Gerakan pendidikan berbasis pendidikan berbasis potensi dan karakter bersama keluarga dan komunitas
1. Gerakan Pendidikan berbasis Potensi dan Karakter
bersama Keluarga dan Komunitas
Community based Talent Development (CBTD)
An Overview of Strength based Education’s
Concept & Practices
2. 2
Life
System
Visi
Potensi
dimensi VISI Potensi Peradaban
• Manusia - Local Leader
• Bumi – Local Advantage
• Waktu – Local Problem
• Sistem Hidup – Akhlak/Kearifan
PENDIDIKA
N
PERAN
Objective: Local Leader and
Talenta based Socialpreneur
dimensi PENDIDIKAN Peradaban
• Human Potential : Talent & Leadership
• Earth Potential: Local Advantage’s TASK
• Time Potential: Management & Technology
• Value Potential: Local Wisdom & Akhlak
Manusia
Bumi
• Individual: Social EcoPreneur
(Rahmatan lil Alamin & Bashiro wa
Nadziro)
• Communal: Best Model & Network
Integrator (Khoiru Ummah &
Ummatan Wasathon)
dimensi PERAN Peradaban
Outcome Strategy from
Vision and Education Dimension
Waktu
Kehidupan
Landscape Peradaban
4. Problem dari pendidikan saat ini adalah model yang meniru industri
manufaktur dan restoran cepat saji yang semuanya dibuat dalam
standar-standar yang ketat, liner, dan harus seragam. Semua anak
diperlakukan seragam, padahal bakat manusia sesungguhnya sangat
beragam, orang-orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
“Penjelasan terbesarnya adalah persoalan pendidikan. Pendidikan
seringkali mengalihkan manusia dari bakat alamiahnya. Sumber daya
manusia itu hampir mirip seperti sumber daya alam, karena seringkali
ia dikubur dalam – dalam. Anda harus menggalinya karena seringkali ia
tak muncul di permukaan. Anda harus menciptakan suatu keadaan
untuk memunculkan sesuatu yang terpendam tersebut.”
Personalized Education
Gagasan yang diajukan oleh Ken Robinson adalah pendidikan yang terpersonalisasi (personalized education).
Menurut Ken Robinson,”jawaban untuk masa depan karena ini bukanlah mengenai membuat sebuah solusi
baru; namun menciptakan sebuah gerakan dalam pendidikan di mana orang-orang dapat mengembangkan
solusi-solusi mereka sendiri, namun dengan bantuan dari luar yang didasari oleh kurikulum yang
terpersonalisasi.”
Personalized education juga akan membantu menyelesaikan problem antusiasme (passion) yang telah hilang
pada banyak orang. Antusiasme tumbuh dan berkembang ketika orang melakukan hal-hal yang dicintai, di
bidang yang dikuasai. Antusiasme merangsang semangat dan energi dan waktu akan berjalan dengan cara
yang benar-benar berbeda ketika dijalani dengan penuh antusiasme (full of passion).
Personalized Education
5. Fitur Unik Manusia
Analogi dengan mobil yang memiliki fitur (rancangan) tertentu agar memberi
manfaat tertentu. Demikian juga dengan rancangan atau bentuk rupa manusia
yang sangat beragam. Bisa dipastikan memiliki manfaat yang berbeda-beda.
Disamping berbeda dalam warna kulit, bentuk wajah, rambut, tinggi, bentuk sidik
jari, dan lain sebagainya, ada fitur yang unik lain yang kita miliki dan berbeda satu
sama lainnya. Fitur ini terutama berhubungan dengan sifat atau personality. Lebih
lanjut, personality yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah personality yang
bermanfaat atau personality yang produktif. Personality yang produktif inilah
yang selanjutnya disebut dengan Bakat.
Fitur Unik Manusia
"Katakanlah: tiap tiap orang itu beramal menurut bakat pembawaannya masing masing. Maka Tuhanmu lebih
mengetahui orang yang lebih benar dan lebih tepat jalan yang ditempuhnya" [al ishro 17:84]
“seperti halnya didalam satu tubuh kita memiliki banyak anggauta, dan semua anggauta tidak memiliki fungsi yang
sama... Menerima berkah yang berbeda sesuai dengan yang Tuhan berikan, marilah kita manfaatkan.” [Romans
12]
“seperti juga tumbuh tumbuh-an yang berbeda menerima manfaat khusus dari hujan yang sama, begitu pula
dengan manusia dengan pembawaan dan lingkungan yang berbeda mendapatkan berkat dengan jalan jalan yang
berbeda... Setiap orang seharusnya menumbuhkan akar dari kebaikkannya sesuai dengan
pembawaannya.” [Buddha]
6. UU SISDIKNAS :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif (menumbuhkan minat) MENGEMBANGKAN POTENSI DIRInya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”
Visi Pendidikan vs Realita Pendidikan
"...sebanyak 87 persen mahasiswa di Indonesia salah jurusan"
Irene Guntur, M.Psi., Psi., CGA, Educational Psychologist of Integrity Development Flexibility (IDF) ,
2014
"... survei terhadap 1400 guru di DKI, ada 75% guru di DKI yang tidak
berbakat guru.."
Abah Rama, Pakar Talent, Lead Pro
"Indonesia sudah menghadapi kekurangan manajer tingkat menengah. Dan
di tahun 2020, kesenjangan antara permintaan dan penawaran akan
semakin tinggi, yaitu mencapai 56 persen."
Boston Consulting Group. “Growing Pains, Lasting Advantage: Tackling Indonesia’s Talent Challenges.”
"...program pendidikan berbasis daya saing mengalami disorientasi dan
pemborosan. Ini terjadi karena program-program yang dijalankan membias
tak keruan sehingga apa yang dikerjakan dunia pendidikan tak bersambung
dengan permasalahan dan kebutuhan bangsa."
Mohammad Abduhzen ; Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Universitas Paramadina)
Realita…………
7. A Paradigm Shift
• From “Survival of the fittest”
• From “Deficit remediation” – Deficit based Education
• To “Strengths-based education” – Pendidikan berbasis Bakat & Akhlak
A Paradigm Shift Strengths-Based Education
Strengths Philosophy
“Individuals gain more when they
build on their talents, than when
they make comparable efforts to
improve their areas of weakness.”
-- Clifton & Harter, 2003, p. 112
8. WHAT IS OUR
PROBLEM ?
WHAT IS OUR
STRENGTH ?
COMPETENCY
BASED
STRENGTH
BASED
Positive Psychology
MANAGEMENT
CURRENT
PSYCHOLOGY
POSITIVE
PSYCHOLOGY
PSYCHOLOGY
9. APAKAH MANUSIA BISA BERUBAH ?
Nature vs Nurture
“Although studies have shown that real
change can result from training, most of
the time the change doesn’t seem to be
sustained, which is why it is often called the
honeymoon effect. Considering that more
than 60 billion dollars spent in North
America alone on training (2001), this is a
sobering observation.” Goleman et al.
What Americans believe people can change is-
in historical perspective- truly astonishing
We are told that we can improve ourselves in
almost every way
Our children taught
To read
To be good citizen
To be lovingly sexual
To exercise
To have high self esteem
To enjoy literature
To be ambitious
To obey the lawets
The reality fall short
Martin Seligman
• Kalau disimak baik baik maka sebenarnya apa yang dimaksud oleh
pendukung Nurture adalah Behavior
• B = f (P, E)---------kurt lewin (field theory)
• Dimana B - behavior
• P – personality
• E – environment
• P dianggap tetap
• Kubu NATURE juga meyakini bahwa P tetap tidak berubah
• Kubu Behaviorism berusaha memainkan E nya untuk mengubah manusia
• Jadi baik kubu NATURE maupun NURTURE sama sama meyakini kalau
Personality tidak berubah
• Perbedaannya adalah kubu Nurture berusaha mengubah Perilaku melalui
perubahan E (environment) atau lingkungan
• Dalam situasi mana kita bisa mengubah Perilaku manusia ?
10. • Talent + Knowledge + Skill = Strength
• Talents are naturally recurring patterns of thought, feeling, or behavior that can be productively applied
• By refining our dominant talents with skill and knowledge, we can create strength: the ability to provide
consistent, near-perfect performance in a given activity.
-- Clifton & Harter, 2003
Apa itu Strengths?
• Strength: The ability to provide consistent, near-perfect performance
in a specific activity.
• Talent: A natural way of thinking, feeling, behaving.
• Behavior patterns that make you effective
• Thought patterns that make you efficient
• Beliefs: that empower you to succeed
• Attitudes that sustain your efforts toward achievement and
excellence
• Motivations that propel you to take action and maintain the
energy needed to achieve
• You cannot not do it
• Talents are potential strengths!
• Theme: A group of similar talents.
• Skill: The capacity to perform the functional steps of an activity.
• Knowledge: What you know, either factually or through awareness
gained by experience.
• Strength: Produced when talents are refined with knowledge and skill
11. Perbedaan Strengths dan Weakness?
It is a strength
• I can’t wait to start.
• This is fun.
• I could do this forever.
• This is my calling
• Just try and stop me
• Powerful
• Passionate
• Euphoric
• Natural
• Authentic
• Confident
• Find a way to do more of it.
• Learn more about it
• Find role models to learn from
• Look for people who are really good at it.
It is a weakness
• I hate to have to do this.
• When will this end?
• This is going to take forever.
• Thank goodness this is nearly over.
• Can I sit this one out?
• Frustrated
• Fragmented
• Disoriented
• Awkward
• Drained
• Distracted
• Hope I never have to do it again.
• Get the new guy to do it.
• Shove it to the right side of the desk and forget it
• Do anything else instead.
I am thinking…
I am feeling
I want to
Buckingham, M. (2007). Go Put Your Strengths to Work: 6 Powerful Steps to Achieve Outstanding Performance. New York, NY: Free Press, p. 99.
“One should waste as little effort as possible on improving areas of low competence. It takes far more energy to improve from
incompetence to mediocrity than it takes to improve from first-rate performance to excellence.” -Peter Drucker
12. • Spend most of their time in their areas of strength
• Have learned to delegate or partner with someone to tackle areas that
are not strengths
• Use their strengths to overcome obstacles
• Invent ways of capitalizing on their strengths in new situations
The Highest Achievers
FROM:
• Problems
• Attendance
• Preparation
• Putting into the student
• Average
TO:
Possibilities
Engagement
Motivation
Drawing out from student
Excellence
The Focus Changes
14. 5 Prinsip dari Strengths-based Education
1. Measurement of student characteristics includes strengths assessment
2. Educators personalize the learning experience by practicing individualization (personalized learning)
whereby they think about and act upon the strengths of each student.
highlight unique personal qualities and personal goals (visioning dream)
provide feedback on the use of these qualities and on their role in the successful pursuit of meaningful goals
3. Networking with personal supporters of strengths development
“Strengths develop best in response to other human beings” (Clifton & Nelson, 1992, p. 124). Clifton believed that
relationships help define who we are and who we can become, positioning strengths as the qualities that establish
connections between people whereas weaknesses create division in relationships (Clifton & Nelson).
4. Deliberate application of strengths within and outside the classroom fosters development and
integration of new behaviors associated with positive outcomes.
Building upon the idea that “to educate” literally means “to draw out” or “to bring forth,” strengths-based
educators believe that part of their core responsibility is to draw out the strengths that exist within students by
heightening students’ awareness of them and cultivating a greater future orientation around how students’
strengths might be catalyzed as they approach their education.
5. Intentional development of strengths requires that students actively seek out novel experiences and
previously unexplored venues for focused practice of their strengths through strategic course selection,
use of campus resources, involvement in extracurricular activities, internships, mentoring relationships,
or other targeted growth opportunities.
(Lopez, 2009)
15. Strengths Development Framework
Discover / Awareness
Understands, can define
and verbalize their theme
Has a basic understand of
their themes
Apply/ Application
Can utilize the knowledge
of their five themes to
plan, strategize, analyze
and direct their behavior
Relationship
Has a clear understanding
of their uniqueness and
seed others strengths
Has a relationship(s) that
is encouraging theirs
strength’s development
Develop / Integrate
Can see a clear connection
between their themes and
past and present behavior
Can link strengths to
success
Strengths Awareness
Confidence Self Efficacy
Motivation to excel
Engagement
Apply strengths to areas
needing improvement
Greater likelihood
of success
16. Strengths dan Pengembangan Karakter
“Jangan memanjat pohon yang salah” – Gede Raka
• Untuk dapat memetik buah kita harus berusaha, seperti misalnya memanjat
• Akan tetapi kalau memanjat pohon yang salah maka buah yang akan didapat tidak sesuai dengan apa
yang seharusnya didapat
• Untuk mengetahui pohon yang harus dipanjat maka kita harus tahu “calling”kita masing masing
• Calling selaras dengan sifat bawaan masing masing yang dinamakan “Bakat”.
• Setelah Hasilnya didapat maka tugas selanjutnya adalah membagikan hasil tersebut [kontribusi]
• Jadi disini ada tiga bagian besar
Memilih pohon yang benar
Usaha mendapatkan hasil
Membagikan hasil
• Memilih pohon yang benar menggali, menemukan dan memanfaatkan Bakat
• Usaha mendapatkan hasil membutuhkan Karakter Kinerja
• Membagikan hasil membutuhkan Karakter Moral
17. Bermanfaat bagi banyak orang
Bermanfaat bagi orang didekatnya
Tidak bermanfaat bagi orang
Tidak mengganggu orang
Menyusahkan orang tetapi
tidak melanggar aturan
Menyusahkan orang dan
Melanggar aturan
Menyusahkan banyak orang
dan melanggar aturan
ETIKA
Etika dan Pengembangan Karakter
18. Strengths dan Pengembangan Karakter
Orang yang berkarakter memiliki keduanya
Karakter Kinerja dan Karakter Moral
Tanpa karakter moral, karakter kinerja mudah ternoda.
Anda bisa menjadi teroris berani yang meledakan orang yang tidak bersalah,
CEO hebat yang menipu, atau siswa brillian untuk dirinya sendiri.
Tanpa karakter kinerja , karakter moral tidak efektif.
Anda bisa menjadi orang yang memiliki niat baik tetapi tidak bisa melaksanakan tugas dengan efektif.
Karakter Kinerja membuat kita mampu beraksi pada tatanilai bermoral.
PERTAMA
• GALI DAN TEMUKAN BAKAT & POTENSI KEKUATAN ANAK
• FOKUSKAN PENGEMBANGAN SESUAI DENGAN POTENSI KEKUATANNYA
KEDUA & KETIGA
IKUTI TAHAP MEMBANGUN KARAKTER
LANGKAH-LANGKAH LANJUTAN
20. Strengths Development Roadmap
Talent Club
Engagement
Talent Observation
Enrich Various Activities
Pandu45
Skill & Knowledge
Supporting
internships
Voice of Child
Internship with Maestro
Talent Show
Talent Market Day
Project based
Learning
Basic Science
Life Skill & Business Skill
<year7Prep7–9
Belajar bersama Alam
Fisik & Sensomotorik
Startup10–11
Bahasa Ibu
Applied Science
Talent Mapping Visioning Board
Personalized Learning Plan
& Portfolio
Visioning Board
Learning Plan
Personal Portfolio
NetworkSupporting12-15
Ego
Tabi’at
Voice of Child
Talent Show/
Talent Market Day
Talent Career Day
Talent Business Day
Pandu 45
internships
Internship with Maestro
Coach
with Parent
& Chevron
Imaji Positif, Akhlak Dasar
Coach
with Parent
& Chevron
Visioning Board
Personalized
Business Plan
& Portfolio
Talentpreneur Program
21. Stage (Age)
< 9 10-11 12-13 14-15
Theme
Coordinator
Facilitator
Pre Aqil Baligh Aqil Baligh
Akhlaq
Concept
I Know What I have to
Build
I Build What I have to Lead
I Lead What I have to
Civilized
Talent based Leader
MISI HIDUP
Mampu Membaca
• Diri
• Alam
• Zaman
• Allah
VISI HIDUP
Mampu Mengembangkan
• Potensi Diri
• Potensi Alam/Masyarakat
• Potensi Zaman
VISI PERADABAN
Mulai mampu
Mengadabkan
• Manusia
• Alam/Masyarakat
• Zaman
• Akhlak Mulia
PERAN PERADABAN
• Khalifatul fil Ardh
• Mampu memikul Kewajiban
Syariah secara Individual dan
Sosial
• Muzakki
• 1.1 Talent
Mapping#I using
PANDU45
• 1.2 Club Talent
• 1.3 Visioning
Board
• 1.4 Learning
Model
• 1.5 Talent based
Individual
Project
• 1.6 Leadership
• 2.1 Talent Mapping#2
using PANDU45 &
TOOLS
• 2.2 Implement
Visioning Board
• 2.3 “Magang” &
“Dagang” with Maestro
• Chevron
• 2.4 Talent based Club
Project
• 2.5 Course Network
• 2.6 Leadership
• 2.7 Project
Management Skill
• 3.1 Lead Talent
based Social Project
• 3.2 Lead Social
Business
• 3.3 Funding
Business
• 3.4 Build the
Community
• 3.5 Build the System
• CEO Network
• Maestro of CBTD
• Business Fund
Network
Concept&Program
CBTD Program Management
Maestro / Talent Coach
Pendamping Akhlak/ Chevron
Talent Concept
• Program Plan &
Advisory
• Provide Parent &
Community Guide
• Parent’s Training
• Provide Chevron
• Program Monitoring &
Evaluation & Advisory
• Enhance Guide
• ToT Chevron
• Training
• Talent Network Resources
• Program Monitoring &
Evaluation & Advisory
• Fund Raising
• Parent’s Training
• Talent Network Resources
• Program Monitoring & Evaluation & Advisory
• Fund Raising
• Community & Parent’s Training
• Talent Network Resources
CBTD
22. Action Plan
Envisioning (February
– April 2014)
• Abah Rama
• Septi peni
• Adriano
• Ermawan
• Ines
• Lendo
• dll
Guide Book Draft
(April – May
2014)
•Sosialisasi
•Perbaikan
ToT Talent
Mapping &
Pendidikan
berbasis Potensi
(July 2014)
ToT Kepanduan
(August 2014)
• Enhance Guidebook
• Renovasi Base Camp
Soft Launch (Sep
2014)
•Trial @SSC
•Launch Guide Book
•Jadwal Pelatihan
Setahun utk Pendidik
•Website Pendukung
Soft Launch
5 Titik Jabodetabek
30 Facilitator/Pengajar
Komunitas Anak Jalanan
15 Facilitator/Pengajar
Komunitas MLC
Sir Ken Robinson :
Al Gore pernah berbicara pada TED’s Conference tentang Iceberg 4 tahun lalu. Dan ia berbicara mengenai krisis iklim. Dan saya menyebutkannya pada akhir pembicaraan saya. Jadi saya mau mulai dari sana, karena saya hanya diberi waktu 18 menit saja (tersisa).
Tahukah anda, bahwa ia (Al Gore) benar…memang sedang terjadi krisis iklim saat ini. Dan saya pikir, jika orang tidak percaya hal itu, silahkan pergi keluar lebih sering. Tapi saya percaya, bahwa krisis iklim kedua, yang sama menakutkannya dan memiliki asal usul yang sama, yang juga harus ditangani segera. Yang saya maksud ialah, anda boleh berkata : saya ini baik, kamu tahu. Saya sudah punya satu krisis iklim, dan saya tidak siap mengalami krisis kedua.
Tapi ini bukan krisis sumberdaya alam, meski saya yakin hal itu juga benar. Akan tetapi yang saya maksud adalah : Krisis SUMBER DAYA MANUSIA. Saya yakin, pada dasarnya, seperti yang diungkapkan pembicara – pembicara terdahulu bahwa kita jarang menggunakan bakat/talenta kita. Sangat banyak manusia yang menjalani hidupnya tanpa pernah mereka menyadari apa bakat mereka, dan mereka mampu mengatakan apa bakat mereka.
Saya bertemu banyak orang, yang merasa bahwa mereka sama sekali tak memiliki kecakapan dalam hal apapun. Sebetulnya, saya cenderung membagi dunia menjadi dua bagian : Jeremy Bentham, salah satu filsuf utilitarian pernah menyampaikan argumen ini, menurutnya terdapat 2 tipe manusia di dunia ini, mereka yang membagi dunia menjadi 2 tipe, dan mereka yang tidak. Well, saya juga begitu.
Saya bertemu beragam orang, yang tidak merasa enjoy dengan apa yang dikerjakannya. Mereka melewati dan menjalankan hidup mereka seadanya saja. Mereka tidak pernah merasakan kepuasan batin dari aktivitas mereka. Mereka hanya mampu bertahan (endure) saja, mereka tidak menikmati (enjoy) apa yang dilakukannya, dan mereka selalu menantikan akhir pekan.
ada tambahan dari abah rama mengenai hal ini :
Tapi saya juga bertemu orang –orang, yang amat mencintai pekerjaannya dan ia tak terbayang jika harus melakukan hal lain selain yang sudah dilakukannya. Jika anda melarang mereka agar tidak mengerjakan hal yang dicintainya itu, mereka pasti berpikir “anda itu bicara apa sih ?”, Karena masalahnya bukan apa yang mereka lakukan tapi masalahnya adalah siapakah mereka itu. Mereka akan bilang : “Tapi, inilah diriku”. Saya akan jadi orang bodoh jika mengabaikan pekerjaan itu, karena hal itu menggambarkan diri saya yang sebenarnya.
Bagi sebagian orang , hal itu tidak benar. Sebaliknya, sepertinya kelompok manusia yang kedua ini jumlahnya masih sedikit. Menurut saya, ada banyak kemungkinan penjelasan tentang hal ini.
Penjelasan terbesarnya adalah persoalan pendidikan. Pendidikan seringkali mengalihkan manusia dari bakat alamiahnya. Sumber daya manusia itu hampir mirip seperti sumber daya alam, karena seringkali ia dikubur dalam – dalam. Anda harus menggalinya karena seringkali ia tak muncul di permukaan. Anda harus menciptakan suatu keadaan untuk memunculkan sesuatu yang terpendam tersebut.
Bisa anda bayangkan jika, bahwa pendidikan berlaku seperti itu, tapi itu justru yang lebih sering tidak terjadi. Setiap sistem pendidikan di seluruh dunia saat ini telah di reformasi. Tapi itu saja tak cukup !. Reformasi pendidikan saat ini sudah tak bisa digunakan lagi, karena jelas –jelas hanya memperbaiki model yang sudah rusak. Yang dibutuhkan ( dan kalimat ini telah sering digunakan selama beberapa hari ini ) bukanlah istilah EVOLUSI, tetapi REVOLUSI dalam pendidikan.
Sistem pendidikan harus ditransformasikan menjadi sesuatu yang lain.
Tantangan terbesar dari revolusi sistem pendidikan adalah melakukan INOVASI pendidikan secara mendasar. Inovasi itu biasanya berat, karena itu artinya melakukan sesuatu yang tidak mudah ditemukan oleh manusia, dalam banyak hal. Revolusi artinya menantang sesuatu yang kita anggap tidak bisa berubah, sesuatu yang kita pikir sudah sangat jelas. Dan masalah terbesar dari gagasan Reformasi atau Transformasi ialah Belenggu Persepsi Umum.
Sesuatu yang orang pikir bahwa hal itu tidak mungkin bisa dilakukan dengan cara lainnya, karena memang dari dulu sudah begitu. Belum lama ini saya temukan kutipan dari Abraham Lincoln, yang saya pikir dia pasti senang telah membuat kutipan ini. Ia mengucapkannya pada Desember 1862 di depan Rapat Tahunan ke 2 dari Kongres, dan saya tak bisa bayangkan apa yang terjadi kala itu, ia berkata : Dogma – dogma masa lalu tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang, Kesempatan telah tertimbun tinggi dengan adanya kesulitan, dan kita harus meningkat (rise with) dengan adanya kesempatan itu. Saya suka kata itu : rise with (meningkat), bukan rise to (menimbulkan). Karena persoalan yang kita hadapi adalah hal yang baru, maka kita harus berpikir dan bertindak dengan cara baru. Kita harus memerdekakan diri (disentrhall) kita (dari belenggu persepsi) lalu kita harus selamatkan negeri ini. Saya suka kalimat itu Disentrhall. Anda tahu artinya, yaitu bahwa ada banyak persepsi yang membelenggu diri kita yang kita anggap tetap, sebagai urutan alami dari sesuatu yang berlaku apa adanya.
Banyak sekali gagasan kita yang sudah tidak cocok dengan situasi abad ini, karena hanya cocok dengan situasi masa lalu, tapi pikiran kita masih terhipnotis oleh persepsi lama tersebut, dan kita harus bebaskan diri dari belenggu persepsi lama tersebut.
KHALIFAH
Allah menjadikan manusia sebagai khalifah (atau utusan) Allah di muka bumi ini. Sebagai khalifah tentunya akan menjalankan misi yang menjadi tujuan mengapa manusia diciptakan. Misi atau tugas tersebut bisa jadi berbeda antar satu manusia dengan manusia yang lain. Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hambanya dan kadar kemampuan manusia dalam menjalankan misinya. Layaknya seorang majikan ketika akan menugaskan pembantunya untuk menjalankan perintah, pasti sang majikan itu akan memberikannya fasilitas dan bekal yang cukup agar tugas dapat terlaksaksana dengan baik. Demikian pula dengan Allah yang memberi tugas kepada manusia, tentunya memberi sesuatu kepada manusia agar dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah. Untuk dapat menjalankan tugas tersebut salah satunya Allah menanamkan fitur-fitur unik (bakat-bakat) yang sesuai dengan tugas yang diemban tersebut.
Fitur-fitur unik atau bakat satu manusia berbeda dengan manusia lainnya. Sesungguhnya, setiap manusia memiliki bakat-bakat dominan. Nah, perbedaan terjadi karena memiliki bakat-bakat tertentu yang lebih menonjol atau dominan dibandingkan lainnya. Bakat-bakat dominan yang kita miliki akan memberi kita “kemudahan dalam melakukan” dan membentuk “kesukaan (passion)” pada aktivitas-aktivitas tertentu atau bisa dikatakan sebagai aktivitas-aktivitas terbaiknya. Diyakini bahwa apabila pelatihan atau pengembangan difokuskan pada aktivitas-aktivitas terbaik akan memberikan “hasil yang paling optimal”. Aktivitas-aktivitas yang didapatkan dari kumpulan bakat dominan disebut juga dengan aktivitas yang bermanfaat atau produktif (productive activities) atau dikenal dengan istilah “4E (Enjoy, Easy, Excellent, Earn) Activities”. 4E Activities merupakan salah satu tanda-tanda “kekhalifan” seseorang.
Banyak istilah-istilah yang disering kita dengar yang menyerupai 4E activities, seperti calling, bakat (talent), potensi kekuatan, kekhalifahan, lentera jiwa, dan hasrat (passion).
THE STRENGTHS PERSPECTIVE
A strengths perspective is characterized by “efforts to
label what is right” within people and organizations
(Buckingham, 2007, p. 6) and assumes that every individual
has personal qualities that can be mobilized toward
desirable outcomes in many areas of life (Anderson, 2000;
Saleebey, 2001). Te strengths approach explores ways to
empower individuals toward thriving rather than mere
survival (Liesveld & Miller, 2005) and assumes that
capitalizing on one’s areas of talent is likely to lead to greater
success than would be possible by making a comparable
investment of efort into overcoming personal weaknesses
or deficiencies (Clifton & Harter, 2003). Tis paradigm
therefore highlights the importance of intentionally
choosing to focus one’s attention and energy into cultivating
that which will yield the most significant growth (Shushok
& Hulme, 2006), which is accomplished not by ignoring
weaknesses, but by instead seeking to understand and
manage areas of deficiency while optimizing effort by
building on strengths (Clifton & Harter, 2003; Clifton &
Nelson, 1992). Strengths-based ideology provides insight for
the design of intervention programs that prompt individuals
toward achieving positive goals and aims (Frey, Jonas, &
Greitemeyer, 2003), as a strengths perspective can produce
“the ability to fexibly apply as many different resources and
skills as are necessary to solve a problem or work toward
a goal” (Aspinwall & Staudinger, 2003, p. 13) by helping
people consider the personal resources they can mobilize to
achieve favorable ends.
Sudah ratusan tahun isu ini menjadi kontroversi yang tiada habisnya walaupun kubu nurture tetap mendominansi , mana yang benar ternyata keduanya benar karena memang manusia dapat aktivitas tertentu (T,R,E,Te) bisa diperlakukan sebagai mesin melalui SOP dan external Motivation akan tetapi pada aktivitas lain (N,H,S,Gi) harus memanusiakan manusia dengan cara menyalurkan potensinya.
The Five Principles of Strengths-Based Education
Principle 1: Measurement of student (and educator) characteristics includes strengths assessment, which supplements the typical focus on academic achievement and behavioral data (e.g., absences, living situation, off-campus responsibilities, etc.).
Educators rely on good data. Achievement tests (Carey, 2004; U.S. DOE, 2004) and behavioral reports often shape perceptions of good students and effective schools more than any other type of assessment. Now, strengths and other positive personal variables (e.g., hope, engagement, and well-being) can be measured with confidence. By augmenting the existing data with data from measures of human strengths and other positive variables, educators can develop a more detailed and complex picture of academic success, its determinants, and its long-term benefits (Lopez, 2004).
Educators measure what they value, and they work to enhance what they measure. Those within educational institutions have long valued achievement and its associated behaviors, yet boosting achievement, attendance, and retention has been a challenge. Potentially, student strengths and other indicators such as hope, engagement, and well-being might explain unaccounted variance in academic success. This hypothesis can only be examined when “positive” data are merged with existing data from large groups of American students.
For students and educators, measurement of strengths also has some short-term benefits. Upon completion of the Clifton StrengthsFinder, individuals receive five positive words for describing themselves. Students can carry these descriptors with them throughout their college career and into their first job and share them with their family and friends. Educators can do more of what they do best throughout their career by being mindful of their strengths.
Principle 2: Educators personalize the learning experience by practicing individualization whereby they think about and act upon the strengths of each student.
A strengths-based approach to working with students can be highly individualized, including efforts to personalize the learning experience (Gallup, 2003) by encouraging students to set goals based on their strengths and helping them to apply their strengths in novel ways individualization(Cantwell, 2005) as part of a developmental process (Louis, 2008). Specifically, involves educational professionals spontaneously thinking about and acting upon the strengths, interests, and needs of each student and systematically making efforts to personalize the learning experience (Gallup, 2003; Levitz & Noel, 2000). Through individualization efforts, educators (a) highlight unique student qualities and goals that make academic and social pursuits more successful and (b) provide feedback on the use of these qualities and on their role in the successful pursuit of meaningful goals. For individualization to be effective, the educator needs to begin helping the student to talk about goals within the context of personal strengths. Educator and student need to know “where they are” and “where they are going” and how strengths can help provide a pathway between these two. An understanding of personal goals (goals crafted by the student) and assigned goals (encouraged by the educator or institution) defines the aims and objects being pursued and creates many opportunities for feedback on goal pursuit. These mutual goals direct attention and effort, serve an energizing function, contribute to persistence, and spark action indirectly by leading to interests, discoveries, and use of knowledge, strategies, and skills
(Locke & Latham, 2002). Another practical approach to individualization involves the educator providing several options for how student learning can be demonstrated and assessed, allowing students to select the project or assessment type that most closely resonates with their own particular constellation of strengths. Potent and timely feedback addresses the development of life strategies grounded in knowledge of strengths and comments on goal pursuits. Formative feedback that puts progress into perspective should be augmented with summative feedback that emphasizes the strengths and strategies used for recent goal attainment.
Principle 3:Networking with personal supporters of strengths development affirms the best in people and provides praise and recognition for strengths-based successes. “Strengths develop best in response to other human beings” (Clifton & Nelson, 1992, p. 124). Clifton believed that relationships help define who we are and who we can become, positioning strengths as the qualities that establish connections between people whereas weaknesses create division in relationships (Clifton & Nelson). As relational connections grow with the help of social networking, strengths-based education and development could blossom within new relationships and long-term, high quality relationships.
When educators are mindful of students’ strengths, they can help students to become empowered while strengthening the mentoring relationship. As students discover their own strengths, they can share that new information and also work to think of other people in terms of their strengths. For example, when providing feedback to a fellow student, a person could begin by highlighting what was done well and why (i.e., which strengths were showcased) rather than what was done poorly and why (i.e., which weaknesses undermined performance).
In the context of close relationships, the strengths of others may be leveraged to manage personal weaknesses. By building strengths collaborative, two individuals (or a larger group of people) can bring their best talents to projects while filling the gaps by sharing personal resources. In effective strengths-based models, educators use strengths to help others achieve excellence and to move beyond an individual focus to a more relational perspective. Bowers (2009) heard the declaration “I have many supports in my life” repeatedly when interviewing college students who were nominated as the best at making the most of their strengths. One interpretation of this discovery is that high levels of social support are associated with the ability to become adept at using personal strengths. Alternatively, strengths-based education may reveal that networking around strengths produces increased social support.
Principle 4: Deliberate application of strengths within and outside of the classroom fosters development and integration of new behaviors associated with positive outcomes.
A focus on the deliberate application of strengths within the classroom shapes the behaviors of educators and students and the nature of education in several notable ways.
Specifically, educators utilizing a strengths-based stance begin by selecting pedagogical approaches that bring out their best in the educational process and seek to model how they leverage personal strengths in teaching, advising, or other domains of life. Such educators regularly discuss strengths application with students, providing personal examples or illustrations and describing some of the experiences that were critical in their own process of developing strengths.
Building upon the idea that “to educate” literally means “to draw out” or “to bring forth,” strengths-based educators believe that part of their core responsibility is to draw out the strengths that exist within students by heightening students’ awareness of them and cultivating a greater future orientation around how students’ strengths might be catalyzed as they approach their education. Teaching from a strengths-based perspective requires educators to devote effort to helping students notice and identify occasions when their strengths are evident in the classroom or when they are using personal strengths to complete assignments with a high level of quality. A strengths-based educator also fosters a learning environment in which affirming peer-to-peer feedback is a regular feature, as students are taught to cultivate the skill of noting their classmates’ strengths in action. Creating opportunities for students to choose assignment types that allow them to leverage their unique strengths provides practice in selecting activities that will bring out their best.
These recommendations are resonant with the core ideas of self-determination theory, which explains that individuals function at optimal levels and are most authentically motivated when three psychological needs are met: competence, autonomy, and relatedness (Ryan & Deci, 2000). Helping students understand the connection between their strengths and their personal goals and offering guidance in the application of their strengths in the most effective ways can elicit feelings of competence, and providing students with choices and opportunities for self-direction can support their need for autonomy. When educators establish a learning culture where students view themselves and others through strengths-colored glasses (Clifton, Anderson, & Schreiner, 2006), they help to foster appreciation for differences, highlight the value of collaboration and teamwork, and establish a powerful sense of relatedness
Principle 5: Intentional development of strengths requires that educators and students actively seek out novel experiences and previously unexplored venues for focused practice of their strengths through strategic course selection, use of campus resources, involvement in extracurricular activities, internships, mentoring relationships, or other targeted growth opportunities.
Highly effective strengths educators understand that the ultimate objective of a strengths-
based initiative is to help students consider their own responsibility in deliberately, attentively
developing their strengths through practice and engagement in novel experiences. This final
principle builds upon the others by suggesting that if students are to maximize their strengths,
they will need to cultivate the discipline of proactively seeking new experiences that will expose
them to information, resources, or opportunities to heighten their skills and knowledge about how
to mobilize their strengths most effectively. This undertaking requires more than an innovative
application of strengths in existing settings, but demands engagement in new experiences
designed to expand personal strengths.
An ideal strengths-based educational model highlights the investment of effort and the
creation of a strengths growth plan as critical components in a developmental process, and invites
Pendidikan Akhlak: Tujuan, Prinsip, Metode.
Tahapan Pendidikan Akhlak
Program Community based Education (CBE) Untuk perkotaan, kami mau melanjutkan lagi program CBTD (Community based Talent Development) sebagai bentuk CBE (Community based Education) untuk anak2, yang mempertemukan jaringan Professional Talent dengan Anak2 Indonesia. Para Professional Talent, akan undang untuk memberikan (menginfaqkan) "Ilmu dan Pengalamannya" kepada anak2 Indonesia dalam bentuk Workshop dan Magang. Bill of Right for Children nya adalah:1. Sistem Persekolahan Nasional hanya fokus pada akademik tidak menghargai bakat anak Indonesia, banyak anak2 Indonesia hari ini yg menolak sekolah bukan karena bodoh atau malas, tetapi sekolah tdk memfasilitasi anak2 untuk mengembangkan bakat mereka, kecuali akademis.2. Aqil Baligh adalah bagian terpenting dari pendidikan Islam, artinya pendidikan Islam seharusnya menyiapkan anak2 agar mampu memikul beban kewajiban Syariah tepat ketika mereka mencapai aqil dan baligh. Aqil baligh adalah kondisi kemandirian seorang Muslim untuk memikul kewajiban syariah, pada saat mencapai usia aqilbaligh, kurang lebih 12-14 tahun. Yang akan dilakukan bukanlah akselerasi akademik, tetapi optimasi bakat dan akhlak.3. Kemandirian pada Aqil Baligh dicapai melalui pendidikan bersama komunitas (berjamaah) yang fokus pada Akhlaq dan Bakat dan mendatangi Guru/Maestro dengan cara Magang. Pembangunan akhlak atau karakter dapat dilakukan melalui passion/bakat anak2. Sejatinya pendidikan adalah membantu menemani anak kita untuk menemukan jatidiri mereka/bakat dan mendampingi pembentukan akhlak mereka melalui keteladanan para maestro/professopnal Talent.4. CBTD akan membantu para Ortu untuk merancang program pendidikan anak mereka secara mandiri dan bersama2 dengan komunitas. Talent Mapping akan dilakukan, kemudian anak kita akan dilibatkan dalam Club Talent yg sesuai dan disalurkan utk Magang bersama para Maestro/Professional Talent/Perusahaan yg sesuai dengan bakat anak. Pendamping akhlak akan ditunjuk dari komunitas dan memiliki jobdesk dan kriteria penilaian.Program pendidikan ini akan dirancang bersama dan dimulai utk usia pra baligh 9 -10 tahun, diawali dengan membantu orangtua untuk Talent Mapping, merancang Learning Model yg sesuai dan merancang Visioning Board. CBTD bukan program komersil, tetapi program komunitas, dari komunitas, oleh komunitas dan untuk komunitas.5. Sebaik baik pendidikan adalah yang terintegrasi dengan realitas sosial dan masyarakat serta pemberdayaannya. Usia 11-12 mulai diterjunkan ke Masyarakat untuk mewujudkan Visioning Board dan mengasah Leadership di Masyarakat. Bisa berbentuk proyek untuk membuat karya atau proyek terkait kemanusiaan dan sosial (penyelamatan alam dan pemberdayaan masyarakat) yg terkait dengan bakat mereka. Pada fase ini diharapkan anak2 sdh mantap dengan bakat dan mimpinya, mampu mewujudkannya, dan mengkontekskan bakatnya dengan kondisi masyarakat / Kearifan Lokal yg ada (potensi ekonomi dan potensi alam masyarakat). Anak-anak mulai diterjunkan untuk mengenali lokalitas sosial budaya dan ekonomi lalu mencari solusinya.6. Inkubasi Business/Talent based Social Business Project. Usia 13 - 14 tahun, ini fase yang secara umum diasumsikan anak2 sdh mampu mandiri dan tidak layak diberi Nafkah, maka akan difasilitasi Pemodalan untuk Bisnis dan didampingi pengembangannya bersama jaringan Professional/Perusahaan yg sesuai. Ini fase Inkubator Business.7. Anak yg sdh bisa mandiri (akan difasilitasi bila ingin melanjutkan kuliah/professional Course/Business Course dan dilibatkan dalam jaringan CEO muda dan diharapkan dapat menjadi Mastro Muda dan Muzakki untuk generasi di bawahnya.Dari point 1 sampai 7 di atas ini silahkan diperkaya dan dikomentari. CBTD program ini akan dimatangkan oleh POKJA CBTD. Team adalah bunda Erna Sjahid, pak Ermawan Fitra Purnama , pak Arif Fadillah , Ferous Bersekolah sbg penasehat pendidikan akhlak, bunda Septi Peni Wulandani utk penasehat program dan ust Adriano Rusfi untuk penasehat Psikology. Nah bagi teman2 yg ingin bergabung dalam POKJA utk mematangkan konsep dan memetakan kebutuhan/jaringan atau ingin menginfaqkan Professional Talent atau apapun kami dengan senang hati menerima.