PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII E SMP ISLAM MAARIF 02 MALANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Pembelajaran Fisika di kelas VIII E SMP Islam Ma’arif 02 Malang yang selama ini dilakukan dengan metode ceramah bervariasi menyebabkan motivasi dan prestasi belajar rendah. Oleh karena itu, peneliti menerapkan model pengajaran langsung dengan pendekatan kontekstual. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2017/2018. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 39 orang siswa di kelas VIII E. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa meningkat saat penerapan model pembelajaran langsung dengan pendekatan kontekstual, pada siklus I yaitu 66,59% dan pada siklus II yaitu 75,78%. Prestasi belajar siswa sebelum penerapan model pembelajaran langsung dengan pendekatan kontekstual adalah 60,8, pada siklus I adalah 62,26, dan pada siklus II adalah 76,07. Dengan demkian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran langsung dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar.
Similar to PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII E SMP ISLAM MAARIF 02 MALANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Similar to PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII E SMP ISLAM MAARIF 02 MALANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018 (20)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII E SMP ISLAM MAARIF 02 MALANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018
1. 1
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT
INSTRUCTION) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA
KELAS VIII E SMP ISLAM MAARIF 02 MALANG TAHUN PELAJARAN
2017/2018
SOFWATIN
SMP Islam Ma’arif 02 Malang
Abstrak: Pembelajaran Fisika di kelas VIII E SMP Islam Ma’arif 02
Malang yang selama ini dilakukan dengan metode ceramah bervariasi
menyebabkan motivasi dan prestasi belajar rendah. Oleh karena itu,
peneliti menerapkan model pengajaran langsung dengan pendekatan
kontekstual. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran
2017/2018. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 39 orang siswa di kelas
VIII E. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa
meningkat saat penerapan model pembelajaran langsung dengan
pendekatan kontekstual, pada siklus I yaitu 66,59% dan pada siklus II yaitu
75,78%. Prestasi belajar siswa sebelum penerapan model pembelajaran
langsung dengan pendekatan kontekstual adalah 60,8, pada siklus I adalah
62,26, dan pada siklus II adalah 76,07. Dengan demkian dapat disimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran langsung dengan pendekatan
kontekstual dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar.
Kata kunci: model pembelajaran langsung, pendekatan kontekstual,
motivasi belajar, prestasi belajar.
Abstract: Previous Physics learning and teaching in class VIII E SMP
Islam Ma’arif 02 Malang results on low motivation and learning
achievement. Applying a direct teaching model with a contextual
approach, this research was conducted in the even semester of the
academic year 2017/2018. Subjects in this study amounted to 39 students
in class VIII E. Students’ motivation increased 9.19%, from 66.59% to
75.78%. Before the treatment, student learning achievement was 60.8. In
the first cycle it was 62.26, and in the second cycle it was 76.07. Thus it
can be concluded that the application of the direct learning model with a
contextual approach can increase motivation and learning achievement.
Key words: direct learning model, contekstual approach, learning
motivation, learning achievement
Salah satu pendekatan yang
digunakan dalam pembelajaran berbasis
kurikulum 2013 yaitu pendekatan
kontekstual. Pendekatan kontekstual
(Contekstual Teaching and Learning) atau
yang disingkat CTL merupakan konsep
belajar yang membantu guru
menghubungkan kegiatan dan bahan ajar
pelajarannya dengan situasi nyata yang
dapat memotivasi siswa untuk dapat
menghubungkan pengetahuan dan
terapannya dengan kehidupan sehari-hari
siswa sebagai keluarga dan bahkan sebagai
anggota masyarakat di mana dia hidup
(Sagala, 2007:87).
Ada beberapa alasan mengapa
pendekatan kontekstual menurut Depdiknas
(2003) menjadi pilihan yaitu: (1)
pendekatan kontekstual dapat diterapkan
dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa
saja, dan kelas yang bagaimanapun
keadaannya, (2) pendekatan kontekstual
merupakan strategi belajar yang lebih
memberdayakan siswa dan mendorong
2. 2
mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan
di benak mereka sendiri, (3) melalui
landasan filosofis konstruktivisme,
pendekatan kontekstual mendorong siswa
untuk belajar dengan mengalami bukan
menghafal.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis K-
13 di sekolah-sekolah saat ini seringkali
tidak sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. Hal ini dapat diketahui dari
pelaksanaan pembelajaran yang cenderung
kaku dan kurang memperhatikan kondisi
peserta didik. Kondisi tersebut juga terjadi
di SMP Islam Ma’arif 02 Malang. Tidak
semua guru mampu memahami hakikat
pembelajaran berbasis K-13, sehingga
dalam pembelajaran, guru hanya
memberikan pembelajaran secara
konvensional yang menyebabkan suasana
kelas cenderung teacher centered sehingga
siswa menjadi pasif. Hal ini juga terjadi di
dalam pembelajaran mata pelajaran IPA
khususnya fisika.
Berdasarkan observasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran fisika di kelas
VIII E SMP Islam Ma’arif 02 Malang serta
wawancara dengan guru fisika di sekolah
tersebut, diketahui bahwa metode yang
diterapkan di sekolah tersebut adalah
ceramah bervariasi. Di awal pembelajaran,
guru tidak menyampaikan tujuan
pembelajaran dan tidak menyampaikan
langkah-langkah pembelajaran sehingga
siswa kurang terlihat kurang termotivasi
untuk belajar dan tidak memperoleh
gambaran yang jelas tentang ruang lingkup
materi pelajaran yang akan dipelajari. Guru
langsung memberikan materi pelajaran
dengan cara ceramah disertai tanya jawab
dan memberikan tugas kepada siswa pada
akhir kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan
akhir, guru hanya memberikan tugas tidak
disertai dengan kegiatan evaluasi maupun
penyampaian kesimpulan tentang materi
pelajaran yang dipelajari siswa.
Dengan diterapkannya metode seperti
ini, kegiatan pembelajaran masih berpusat
pada guru (teacher centered) dan kurang
memberi kesempatan pada siswa untuk
mengemukakan pendapatnya. Hal tersebut
bertolak belakang dengan pembelajaran
yang dikembangkan saat ini yaitu student
centered. Metode pembelajaran yang
didominasi guru mengakibatkan siswa
kurang terlibat sepenuhnya dalam
pembelajaran.
Fakta yang ditemukan saat
pembelajaran dengan metode ceramah
bervariasi ini terlihat bahwa siswa kelas
VIII E cenderung pasif dalam belajar. Pada
saat pembelajaran berlangsung sebagian
siswa hanya mendengarkan dan menerima
apa adanya yang disampaikan oleh guru,
sehingga pembelajaran terasa
membosankan. Siswa berperan sebagai
penonton atau penerima informasi tanpa
dilibatkan dalam usaha penguasaan materi
pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran
tersebut jarang sekali dimunculkan
pertanyaan-pertanyaan penuntun dari guru
untuk memicu berpikir siswa.
Siswa kelas VIII E dalam
pembelajaran fisika dengan metode ceramah
bervariasi ini kurang menunjukkan
minatnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan
sikap siswa yang pasif hanya mendengarkan
tanpa menunjukkan sikap senang maupun
ingin tahu dengan mengajukan pertanyaan.
Siswa kurang tanggap dan respon terhadap
pertanyaan guru. Pada saat guru bertanya,
hanya satu atau dua siswa saja yang bisa
menjawab dan siswa yang lain kurang
merespon.
Pada saat diberikan tugas oleh guru
untuk dikerjakan secara mandiri, masih
banyak siswa yang mencontek pekerjaan
temannya dan hanya beberapa siswa yang
mengerjakannya secara mandiri. Siswa yang
benar-benar tekun dan rajin hanya sebagian
saja. Ketika guru menyuruh siswa untuk
mengumpulkan hasil tugas mereka masih
ada beberapa siswa yang tidak
mengumpulkan.
Guru jarang menerapkan kerja
kelompok dan kegitan diskusi di kelas
sehingga siswa belajar secara individual dan
cenderung bekerja sendri-sendiri tanpa
bekerja sama dalam memcahkan persoalan
yang diberikan oleh guru. Guru juga
mengalami kesulitan dalam mengatasi
3. 3
siswa-siswa dengan karakteristik yang
cenderung ramai dan tidak memperhatikan
penjelasan guru. Ini berdampak terhadap
kepada siswa lain yang serius dalam belajar
tetapi karena keramaian yang dilakukan
sebagian siswa menyebabkan konsentrasi
siswa yang serius terganggu. Kurangnya
perhatian siswa terhadap proses
pembelajaran di kelas ini menyebabkan
siswa merasa sulit untuk memahami materi
yang disampaikan oleh guru.
Selain itu, guru fisika kelas VIII E
juga jarang menggunakan metode
demonstrasi di kelas apalagi metode
eksperimen. Hal ini disebabkan karena alat-
alat untuk kegiatan praktikum sangat
terbatas dan fasilitas sekolah yang kurang
memadai, sehingga siswa jarang sekali
belajar dengan melakukan dan mengamati
sendiri secara langsung peristiwa sehari-hari
yang berhubungan dengan materi pelajaran.
Oleh karena itu, sebagian besar dari siswa
tidak mampu menghubungkan antara apa
yang mereka pelajari dengan bagaimana
pengetahuan tersebut akan dipergunakan
atau dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Berdasarkan gambaran di atas terlihat
motivasi belajar fisika siswa masih rendah.
Selama pembelajaran, guru menempati
posisi sebagai pusat informasi, lebih
mengutamakan menyampaikan materi
secara konvensional. Hal ini menyebabkan
siswa malas belajar karena suasana belajar
yang kurang menyenangkan. Di samping
itu, dari hasil dokumentasi diketahui bahwa
prestasi belajar fisika siswa kelas VIII E
SMP Islam Ma’arif 02 Malang masih
rendah karena masih banyak siswa yang
mendapatkan nilai di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu nilai
rata-rata hasil belajarnya adalah 60,8
padahal KKM yang ditetapkan sekolah
untuk pelajaran fisika adalah 63. Dilihat
dari ketuntasan belajar, siswa mencapai
ketuntasan belajar hanya 18 sisa atau
46,15% dari 39 siswa.
Sementara itu, berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Azhar (2009)
menyimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran langsung (direct instruction)
berbasis kontekstual dapat meningkatkan
prestasi dan hasil belajar siswa kelas XI
IPA-1 SMA Laboratorium Malang. Hasil
penelitian lain yang dilakukan oleh Kristina
pada tahun 2009 juga menyimpulkan bahwa
dengan penerapan model pembelajaran
langsung (direct instruction) menggunakan
pendekatan kontekstual dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas VIII-A UPTD SMP
Negeri 2 Gampangrejo Kabupaten Kediri
tahun pelajaran 2008/2009.
Berdasarkan informasi tersebut,
peneliti melakukan tindakan perbaikan
dalam proses pembelajaran di kelas VIII E
SMP Islam Ma’arif 02 Malang. Tindakan
tersebut berupa penerapan suatu model
pembelajaran yang lebih melibatkan siswa
agar memberikan pengalaman belajar yang
lebih baik sehingga siswa lebih memahami
dan lebih ingat terhadap konsep yang
dipelajari.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Peneliti
bertindak sebagai pemberi tindakan dan
pengajar yang membuat rancangan
pembelajaran sekaligus menyampaikan
bahan ajar selama kegiatan belajar
berlangsung. Lokasi dan subjek penelitian
adalah 39 orang siswa di kelas VIII E SMP
Islam Ma’arif 02 Malang.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini, antara lain: (1) instrumen
pembelajaran (rencana pelaksanaan
pembelajaran, skenario pembelajaran,
lembar kerja siswa), dan (2) instrumen
pengambilan data (tes prestasi belajar,
observasi, catatan lapangan). Data
dikumpulkan melalui studi dokumentasi,
tes, dan observasi. Analisis data dalam
penelitian ini dilakukan selama dan setelah
pengumpulan data. Data yang terkumpul
kemudian dianalisis dengan melalui
tahapan, yaitu (a) mereduksi data, (b)
menyajikan data, dan (c) menarik
kesimpulan.
Standar skor penilaian observasi
(pengamatan) dan standar skor penilaian
4. 4
prestasi belajar digunakan dalam penelitian
ini. Standar skor penilaian observasi
dipergunakan untuk memberikan nilai
terhadap objek yang diamati yaitu proses
pelaksanaan pembelajaran model
pengajaran langsung dengan pendekatan
kontekstual dan motivasi belajar siswa.
Skor penilaian observasi
keterlaksanaan pembelajaran model
pengajaran langsung dengan pendekatan
kontekstual menggunakan skala nilai 1-4,
seperti disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1. Kriteria Skor Penilaian Keterlaksanaan
Pembelajaran
Kategori Bobot Skor
Sangat sesuai atau
disampaikan 76%-100%
4
Cukup sesuai atau
disampaikan 51%-76%
3
Kurang sesuai atau
disampaikan 26%-50%
2
Tidak sesuai atau
disampaikan 0%-25%
1
Setelah diperoleh skor penilaian
pelaksanaan pembelajaran maka untuk
menentukan kualitas pelaksanaan
pembelajaran dihitung dengan
menggunakan rumus:
𝑁 =
������ ���� ���������
������ ����� ���� �������
× 100 (3.1)
Skor penilaian observasi keterlaksanaan
pembelajaran model pengajaran langsung
melalui observasi motivasi belajar siswa
dilakukan dengan cara dianalisis secara
statistik deskriptif dengan teknik persentase
(%) dengan menggunakan rumus berikut
yang selanjutnya dikualifikasikan
menggunakan kriteria yang disajikan pada
Tabel 2.2.
𝑃 =
�
�
× 100 ... (3.2)
di mana:
P= Persentase indikator motivasi belajar
siswa
F= Jumlah siswa yang masuk dalam
indikator motivasi
N= Jumlah seluruh siswa
Tabel 2. Kriteria Tingkat Motivasi belajar Siswa
Persentase
(%)
Kualifikasi Ketercapaian
Motivasi
92 – 100
75 – 91
50 – 74
25 – 49
0 – 24
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
Perolehan skor prestasi belajar siswa secara
perorangan dihitung dengan rumus:
𝑁 =
������ ���� ���������
������ ���� ��������
× 100 (3.3)
Data prestasi belajar tersebut dianalisis
dengan perhitungan rerata nilai tes (X) yang
dihitung dengan rumus:
𝑋� =
∑ �
�
(3.4)
keterangan:
𝑋�: Rerata nilai tes
∑ 𝑥: Jumlah total perolehan nilai tes
𝑁: Banyak siswa yang mengikuti tes
Kriteria yang digunakan untuk menentukan
tingkat pencapaian prestasi belajar fisika
disajikan di Tabel 2.3. Sedangkan standar
minimal prestasi belajar siswa atau KKM
yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah 63 kualifikasi berhasil. Derajat
kepercayaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah (1) ketekunan
pengamat, (2) triangulasi, dan (3)
pengecekan sejawat. Secara umum alur
pelaksanaan tindakan dalam penelitian
tindakan kelas digambarkan pada Gambar 1.
Tabel 3. Kriteria Pencapaian Prestasi Belajar
Siswa
Persentase (%) Kualifikasi Ketercapaian
Prestasi
92 – 100
75 – 91
50 – 74
25 – 49
0 – 24
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
5. 5
Gambar 1. Alur Pelaksanaan Tindakan dalam
Penelitian Tindakan Kelas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterlaksanaan Pembelajaran
Pada proses pembelajaran yang
dilakukan dengan menggunakan model
pengajaran langsung dengan pendekatan
kontekstual diperoleh data observasi
keterlaksanaan pembelajaran. Observasi
tersebut menggunakan pedoman penilaian
keterlaksanaan pembelajaran yang dibagi
menjadi beberapa kegiatan pembelajaran,
yaitu tahap pendahuluan atau fase orientasi,
kegiatan inti yang terdiri atas fase
presentasi, latihan terbimbing, umpan balik
dan pembetulan, latihan mandiri, serta tahap
penutupan.
Tahap pendahuluan atau fase orientasi
terdiri atas kegiatan menyampaikan salam,
menyuruh siswa mempersiapkan buku,
mengecek kehadiran siswa, memberikan
motivasi, menyampaikan tujuan,
menyampaikan langkah-langkah
pembelajaran, dan membagi siswa dalam
kelompok–kelompok. Persentase
keterlaksanaan pembelajaran pada tahap
pendahuluan atau pada fase orientasi siklus
I pertemuan 1 sebesar 76,57% dan pada
siklus I pertemuan 2 sebesar 85,71%. Hal
ini dapat diketahui bahwa rata-rata
persentase keterlaksanaan pembelajaran
pada tahap pendahuluan atau pada fase
orientasi pada siklus I sebesar 81,14%.
Sedangkan pada siklus II pertemuan 1
sebesar 87,5% dan pada siklus II pertemuan
2 sebesar 89,3%. Hal ini dapat diketahui
bahwa rata-rata persentase keterlaksanaan
pembelajaran pada tahap pendahuluan atau
pada fase orientasi pada siklus II sebesar
88,4%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat peningkatan persentase pada tahap
pendahuluan atau fase orientasi.
Tahap kegiatan inti presentasi yang
hanya terdiri dari menyampaikan materi
disertai dengan tanya jawab persentase
keterlaksanaan pembelajaran pada fase
presentasi siklus I pertemuan 1 sebesar
83,33% dan pada siklus I pertemuan 2
sebesar 83,33%. Rata-rata persentase
keterlaksanaan pembelajaran pada fase
persentase pada siklus I sebesar 83,33%.
Sedangkan pada siklus II pertemuan 1
sebesar 88,33% dan pertemuan 2 sebesar
88,33%. Sehingga dapat diketahui bahwa
rata-rata persentase keterlaksanaan
pembelajaran pada fase presentasi pada
siklus II sebesar 88,33%. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pada fase presentasi
persentasenya tetap.
Pada fase latihan terbimbing yang
terdiri dari menjelaskan LKS dan alat-alat
praktikum, membagikan LKS dan alat-alat
praktikum kepada masing-masing
kelompok, menjelaskan prosedur
praktikum, dan menyuruh masing-masing
kelompok berdiskusi dengan kelompoknya
masing-masing. Persentase keterlaksanaan
pembelajaran pada fase latihan terbimbing
siklus I pertemuan 1 sebesar 87,5% dan
pada siklus I pertemuan 2 sebesar 90%.
Sehingga rata-rata persentase
keterlaksanaan pembelajaran pada fase
latihan terbimbing pada siklus I sebesar
88,75%, sedangkan pada siklus II
pertemuan 1 sebesar 91,67% dan pertemuan
2 sebesar 93,75%. Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa rata-rata persentase
keterlaksanaan pembelajaran pada fase
presentasi pada siklus II sebesar 92,71%.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada fase
latihan terbimbing mengalami peningkatan.
Pada fase umpan balik dan
pembetulan yang terdiri atas kegiatan
meminta perwakilan kelompok untuk
presentasi, dan melanjutkan penyampaian
materi. Persentase keterlaksanaan
pembelajaran pada fase umpan balik dan
pembetulan siklus I pertemuan 1 sebesar
70,62% dan pada siklus I pertemuan 2
sebesar 71,46%. Sehingga rata-rata
6. 6
persentase keterlaksanaan pembelajaran
pada fase latihan terbimbing pada siklus I
sebesar 71,04%, sedangkan pada siklus II
pertemuan 1 sebesar 81,25% dan pertemuan
2 sebesar 82,5%. Dengan demikian,
sehingga dapat diketahui bahwa rata-rata
persentase keterlaksanaan pembelajaran
pada fase presentasi pada siklus II sebesar
81,25%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
pada fase umpan balik dan pembetulan
mengalami peningkatan.
Pada fase latihan mandiri yang terdiri
atas kegiatan memberikan contoh soal dan
memberikan tugas berupa latihan soal,
persentase keterlaksanaan pembelajaran
pada fase latihan mandiri siklus I pertemuan
1 sebesar 75% dan pada siklus I pertemuan
2 sebesar 75%. Jadi, sehingga rata-rata
persentase keterlaksanaan pembelajaran
pada fase latihan terbimbing pada siklus I
sebesar 75%, sedangkan pada siklus II
pertemuan 1 sebesar 81,25% dan pertemuan
2 sebesar 87,5%. Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa rata-rata persentase
keterlaksanaan pembelajaran pada fase
presentasi pada siklus II sebesar 84,4%. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa pada fase
latihan mandiri mengalami peningkatan.
Tahap kegiatan penutup yang terdiri
atas kegiatan mengevaluasi kegiatan
pembelajaran dengan cara tanya jawab
dengan siswa, menyimpulkan materi
pelajaran, memberikan tugas rumah, dan
menyampaikan salam. Persentase
keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I
pertemuan 1 sebesar 76,25% dan pada
siklus I pertemuan 2 sebesar 91,25%. Jadi,
rata-rata persentase keterlaksanaan
pembelajaran pada kegiatan penutup pada
siklus I sebesar 83,75%, sedangkan pada
siklus II pertemuan 1 sebesar 91,25% dan
pertemuan 2 sebesar 91,25%. Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa rata-rata
persentase keterlaksanaan pembelajaran
pada kegiatan penutup pada siklus II sebesar
91,25%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
pada kegiatan penutup mengalami
peningkatan.
Pada pembelajaran siklus I
keterlaksanaan pembelajaran sudah
mencapai kriteria yang diharapkan. Terlihat
dari rata-rata keterlaksanaan pembelajaran
siklus I mencapai 80,05% dan berada pada
kriteria baik. Pada pembelajaran siklus II
terdapat adanya peningkatan pencapaian
keberhasilan yaitu 86,9% dan berada pada
kriteria baik. Peningkatan ini dikarenakan
guru sudah mulai terbiasa dengan penerapan
model pembelajaran langsung dengan
pendekatan kontekstual di dalam kelas,
sehingga apa saja yang akan disampaikan
dan dilakukan sudah bisa dihafal oleh guru.
Selain itu, siswa sudah aktif dalam kegiatan
pembelajaran mulai dari fase 1 orientasi
sampai fase 5 latihan mandiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat
digambarkan tentang perbandingan
persentase ketercapaian pelaksanaan
skenario pembelajaran antara pembelajaran
siklus I dan siklus II pada gambar di bawah
ini.
Gambar 2. Ketercapaian Pelaksanaan Skenario
Pembelajaran antara Pembelajaran Siklus I dan
Siklus II
Motivasi
Motivasi belajar siswa diukur
menggunakan instrumen motivasi yang
terbagi menjadi 6 aspek dengan cara
observasi. Dari hasil observasi itu diperoleh
data sebagai berikut.
1. Aspek Minat
Minat meliputi menunjukkan sikap
ingin tahu dengan mengajukan pertanyaan
kepada guru atau temannya, siswa aktif
dalam kegiatan praktikum, dan siswa aktif
dalam diskusi kelompok dengan memberi
masukan di setiap pertanyaan. Persentase
keterlaksanaan aspek minat pada siklus I
10,00%
30,00%
50,00%
70,00%
90,00%
110,00%
1
Keterlaksanaa
n
PembelajaranS
iklus 1
Keterlaksanaa
n
Pembelajaran
Siklus 2
7. 7
sebesar 58,75%, sedangkan pada siklus II
sebesar 61,36%. Dengan demikian,
diketahui bahwa aspek minat siswa
meningkat. Hal ini diakibatkan oleh
pemberian nilai tambahan bagi siswa yang
aktif dan memberikan hadiah kepada
kelompok yang terbaik, sehingga siswa
sangat antusias dalam bertanya, aktif dalam
kegiatan praktikum, dan diskusi kelompok.
2. Aspek Perhatian
Perhatian meliputi mengikuti setiap
instruksi yang diberikan oleh guru,
memperhatikan penjelasan dari guru tentang
materi yang disampaikan, dan tidak
mengganggu jalannya proses belajar
mengajar dengan tidak ramai sendiri atau
mengganggu temannya. Persentase
keterlaksanaan aspek perhatian pada siklus I
sebesar 74,58%, sedangkan pada siklus II
sebesar 84,17% sehingga diketahui bahwa
aspek perhatian siswa meningkat. Hal ini
dikarenakan pada siklus II guru lebih
menekankan kepada siswa agar
memperhatikan apa yang disampaikan oleh
guru, dan memberikan sanksi apabila ada
siswa yang ramai, sehingga siswa lebih
perhatian pada siklus II dari pada siklus I.
3. Aspek Konsentrasi
Konsentrasi meliputi memusatkan
perhatian pada saat membahas hasil
praktikum dan diskusi kelompok,
memusatkan perhatian pada saat temannya
melakukan presentasi, dan memusatkan
perhatian dalam mendengarkan jawaban
teman tentang jawaban yang ada dalam
LKS. Persentase keterlaksanaan aspek
konsentrasi pada siklus I sebesar 62,18%,
sedangkan pada siklus II sebesar 75,42%
sehingga diketahui bahwa aspek konsentrasi
siswa meningkat. Hal ini disebabkan karena
siswa sudah mulai perhatian terhadap apa
yang disampaikan oleh guru sehingga siswa
konsentrasi penuh dalam belajar di kelas.
4. Aspek Senang
Senang meliputi satu hal yaitu tidak
mengantuk saat mengikuti proses
pembelajaran. Persentase keterlaksanaan
aspek senang pada siklus I sebesar 91,25%,
sedangkan pada siklus II sebesar 98,75%
sehingga diketahui bahwa aspek senang
siswa meningkat. Hal ini dikarenakan
proses belajar mengajar pada siklus II
dikemas dalam suasana serius tapi santai
sehingga siswa merasa senang. Selain itu
guru dan siswa sudah mulai akrab satu sama
lain sehingga terjadi komunikasi yang baik.
5. Aspek Pemahaman atas Materi
Pemahaman atas materi meliputi
dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
guru dan dapat mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru. Persentase
keterlaksanaan aspek pemahaman atas
materi pada siklus I sebesar 41,25%
sedangkan pada siklus II sebesar 49,37%
sehingga diketahui bahwa aspek
pemahaman atas materi siswa meningkat.
Hal ini disebabkan pada siklus II guru lebih
banyak memberikan latihan soal dan tugas
sehingga siswa lebih paham atas materi
yang disampaikan oleh guru.
6. Aspek Tekun
Tekun meliputi menyelesaikan tugas
dengan tepat waktu dan catatan pelajaran
lengkap dan rapi. Persentase keterlaksanaan
aspek tekun pada siklus I sebesar 71,56%
sedangkan pada siklus II sebesar 85,63%
sehingga diketahui bahwa aspek tekun
meningkat. Hal ini disebabkan karena siswa
mulai paham dengan materi yang
disampaikan oleh guru sehingga tugas-tugas
berupa latihan soal dapat terselesaikan
dengan cepat. Selain itu, untuk materi
pelajaran yang belum ada di lembar kerja
siswa (LKS) guru sering mendikte siswa
untuk mencatat sehingga catatan mereka
lengkap.
Hasil observasi menunjukkan bahwa
motivasi belajar siswa dalam pembelajaran
model pengajaran langsung dengan
pendekatan kontekstual pada siklus I sudah
cukup baik. Hal ini dapat terlihat dari
persentase motivasi belajar siswa yang
memenuhi kriteria cukup baik sebesar
66,59%, sedangkan pada siklus II terjadi
peningkatan rata-rata persentase motivasi
belajar siswa sebesar 75,78%. Hal ini
menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa
dalam pembelajaran model pengajaran
langsung dengan pendekatan kontekstual
8. 8
dengan metode demonstrasi pada siklus II
sudah memenuhi kriteria baik.
Peningkatan motivasi belajar siswa
dikarenakan peneliti mengadakan perbaikan
sebelum dilaksanakannya siklus II yaitu
sebelum diskusi kelompok, siswa disuruh
untuk mengerjakan pertanyaan-pertanyaan
yang ada di LKS secara mandiri sehingga
siswa merasa bertanggungjawab atas
tugasnya masing-masing sehingga perilaku
siswa mulai berubah. Siswa sudah
memperhatikan penjelasan guru,
melaksanakan apa yang telah diinstruksikan
oleh guru, berpartisipasi dalam melakukan
praktikum di dalam kelompoknya sendiri
agar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang ada di LKS terkait dengan praktikum
yang dilakukan. Karena siswa sudah
mengerjakan LKS secara mandiri, maka
mereka mempunyai jawaban masing-
masing sebelum dilakukan diskusi
kelompok. Dengan begitu, siswa aktif
dalam diskusi kelompok karena saling
memberikan masukan dan bertukar
pendapat satu sama lain. Selain itu, siswa
sudah mulai tidak mengobrol dengan
temannya, karena guru telah memberi
peringatan bagi siswa yang ramai akan
diberi sanksi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
digambarkan tentang perbandingan
persentase ketercapaian motivasi belajar
antara motivasi belajar siklus I dan siklus II
pada gambar 3.
Gambar 3. Ketercapaian motivasi belajar antara
motivasi belajar siklus I dan siklus II
Prestasi Belajar
Sebelum penelitian dilaksanakan,
terlebih dahulu peneliti mengadakan
pengamatan terhadap hasil ulangan harian
pada bab sebelumnya. Berdasarkan
observasi awal yang diperoleh peneliti
mendapatkan data bahwa nilai rata-rata
kelas rendah, karena nilai rata-rata yang
diperoleh dari 39 siswa kelas VIII E SMP
Islam Ma’arif 02 Malang menapai 60,8 dan
hanya 18 siswa yang memenuhi KKM atau
46,15% dari 39 siswa. Hasil observasi awal
ini digunakan sebagai bahan pertimbangan
dan informasi hasil tes pembelajaran siklus
I.
Pada siklus I nilai rata-rata hanya
62,26 rendahnya prestasi siswa ini
disebabkan oleh penggunaan pendekatan
yang baru dalam pembelajaran tersebut
sehingga siswa belum terbiasa dan merasa
asing. Setelah mulai terbiasa belajar dengan
model yang telah dilakukan oleh peneliti
prestasi belajar siswa mulai meningkat. Hal
ini terlihat dari nilai rata-rata siswa setelah
dilakukannya tes prestasi belajar di akhir
siklus II yang mencapai 76,07.
Pada siklus I siswa memenuhi KKM
masih 66,67% atau hanya 26 dari 39 siswa.
Hal ini disebabkan masih ada siswa yang
agak lama beradaptasi dengan model
pembelajaran yang diterapkan peneliti.
Namun, di akhir siklus II siswa yang
memenuhi KKM berjumlah 34 siswa atau
87,18%. Itu artinya terdapat kenaikan
persentase yang signifikan antara siklus I
dan siklus II.
Peningkatan prestasi belajar siswa
dari observasi awal ke siklus I disebabkan
karena penggunaan model pembelajaran
yang dipakai oleh peneliti yang membuat
siswa lebih paham terhadap materi yang
disampaikan. Sedangkan peningkatan
prestasi belajar dari siklus I ke siklus II
lebih dikarenakan guru lebih banyak
memberikan latihan-latihan soal kepada
siswa sehingga dalam mengerjakan soal,
siswa tidak mengalami kesulitan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
digambarkan tentang perbandingan
persentase prestasi belajar siklus I dan
prestasi belajar siklus II pada gambar 4.
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
1
Motivasi
Belajar Siklus 1
Motivasi
Belajar Siklus 2
9. 9
Gambar 4. Perbandingan Persentase Prestasi
Belajar Siklus I dan Prestasi Belajar Siklus II,
dengan Sebelum Tindakan
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Penerapan model pembelajaran langsung
dengan pendekatan kontekstual yang
mampu meningkatkan motivasi dan
prestasi belajar siswa terdiri atas lima
fase, yaitu:
1) Fase orientasi
Pada fase ini guru melakukan kegiatan
pendahuluan yaitu menyampaikan
salam, meminta siswa mempersiapkan
buku, mengecek kehadiran siswa,
memberikan motivasi, menyampaikan
tujuan, menyampaikan langkah-
langkah pembelajaran, dan membagi
siswa dalam kelompok-kelompok. Hal
ini bertujuan dalam rangka
mempersiapkan siswa untuk belajar.
2) Fase presentasi
Pada fase ini guru menyampaikan
materi disertai dengan tanya jwab agar
siswa dapat mengeluarkan pendapat
dan idenya yang terkait dengan materi
pelajaran.
3) Fase latihan terbimbing
Pada fase ini guru menjelaskan LKS
dan alat-alat praktikum, membagikan
LKS dan alat-alat praktikum kepada
masing-masing kelompok,
menjelaskan prosedur praktikum,
menyuruh masing-masing kelompok
untuk praktikum. Setelah selesai
masing-masing kelompok berdiskusi
untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang ada di LKS yang
berhubungan dengan praktikum yang
dilakukan.
4) Fase umpan balik dan pembetulan
Pada fase ini kegiatan yang dilakukan
guru adalah meminta perwakilan
kelompok untuk presentasi,
membahas diskusi kelompok,
menyimpulkan hasil praktikum. Ini
dilakukan agar siswa mengetahui
jawaban yang benar terkait praktikum
yang dilakukannya. Setelah itu, guru
melanjutkan penyampaian materi
pelajaran.
5) Fase latihan mandiri
Pada fase ini kegiatan guru
memberikan contoh soal dan
memberikan tugas berupa latihan soal
agar siswa dapat mengaplikasikan
materi pelajaran di dalam soal-soal.
2. Penerapan model pengajaran langsung
dengan pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa
kelas VIII E SMP Islam Ma’arif 02
Malang. Hal ini dapat dilihat dari rata-
rata motivasi belajar siswa pada siklus I
sebesar 66,59% dan rata-rata motivasi
belajar siswa pada siklus II sebesar
75,78.
3. Penerapan model pengajaran langsung
dengan pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas VIII E SMP Islam Ma’arif 02
Malang. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan prestasi belajar siswa
sebelum tindakan, siklus I dan siklus II.
Sebelum dilakukan tindakan, prestasi
belajar siswa sebesar 60,8, pada siklus I
sebesar 62,28, dan pada siklus II sebesar
76,07.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar. 2009. Penerapan Model Pengajaran
Langsung (Direct Instruction)
Berbasis Kontekstual dapat
Meningkatkan Prestasi dan Hasil
0
20
40
60
80
100
1
Nilai Rata-rata
Sebelum
Tindakan
Nilai Rata-rata
Siklus 1
Nilai Rata-rata
Siklus 2
10. 10
Belajar Fisika Kelas XI IPA-1 SMA
Laboratorium
Kristina. 2009. Penerapan Model
Pembelajaran Langsung (Direct
Instruction) menggunakan
Pendekatan Kontekstual dapat
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika
Kelas VIII-A UPTD SMP Negeri 2
Gampangrejo Kabupaten Kediri
Tahun Pelajaran 2008/2009. Malang:
Skripsi tidak diterbitkan.
Sagala, S. 2007. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alphabeta.