PENEGAKAN HUKUM OLEH HAKIM YANG POSITIVISTIK TERHADAP NILAI-NILAI BUDAYA DALAM MASYARAKAT (Suatu tinjauan Sosiologis) ( Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum )
9. PENEGAKAN HUKUM Ufran & Satjipto Rahardjo : Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan dari hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata. Soerjono Soekanto : Kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang dijabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkuman penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
10. NILAI-DAN NORMA Nilai itu diartikan sebagai suatu pernyataan tentang hal yang diinginkan oleh seseorang. Norma dan nilai menunjuk pada hal yang sama tetapi dari sudut pandangan yang berbeda. Norma itu mewakili suatu perspektif sosial, sedangkan nilai melihatnya dari sudut perspektif individual.
11.
12. HUKUM DAN NILAI-NILAI MASYARAKAT Schuyt : Bahwa hukum itu mengandung dalam dirinya nilai-nilai yang intrinsik, sehingga hukum itu dapat disebut sebagai suatu sistem yang intrinsik. Apa yang nantinya diwujudkan sebagai hukum didalam masyarakat yang bersangkutan tergantung dari titik tolak pandangannya mengenai apa saja yang termasuk dalam nilai-nilai itu. Didalam pembicaraan mengenai hukum, maka nilai-nilai tersebut berkembang menjadi antara hukum dan moral.
13. Jadi, Norma atau Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat merupakan cermin kehendak bersama para anggotanya yang menjadi ukuran baik dan buruk suatu perbuatan hukum, serta cermin dari rasa keadilan mereka.
17. UU No.48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman Pasal 10 Ayat (1) : “ Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas , melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”
27. UU No.48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman Pasal 5 Ayat (1) : "Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat."
28.
29. FENOMENA YANG TERJADI Ketidakmungkinan menghadirkan ketiga unsur Idee des Rechts itu secara proporsional dalam suatu putusan. Akibatnya, Hakim dalam memutuskan suatu perkara cenderung lebih menekankan pada kepastian hukumnya saja.
44. PENEGAKAN HUKUM PROGRESIF 2) Penegakan hukum tidak hanya kecerdasan intelektual, melainkan dengan kecerdasan spiritual. 3) Keberanian untuk mencari jalan lain dari pada yang biasa dilakukan., denganmenempatkan diri sebagai kekuatan “pembebasan” yaitu membebaskan diri dari tipe, cara berpikir, asas dan teori hukum yang legalistik-positivistik -> “ rule breaking ”
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51. CLS lahir dari bentuk pembangkangan terhadap realitas sosial tentang ketidakadilan yang memang merisaukan para ahli hukum saat ini. Hukum positif telah memperlihatkan dirinya tidak berdaya dan telah digunakan hanya sekedar sebagai suatu alat penindas atau pemanis belaka. Oleh karena itu, para penganut CLS berusaha keluar dari doktrin-doktrin yang sudah usang untuk segera masuk kedalam suatu tatanan hukum yang lebih baik sesuai dengan perkembangan masyarakat yang damai, tidak rasialis, tidak genderis, dan tidak korup. Pemikiran CLS tersebut, setidaknya telah mengilhami beberapa ahli hukum di Indonesia, sehingga sedikit banyak pemikirannya dipengaruhi oleh gerakan ini. Sebut saja, Prof. Satjipto Rahardjo yang menggagas bentuk pemikiran yang dinamakannya hukum progresif dengan dilatarbelakangi oleh keprihatinan akan lemahnya law enforcement di Indonesia dewasa ini, yang selanjutnya pemikiran tersebut berkembang dan mengilhami banyak kalangan hukum lainnya di negeri ini.