1. TemaHari AIDS 2009 Hentikan AIDS. JagaJanjinya - Akses Universal danHakAsasiManusia TINJAUAN PUSTAKA IMUNOLOGI KLINIK INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) PADA BAYI DAN ANAK Johanis, dr. / EndangRetnowati, dr., MS, SpPK(K)
2. Pendahuluan Infeksi HIV: Menyebabkan AIDS (Acquired immune deficiency syndrome) Masalah global 2 UNAIDS/WHO (Desember 2007):
10. pasca persalinan saat pemberian air susu ibu (ASI)Risiko penularan sebesar 15-45% bila tanpa pencegahan penularan. 5
11.
12. Pemberian terapi HIVPemeriksaan HIV pada bayi dan anak < 18 bulan berbeda dengan anak > 18 bulan dan dewasa. antibodi ibu dalam sirkulasi anak yang bertahan sampai 18 bln. 6
13. STRUKTUR HIV Famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. Virus RNA, berat molekul 9,7 kb (kilobase), diameter 80-100 nm. Bentuk bulat dan terdiri atas bagian inti (core) dan selubung (envelop). Gambar 4. Struktur HIV (SU: Surface glycoprotein (gp120), TM: Transmembrane protein (gp41), MA: Matrix (p17), CA: Capsid (p24), NC: Nucleocapsid (p9/p7), IN: Integrase, PR: Protease, RT: reverse transcriptase). 7
18. SIKLUS HIDUP HIV HIV: retrovirus obligat intraseluler dengan replikasi sepenuhnya di dalam sel host. Siklus hidup HIV terdiri dari: Pengikatan dan fusi (binding and fusion) Reverse Transcription Integrasi Transkripsi Penggabungan (Assembly) Penonjolan (Budding) 9
19. RESPON IMUNOLOGI PADA PATOFISIOLOGI HIV Limfosit T-CD4+ diinfeksi dan dirusak oleh HIV sehingga jumlahnya menurun (dewasa normal: 600-1200/µL). Respon limfosit T-CD4+ juga berkurang terhadap stimulasi antigen dan lebih rentan terhadap mikroorganisme. Untuk dapat mengenal antigen, limfosit T harus teraktivasi menjadi sel efektor. Sel efektor CD4+ berperan sebagai sel helper yang dimediasi oleh sekresi sitokin. 10
20. Sitokin proinflamatori (IL-1β dan TNF-α) menginduksi gen nuclear factor KB (NF-KB) memicu replikasi HIV viral load meningkat. Sitokin dipicu juga oleh mikroorganisme lain sehingga viral load sering meningkat pada infeksi oportunistik atau stadium AIDS. Limfosit Th2 mensekresi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10 menghambat pengaruh sitokin proinflamatori inflamasi dan replikasi HIV dapat dikendalikan 11 RESPON IMUNOLOGI PADA PATOFISIOLOGI HIV
21.
22. Sel yang terpapar dimusnahkan secara perlahan melalui proses apoptosis12 RESPON IMUNOLOGI PADA PATOFISIOLOGI HIV
31. Menghindari pemberian ASI16 Faktor yang menyebabkan angka kematian tinggi pada anak dengan HIV di negara berkembang: intercurrent infection, malnutrisi, keterbatasan mendapatkan pelayanan dan pengobatan antiretroviral.
33. DIAGNOSIS HIV PADA ANAK Diagnosis dini HIV anak menentukan waktu mulainya pengobatan. Bayi dan anak lebih cepat progresivitas penyakit dibanding dewasa. 18 Setiap anak dengan gejala klinis HIV dan adanya faktor risiko penularan melalui ibu, pelecehan seksual, dan kontaminasi cairan tubuh harus dicurigai dan dipastikan adanya infeksi HIV.
34.
35. VirologiDiagnosis definitif HIV pada bayi & anak < 18 bulan uji diagnostik memastikan adanya virus HIV Anak > 18 bulan uji antibodi HIV sama seperti dewasa Diagnosis definitif menggunakan uji antibodi HIV hanya dapat dilakukan saat usia ≥ 18 bulan. 19
36. Anjuran pemeriksaan HIV anak < 18 bulan: pemeriksaan virologi yang mendeteksi adanya virus secara langsung. Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV baru dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI dihentikan > 6 minggu. 20 Antibodi HIV (IgG) maternal mampu melewati sawar plasenta dan masuk ke sirkulasi bayi yang akan bertahan sampai usia 18 bulan.
37. Cara untuk menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak menurut buku Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV pada Anak dan Terapi Antiretroviral di Indonesia, 2006: Uji virologi HIV negatif pada anak dan ASI sudah dihentikan > 6 minggu. Uji antibodi HIV negatif pada usia 18 bulan dan ASI sudah dihentikan > 6 minggu. 21
38. 22 Pemeriksaan HIV-DNA, HIV-RNA, atau antigen p24 dilakukan minimal usia 1 bulan, idealnya 6-8 minggu untuk menyingkirkan infeksi HIV selama persalinan. Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi HIV pada spesimen yang berbeda untuk konfirmasi hasil uji virologi positif yang pertama. Uji antibodi HIV dapat dikerjakan sedini-dininya usia 9-12 bulan karena 74-96% bayi yang tidak terinfeksi HIV akan menunjukkan hasil antibodi negatif pada usia tersebut. Pada anak dengan pajanan HIV tidak pasti, lakukan pemeriksaan pada ibu terlebih dahulu sebelum dilakukan uji virologi pada anak, apabila hasil pemeriksaan HIV pada ibu negatif, cari faktor risiko lain untuk transmisi HIV.
39. Hasil antibodi HIV positif pada anak < 18 bulan perlu uji antibodi ulang pada usia 18 bulan untuk menyingkirkan kemungkinan menetapnya antibodi maternal. Hasil antibodi HIV negatif pada anak 18 bulan anak tidak mengidap HIV asal tidak mendapat ASI selama 6 minggu terakhir sebelum tes. 23 Untuk anak > 18 bulan, cukup gunakan ELISA atau rapid test.
40. 24 Bagan diagnosis HIV pada bayi dan anak < 18 bulan dengan status HIV ibu tidak diketahui
42. 26 Bagan diagnosis HIV pada bayi dan anak < 18 bulan, status ibu HIV positif, dengan hasil negatif uji virologi awal dan terdapat tanda/gejala HIV pada kunjungan berikutnya
62. 35 Gambar 10. Penanda pemeriksaan diagnosis HIV pada tahap awal infeksi
63. RINGKASAN HIV: virus obligat intraseluler terutama pada sel yang mengekspresikan CD4+ Umumnya infeksi HIV pada anak melalui ibu yang terinfeksi HIV dan waktu penularannya paling sering pada saat persalinan. Ibu dengan HIV sebaiknya tidak memberikan ASI Diagnosis infeksi HIV anak < 18 bulan PCR HIV-DNA / PCR HIV-RNA anak ≥ 18 bulan pemeriksaan antibodi seperti pada dewasa 36
65. Juta Jumlahpenderita HIV Tahun Rentang jumlah estimasi Gambar 1. Jumlah estimasi penderita HIV secara global, 1990-2007. 38
66.
67. Prevalensi HIV di Indonesia dan Viet Nam menunjukkan peningkatan.
68. Proporsi penderita wanita di Asia meningkat dari 26% (2001) menjadi 29% (2007)Gambar 2. Tingkat prevalensi HIV dewasa di Asia dan Australia pada tahun 1990, 1995, 2001, dan 2007. 39
69. Pekerjasekswanita, Riau Pekerjasekswanita, Sorong Penggunanarkotikainjeksi, Jakarta Transvestis, Jakarta % Prevalensi HIV Tahun Gambar 3. Prevalensi HIV pada populasi risiko tinggi di Indonesia, 1995-2005. 40
70. 41 Angka di belakang glycoprotein/protein menunjukkan ukuran kilo Dalton (kDa).
71. Dua tipe HIV: HIV-1 dan HIV-2 HIV-2 kurang patogen dan jarang terjadi penularan dari ibu ke anak. Prevalensi HIV-2 lebih stabil dibandingkan HIV-1 yang cederung meningkat. Belum ada pemeriksaan viral load HIV-2 yang telah diakui oleh badan pengawas alat diagnostik pemantauan pengobatan dengan pemeriksaan jumlah limfosit T-CD4+ 42
78. Jumlah limfosit T-CD4+ anak < 5 tahun lebih tinggi dari dewasa. Penurunan jumlah absolut limfosit T-CD4+ disesuaikan dengan usia anak, namun jumlah prosentase limfosit T-CD4+ tidak perlu disesuaikan dengan usia anak untuk memantau progesivitas 49 Tabel 2. Klasifikasi imunologi pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV.
79. 50 Tabel 3. Tanda/gejala pada anak dengan kemungkinan infeksi HIV
85. Pemeriksaan imunologi HIV: Mendeteksi isotipe antibodi (IgG, IgM, IgA) yang spesifik terhadap HIV-1 dan HIV-2. Pada infeksi akut, antibodi HIV baru terbentuk setelah 6 minggu. 56 Gambar 8. Struktur HIV dan antigen HIV-1 dan HIV-2 yang digunakan untuk diagnosis (GPSU: Surface glycoprotein, GPTM: Transmembrane glycoprotein, CA: Capsid, MA: Matrix).
90. Viral load Penularan HIV pada anak meningkat sejalan dengan tingginya viremia pada ibu. Penelitian di New York: rerata 16.000 kopi RNA/mL pada ibu menularkan pada bayinya rerata 6.600 kopi RNA/mL pada ibu tidak menularkan pada bayinya Penelitian di Prancis: ibu dengan viral load < 1.000 kopi/mL penularan 12% viral load > 10.000 kopi/mL penularan 29% Viral load dalam air susu ibu dan cairan sekret serviko-vaginal juga menentukan risiko infeksi 62
91. Genotip dan fenotip virus Sub-tipe E HIV-1 yang dapat menginfeksi sel epitel vagina dan serviks secara in-vitro. Virus strain Macrophage-tropic non-syncytium-inducing (NSI) cenderung lebih sering penularannya pada bayi meskipun strain yang dominan pada ibu adalah syncytium-inducing (SI). Perbedaan strain virus ↑ progresivitas penyakit. Pertumbuhan virus yang cepat pada ibu ↑ penularan pada bayi Penularan pada bayi lebih tinggi pada ibu dengan beberapa strain virus dan virus yang antiretroviral. 63
92. Status imunologi maternal Penurunan status imunologi maternal, antara lain jumlah limfosit-CD4+ yang rendah, prosentase limfosit-CD4+ yang rendah, atau rasio CD4+/CD8 yang rendah ↑ penularan pada bayi European Collaborative Study (ECS): peningkatan risiko penularan pada ibu dengan jumlah limfosit-CD4+ < 700/µL Jumlah limfosit-CD4+ yang rendah mencetuskan kelahiran prematur. IgM dan IgA yang rendah infeksi melalui air susu ibu. 64
93. Status nutrisi maternal Ibu dengan kadar vitamin A < 1,4 µmol/L berisiko menularkan pada bayi sebesar 4,4 kali. Vitamin A berperan pada integritas mukosa vagina dan plasenta serta merupakan bagian dari stimulator imun. 65
94. Faktor perilaku (ibu) Hubungan seks yang tidak aman meningkatkan jumlah strain virus yang berbeda sehingga risiko penularan pada bayi juga meningkat. Pada penyakit hubungan seksual menunjukkan peningkatan jumlah virus pada sekret serviko-vaginal. 66
95. Faktor plasenta Kelainan plasenta berupa korioamnionitis, abrupsio plasenta, robekan permukaaan plasenta, infestasi parasit malaria di plasenta dapat meningkatkan penularan HIV pada bayi. Plasenta yang terinfeksi dengan HIV adalah sel Hofbauer dan tropoblas yang mengekspresikan CD4+ 67
96. Faktor obstetri Sebagian besar terjadinya penularan pada bayi adalah saat kelahiran paparan mukosa bayi dengan sekret serviko-vaginal saat lahir, menelan sekret serviko-vaginal, dan terjadinya infeksi cairan amnion Jumlah virus pada sekret serviko-vaginal meningkat empat kali pada masa kehamilan. Kelahiran prematur, perdarahan intrapartum, prosedur obstetri, episiotomi, robekan vagina, ketuban pecah dini ↑ penularan pada bayi 68
97. Faktor janin Faktor genetik janin seperti delesi CCR-5 delta 32 dan kompatibilitas HLA antara ibu dan janin. Status nutrisi janin, status imun janin, ko-infeksi, prematur. Janin yang pertama lahir lebih berisiko mendapatkan penularan dibandingkan janin kedua pada kehamilan ganda. 69
98. Faktor bayi (mendapat ASI) Di negara berkembang, penularan melalui air susu ibu sebesar 30%. Infeksi HIV melalui saluran pencernaan terjadi apabila asam lambungnya rendah, mukus yang sedikit, aktivitas IgA yang rendah, dan saluran pencernaan yang tipis. Kurangnya respon imun makrofag dan sel-T pada bayi meningkatkan risiko infeksi. Faktor pelindung pada air susu ibu adalah musin, antibodi HIV, laktoferin, dan secretory leukocyte protease inhibitor (SLPI). Faktor risiko lain penularan melalui air susu ibu: derajat penyakit ibu, abses payudara, mastitis, puting susu yang lecet, dan lesi pada mulut bayi 70
99. Tiga kategori anak yang tertular HIV pada masa perinatal Kategori 1: Progresivitas penyakit yang cepat, meninggal pada usia 1 tahun, kemungkinan penularannya saat dalam kandungan atau awal periode perinatal, kejadiannya sekitar 25-30%. Kategori 2: Gejala timbul saat usia dini dan meninggal saat usia 3-5 tahun, kejadiannya sekitar 50-60%. Kategori 3: Daya tahan yang lama dan bertahan hidup sampai lebih dari usia 8 tahun, kejadiannya sekitar 5-25%. 71
101. NF-κB (nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells) is a protein complex that controls the transcription of DNA. NF-κB is found in almost all animal cell types and is involved in cellular responses to stimuli such as stress, cytokines, free radicals, ultraviolet irradiation, oxidized LDL, and bacterial or viral antigens. NF-κB plays a key role in regulating the immune response to infection. Conversely, incorrect regulation of NF-κB has been linked to cancer, inflammatory and autoimmune diseases, septic shock, viral infection, and improper immune development. NF-κB has also been implicated in processes of synaptic plasticity and memory. 73