Mengapa harga minyak rendah adalah momentum Lean Transformation di industri migas?
1.
Gede
Manggala
Mengapa
harga
minyak
rendah
adalah
momentum
melakukan
Lean
Transformation
di
industri
migas?
Januari
2016
2. Lean
Transformation
di
industri
migas
2
When an industry were booming, inefficiencies mushroomed;
when the cycle reversed, it is time to get fit! Get Lean!
Kesempatan
dalam
tantangan
Harga minyak dunia yang terus-menerus turun telah membuat
hampir semua perusahaan migas berjuang keras memastikan
kelangsungan bisnis mereka. Berbagai upaya penghematan
telah dilakukan, mulai dari pemangkasan biaya, melakukan
evaluasi kontrak, bahkan di beberapa negara sudah pada tahap
melakukan pengurangan karyawan. Ada kesempatan yang
muncul.
Para pakar efisiensi sering mengandaikan
sektor-sektor dengan profitability yang
tinggi bagaikan kapal-kapal yang berlayar di
air laut yang sedang pasang dimana
inefisiensi adalah karang-karang di dasar
laut. Dalam situasi laut pasang, karang-
karang itu tidak akan terlihat dan tidak
mengganggu. Di saat surut, baru terlihat
bagaimana karang-karang inefisiensi itu
mengganggu bahkan bisa membuat sebuah
kapal karam.
Walaupun situasi ini sangat memprihatinkan,
namun ada opportunity besar yang muncul
jika kita bisa mencoba melihat dari horison
waktu yang lebih panjang. Harus diakui,
industri migas bukanlah industri yang dikenal
efisien. Sektor ini lebih dikenal sebagai sektor
yang menghasilkan profitability tinggi dan
didominasi oleh perusahaan-perusahaan
raksasa karena kapital yang diperlukan
sangatlah besar mengingat investasi industri
migas memerlukan aset, tool, sumber daya
manusia, dan teknologi yang luar biasa masif.
3. Lean
Transformation
di
industri
migas
3
Dengan kata lain, opportunity
yang ada saat harga minyak
menukik turun adalah mencoba
untuk merekayasa ulang desain
proses bisnis industri migas.
Dengan harga minyak di angka
$30 per barel (atau malah
kurang), perusahaan migas perlu
melakukan transformasi total.
Menurut saya salah satu yang bisa
dilakukan adalah mencoba
dengan mengaplikasikan konsep
Lean secara fundamental, bukan
hanya pada aplikasi tool saja.
Implementasi Lean di dunia
migas saat ini
Saya pernah bekerja sekitar tujuh tahun di
industri migas, dan sekarang ini bekerja
sebagai konsultan implementasi Lean-Six
Sigma yang antara lain menangani
perusahaan migas. Dari sini saya mempunyai
cukup informasi untuk mengatakan bahwa
konsep Lean sudah cukup lama dipelajari,
dicoba, serta diimplementasikan di dunia
migas.
Namun jika dibandingkan dengan adaptasi
dan perkembangan Lean management di
dunia otomotif, elektronika, atau industri
pesawat terbang, implementasi Lean di
industri migas masih bisa dikatakan berada
di tataran implementasi tool (misalnya
penggunaan Value Stream Mapping dalam
skala kecil, aplikasi kanban untuk inventory,
penerapan quick change over untuk proses
rig up di drilling) akan tetapi belum
menggunakan filosofi Lean secara
fundamental untuk membuat proses bisnis
yang efisien, aman, dan lincah agar selalu
kompetitif.
Lean
pada
proses
inti
POP
(Put
on
Production),
Well
Down
Response,
Kontrak,
dan
Pengadaan
Barang
bisa
menjadi
inti
transformasi
Lean
di
industri
migas
4. Lean
Transformation
di
industri
migas
4
Ada 5 faktor yang menurut saya pribadi menjadi penyebab
lambatnya adopsi total konsep Lean di industri migas:
1
1. Profit yang tinggi (di masa lalu):
seperti disampaikan sebelumnya,
perusahaan migas pada umumnya
mempunyai skala raksasa yang mampu
melakukan investasi sangat besar
dengan profit yang juga besar. Pemain
di sektor ini tidak terlalu banyak
sehingga kompetisi tidak ketat seperti
sektor otomotif atau consumer goods.
Dalam industri seperti ini,
pemain biasanya tidak terlalu terpacu
untuk melakukan efisiensi total. Oleh
karenanya, di saat profit margin makin
tergerus harus kita manfaatkan untuk
menjadi momentum melakukan
efisiensi secara fundamental.
2. Mental barrier: ada mind set yang
terlalu terpaku pada pandangan bahwa
sistem manajemen yang berasal dari
industri otomotif (lebih spesifik
perusahaan mobil Toyota) ini tidak
cocok di dunia migas. Pola pikir ini
menyebabkan adaptasi Lean di dunia
migas tidak secepat adopsi di dunia
manufaktur pesawat, keuangan,
kesehatan/rumah sakit dan bahkan
startup. Sebagai catatan, semua
industri di luar otomotif selalu
mengalami barrier ini pada awal
implementasi, namun dalam
perjalanan waktu akan mulai terjadi
adopsi cepat begitu intisari dan insight
yang tepat ditemukan sesuai konteks
masing-masing industri. Saat ini, ada
beberapa perusahaan dalam dunia
migas mulai menemukan pola adaptasi
2
yang pas untuk implementasi Lean
Management ini karena sudah
mempelajari dan melakukan
implementasi lebih dari tujuh tahun.
3. Complexity & deep knowledge
requirement in oil-gas industry :
perusahaan-perusahaan migas pada
umumnya mengelola proses yang sangat
kompleks yang memerlukan teknologi
dan ilmu pengetahuan yang sangat
spesifiik. Mereka mempunyai ahli-ahli
geologi, earthscientist, pakar
pengeboran, pakar tangki, insinyur
pemipaan dan berbagai pakar lain yang
memerlukan kualifikasi dan spesialisasi
tinggi. Kondisi ini menyulitkan adopsi
Lean Management terutama karena
kebanyakan konsultan implementasi
Lean datang dari sektor di luar migas
dan tidak terlalu memahami betapa
spesifik dan rumitnya proses
pengelolaan minyak bumi dan gas.
Teknologi yang unik dan canggih ini
juga membawa industri migas kepada
spesialisasi yang makin dalam layaknya
pulau-pulau yang terpisah laut.
Sayangnya, spesialisasi itu tidak diiringi
pemahaman yang makin baik tentang
bagaimana integrasi dan sinkronisasi
antar fungsi bisa makin maju sehingga
ada jembatan yang menghubungkan
antar pulau-pulau itu. Yang menjadi
angin segar dalam isu ini adalah makin
banyaknya engineer atau ilmuwan di
lingkungan migas yang makin
memahami intisari ajaran Lean. Ini
5. Lean
Transformation
di
industri
migas
5
mendorong kemungkinan keberhasilan untuk melakukan
perubahan dalam proses bisnis migas.
4. Faktor geografis dan lokasi: ini salah satu tantangan
yang sering diucapkan para pelaku industri migas bahwa
konsep Lean tidak bisa diimplementasikan karena dalam dunia
perminyakan atau pertambangan tidak bisa dibuat konsep
assembly line atau cell production. Awalnya saya mengakui
kesulitan ini, namun dengan pemahaman yang makin baik
terhadap intisari Lean serta dengan tumbuhnya teknologi yang
mendukung virtual collaboration tool, justru mengatasi hal ini
menjadi salah satu terobosan utama dalam transformasi
industri migas.
5. Pola hubungan perusahaan migas baik secara
internal dalam satu perusahaan maupun dengan pihak
eksternal: Bagi saya pribadi, tantangan terbesar untuk
melakukan terobosan dalam dunia migas di Indonesia adalah
faktor ini.
Ada dua bagian disini.Yang pertama, kebanyakan perusahaan
migas dibagi dalam organisasi yang berdasarkan expertise-nya:
Drilling, Well Work, Sub Surface, Surface facility, Supply Chain
Management, Capital Project, IT, Human Resource/Human
Capital, Health Safety Environment (HSE), dan banyak
departemen lain. Terpengaruh oleh faktor no 3 di atas, relatif
dibanding industri lain, perusahaan migas memiliki kedalaman
ilmu/skill di dalam satu departemen namun sering tidak
bekerja secara mulus dalam sebuah rangkaian aktivitas yang
melibatkan interaksi antar departemen. Misalnya rantai
informasi dan aktivitas dari Drilling-Well Work-Sub Surface-
Surface banyak yang tidak terjadi secara mulus. Dalam contoh
kasus dibawah, saya akan menggunakan contoh proses POP
(Put on Production) untuk menggambarkan hal ini.
Yang kedua, ada konsekuensi dari pola hubungan di atas pada
pola hubungan antara sebuah perusahaan migas dengan pihak
eksternal. Kuatnya expertise dalam sebuah departemen,
membuat sinkronisasi dan koordinasi dengan departemen lain
tidak terjalin dengan rapat. Nah, apalagi dengan pihak
eskternal, misalnya supplier atau business partner. Hal yang
sama terjadi juga dengan pihak lain misalnya regulator seperti
SKK Migas atau departeman terkait lain seperti Kementerian
Lingkungan Hidup ataupun Depnaker.Faktor ke lima ini akan
sangat signifikan diperbaiki jika setiap orang dalam industri
migas mengaplikasikan system thinking secara total dalam
melakukan bisnisnya.
“Perusahaan
di
sektor
migas
umumnya
mempunyai
proses
yang
kompleks
dengan
ilmu
dan
teknologi
yang
sangat
spesifik
dan
terspesialisasi”
6. Lean
Transformation
di
industri
migas
6
Sebaik-baiknya perusahaan kita, hasilnya akan tidak baik jika supplier kita (yang
men-supply orang, informasi, materials, jasa) tidak memberikan kualitas yang
baik. Sebaliknya, sebaik-baiknya supplier dan proses kita, tetap tidak akan banyak
artinya jika customer atau regulator tidak happy. Memperbaiki sebuah bisnis
membutuhkan seluruh komponen untuk bersatu padu. That's system thinking!
1
The time is NOW!
Sebelum membahas show case, saya ingin
menekankan lagi bagaimana harga minyak
rendah ini justru menjadi momentum
melakukan Lean Transformatiom untuk
perusahaan di sektor migas.
Revolusi Lean pertama kali dipicu oleh krisis
minyak di tahun 1973. Saat itu kondisi yang
terjadi adalah kebalikan dari kondisi sekarang
yaitu harga minyak membumbung tinggi.
Salah satu industri yang kolaps saat itu
adalah industri otomotif Amerika. Mobil-
mobil besar dan boros ditinggalkan customer
dan mulai beralih ke mobil-mobil dari Jepang
yang jauh lebih murah, irit bahan bakar dan
berganti model dengan cepat. Mobil-mobil
yang diproduksi dengan spirit Lean adalah
anti-thesis produksi masal warisan Ford dan
Taylor yang sangat mengandalkan skala dan
produksi besar.
Sekarang, dengan krisis minyak yang
berbeda, dimana harga minyak menukik
tajam, justru yang harus melakukan
transformasi total adalah industri migas.
Saatnya memeluk dan mengadaptasi konsep
Lean sebagai sebuah filosofi manajemen
untuk sektor migas di masa depan. Filosofi
ini jauh lebih tepat untuk masa sekarang
dalam profit margin yang tertekan dan
kompetisi yang makin ketat.
2
Put on Production (POP): sebuah show
case tentang Lean Transformation
Agar mudah membayangkan bagaimana
perbedaan filosofi manajemen saat ini jika
dibandingkan proses perusahaan migas yang
mengadopsi Lean Transformation, saya akan
menggunakan contoh salah satu core process
di sektor migas yakni proses POP, yang
didefinisikan sebagai proses yang dimulai
dari sebuah rig selesai mengebor sumur lalu
meninggalkan lokasi sampai dengan
minyak/gas mengalir dari sumur tersebut.
7. Lean
Transformation
di
industri
migas
7
A. Proses POP umumnya saat ini:
Salah satu proses yang sering menjadi concern utama dalam industri migas adalah POP karena
berdampak langsung terhadap produksi. Interaksi saya dengan banyak pelaku industri migas di
Indonesia dan juga dengan perusahaan di luar Indonesia mengkonfirmasi permasalahan yang cukup
sering terjadi yakni lamanya waktu (long lead time) untuk POP.
Secara umum kondisi yang terjadi pada proses POP umumnya saat ini:
• Terjadi banyak delay, waiting time, non productive time (NPT) maupun
kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Misalnya, saat rig sudah meninggalkan lokasi
sumur, kru piping tidak bisa melanjutkan pekerjaan karena perlu pekerjaan sipil terlebih
dahulu (kondisi lokasi sudah hancur). Dan ternyata kru pekerjaan sipil tidak bisa masuk
karena mengira kru drilling masih bekerja di lokasi (misalnya porta camp belum di angkut
keluar atau peralatan lain masih berserakan di lokasi). Akhirnya terjadi delay yang bisa
memakan waktu berhari-hari.
• Usaha untuk melakukan perbaikan dari satu departemen hanya memindahkan
bottleneck dari satu proses ke proses berikutnya. Misalnya saat dilihat bahwa
pekerjaan sipil terkendala karena kurangnya alat-alat bantu (misalnya dozer), saat
manajemen menambah dozer, ternyata bottleneck sekarang pindah di kru piping, misalnya
kekurangan alat lifting (crane) ataupun welder. Saat itu ditambah, ternyata material piping
yang menjadi kendala. Dan hal itu terjadi seterusnya.
• Untuk mengatasi semua hal itu, perlu dilakukan banyak sekali meeting, koordinasi,
dan ratusan email untuk memastikan semua berjalan. Sayangnya semua waktu
koordinasi dan meeting itu tidak mampu mempercepat waktu POP.
Saya akan menggambarkan dalam diagram bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Saya bisa pastikan
disini bahwa kebanyakan pelaku industri migas sudah bekerja keras, mengeluarkan tenaga dan
pikiran ekstra untuk mengatasi hal ini. Namun secara desain proses bisnis, kerja keras ekstra itu tidak
akan terbantu banyak karena optimasi yang dilakukan dalam proses saat ini adalah masih di level
individual function, bukan optimasi di level overall system.
Seperti yang disampaikan pada Gambar 1, kebanyakan proses di industri migas adalah kompleks dan
memiliki spesialisasi yang tinggi. Bagian Drilling memiliki teknologi dan kemampuan yang sangat
tinggi dalam bidangnya. Bagian Mechanical memiliki teknologi dan spesialisasi mereka. Hal yang
sama juga untuk departemen Instrument/Control (I/C) ataupun Electrical. Mereka mengatur
sendiri strategi dan jadwal berdasarkan analisa dan kebutuhan internal. Hal yang sama
terjadi di bagian Piping, Civil, sampai bagian Produksi yang memiliki aset produksi
(well). Bisa anda bayangkan bahwa dengan proses yang sangat kompleks dimana setiap departemen
memiliki spesialisasi, jadwal, tim/kru, supplier dan inventory yang berbeda-beda akhirnya
melahirkan sebuah proses yang berjalan lebih lama dari rencana, lebih malah dan memerlukan lebih
banyak meeting untuk memastikan semua berjalan baik. Kita belum memasukkan faktor
kontraktor/supplier dan bagian inventory/warehouse yang sering berada di luar kotak internal
proses POP. Jangan lupa, gambaran di atas adalah versi yang sangat sederhana dari proses POP,
sehingga keadaan riilnya jauh lebih kompleks dan jauh lebih tidak efisien dibanding gambaran ini.
Semakin keras usaha optimasi di satu fungsi, justru semakin menyebabkan bottleneck di tempat lain.
Sebuah opportunity yang luar biasa, apakah anda setuju?
8. Lean
Transformation
di
industri
migas
8
Gambar 1: Simplified Diagram untuk Proses POP Umum
Saat Ini (functional strategy & optimization)
9. Lean
Transformation
di
industri
migas
9
B. Proses POP jika mengadopsi prinsip Lean management:
Pada dasarnya Lean Management bersandarkan pada filsosofi system thinking dan melakukan
harmonisasi antara Supplier-Input-Proses Internal-Output-Customer (SIPOC) dalam satu sistem
yang terintegrasi. Dalam filosofi ini, optimasi keseluruhan sistem jauh lebih penting
dibandingkan optimasi sub-proses atau bagian-bagian dari sistem. Bisa diimengerti jika
setiap sistem yang berdasarkan Lean akan mengatur irama keseluruhan sistem dalam satu komando
yang dipicu oleh customer side.
Bagaimana prinsip ini diaplikasikasikan dalam proses POP? Lihat simplified diagram pada Gambar
2.
Mungkin dari dua gambar tidak terlalu jelas perbedaan antara Gambar 1 dan Gambar 2, atau ada
pandangan ini hanya sekadar permainan gambar belaka. Bagian tricky dari pemahaman intisari
Lean memang tidak mudah dijelaskan dalam gambar sederhana. Namun ijinkan saya
menyampaikan perbedaan mendasar antara dua diagram di atas:
1. Pada Gambar 1, setiap departemen mempunyai strategi, personel dan scheduling sendiri-sendiri.
Disini sering terjadi bottleneck karena tidak ada keseragaman jumlah resources (unbalance) yang
akhirnya menimbulkan proses yang tidak efisien. Pada Gambar 2, strategi dan scheduling
dikontrol oleh satu PIC/komando berdasarkan target dan kecepatan dari sisi end
customer (yaitu target kapan minyak/gas harus mengalir). Seluruh proses POP dikelola
layaknya sebuah assembly line yang ritme-nya diatur oleh satu komando dimulai dari sejak proyek
disetujui (AFE released) sampai minyak/gas benar-benar mengalir serta memasukkan
supplier/inventory/contract planning sebagai bagian dari sistem. Departemen Drilling, Piping, I/C
semua bergerak dengan sinkron dalam ritme yang sama sampai titik put on production terjadi.
2. Pada Diagram 1, setiap departemen melakukan usaha optimasi di level tim (departemen Drilling
menghitung target dan kapasitas berdasarkan KPI Drilling, hal yang sama dilakukan oleh
departemen Piping, dan seterusnya). Pada Diagram 2, dilakukan usaha optimasi di level sistem
POP sebagai satu kesatuan value stream atau end-to-end process. Jika terjadi bottleneck,
maka dilakukan evaluasi yang bersifat end-to-end bukan hanya usaha sporadis di level departemen.
3. Pada Diagram 1 antara satu departemen dan departemen yang lain tidak ada protokol dan visual
status/schedule yang membantu integrasi dan sinkronisasi antar departemen. Pada Diagram 2,
diadakan visualisasi schedule dan status setiap progress sehingga keseluruhan proses
POP menjadi semacam virtual factory atau virtual assembly line. Kemajuan teknologi
informasi yang sudah ada saat ini memungkinan dibuatnya workflow dan visual collaborative tool
yang menjadikan Lean Transformation ini memungkinkan terjadi dewasa ini (tidak harus menjadi
assembly line secara fisik).
Salah satu kekhawatiran para pelaku di sektor migas adalah mendengar konsep assembly line
dengan mengira hal itu menjadikan proses mereka seperti pabrik di dunia manufaktur yang
akhirnya memunculkan anggapan hal itu tidak relevan dengan industri migas. Namun jika kita lihat
dengan seksama, sesungguhnya assembly line itu memang ada mengingat banyaknya proses yang
bersifat repetitive dengan sequence aktivitas dari unit satu ke yang lain; hanya saja tidak terlihat
secara kasat mata karena faktor geografis dan nature of process di sektor migas dengan sebagian
aset di bawah tanah ataupun secara lokasi tersebar sangat luas. Kemajuan teknologi informasi
benar-benar membantu kita untuk melakukan hal yang dulu dianggap tidak mungkin dengan
membuat virtual assembly line.
10. Lean
Transformation
di
industri
migas
10
Gambar 2: Simplified Diagram untuk POP yang
menerapkan prinsip Lean (overall sys
tem optimization)
11. Lean
Transformation
di
industri
migas
11
Berdasarkan pengalaman dengan scope dan tingkat sukses
yang beragam dari berbagai proyek POP dimana saya pernah
terlibat, manfaat melakukan transformasi ini adalah:
1. Pemangkasan lead time POP antara 25%-50%.
2. Pengurangan biaya dan inventory
3. Kepastian informasi (reliability and accuracy of
information) yang sangat penting dalam
mengelola aset migas.
Aplikasi Lean Transformation pada proses utama
migas lainnya
Jika proses POP bisa kita kelola dalam prinsip yang sudah
terbukti berhasil di berbagai sektor seperti otomotif, elektronik,
rumah sakit sampai perbankan ini, maka dengan sangat yakin
kita bisa menerapkan proses ini ke dalam proses-proses lain
yang mempunyai karakteristik: merupakan core process dalam
industri migas, bersifat repetitif, dan memerlukan koordinasi
berbagai fungsi. Misalnya:
1. Proses pembuatan kontrak: dari pembuatan draft
sampai kontrak efektif.
2. Proses pengadaan barang: dari pembuatan bill of
materials (BOM) sampai barang diterima di lapangan.
3. Well Response Time: dari mendapatkan informasi well
down sampai sumur bisa dihidupkan lagi
Masih banyak proses-proses lain yang bisa dikelola sebagai
sebuah value stream dan bukan lagi dikelola dalam fungsi-
fungsi yang terpisah (misalnya proses recruitment pegawai
baru untuk departemen Human Resources). Dengan
melakukan transformasi ini secara bertahap dalam strategi
yang terencana baik, perlahan-lahan sebuah perusahaan migas
akan jauh lebih lincah, lebih cepat dan bisa memangkas biaya
signifikan.
Tentu saja yang tidak boleh kita lupakan (dan tidak kita bahas
disini secara mendalam) adalah semangat iterasi dan
continuous improvement (kaizen) yang menjadi salah satu jiwa
Lean management. Bahwa perubahan harus dimulai secara
bertahap dan terus-menerus dengan menggunakan metode
yang sistematis. 60% sameday is better than 90% someday...
“Manfaat
Lean
Transformation:
Pemangkasan
lead
time,
pengurangan
biaya
dan
inventory
dan
informasi
yang
lebih
reliable
dan
akurat”
12. Lean
Transformation
di
industri
migas
12
Sebagai penutup dan kesimpulan, ini poin-poin yang bisa menjadi
pemikiran atau diskusi bagi para pemangku kepentingan di sektor
migas.
1
1. Necessity is the mother of
invention: dalam sebuah
kebutuhan untuk survival yang
sangat mendesak, salah satu cara
adalah melihat kemungkinan
melakukan sesuatu yang selama ini
dijalankan dengan skala kecil atau
dengan keragu-raguan (seperti
Lean management) menjadi sebuah
prinsip yang dianggap sebagai
strategi besar. Menjalankan metode
lama bukanlah pilihan. Waktunya
untuk berubah adalah sekarang
2. Tidak mudah, tapi bisa
dilakukan: jebakan dalam
implementasi Lean yang sering
salah dimengerti adalah karena di
atas kertas tampak sangat
sederhana dan mudah.
Menerapkan prinsip Lean tidak
semudah yang dibayangkan karena
lebih bersifat perubahan budaya
dibanding hanya menggunakan tool
tertentu. Menggunakan single view
scheduling dipadukan dengan
value stream mapping sering
sudah dianggap sebagai sebuah
transformasi. Padahal tanpa
komitmen para eksekutif puncak
untuk merangkul filosofinya,
benefit yang didapatkan tidaklah
sustainable. Selain komitmen
manajemen, perubahan mindset
seluruh karyawan akan menjadi
faktor utama untuk membuatnya
menjadi riil, karena dalam
2
transformasi Lean termasuk dalam
lingkupnya adalah semangat system
thinking, misalnya menjadikan
supplier dan customer sebagai
bagian dari sistem. Tidak mudah
karena memerlukan komitmen dan
kerja keras, tapi bisa dilakukan.
3. Systematic Continuous
Improvement: walaupun
transformasi perlu dilakukan dengan
total, namun pendekatan untuk
melakukan perubahan haruslah
menggunakan metode yang
sistematis dengan perubahan
inkremental secara terus-menerus.
Dengan demikian, setiap perbaikan
sempat dievaluasi, dipelajari dan
diperbaiki dalam perbaikan
berikutnya. Learning organization
juga menjadi pilar dalam Lean
Transformation, bahwa setiap
organisasi harus selalu mengevaluasi
dirinya sendiri dan melakukan
perbaikan secara terus-menerus
menggunakan data dan sistematika.
Semoga tulisan ini
menjadi referensi dalam
melakukan evaluasi bagi
para pelaku di sektor
migas.
13.
Gede
Manggala
gede.manggala@gmail.com
http://gedemanggala.com
Penulis
bekerja
sebagai
konsultan
proses
bisnis
khususnya
implementasi
Lean-‐Six
Sigma.
Pernah
bekerja
di
industri
migas
dan
keuangan.
Pengarang
buku
The
Coconut
Principles
dan
SOP-‐it!.