Similar a STRUKTUR KECEPATAN GELOMBANG S DI BAWAH INDONESIA MELALUI ANALISIS SEISMOGRAM GEMPA-GEMPA BUMI DI SEKITAR INDONESIA PADA STASIUN OBSERVASI UGM
Similar a STRUKTUR KECEPATAN GELOMBANG S DI BAWAH INDONESIA MELALUI ANALISIS SEISMOGRAM GEMPA-GEMPA BUMI DI SEKITAR INDONESIA PADA STASIUN OBSERVASI UGM(20)
STRUKTUR KECEPATAN GELOMBANG S DI BAWAH INDONESIA MELALUI ANALISIS SEISMOGRAM GEMPA-GEMPA BUMI DI SEKITAR INDONESIA PADA STASIUN OBSERVASI UGM
1. 134
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
STRUKTUR KECEPATAN GELOMBANG S DI BAWAH INDONESIA
MELALUI ANALISIS SEISMOGRAM GEMPA-GEMPA BUMI DI SEKITAR
INDONESIA PADA STASIUN OBSERVASI UGM
Bagus Jaya Santosa
Program Studi Geofisika, Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya 60111, Indonesia
E-mail: bjs@physics.its.ac.id
Abstrak
Perbandingan seismogram antara seismogram terukur dengan sintetik-sintetiknya telah dilaksanakan di stasiun
observasi UGM, dimana seismogram dieksitasi oleh gempa-gempa yang terjadi di PNG, Sumbawa, Selat Sunda, dan
sekitar Sulawesi Utara Jalan-jalan gelombang dari hiposenter gempa-gempa ini ke UGM memberi kesempatan untuk
memahami struktur bumi di sepanjang daerah depan bidang subduksi. Perhitungan seismogram sintetik memerlukan
input berupa model bumi, keterangan solusi Centroid Moment Tensor (CMT) gempa dan lokasi stasiun observasi, dan
juga response file menurut tanggal di stasiun observasi. Perbandingan dan pengepasan pada gelombang permukaan
menunjukkan bahwa anomali kecepatan di lithosfer bersifat negatif di daerah dekat bidang subduksi, namun menjadi
positif untuk daerah depan bidang subduksi yang lebih utara. Namun dengan memperhatikan waveform gelombang
permukaan Love didapatkan, bahwa waveform ini bersifat peka terhadap perubahan ketebalan kulit bumi, sedangkan
waveform Rayleigh tidak peka. Heterogenitas tidak terjadi semata di lithosfer, namun juga terjadi di lapisan-lapisan
mantel bumi yang lebih dalam, hingga Core Mantle Boundary (CMB). Koreksi yang berbeda-beda diperlukan untuk
mendapatkan pencocokan pada gelombang sekunder S, tetapi juga pada gelombang-gelombang dalam dan repetisinya.
Struktur bumi sebagai hasil dari riset ini berbeda dari hasil seismolog lain, dimana mereka menggunakan metoda yang
didasarkan pada inversi atas data waktu tempuh gelombang ruang dan analisis dispersi pada gelombang permukaan.
Abstract
Seismogram Analysis of Earthquakes Around Indonesia In UGM Observational Station: S Velocity Structure.
The seismogram comparison between the measured and synthetics seismogram has been carried out in observation
station of UGM, where the seismograms are excited by earthquakes that occurred at North Sumatra, Sumbawa, Sunda
Strait, around North Celebes and PNG. The ray paths from earthquake's hypocenter to UGM give opportunity to
understand the earth structure alongside the front area of subduction zone. The calculation of synthetic seismogram
needs input in the form of earth model, the Centroid Moment Tensor (CMT) solution of the earthquake and location of
observation station, as well as the relevant date file response of the observation station. Waveform comparison and
fitting at surface wave indicate that speed's anomalies in the lithosphere have negative character in front area of
subducted zone, but become positive for northern area of subduction zone. By paying attention to waveform of Love
surface wave, it is obtained, that this waveform are sensitive to the change of earth crust thickness, while Rayleigh
waveform is not sensitive. Heterogeneity is not only occurred in the lithosphere, but also in deeper earth layers, until
Core Mantle Boundary (CMB). Different corrections are needed to make the fitting at S secondary wave, but also at
depth wave and its repetitions. The result of this research shows that the research area, which is located in the front of
subduction zone has anomalies at S speed of at deeper earth layers which than the lithosphere. The earth structure as the
result of this research differs from the other seismological results, where they used the methods, which are based on
inversion of arrival time data of body wave and dispersion analysis on surface wave.
Keywords: Subduction zones, love waveform, Moho depths, and S velocity model from upper mantle till CMB
teratas dan terbawah tersebut adalah lapisan mantel
(tersusun atas mantel atas dan bawah), dimana lapisan
mantel ini diperdebatkan sebagai faktor yang paling
penting dalam memahami terjadinya gempa-gempa
yang besar.
1. Pendahuluan
Bumi tersusun atas beberapa lapisan. Lapisan yang
paling luar disebut sebagai kulit bumi, dan yang
terdalam adalah inti bumi. Di antara kedua lapisan
134
2. MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
Lithosfer adalah bagian yang tersusun atas kulit bumi
dan 100 km ketebalan mantel teratas bersama. Benuabenua dan lautan-lautan semuanya terletak di atas
lithosfer ini. lempeng-lempeng benua dan lautan ini
mengambang di atas mantel yang quasi plastis. Arusarus konveksi dalam lapisan mantel teratas merupakan
gaya-gaya utama yang mengontrol terjadinya gerakangerakan lempeng dan oleh karena itu merupakan latar
belakang terjadinya gempa bumi.
Lapisan mantel terbawah yang terletak paling dekat
dengan inti bumi bersifat panas dan cair, dan lapisan
mantel ini adalah yang paling panas. Panas dari bagianbagian mantel bawah ini merambat ke atas melalui
lapisan-lapisan bumi (seperti udara panas di atmosfer),
hingga mencapai lithosfer. Di sini, panas ini tidak dapat
merambat lebih jauh dan kemudian merambat sepanjang
kulit permukaan bumi. Ketika panas ini merambat naik,
mengalami pendinginan dan setelah mencapai sebuah
titik di permukaan kulit bumi, yaitu hot spot di lautan,
dan membentuk kerak lautan yang muda dan mendesak
kerak-karak lautan yang tua ke arah benua hingga
bertubrukan dengan kulit benua, mulai mengalir
kembali ke bawah, membawa serta bagian-bagian tua
dari lempeng Lautan, yang menunjam balik ke dalam
mantel, yang terjadi di sepanjang palung lautan dalam
(trench) di zona-zona subduksi. Dengan demikian
konveksi menghasilkan perputaran lapisan mantel yang
sangat lambat.
Pergerakan mantel sangatlah lambat, sebanding dengan
panjang waktu yang diperlukan kuku tumbuh, tetapi ini
dapat menyebabkan gerakan-gerakan besar antara dua
lempeng-lempeng bumi berdampingan. Gerakan ini
dapat menghasilkan sejumlah energi dan tegangantegangan yang sangat besar, sehingga mampu
mematahkan kulit bumi sepanjang bidang-bidang
patahan -- dan oleh karena itu membangkitkan gempagempa bumi yang besar.
Jika dua lempeng berjajar bertumbukan, kulit bumi
lautan cenderung untuk menunjam di bawah lempeng
benua yang lain, karena batuan pembentuk kerak lautan
(basaltik) memiliki rapat jenis yang lebih tinggi
daripada batuan kerak benua (granitik). Porsi lempenglempeng individual yang menunjam hingga ke dalam
mantel dan di bawah kedua lempeng berjajar disebut
sebagai bidang-bidang subduksi.
Karena bidang-bidang subduksi menjadi lebih dingin
dan massanya menjadi lebih rapat daripada mantel bumi
di sekelilingnya, mereka cenderung untuk tenggelam ke
bawah sebagai bidang subduksi, dan mengangkat
lempeng-lempeng benua di atasnya, membentuk
pegunungan di shelf benua, yang dikenal, misalnya
Pulau Jawa dan Sumatra yang terbentuk akibat
tumbukan antara lempeng Hindia dengan lempeng
Euroasia.
135
Indonesia tersusun atas tiga lempeng yang saling
bertumbukan, yaitu lempeng Lautan Hindia dan
lempeng Sunda, yang bertumbukan sepanjang palung
Jawa dan Sumatra, lempeng Sunda Kecil (Sulawesi dan
sekitarnya) dan lempeng Sahul (Laut Arafuru dan Irian).
Pertumbukan lempeng-lempeng kecil ini menghasilkan
bidang subduksi dan patahan-patahan, pada bidangbidang pertumbukan ini terjadi gempa-gempa bumi.
Beberapa seismogram dari gempa-gempa bumi yang
terjadi di Indonesia akan dianalisis, yang direkam di
stasiun UGM.
Menurut Engdahl & Gubbins [1], pada daerah subduksi,
karena terjadi tumbukan antara lempeng lautan dengan
tepian lempeng kontinent, struktur tanah yang
mengalami pemampatan (sisi lempeng lautan) akan
menunjukkan anomali kecepatan positif [2]. Sedangkan
di daerah kontinental sebaliknya akan mengalami
anomali kecepatan negatif. Struktur kecepatan seperti
ini didapatkan dengan menginversikan data waktu
tempuh gelombang P [3].
Jarak episentral gempa-gempa bumi Indonesia yang
digunakan dalam analisis seismogram di stasiun UGM
adalah kecil, sehingga sulit untuk mengukur waktu
tempuh gelombang S dengan akurasi yang memadai.
Pengukuran secara langsung tidaklah mudah, karena
jarak antara waktu tiba gelombang P, S dan gelombang
permukaan sangat pendek, sedangkan amplitudo
gelombang S jauh lebih kecil daripada gelombang
permukaan. Oleh karena itu pada jarak episentral kecil
gelombang S umumnya tenggelam dalam amplitudo
gelombang permukaan, sehingga penentuan waktu tiba
gelombang ini menjadi sulit untuk diukur secara akurat.
Struktur bumi di daerah subduksi dan di depan subduksi
Alaska telah diteliti melalui catatan waktu tiba fase
gelombang [1]. Melalui teori inversi atas data-data
waktu tempuh fase gelombang utama, seperti P,
didapatkan struktur bumi regional yang lebih detil di
bawah daerah investigasi tersebut, dibandingkan model
bumi global [4,5]. Daerah subduksi Jawa dan Sumatra
juga telah diteliti dengan metoda yang juga didasarkan
pada data-data waktu tempuh [3]. Riset seismologi yang
lain pada daerah tektonik ini juga telah dilaksanakan
dengan basis data berupa analisis dispersi pada
gelombang permukaan [6].
Dalam artikel ini daerah penelitian yang sama seperti
Widiyantoro et al. [3] akan diteliti ulang melalui analisis
seismogram komplet tiga komponen. Yang menjadi
pertanyaan adalah, apakah di depan daerah subduksi
Jawa dan Sumatra yaitu Kepulauan yang terletak di
depan bidang subduksi memiliki anomali kecepatan
negatif,
sebagaimana
telah
diinterpretasikan
sebelumnya, lihat Gambar 1. Hipotesa yang diajukan
oleh Widiyantoro [3] adalah, daerah subduksi pada sisi
lempeng lautan memiliki anomali positif. Ini disebabkan
3. 136
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
Gambar 1. Stuktur kecepatan P di daerah tektonik Indonesia [3]
dalam proses tektonik, sisi lautan mengalami kompresi,
yang mengakibatkan bertambahnya nilai kecepatan di
lempeng tersebut. Sementara pada lempeng Sumatra
digambarkan dengan anomali kecepatan negatif, karena
lempeng ini mengalami dekompresi, sehingga terangkat
ke atas
2. Metode Penelitian
Data seismogram dapat diperoleh dari Databank Center
SZGRF dan IRIS, yang datanya dapat diakses per
WWW. Setiap gempa menghasilkan pergerakan tanah,
yang oleh sebuah stasiun akan direkam dalam arah
ketiga komponen Kartesian (N-S, E-W and vertikal Z,
lokal pada kedudukan stasiun penerima, dikenal sebagai
kanal dengan akhiran –E, –N.& –Z). Untuk memisahkan
komponen pergerakan tanah dalam arah toroidal dan
radial, bidang horisontal yang dibentuk oleh garis N-S
dan E-W lokal di stasiun observasi harus diputar,
sedemikian hingga arah 'Utara' lokal diarahkan pada
arah busur kecil dari stasiun observasi UGM ke arah
episenter gempa (arah back-azimuth), lihat Gambar 2.
Pengubahan arah diperlukan untuk memisahkan
gelombang dalam ruang 3-dimensi menjadi komponenkomponen penjalaran gelombang dalam mode
gelombang P-SV dan SH.
Pertama dalam penelitian ini harus dijalankan program
komputer untuk melaksanakan perhitungan atas waktu
tempuh sintetik fase-fase gelombang ruang utama, yaitu
program TTIMES, yang diperoleh dari halaman web:
www.orfeus-eu.org.
Sedangkan untuk memproduksi seismogram sintetik
dari gempa tersebut di stasiun observasi digunakan
program yang berbasis metoda GEMINI (Green's
function of the Earth by MINor Integration) [7,8].
Program GEMINI menghitung minor dari fungsi-fungsi
Green's atas suatu model bumi dan untuk suatu
kedalaman sumber gempa tertentu [9]. di mana fungsifungsi Green's diekspansikan untuk memenuhi kondisi
syarat batas di titik terdalam gelombang, titik
kedalaman sumber dan permukaan bumi. Ekspansi
dituliskan dalam frekuensi komplex, dengan
memasukkan trick damping untuk menghindari time
aliasing. Seismogram sintetik dengan variable bebas
dalam domain frekuensi komplex ditransformasikan
menjadi domain waktu, sebelumnya dikenakan filter
lolos rendah Butterworth dan RESPONSE file dari
sistim peralatan seismometer di stasiun penerima, yaitu
deskripsi tentang perubahan yang diakibatkan oleh
sistim peralatan pengukur, dari kecepatan/ percepatan
pergerakan tanah menjadi tegangan [mV]. Melalui
konvolusi antara seismogram sintetik dengan tanggap
response diperoleh seismogram sintetik yang
mempunyai satuan yang sama dengan seismogram
terukur.
Ketika program ini dijalankan, diperlukan sebuah model
bumi sebagai input awal. Ada beberapa model bumi
diantaranya IASPEI91 dan PREMAN. Sebagai model
bumi input, data harus mengandung parameter elastik
secara lengkap, yaitu meliputi rapat massa, kecepatan
penjalaran gelombang kompresi dan shear, redaman P
dan S dari batuan penyusun struktur bumi. Parameter
4. MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
Tabel 1. Daftar gempa-gempa bumi yang dianalisis di
UGM
Gempa Bumi
Bujur
Timur
Lintang
Magnitudo
Gempa
(skala Richter)
C040599A
149.57
-5.59
6.2
C051099C
150.88
-5.16
6.8
B120202D
126.39
1.51
5.7
C022399D
119.54
0.2
5.8
C102900C
153.95
-4.77
6.1
C112998B
124.89
-2.07
6.5
C100602F
118.34
-8.2
5.8
C101096F
97.94
3.44
5.7
C102500D
105.63
-6.55
6.3
137
1. Dalam Gambar 2 terlihat, ada empat gempa yang
jalan gelombangnya hampir berimpit pada sisi timur
stasiun UGM dan dua gempa di sisi barat. Medium jalan
gelombang dari kedua jalan gelombang yang
berimpitan, berada di sisi depan daerah subduksi palung
Jawa Selatan. Telah dicoba untuk mencari gempa yang
terjadi di sebelah utara UGM, namun tidak ditemukan
satupun gempa yang tercatat oleh ISC (International
Seismological Center).
3. Hasil dan Pembahasan
Pertama kita analisis seismogram gempa bumi
C040599A, PNG yang direkam di stasiun UGM. Dalam
tiap gambar tersusun atas tiga kurva, dimana kurva
penuh adalah seismogram terukur, kurva titik-titik
adalah yang dibangun dari model bumi global
PREMAN, dan kurva garis-titik adalah yang dibangun
dari model bumi dikoreksi.
Analisis pertama adalah pada seismogram yang
dibangkitkan oleh gempa C040599A di New Brittain,
PNG dan direkam di stasiun UGM, seperti diilustrasikan
dalam Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan pencocokan
pada berbagai fase gelombang S dan repetisi gelombang
dalam dan juga gelombang permukaan Love dan
Rayleigh. Dapat dilihat, gelombang Love ternyata
sangat peka pada sistim perlapisan bumi di kulit bumi
dan juga pada kedalaman Moho. Ini dapat kita lihat
pada Gambar 3a yang menunjukan pencocokan pada
panjang osilasi pada gelombang Love, Love terukur
memiliki 5 osilasi, sedangkan seismogram sintetik dari
model bumi dikoreksi juga memiliki jumlah osilasi yang
sama, namun dengan amplitudo yang lebih lemah. Ini
diperoleh dengan mengubah ketebalan kulit bumi
menjadi 38 km, lihat kotak pada sisi kanan Gambar 3a
yang paling atas.
Gambar 2. Proyeksi sinar gelombang dari episenter
gempa-gempa bumi ke stasiun observasi UGM
elastik dalam model bumi IASPEI91 tidaklah selengkap
parameter elastik dalam model bumi PREMAN (versi
vertikal anisotropik dari PREM), sehingga model bumi
IASPEI91 tidak dipakai sebagai input awal, meskipun
model ini lebih baru daripada model bumi PREMAN.
Pada perbandingan seismogram terukur dengan sintetik,
yang dibangun dari model bumi standar PREMAN,
menunjukkan bahwa simpangan adalah sangat
signifikan. Untuk menyelesaikan problem dan
mendapatkan pencocokan seismogram, dilakukan
perubahan pada ketebalan kulit bumi [10], gradien
kecepatan βh [10], dan besar koefisien awal fungsi
polinomial kecepatan β di tiap lapisan bumi.
Daftar gempa-gempa bumi yang seismogramnya
dianalisis pada stasiun UGM ditampilkan dalam Tabel
Menurut keterangan ISC (International Seismology
Catalog), gempa ini terjadi pada kedalaman 150 km,
cukup dalam. Oleh karena itu beberapa gelombang
dalam langsung dan yang merambat pertama ke atas
menuju permukaan bumi dan kemudian terpantul dan
menjalar seperti gelombang dalam, misalnya masingmasing adalah ScS dan sScS, yaitu gelombang ScS yang
terpantul oleh CMB satu kali. Gelombang-gelombang
tersebut memiliki beda lintasan sepanjang dua kali
kedalaman sumber gempa, oleh karena itu waveform
ScS dan sScS akan berinterferensi, sehingga fase
gabungan gelombang-gelombang tersebut akan tampak
seperti lebih panjang, lihat Gambar 3b. Gambar 3c
menyajikan pencocokan seismogram pada gelombang
ScS repetisi, sebanyak masing-masing dua dan tiga kali.
Pencocokan fase gelombang dalam ini diperoleh dengan
memberikan koreksi positif pada struktur kecepatan S di
daerah mantel bawah dekat CMB.
5. 138
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
Gambar 3. Pencocokan seismogram C040599A, New Brittain di UGM pada gelombang S, Love dan Rayleigh, juga pada
gelombang dalam ScS2 dan ScS3
Selanjutnya dianalisis seismogram di UGM dari gempa
bumi C051099C, New Britain Region, yang terletak
masih di dekat dengan hiposenter gempa sebelumnya.
Gambar 4 menyajikan pencocokan gelombang pada
berbagai gelombang ruang dan gelombang permukaan.
Gambar 4b menunjukkan pencocokan yang bagus pada
gelombang ruang S, SS dan gelombang permukaan
Love dan Rayleigh pada ketiga komponen Kartesian
secara simultan. Untuk mendapatkan pencocokan
gelombang Love dengan memperhatikan waveform,
kedalaman Moho harus diubah menjadi 40 km, dimana
gelombang Love bereaksi dengan sangat baik, meskipun
tinggi gelombang pada osilasi-osilasi akhir, waveform
sintetik memberikan amplitudo yang lebih lemah.
Pencocokan yang bagus juga ditunjukkan pada simulasi
tinggi amplitudo dan waktu tiba yang lebih pas pada
gelombang Rayleigh pada dua maksimum pertama.
Koreksi positif pada nilai kecepatan α dan dengan
ketebalan kulit bumi ini, memberikan pencocokan bagus
pada gelombang P dan repetisinya. Pencocokan ini
dicapai dengan sangat baik, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 4a. Struktur kecepatan S dan P telah dikoreksi
hingga CMB (Core Mantle Boundary), hasil koreksi ini
juga membawa fitting yang bagus pada gelombang ScS2
dan ScS3, sebagaimana ditampilkan dalam gambar 4c
dan 4d.
Gambar 5a menunjukkan pengepasan seismogram pada
berbagai fase gelombang S, dari gempa bumi C102900C
yang terjadi di Region New Ireland yang data
seismogramnya direkam di stasiun UGM. Pusat gempa
terletak juga dekat dengan hiposenter-hiposenter
gempa-gempa sebelumnya. Garis titik-titik dalam
gambar menunjukkan bagaimana seismogram sintetik
yang dihasilkan, jika model bumi antara hiposenter
gempa dan stasiun UGM diandaikan sebagai lautan.
Terlihat gelombang permukaan Love dan Rayleigh dari
model lautan memberikan waktu tiba yang lebih cepat
dari pada fase sepadannya dalam seismogram terukur,
terlebih pada gelombang Rayleigh, walaupun perbedaan
pada gelombang Love juga masih besar. Koreksi
struktur kecepatan S dari kulit bumi hingga mantel
bawah memberikan pencocokan yang bagus sekali pada
fase gelombang S dan SS, di ketiga komponen ruang
secara bersamaan, dapat dilihat sebagai kurva garis
putus yang hampir berimpit dengan kurva garis penuh
(data terukur). Namun hanya waktu tiba gelombang
permukaan Love dan Rayleigh saja yang dapat
dicocokan dengan baik, sementara tinggi amplitudo dan
jumlah osilasi sulit diraih secara bersamaan,
pencocokan hanya diperoleh pada dua osilasi pertama di
gelombang Rayleigh. Sedangkan Gambar 5b
menunjukkan hasil pencocokan pada gelombang ScS2,
setelah model kecepatan S diubah dari kulit bumi
kebawah hingga mantel bawah.
Setelah diperbandingkan seismogram-seismogram dari
gempa-gempa bumi yang terjadi sisi timur jauh stasiun
UGM, kita bandingkan seismogram dari gempa bumi
C100602F yang terjadi di Sumbawa, juga di sebelah
timur UGM namun dengan jarak yang lebih dekat. Pada
Gambar 6 dapat dilihat, perbandingan seismogram riil
dengan sintetiknya yang dibentuk dari model bumi
PREMAN dan model dikoreksi. Seismogram sintetik
dari PREMAN memberikan gelombang S sintetik yang
datang sedikit lebih awal. Karena jarak episentral kecil,
gelombang S bersambung dengan gelombang Love,
dimana Love sintetik dari PREMAN juga datang lebih
6. MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
139
Gambar 4. Pencocokan seismogram C051099C, New Brittain di UGM pada gelombang P, S, Love dan Rayleigh, juga pada
gelombang dalam ScS2 dan ScS3
awal dan dengan amplitudo yang juga lebih kecil. Oleh
karena itu, koreksi yang diterapkan untuk kedatangan
yang lebih awal adalah dengan harga negatif, namun ini
semata tidak dapat membangun tinggi amplitudo yang
serupa. Melalui perubahan ketebalan kulit bumi
didapatkan pengepasan tinggi amplitudo yang lebih
baik. Faktor ini belum dimanfaatkan dalam
menganalisis seismogram, ketika dilaksanakan dengan
menginterpretasikan data waktu tempuh ataupun data
analisis dispersi pada gelombang permukaan disajikan
dalam Gambar 7a dan 7b. Gempa bumi C102500D,
hiposenternya terletak di sebelah timur dri gempa
C062702C sebelumnya. Gambar 8a menunjukkan,
bahwa koreksi dengan nilai negatif diperlukan pada
struktur kecepatan βh di lapisan mantel atas dan kulit
bumi untuk mendapatkan pencocokan pada gelombang
Love, namun diperlukan koreksi positif pada lapisan
mantel di bawahnya supaya didapatkan pencocokan
pada fase gelombang S repetisi yang datangnya hampir
sedikit di depan gelombang Love, dengan amplitudo
besar di komponen r. Ini bukan gelombang Rayleigh
semata, karena gelombang Rayleigh merambat lebih
lambat daripada gelombang Love. Pencocokan yang
bagus diperoleh hingga osilasi akhir gelombang
Rayleigh. Koreksi pada kecepatan β dengan nilai positif
diperlukan pada lapisan mantel bawah, karena gambar
8b dan 8c menunjukan bahwa gelombang ScS dan
repetisinya, yang dihitung dari model bumi PREMAN,
7. 140
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
datang lebih lambat daripada ScS riil. Karena
perambatan gelombang dalam ini menembus semua
lapisan bumi, dari kulit hingga mantel bawah, sehingga
pada lapisan mantel di bawah lithosfer harus dikoreksi
dengan anomali positif.
Kedua gempa-gempa bumi C102500D dan C062702C
yang terletak di selat Sunda menunjukkan, bahwa
medium bumi yang terletak di depan daerah subduksi
ternyata memang memiliki anomali kecepatan negatif
pada lapisan lithosfer, seperti yang diinterpretasikan
oleh Widiyantoro [3], namun pada lapisan-lapisan yang
lebih dalam memiliki anomali juga bersifat positif.
Gempa bumi C101096F yang terjadi di Sumatra Utara
dan seismogramnya direkam di UGM, kemudian
diperbandingkan dan disajikan dalam Gambar 9.
Lintasan gelombang antara hiposenter dan stasiun
observasi terletak di daerah depan bidang subduksi Jawa
dan Sumatra. Daerah perambatan gelombang terletak di
utara jalan gelombang dua gempa-gempa sebelumnya.
Perbandingan seismogram menunjukkan bahwa hanya
Gambar 5. Pencocokan seismogram C102900C Pulau New Ireland di UGM pada gelombang S, Love dan Rayleigh, juga
pada gelombang dalam ScS
Gambar 6. Pengepasan seismogram C100602F Sumbawa pada stasiun UGM
8. MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
141
Gambar 7. Pencocokan seismogram C062702C Selat Sunda di UGM pada gelombang S, Love dan Rayleigh, juga pada
gelombang dalam ScS
Gambar 8. Pencocokan seismogram gempa C102500D, Selat Sunda di UGM pada gelombang S, Love dan Rayleigh, juga
pada gelombang dalam ScS dan ScS2
gelombang Love yang dapat dianalisis dengan jelas,
sedangkan
gelombang
Rayleigh
tidak
dapat
disimulasikan dengan baik. Ini berarti solusi CMT yang
diumumkan
oleh
Universitas
Harvard,
USA
mengandung kekurang-lengkapan, karena model bumi
yang digunakan untuk menghitung solusi CMT tidak
mengandaikan heterogenitas dalam ketebalan kulit bumi
dan lithosfer.
Pencocokan seismogram dari gelombang ruang S
hingga gelombang permukaan Love menunjukkan,
bahwa koreksi yang diperlukan untuk mencocokkan
seismogram berharga positif. Ini berbeda dengan
pengamatan pada dua gempa-gempa bumi sebelumnya,
yang menyatakan bahwa daerah depan subduksi
memiliki anomali kecepatan negatif.
Setelah kita analisis gempa-gempa bumi yang jalan
gelombangnya ke UGM menyusuri daerah depan
subduksi, selanjutnya kita analisis gempa bumi yang
terletak di timur laut stasiun pengamat UGM, yaitu
gempa-gempa bumi yang terletak di Minahasa, Laut
Maluku dan Seram, dimana jalan-jalan gelombang dari
gempa-gempa bumi ini melintas hampir tegak lurus
terhadap daerah subduksi.
9. 142
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
Gambar 9. Pencocokan seismogram C101096F di Sumatra Utara pada stasiun UGM
Gambar 10. Pencocokan seismogram C022399D di Minahasa di stasiun UGM pada gelombang S, Love dan Rayleigh dan
ScSH
Lintasan gelombang dari hiposenter gempa C022399D,
yang terjadi di Minahasa, ke UGM juga melintang
terhadap daerah depan bidang subduksi. Perbandingan
seismogram gempa C022399D di UGM, seperti
ditunjukkan dalam Gambar 10, memberikan deskripsi,
bahwa seismogram sintetik dari model PREMAN
memberikan waveform yang lebih lambat daripada
waveform riil. Ini berarti bahwa koreksi kecepatan juga
berharga positif. Perhatikan lekukan pertama ke bawah
pada gelombang SH juga disimulasikan dengan sangat
baik oleh seismogam sintetik dikoreksi. Perhatian
dengan lebih seksama menunjukan, bahwa perubahan
kecepatan semata tak dapat menghasilkan perubahan
signifikan pada tinggi amplitudo Love akhir. Ini dapat
dicapai dengan lebih baik jika ketebalan kulit bumi
diubah menjadi 38 km, lihat kotak kanan atas.
Pencocokan yang bagus juga diperoleh pada gelombang
Rayleigh di komponen r dan z. Ini berarti koreksi positif
berlaku untuk parameter kecepatan βh maupun βv.
Lintasan gelombang dari gempa bumi B120202D, yang
terjadi di laut Maluku ke UGM merupakan lintasan
yang juga melintang terhadap bidang subduksi Jawa
Selatan. Gambar 11a menunjukan, bahwa seismogram
sintetik dari model bumi PREMAN memberikan
diskrepansi yang nyata pada waveform semua ragam
gelombang sekunder. Dapat dilihat, bahwa gelombang S
datang lebih awal dan memiliki osilasi yang pendek.
10. MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
143
Model bumi dikoreksi memberikan fitting yang sangat
bagus pada gelombang SH hingga Love di komponen
toroidal, walaupun tinggi amplitudo pada gelombang
Love sintetik belum dapat mencapai ketinggian
amplitudo Love riil.
waktu tiba yang lebih awal. Gambar 11b menunjukan
pencocokan yang lebih baik pada gelombang dalam ScS
di komponen t. Ini diperoleh dengan memberikan
sedikit koreksi negatif pada struktur kecepatan β di
dekat CMB.
Ini disumbangkan oleh kekurangan dalam penentuan
solusi CMT, karena hanya gelombang ruang atau
gelombang permukaan, namun dalam spektrum
amplitudo yang digunakan sebagai data [9]. Pada
komponen r dapat dilihat, bahwa seismogram dari
model bumi dikoreksi juga memberikan fitting yang
bagus, sedangkan model bumi PREMAN memberikan
Gambar 12 menunjukan perbandingan seismogram
C022398D, Laut Seram di stasiun observasi UGM.
Seismogram sintetik dari PREMAN pada komponen
toroidal menunjukan kedatangan gelombang Love yang
sedikit lebih awal daripada Love riil, sedangkan
gelombang Rayleigh pada komponen r dan z dapat
dilihat, bahwa selisih waktu tiba itu menjadi lebih besar.
Gambar 11. Pencocokan seismogram B120202D Laut Maluku di UGM pada gelombang S, Love dan Rayleigh, juga pada
gelombang dalam ScS
Gambar 12. Pencocokan seismogram C022399D, Laut Seram di stasiun UGM pada gelombang S, Love dan Rayleigh
11. 144
MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
Untuk memperbaiki diskrepansi ini, nilai βh
memerlukan koreksi negatif yang kecil, tetapi untuk βv
diperlukan koreksi negatif yang besar. Tinggi amplitudo
pada maksimum kedua dan ketiga gelombang Love
dapat dicapai dengan lebih baik, jika ketebalan kulit
bumi diubah menjadi 38 km.
Hasil penelitian waveform atas seismogram-seismogram
yang
dibangkitkan
oleh
gempa-gempa
bumi
memberikan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian
seismologi lain di daerah yang sama, karena data yang
mereka gunakan dalam analisis seismogram adalah data
waktu tempuh [3] atau data dispersi pada gelombang
permukaan [6]. Sedangkan riset ini menganalisis
seismogram sepenuhnya dalam kawasan waktu dan
ketiga komponen Kartesian. Data waktu tempuh atau
dispersi merepresentasikan hanya sebagian kecil
informasi yang terkandung dalam seismogram
Perubahan ketebalan kulit bumi tidak mempengaruhi
waveform Rayleigh secara nyata, pada frekuensi sudut
20 mHz. Sementara waveform Love menunjukkan
kepekaan terhadap perubahan kulit bumi, dimana ini
belum dimanfaatkan dalam penelitian struktur bumi
dengan metoda-metoda analisis seismogram lainnya.
Hasil-hasil riset ini menunjukkan bahwa setiap analisis
seismogram gempa yang direkam oleh stasiun UGM,
menunjukkan bahwa model bumi bersifat heterogen.
Heterogenitas ini tidak terjadi semata di lithosfer,
dengan ketebalan kulit bumi yang berbeda-beda, namun
hingga CMB, sebagaimana ditunjukkan pada
pengepasan fase gelombang dalam ScS dan repetisinya.
Tabel 2 menyajikan secara kuantitatif kecepatan
gelombang S pada berbagai lapisan-lapisan mantel
bumi, model bumi PREMAN dibandingkan dengan
model bumi dikoreksi antara hiposenter gempa bumi
C040599A, New Brittain dan stasiun observasi UGM.
Struktur kecepatan gelombang S pada berbagai gempa
bumi lainnya dapat dilihat dengan memperhatikan kotak
kecil di sebelah kanan pada masing-masing gambar.
Kita dapat melihat bahwa anistropi vertikal terjadi pada
semua lapisan-lapisan mantel bumi, tidak hanya di
lapisan mantel atas, seperti dinyatakan dalam model
bumi PREMAN.
Gambar-gambar yang memuat tentang fase-fase
gelombang dalam repetisi ScS2 dan ScS3, pencocokan
diperoleh dengan mengubah βv di lapisan mantel dasar.
Sedangkan perubahan pada βh tidak membawa
perbaikan pada pencocokan gelombang dalam secara
signifikan. Menurut Yu et al. [11] untuk mendapatkan
pencocokan pada gelombang ScSH maka struktur
kecepatan βh dekat CMB memiliki pengaruh yang kuat,
seperti diilustrasikan dalam Gambar 3 – 8 & 10.
Sedangkan riset ini menunjukkan sebaliknya, bahwa
sensitivitas ScS2H kuat berasal dari βv dekat CMB.
Ketergantungan nyata gelombang ScS2 di komponen
toroidal t pada βv di daerah mantel bawah ternyata
belum banyak diketahui oleh seismolog lain. Hal lain
yang juga belum diketahui adalah bahwa anisotropi
vertikal terjadi pada lapisan-lapisan bumi hingga CMB,
bukan hanya terjadi di lapisan mantel atas, seperti
diandaikan dalam model bumi PREMAN.
Implikasi dari hasil struktur bumi ini adalah menjadi
bahan perdebatan bagi ahli-ahli batuan/mineral,
bagaimanakah struktur mineral pada lapisan-lapisan
bumi di daerah tektonik sesungguhnya.
Setelah mengubah struktur kecepatan gelombang S dari
lithosfer hingga CMB (Core Mantle Boundary) kini
didapatkan kesesuaian yang bagus pada kedua fase
gelombang, gelombang permukaan dan gelombang ScS
dan repetisinya. Penggunaan stasiun dengan jarak
episentral kecil untuk menganalisis gelombang dalam,
hingga saat ini belum pernah dimanfaatkan oleh
seismolog-seismolog lain. Para ahli seismolog lainnya
menggunakan data seismogram, yang direkam oleh
stasiun-stasiun observasi yang memiliki jarak episentral
di atas 830, untuk mendapatkan selisih waktu tiba fase
gelombang S-SKS, SKKS, SKIKS [12,13] guna
meneliti struktur kecepatan β dekat CMB.
Tabel 2. Struktur kecepatan gelombang S antara model
bumi PREMAN dan model bumi dikoreksi
anatar gempa bumi C040599A dengan stasiun
observasi UGM. Koefisien-koefisien orde nol dan
gradien kecepatan β di lapisan mantel atas juga
ditunjukkan
PREMAN
C040599A – UGM
Radius βv
βh
(km) (km/s) (km/s)
η
3480 6,9254 6,9254
1,0
6,8774 6,8754 0,9997
3630 11,1671 11,1671
1,0
11,1451 11,1421 0,9997
5600 22,3459 22,3459
1,0
22,4259 22,4259 1,0000
5701 9,9839 9,9839
1,0
10,0939 10,0639 0,9997
5771 22,3512 22,3512
1,0
22,4512 22,3912 0,9945
5971 8,9496 8,9496
1,0
9,0496 8,9996 0,9973
βv
βh
(km/s) (km/s)
η
6151 5,8582 -1,0839 3,3687 5,8882 5,9583 1,0119
-1,4678 5,7176
-1,4678 -1,4278
6291 5,8582 -1,0839 3,3687 5,8882 5,9583 1,0119
-1,4678 5,7176
-1,4678 -1,4278
6346,6 3,9000 3,9000
1,0
3,9000 3,9500 1.0282
6356 3,2000 3,2000
1,0
3,2000 3,2500 1,0156
6371
12. MAKARA, SAINS, VOLUME 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 134-145
4. Kesimpulan
Telah dilaksanakan perbandingan seismogram antara
seismogram terukur dengan sintetik-sintetiknya di
stasiun observasi UGM, dimana seismogram dieksitasi
oleh gempa-gempa yang terjadi di PNG, Sumbawa,
Selat Sunda, Sumatra Utara, dan sekitar Sulawesi Utara.
Jalan-jalan gelombang dari hiposenter gempa-gempa ini
ke UGM memberi kesempatan untuk memahami
struktur bumi di sepanjang daerah depan bidang
subduksi dan melintas hampir tegak-lurus daerah bidang
subduksi.
Perbandingan dan pencocokan pada gelombang
permukaan, menunjukkan bahwa anomali kecepatan di
lithosfer bersifat negatif di daerah dekat bidang
subduksi, namun menjadi positif untuk daerah depan
bidang subduksi yang lebih belakang. Namun dengan
memperhatikan waveform gelombang permukaan Love
didapatkan, bahwa waveform ini bersifat peka terhadap
perubahan ketebalan kulit bumi, sedangkan waveform
Rayleigh tidak peka.
Heterogenitas tidak terjadi semata di lithosfer, namun
juga terjadi di lapisan-lapisan mantel bumi yang lebih
dalam. Koreksi positif yang berbeda-beda diperlukan
untuk membuat pencocokan pada gelombang sekunder
S, tetapi juga pada gelombang-gelombang dalam dan
repetisinya.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Dr. Dalkolmo
dan Prof. Friederich yang telah bersama-sama saya
mengembangkan program GEMINI, juga kepada Prof.
Wielandt. Terima kasih juga ditujukan kepada IRIS
(International Seismological Network) yang telah
menyediakan data seismogram untuk riset ini dan juga
software-software pelengkapnya. Program utama
dituliskan dengan software non-comersial Intel
FORTRAN dan gambar-gambar dalam paper ini
dituliskan dengan software PGPLOT dan GMT. Riset
ini didanai oleh Dana Hibah Penelitian Dasar DIKTI no.
019/SP3/PP/DP2M/II/2006.
Daftar Acuan
[1] E.R., D. Gubbins, , Journ. Geophys. Research, 92,
B1 (1987) 13.855 — 13.862.
145
[2] D.Gubbins, Seismology and Plate Tectonics,
Cambridge University Press, Cam-bridge, 1990.
[3] S.Widiyantoro, G. Suantika, W. Triyoso,
Subduction zone structure beneath Indonesia,
IUGG 2003 Scientific Program, JSS06b-Posters,
2003.
[4] A.M. Dziewonski, D.L. Anderson, Preliminary
reference Earth model, Phys. of the Earth and Plan.
Int., 25 (1981) 297 – 356.
[5] B.L.N. Kennett, , Seismological Tables, Research
School of Earths Sciences, ASPEI, Australian
National University, 1991.
[6] A. Okabe, S. Kaneshima, K. Kanjo, T. ohtaki, I.
Purwana, Surface wave tomography for
southeastern Asia using IRIS-FARM and JISNET
data, Physics of The Earth and Plan. Int., 146,
Issues 1-2, 101 – 112.
[7] J. Dalkolmo, Synthetische Seismogramme fuer
eine sphaerisch symmetrische, nichtrotierend Erde
durch direkte Berechnung der
Greenschen
Funktion, Diplomarbeit, Inst. fuer Geophys., Uni.
Stuttgart, 1993.
[8] W Riederich, J. Dalkolmo, Geophys. J. Int., 122,
(1995) 537 - 550.
[9] D.S. Dreger, Time-Domain Moment Tensor
INVerse Code (TDMT_INVC), The Berkeley
Seismological Laboratory (BSL), report number
8511, 2002.
[10] J.S. Bagus, Moeglichkeiten und Grenzen der
Modellierung vollstaendiger langperiodischer
Seismogramme, Doktorarbeit, Berichte Nr. 12,
Inst. fuer Geophysik, Uni. Stuttgart, 1999.
[11] J. Yu Gu, A.L. Lerner-Lam, A.M. Dziewonski, G.
Ekström, Deep structure and seismic anisotropy
beneath the East Pacific Rise, Earth and Planetary
Science Letters (2005) 232, 259 – 272.
[12] M. Wysession, T. Lay, J. Revenaugh, In: M.
Gurnis, B. Buffett, K. Knittle, Wysession, M.
(Eds.), The Core–Mantle Boundary. AGU, 1998,
p. 273 – 297.
[13] A. Souriau, G. Poupinet, A study of the outermost
liquid core using differential travel times of the
SKS, SKKS and S3KS phases, Phys. of the Earth
and Plan. Int. (1991) 68, 183 – 199.