1. Pengaruh Golput Pada Pemilu Nasional dan Daerah Terhadap kelangsungan Demokrasi
(Masa Depan Demokrasi Indonesia)
By : Putranto Argi N
Latar belakang
Demokrasi tidak hanya sebagai Ideologi yang flexibel bagi penyelenggara suatu pemerintahan,
namun dapat juga sebagai proses yang jujur, adil, luas, dan bebas bagi suatu calon tokoh figur yang
akan memasuki dunia Politik melalui Partai Politik untuk menduduki jabatan Legislatif maupun
Eksekutif, yaitu dengan cara Pemilu. Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap lambang,
sekaligus tolak ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilu umum yang diselenggarakan dalam suasanan
keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan
dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.1 Pemilu ini adalah tonggak/pondasi bagi
suatu kekuatan Legitimasi Tokoh tersebut untuk menduduki jabatan Eksekutif maupun Legislatif,
yang jika suara telah melewati ambang batas ‘Threshold’ dapat memperoleh jatah kursi. Sehingga
sangat-sangat mendasar sekali adalah para pemilih masyarakat sebagai kekuatan ‘Power of People’.
Jika suatu saat ke depan rakyat tidak mau memilih (Golput), bagaimana jalannya demokrasi di
Indonesia seterusnya? Karena Pemilu adalah pilar bagi demokrasi sendiri. Karena itulah yang akan
menjadi tantangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dalam melihat fenomena Golput.
Golput, kata yang terkenal saat ini untuk menggambarkan kekuatan tersembunyi bagi sebuah
proses pemilu. Memiliki kekuatan besar bagi kekuatan legitimasi seorang calon pemimpin baik
1
. Budiardjo, Miriam, 2010 “Dasar-Dasar Ilmu Politik” Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, hal 461
2. legislatif maupun eksekutif di pusat maupun daerah. Kekuatan ini di Indonesia dari tahun-tahun
semakin meningkat, tercatat bahwa Golput pada pemilu legislatif pasca Orba di tahun 1999
berjumlah 10.4%, di tahun 2004 sebesar 23.24% dan di tahun 2009 mencapai 29,01%. Dimana
jumlah pemilih tahun 2009 sebanyak 171.265.442, dengan 104.099.785 suara yang sah dan Jumlah
suara Golput 49.677.776 (29,01%) ditambah dengan suara yang tidak sah sebesar 17.488.581. Begitu
juga pilkada di seluruh indonesia, dimana kekuatan Golput mengalami peningkatan setiap tahunnya
seperti, pada Provinsi Jawa tengah sebesar 50%, Jawa Timur sebesar 47%, bahkan Jawa Barat dan
Sumatra Utara suara sah kurang dari 50%. Sementara Goput di Kota Bogor sebesar 40% , dan Kota
Padang sebesar 42%. Malah diprediksikan bahwa pemilu nasional tahun 2014 Golput bisa mencapai
70 juta suara dari total suara yang terdaftar sebanyak 175 juta. Bisa saja para pemilih lama-lama
akan habis pada pemilu mendatang seperti tahun 2019, 2024, 2029, 2034 malah bisa saja sistem
pengangkatan pejabat politik kita kembali mengunakan sistem penunjukan kembali seperti jaman
Orba, sebagai tanda kekuatan demokrasi semakin ditinggalkan. Fenomena ini sangat penting untuk
kita amati.
Golongan Putih kata untuk menggambarkan orang yang telah cukup syarat pemilu, namun tidak
ikut atau mengunakan suara dalam pemilu baik tidak datang atau datang hanya untuk merusak surat
suara atau tidak memilih gambar partai atau calon yang diberikan pada orang tersebut.
Sesungguhnya Golput ini telah ada sejak jaman Orba, tepatnya pada tahun 1971 oleh Arif Budiman
yang menjadi kekuatan gerakan politik. Fenomena ini adalah momok yang sangat berbahaya bagi
demokrasi sendiri, karena jika suatu saat yang datang pada kotak suara secara nasional hanya orang
yang mencalonkan beserta keluarga dan kerabatnya saja, itu adalah tanda bagi kehancuran
demokrasi itu sendiri. Banyak usaha dari berbagai pihak untuk menekan kekuatan golput ini, seperti
yang dilakukan oleh para intelektual politik, masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan
pemerintahan sendiri.
Banyak sekali caranya seperti pendidikan pemilu dasar bagi SD, SMP, SMA dengan cara seminar,
maupun pendidikan formal PKN (Pendidikan kewarganegaraan) dan terhadap masyarakat umum
seperti seminar-seminar KPU dari desa ke desa hingga ke tingkat nasional, Pemberitahuan Pemilu
oleh KPU melalui media massa koran, Radio, Televisi, dan Internet, Fatwa haram oleh Ulama jika
Golput, dan sebagainya. Pemilu sendiri memiliki sifat yang terbuka, sehingga boleh jika pemilih
untuk tidak datang di TPS. Sehingga Golput itu sah-sah saja dalam dinamika Demokrasi itu sendiri.
3.
Rumusan Masalah
1. Apakah Demokrasi akan terganggu eksitensinya jika Golput dalam pemilu nasional dan
daerah terus naik dan menjadi suara masif/mayoritas sekarang dan masa depan?
2. Alasan apakah yang menyebabkan Golput menjadi naik dan bagaimana solusinya
kedepan?
Kerangka Teori
I.
Partisipasi Politik
Dalam perjalanan politik Indonesia, Partisipasi Politik adalah kekuatan besar dalam
perubahan bangsa. Huntington dan Nelson, membedakan Partisipasi politik menjadi 2 yaitu,
partisipasi
yang bersifat otonom (autonomous participation) dan partisipasi yang dimobilisasi
(mobilized participation). Banyak sekali caranya untuk berpartisipasi politik seperti menghadiri rapat
umum, menjadi anggota partai politik, ikut dalam anggota kepentingan, mengadakan hubungan
dengan berbagai pejabat pemerintahan, dan memberikan suara pada pemilihan umum (pemilu) baik
daerah maupun nasional, bahkan dengan cara nonkonvensional (violence) seperti demo maupun
kudeta kekuasaan. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).2 Sehingga
diharapkan partisipasi politik dalam masyarakat yang menuntut suatu kebijakan pemerintahan
dengan cara pemilu, akan membuat mereka untuk selalu datang dalam pemilu baik daerah maupun
nasional untuk memilih calon pemimpin yang berkualitas.
Namun jika partisipasi politik rendah, maka sebaliknya dalam menuntut suatu kebijakan
melalui pemilu menjadi kurang berpengaruh, karena jika banyak masyarakat Golput otomatis
kepemimpinan suatu calon kurang kuat dimata masyarakat yang dapat menimbulkan apatisme
terhadap pemerintahan seperti saat ini. Menurut Herbert McClosky berpendapat bahwa partisipasi
politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil
bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung dan tidak langsung, dalam proses
pembentukan kebijakan umum.3 sehingga sah-sah saja jika dimasa demokrasi yang liberal ini
masyarakat memilih untuk menjadi Golput. Menurut Milbart membedakan macam-macam
partisipasi dalam pemilu yaitu sebagai berikut :
A) Bersikap bodoh/Apatis, Sebagai contoh ,golput karena malas atau tidak peduli dalam
pemilu, Ini juga dapat diklarifikasikan sebagai partisipasi politik.
2
3
Budiardjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Yayasan Obor, Jakarta. Hal 1
Budiardjo, Miriam, Loc-cit Hal 1
4. B) Spektator, artinya orang yang pernah ikut pemilihan umum, walau sekali.
C) Kegiatan gladiator, yaitu orang yang masuk dalam partai politik, jabatan publik, calon
pejabat politik, juru kampanye, dan penyandang dana.
D) Pengkritis, orang yang berpartisipasi secara nonkonvensional.4
Sehingga menjadikan partisipasi politik itu kekuatan dasar pada pemilu adalah suatu hal
yang penting. Sehingga Golput ini diperbolehkan, namun menjadi momok yang yang
membayangi kekuatan legitimasi pemimpin secara demokratis, sehingga “trusted” pada
masyarakat ke pemerintah ataupun sebaliknya menjadi lemah. Bisa saja suatu saat nanti sistem
pengangkatan pejabat pemerintah daerah secara nasional akan kembali menganut sistem ketika
Orde-Baru yang menempatkan pejabat pemerintahan daerah oleh pusat. Sehingga menjadi
tangung jawab pemerintahan untuk memberikan kepercayaan terhadap masyarakat akan
kemampuan negara dalam hal menjalankan demokrasi secara baik.
II.
Pilihan rasional
Sebagai makhluk rasional ia selalu mempunyai tujuan-tujuan (goal-seeking atau goaloriented) yang mencerminkan apa yang dianggap kepentingan diri sendiri. 5sehingga mereka harus
membuat pilihan dengan keadaan yang dihadapi dan harus se-efisien mungkin. Dalam rasionalitas
manusia, sangat besar sekali mencoba untuk membangun kehidupannya sendiri. Dalam hal ini
pendekatannya adalah rasionalitas manusia baik waktu, ekonomi, kesejahteraan dan keamanan
dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Secara simple bahwa manusia akan selalu berpikir
dua kali dalam melakukan suatu hal dimana berdasarkan faktor rasional manusia pada saat itu. Sama
halnya ketika tiba hari pencoblosan pemilu, yang dimana kebutuhan ekonomi sangat sulit sekali saat
ini, khususnya kelas menengah ke bawah yang membuat mereka lebih memikirkan makan apa hari
ini dibandingkan dengan memilih calon politik yang dirasa tidak membawa perubahan yang berarti,
namun malah membawa kesengsaraan masyarakat secara umum.6 Dengan tingkat kasus korupsi
yang tinggi dan merata, membuat uang pembangunan terutama dari pajak malah meleset ke
dompet/rekening para pejabat yang korup, membuat masyarakat semakin apatis malah cenderung
benci dengan pemerintahan saat ini yang lebih mementingkan partainya masing-masing dan
mengabaikan masyarakat.7
Berbeda ketika orde baru yang pemerintahannya masih memberikan rasionalitas dalam
pembangunan lapangan kerja, maupun menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok dibandingkan
4
Surbakti, Ramlan., 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo hal 182-183
Budiardjo, Miriam, 2010 “Dasar-Dasar Ilmu Politik” Gramedia Pustaka Utama: Jakarta,...op-cit, hal 93.
6
Sumitro,Anwar.2014.Dipimpin SBY 2 Periode, Rakyat Malah Sengsara,
http://politik.teraspos.com/read/2014/01/10/73795/dipimpin-sby-2-periode-rakyat-malah-sengsara
7
Elite Partai Korup Sebabkan Rakyat Benci Partai, 2012,http://www.rumahpemilu.org/read/1016/Elite-Partai-KorupSebabkan-Rakyat-Benci-Partai
5
5. sekarang, maksudnya bukan yang paling baik antara orde-orde yang lainnya, namun lebih baik
ketimbang pasca orde baru/sekarang,8 karena distribusi uang dalam bentuk fisik itu tidak terbuangbuang secara besar, pertanyaan ini dibenarkan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri
seperti yang dikutip bahwa Presiden mengatakan kasus korupsi terasa semakin banyak karena
dampak dari distribusi kekuasaan yang luas di era reformasi. Biasanya, kata dia, kasus korupsi itu
terjadi satu atau dua kasus di Jakarta, namun sekarang tersebar di mana-mana.9 Dan juga
pernyataan tersebut diperkuat oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md yang
menegaskan bahwa otonomi daerah yang diterapkan pemerintah pusat telah mendorong terjadinya
desentralisasi korupsi. Bahkan Korupsi di era reformasi ini lebih parah dari sebelumnya10. Sehingga
itulah salah satu contoh alasan rasionalitas berdampak paling besar bagi golput secara nasional.
Sangat disayangkan sekali demokrasi di Indonesia tidak didukung dengan transparasi dan hukum
yang tegas, jelas, adil, dan merata bagi para koruptor.
III.
Konsep Pemilu, Golput, dan Demokrasi
Dalam perjalanan pemilu sendiri telah berjalan sebanyak 10 kali, yang pertama tahun 1955
pada orde lama, kemudian 6 kali di orde baru tahun 1971, 1977, 1982, 1988, 1992, 1997 11dan masa
sekarang pasca orde baru runtuh sebanyak 3 kali ditahun 1999, 2004, dan 2009. Yang paling menarik
mulai tahun 2004 ketika presiden Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat, yang sebelumnya
diangkat oleh MPR. Munculnya Golput sebetulnya telah muncul pada masa orde lama, namun masih
kecil. Gerakan golput muncul pada tahun 1971 menjadi sebuah gerakan oleh Arif Budiman dan
kawan-kawan12, ketika Soeharto mencoba untuk menanamkan kekuasaannya dengan memperkecil
jumlah partai dengan upayanya dalam membungkam kelompok-kelompok intelektual kritis dalam
sayap partai.
Banyak alasan mengapa kelompok Golput pasca Orde Baru meningkat drastis dari pada
ketika Orde Baru sendiri. Alasan yang dapat memberikan info mengapa meningkatnya Golput pasca
Orde Baru berdasarkan para peneliti dan ilmuan politik telah begitu banyak. Namun alasan secara
umum yaitu yang Pertama, pemerintahan setelah Orde Baru (reformasi) masih belum dapat
menyelesaikan masalah yang terkait seperti KKN yang sangat tinggi dan merata, ketimpangan
ekonomi semakin tinggi sejak krisis ekonomi tahun 1997, yang rata-rata masyarakat telah menilai
gagalnya pemerintahan di era reformasi ini. Kedua, masyarakat indonesia merasa bahwa kedatangan
mereka di TPS dalam rangka pemilu tidak ada untungnya malah menghabiskan waktu, tenaga, dan
uang hasil bekerja untuk transportasi. Ketiga, banyak urusan pribadi yang lebih penting dimana
8
Orde Baru Lebih Baik, 2011, http://www.tokohindonesia.com/berita/article/307-topik-pilihan/3439-orde-baru-lebih-baik
Di Era Reformasi, Tindak Korupsi Tersebar Merata, 2012, http://www.pikiran-rakyat.com/node/174332
10
Bedo.2012, Korupsi Makin Merata dan Parah, 2012, http://www.adakita.com/article-1498-korupsi-makin-merata-danparah.html
11
KPU, Modul 1 Pemilih Untuk Pemula, Jakarta, November 2010 hal 33-50.
12
Gramedia, Arif Budiman, http://www.gramediapustakautama.com/penulis-detail/34660/Arief-Budiman
9
6. setelah reformasi masyarakat disibukkan berbagai masalah terutama ekonomi, dari pada ke TPS
lebih baik bekerja cari nafkah, Keempat adalah malas, alasan yang klasik bagi orang yang apatis
terhadap politik.
Demokrasi di indonesia baru berumur 15 tahunan. Di usia semuda itu masih harus diperbaiki
akan kualitas sistem yang lebih baik dan membawa harapan yang nyata kepada masyarakat secara
umum, terutama di daerah terpencil agar tidak menjadi simbolitas penyelengara demokrasi tanpa
adanya keseimbangan pembangunan ekonomi dan sarana fisik yang merata13. Sehingga jelas bahwa
masyarakat adalah kekuatan pendorong bagi terciptanya demokrasi yang sempurna terutama kelas
menengah-bawah yang begitu banyak, namun dapat juga menjadi kekuatan yang menghancurkan,
dengan bertindak apatis dalam pemilihan umum. Agar angka Golput menurun, pemerintah jangan
hanya menyalahkan rakyat yang tidak datang ke TPS, namun pemerintah juga mengaca diri dalam
memperbaiki kerjanya dengan diwujudkannya sistem dan hasil yang baik. Sehingga, itu menjadi
pekerjaan negara untuk membuat partipasi dalam pemilu tinggi dengan memperbaiki Kinerja dan
sistem yang baik di Pemerintahan. Dimana politik hanya sebagai pengatur masyarakat, namun yang
diutamakan adalah pembangunan ekonomi dan sarana infrakstruktur. Sehingga harapan bangsa
menjadi lebih baik akan segera terwujud jika pemerintahan maupun masyarakat menjadi mitra yang
saling Check and Balance.
Metode penelitian
Saya menggunakan penelitian Kualitatif dalam melihat fenomena Golput dan mengunakan
metode Analisis Wacana (Discourse Analysis). Analisis wacana terdiri dari dua kata, yang pertama
Analisis dan Wacana. Banyak sekali arti atau penjelasan dari makna Analisis maupun Wacana. Yang
pertama Analisis secara umum adalah yang memiliki makna bahwa suatu yang diteliti dan dikaji inti
dari suatu hal sementara Wacana secara umum adalah komunikasi verbal, ucapan, percakapan
mapun tulisan14. Analisis Wacana digunakan dalam metode penelitian di berbagai ilmu baik
psikologi, sastra, dan sebagainya. Sedangkan dalam lapangan politik, Analisis Wacana adalah praktik
pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari
penggambarkan suatu objek, dan lewat bahasa ideologi terserap didalamnya, maka aspek inilah
yang dipelajari dalam analisis wacana.15 Dalam Analisis Wacana sendiri dibagi menjadi 3 pandangan
yaitu positivime-empiris, konstruktivisme, dan terakhir yaitu pandangan kritis16. Dari ketiga itu saya
condong menggunakan pandangan kritis dalam melihat literatur yang saya punya.
13
Antaranews, Kadin : pembangunan infrastruktur Indonesia masih buruk,
http://www.antaranews.com/print/335842/kadin--pembangunan-infrastruktur-indonesia-masih-buruk
14
Eriyanto, 2001, Analisa Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, LKIS, Hal 2
15
Ibid hal 3
16
Ibid hal 5-6
7. Dengan penjelasan bahwa Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada
konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak
dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya,
karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.
Bahasa di sini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar si pembicara. Bahasa
dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek
tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis
wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa. Karena memakai
prespektif kritis, analisa wacana kategori ketiga itu juga disebut sebagai analisis wacana kritis
(Critical Discourse)17
Pengumpulan data berasal dari literatur, yaitu berupa buku-buku yang berkaitan dengan
pemilu dan penelitian sosial yang saya punya dan saya pinjam. Yang paling utama adalah artikelartikel media masa dalam bentuk elektronik dengan sumber yang valid. Karena yang saya butuhkan
adalah berita terbaru dan akurat yang tidak mungkin saya dapatkan dari buku karena kejadian yang
baru biasanya akan tampil pada media masa khususnya internet. Alasannya saya mengunakan
Analisis Wacana karena alasan kepraktisan waktu, tempat, maupun energi. Karena saya hanya butuh
menganalisis data yang biasa kita lihat terutama pada berita-berita baik di televisi, radio, maupun
tulisan serta melihat situasi secara nasional baik dari pemerintah maupun masyarakat. Namun fokus
saya hanya pada literatur buku dan media masa elektronik atau internet.
Buku yang saya gunakan secara utama sebagi rujukan dalam penelitian adalah”Analisa
Wacana: Pengantar Analisis Teks Media“ dan ”Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan”. Ide penulisan saya ini dimulai dari pertanyaan mengenai bagaimana masa depan
Indonesia dengan pemilu dan Demokrasi. Saya juga terbesit membuat tema ini karena melihat biaya
pemilu 2014 yang cukup besar yaitu 14,4 triliun18 dan juga pengamanan dari polisi sebesar 1,8 triliun
dalam satu putaran, jika sampai dua putaran maka diperkirakan 2,2 triliun19.Uang tersebut sangatlah
banyak, sehingga sangat disayangkan, jika masyarakat banyak yang Golput, dimana hal tersebut
adalah pemborosan yang begitu besar. Dan saya membaca berita juga bahwa sekumpulan
Mahasiswa di Jogja ada yang terorganisir untuk memprotes atau menolak pemilu 2014 dengan
membentuk kelompok Golput20. karena mereka merasa bahwa tidak akan ada perubahan yang
17
Ibid. Hal 6
Fadhly Zikry, Dana Pemilu 2014 Mencapai Rp14,4 Triliun, 2014. http://nasional.inilah.com/read/detail/2063277/danapemilu-2014-mencapai-rp144-triliun
19
Esthi Maharani, Yudha Manggala P Putra, 2014. Polri Butuh Rp 1,8 Triliun Amankan Pemilu,
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/16/mzhsti-polri-butuh-rp-18-triliun-amankan- pemilu
20
Adam, 2013, Mahasiswa di Yogyakarta Ancam Golput Pemilu
2014,http://manteb.com/berita/18999/Mahasiswa.di.Yogyakarta.Ancam.Golput.Pemilu.Tahun.2014
18
8. berarti dalam pemilu 2014, karena menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintahan saat
ini21. Sehingga saya terarik untuk menelitinya.
21
Marlen Sitompul, 2014, Pramono Prihatin Angka Golput Meningkat,
http://nasional.inilah.com/read/detail/2065377/pramono-prihatin-angka-golput-meningkat#.UtihuxDV9mc
9. Daftar Pustaka
Bagong Suyanto, Sutinah, “Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan”,
Kencana: Jakarta, 2010
Budiardjo, Miriam, “Partisipasi dan Partai Politik”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998.
Eriyanto, “Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media”, LkiS, Yogyakarta, 2001.
Miriam Budiardjo, “Dasar-Dasar Ilmu Politik” Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2010.
Muhammad Asfan, “Presiden Golput” , Jawa Pos Press, 2004.
Samuel P Huntington dan Joan Nelson, “ Partisipasi Politik : Tak Ada Pilihan Mudah” .
Jakarta: PT.sangkala Pulsar, 1984.
Surbakti, Ramlan, “Memahami Ilmu Politik”. Jakarta: PT. Grasindo, 1992.
Media Masa :
Marlen Sitompul, 2014, Pramono Prihatin Angka Golput Meningkat,
http://nasional.inilah.com/read/detail/2065377/pramono-prihatin-angka-golputmeningkat#.UtihuxDV9mc
Adam, 2013, Mahasiswa di Yogyakarta Ancam Golput Pemilu
2014,http://manteb.com/berita/18999/Mahasiswa.di.Yogyakarta.Ancam.Golput.Pemilu.Tah
un.2014
Antara, 2013, Golput Pilkada Jatim di Surabaya 47 Persen,
http://id.berita.yahoo.com/golput-pilkada-jatim-di-surabaya-47-persen-133702225.html
Antaranews, Kadin : pembangunan infrastruktur Indonesia masih buruk,
http://www.antaranews.com/print/335842/kadin--pembangunan-infrastruktur-indonesiamasih-buruk
Bedo, 2012, Korupsi Makin Merata dan Parah, 2012, http://www.adakita.com/article-1498korupsi-makin-merata-dan-parah.html
Bedo.2012, Korupsi Makin Merata dan Parah, 2012, http://www.adakita.com/article-1498korupsi-makin-merata-dan-parah.html
Dani Prabowo, Hertanto Soebijoto, 2013, Angka Golput Diprediksi Naik,
http://nasional.kompas.com/read/2013/04/28/14190415/Angka.Golput.Diprediksi.Naik
Di Era Reformasi, Tindak Korupsi Tersebar Merata, 2012, http://www.pikiranrakyat.com/node/174332
Di Era Reformasi, Tindak Korupsi Tersebar Merata, 2012, http://www.pikiranrakyat.com/node/174332
Elite Partai Korup Sebabkan Rakyat Benci Partai,
2012,http://www.rumahpemilu.org/read/1016/Elite-Partai-Korup-Sebabkan-Rakyat-BenciPartai
Esthi Maharani, Yudha Manggala P Putra, 2014. Polri Butuh Rp 1,8 Triliun Amankan Pemilu,
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/16/mzhsti-polri-butuh-rp-18triliun-amankan- pemilu
Fadhly Zikry, Dana Pemilu 2014 Mencapai Rp14,4 Triliun, 2014.
http://nasional.inilah.com/read/detail/2063277/dana-pemilu-2014-mencapai-rp144-triliun
Gramedia, Arif Budiman, http://www.gramediapustakautama.com/penulisdetail/34660/Arief-Budiman
Haryudi, 2013, Golput di Pilkada Kota Bogor tembus 40 persen,
http://metro.sindonews.com/read/2013/09/17/31/783957/golput-di-pilkada-kota-bogortembus-40-persen
10.
Heri Ruslan, 2013, Potensi Golput di Indonesia Capai 70 Juta,
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/06/09/mo46ua-potensi-golput-diindonesia-capai-70-juta
Heri Ruslan, Antara, 2013, Potensi Golput di Indonesia Capai 70 Juta,
http://www.infosumbar.net/berita/golput-pilkada-kota-padang-42-persen/
KPU, Modul 1 Pemilih Untuk Pemula, Jakarta, November 2010.
Orde Baru Lebih Baik, 2011, http://www.tokohindonesia.com/berita/article/307-topikpilihan/3439-orde-baru-lebih-baik
Parwito,2013,Golput di Pilgub Jawa Tengah capai 50 persen,
http://www.merdeka.com/politik/golput-di-pilgub-jawa-tengah-capai-50-persen.html
PRAGA UTAMA, 2014, 175 Juta Penduduk Indonesia Akan Ikut Pemilu 2014,
http://www.tempo.co/read/news/2013/04/26/078476064/175-Juta-Penduduk-IndonesiaAkan-Ikut-Pemilu-2014
Sumitro,Anwar.2014.Dipimpin SBY 2 Periode, Rakyat Malah Sengsara,
http://politik.teraspos.com/read/2014/01/10/73795/dipimpin-sby-2-periode-rakyat-malahsengsara