2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga tim EKPD Provinsi Maluku Utara dapat melaksanakan tugas yang
telah menjadi tanggung jawabnya. Sebagai laporan akhir, perlu ditegaskan bahwa laporan
ini telah menyentuh pada substansi pekerjaan yang menjadi tugas tim, namun ada
beberapa data dari indikator yang telah ditetapkan belum lengkap karena tidak ada yang
di miliki oleh SKPD. Untuk itu laporan yang disampaikan hanya berkaitan aktivitas yang
telah dilaksanakan oleh Tim EKPD Maluku Utara dalam bentuk dokumen kerja.
Gambaran yang tertuang dalam laporan ini, disampaikan kepada Tim EKPD Pusat
sebagai bahan pertimbangan sekaligus pertanggungjawaban atas tugas yang diberikan
kepada Tim EKPD Maluku Utara dalam mengevaluasi kinerja pembanguan daerah tahun
2009.
Terima Kasih
Ternate, 07 Desember 2010
Koordinator Tim EKPD Maluku Utara
Dr. Gufran Ali Ibrahim, MS.
3. DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
b. Tujuan dan Sasaran …………………………………………………………….1
c. Keluaran .. ………………………………………………………………………1
II. HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004 – 2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
1. Indikator . ………………………………………………………………3
2. Analisis Pencapaian Indikator . ………………………………………3
3. Rekomendasi . ………………………………………………………5
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN
DEMOKRATIS
1. Indikator . ………………………………………………………………5
2. Analisis Pencapaian Indikator . ………………………………………6
3. Rekomendasi . …………………………………………………….10
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Indikator . ……………………………………………………………10
2. Analisis Pencapaian Indikator . ……………………………………14
3. Rekomendasi . ……………………………………………………49
D. KESIMPULAN . ……………………………………………………………50
III. RELEVANSI RPJMN 2010 – 2014 DENGAN RPJMD PROVINSI
1. Pengantar . …………………………………………………………………….51
2. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional . ……………52
3. Rekomendasi
a. Rekomendasi Terhadap RPJMN Provinsi . ……………………85
b. Rekomendasi Terhadap RPJMN . ……………………………85
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan . ……………………………………………………………86
2. Rekomendasi . ……………………………………………………………86
LAMPIRAN
4. BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rencana Kerja Pemerintah Daerah, merupakan skenario pembangunan yang
diaktualisasikan dalam kebijakan dan program tahunan guna memanfaatkan seluruh
sumber daya pembangunan di daerah, dengan tetap memperhatikan konsistensi
perencanaan jangka menengah dan jangka panjang. Oleh karena itu, evaluasi kinerja
kebijakan dan program, merupakan bagian penting untuk menilai pencapaian program
dan kegiatan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dari pemanfaatan
sumber daya pembangunan,yang pada gilirannya menjadi bahan masukan bagi
penyusunan rencana kebijakan dan program selanjutnya.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah diharapkan dapat mengetahui dan
memberikan masukan berkaitan dengan apakah pembangunan daerah telah
dilaksanakan pada koridor aturan yang telah ditetapkan yang meliputi masukan (input)
yang digunakan, proses (process) dilakukan serta keluaran (output) yang dihasilkan serta
hasil (outcome) yang telah diperoleh. Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2010
dilaksanakan untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam
rentang waktu 2004-2009. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah
pembangunan daerah telah mencapai tujuan atau sasaran yang diharapkan dan apakah
masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut. Untuk
melaksanakan kegiatan tersebut, maka Universitas Khairun telah diberikan kepercayaan
oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan pengkajian terhadap
kinerja pembangunan daerah Provinsi Maluku Utara sebagaimana tahapan kegiatan yang
disampaikan dalam laporan berikut. Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan
informasi penting yang berguna sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan
dan pengambil kebijakan pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki
apa yang telah dilakukan sebelumnya.
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) tahun 2010 adalah :
1. Untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang
waktu 2004-2009.
5. 2. Untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang
diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah
tersebut.
3. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam
RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi.
Sasaran dari evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) tahun 2010 adalah :
1. Pemerintah Daerah dalam hal ini sebagai motor penggerak pembangunan di daerah
2. Masyarakat umum yang memperoleh manfaat dari pembangunan daerah tersebut.
C. Keluaran
Keluaran dari evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) tahun 2010 adalah :
1. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan provinsi Maluku
Utara.
2. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan provinsi Maluku Utara.
3. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi Maluku
Utara dengan RPJMN 2010-2014.
2
6. BAB II. HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
1. Indikator
Agenda Indikator Ket 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber
Pembangunan
Indeks Kriminalitas - 87 89 95 78.8 43.2
1. Mewujudkan Persentase - 87 89 95 71 35 Kepolisian
Indonesia Penyelesaian Daerah Ma
Yang Aman Kasus Kejahatan luku Utara
dan Damai Konvensional (%)
Persentase - 100 100 100 90 81 Kepolisian
Penyelesaian Daerah Mal
Kasus Kejahatan uku Utara
Trans Nasional (%)
2. Analisis Pencapaian Indikator
a. Indikator Indeks Kriminalitas
Persentase Penyelesaian Kasus
Kejahatan Trans Nasional (%) ‐
150
100 100 100 100 Persentase
90 81
Penyelesaian Kasus
50
Kejahatan Trans
0 Nasional (%) ‐
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Persentase Penyelesaian Kasus
Kejahatan Konvensional (%) ‐
100 95
87 89
80
71
60 Persentase
40 Penyelesaian Kasus
35 Kejahatan
20 Konvensional (%) ‐
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber : Kepolisian Daerah, 2010
3
7. GRAFIK INDIKATOR INDEKS KRIMINALITAS DENGAN DATA PENDUKUNG
120
Indeks Kriminalitas
100
80
Persentase
60 Penyelesaian Kasus
Kejahatan
40 Konvensional (%)
20 Persentase
Penyelesaian Kasus
Kejahatan Trans
0
Nasional (%)
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : Kepolisian Daerah, 2010.
Berdasarkan data, tergambar pada tahun 2005 – 2006 penyelesaian kasus
kejahatan konvensional mencapai 100 %, sedangkan pada tahun 2007 sampai tahun
2009 cenderung menurun. Pada kasus trans nasional meningkat dari tahun 2005 sampai
tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008 sampai tahun 2009 cenderung menurun.
Tingginya penyelesaian kasus konvensional disebabkan karena tingkat kesulitan
penyelesaian kasus tidak terlalu rumit. Umumnya kasus yang diselesaikan berkaitan
dengan perkelahian, penganiayaan, penyerobotan tatanah, kecelakaan lalulintas dan
sebagainya. Sedangkan sejak tahun 2008 menurunnya disebabkan karena pada saat
bersamaan seluruh aparat lebih berkonsentrasi pada pengamanan pemilu legslatif, pilpres
dan pemilukada Provinsi Maluku Utara, sementara jumlah personil yang menangani
kasus yang kurang.
Untuk kasus trans nasional umumnya naik sejak tahun 2005 sampai 2007
disebabkan karena kasus yang teridentifikasi atau yang disidik tidak terlalu banyak. Kasus
transnasional yang terjadi di Maluku Utara meliputi ilegal fishing. Pada tahun 2008
menurun, selain sama penyebabnya dengan kendala yang dihadapi dalam penyelesaian
kasus konvensional, juga disebabkan karena keterbatasan anggaran dan personil serta
kemampuan pembuktian. Selain itu kasus tersebut sering melibatkan pihak lain di luar
daerah Maluku Utara, sehingga menyulitkan dihadirkan dalam proses hukum tersebut.
4
8. 4. Rekomendasi Kebijakan
Kasus kejahatan konvensional dan Transnasional yang belum tertangani
disebabkan karena kondisi Provinsi Maluku Utara sebagai daerah kepulauan dengan
rentang kendali yang sangat luas serta akses yang sangat terbatas. Hal ini belum
didukung dengan sarana/prasarana dan personil yang memadai. Saat ini misalnya pada
pemekaran kabupaten Kepulauan Morotasi belum terbentuk Polres, sehingga aparat yang
ditempatkan saat ini masih diperbantukan dari Polres Kabupaten Halmahera Utara.
Mencermati kondisi diatas, maka diperlukan penambahan sarana penunjang dan personil
aparat hukum yang profesional sehingga dengan cepat dapat menagani permasalahan
hukum yang timbul diwilayah Maluku Utara.
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
1. Indikator
Agenda Indikator Ket 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber
Pembangunan
Pelayanan Publik
2. Mewujudkan
Indonesia Yang Persentase 0.0 10 80, 61. 76. 42. Kejak
Adil dan kasus korupsi 0 0 95 54 92 31 saan
Demokratis yang tertangani Tinggi
dibandingkan
dengan yang
dilaporkan (%)
Persentase (-) : - - 12. 12. 25. 22. DISPEN
kabupaten/ kota Tidak 50 50 00 22 DA
yang memiliki Tersedi
peraturan daerah a
pelayanan satu
atap (%)
Persentase (-) : - - - - - -
instansi (SKPD) Tidak
provinsi yang Tersedi
memiliki a
pelaporan Wajar
Tanpa
Pengecualian
(WTP) [%]
Demokrasi
Gender (-) : 27. 28. 28. 28. 28. - BPP
Development Belum 4 5 5 6 6
Index tersedia
Gender 24. 25. 26. 27. 27. - BPP
Empowerment 40 70 20 50 50
Measurement
5
9. 2. Analisis Pencapaian Indikator
a. Indikator Pelayanan Publik
1. Persentase Kasus Korupsi Yang Tertangani Dibandingkan Dengan yang
Dilaporkan.
Persentase kasus korupsi yang
tertangani dibandingkan dengan yang
dilaporkan (%)
150,00
100,00 100,00 Persentase kasus
80,95 76,92
61,54 korupsi yang tertangani
50,00 42,31 dibandingkan dengan
0,00 0,00 yang dilaporkan (%)
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : Kejaksaan Tinggi, 2010.
Penanganan kasus korupsi di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Maluku Utara
sejak tahun 2005 berfluktuatif dan cenderung menurun. Pada tahun 2005 mencapai
100%, dan pada tahun 2007 menurut menjadi 61,54%, pada tahun 2008 meningkat
78,92% dan pada tahun 2009 terjadi penurunan sebanyak 42,31%.
Terjadinya penurunan penegakan hukum pada institusi kejaksaan disebabkan karena,
beberapa kasus yang disidik melalui polisian belum sepenuhnya diserahkan kepada
kejaksaan dalam rangka penuntutan. Selain itu, data yang diberikan masih merujuk pada
target penanganan kasus dengan pola 5:3:1 yang dibebankan oleh Kejaksaan Agung.
6
10. 2. Perda Pelayanan Satu Atap
% Kabupaten Kabupaten/Kota yang
Memiliki Perda Satu Atap
30
25 25
22,22
20
% Kabupaten
15 Kabupaten/Kota yang
12,5 12,5
10 Memiliki Perda Satu
5 Atap
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : DISPENDA Maluku Utara, 2010.
GRAFIK INDIKATOR PELAYANAN PUBLIK DENGAN
DATA PENDUKUNG
30
25
% Kabupaten
20 Kabupaten/Kota yang
Memiliki Perda Satu
15 Atap
10 Kabupaten/Kota yang
Memiliki Perda
5
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : DISPENDA, Maluku Utara, 2010.
Pada grafik tersebut di atas nampak bahwa data tentang Persentase (%)
kabupaten/kota di Maluku Utara yang memiliki peraturan daerah (PERDA) tentang
pelayanan satu atap yang tersedia hanya selama 4 tahun terakhir. Sementara itu, secara
persentase pada tahun 2006 dan 2007 jumlah kabupaten/kota yang memiliki Peraturan
daerah (PERDA) jumlahnya tetap, yaitu sebesar 12,5%. Namun pada tahun 2008 terjadi
penurunan secara relative (%), yakni 25%. Selanjutnya, pada tahun 2009 turun menjadi
22,22%.
7
11. Selanjutnya, pada grafik gabungan tersebut di atas nampak tiga buah data yaitu,
data tentang Persentase (%) kabupaten/kota di Maluku Utara yang memiliki peraturan
daerah (PERDA) tentang pelayanan satu atap, data tentang jumlah kabupaten yang telah
memiliki PERDA, dan data tentang jumlah kabupaten/kota yang ada di Maluku Utara
selama periode pengamatan. Sementara itu, dari data yang ada tersebut menunjukkan
bahwa selama kurun waktu 2006 dan 2007 jumlah kabupaten/kota di provinsi Maluku
Utara yang memiliki peraturan daerah (PERDA) satu atap adalah sama, yakni 1 yaitu
Kota Ternate. Hal tersebut nampak dari gambar grafis yang datar. Pada tahun 2008,
terjadi penambahan 1 daerah yang memiliki peraturan daerah tentang pelayanan satu
atap, yakni Halmahera Selatan. Sementara itu jumlah daerah otonom yang ada masih
tetap dengan jumlah 8. Akibatnya terjadi peningkatan secara persentase, menjadi 25%,
dan sehingga secara grafis menunjukkan terjadi peningkatan yang cukup tajam.
Sementara itu, pada tahun 2009, dengan adanya pemekaran 1 wilayah kabupaten
baru, yaitu kabupaten Pulau Morotai menyebabkan daerah otonom yang ada bertambah 1
menjadi 9 daerah. Pada sisi yang lain, jumlah daerah yang memiliki peraturan daerah
tentang pelayanan satu atap tersebut tetap, yakni 2 sehingga secara relatif (%) jumlahnya
terjadi penurunan yakni sebesar 22,22%, dan secara grafis ditunjukkan dengan gambar
yang menukik turun. Dua kondisi inilah yang menyebabkan secara relatf (%) terjadi
penurunan jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah satu atap.
Mencermati ketiga indikator Pelayanan Publik (Persentase Kasus Korupsi Yang
Tertangani Dibandingkan Dengan yang Dilaporkan serta pelayanan dengan penggunaan
perda 1 atap), menunjukan bahwa kedua indikator ini masih rendah pencapaiannya.
Untuk penanganan kasus korupsi selain masih kurang dan rendahnya pengetahuan
penyidik yang menngani kasus korupsi, juga disebabkan karena keterbatasan sarana dan
prasarana yang dimiliki institusi penegak hukum di Maluku Utara. Sedangkan untuk Perda
satu atap disebabkan karena rendahnya political will dari pemerintah kabupatan/kota
dalam rangka memberikan dan melakukan pelayanan pemerintah yang lebih baik. Untuk
itu, diperlukan suatu regulasi yang mengharuskan pemerintah daerah menerbitan regulasi
pelayanan satu atap sebagai bentuk akuntabilitas dan pelayanan publik yang lebih baik.
8
12. b. Indikator Demokrasi
Gender Development Index
29,0
28,5 28,5 28,5 28,6 28,6
28,0 Gender Development
27,5 27,4 Index
27,0
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : Badan Pemberdayaan Perempuan, 2010
Gender Empowerment Measurement
28,00
27,50 27,50
27,00
26,00 26,20
25,70 Gender Empowerment
25,00 Measurement
24,40
24,00
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : Badan Pemberdayaan Perempuan, 2010.
GRAFIK INDIKATOR DEMOKRASI DENGAN DATA PENDUKUNG
80,00
70,00
60,00 Gender Empowerment
50,00 Measurement
40,00 Gender Development
30,00 Index
20,00 Indeks Pembangunan
10,00 Manusia
0,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : Badan Pemberdayaan Perempuan, 2010.
9
13. Gender Empowerment Measurement (GEM) menunjukkan apakah perempuan
dapat memainkan peran aktif dalam kehidupan politik dan ekonomi. GEM ditekankan
pada partisipasi, guna mengukur ketidaksetaraan jender di bidang-bidang penting dari
partisipasi ekonomi dan politik serta dalam hal pengambilan keputusan. Dari grafik
Gender Empowerment Measurement (GEM) Provinsi Maluku Utara dari tahun 2004 -
2006 mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2007 – 2008 cenderung stabil yaitu
27.50%. Tahun 2009 belum dilakukan perhitungan. Peningkatan GEM menunjukkan
bahwa partisipasi perempuan dalam kehidupan politik salah satunya adalah berkaitan
dengan Undang-Undang Pemilu tentang kuota 30% perempuan dalam parlemen,
sehingga memicu keterlibatan perempuan dalam bidang politik. Keikutsertaan perempuan
dalam bidang politik di latar belakangi juga oleh fasilitas yang akan diterima bila menjadi
anggota parlemen. Dengan keterbukaan sistem politik yang memberikan ruang terhadap
partisipasi politik bagi perempuan, menyebabkan dibebarapa kabupaten/kota dan Provinsi
terdapat perempuan yang memimpin partai, dan bahkan memperoleh kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Gender Development Index (GDI) mengukur pencapaian dimensi dan variabel
yang sama dengan HDI, namun menangkap ketidakadilan dalam hal pencapaian antara
laki-laki dan perempuan. Semakin besar perbedaan jender dalam pembangunan asasi
manusia, maka semakin rendah pula GDI di daerah tersebut. GDI pada tahun 2004
mencapai 27.4 % dan pada tahun 2005 dan 2006 mengalami peningkatan relatif yaitu
sebesar 28.5%, sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 peningkatan 1% dari tahun 2006
yaitu sebesar 28.6%. GDI tahun 2009 untuk Provinsi Maluku Utara belum di lakukan
pendataan. Kondisi ini menggambarkan keterlibatan dan peranan perempuan dalan
pembangunan semakin besar, angka ini juga dapat dilihat pada pencapaian IPM Maluku
Utara yang terus meningkat artinya bahwa pembangunan manusia semakin baik.
Kebutuhan Rumah Tangga yang terus meningkat namun tidak diikuti dengan peningkatan
pendapatan, memicu perempuan untuk terlibat dalam bidang ekonomi untuk membantu
suami meringankan beban rumah tangga serta pola pikir bahwa perempuan
membutuhkan kesetaraan dengan pria agar tidak mudah di intimidasi oleh pria
merupakan faktor pendorong perempuan di Maluku Utara untuk terus meningkatkan
kualitas diri dengan pendidikan dan aktif dalam organisasi.
10
14. 3. Rekomendasi Kebijakan
a. Perlu ada suatu regulasi yang mengharuskan pemerintah daerah menerbitan
regulasi pelayanan satu atap sebagai bentuk akuntabilitas dan pelayanan publik
yang lebih baik.
b. Perlu penyediaan sarana, personil dan pembentukan organisasi/instusi penegak
hukum di setiap kab/kota yang melakukan pemekaran, sehingga pelayanan hukum
dapat dimaksimalkan.
c. Mekanisme pelayanan pemberantasan korupsi harus didorong dengan melibatkan
partisipasi publik, disertai dengan keterbukaan informasi yang diberikan oleh
institusi penegak hukum di daerah.
d. Partai politik harus secara terbuka dapat melakukan rekrutmen kaders perempuan,
karena dibeberapa daerah justru perempuan yang lebih dominan dalam proses
kepemimpinan dalam partai.
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Indikator
Agenda Indikator 2004 005 006 07 08 009 Sumber
Pembangunan
3. Meningkatkan Indeks 66.40 67.00 67.50 67.82 68.82 - BPS
Kesejahteraan Pembangunan
Rakyat Manusia
Pendidikan
Angka 53.92 59.31 65.24 71.77 78.94 86.84
Partisipasi
Murni Tingkat
SD
Angka 60.81 66.89 73.58 80.94 89.03 97.94
Partisipasi
Kasar Tingkat
SD
Rata-Rata Nilai 6.86 6.23 6.11 6.38 6.34 6.63
Akhir Tingkat
SMP
Rata-Rata Nilai 6.51 6.32 6.21 6.38 6.36 5.77
11
15. Akhir Tingkat
Sekolah
Menengah
Angka Putus 2.93 2.31 1.97 1.58 1.26 1.01
Sekolah
Tingkat SD
(%)
Angka Putus 3.74 2.99 2.32 1.86 1.11 0.89
Sekolah
Tingkat SMP
(%)
Angka Putus 3.84 3.07 2.74 1.64 1.25 0.95
Sekolah Tingkat
Menengah (%)
Angka Melek 95.15 95.20 95.20 95.20 95.44 95.60
Huruf (%)
Persentase 5.07 6.69 8.83 11.66 15.39 20.31
Guru Layak
Mengajar
terhadap Guru
Seluruhnya
Tingkat SMP
(%)
Persentase 6.84 9.30 12.65 17.21 23.40 31.82
Guru Layak
Mengajar
Terhadap Guru
Seluruhnya
Tingkat
Menengah (%)
Kesehatan
Umur harapan 66.2 67.4 68.5 69.3 70.5 70.6
Hidup
Angka 35 30.4 25.8 18.2 14.8 14.2
Kematian Bayi
(per 1.000
Kelahiran
Hidup)
Gizi Buruk (%) 1.6 1.7 1.9 1.4 1.4 1.4
12
16. Gizi Kurang (%) 8.7 9.5 19.3 19.4 13.2 9
Persentase
Tenaga
Kesehatan per
Penduduk (%)
Keluarga
Berencana
Contraceptive 48.38 48.25 48.18 51.09 54.09 58.28
Prevalence Rate
(%)
Pertumbuhan 1.29 0.83 1.52 1.55 1.28 1.25
Penduduk (%)
Total Fertility 3.3 3.3 3.3 3.2 3.1 2.9
Rate (%)
Ekonomi Makro
Laju 4.71 5.10 5.48 6.01 5.98 6.01
Pertumbuhan
Ekonomi (%)
Persentase 40.32 40.66 40.29 42.10 35.97 42.10
Ekspor
Terhadap PDRB
(%)
rsentase Output .14 .75 .77 .40
Manufaktur
Terhadap PDRB
(%)
Pendapatan 2,714,19 2,921, 3,066, 3,346, 3,785,4 -
Perkapita 8.00 591.0 296.0 523.0 99.00
(Rupiah) 0 0 0
Laju Inflasi (%) 4.82 19.42 5.12 5.85 11.25 -
Investasi
Nilai Realisasi 0.00 0.00 1,733. 0.00 0.00 0.00 BKPM
Investasi PMDN 00
(Rp. Milyar)
Nilai 33.50 1,824. 823.6 28.50 BKPM
Persetujuan 00 0
Rencana
Investasi PMDN
(Rp.Milyar)
Nilai Realisasi 0.00 0.01 13.50 21.80 0.00 5.90 BKPM
Investasi PMA
(US$ Juta)
13
17. Nilai 1.10 1.80 26.80 46.80 7.80 10,5 BKPM
Persetujuan
Rencana
Investasi PMA
(US$ Juta)
Realisasi 0.00 0.00 403.0 637.0 0.00 BKPM
penyerapan 0 0
tenaga kerja
PMA
Infrastruktur
Persentase 100.00 41.43 38.48 48.35 47.86 64.48 PU
Jalan Nasional
dalam Kondisi
Baik (%)
Persentase 0.00 43.45 20.97 31.23 31.93 8.25 PU
Jalan Nasional
dalam Kondisi
Sedang (%)
Persentase 0.00 15.12 40.55 20.43 20.20 34.60 PU
Jalan Nasional
dalam Kondisi
Rusak (%)
Persentase 100.00 16.52 Statistik
Jalan Provinsi Perhubun
dalam Kondisi gan
Baik (%)
Persentase 0.00 7.84 Statistik
Jalan Provinsi Perhubun
dalam Kondisi gan
Sedang (%)
Persentase 0.00 75.64 Statistik
Jalan Provinsi Perhubun
dalam Kondisi gan
Rusak (%)
Pertanian
Rata – rata Nilai - - - - 99.80 98.57
Tukar Petani
Per Tahun
PDRB Pertanian 898,585 987,1 1,068, 1,185, 1,521,9 -
atas Dasar .89 53 16 01 75.
Harga Berlaku .7 0. 3. 85
(Rp.Juta) 8 03 63
Kehutanan
Persentase luas 10.01 9.03 10.21 7.46 8.50 6.88
lahan
rehabilitasi
dalam hutan
terhadap lahan
kritis (%)
Kelautan
Jumlah tindak 0 9 13 22 15 26 DKP
pidana
perikanan
Luas kawasan 903,8 DKP Prov
konservasi laut 98 Malut
(ha) 0
14
18. Kesejahteraan
Sosial
Persentase 12.42 13.23 12.73 11.97 11.28 10.36 BPS
Penduduk
Miskin (%)
Tingkat 7.53 24.37 6.90 6.05 6.48 6.61 BPS
Pengangguran
Terbuka (%)
2. Analisis Pencapaian Indikator
a. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia
69,00
68,82
68,50
68,00
67,82
67,50 67,50 Indeks Pembangunan
67,00 67,00 Manusia
66,50 66,40
66,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : BPS, Malut.2010
Indeks Pembangunan Manusia merupakan indikator komposit yang menunjukkan
kinerja pembangunan manusia di suatu wilayah. Indeks ini dihitung berdasarkan tiga
dimensi pembangunan manusia, yaitu dimensi kesehatan dengan indikator Angka
Harapan Hidup yang ditunjukkan dengan peningkatan kemampuan untuk hidup sehat
dalam jangka waktu yang lebih lama. Dimensi pengetahuan dengan indikator Angka
Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah yang ditunjukkan dengan peningkatan
pendidikan. Sedangkan dimensi kehidupan yang layak dengan indicator pengeluaran Riil
per Kapita yang ditunjukkan dengan tingkat pendapatan. Aspek pembangunan manusia
di suatu wilayah dapat diketahui dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah
suatu wilayah pada suatu saat tertentu dapat menunjukkan status pembangunan
manusia di wilayah tersebut. IPM Maluku Utara dalam 5 Tahun terakhir mengalami
peningkatan, menunjukkan bahwa pembangunan manusia mengalami perubahan namun
angka IPM masih dibawah IPM Nasional. Dari tabel tergambar peningkatan GDI Provinsi
15
19. Maluku Utara, menunjukkan semakin kecil perbedaan jender dalam pembangunan asasi
manusia. Kondisi ini ditunjukkan juga dengan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Maluku Utara dari tahun 2004 – 2008 mengalami peningkatan yaitu pada tahun
2004 sebesar 66.40 dan pada tahun 2008 sebesar 68.82. Sedangkan pada tahun 2009
belum tersedia yang akurat berkaitan dengan IPM Maluku Utara.
Semakin meningkatnya IPM Maluku Utara disebabkan karena adanya kebijakan
nasional barkaitan dengan wajib belajar 9 tahun, dimana pemerintah pusat memfasilitasi
penyelenggaraan pendidikan gratis bagi masyarakat serta idikuti dengan kebijakan
prioritas pembangunan yang dilakukan oleh beberapa kepala daerah di Maluku Utara.
Sama halnya dengan pendidikan, pada bidang kesehatan juga dipengaruhi oleh
kebijakan nasional tentang pelayanan kesehatan gratis melalui program jankesmas, dan
diikuti oleh pemerintah daerah dengan program jamkesada di beberapa kabupaten
seperti Kabupaten Halmahera Selatan, Kota Ternate, Kab. Halmahera Barat dan
Halmahera Utara.
b. Indikator Pendidikan
1. Angka Partisipasi Murni Tingkat SD
Angka Partisipasi Murni Tingkat SD
100
86,84
80 78,94
71,77
65,24
60 59,31
53,92
Angka Partisipasi
40
Murni Tingkat SD
20
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber : DIKNAS, Malut.2010
16
20. Angka Partisipasi Kasar Tingkat SD
120
100 97,94
89,03
80 73,58 80,94
60 60,81 66,89 Angka Partisipasi Kasar
40 Tingkat SD
20
0
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DIKNAS, Malut.2010
Angka Melek Huruf (%)
95,7
95,6
95,5
95,4
95,3 Angka Melek Huruf (%)
95,2
95,1
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DIKNAS, Malut.2010
GRAFIK INDIKATOR PENDIDIKAN DENGAN DATA PENDUKUNG
120
100
Angka Partisipasi
80 Murni Tingkat SD
Angka Partisipasi Kasar
60 Tingkat SD
Angka Melek Huruf (%)
40
Angka Putus Sekolah
20 Tingkat SD (%)
0
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DIKNAS, Malut.2010
17
21. Dari data seperti terlihat pada grafik. bahwa jumlah siswa yang duduk dibangku
sekolah dasar Provinsi Maluku Utara, baik dilihat dari partisipasi Kasar maupun
partisipasi murni pada setiap tahun semakin meningkat, begitu juga angka melek 15
tahun ke-atas, disebabkan karena pemerintah daerah (Delapan kabupaten dan kota)
sudah menjalankan program nasional dan didukung oleh Progam pioritas Daerah,
walaupun belum sepenuh dijalankan progam-program Nasional tersebut. Pada tahun
2005 sampai dengan 2007 terjadi peningkatan usia anak dari 7 tahun sampai 12 tahun
yang duduk dibangku sekolah dasar (SD) dengan persentasinya 66.89% sampai dengan
80,94% untuk partisipasi kasar dan 59,31% sampai dengan 71,77% partisipasi murni,
serta buta aksara 15 tahun ke-atas mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu
2,31% sampai dengan 1,58%. Karena program-program nasional dan daerah sudah
mulai menyentuh kepada masyarakat.
Pada tahun 2008 jumlah usia anak 7 tahun samapai dengan 12 tahun yang duduk
dibangkau sekolah (SD) mengalami peningkatan 89,03% partisipasi kasar dan 78,94%
partisipasi murni disebabkan delapan kabupaten dan kota merealisasikan angaran
dengan program-program yang menyentuh langsung kepada masarakat berdasarkan visi
dan misi Provinsi Maluku Utara melalui Dinas Pendidikan. Program yang menyentuh
kepada masyarakat antara lain sekolah gratis dan memberikan beasiswa kepada siswa
yang berdampak pada menurunnya angka putus sekolah tingkat SD (Lihat grafik ).
Tahun 2008 Buta aksara Provinsi Maluku Utara berumur 15 tahun ke-atas juga
mengalami penurunan 11.02% disebabkan karena program-program antara lain
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) (Program Kegiatan Belajar Masyarakat/PKBM), Sekolah
Luar Biasa (SLB) sudah mulai beroperasi sampai pada daerah-daerah terpencil, terluar,
tertinggal.
Perkembangan yang cukup signifikan yaitu pada tahun 2009, dimana partisipasi
kasar dan murni mengalami peningkatan dari 89,03% menjadi 97,94% partisipasi kasar
dan 78,94% menjadi 86,84% partisipasi murni, ini disebabkan karena faktor keamanan,
pelayanan dan teralisasinya angaran dan program oleh delapan kabupaten dan kota
yang ada di Maluku Utara, sehingga menunjukan hasil bahwa sebahagian besar
(97,94%) jumlah penduduk Maluku Utara yang usia anak 7 tahun sampai dengan 12
tahun sudah menduduki bangku sekolah dasar (SD) serta menurunnya buta aksara dari
11,02% menjadi 8,37%, disebabkan karena fokusnya pemerintah daerah terhadap
pendidikan, dengan menjalangkan Program-program Nasional yang didukung oleh
Program Pioritas daerah melalui Dinas Pendidikan Provinsi Maluku Utara sesuai
dengan Visi dan Misi untuk mengembangkan Pendidikan di Maluku Utara.
18
22. 2. Rata – Rata Nilai Akhir Tingkat SMP
Rata‐Rata Nilai Akhir Tingkat SMP
7,00
6,80 6,86
6,60 6,63
6,40 Rata‐Rata Nilai Akhir
6,38 6,34
Tingkat SMP
6,20 6,23
6,11
6,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DIKJAR, Malut. 2010
3. Rata – Rata Nilai Akhir Tingkat Sekolah Menengah
Rata‐Rata Nilai Akhir Tingkat Sekolah
Menengah
7,00
6,50 6,51
6,32 6,21 6,38 6,36 Rata‐Rata Nilai Akhir
6,00 Tingkat Sekolah
5,77 Menengah
5,50
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DIKJAR, Malut. 2010
Rata – Rata Nilai Akhir SMP dan SMA dari Tahun 2004 – 2009 mengalami
trend menurun, program pemerintah melalui pendidikan gratis mendorong masyarakat
untuk sekolah namun tidak diikuti dengan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan.
Dari sisi ketersediaan jumlah sekolah, sampai tahun 2009 terdapat 2.013 sekolah pada
semua tingkatan di 9 kabupaten/kota. Namun dengan ketersediaann sekolah tersebut
belum didukung dengan fasilitas dan guru yang memadai. Selain itu, wilayah Maluku
Utara merupakan daerah kepulauan, sehingga akses dan untuk membangun jaringan
kerjasama dengan sekolah yang memiliki fasilitas memadai sulit, hal ini juga
menyebabkan terjadi ketimpangan antara daerah yang aksesnya mudah dan sulit.
19
23. 4. Angka Putus Sekolah Tingkat SD
Angka Putus Sekolah Tingkat SD (%)
3,50
3,00 2,93
2,50
2,31
2,00 1,97
1,50 1,58 Angka Putus Sekolah
1,26 Tingkat SD (%)
1,00 1,01
0,50
0,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DIKJAR, Malut.2010
5. Angka Putus Sekolah Tingkat SMP
Angka Putus Sekolah Tingkat SMP (%)
4,00
3,74
3,00 2,99
2,32
2,00 1,86 Angka Putus Sekolah
1,11 0,89 Tingkat SMP (%)
1,00
0,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DIKJAR, Malut. 2010
6. Angka Putus Sekolah Tingkat Menengah
Angka Putus Sekolah Tingkat Sekolah
Menengah (%)
6,00
4,00 3,84
3,07 2,74 Angka Putus Sekolah
2,00 1,64 1,25 Tingkat Sekolah
0,95 Menengah (%)
0,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DIKJAR, Malut.2010
20
24. Angka putus sekolah dari Tahun 2004 – 2009 mengalami trend menurun,
kecendrungan ini menunjukkan bahwa wilayah Maluku Utara masyarakat telah
mengenyam pendidikan. Program Pemerintah melalui pendidikan gratis merupakan salah
satu penyebab menurunnya angka putus sekolah.
7. Guru Layak Mengajar Terhadap Guru Seluruh Tingkat SMP
Persentase Guru Layak Mengajar
Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat
SMP (%)
30,00
Persentase Guru
20,00 20,31
15,39 Layak Mengajar
10,00 8,83 11,66 Terhadap Guru
5,07 6,69
0,00 Seluruhnya Tingkat
SMP (%)
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DIKJAR, Malut. 2010
Berdasarkan data diatas, menunjukan presentasi guru layak mengajar di Provinsi
Maluku Utara menunjukan peningkatan, walaupun secara keseluruhan belum melebihi
50% dari total guru yang ada. Indikator guru layak mengajar dapat dilihat dari total jumlah
guru di Maluku Utara tahun 2009 sebanyak 20.743 orang pada semua tingkatan,
sedangkan jumlah guru yang berkualifikasi S1 sebanyak 13.082 orang yang tersebar di 8
kab/kota. (Data LPMP Malut, 2009). Sedangkan dilihat dari guru yang telah mengikuti
sertifikasi sampai tahun 2009 sebanyak 1724 dan tahun 2010 menjadi sebanyak 2183
guru.
Mencermati kondisi diatas, maka kondisi Maluku Utara sampai saat ini melum bisa
memberikan harapan terhadap adanya peningkatan kualitas dan mutu pendidikan. Hal ini
disebabkan karena guru merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan
pendididkan yang berkualitas, serta pemerataan hasil pendidikan.
21
25. c. Indikator Kesehatan
1. Umur Harapan Hidup
Umur Harapan Hidup (tahun)
71
70,5 70,6
70
69 69,3
68,5
68 Umur Harapan
67 67,4
Hidup (tahun)
66 66,2
65
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : Dinas Kesehatan, Malut. 2010
Angka Kematian Bayi (per 1.000
kelahiran hidup)
40
35
30 30,4
25,8
20 Angka Kematian Bayi
18,2
14,8 14,2 (per 1.000 kelahiran
10 hidup)
0
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DINKES, Malut. 2010
2. Gizi Buruk
Gizi Buruk (%)
2 1,9
1,6 1,7
1,5 1,4 1,4 1,4
1
Gizi Buruk (%)
0,5
0
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : Dinas Kesehatan, Malut. 2010
22
26. 3. Gizi Kurang
Gizi Kurang (%)
25,00
20,00 19,3019,40
15,00
13,20
10,00 8,70 9,50 Gizi Kurang (%)
5,00 4,90
0,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : Dinas Kesehatan, Malut. 2010
GRAFIK INDIKATOR KESEHATAN DENGAN DATA PENDUKUNG
80 Angka Kematian Bayi
70 (per 1.000 kelahiran
hidup)
60
Umur Harapan Hidup
50
(tahun)
40
30 Gizi Buruk (%)
20
10
0 Gizi Kurang (%)
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DINKES, Malut. 2010.
Berdasarkan data seperti pada grafik diatas, menunjukan bahwa angka kematian
bayi pada tahun 2004 - 2007 masih cukup tinggi mencapai 35% - 18,2% disebabkan
karena, delapan kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Maluku Utara, belum
sepenuhnya menjalangkan program nasional yang dicanangkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia seperti JAMKESMAS, Program Desa Siaga dan
kurangnya sosialisasi kesehatan dan keterbatasan sarana prasyaran di tempat/desa-desa
terpencil, terpinggiran, dan terluar serta belum aktifnya program desa siaga pada daerah-
daerah tersebut, disamping itu juga foktor geografis yang merupakan kendalah/hambatan
terbesar di Provinsi Maluku Utara, sehingga menyebabkan angka kematian bayi pada
tahun 2004 sampai 2007 cukup tinggi. Selain itu tingginya kematian bayi juga disebabkan
oleh foktor Gizi kurang dan Gizi Buruk yang mengalami peningkatan sejak tahun 2006
23
27. s.d. 2008 yaitu mencapai 19.3% - 13,2% gizi kurang dan 11.9% gizi buruk pada tahun
2006.
Pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 mengalami penurunan angka
kematian bayi mencapai 14,8% - 14,2%, ini disebabkan karena ada peningkatan
Program JAMKESMAS yang dijalangkan oleh pemerintah Provinsi Maluku Utara
(ketercapaian program, jumlah penduduk 434.829 orang (40,9%) dari jumlah penduduk
Maluku Utara, yg dibiayai anggaran pusat (APBD) sebanyak 302.436 orang), dan
Program Desa Siaga yang terbentuk sampai tahun 2009 telah mencapai 1033 atau
97.18 % dari 1063 Desa yang ada di Provinsi Maluku Utara. Serta program daerah yang
mendukung program Nasional seperti JAMKESDA yang diangarkan oleh angaran daerah
untuk membiayai sebanyak 132.393 orang. Jadi ketercapaian program-program baik
program nasional maupun program daerah yang mendukung program nasional, sangat
mempengaruhi angka kematian bayi, seperti terlihat pada grafik 1.1 diatas.
d. Indikator Keluarga Berencana
Contraceptive Prevalence Rate (%)
80,00
60,00 58,28
48,3848,25 51,0954,09
48,18
40,00 Contraceptive
20,00 Prevalence Rate (%)
0,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : BKKBN, Malut. 2010
Persentase laju pertumbuhan
penduduk
2
1,5 1,52 1,55
1,29 1,28 1,25
1 Persentase laju
0,83 pertumbuhan
0,5 penduduk
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber : BPS, Malut. 2010
24
28. GRAFIK INDIKATOR KELUARGA BERENCANA DENGAN
DATA PENDUKUNG
90,00
80,00
70,00 Contraceptive
Prevalence Rate (%)
60,00
50,00
Persentase laju
40,00 pertumbuhan
30,00 penduduk
20,00 Persentase PUS
10,00
0,00
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber : BKKBN, Malut. 2010
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) adalah cakupan peserta KB aktif dari
pasangan usia subur. Dari tahun 2004 persentase peserta KB aktif mengalami
peningkatan, tahun 2004 sebesar 48.38% dan pada tahun 2009 sebesar 58.28%.
Peningkatan relative ini menunjukkan kesadaran masyarakat khususnya pasangan usia
subur untuk menekan jumlah kelahiran.
Persentase laju pertumbuhan penduduk Provinsi Maluku Utara cenderung
fluktuatif, dari tahun 2004 laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.29 % dan pada tahun
2005 mengalami penurunan yaitu sebesar 0.83%, dan pada tahun 2006 meningkat
sebesar 1.52% peningkatan lebih besar dari tahun 2004, namun pada tahun 2009
mengalami penurunan laju pertumbuhan penduduk yaitu sebesar 1.25%. Berdasarkan
data tersebut diatas, pada Tahun 2004 – 2006 CPR atau peserta KB aktif dari pasangan
usia subur cenderung menurun persentasenya, artinya bahwa kesadaran pasangan usia
subur untuk KB masih rendah, namun seiring program pemerintah peningkatan pelayanan
KB maka pada tahun 2007 – 2009 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Sementara laju pertumbuhan penduduk cenderung stabil tiap tahunnya, pada Tahun 2005
mengalami penurunan sebesar 0.83 % sedangkan pada tahun 2004, 2006 – 2009 laju
pertumbuhan penduduk berada pada kisaran persentase 1,25 – 1,55 %.
25
29. 2. Total Fertility Rate
Total Fertility Rate (%)
3,4
3,3
3,2
3,1 Total Fertility Rate
3,0 (%)
2,9
2,8
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : BKKBN, Malut. 2010
Total Fertility Rate (TFR) adalah banyaknya kelahiran tiap seribu wanita pada
kelompok umur ( 15-49 Tahun). Persentase TFR Maluku Utara menunjukkan trend
menurun, artinya bahwa wanita yang berada pada usia (15-49 Tahun) melahirkan makin
berkurang, faktor penyebabnya adalah makin banyak wanita pada usia di atas 15 tahun
berada pada usia sekolah, yang sementara mengenyam pendidikan. Kecendrungan
melahirkan berada pada wanita di atas usia 30 – 49 Tahun, namun angka kelahiran
ditekan dengan tidak memiliki anak sebanyak-banyaknya karena makin banyak
kebutuhan yang akan dikeluarkan kaitannya dengan tingkat pendapatan dan ekonomi
masyarakat.
26
30. e. Indikator Ekonomi Makro
Laju Pertumbuhan Ekonomi Maluku
Utara
7
6 6,01 5,98 6,01
5,48
5 5,1
4,71
4
3 Laju Pertumbuhan
2 Ekonomi Maluku Utara
1
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : Bank Indonesia, Malut. 2010
GRAFIK INDIKATOR EKONOMI MAKRO DENGAN DATA PENDUKUNG
45
40
35 Laju Pertumbuhan
Ekonomi Maluku Utara
30
25 Inflasi
20
15 Investasi
10
5 % Ekspor terhadap PDRB
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pada grafik tersebut di atas Nampak bahwa pada tahun 2004 pertumbuhan
ekonomi yang dicapai olah Provinsi Maluku Utara adalah sebesar 4,71%, selanjutnya
pada tahun 2005 terjadi peningkatan menjadi sebesar 5,10%, pada tahun 2006 kembali
terjadi peningkatan menjadi 5,48%, demikian juga pada tahun berikut yakni tahun 2007
menjadi 6,01, namun pada tahun 2008 terjadi penurunan atau pelambatan pertumbuhan
ekonomi Maluku Utara, yakni sebesar 5,98%, tetapi pada tahun 2009 kembali terjadi
perbaikan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara menjadi sebesar 6,01
Selanjutnya, pada Grafik gabungan dengan data pembanding tersebut di atas,
nampak bahwa hampir sepanjang 6 tahun yaitu dari tahun 2004 sampai dengan tahun
27
31. 2009 pertumbuhan ekonomi Maluku Utara selalu mengalami peningkatan kecuali pada
tahun 2008. Beberapa data pembanding yang digunakan untuk menganalisa tingkat
pertumbuhan ekonomi Maluku Utara adalah tingkat inflasi, investasi dan persentase
ekspor terhadap PDRB. Pada tahun 2006, laju pertumbuhan ekonomi Maluku Utara
meningkat cukup tajam hingga ke level 6,01. Meskipun sesungguhnya pada tahun itu,
terjadi penurunan tingkat investasi ke tingkat yang cukup rendah dalam kurun waktu itu,
yakni ke level 9,76. Namun karena selama 3 tahun sebelumnya tingkat investasi selalu
mengalami meningkat, bahkan pada tahun 2006 mencapai angka 25,36 telah membuat
terjadinya peningkatan produksi secara lokal di Maluku Utara. Hal ini didukung oleh
adanya peningkatan ekspor Maluku Utara, seperti ditunjukkan oleh adanya kenaikan
persentase (%) ekspor terhadap PDRB yaitu sebesar 42,10.
Pada tahun 2008, laju pertumbuhan ekonomi Maluku Utara mengalami penurunan
atau pelambatan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 5,98. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya penurunan tingkat investasi pada tahun sebelumnya, yang selanjutnya
berimbas terhadap terjadinya penurunan ekspor. Kondisi ini turut diperburuk oleh tingkat
inflasi yang cenderung meningkat, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan harga
terhadap berbagai komoditas. Selanjutnya, membuat daya beli masyarakat menjadi
cenderung melemah. Pada tahun 2009, laju pertumbuhan ekonomi Maluku Utara kembali
mengalami peningkatan ke level 6,01. Tingginya tingkat investasi yang berhasil
direalisasikan pada tahun 2008, yakni 29,96 telah mendorong perusahaan-perusahaan
manufaktur lokal untuk menggerakkan produksinya. Hasilnya telah mendorong
peningkatan ekspor Maluku Utara secara relative (%) sehingga menyebabkan persentase
ekspor terhadap PDRB meningkat menjadi 42,1.
% Out Put Manufaktur Terhadap
PDRB
15
14
13 % Out Put Manufaktur
12 Terhadap PDRB
11
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : BPS, Malut. 2010
28
32. Pada grafik tersebut di atas terlihat bahwa selama 2004 - 2009, nilai persentase
output manufaktur terhadap PDRB Maluku Utara menunjukkan kondisi yang fluktuatif, dan
memiliki kecenderungan menurun. Pada tahun 2004 berada pada nilai 14,14, tahun 2005,
mengalami penurunan ke level 13,75, selanjutnya pada tahun 2006 terjadi sedikit
kenaikan menjadi 13,77, namun pada tahun 2007 kembali mengalami penurunan menjadi
13,40. Terjadinya penurunan kontribusi sector manufaktur pada tahun 2005 terhadap
PDRB Maluku Utara disebabkan oleh karena beberapa perusahaan dengan skala yang
cukup besar mengakhiri kegiatan usahanya di Maluku Utara. Seperti Barito dan
perusahaan tambang di Gebe. Selanjutnya pada tahun 2006 sedikit mengalami perbaikan
disebabkan oleh mulai membaiknya kondisi sosial politik pasca konflik, sehingga
beberapa perusahaan baru mulai masuk ke Maluku Utara untuk melakukan kegiatan
usahanya. Karena kebanyakan usaha ini bersifat home industry sehingga proses untuk
melakukan pengurusan perijinan sampai tahap produksi tidak terlalu lama. Sehingga pada
tahun tersebut terjadi perbaikan kontribusi sector industry. Namun pada tahun 2007,
kembali terjadi penurunan. Hal ini disebabkan oleh kontribusi sector-sektor lain yang
mengalami lonjakan, sehingga walaupun sector industry mengalami pertumbuhan pesat
pada tahun ini jumlah perusahaan yang tercatat sebanyak 1231, bandingkan dengan
tahun 2006 yang hanya sebesar 422. Sementara itu, pada tahun 2008 kembali
mengalami penurunan menjadi 12,11. Pada tahun ini kontribusi sector-sektor lain terus
mengalami peningkatan. Sector yang mengalami peningkatan secara signifikan adalah
pertanian dengan memberikan kontribusi sebesar 39,47%. Dan kemudian disusul oleh
sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan sumbangan sebesar 21,94 persen.
Pendapatan Perkapita
30
25 23,91
20 21,13
18,45 19,37
17,14
15
Pendapatan Perkapita
10
5
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : BPS, Malut.2010
29
33. GRAFIK PENDAPATAN PERKAPITA DENGAN DATA PENDUKUNGNYA
45
40 Pendapatan Perkapita
35
30
25 Laju Pertumbuhan
20 Ekonomi
15 Investasi
10
5 % Ekspor Terhadap
0 PDRB
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : BPS, Malut.2010
Pada Grafik Tersebut di atas nampak bahwa secara terus menerus dari tahun
2004 – 2008 pendapatan perkapita masyarakat Maluku Utara selalu mengalami
peningkatan. Pada tahun 2004 pendapatan perkapita adalah sebesar Rp 2.714.198
(17,14%), pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp 2.921.591 (18,45%), kemudian pada
tahun 2006 sebesar Rp 3.066.296 (19,37), selanjutnya pada 2007 menjadi Rp 3.346.523
(21,13), dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 3.785.499 (23,91).
Selanjutnya, pada Grafik gabungan dengan beberapa data pembanding
menunjukkan bahwa terus membaiknya tingkat pendapatan per kapita masyarakat
Maluku Utara dalam lima tahun, tidak lepas dari peran beberapa indikator pendukung
yang juga terus membaik. Salah satunya adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang juga
secara relative terus mengalami perbaikan. Dengan mengacu pada hukum Okun (Okun
law), bahwa setiap terjadinya pertumbuhan ekonomi sebesar 1% maka tingkat
pengangguran akan berkurang sebesar 1%. Sehingga dengan berkurangnya
pengangguran yang terserap pada berbagai lapangan kerja akan menyebabkan
pendapatan masyarakat juga akan mengalami peningkatan.
Dukungan yang sama juga diberikan oleh beberapa indikator pembanding lainnya.
Seperti tingkat investasi dan persentase ekspor terhadap PDRB yang cenderung
mengalami peningkatan. Yang unik adalah ketika tingkat investasi mengalami penurunan,
tingkat persentase ekspor terhadap PDRB justru mengalami peningkatan. Yang artinya
bahwa di saat tambahan investasi sedang lesu, tingkat produksi dari berbagai industri
manufaktur maupun perusahaan yang sudah berjalan justru sedang meningkat. Hal ini
menyebabkan penurunan tingkat investasi tidak berdampak secara langsung terhadap
30
34. tingkat pendapatan masyarakat. Hal yang sama juga terjadi di saat tingkat persentase
ekspor sedang mengalami penurunan, nilai investasi telah mengalami peningkatan.
Sehingga berkurangnya tingkat persentase ekspor Maluku Utara diimbangi dengan
adannya investasi baru yang justru membuka lapangan kerja baru bagi angkatan kerja
baru yang pada tahun sebelumnya belum terserap di berbagai lapangan kerja. Kombinasi
dari berbagai factor tersebut menyebabkan pendapatan per kapita masyarakat Maluku
Utara secara relatif naik tiap tahun.
Tingkat Inflasi
25
20 19,42
15
10 10,43 11,25 Tingkat Inflasi
5 4,82 5,12
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : Bank Indonesia, Malut. 2010.
25
20
Inflasi
15
Bahan Makanan
10 Makan Jadi
Perumahan
5 Sandang
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pada Grafik di atas, memperlihatkan bahwa pada tahun 2004 tingkat inflasi di
Maluku Utara adalah sebesar 4,82, selanjutnya pada tahun 2005 terjadi peningkatan
secara tajam menjadi 19,42. Namun pada tahun 2006 terjadi penurunan kembali ke level
1 digit menjadi 5,12. Kemudian dua tahun berikutnya, pada tahun 2007 dan 2008 kembali
ke level 2 digit, yakni masing-masing 10,43 dan 11,25.
31
35. Pada Grafik gabungan dengan data pembanding tersebut, nampak bahwa tingkat
inflasi yang terjadi di Maluku Utara cenderung mengalami fluktuasi yang sangat dinamis
dari beberapa tahun pengamatan. Namun peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2005
yakni sebesar 19,42, sementara tingkat inflasi terendah terjadi pada tahun 2004, yakni
sebesar 4,82. Dari penelusuran dengan beberapa indikator, seperti bahan makanan,
perumahan, sandang, dan transportasi nampak bahwa faktor bahan makanan memiliki
pengaruh yang paling signifikan terhadap gejolak inflasi di Maluku Utara. Hal ini terlihat
dari arah pergerakan keduanya yang cenderung memiliki pergerakan yang searah. Yaitu
bahwa jika pergerakan harga bahan makanan naik, maka tingkat inflasi pun akan
mengalami gejolak meningkat. Sebaliknya, jika harga bahan makanan turun maka tingkat
inflasi juga akan mengalami penurunan.
Beberapa hal yang terjadi disepanjang tahun 2004 dan 2005 telah menyebabkan
tingkat inflasi cenderung tinggi, antara lain sebagai kelanjutan dari pemekaran Maluku
Utara sebagai sebuah provinsi telah menyebabkan pembangunan infrastruktur secara
besar-besaran. Hal ini terjadi pada tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten/kota.
Untuk itu, jumlah uang yang beredar di masyarakat menjadi tinggi. Pada sisi yang lain,
tanpa disadari hal ini menyebabkan berkurangnya perhatian pemerintah pada
pembangunan di sektor-sektor lain, termasuk bidang pertanian dan perdagangan.
Akibatnya, terjadinya kelangkaan supply bahan makanan dari kalangan petani lokal.
Sementara itu proses pemenuhan yang dilakukan dengan mendatangkan pasokan dari
daerah lain oleh para pedagang telah memunculkan permainan harga.
Setelah sempat mengalami tingkat harga relative yang stabil pada tahun 2006,
pada tahun 2007 dan 2008 kembali mengalami gejolak. Salah satu pemicunya adalah
adanya pemilihan gubernur kepala daerah Maluku Utara yang proses penentuan
pemenangnya memakan waktu yang lama dan berlarut-larut. Sehingga kembali
mengurangi perhatian pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan pokok secara baik.
Sehingga kembali memicu tingginya harga kebutuhan pokok.
32
36. f. Indikator Investasi
Realisasi Investasi PMDN
2000
1.733
1500
1000 Realisasi Investasi
PMDN
500
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : BKPMD, Malut. 2010
GRAFIK INDIKATOR INVESTASI DENGAN DATA PENDUKUNG
2000
1500
Persetujuan Rencana
1000 Investasi PMDN
Realisasi Investasi
500 PMDN
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pada grafik di atas Nampak bahwa data yang tersedia tentang nilai realisasi
penanaman modal dalam negeri (PMDN) selama kurun waktu 2004 – 2009 hanya
tersedia pada 1 tahun saja, yakni 2006 (sampai saat ini masih diupayakan untuk
mendapatkan data dari berbagai instansi yang terkait). Dan pada tahun 2006, tersebut
tingkat investasi yang berhasil direalisasikan hanya sekitar 1.733 milyar rupiah.
Pada grafik gabungan dengan data pembanding tersebut di atas, terlihat bahwa
nilai persetujuan investasi khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di
Maluku Utara selama 2004 – 2009, cenderung rendah. Dari sepanjang tahun pengamatan
tersebut hanya pada tiga tahun terdapat permohonan investasi, yakni 2006 -2008. Namun
nilainya terus mengalami penurunan. Dan dari tiga tahun tersebut yang berhasil
direalisasikan menjadi invetasi hanya pada tahun 2006 dengan nilai investasi sebesar
33
37. 1.733 milyar. Terdapat beberapa sebab masih rendahnya realisasi investasi PMDN di
Maluku Utara, yakni kebanyakan rencana investasi yang diajukan tersebut mengarah
kepada sektor pertambangan sehingga ketika permohonan investasi tersebut disetujui,
selanjutnya dilakukan tahap eksplorasi. Biasanya setelah proses eksplorasi ini dilakukan
dan hasilnya tidak seperti yang diperkirakan kebanyakan para investor tersebut urung
melakukan investasi.
Selain itu, faktor sarana dan prasarana penunjang yang masih minim
menyebabkan minat investasi para investor lokal masih rendah. Seperti diketahui bahwa,
Provinsi Maluku Utara merupakan daerah kepulauan yang sebaran pulau-pulaunya
sangat tinggi. Oleh sebab itu termasuk salah provinsi dengan kategori daerah dengan
biaya ekonomi tinggi. Selanjutnya, pada tahun 2007 dan 2008 nilai persetujuan rencana
investasi, khususnya PMDN terus mengalami penurunan. Sebenarnya pemerintah daerah
telah melakukan sebuah terobosan yang dianggap dapat mendorong investasi lokal, yakni
dengan diluncurkannya pola pelayanan One Stop Service (OSS) yang dianggap lebih
dapat memberikan kemudahan kepada para investor ketimbang pola One Roof Service.
Namun salah satu hal yang masih minim dilakukan oleh pemerintah daerah Maluku Utara
adalah memperkenalkan berbagai potensi investasi daerah di berbagai pameran investasi
lokal, regional, maupun nasional yang selama ini dianggap efektif dan banyak dilakukan
oleh berbagai daerah lain di Indonesia dalam menggaet investor.
Nilai Realisasi PMA
25
21,8
20
15
13,5
10 Nilai Realisasi PMA
5 5,9
0 0,006
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : BKPMD, Malut.2010
34
38. 50
45
40
35
30 Nilai Realisasi PMA
25
20
Nilai Persetujuan
15 Rencana Investasi PMA
10
5
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pada Grafik Realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) tersebut di atas,
Nampak bahwa dari tahun 2005 nilai investasi yang terjadi adalah US$ 0,006 Milyar,
selanjutnya pada tahun 2006 terjadi peningkatan yang cukup tinggi menjadi sebesar US$
14,26 Milyar, selanjutnya pada tahun 2008 kembali terjadi peningkatan secara signifikan
dengan nilai realisasi investasi sebesar US$ 21,8 Milyar, sementara pada tahun 2008
tidak ditemukan data, dan pada tahun 2009 sekitar US$ 6 Milayar.
Selanjutny pada Grafik gabungan tersebut tersebut nampak bahwa selama
dilakukan pengamatan tentang realisasi investasi penanaman Modal Asing (PMA) di
Maluku Utara. Terlihat bahwa selama kurun waktu 2004 dan 2005 belum ditemukan
adanya data tentang investasi asing di Indonesia meskipun sebenarnya telah terjadi
persetujuan investasi asing di berbagai daerah di Maluku Utara. Hal ini terlihat dari telah
adanya persetujuan yang telah dilakuan antara pemerintah daerah dengan investor luar
negeri. Selanjutnya, pada tahun 2006 telah terjadi realisasi yang cukup menggembirakan
dengan adanya investasi sebesar kurang lebih US $ 13 juta, walaupun sesungguhnya
masih jauh dari persetujuan investasi yang telah dilakukan antara pemerintah dengan
para investor sebsar sekitar US $ 26 juta. Selanjutnya, pada tahun 2007 terus terjadi
perbaikan terhadap realisasi investasi yang berhasil diwujudkan dengan angka investasi
sebesar US $ 22 juta, kendati pun juga masih jauh dari persetujuan yang telah dilakuakn
sebesar kurang lebih US $ 46 juta. Hanya saja pada tahun 2008, tidak ditemukan data
tentang besarnya nilai relaisasi investasi Penanaman Modal Asing di Maluku Utara,
namun dari angka persetujuan nilai investasi yang berhasil dilakukan terlihat terjadi
penurunan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya. Yakni dari kisaran sekitar US $
46 juta menjadi berada pada kisaran angka di bawah US $ 10 juta. Demikian juga pada
tahun 2009, sekalipun terjadi sedikit kenaikan terhadap nilai persetujuan investasi menjadi
35
39. sekitar US $ 10 juta demikian juga dengan nilai realisasi investasi yang berhasil
diwujudkan dengan nilai US $ 6 juta.
Pada tahun 2008 terjadi penurunan persetujuan rencana investasi yang juga
selanjutnya diikuti oleh penurunan realisasi penanaman modal asing di Maluku Utara, hal
ini disebabkan oleh kebanyakan bidang yang diminati oleh para investor adalah sektor
pertambangan sementara sarana dan prasarana penunjang di sector ini masih minim.
Seperti jalan dan pelabuhan. Selanjutnya, adalah belum ditemukannya ladang tambang
yang cukup menarik para investor potensial. Dan yang cukup mengganggu iklim investasi
adalah lemahnya penegakan hukum terhadap para penambang-penambang lokal
tradisional yang lazim dikenal dengan sebutan PETI (penambang emas tanpa isin) yang
beroperasi pada area-area tambang yang masuk dalam wilayah yang dikuasai oleh para
investor yang telah menanamkan modalnya.
Namun pada hasil pengamatan 2 tahun terakhir tersebut seharusnya menjadi
sebuah warning bagi pemerintah daerah di Malluku Utara, baik pada tingkat provinsi
maupun pada tingkat kabupaten/kota untuk menjadi lebih giat lagi dalam melakukan
promosi tentang potensi investasi di Maluku Utara pada bererapa negara potensial.
Demikian juga, hal ini sekaligus merupakan cermin untuk melakukan pembenahan
tentang iklim dan regulasi investasi di daerah ini.
g. Indikator Infrastruktur
Persentase Jalan Nasional dalam
Kondisi Baik (%)
150,00
100,00 100,00
Persentase Jalan
64,48
50,00 48,35
47,86 Nasional dalam Kondisi
41,43
38,48
Baik (%)
0,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : Dinas KIMPRASWIL, Malut. 2010
36
40. Persentase Jalan Nasional dalam
Kondisi Sedang (%)
50,00
40,00 43,45
30,00 31,2331,93
Persentase Jalan
20,00 20,97 Nasional dalam
10,00 8,25 Kondisi Sedang (%)
0,00 0,00
2002 2004 2006 2008 2010
Persentase Jalan Nasional dalam
Kondisi Rusak (%)
60,00
40,00 40,55
34,60 Persentase Jalan
20,00 20,4320,20 Nasional dalam Kondisi
15,12
Rusak (%)
0,00 0,00
2002 2004 2006 2008 2010
GRAFIK INDIKATOR INFRASTRUKTUR DENGAN DATA PENDUKUNG
120,00
100,00 Persentase Jalan
Nasional dalam Kondisi
80,00 Baik (%)
60,00 Persentase Jalan
Nasional dalam Kondisi
40,00 Sedang (%)
20,00 Persentase Jalan
Nasional dalam Kondisi
0,00 Rusak (%)
2002 2004 2006 2008 2010
Berdasarkan data tersebut di atas, mulai tahun 2005 terjadi penurunan drastis
persentase jalan nasional dalam kondisi baik (38,48 %) dan peningkatan persentase jalan
nasional dalam kondisi rusak (40,55 %), disebabkan karena realisasi program
37
41. pemeliharaan jalan belum berjalan dengan maksimal. Pada tahun 2007 terjadi
peningkatan persentase jalan nasional dalam kondisi baik menjadi 47,09% . Hal ini
disebabkan karena program pemeliharaan dan peningkatan jalan yang dilakukan oleh
dinas terkait didukung oleh APBN dan APBD. Sehingga terlihat pula penurunan drastis
persentase jalan nasional dalam kondisi rusak (dari 40,55 % pada 2006 menjadi 20,43 %
pada 2007. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan drastis terhadap persentase jalan
nasional dalam kondisi baik, menjadi 64,48 % tetapi jalan nasional dalam kondisi rusak
juga meningkat menjadi 34,60 %. Sehingga persentase jalan nasional dalam kondisi
sedang menurun drastis. Kondisi ini menjadi masukan berarti jika dikaitkan dengan
Prioritas program Ifrastruktur yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Maluku Utara 2008-
2012.
h. Indikator Pertanian
1. Nilai Tukar Pertanian
Rata‐rata Nilai Tukar Petani per
Tahun
150,00
100,00 99,8098,57
Rata‐rata Nilai Tukar
50,00
Petani per Tahun
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
2002 2004 2006 2008 2010
‐50,00
Sumber : BPS, Malut. 2010
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat
kesejahteraan petani. NTP adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT)
dengan harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Secara
konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian
yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah
tangga dan keperluan untuk memproduksi produk pertanian. Bila NTP > 100 artinya
petani mengalami surplus, harga produksinya naik lebih besar dari kenaikkan harga
konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya dengan demikian
38
42. tingkat kesejahteraan petani lebih baik dari pada tingkat kesejahteraan petani
sebelumnya.
NTP Provinsi Maluku Utara dari Tahun 2004 – 2007 belum dilakukan perhitungan,
baru pada Tahun 2008 – 2009 dilakukan perhitungan, NTP Maluku Utara nilai yang
diperoleh kurang dari < 100, artinya bahwa petani mengalami defisit. Kenaikkan harga
barang produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikkan harga barang
konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani pada Tahun 2008 dan 2009 mengalami
penurunan. Penyebabnya adalah karena petani Maluku Utara pada umumnya dalam
memasarkan hasil produksi pertanian terkendala dengan sarana transportasi sehingga
petani cenderung untuk mengkonsumsi sendiri dari pada menjual, dan belum ada
program pemerintah yang nyata untuk membantu petani memasarkan hasil pertanian,
seperti pembangunan infrastuktur terutama sarana transportasi laut untuk mempermudah
akses pemasaran petani yang berada pada daerah terluar. Kondisi Maluku Utara yang
merupakan daerah kepulauan membutuhkan transportasi laut yang memadai agar dapat
memasrkan hasil produksi pertanian dari daerah lumbung hidup atau dari produsen ke
daerah konsumen sangat sulit terkendala oleh kondisi laut, sehingga produksi hasil
pertanian lebih banyak rusak dan busuk sebelum sampai pada pasar. Kondisi inilah yang
mengurungkan petani untuk menjual hasil produksinya, petani dalam mengolah
usahataninya berorientasi pada skala semi komersial.
2. PDRB Pertanian Atas Harga Berlaku
PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar
Harga Berlaku (Rp. Juta)
2.000.000,00
1.500.000,00
1.000.000,00 PDRB Sektor Pertanian
Atas Dasar Harga
500.000,00 Berlaku (Rp. Juta)
0,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : BAPPEDA, Malut. 2010
PDRB Sektor Pertanian dari Tahun 2004 – 2009 mengalami trend meningkat, ini
menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian pada pembangunan ekonomi Maluku
39
43. Utara mengalami peningkatan. PDRB Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar
pada pembangunan ekonomi dibanding sektor lain, Tahun 2008 kontribusi sektor
pertanian terhadap PDRB sebesar 39,47 %. Kontribusi utama sektor pertanian berasal
dari sub sektor Perkebunan (42, 29%), Tanaman Bahan Makanan (28,38%), Perikanan
(16,59%), Kehutanan (8,25%) dan Peternakan (4,50%). Tanaman perkebunan seperti
kelapa, cengkeh, pala dan kakao mondominasi produk hasil pertanian yang diusahakan
oleh petani.
i. Indikator Kehutanan
Luas lahan kritis (ha)
150 141,074
123,461
100 108,782
96,551
77,85386,358
Luas lahan kritis
50 (ha)
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : Dinas Kehutanan Malut. 2010
luas lahan rehabilitasi (ha)
12
10 9,855 10,5
9,7
8 7,796 7,796 8,117
6 Luas lahan
4 rehabilitasi (ha)
2
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : Dinas Kehutanan, Malut.2010.
40
44. GRAFIK INDIKATOR KEHUTANAN DENGAN DATA PENDUKUNG
Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan
terhadap lahan kritis (%)
150
100
50
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
luas lahan kritis (ha)
% luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
Berdasarkan data tersebut di atas, persentase luas lahan rehabiltasi dalam hutan
terhadap luas lahan kritis tidak sebanding dengan luas lahan kritis dari tahun ke tahun,
luas lahan kritis dari tahun- ketahun mengalami peningkatan, tahun 2004 luas lahan kritis
77,853 (ha) meningkat sampai pada tahun 2009 menjadi 141,074 (ha), sedangkan luas
lahan yang direhabilitasi kecenderungan menurun dari tahun 2004 sampai 2009,
walaupun dari tahun- ke tahun mengalami perubahan yang tidak terlalu besar yaitu :
pada tahun 2004 10,01%, tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 9,03%, tahun
2006 meningkat menjadi 10,21%, tahun 2007 menjurun 7.46%, tahun 2008 meningkat
8,50%, tahun 2009 menurun menjadi 6.88%. Persentase Luas Lahan kritis dari Tahun
2004 -2009 mengalami peningkatan, berbanding terbalik dengan persentase luas lahan
yang di rehabilitasi kecendrungan menurun, hal ini disebabkan karena laju peningkatan
luas lahan kritis lebih besar daripada laju rehabilitasi lahan kritis. Faktor penyebab
peningkatan luas lahan kritis adalah illegal logging dan ladang berpindah yang dilakukan
oleh penduduk lokal, dan izin kuasa pertambangan di atas kawasan hutan produksi dan
aggaran yang rendah.
41
45. J. Indikator Kelautan
1. Jumlah Tindak Pidana Perikanan
Jumlah Tindak Pidana Perikanan
30,00
25,00 26,00
20,00 22,00
15,00 15,00 Jumlah Tindak
13,00
10,00 9,00 Pidana Perikanan
5,00
0,00 0,00
2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : DKP, Malut. 2010
Tindak pidana perikanan merupakan pelanggaran seperti : kapal-kapal asing yang
melewati/masuk daerah perairan Maluku Utara, tidak lengkapnya (SIUP, SIPI, dan
SIKPI), tertangkapnya ABK asing, Tanpa izin berlayar (SLO/ SIB) dan pembiusan dan
pengeboman Pada tahun 2004 belum ada data tentang tindak pidana perikanan, nanti
pada tahun 2005 sampai pada tahun 2007 terjadi peningkatan yaitu dari 9 sampai 22
kasus, hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana pengawasan yang sangat
terbatas, dari 8 kabupaten / kota yang ada di provinsi Maluku Utara prasarana yang
dimiliki seperti pos pengawasan PPI masing-masing kabupaten/kota hanya 1 unit, selain
itu sarana penunjang untuk kegiatan pengawasan yang dimiliki DKP MALUT, seperti
Speed Boat 4 unit, Radio Komunikasi /HT 112 unir, Radio SSB 23 unit, GPS 23 Unit dan
perlatan scuba diving 5 set (Tabel 1).
42
46. Tabel 1. Sarana Prasarana Pengawasan Sistem Dinas Perikanan dan Kelautan MALUT
No URAIAN JUMLAH
1. Personil Pengawasan 10 Org
- Tenaga PPNS (5 DKP MU & 5 PPN Tte)
2 Prasarana yang dimiliki 1 buah
- Dermaga PPP Bacan 1 buah
- Dermaga PPP Tobelo 1 buah
- Satker PSDKP Ternate (PPN) 1 unit
- Pos Pengawasan PPI Kota Ternate 1 unit
- Pos Pengawasan PPI Kota Tidore 1 unit
- Pos Pengawasan PPI Kab. Halbar 1 unit
- Pos Pengawasan PPI Kab. Haltim 1 unit
- Pos Pengawasan PPI Kab. Halteng 1 unit
- Pos Pengawasan PPI Kab.Kepulauan sula 1 unit
- Pos Pengawasan PPP Bacan 1 unit
- Pos Pengawasan PPP Tobelo
3. Sarana Penunjang Kegiatan Pengawasan 4 unit
- Speed Boat Pengawasan DKP Malut 112 Unit
- Radio Komunikasi / HT 23 unit
- Radio SSB 22 unit
- GPS 5 Set
- Peralatan Scuba Diving
Sumber : DKP (2009)
Pada Tabel 1 terlihat upaya yang dilakukan pemerintah Maluku Utara dalam hal ini
Dinas Perikanan dan Keluatan Maluku Utara belum menunjukan hasil yang signifikan
karena keterbatasan sarana dan prasarana, hal tersebut menyebabkan tindak pidana dari
tahun-ketahun semakin meningkat padahal secara geografis perairan Maluku utara
sangat luas, Hal ini ditunjang Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan MALUT (2009)
tentang Pos Keamanan Masyarakat dan Pengawasan (POKMASWAS) (Tabel 2) belum
mencukupi atau tidak sebanding dengan keadaan geografis provinsi Maluku Utara.
43
47. Tabel 2 Pos Keamanan Masyarakat dan Pengawasan Maluku Utara
T A H U N
KAB/KOTA JML
2002
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Halmahera Barat 1 - - 2 - - - 3 3
Halmahera Tengah 1 - 2 3 - - - - 6
Halmahera Timur 1 1 - 2 - - - 1 3
Halmahera Selatan 2 1 1 6 2 2 - 1 14
Halmahera Utara 2 1 - 8 - - 15 - 24
Kepulauan Sula 1 - 2 2 1 1 5 - 12
Kota Tidore Kep. - 1 - 2 - 2 - - 5
Kota Ternate - - - 3 - 2 - - 5
JUMLAH 8 4 5 28 3 7 20 5 80
Sumber: DKP (2009) .
Pos keamanan seperti pada (Tabel 2) memperlihatkan hampir seluruh
kabupaten/kota di provinsi Maluku Utara sangat sedikit, rata-rata dari tahun-ketahuin
tidak mengalami peningkatan, bahkan ada yang berkurang karena sarana dan
prasarasana yang masih kurang. Walaupun mulai ada upaya pemerintah MALUT
sejak tahun 2009 dengan pihak-pihak terkait mengenai tindakan pidana perikanan
seperti pada Tabel 3
44
48. Tabel 3 Penyelesaian Kasus Illegal Fishinh di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009
Penyelesaian Kasus
Jml
Penyidik
Kasus Bebas Sanksi Dlm
Denda Penjara (SP3) Adm Proses Ket.
PPNS-Kan 13 5 5 1 3 5 1k>1JP, D&P
TNI-AL 5 - - 4 - - 1 Kasasi
POL-AIR 5 - - - - 5 P21-HAPII
Total 23 5 5 5 3 10
Sumber: DKP 2009
Tabel 3 menunjukkan kasus illegal fishing tahun 2009 mulai diselesaikan dengan
penyidik PPNS-Kan, TNI Angkatan Laut, Polisi Air dengan harapan ada rasa jerah
pada pelaku-pelaku illegal fishing tersebut
3. Luas Kawasan Konservasi Laut
Luas Kawasan Konservasi Laut
(km2)
1.000.000,00
903.899,00
500.000,00 Luas Kawasan
Konservasi Laut
0,00 0,000,00 0,000,000,00 (km2)
2002 2004 2006 2008 2010
‐500.000,00
Sumber : DKP, Malut. 2010
45