1. Perkembangan Pemekaran Daerah
Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik
Oleh:
Barita P. M. Siahaan
0616041024
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2009
2. Perkembangan Pemekaran Daerah
Pengertian pemekaran daerah
Pemekaran daerah merupakan suatu langkah atau cara politik sebuah daerah
dengan cara membagi atau memperluas sub bagian wilayah dari daerah tersebut
baik bagian atau daerah yang berbentuk provinsi baru atau pun kabupaten baru.
Tujuan dari dilakukannya upaya pemerintah dalam pemekaran daerah ini adalah
tidak lain dengan meningkatkan berbagai pelayanan social yang diberikan dan
meningkatkan kefektivan serta keefisiensian sebuah daerah dalam mengatur atau
mengelola daerahnya baik dilihat dari sector perekonomian, politik serta
pelayanan public untuk masyarakatnya.
Dalam Undang Undang otonomi daerah, wacana pemekaran tidak terlepas dari
pemberlakuan prinsip-prinsip otonomi daerah. Hal ini menyimpulkan bahwa pada
prinsipnya otonomi daerah merupakan media atau jalan untuk menjawab tiga
persoalan mendasar dalam tata pemerintahan dan pelayanan terhadap publik.
Sehingga banyak orang berasumsi bahwa pemekaran daerah merupakan langkah
yang diambil setelah diberlakukannya otonomi daerah yang merupakan:
1. pemekaran daerah yang dilakukan oleh pemerintah merupakan jalan atau
upaya untuk mendekatkan pemerintah kepada rakyat.
2. melalui pemekaran daerah juga harus tercipta akuntabilitas yang terjaga
dengan baik.
3. pemekaran daerah diformulasikan menjadi langkah untuk mengupayakan
responsiveness, dimana publik berpartisipasi aktif dalam pengambilan
kebijakan.
Tujuan pemekaran daerah
Bersdasarkan pasal 2 PP 129/2000 disebutkan ada beberapa tujuan dibentuknya
sebuah daerah baru atau dilakukannya pemekaran daerah. Tujuan tersebut
diantaranya:
3. 1. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2. meningkatkan pelayanan masyarakat
3. mempercepat pertumbuhan demokrasi
4. mempercepat pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah
5. mempercepat pengelolaan potensi daerah
6. meningkatkan keamanan dan ketertiban
7. meningkatkan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
Pembentukan pemekaran daerah dan daerah otonom
Pemekaran daerah dapat terjadi di setiap wilayah di Indonesia ini. Suatu daerah
otonom dapat melakukan suatu pemekaran dengan menggunakan sebuah media
yaitu melihat indikator keberhasilan pembangunan daerah selama penerapan
otonomi daerah tersebut, yang telah berusia enam tahun ini, sekaligus dapat
dijadikan sebagai dasar dalam melakukan pemekaran.
Indikator menilai kemajuan
Dalam implementasi struktur, fungsi dan tugas dalam kepemerintahan suatu
daerah dapat ternilai apakah daerah tersebut mampu dalam menjalankan situasi,
mengoperasikan serta meningkatkan pelayanan dalam daerah otonomnya.
Penilaian ini dilakukan dengan melihat indikator yang secara sederhana dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1. aspek ekonomi daerah. Indikator aspek ini akan menjawab seperti
apakah nantinya kekuatan ekonomi dari daerah-daerah yang menjadi
bagian dari wilayah yang hendak dimekarkan. Selanjutnya, potensi-potensi
apa yang bisa dimaksimalkan dalam membangun ekonomi daerah. Ini
perlu dilakukan, mengingat pertimbangan ekonomi adalah salah satu unsur
utama didalam memandirikan suatu daerah. Sebab indikator ini
menggunakan dasar penilaian dengan menggunakan dasar ”apakah
pembangunan yang terjadi selama enam tahun terakhir ini adalah
pembangunan yang merangsang pertumbuhan ekonomi di
masyarakat lokal.” Hal ini perlu dijalankan dengan melakukan kajian
mendalam, sehingga kelihatanlah seberapa besar pengaruh otonomi
4. daerah, baik di tingkat kabupaten/kota maupun secara regional, untuk
memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan demikian akan bisa
kita ketahui bahwa apakah otonomi daerah selaras dengan upaya dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. aspek pelayanan publik. Dalam konteks ini, harus dinilai seberapa dekat
pemerintah daerah dengan masyarakat, yang tercermin dalam urusan-
urusan pelayanan publik yang terbuka, efisien dan efektif. Apakah publik
merasa dipuaskan melalui pelayanan pemerintah lokal, atau justru
pemerintah lokal mengharapkan pelayanan dari masyarakat. Apakah
mental-mental KKN dan primordialisme masih sangat kental dalam
urusan-urusan publik. Masih terdapat ketidakadilan, kemudian politik
kongkalikong di antara elit lokal masih kerap terjadi.
3. aspek pembangunan demokrasi politik. Menjadi penting juga
mengkaitkan antara pelaksanaan otonomi daerah dengan upaya-upaya
pelembagaan demokrasi ditingkat lokal. Potret ini bisa terlihat dari
beberapa kritiskah rakyat dalam melihat kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah lokal? Atau seberapa besarkah kontribusi dari
masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan strategis di daerahnya ?
Indikator diatas merupakan sebagai batu loncatan yang harus dipertimbangkan
baik-baik oleh pemerintah dalam menyetujui terbentuknya daerah baru dari
pemekaran otonomi daerah. Sehingga pada akhirnya daerah yang dimekarkan
dapat sungguh-sungguh mampu dalam mengelola daerahnya.
Jawaban supaya suatu daerah mampu melewati indikator dan membentuk sebuah
daerah baru atau memekarkan daerahnya adalah dengan mempercepat laju
pertumbuhan pembangunan daerahnya dari berbagai aspek kegiatan
kepemerintahannya. Menurut Marselina (Unila, 27-4-2006), percepatan
pembangunan di daerah otonom bisa dilakukan dengan cara:
1. mendorong dan membuka pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru
2. desentralisasi pembangunan dan pelayanan publik
5. 3. belanja pembangunan dalam APBD yang tepat dan terfokus; dan
4. strategi pemekaran sebagai opsi terakhir yang menjadi awal rencana
memekarkan daerah.
Pemekaran daerah pada faktanya
Pada kenyataannya pemekaran daerah tidaklah berjalan sesuai dengan tujuan apa
yang seharusnya menjadi target. Hal ini nampak dari belum kunjung
meningkatnya kesejahteraan dan kualitas pelayanan yang diperoleh masyarakat
masih seperti yang dulu. Pelayanan yang didapat masih dapat dikatann sebagai
pelayanan yang ruwet, rumit, dan duit. Pascapemekaran, wilayah induk dan
provinsi termasuk juga pemerintah pusat, mengalami berbagai kesulitan karena
harus berbagi sumber daya dan dana APBD/APBN. Jika rencana pemekaran tidak
hati-hati dan dipersiapkan dengan matang, lebih dominan "musibah" yang ditelan
masyarakat ketimbang "berkah" yang menghampiri.
Selain itu pemekaran juga tidak jauh dengan istilah ”daerah pemekaran
bermasalah” hal tersebut nampak pada ungkapan Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) M. Ma'ruf yang menjelaskan hasil evaluasi 98 daerah otonom,
umumnya daerah baru hasil pemekaran, ternyata 76 daerah (78%) bermasalah,
seperti soal penyerahan personel, peralatan, dokumen, batas wilayah, rencana tata
ruang, pemindahan PNS ke daerah baru, dan yang paling berat adalah masalah
pendanaan. Masalah pendanaan ini berkaitan erat dengan belum tercapainya
angka potensi kemampuan ekonomi.
Ungkapan yang tidak sesuai dengan kenyataannya:
"Pemekaran diharapkan tidak membebani keuangan negara," kata Menteri
Dalam Negeri Mardiyanto saat menyampaikan pandangan pemerintah
dalam rapat paripurna pengesahan pembentukan 12 daerah pemekaran
baru di Gedung MPR/DPR, Rabu (29/10).
Jumlah daerah merupakan angka pembagi dalam formula penentuan Dana Alokasi
Umum (DAU). Yang dirugikan sebetulnya daerah induk, karena alokasi APBN
untuk daerah menjadi terbagi kepada daerah otonom baru. Namun biasanya,
jumlah DAU yang diterima daerah induk setelah pemekaran minimal sama
6. dengan sebelum terjadinya pemekaran, maka kebutuhan dana akibat pemekaran
ini menjadi beban tambahan bagi pusat. Pembentukan daerah baru ternyata
memberikan implikasi bagi kebijakan fiskal nasional. Wujud dari implikasi ini
dikemukakan Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu Mardiasmo yang melihat
keberadaan daerah otonom baru akan mengurangi alokasi dana perimbangan yang
diterima daerah yang telah ada.
Dengan alokasi anggaran kepada daerah yang harus memperhatikan kemampuan
anggaran negara dan dengan bertambahnya daerah-daerah otonom baru, yang juga
harus memperoleh anggaran perimbangan, mengakibatkan pemerintah pusat
memilih merasionalisasi alokasi anggaran. Sehingga, penyesuaian yang dilakukan
dalam pengalokasian anggaran perimbangan memberikan dampak kepada daerah-
daerah yang sudah ada sebelumnya.
Pemekaran tidak mengarah jauh lebih baik
Beberapa data lagi yang dapat menggambarkan kondisi pembentukan daerah
otonom baru tidak serta merta memberi perubahan baik kepada masyarakat
daerahnya.
1. pembentukan daerah otonom baru memberikan implikasi terhadap
pengelolaan kelembagaan nasional. Bahwa daerah otonom di Indonesia
menjadi bertambah jumlahnya sehingga menghasilkan struktur yang lebih
banyak adalah suatu hal yang jelas. Namun bertambahnya struktur tersebut
juga membawa konsekuensi besar terhadap pengelolaan sumber daya
kelembagaan. Dalam hal sumber daya keuangan misalnya. Pembentukan
daerah baru ternyata memberikan implikasi bagi kebijakan fiskal nasional.
Wujud dari implikasi ini dikemukakan Dirjen Perimbangan Keuangan
Depkeu Mardiasmo yang melihat keberadaan daerah otonom baru akan
mengurangi alokasi dana perimbangan yang diterima daerah yang telah
ada.
2. pembangunan kelembagaan daerah. Beberapa daerah otonom baru
mengalami masalah dalam aspek pembangunan kelembagaannya. Hal ini
7. berkaitan dengan sumber daya (SDM, finansial, dan administratif) yang
diperlukan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas pada daerah baru
tersebut. Dalam unsur sumber daya finansial (anggaran) misalnya, anggota
BPK Baharuddin Aritonang menyebutkan, merujuk temuan BPK terhadap
daerah otonom baru, kinerja keuangan daerah pemekaran baru
memprihatinkan. Selain mengandalkan dana dari pusat, daerah baru hasil
pemekaran juga kekurangan SDM yang mau menjadi aparatur
pemerintahan.
3. penggerakkan kapasitas daerah. Beberapa daerah otonom baru hasil
pemekaran justru mengalami masalah dalam menggerakkan kapasitas
daerahnya. Penyebabnya, setelah pemekaran dilakukan kerja sama
ekonomi masyarakat justru melemah, skala produksi mengecil, dan
persaingan antardaerah menguat. Akibatnya, biaya ekonomi membesar
dan lokasi geografis kurang mendukung kegiatan ekonomi. Kesejahteraan
masyarakat juga menurun akibat perlambatan kegiatan ekonomi
masyarakat.
Untuk itu, revisi terhadap PP 129 Tahun 2000 yang memang lebih berdimensi
kuantitas dan menafikan aspek kualitas masih kita nantikan untuk lebih mampu
memberikan jaminan atas masa depan daerah otonom baru yang akan diusulkan
oleh beberapa daerah. Yang juga kita tunggu implementasinya adalah penerapan
dari pasal 6 UU No. 32 Tahun 2004 yang memberi peluang bagi daerah otonom
untuk dihapuskan atau digabungkan kembali dengan daerah induknya jika tidak
mampu menyelenggarakan otonomi daerah setelah melalui proses evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Strategi Penataan Daerah
Pemekaran daerah yang tidak membawa sebuah daerah kearah yang jauh lebih
baik membuahkan pemikiran bahwa pemekaran daerah seharusnya dikurangi
dengan menggunakan strategi yang tepat.strategi tersebut diantaranya:
8. 1. substansi perlu dipikirkan nilai dasar dan tujuan akhir dari pemekaran. Jika
demokrasi lokal menjadi nilai dasar dan tujuan pemekaran, pemekaran
kabupaten/kota akan jadi prioritas. Sebaliknya, jika nilai dasarnya adalah
efisiensi-efektivitas pemerintahan, pemekaran kabupaten/kota harus
dibatasi dan provinsi harus diperbanyak.
2. proses pengusulan DOB untuk melakukan penahapan pemekaran. Sebelum
DOB dibentuk, perlu diberikan masa persiapan, misalnya, tiga tahun.
Masa persiapan tersebut adalah masa pembinaan sekaligus evaluasi
terhadap kesiapan daerah untuk dimekarkan. (*)
3. perbaikan mentalitas dan orientasi politisi terhadap tujuan pemekaran.
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007
Pemekaran daerah memang sulit dibendung. Aturan membolehkannya.
Pemerintah telah menelurkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang
menggantikan PP No 129/2000. Persyaratan baru dalam PP No 78/2007 bisa
dikatakan lebih ketat.
Pemerintah membutuhkan waktu selama dua tahun untuk menyusun PP No
78/2007. Mengenai mengapa penyusunan revisi peraturan pemerintah itu
demikian lama, Departemen Dalam Negeri selalu berdalih, mereka membutuhkan
kajian yang mendalam untuk merevisi PP No 129/2000 untuk disinkronisasikan
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Selama kurun waktu dua tahun itu, laju pemekaran terus meningkat tajam.
Rencana moratorium yang pernah dilontarkan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono di depan sidang paripurna khusus Dewan Perwakilan Daerah dan
terlontar di penutupan masa sidang DPR awal tahun 2007 tak menyurutkan
aspirasi pemekaran.
Sejumlah hal yang bisa menjelaskan mengapa moratorium pemekaran sulit
dilakukan, diantanya:
9. 1. tuntutan terhadap pemekaran adalah cara hukum mendorong pemerintah
untuk mengalirkan keuangan negara ke daerah. Selama insentif keuangan
berupa dana alokasi umum, dana alokasi, dan dana perimbangan lainnya
dari pemerintah pusat terus mengalir ke DOB, selama itu pula tuntutan
pemekaran akan terjadi. Dengan kata lain, pemekaran adalah alat bagi
daerah untuk menekan pemerintah pusat agar memberikan uang kepada
daerah.
2. selain berdimensi keuangan negara, pemekaran memiliki dimensi politik.
Pemekaran merupakan cara politik untuk memberikan ruang yang lebih
besar kepada kader-kader partai politik di daerah untuk berkiprah di
lembaga-lembaga perwakilan serta lembaga-lembaga pemerintahan
daerah. Pembentukan DOB jelas diikuti pembentukan sejumlah struktur
dan posisi di daerah seperti kepala daerah, wakil daerah, anggota DPRD,
dan posisi-posisi pemerintahan lainnya. Tidak mengherankan jika anggota
DPR memiliki interes yang tinggi untuk terus membuat inisiatif RUU
pemekaran.
3. pemekaran juga bisa berdimensi janji politisi kepada masyarakat di daerah
pemilihannya (dapil). Apalagi menjelang pemilu, janji pemekaran akan
menjadi alat kampanye yang efektif untuk mendongkrak suara dalam
pemilu. Kontra opini terhadap pemekaran bisa dipandang tidak prodaerah
dan tidak prorakyat.
4. meski masih berupa indikasi dan masih harus dibuktikan, transaksi
ekonomi politik sangat berpotensi terjadi dalam pengusulan dan inisiatif
RUU pemekaran.
5. tentu saja sangat legitimate untuk menyatakan bahwa dari matra luas
wilayah dan jangkauan pelayanan, pemekaran adalah jalan untuk
mendekatkan pelayanan sekaligus meningkatkan kemakmuran masyarakat.
Berbagai penjelasan tersebut sebenarnya telah menjadikan DPR dan
pemerintah ‘’tersandera’’ dalam tuntutan pemekaran. Kepentingan
memperluas struktur dan posisi di daerah, tuntutan mengalirkan dana pusat
ke daerah, janji kampanye pemilu, serta indikasi transaksi ekonomi politik
10. memaksa dan menyandera anggota-anggota DPR untuk terus memberikan
tempat bagi usul dan inisiatif pemekaran daerah.
Rasanya sulit untuk menghentikan tuntutan pemekaran daerah hanya dengan
mengandalkan syarat-syarat teknis-administratif. Penyanderaan bukan hanya
dilakukan calon DOB terhadap anggota-anggota DPR, tapi juga dilakukan DPR
terhadap pemerintah.
Tarik ulur terus terjadi antara pemerintah dan DPR saat membahas puluhan usulan
calon daerah baru di kurun waktu 2005- 2007. Selama dua tahun itu, kedua pihak
telah menyepakati pembentukan 31 daerah baru.
Perdebatan yang sering terjadi terkait apakah pembahasan pemekaran akan
dilanjutkan atau menunggu aturan baru. Menteri Dalam Negeri Mardiyanto
menyatakan PP No 78/2007 memuat beberapa syarat pemekaran yang berbeda
dengan aturan yang lama, di antaranya jumlah kabupaten, waktu pemekaran, juga
rekomendasi dari kabupaten induk dan provinsi.
Perbedaan lain dari kedua aturan itu ialah mengenai penghapusan dan
penggabungan daerah. PP No 78/2007 mengatur penghapusan suatu daerah
didahului dengan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah tak kunjung selesai. Dengan demikian, penghapusan dan penggabungan
daerah yang dinilai tidak mampu lagi menyelenggarakan pemerintahan daerah
pun belum bisa terwujud.
PP No 78/2007 memang bisa dibilang lebih lengkap mengatur persyaratan
pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah dibandingkan PP No
11. 129/2000. Sayangnya, substansi yang juga penting tidak tercantum di PP No
78/2007, yaitu soal tujuan ketiga hal itu.
Pejabat pemerintah maupun DPR sering kali berucap bahwa tujuan pemekaran
adalah menyejahterakan masyarakat, memperpendek rentang kendali, dan
memperbaiki pelayanan publik. Sekarang, ketika peraturan sudah sah, kita hanya
bisa berharap semoga pemerintah dan DPR tidak lupa tujuan pemekaran ketika
membahas RUU pembentukan daerah baru.
Peneliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng
mempertanyakan apa semangat dari PP No 78/2007, apakah mau memperjelas
syarat dan mekanisme pemekaran daerah ataukah membatasi pemekaran. Menurut
dia, masalah pemekaran daerah bukan hanya persyaratan pemekaran, tetapi juga
prosedur pengusulan pemekaran daerah.