Jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter memainkan peran penting dalam revolusi Mesir dan Tunisia dengan memfasilitasi koordinasi gerakan protes secara online dan memperlihatkan kejadian di lapangan secara real-time ke seluruh dunia, sehingga dapat memperoleh dukungan luas. Pertumbuhan pengguna internet yang pesat khususnya di Timur Tengah meningkatkan pengaruh jejaring sosial untuk menyuarakan aspirasi penggunanya.
Governance and Management of Enterprise IT with COBIT 5 Framework
Kolom Telematika DetikINET - Peran Jejaring Sosial di Revolusi 2.0
1. Kolom Telematika
Peran Jejaring Sosial di Revolusi 2.0
Penulis: Goutama Bachtiar - detikinet
Jumat, 04/11/2011 14:20 WIB
Jakarta - 14 Januari 2011 pukul 11.18 siang, salah satu post dari ratusan juta post di Facebook setiap
harinya bertuliskan "Pesan untuk Penduduk Mesir: Mari jadikan tanggal 25 Januari mendatang sebagai Obor
Perubahan di Mesir".
Pesan di atas, yang ditulis dalam bahasa Arab, dianggap sebagai pemicu awal pergerakan sosial yang
berujung pada revolusi Mesir dan tumbangnya Presiden yang sudah berkuasa selama 30 tahun, Husni
Mubarak.
Facebook merupakan situs terpopuler kedua di Mesir dengan 5 juta pengguna. Saat itu mayoritas penduduk,
terutama kaum menengah, sudah jengah dengan korupsi di pemerintahan, penyalahgunaan kekuasaan,
ketimpangan kesempatan ekonomi dan pemusatan ekonomi di kalangan elit.
Tagar #Jan25, dimulai sejak 15 Januari, begitu populer dan menjadi penanda demonstrasi berkepanjangan
dan terkonsentrasi di Tahrir Square.
Revolusi Facebook, Revolusi Twitter. Faktor sosial, ekonomi, budaya dan politik merupakan pendorong
utama revolusi ini, dimana peran jejaring sosial, sebagai media, dengan 'viral effect' yang dimilikinya, berhasil
menumbangkan rezim Mubarak. Dunia terkejut. Revolusi berlanjut ke negara Arab lainnya. Timur Tengah pun
bergejolak.
Dua hari sesudah pesan tersebut dikirim, pemerintah Mesir yang mengontrol ketat media massa
konvensional, mulai mengambil tindakan. Layanan internet dan selular pun ditutup menggunakan teknologi
yang dibeli dari Narus, sebuah perusahaan asal Amerika Serikat. Rakyat mencari alternatif koneksi. Modem
dial up dan proxy server kembali marak digunakan.
Obama dan Kampanye Onlinenya
Menurut Webster Online Dictionary, gerakan sosial merupakan salah satu jenis aktivitas kelompok. Kelompok
informal yang terdiri dari individu dan atau organisasi dengan fokus kepada masalah sosial ataupun politik
tertentu, membuat perubahan sosial atau politik tertentu untuk kepentingan masyarakat banyak.
Pergerakan sosial sudah dimulai sejak ratusan tahun lampau. Bedanya adalah jika dahulu lebih banyak
menggunakan media massa, baik cetak dan elektronik seperti koran, radio serta televisi, maupun media
umum yang sederhana (pamflet, flyer) saat ini media internet terutama jejaring sosial, menjadi platform yang
populer.
Kemampuannya menjangkau lebih banyak audiens, real time, melintasi batas ruang dan waktu, efek domino
yang dashyat serta interaktivitasnya yang tinggi disadari berbagai kalangan.
Protes terhadap pemilihan umum di Iran, dua tahun lalu, dikenal dengan Pemberontakan Twitter,
menunjukkan bagaimana jejaring sosial membuat mobilisasi dan demonstrasi massa lebih mudah terjadi.
Penduduk Iran dengan lantang menyuarakan aspirasinya atas pemilihan Mahmoud Ahmadinejad melalui
Twitter dan Facebook.
Wacana peran internet dalam mobilisasi massa mulai mengemuka sejak penggunaan media tersebut secara
intens dalam kampanye pemilihan presiden yang dilakukan oleh Barack Obama dan timnya tiga tahun lalu.
http://inet.detik.com/read/2011/11/04/142056/1760382/398/peran-jejaring-sosial-di-revolusi-20 Page 1
2. Program kampanye tersebut merupakan program kampanye politik pertama yang memaksimalkan
penggunaan jejaring sosial dan dipimpin oleh David Plouffe selaku Manajer Kampanye dan Thomas
Gensemer, tokoh kunci strategi Internet Obama.
Sistemiknya pengunaan internet, pesan singkat serta media komunikasi elektronik lainnya bertujuan untuk
membuat jaringan relawan dan koordinator di tingkat akar rumput yang penuh komitmen dan militan.
Hasilnya? 2 juta relawan dan koordinator, 200.000 acara, 35.000 grup, 400.000 blog.
Dana kampanye terkumpul sebesar 30 juta dolar dari 70.000 donatur pribadi. Peran internet sebatas media
koordinasi dan kolaborasi, dengan tetap melibatkan dan memberdayakan relawan dan koordinator dalam
acara dan program kampanye mereka.
Slacktivism
Ada istilah ekstrim 'slacktivism', yang diperkenalkan oleh pakar jejaring sosial ternama, Evgeny Morozov.
Istilah ini memberikan gambaran bahwa perubahan sosial atau politik bisa terjadi cukup dengan melakukan
aktivitas online saja. Sebagai contoh cukup bergabung dengan salah satu Grup di Facebook.
Aktivisme jenis ini cocok untuk 'generasi pemalas' yang memiliki pemikiran bahwa mobilisasi di dunia maya
dapat memberikan kontribusi yang sama besar dibandingkan dengan aktivisme fisik, dimana mereka juga
akan terhindar dari resiko terluka, meninggal, diculik, brutalnya massa sampai ke penyiksaan yang sangat
mungkin terjadi pada aksi massa terutama untuk demonstrasi politik.
Mengambil contoh revolusi di Mesir, para demonstran memanfaatkan album foto maupun wall Facebook serta
Twitter untuk melaporkan dan memperlihatkan foto atas aksi yang terjadi. Rakyat yang memprotes, bentrok
dengan polisi, ketegangan yang ditimbulkan, suasana tawa dan duka. Sementara tagar #Jan25, muncul satu
hari setelah pesan di Facebook tersebut muncul, oleh akun wanita berusia 21 tahun, @alya1989262.
Twitter menjadi mata, telinga dan suara atas apa yang sebenarnya terjadi dan reaksi publik terhadapnya.
Para demonstran bermodalkan ponsel cerdas seakan berlomba-lomba ingin menyampaikan kejadian yang
mereka alami tersebut ke seluruh dunia. Tujuan utamanya adalah memperoleh dukungan dari rakyat Mesir
lainnya dan dukungan diwujudkan dengan aksi serupa.
Sebelum revolusi Mesir terjadi, awal tahun lalu, Januari silam, rezim Zine El-Abidine Ben Ali yang telah
berkuasa selama 23 tahun, juga terjungkal. Kejatuhan kekuasaan tiran di Tunisia yang diawali dengan aksi
demonstrasi kurang lebih satu bulan lamanya, juga diawali dengan perlawanan melalui Facebook dan Twitter.
Media massa 'mainstream', surat kabar, radio maupun televisi serta jejaring sosial lain seperti YouTube
diblokir serta aktivitas informasi di internet diawasi dengan ketat.
Ali, nama samaran salah seorang aktivis militan, dalam sebuah wawancara menyatakan dia menghabiskan
18 jam waktunya setiap hari di depan komputer untuk menggunakan Facebook.
Dia memimpin SBZ News, sebuah tim dengan 15 aktivis dunia maya, yang mengumpulkan informasi, foto dan
video dari berbagai sumber di Tunisia dan menyebarluaskannya di Facebook dan Twitter.
Semua fitur yang ada di kedua jejaring sosial tersebut dimanfaatkan oleh para aktivis untuk berbagi informasi,
merancang dan menyerbaluaskan agenda aksi serta mengkoordinasikan aksi demonstrasi.
Setelah revolusi di Tunisia menular di Mesir, pemerintah China menutup semua informasi tentang pergolakan
di Negeri Sungai Nil itu agar tidak memicu para aktivis pro demokrasi di China melakukan yang sama.
http://inet.detik.com/read/2011/11/04/142056/1760382/398/peran-jejaring-sosial-di-revolusi-20 Page 2
3. Di dalam negeri, Gerakan Sejuta Facebooker dalam menggalang dukungan terhadap Chandra Hamzah dan
Bibit Samad Rianto bulan Oktober dua tahun lalu yang dinonaktifkan karena diduga menyalahgunakan
wewenang cukup memberikan tekanan publik kepada pihak berwajib dan memiliki peran penting sehingga
keduanya terbebas dari tudingan menerima suap.
Masih ada beberapa gerakan pengguna Facebook lokal lainnya, mulai dari Gerakan 1 juta facebooker dukung
Hendri Mulyadi sebagai Pahlawan Nasional, Gerakan 1.000.000 Facebooker tolak UN sampai gerakan
Gerakan Semiliar Facebooker Menolak Pelarangan Jilbab dan Cadar.
Berani Karena Jejaring Sosial
Dari beberapa kejadian di atas, bisa disimpulkan bahwa jejaring sosial yang ada membuat para penggunanya
menjadi 'lebih berani' dalam menyatakan pendapat dan menyuarakan aspirasinya terutama jika hal menjadi
perhatian mereka terlepas bahwa aspirasi dan opini merupakan opini individual maupun perilaku kolektif.
Kolaborasi antara media massa konvensional dengan jejaring sosial, maupun jejaring sosial itu sendiri,
apabila media massa konvensional sudah kehilangan kepercayaan publik maupun diawasi secara
ketat/diblokir, sudah terbukti merupakan medium yang ampuh untuk melakukan aktivisme digital
(cyberactivism), selain email dan situs web.
Revolusi Industri, Perancis sampai dengan Revolusi Bolsheviks serta revolusi lainnya memang terjadi
sebelum jejaring sosial ditemukan. Teknologi semata tidak akan memicu revolusi. Jumlah pengguna internet
di dunia sudah mencapai 2,5 miliar pengguna, dari total 6,5 miliar penduduk Bumi dimana hampir 1 miliar di
antaranya memiliki akun jejaring sosial.
Pertumbuhan pengguna internet begitu pesat yaitu 3 digit (hampir 500 persen) dalam 10 tahun terakhir,
terutama di benua Afrika dan kawasan Timur Tengah dengan tingkat pertumbuhan yang menakjubkan, 4
digit. Saat ini 12 persen (120 juta) penduduk di Afrika dan 30 persen (70 juta) penduduk di Timur Tengah
sudah memiliki akses internet.
Statistik ini secara tidak langsung meningkatkan 'posisi tawar' jejaring sosial dalam menyuarakan opini dan
aspirasi penggunanya atas perubahan sosial, pergerakan sosial maupun menggalang 'people power'.
Ikatan sosial dan hubungan yang kuat antara kaum yang tertindas merupakan faktor utamanya. Dan jejaring
sosial memfasilitasi ikatan sosial dan hubungan yang ada di dunia nyata maupun dunia maya menjadi kuat
atau bahkan lebih kuat.
http://inet.detik.com/read/2011/11/04/142056/1760382/398/peran-jejaring-sosial-di-revolusi-20 Page 3