai direntang menjadi S: Baik sekali, baik, netral, buruk-buruk
sekali (wajib, sunnah, mubah, makruh, haram) nilai ini dalam Islam ditentukan oleh
Tuhan. Hedonisme mengajarkan bahwa sesuatu dianggap baik bila mengandung
kenikmatan, kepuasan bagi manusia. Vitalisme menyatakan baik buruk ditentukan
oleh ada atau tidak adaya kekuatan hidup yang dikandung oleh objek nilai,
misalnya manusia yang kuat, ulet, cerdas itulah manusia yang baik, manusia yang
mengandung daya hidup yang besar itulah manusia yang baik. Utilitarianisme
menyatakan bahwa yang baik ialah yang berguna, ajaran ini terbagi 2,
utilitarianisme pribadi dan sosial. Pragmatisme sama dengan utilitarianisme bahwa
yang baik adalah berguna secara praktis dalam kehidupan.
2. Estetika adalah nilai keindahan dan lebih sering dikenakan pada seni, ukuran indah
sama dengan etika membingungkan, bermacam-macam, subjektif, sering
diperdebatkan. Menurut Plato, keindahan adalah realitas yang sungguh-sungguh,
harmoni, proporsi dan simetri adalah membentuk keindahan dan ada unsur
metafisika. Bagi Platonis, keindaha adalah pancara akal Ilahi. Dalam Islam
disebutkan bahwa Tuhan itu indah dan mencintai keindahan. Pendapat lain Kant
menyatakan jiwa kita memiliki indra ketiga di atas pikir dan kemauan, yaitu indera
rasa yang mampu menikmati keindahan tanpa kepentingan.
Sebagai kesimpulan di ulasan pertama ini yakni pengantar kepada filsafat dapatlah
diketahui bahwa filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara berpikir logis,
tentang objek yang abstrak logis, kebenarannya hanya dipertanggungjawabkan secara logis
pula.
Akal dan hati pada zaman Yunani Kuno
Ciri umum dari fisalfat Yunani ialah rasionalisme, khusus di masa Yunani Kuno secara
pukul rata akal menang namun dihentikan oleh Socrates hingga akal dan hati sama-sama
menang. Kronologis akal menuju klimaks sampai harus falling down dikaitkan jelas
dengan pengaruh tokoh-tokoh yang ada di zaman Yunani kuno ini, berikut latar
belakangnya berdasarkan urutan filosofis untuk pertama kali muncul.
1. Thales (624-546 SM), dia orang Melitius dan digelari Bapak Filsafat karena dialah
orang yang mula-mula berfilsafat lewat pertanyaan yang aman mendasar: what is
the nature of the world stuff ? Ia sendiri menjawab air. Alsan yang cukup sederhana
darinya adalah karena ia melihat air sebagai sesuatu yang amat diperlukan dalam
kehidupan, dan menurut pendapatnya bumi ini terapung di atas air. Pertanyaannya
muncul dengan menggunakan akal, bukan menggunakan agama atau kepercayaan
lainnya. Sejak saat ini akal mulai digunakan lepas dari keyakinan.
2. Anaximander, lewat proses pemikirannya ia mencoba menjelaskan substansi
pertam abersifat kekal dan ada dengan sendirinya adalah udara. Karena udara
merupakan sumber segala kehidupan. Filosof ini telah memperlihatkan bahwa
21. dalam filsafat terletak pada logis atau tidaknya argumen yang digunakan bukan
pada kongklusi. Dan mulai di sini sudah kelihatan bibit relativisme yang kelak
dikembangkan dalam filsafat sofisme.
3. Heraclitus (544-484 SM). Menurutnya memahami kehidupan kosmos mesti
menyadari bahwa kosmos itu dinamis, tidak pernah berhenti (diam)l selalu
bergerak dan berubah. Misalnya sesuatu yang panas berubah menjadi dingin, dingin
berubah menjadi panas. Dia pun menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam
semesta ini bukanlah bahan seperti; air dan udara (Thales and Anaximander)
melainkan prosesnya. Implikasi dari pernyataannya mengandung pengertian bahwa
kebenaran selalu berubah, tidak tetap. Pandangan ini ialah warna dasar filsafat
sofisme.
4. Parmanides adalah tokoh relativisme, ia digelari logikawan pertama dalam sejarah
filsafat. Sistemnya secara keseluruhan disandarkan pada deduksi logis, dalam
logkanya dia berpikir tentang Tuhan dalam 3 cara: 1) ada; 2) tidak ada; dan 3) ada
dan tidak ada. Yang benar ialah ada (1) tiodak mungkin diyakini yang tidak ada, (2)
ada karena tidak ada pastilah tidak ada; (3) pun tidak mungkin karena tidak
mungkin Tuhan itu ada dan sekaligus tidak. Di sinilah logika betul-betul sebagai
alat ukur, dan ukuran kebenaran adalah akal manusia.
5. Zeno (490 SM), ia pun menggunakan logikanya sebagai alat ukur kebenaran dan
termasuk tokoh aliran sofisme. Ia merelatifkan kebenaran yang telah mapan lewat
konsekuensi rumusan:
1) Anda tidak pernah mencapai garis finish dalam suatu balapan walaupun secara
empiris telah sampai/lama mencapai garis itu. Ini adalah matematika logis
2) Anak panah yang meluncur dan terlihat bergerak laju menurutnya adalah diam dan
sama sekali tidak bergerak.
Karena ia termasuk sofisme sehingga di kalangan filosof pikirannya tidak disenangi apa
lagi oleh Socrates dan Plato. Ciri pemikiran Sofis saling bertentangan, dalam moral pun
menganut moral yang relatif, tidak ada generalisasi atau dengan kata lain tidak ada
kebenaran umum semua kebenaran itu relatif tergantung siapa tokohnya. Sebagian para
filosof memandang orang-orang sofis matrealis karena mau menerima uang dari ajaran
mereka sementara filosof mengatakan bahwa filsafat itu untuk disenangi, bukan alat
mencari uang.
1. Protagoras, ia juga tokoh barisan sofis yang menyatakan manusia adalah ukuran
kebenaran. Humanisme merupakan tulang punggung dari pernyataan ini,
maksudnya bahwa kebenaran itu bersifat pribadi (private), akibatnya tidak akan ada
ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama.
2. Gorgias (427) ia orang Athena dan termasuk tokoh sofis. Ada 3 proposisi yang
diajukannya. Pertama, tidak ada yang ada; maksudnya realitas itu sebenarnya tidak
ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak akan dapat diketahui, disebabkan oleh
penginderaan tidak dapat dipercaya dan sumber ilusi. Akal menurutnya tidak juga
mampu meyakinkan tentang bahan alam semesta karena dikungkung oleh dilema
subjektif. Manusia berfikir seusi dengan kemauan, idea, yang diterapkan pda
fenomena, proses ini tidak akan menghasilkan kebenaran. Ketiga, sekalipun realitas
itu dapat kita ketahui, ia tak dapat kita beritahukan kepada orang lain. Di sini
memperlihatkan kekurangan bahasa untuk mengkomunikasikan pengetahuan kita
itu. Ada sisi positif yang didapat dari gerakan sofis yakni ia membangkitkan
22. semangat berfilsafat. Sofis mengingatkan para filosof bahwa persoalan pokok
dalam filsafat bukanlah alam, melainkan manusia, itulah sebabnya mengapa
mereka dikatakan membangkitkan jiwa humanisme. Pandangan gerakan sofis
mengenai relativisnya moral telha mengilhami munculnya utilitarianisme,
pragmatisme, positivisme, dan eksistensialisme.
3. Socrates (470-399 SM), ia adalah tokoh yang meyakinkan orang Athena bahwa
tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran umum yang dapat dipegang oleh
semua orang. Ia pun seorang pengantur moral yang absolut dan meyakini bahwa
menegakkan moral merupakan tugas filosof, yang berdasarkan idea-idea rasional
dan keahlian dalam pengetahuan. Menurutnya ada kebenaran objektif yang tidak
bergantung pada saya atau kita, metode yang digunakannya adalah dialektika yakni
melalui percakapan-percakapan lalu menganalisisnya. Hasil analisisnya
menghasilkan hipotesis-hipotesis sampai pada akhirnya menjadi definisi yang
sangat berguna.
Dengan pengetahuan Socrates membuktikan bahwa kebenaran umum adalah definisi, dan
pengetahuan yang khusus ialah kebenaran relatif. Pendapat Socrates ini telah dapat
menghentika laju relativisme kaum sofis, bahwa hidup bukan tanpa pegangan; kebenaran
sains dan agama dapat dipegang bersama sebagiannya, diperselisihkan sebagiannya.
Akibatnya orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan kaidah agama mereka,
kubu Socrates pun semakin kuat. Melihat peristiwa ini membuat kaum sofis merasa kalap
lalu menuduh Socrates merusak mental anak mudah dan menolak Tuhan-Tuhan. Socrates
kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. sekalipun Socrates mati, ajarannya tersebar
justru dengan cepat.
1. Plato, ia salah seorang murid dan teman Socrates. Menurut Plato esensi itu
mempunyai realitas di alam idea itu sendiri, ini memperkuat pendapat gurunya
Socrates. Lewat karangan mitosnya di dalam dialog Politeiamenjelaskan bahwa gua
adalah dunia yang dapat ditangkap oleh indera. Kebanyakan orang menjadi
terbelenggu dan menerima pengalaman spontan begitu saja. Namun ada beberapa
orang memperkirakan bahwa realitas inderawi hanyalah bayangan; mereka adalah
filosof. Untuk mencapai kebenaran yang sebenarnya manusia harus mampu
melepaskan diri dari pengaruh indera yang menyesatkan, bahkan filosof pun tidak
akan dipercayai orang.
2. Aristoteles, ia lahir pada tahun 384 SM di Stagira sebuah kota di Thrace. Ia pun
murid sekaligus teman serta guru Plato. Ia giat melakukan penelitian tidak hanya
menjelaskan prinsip-prinsip sains, tetapi ia juga mengajarkan politik, retorika, dan
dialektika. Dalam dunia filsafat Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika.
Pendapatnya dalam metafisika menyatakan bahwa manusia dapat mencapai
kebenaran salah satu teorinya matter dan form itu bersatu; matter memberikan
substansi sesutu, form memberikan pembungkusnya, setiap objek terdiri atas matter
and form.
Tuhan menurut Aristotelies berhubungan dengan dirinya sendiri, ia tidak berhubungan
dengan (tidak mempedulikan) alam ini. Dalam mencintai Tuhan kita tidak usah
mengharapkan ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, baginya Tuhan sebagai
penyebab gerak. Pada Aristoteleslah pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar sains
diletakkan. Jasanya dalam menolong Plato dan Socrates memerangi orang sofis ialah
karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang digunakan oleh tokoh-tokoh
sofisme.
23. Filsafat Yunani yang rasional berakhir setelah Aristoteles menggelarkan pemikirannya,
akan tetapi sifat rasional masih digunakan selama beberapa abad sesudah Aristoteles.
Sebelum filsafat benar-benar memasuki dan tenggelam dalam abad pertengahan. Setelah
Aristoteles ronde pertama pertarungan akal dan hati dianggap selesai dengan kisa akhir
keduanya akhirnya menang walaupun di awal-awal akal yang mendominasi. Sejak
Socrates sampai seterusnya akal mulai dibatasi; ada kebenaran umum, tidak semua
kebenaran relatif, sains dapat dipegang dan dapat pula diperselisihkan.
Kurang lebih sepeninggal SPA (Socrates, Plato dan Aristoteles) mutu filsafat semakin
merosot, kemunduran filsafat itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu. Tepatnya
pada ujung zaman helenisme, lama periode ini 300 tahun sinisme, philo, cyrenaic,
peripatetics, epicureanisme, stotisisme, skeptisisme adalah pengisi di masa ini, di mana
akhirnya ditutup oleh jatuhnya filsafat. Di sini agama dapat dikatakan menang mutlak, akal
kalah total ini abad yang terjadi sebelum ke abad pertengahan selanjutnya.
24. PENGANTAR FILSAFAT
SISTEMATIKA FILSAFAT
A. Ontologi
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan
dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu,
bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia
yang berupa berpikir, merasa, dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan.
Objek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu,
yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang
dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya
segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan
antara benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu.
Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam
beberapa aliran berpikir, yaitu:
1. Materialisme;
Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi.
Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.
2. Idealisme (Spiritualisme);
Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat
pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki dibanding
materi.
3. Dualisme;
Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat
pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu materi
dan rohani.
4. Agnotisisme.
Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas
setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.
B. Epistemologi
Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan
bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan
dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemologi
adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika,
bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan
keindahan seni, serta apa definisinya. Epistemologi moral menelaah evaluasi epistemik
tentang keputusan moral dan teori-teori moral.
Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu:
1. Empirisme;
Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh dari
pengalaman inderawi.
2. Rasionalisme;
Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun
persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas
pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif.
3. Positivisme;
Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari
25. empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif
menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan.
4. Intuisionisme.
Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang
tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran
yang utuh, yang tetap dan unik.
C. Aksiologi
Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori: (1) baik dan
buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama di bawah kajian filsafat
tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat
keindahan atau estetika.
1. Etika
Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani)
yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan.
Dalam bahasa Indonesia istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika
adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan
atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak
masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah
menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan
bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah
Deontologis dan Teologis.
a. Deontologis.
Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan kaku,
konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu
perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik
apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada.
b. Teologis
Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari
perilaku itu lebih banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari
indikator kepentingan manusia. Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan
utilitarianisme (utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 –
1832), yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873).
2. Estetika
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari
kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan
indera atau cerapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis
terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indak atau tidak indah.
Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang muncul persoalan tentang
estetika, yaitu: pertanyaan apa keindahan itu, keindahan yang bersifat objektif dan
subjektif, ukuran keindahan, peranan keindahan dalam kehidupan manusia dan hubungan
keindahan dengan kebenaran. Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik
terutama jika dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan, kepatutan, dan hukum.
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1871556-pengantar-
filsafat/#ixzz27EDarFea
26. PENGANTAR FILSAFAT
A.PENDAHULUAN
Salah penyebab mengapa kita sering sulit mengerti sebuah pemikiran filsafat adalah
karena kita tidak memehami bagaimana pemikiran tersebut di bangun. Karena itu, untuk
memehami pemikiran filsafat yang agak memusingkan, mau tidak mau kita juga harus
mempelajari pemikiran lain layaknya seorang filosof.
Dalam praktik mulai berfilsafat, kita harus sedikit demi sedikit memahami bagaimana
cara seorang filosof membangun argument – argument yang logis dan rasional.
Berfilsafat itu tidak harus langsung memikirkan sesuatu yang berat - berat. Namun, kita
dapat mulai berfilsafat dengan mengkritisi masalah yang ringan terlebih dahulu, baru
kemudian melangkah ke tahap selanjutnya.
Makalah ini akan sedikit memberikan kita informasi bagaiman cara berfilsafat, mulai
dari sikap berfilsafat hingga membuat sebuah teori yang kemudian di aplikasikan terhadap
perubahan prilaku kehidupan.
1. B. PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat adalah berpikir dan mersa sedalam – dalamnya terhadap segala sesuatu.
Filsafat juga melakukan hubungan erat dengan penyelidikan terhadap nilai atau martabat
dan tindakan manusia. Tidak hanya itu, filsafat juga menelaah hal – hal yang menjadi
objeknya dari sudut intinya yang mutlak, mendalam tapi tidak berubah.
Karena begitu luasnya kajian filsafat, maka banyak filosof yang berbeda dalam
mengertikan filsafat. Ada beberapa catatan sejarah tentang pengertian filsafat menurut para
filosofis terkemuka, diantaranya :
1. Plato ( 427 SM – 348 SM ) mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran yang asli.
2. Aristoteles( 382 SM – 322 SM ) filsafat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu – ilmu metafisika, logika, etika, dan
antropologi.
3. Al Farabi( 870 M – 950 M ) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang
alam maujud dan bagaimana hakikay yang sebenarnya.
4. Descartes( 1590 M – 1650 M ) mengemukakan bahwa filsafat merupakan kumpulan dari
segala pengetahuan di mana tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok infestigasi.
5. Immanuel Kant( 1724 M – 1804 M ) mendeskripsikan filsafat sebagai iolmu pengetahuan
yang menjadi ppokok dan pangkal ilmu pengetahuan yang mencakup di dalam metafisika,
etika, agama, dan antropologi.
Sebenarnya setiap manusia dapat mendeskripsikan sendiri pengertian dari filsafat.
Asalkan, dapat membayangkan luasnya ruang lingkup yang di kaji dari filsafat tersebut.
Begitu juga para filosof yang telah mengemukakan definisi – definisi di atas, pada
hakikatnya sama. Tidak ada pertentangn, hanya saja cara menyampaikannya yang berbeda.
1. C.SIKAP BERFILSAFAT
Banyak orang yang ingin terlihat layaknya seorang filosof. Agar orang lain dapat
segara menyadari bahwa saat ini orang yang bijaksana dan cerdas telah ada di depan
matanya.
27. Menjadi filosof yang sempurna dengan kebijaksanaanya bukanlah suatu hal yang
mudah. Kita harus menghabiskan banyak waktu untuk membaca buku, berfikir, dan
mempertanyakan hal – hal yang tidak lazim di tanyakan oleh kebanyakan orang. Hal ini
pasti sangat membosankan bagi pemula. Namun hanya dengan cara tersebut, akhirnya
seseorang mampu membangun pikiran yang mendasar dan filosofis.
Di bawah ini langkah – langkah agar kita mengetahui sifat berfilsafat dengan benar.
Untuk menjadi seorang filosof sejati mari kita lihat tata cara sifat berfilsafat berikut ini :
1. Berani Bertanya Secara Kritis
Syarat pertama untuk bisa berpikir layaknya seorang filosof adalah anda harus
mempertanyakan keyakinan anda.
Layaknya seorang ahli filsafat, anda harus berani mempertanyakan hal – hal yang
sebelumnya di anggap benar. Termasuk terkait dengan adat-istiadat dan keyakinan yang
anda pegang. Intinya, hal – hal yang anda ketahui, entah dari ajaran orang tua, agama,
sampai informasi dari teman _ teman, patut dean perlu anda pertanyakan.
Jadi, jika anda menjadi seorang filosof, anda harus berani mempetanyakan segala
sesuatu, segala macam hal, dan mencari jawaban yang dapat di terima oleh akal sehat.
Bahkan Descartes, seorang filosof prancis berani mempertanyakan keberadaan dirinya.
Keraguan ini bersifat universal, karena itu di rentangkan tanpa batas, atau keraguan ini
sampai membatasi dirinya. Artinya, keraguan ini akan membatasi diri jika tidak ada lagi
yang bias dapat diragukan. Di mana keraguan ini bukan bertujuan untuk membuat bingung,
melainkan bagaiman kita mengkritisi cara kita berpikir dan apa kiyanya yang kita pikirkan.
Persoalan dasar bagi filsafat bukanlah bagaimana kita bisa mengetahui sesuatu,
melainkan bagaimana agar kita dapat terbebas dari kekeliruan. Yakni, dengan
mempertanyakan segala yang kita ketahui secara kritis.
2. Berpikir Secara Holistik
Syarat kedua adalah berupaya mencari kebenaran sampai pada hal yang mendasar.
Setelah anda berani mempertanyakan sesuatu yang telah anda yakini, maka inilah saatnya
anda mencari jawabannya.
Namun, jawaban yang anda hasilkan harus bersifat holistic yang sifatnya menyeluruh
atau universal.
Immanuel Kant menyatakan, membunuh itu di larang. Karena hal tersebut adalah
tindakan yang tidak etis yang telah di gariskan dalam setiap hati manusia. Dengan di
buktikan adanya rasa cemas dalam hati manusia ketika atau telah melakukan kejahatan.
Hal ini mendemonstrasikan tentang etika larangan membunuh bagi seluruh umat manusia.
Seperti kacamata Karl Jasper yang mengatakan tunan itu ada, sehingga manusia
memiliki tuntutan etis yang bersifat absolute yang di rancang sendiri oleh tuhan.
Intinya, segala pertanyaan yang mendasar tersebut harus sampai pada sebuah jawaban
yang menyeluruh. Karena dalam filosafat terdapat tujuan agar kita dapat menjelaskan
berbagai pertanyaan tersebut, hingga pada hal yang mendasar serta berlaku pada fenomena
keseluruhan.
D. STANDART OPERATING PROSEDURE BERFILSAFAT
Sama halnya dengan ilmu – ilmu yang lain, filsafat juga mempunyai beberapa tahapan
untuk mendukung jalanya berfilsafat, agar sampai pada penyelesaiannya, diantaranya :
1. Masalah
Sesuatu yang sulit, yang butuh dicari jalan keluarnya
Pertanyaan yang butuh perhatian, jawaban, dan penyelesaian
28. 2. Sikap
Kondisi mental seseorang yang tampak dari kecenderungannya dalama merespon
fakta, masalah atau objek tertentu
Sikap kefilsafatan :
Penasaran dan ingin tahu
Meragukan metodis
Kritis
Terbuka dan jujur
Berani, akan tetapi santun dalam berargumen
3. Metode
Cara mencapai sesuatu dengan cara yang umum dan sistematis, sebush teknik teratur
dalam penemuan ilmu dan pengetahuan.
Metode berfilsafat :
Fenomerologik
Skeptis metodik
Analitik
Kritik
Dialektika
4. Proses
Pengertian umum tentang tata cara yang di pakai filosof dalam bekerja
5. Kesimpulan
Konsekuensi akhir dari rangkaian usaha atau kejadian
Sifat hasil filsafat :
Evaluatif
Tentatif
Terbuka
6. Akibat
Perubahan yang terjadi karena hasil dari usaha tertentu
Akibat hasil filsafat :
Dampak : Positif – Negatif
Relevansi : Penting – Tidak Penting
29. D. MENGAPLIKASIKAN TEORI KEARAH PERUBAHAN PERILAKU
1. ILMU PENGETAHUAN ( TEORI )
Ketika filsafat lahirdan mulai tumbuh, ilmu pengetahuan masih merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari filsafat. Bagi para filosof ilmu pengetahuan adalah filsafat, dan
filsafat juga merupakan ilmu pengetahuan.
Berkat ilmu pengetahuan, manusia dapat dapat meraih kemajuan yang sangat
menakjubkan. Teknologi canggih yang sangat mencengangkan dan fantastis adalah salah
satu produk dari ilmu pengetahuan.
Namun sayang, kemajuan ilmu pengetahuan yang amat mempesona itu telah membuat
banyak orang menjadi sinis terhadap filsafat. Orang – orang mulai meragukan kegunaan
filsafat dan menganggap bahwa filsafat tidak bisa melahirkan sesuatu yang baru lagi,
karena itu ia sama sekali tidak berguna lagi.
Anggapan – anggapan yang mengatakan bahwa filsafat itu tidak berguna lagi, adalah
suatu persepsi yang keliru. Di karenakan ilmu pengetahuan membutuhkan dari sesuatu
yang bersifat tidak terbatas.
Sebagai sumber yang tidak terbatas, filsafat tidak hanya menyelidiki suatu bidang
tertentu saja. Filsafat senantiasa mengajukan pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang
ada. Filsafat selalu mempersoalkan hakikat, prinsip, dan asas mengenai seluruh realitas
yang ada, bahkan apa saja yang dapat dipertanyakan, termasuk filsafat itu sendiri.
2. PRILAKU SETIAP HARI
Meskipun filsafat itu abstrak, bukan berarti filsafat tidak ada hubungan dengan
kehidupan sehari – hari yang bersifat konkret. Kendati tidak memberi petunjuk praktis
tentang bagaimana bangunan artistik dan elok, filsafat sanggup membantu manusia dengan
memberi pemahaman tentang apa itu artistik dan elok dalam kearsitekturan sehingga nilai
keindahan yang di peroleh lewat pemahaman itu akan menjadi patokan utama bagi
pelaksanaan pekerjaan pembangunan tersebut.
Dengan demikian, filsafat mengiringi manusia ke pengertian yang terang dan
pemahaman yang jelas. Tidak hanya itu, filsafat pun menuntun manusia ke dalam tindakan
dan perbuatan yang konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang
jelas.
E. KESIMPULAN
Filsafat merupakan suatu ilmu yang mendukung nmanusia untuk bertindak lebih
bijaksana, dikarenakan dalam filsafat terdapat unsur – unsur etika dan estetika.
Disamping filsafat sbagai cikal bakal atau induk dari ilmu pengetahuan, filsafat juga
merupakan metode berpikir, yakni berpikir yang kritis, analitis, rasional, sistematik, dan
radikal.
Filsafat juga membantu manusia untuk menyelesaikan masalah – masalah yang di
hadapi yang bersifat konkret, meskipun filsafat itu sendiri bersifat abstrak.
30. Pengantar Filsafat
MENGENAL FILSAFAT
I.PengertianFilsafat
Setiap kali saya memulai untuk pertama kali memberikan perkuliahan mata
kuliah "Pengantar Filsafat", saya senantiasa dihadapkan pada pertanyaan:
"Apakah filsafat itu?" Sungguh ini merupakan pertanyaan yang sederhana,
bahkan sangat sederhana. Tapi, untuk memberikan jawaban yang dapat
memuaskan dan benar-benar menjawab pertanyaan tersebut, itu bukanlah
perkara yang mudah.
Ada yang mengira bahwa filsafat itu sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis,
aneh, tak berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon yang tak
bermakna atau omong kosong. Selain itu ada pula yang mengira bahwa
filsafat itu merupakan kombinasi dari astrologi, psikologi dan teologi. Filsafat
bukanlah semua itu.
Oxford Pocket Dictionary mengartikan filsafat sebagai use of reason and
argument in seeking truth and knowledge of reality. Sementara Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan filsafat sebagai:
1. pengetahuan dan penyedilikan dengan akal budi mengenai hakikat segala
yang ada, sebab, dan hukumnya;
2. teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan;
3. ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi;
4. falsafah.
Menurut Kamus Filsafat, filsafat merupakan (Bagus, 2000: 242):
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta
lengkap tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan:
sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan penyataan-
pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu manusia melihat apa yang
dikatakan dan untuk mengatakan apa yang dilihat.
Secara etimologi atau asal kata, kata "filsafat" berasal dari sebuah kata dalam
bahasa Yunani yang berbunyi philosophia. Kata philophia ini merupakan kata
majemuk yang terdiri dari kata philos dan sophia. Kata philos berarti
31. kekasihatau sahabat, dan kata sophia yang berarti kearifan atau
kebijaksanaan, tetapi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan. Jadi secara
etimologi, philosophia berarti kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau
kekasih/ sahabat pengetahuan.
Agar bisa menjadi kekasih atau sahabat, seseorang haruslah mengenal dekat
dan akrab dengan seseorang atau sesuatu yang ingin dijadikan kekasih atau
sahabat tersebut. Dan ini hanya bisa dilakukan apabila seseorang tersebut
senantiasa terus-menerus berupaya untuk mengenalnya secara dalam dan
menyeluruh. Dengan harapan bahwa upaya yang terus-menerus itu dapat
membawa seseorang atau sesuatu itu pada kedekatan yang akrab sehingga
dapat mengasihinya.
Seseorang yang melakukan aktivitas tersebut disebut filsuf. Filsuf adalah
seseorang yang mendalami filsafat dan berusaha memahami dan
menyelidikinya secara konsisten dan mendalam. Konsisten artinya bahwa
seseorang tersebut terus menerus menggeluti filsafat. Mendalam berarti
bahwa ia benar-benar berusaha mempelajari, memahami, menyelidiki,
meneliti filsafat.
Tadi dikatakan bahwa filsafat adalah kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan
atau kekasih/ sahabat pengetahuan, jadi karena ia merupakan kekasih/ sahabat
kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan, maka filsafat
memiliki hasrat untuk selalu ingin dekat, ingin akrab, ingin mengasihi
kearifan/ kebjaksanaan/ pengetahuan. Tapi, kearifan/ kebijaksanaan/
pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat abstrak dan luas. Keabstrakan
dan keluasan ini menjadikan hasrat yang dimiliki filsafat tersebut tak mudah
untuk dipuaskan sepenuhnya. Ini menyebabkan filsafat terus-menerus
melakukan usaha untuk memenuhinya. Usaha yang terus menerus ini
membuat filsafat, pada satu sisi, dikenal tak lebih dari sebagai sebuah usaha
atau suatu upaya.
Selain sebagai sebuah usaha atau suatu upaya, William James, seorang filsuf
dari Amerika, melihat bahwa berpikir juga merupakan sisi lain dari filsafat.
Menurutnya, filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir
yang jelas dan terang. Artinya, bahwa segala upaya yang dilakukan oleh
filsafat tak dapat dilepaskan dari tujuannya untuk meraih kejelasan dan
keterangan dalam berpikir. Jadi, berpikir adalah sisi lain yang dimiliki
filsafat.
Ihwal pentingnya keberadaan berpikir dalam filsafat, Thomas Nagel dalam
Philosophy: Basic Reading mengatakan (1987: 3):
32. Philosophy is different from science and from mathematics. Unlike science
doesn't rely on experiments or observation, but only on thought. And unlike
mathematics it has no formal methods of proof. It is done just by asking
questions, arguing, trying out ideas and thinking of possible arguments
against them, and wondering how our concepts really work.
Bagi manusia, berpikir adalah hal yang sangat melekat. Manusia, merujuk
pada Aritoteles, adalah animal rationale atau mahluk berpikir. Tidak seperti
mahluk-mahluk lainnya, oleh Tuhan manusia diberi anugerah yang sangat
istemewa yakni akal. Dengan akal, manusia memiliki kemampuan untuk
berpikir dan mengatasi dan memecahkan segala permasalahan yang
dihadapinya pikirannya. Karena filsafat mengandaikan adanya kerja pikiran,
maka sifat pertama yang terdapat dalam berpikir secara filsafat adalah
rasional.
Rasional berarti bahwa segala yang dipikirkannya berpusar pada akal. Tapi,
tidak semua aktivitas berpikir manusia dapat dikatakan berpikir secara
filsafat. Untuk dapat dikatakan bahwa satu aktivitas berpikir itu merupakan
berpikir secara filsafat, aktivitas berpikir itu haruslah bersifat metodis.
Secara umum, berpikir metodis berarti berpikir dengan cara tertentu yang
teratur. Dalam membeberkan pikiran-pikirannya, filsafat senantiasa
menggunakan cara tertentu yang teratur. Keteraturan ini membuat pikiran-
pikiran yang dibeberkan oleh filsafat menjadi jelas dan terang. Tapi agar cara
tertentu itu dapat teratur, filsafat membutuhkan faktor lain, yakni sistem.
Sebagai sebuah sistem, filsafat suatu susunan teratur berpola yang membentuk
suatu keseluruhan. Ia terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang
secara teratur menurut pola tertentu, dan membentuk satu kesatuan. Adanya
sistem membuat satu cara berpikir tertentu yang teratur tetap pada
keteraturannya. Oleh karena itu, selain berpikir metodis filsafat juga memiliki
sifat berpikir sistematis.
Berpikir secara sistematis memiliki pengertian, bahwa aktivitas berpikir
tersebut haruslah mengikuti cara tertentu yang teratur, yang dilakukan
menurut satu aturan tertentu, runtut dan bertahap, serta hasilnya dituliskan
mengikuti satu aturan tertentu pula tersusun menurut satu pola yang tidak
tersusun secara acak atau sembarangan. Jadi, agar dapat dikatakan bahwa
seseorang tersebut sedang berpikir secara filsafat, ia haruslah berpikir
menurut atau mengikuti satu aturan tertentu yang runut dan bertahap dan tidak
acak atau sembarangan.
Sistematis mengandaikan adanya keruntutan. Jadi, berpikir filsafat atau
berpikir filsafati juga memiliki sifat runtut atau koheren. Koheren berarti
33. bertalian. Ia merupakan kesesuaian yang logis. Dalam koherensi, hubungan
yang terjadi karena adanya gagasan yang sama. Pada berpikir filsafat,
koherensi berarti tidak adanya loncatan-loncatan, kekacauan-kekacauan, dan
berbagai kontradiksi. Dalam koherensi, tidak boleh ada pernyataan-
pernyataan yang saling bertentangan. Contoh:
Hujan turun
Tidak benar bahwa hujan turun
Pernyataan yang pertama yang berbunyi "Hujan turun" bertentangan dengan
pernyataan yang kedua, "Tidak benar bahwa hujan turun,", begitu juga
sebaliknya. Dalam berpikir secara koherensi hal ini tidak dibenarkan. Karena
kedua pernyataan ini saling bertentangan. Jadi, dalam berpikir secara
koherensi, pernyataan-pernyataan yang ada haruslah saling mendukung.
Agar dapat memperoleh pernyataan-pernyataan yang mendukung, filasafat
haruslah mencari, mendapatkan, memeriksa, ataupun menyelidiki keseluruhan
pernyataan yang ada. Filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia
seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Usaha ini membawa filsafat pada
penyelidikan terhadap keseluruhan. Jadi, sifat berpikir filsafat yang
berikutnya adalah keseluruhan atau komprehensif dalam artian bahwa
segala sesuatu berada dalam jangkauannya.
Tadi dikatakan bahwa berpikir filsafat memiliki sifat koherensi, maka agar
koherensi dapat terjadi, seorang filsuf atau seseorang yang sedang
mempelajari dan mendalami filsafat haruslah mampu memahami dan
memilah pernyataan-pernyataan yang ada. Agar dapat mencapai hal tersebut,
dibutuhkan apa yang dinamakan berpikir kritis Jadi, kritis adalah sifat
berpikir filsafat yang berikutnya.
Kritis dapat dipahami dalam artian bahwa tidak menerima sesuatu begitu saja.
Secara spesifik, berpikir kritis secara filsafat adalah berpikir secara terbuka
terhadap segala kemungkinan, dialektis, tidak membakukan dan membekukan
pikiran-pikiran yang ada, dan selalu hati-hati serta waspada terhadap berbagai
kemungkinan kebekuan pikiran.
Untuk mencapai berpikir kritis, hal yang harus dilakukan adalah berpikir
secara skeptis. Skeptis berbeda dengan sinis. Skeptis adalah sikap untuk selalu
mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan
mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu. Sedangkan sinis adalah
sikap yang berdasar pada ketidakpercayaan. Secara metaforis, sikap sinis
dapat digambarkan seperti seorang laki-laki di tengah perempuan-perempuan
cantik, tapi dia malah mencari seekor kambing yang paling buruk. Jadi, pada
34. intinya, sikap skpetis itu adalah meragukan, sementara sikap sinis adalah
ketidakpercayaan.
Tadi telah dipaparkan di atas, bahwa filsafat berusaha memberikan penjelasan
tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Agar dapat meraih hal
tersebut, filsafat harus menemukan radix (akar) dunia seluruhnya tersebut.
Jadi berpikir radikal adalah sifat berpikir filsafat yang berikutnya.
Usaha menemukan akar dunia seluruhnya ini sangat diperlukan. Karena
dengan penemuan akarnya, diharapkan, setiap persoalan ataupun
permasalahan-permasalahan yang bertumbuhan di atasnya dapat disingkap.
Untuk dapat menemukan akar tersebut, seorang filsuf atau seseorang yang
sedang mempelajari dan mendalami filsafat perlu untuk berpikir secara
radikal. Berpikir radikal merupakan cara berpikir yang tidak pernah terpaku
hanya pada satu fenomena suatu entitas tertentu, dan tidak pernah berhenti
hanya pada satu wujud tertentu.
Sampai di sini, kiranya, kita telah mengetahui mengapa filsafat itu bukan
sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak berguna, tak bermetoda,
atau hanya sekedar lelucon yang tak bermakna atau omong kosong.
II.ObjekFilsafat
Setiap ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu yang menjadi lapangan
penyelidikan atau lapangan studinya. Objek ini diperoleh melalui pendekatan
atau cara pandang, metode, dan sistem tertentu. Adanya objek menjadikan
setiap ilmu pengetahuan berbeda antara satu dengan lainnya. Objek ilmu
pengetahuan terdiri dari objek materi dan objek forma.
Objek materi adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau
penelitian keilmuan. Ia bisa berupa apa saja, baik apakah itu benda-benda
material ataupun benda-benda non material. Ia tidak terbatas pada apakah
hanya ada di dalam kenyataan konkret, seperti manusia ataupun alam semesta,
ataukah hanya di dalam realitas abstrak, seperti Tuhan atau sesuatu yang
bersifat Ilahiah lainnya. Sementara objek forma adalah cara pandang tertentu,
atau sudut pandang tertentu yang dimiliki serta yang menentukan satu macam
ilmu.
Seperti halnya ilmu pengetahuan pada umumnya, filsafat juga memiliki objek
yang menjadi lapangan penyelidikan atau lapangan studinya yang terdiri dari
objek materia dan objek forma.
Bagi Plato (+ 427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab
35. dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi
Aritoteles (+ 384-322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya
mempelajari "peri ada selaku ada" (being as being) atau "peri ada
sebagaimana adanya" (being as such). Dari dua pernyataan tersebut, dapatlah
diketahui bahwa "ada" merupakan objek materia dari filsafat. Karena filsafat
berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya
sendiri, maka "ada" di sini meliputi segala sesuatu yang ada dan, bahkan,
yang mungkin ada atau seluruh ada.
Penempatan segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mugkin ada atau
seluruh ada sebagai objek materia dari filsafat, membuat filsafat berbeda
dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, seperti sastra, bahasa, politik,
sosiologi, dsb. Jika ilmu-ilmu pengetahuan lainnya hanya menempatkan satu
bidang dari kenyataan sebagai objek materianya, filsafat, karena berusaha
memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri,
menempatkan seluruh kenyataan sebagai objek materia studinya. Jadi, secara
singkat dapat dikatakan, jika filsafat itu bersifat holistik atau keseluruhan,
sementara ilmu pengetahuan lainnya bersifat fragmental atau bagian-bagian.
Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab
dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada, maka untuk
mencapai hal tersebut filsafat senantiasa berusaha mencari keterangan yang
sedalam-dalamnya atas segala sesuatu. Jadi, mencari keterangan sedalam-
dalamnya merupakan objek forma dari filsafat.
III.MetodeFilsafat
Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari
kenyataan. Untuk mendapatkan hal tersebut, filsafat memiliki beberapa
metode penalaran. Pertama, metode penalaran deduksi. Secara sederhana,
metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran yang bergerak dari sesuatu
yang bersifat umum kepada yang khusus. Dalam pengertiannya yang lebih
spesifik, ia adalah proses berpikir yang bertolak dari prinsip-prinsip, hukum-
hukum, putusan-putusan yang berlaku umum untuk suatu hal/ gejala atau
prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang
merupakan bagian hal/ gejala umum.. Secara sederhana, deduksi dapat
dicontohkan sbb:
Semua manusia adalah fana
Presiden adalah manusia
Presiden adalah fana
Selain deduksi, filsafat juga menggunakan metode penalaran induksi. Secara
sederhana, metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran yang bergerak
36. dari sesuatu yang bersifat khusus kepada yang umum. Ia adalah proses
berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena/ gejala individual
untuk menurunkan suatu kesimpulan yang berlaku umum. Secara sederhana,
metode ini dapat dicontohkan sbb:
Amin adalah murid sekolah dasar
Amin adalah manusia
Semua murid sekolah dasar adalah manusia
Metode ketiga yang dimiliki filsafat adalah metode penalaran dialektika.
Secara umum, metode ini dapat dipahami sebagai cara berpikir yang dalam
usahanya memperoleh kesimpulan bersandar pada tiga hal, yakni: tesis,
antitesis dan sintetis yang merupakan hasil gabungan dari tesis dan antitesis.
Contoh sederhana untuk metode penalaran ini adalah Keluarga. Dalam satu
keluarga biasanya terdapat ayah, ibu, dan anak. Jika ayah adalah tesis, maka
ibu adalah antitesis, lantas anak merupakan sintesis karena keberadaannya
ditentukan ayah dan ibu. Begitu juga apabila ibu adalah tesis, maka ayah
adalah antitesis, dan anak adalah sintesis.
IV. Peranan dan Tujuan Filsafat
Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat merupakan suatu upaya berpikir yang
jelas dan terang tentang seluruh kenyataan. Upaya ini, bagi manusia,
menghasilkan beberapa peranan. Pertama, filsafat berperan sebagai
pendobrak. Artinya, bahwa filsafat mendobrak keterkungkungan pikiran
manusia. Dengan mempelajari dan mendalami filsafat, manusia dapat
menghancurkan kebekuan, kebakuan, bahkan keterkungkungan pikirannya
dengan kembali mempertanyakan segala.
Pendobrakan ini membuat manusia bebas dari kebekuan, kebakuan, dan
keterkungkungan. Jadi, bagi manusia, filsafat juga memiliki peranan sebagai
pembebas pikiran manusia. Maka, pembebas merupakan peranan kedua yang
dimiliki filsafat bagi manusia.
Pembebasan ini membimbing manusia untuk berpikir lebih jauh, lebih
mendalam, lebih kritis terhadap segala hal sehingga manusia bisa
mendapatkan kejelasan dan keterangan atas seluruh kenyataan. Jadi, peranan
ketiga yang dimiliki oleh filsafat bagi manusia adalah sebagai pembimbing.
Selain memiliki peranan bagi manusia, filsafat juga berperan bagi ilmu
pengetahuan umumnya. Menurut Descartes (1596-1650), filsafat adalah
himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah
mengenai Tuhan, alam dan manusia. Ia, merujuk pada Kant (1724-1804),