Dokumen tersebut membahas tentang perlindungan konsumen dan tanggung jawab hukum pelaku usaha dalam 3 kalimat. Pertama, menjelaskan prinsip tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen berdasarkan kontrak, produk, dan penawaran. Kedua, mengatur larangan-larangan tertentu bagi pelaku usaha dalam produksi, perdagangan, dan iklan barang. Ketiga, menjelaskan sanksi perdata dan pidana bagi pelaku usaha yang melanggar perlindun
1. Hukum Bisnis dan
Lingkungan
PERLINDUNGAN
KONSUMEN DAN
TANGGUNG JAWAB
HUKUM
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Dosen Pengampu
FEB S1.Akuntansi
9
F041700009 Teuku Alvin Putra
Rezalino
Abstract Kompetensi
Mampu mengenal Perlindungan
Konsumen dan Tanggung jawab
Hukum
Mampu menjelaskan perlindungan
konsumen dan tanggung jawab hukum
Prof. Dr Hapzi Ali, CMA
2. ‘18
2 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN
TANGGUNG JAWAB HUKUM
Hukum Perlindungan Konsumen : Prinsip tanggung jawab
Selama kurun waktu bertahun-tahun, konsumen selalu ditempatkan pada posisi yang
sangat lemah, sebaliknya para pelaku usaha melalui berbagai promosi di media massa telah
berhasil menarik konsumen untuk menggunakan/ mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkannya. Dengan demikian betapa pentingnya perlindungan terhadap konsumen dengan
suatu perangkat perundang-undangan yang mampu memberikan perlindungan bagi
kepentingan konsumen di satu pihak dan menumbuhkan sikap tanggung jawab bagi pelaku
usaha di lain pihak demi terciptanya perekonomian yang sehat. Undang-Undang yang
diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tersebut adalah Undang-Undang No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-undang Perlindungan Konsumen mulai berlaku seara efektif pada tanggal 20
April 2000, dengan demikian maka salah satu harapan dari masyarakat 45 luas pengguna
barang dan/jasa sudah terpenuhi, Undang-Undang ini merupakan suatu upaya untuk
melindungi konsumen, ini berarti berhubungan dengan kepentingan dan hak-hak konsumen.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai : a. Hak-hak dan kewajiban
yang harus dipenuhi baik oleh konsumen maupun pelaku usaha. b. Larangan-larangan tertentu
yang ditetapkan bagi pelaku usaha. c. Ketentuan mengenai pencantuman klausula baku dan
tanggung jawab pelaku usaha. d. Kewajiban pemerintah untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan atas penyelenggaraan perlindungan konsumen, melalui pembentukan Badan
Perlindungan Konsumen dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Adanya UU Perlindungan Konsumen tersebut, pelaku usaha diharapkan lebih
memperhatikan aspek hukum, sehingga apabila mengabaikan peraturanperaturannya akan
dikenai sanksi-sanksi, demikian pula konsumen juga mengharapkan mendapatkan
perlindungan. Harapan ini sangatlah wajar, karena dari pengalaman selama ini, konsumen
selalu diposisi yang lemah, banyak yang mengalami kerugian akibat perilaku para pelaku
usaha. Keberhasilan mereka dala memikat konsumen dengan promosi yang sangat menarik,
sehingga banyak konsumen yang tergerak untuk membeli suatu produk tertentu, bahkan tidak
jarang terjadi barang yang dibeli belum tentu dibutuhkan kondisi seperti ini konsumen tidak
memiliki kesempatan sama sekali untuk menyeleksi barang-barang yang dibeli tersebut
sehingga akan terjeratlah konsumen itu. Beberapa permasalahan di atas menimbulkan
pertanyaan bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen? Tanggung Jawab
Pelaku Usaha
1. Contractual Liability ( Pertanggungjawaban kontrak) Yaitu tanggung jawab perdata atas
dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat
mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa dari pelaku usaha. Perjanjian atau kontrak yang
diadakan antara pelaku usaha dengan konsumen disebut dengan perjanjian/kontrak
standar/baku. Perjanjian/kontrak baku adalah berbentuk tertulis yang telah digandakan berupa
formulir-formulir yang isinya telah dibakukan terlebih dahulu oleh pelaku usaha secara sepihak
tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi konsumen. Berhubung isinya telah ditetapkan
secara sepihak oleh pelaku usaha tentunya akan lebih menguntungkan pelaku usaha ketimbang
konsumen.hak-hak pelaku usaha lebih dikedepankan daripada kewajiban-kewajibannya,
sebaliknya kewajibankewajiban konsumen diutamakan sementara hak-haknya
3. ‘18
3 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
dikebelakangkan. Ketentuan mengenai perjanjian baku ini kita jumpai pada pasal 18 UU
Perlindungan Konsumen, yang mengatur bahwa dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian, apabila klausula baku tersebut; a. Isinya :
1) menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
2) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen;
3) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali Letak atau Bentuknya
1) Sulit terlihat; 2) Tidak dapat dibaca secara jelas; 3) Pengungkapannya sulit dimengerti.
Pelaku usaha yang dicantumkan klausula baku dengan isi, letak atau bentuk seperti diuraikan
di atas dalam dokumen atau perjanjian baku yang dibuatnya dapat dikenai sanksi sebagai
berikut :
1. Sanksi Perdata
a) perjanjian baku yang dibuatnya jika digugat di muka pengadilan oleh oleh konsumen akan
menyebabkan hakim harus memberi keputusan yang menyatakan perjanjian tersebut batal demi
hukum (pasal 18 ayat 3 UU Perlindungan Konsumen);
b) pelaku usaha yang pada saat ini telah mencantumkan klausula baku dalam dokumen atau
perjanjian baku yang digunakannya, wajib merevisi perjanjian baku tersebut agar sesuai
dengan UU Perlindungan Konsumen (pasal 18 ayat 4). 2. Sanksi Pidana Dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
2.000.000.000,00 (pasal 62 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen) Selain berlaku ketentuan dari
UU Perlindungan Konsumen seperti diatas, karena perjanjian standar pada dasarnya adalah
juga perjanjian, maka ketentuan di dalam buku III KUH Perdata masih tetap berlaku bagi
perjanjian standar tersebut. Ketentuan-ketentuan dalam buku III KUH Perdata yang penting
antara lain : a. Ketentuan tentang keabsahan suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal
1320 KUH Perdata. b. Ketentuan-ketentuan tentang kerugian akibat wanprestasi sebagaimana
diatur dalam pasal 1243 KUH Perdata. 2. Product Liability ( pertanggungjawaban produk)
Menyebutkan bahwa, Yaitu pertanggungjawaban secara langsung dari pelaku usaha atas
kerugian yang diderita konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkannya.
Product Liability akan digunakan oleh konsumen untuk memperoleh ganti rugi secara
langsung dari produsen sekalipun konsumen memiliki hubungan kontraktual dengan pelaku
usaha. 48 Ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang Product
Liability adalah pasal 19, yang menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas: - kerusakan - pencemaran dan/atau - kerugian konsumen akibat
pengkonsumsi barang yang dihasilkan atau diperdagangkan konsumen, pencemaran dan/atau
kerugian akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau diperdagangkan dapat terjadi
karena pelaku usaha melanggar larangan-larangan sebagaimana dimuat dalam pasal 8 sampai
dengan 17 UU Perlindungan Konsumen antara lain:
Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa, pelaku usaha dilarang memproduksi
dan/atau memperdagangkan barang yang; a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar
yang disarankan dalam peraturan perundang-undangan; b. tidak sesuai deng 49 j. tidak
mencantumkan informasi secara dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan; k. tidak disertai informasi secara lengkap dan
benar bahwa barang tersebut rusak, cacat atau bekas dan tercemar; l. tidak disertai atau disertai
dengan informasi secara lengkap dan benar bahwa persediaan barang dan pangan tersebut
4. ‘18
4 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
rusak, cacat atau bekas atau tercemar. Pasal 17 (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan
bahwa, Pelaku Usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
a. mengelabuhi konsumen mengenai kualitas, kuantitas bahan, kegunaan dan harga barang
dan/atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. mengelabuhi jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d. tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang seijin yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan;
f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggaran pasal 8 dan 17 UU
Perlindungan Konsumen adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 selain itu apabila terjadi
pelanggaran yang dapat berakibat luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku yaitu dengan KUHP.
Sanksi perdata bagi pelaku usaha yang memproduksi barang yang dapat menimbulkan
kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian pada barang, jiwa dan barang milik konsumen dapat
dituntut untuk :
a. mengembalikan uang;
b. penggantian barang yang sejenis atau yang setara nilainya;
c. pemulihan kesehatan dan/atau;
d. pemberian santunan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Suply and promotions Liability (tanggung jawab dalam penawaran dan promosi) 50
Tanggung jawab penawaran dan promosi adalah sebagai sarana perlindungan bagi para
konsumen, karena sering kali diperlukan seenaknya oleh pelaku usaha. Tanggung jawab dalam
penawaran dan promosi tersebut antara lain diatur dalam pasal 9, 10, 12, 13, 14, 15, dan 16 UU
Perlindungan Konsumen. Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa, Pelaku
Usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang secara tidak benar
dan/atau seolah-olah :
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar
mutu tertentu, gaya atau metode tertentu, karakteristik tertentu sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. Barang tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan
tertentu, ciri-ciri atau aksesoris tertentu;
d. Barang tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau
afiliasi;
e. Barang tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang;
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
5. ‘18
5 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Pasal 10 UU Perlindungan Konsumen menyatakan Pelaku Usaha dalam menawarkan barang
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan
atau membuat pernyataan yang tidak benar dan menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang;
b. kegunaan suatu barang;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi suatu barang;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang;
51 Pasal 11 UU Perlindungan Konsumen menyatakan : Pelaku usaha dalam hal penjualan yang
dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabuhi, menyesatkan konsumen
dengan :
a. menyatakan bahwa barang tersebut telah memenuhi standar tertentu;
b. menyatakan barang tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan dengan maksud untuk menjual barang
yang lain;
d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan
maksud menjual barang yang lain;
e. menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral.
Pasal 12 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa : Pelaku usaha dilarang
menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dengan harga atau tarif khusus
dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk
melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan atau
diiklankan. Pasal 13 (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa : Pelaku usaha
dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen
makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian
hadiah berupa barang. Pasal 14 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa :
Pelaku usaha dalam menawarkan barang yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan
memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang diperjanjikan;
b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Pasal 15 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa Pelaku usaha dalam menawarkan
barang dilarang melakukan dengan cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik
maupun psikis terhadap konsumen. Pasal 16 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa
Pelaku usaha dalam menawarkan barang melalui pesanan dilarang untuk :
a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan;
b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
6. ‘18
6 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, pasal 13 (1),
pasal 14 dan pasal 15 UU Perlindungan Konsumen dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 . Terhadap sanksi pidana tersebut
dapat juga dijatuhi hukuman tambahan berupa :
a. perampasan barang;
b. pembayaran ganti rugi;
c. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya keinginan bagi
konsumen;
d. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
e. pencabutan izin usaha.
Kesimpulan
1. Tanggung jawab hukum yang dibebankan kepada Pelaku Usaha adalah berupa
pertanggungan jawab terhadap produk yang dihasilkan, pertanggungan jawab dalam kontrak
dan pertanggungan jawab dalam hal melakukan penawaran dan promosi.
2. Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran di bidang
produk, kontrak, penawaran dan promosi adalah berupa sanksi perdata dan sanksi pidana.
Ganti rugi bukan hanya yang Nampak nyata tapi ganti rugi yang diharapkan Prinsip
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan
Kalau yang digugat tidak terbukti maka yang tergugat bebas, harus dapat dibuktikan oleh
yang mendalilkan kesalahan tergugat,
Pasal 1365 KUHper (perbuatan melawan hokum); Unsur-unsurnya
1.adanya perbuatan
2.Adanya unsure kesalahan
3.adanya kerugian yang diderita
4.adanya hub kausalitas antara kesalahan dan kerugian
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (Pembuktian terbalik)
Tergugat selalu dianggap bertanggung jawab ,sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah.
Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat
3. Prinsip untuk selalu tidak bertanggung jawab
Hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan
demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan contoh pada hokum pengangkutan
pada bagasi/kabin tangan, yang didalam pengawasan konsumen sendiri
7. ‘18
7 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability)
Biasanya prinsip ini diterapkan karena (1), Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan
untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang
kompleks, (2) diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada
gugatan atas kesalahannya,missal dengan asuransi atau menambah komponen biaya
tertentu pada harga produknya, (3) Asas ini dapat memaksa produsen lebih berhati-hati.
Prinsip ini biasa digunakan untuk menjerat pelaku usaha (produsen barang) yang
memasarkan produknya yang merugikan konsumen/ product liability
Product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal: (1) melanggar jaminan, missal
khasiat tidak sesuai janji, (2) Ada unsure kelalaian (negligence), lalai memenuhi standar
pembuatan obat yang baik, (3) Menerapkan tanggung jawab mutlak (strict liability)
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan
Contoh dalam hal cuci cetak film , “bila film yang dicuci hilang maka konsumen hanya
dibatasi ganti kerugian nya sebesar sepeluh kali harga.
Vicarious Liability,majikan bertanggung jawab atas kerugian pihak lain yang ditimbulkan oleh
orang-orang/karyawan yang berada di bawah pengawasannya
8. ‘18
8 Hukum Bisnis dan Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Teuku Alvin Putra Rezalino http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
https://kuliahade.wordpress.com/2010/01/16/perlindungan-konsumen-prinsip-tanggung-
jawab/ diakses pada tanggal 17 Mei 2018 Pukul 19.30
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110529&val=4871 diakses pada tanggal
17 Mei 2018 Pukul 19.43