Dokumen tersebut memberikan gambaran umum tentang potensi wisata budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta melalui tiga contoh kawasan yaitu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Museum Ullen Sentalu, dan Desa Wisata Kasongan yang masing-masing memiliki atraksi budaya berupa upacara adat, seni, dan seni gerabah.
1. IDENTIFIKASI WISATA BUDAYA DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA
JURNAL ILMIAH
Disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah PPP dan GPI
Disusun oleh:
Adri Zervia Laurens 201117301
Birgita Nursuci C. P. 201117308
Hanas Yordi Pratama 201117314
Imakulata Nadia Andita 201117316
PROGRAM STUDI STUDI DESTINASI PARIWISATA
JURUSAN KEPARIWISATAAN
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA BANDUNG
2012
2. BAGIAN 1: GAMBARAN UMUM PARIWISATA D. I. YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah sebuah daerah otonomi setingkat propinsi di
Indonesia dengan ibukota propinsinya adalah Yogyakarta, sebuah kota dengan berbagai predikat,
baik dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan,
kota pelajar, dan kota pariwisata.
Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potensi propinsi ini dalam
kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali.
Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah,
wisata budaya, wisata pendidikan, wisata belanja, bahkan yang terbaru wisata malam. Wisata
belanja yang dari dulu dan sampai sekarang ini selalu diminati para wisatawan baik domestik
maupun mancanegara adalah wisata belanja di kawasan Malioboro.
Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah
dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang
memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota dan empat kabupaten, yang terbagi lagi
menjadi 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki jumlah
penduduk 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta
memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2.
Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan
fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Selatan atau
Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran
Rendah.
Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga
dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota
Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan
lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman
bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus,
mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian, pendidikan, dan pariwisata.
Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Gunungkidul,
merupakan kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst yang tandus
dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari (Wonosari
Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato
Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional
(pelarutan), dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai karakteristik lapisan tanah
dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang.
3. Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang
lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi
air tanah kecil.
Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai)
yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon
Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah
yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum
didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul.
Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal dengan gumuk
pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.
Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk,
ketersediaan prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta
kemajuan pembangunan antar wilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti
wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten
Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan
kepadatan penduduk tinggi dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga
merupakan wilayah yang lebih maju dan berkembang.
Dua daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar di DIY adalah DAS Progo di barat dan DAS
Opak-Oya di timur. Sungai-sungai yang cukup terkenal di DIY antara lain adalah Sungai Serang,
Sungai Progo, Sungai Bedog, Sungai Winongo, Sungai Boyong-Code, Sungai Gajah Wong,
Sungai Opak, dan Sungai Oya.
Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya obyek dan daya tarik wisata di
DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan
nusantara. Pada 2010 tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian
152.843 dari mancanegara dan 1.304.137 orang dari nusantara. Bentuk wisata di DIY meliputi
wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam,
wisata minat khusus dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran.
Tercatat ada 37 hotel berbintang dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY pada 2010. Adapun
penyelenggaraan MICE sebanyak 4.509 kali per tahun atau sekitar 12 kali per hari.
Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh
kreatifitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu menciptakan produk-
produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan. Pada tahun 2010 tedapat 91 desa wisata dengan
51 diantaranya yang layak dikunjungi.
DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik) maupun
yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya dan
4. benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang intangible seperti gagasan, sistem nilai atau
norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang tersebar di 13 Kawasan
Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau
tersebut, dengan Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya,
merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam
berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya dan beradat tradisi. Selain itu, Provinsi
DIY juga mempunyai 30 museum, yang dua diantaranya yaitu museum Ullen Sentalu dan
museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada 2010, persentase
benda cagar budaya tidak bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%, seangkan kunjungan ke
museum mencapai 6,42%.
5. BAGIAN 2: GAMBARAN PRODUK WISATA BUDAYA DI KAWASAN D. I.
YOGYAKARTA
A. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Kawasan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ( KNH ) terletak di desa babringin yang
dahulu bernama desa gajiwuti, kota Yogyakarta. Latar belakang kebudayaan masyarakat
setempat telah bercampur dengan masyarakat dari luar daerah. Suku jawa mendominasi
komposisi penduduk di kawasan ini sehingga tak heran bahasa yang digunakan adalah bahasa
jawa dan agama yang dianut kebanyakan merupakan agama islam kejawen.
Pola kehidupan masyarakat setempat kebanyakan wiraswasta, namun diantara mereka
juga banyak yang menjadi pegawai kerajaan. Di kalangan pegawai kerajaan terdapat susunan
sistem stratifikasi sosial yaitu susunan abdi dalem yang terdiiri dari : magang, jajan, bekel
muda, bekel tua, lurah, wedana, riau muda, riau tua, dan kanjeng sebagai tingkatan tertinggi.
Terdapat sistem kekerabatan dalam kehidupan kemasyarakatan di kawasan ini, yaitu
perkumpulan abdi dalem keluarga kerajaan, tepas krido mardowo ( group sendratari ) dan
serikat pedagang cinderamata. Tidak ada perpecahan di dalam sistem kekerabatan tersebut
dan pariwisata cukup berpengaruh karena masyarakat juga bertanggapan positif tentang
pariwisata. Di kawasan ini juga terdapat hukum adat yang mengikat kuat setiap kehidupan
masyarakat.
Jenis atraksi yang ditampilkan di kawasan ini sangat beragam diantaranya upacara adat
yaitu pingitan. Pingitan adalah siraman pengantin yang dilakukan di keraton. Terdapat pula
upacara keagamaan yaitu sekaten ( penyambutan hari besar islam ), upacara Labuan (
pembuangan kesialan ), dan siraman pusaka setiap malam selasa dan jumat kliwon.
Disini terdapat juga atraksi kesenian yaitu seni tari ( golek dan bedoyo ), seni batik untuk
dipamerkan dan seni instrumental ( uyon-uyon dan wiyogo ). Seni bangunan yang
ditampilakn berupa tempat beribadah ( mesjid penepen ), gedung-gedung pemerintahan
semasa kesultanan Yogyakarta ( parintah hageng keraton purworetno ), dan museum tribadi
Hamengkubuwono IX yang berisi barang-barang pribadi milik Sri Sultan Hamengkubuwono
IX.
Pemerintah setempat berkontribusi dalam usaha mempertahankan nilai-nilai budaya di
kawasan ini yang memiliki kekhasan budaya daerah jawa dengan cara membentuk badan
khusus yang bertugas untuk mengurus kawasan ini yaitu BPPP ( Badan Pengelolaan
Peninggalan Purbakala ). Usaha-usaha pengembangan kebudayaan daerah juga terdapat
disini demi meningkatkan nilai jual pariwisata di kawasan ini.
6. B. Museum Ullen Sentalu
Kawasan Museum Ullen Sentalu terletak di kecamatan Kaliurang Kabupaten Sleman.
Latar belakang kebudayaan masyarakat setempat telah bercampur dengan masyarakat dari
luar daerah. Suku jawa mendominasi komposisi penduduk di kawasan ini sehingga tak heran
bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa dan agama yang dianut kebanyakan merupakan
agama islam kejawen.
Museum ini didirikan oleh keluarga Haryono 1994 dan diresmikan pada tanggal 1 maret
1997. Nama Ullen Sentalu merupakan singkatan dari bahasa Jawa: “ULating bLENcong
SEjatiNe TAtaraning LUmaku” yang artinya adalah “Nyala lampu blencong merupakan
petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan”. Filsafah ini diambil dari sebuah
lampu minyak yang dipergunakan dalam pertunjukkan wayang kulit (blencong) yang
merupakan cahaya yang selalu bergerak untuk mengarahkan dan menerangi perjalanan hidup
kita.
Atraksi yang disuguhkan di museum ini diantaranya adalah kesenian yaitu seni tari ( tari
golek menak dengan reservasi terlebih dahulu ), seni lukis, seni pahat, dan seni membatik.
Sementara untuk seni musik dan seni anyaman hanya merupakan diorama, Terdapat pula
peninggalan arkeologis berupa arca. Di museum ini juga terdapat tradisi “Asia Tri Jogja”
yaitu kumpulan budaya dari tiga Negara : Indonesia ( jawa ), jepang, dan korea.
Museum ini merupakan yayasan pribdai sehingga tidak disubsidi oleh pemerintah.
Masyarakat juga mendukung kegiatan pariwisata di museum ini karena factor untuk
mempertahankan kebudayaan khas daerah setempat.
C. Desa Wisata Kasongan
Kawasan Desa Wisata Kasongan terletak di Desa Kasongan, Kabupaten Bantul. Latar
belakang kebudayaan masyarakat setempat telah bercampur dengan masyarakat luar daerah.
Suku Jawa mendominasi komposisi penduduk di kawasan ini sehingga tak heran bahasa yang
digunakan adalah bahasa jawa dan agama yang dianut kebanyakan merupakan Islam.
Pola kehidupan masyarakat di kawasan ini, kebanyakan bermata pencaharian
pertukangan dan wiraswasta. Di kawasan ini juga terdapat sistem kekerabatan berupa
koperasi para pengrajin gerabah yang berpengaruh terhadap pengembangan pariwisata.
Jenis atraksi yang ditawarkan di kawasan ini, berupa seni gerabah dan juga terdapat
makam Kyai Song yang merupakan sesepuh kawasan ini. Beberapa waktu yang lalu, sempat
terselenggara festival Kasongan yang berisi pameran seni gerabah dan pertunjukan tari serta
instrumental khas Jawa.
Usaha yang dilakukan pemerintah untuk kawasan ini diantaranya yaitu pendirian koperasi
untuk menunjang para pengrajin yang juga didukung oleh masyarakat setempat.
7. D. Candi Prambanan
Kawasan Candi Prambanan terletak di Desa Prambanan, Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Klaten. Latar belakang kebudayaan masyarakat setempat telah bercampur dengan
masyarakat dari luar daerah. Suku jawa mendominasi komposisi penduduk di kawasan ini
sehingga tak heran bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa dan agama yang dianut
kebanyakan merupakan agama Islam.
Mayoritas mata pencaharian masyarakat setempat adalah pedagang, namun sebagian
besar dari mereka menjadikan bertani sebagai mata pencaharian utama. Terdapat pula sistem
kekerabatan sosial berupa organisasi sosial yaitu serikat pedagang, Kopapra (komunitas
pencinta photography), dan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan
Candi Ratu Baka serta Badan Pengelola Peninggalan Purbakala (BP3) sebagai pengelola
serta merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Jenis atraksi yang dipertunjukkan di kawasan ini adalah di kumpulan candi (candi Shiwa,
Candi Brahma, Candi Wisnu, dan beberapa candi kecil lainnya) yang merupakan atraksi
andalan dikawasan ini. Selain itu terdapat pula atraksi lain yaitu tawur agung, upacara
keagamaan umat Hindu yang dilaksanakan satu hari sebelum peringatan Nyepi. Lalu juga
terdapat seni tari (Kuda Lumping), seni instrumental (karawitan), dan museum
Kepurbakalaan yang berisi benda-benda arkeologis yang ditemukan di luar candi.
Usaha yang dilakukan pemerintah untuk pengurusan dikawasan ini berupa pengelolaan
dari PT Taman Wisata Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Candi Ratu Baka serta
Badan Pengelolaan Peninggalan Purbakala (BP3). Hal ini didukung masyarakat karena telah
terbukti meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
E. Candi Borobudur
Kawasan Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kabupaten Magelang. Latar
belakang kebudayaan masyarakat setempat telah bercampur dengan masyarakat dari luar
daerah. Suku jawa mendominasi komposisi penduduk di kawasan ini sehingga tak heran
bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa dan agama yang dianut kebanyakan merupakan
agama Islam.
Mata pencaharian masyarakat setempat mayoritas merupakan petani yang melakukan
sambilan menjadi pedagang. Masih terdapat pula sistem kemasyarakatan golongan
bangsawan di sekitar kawasan candi yaitu di daeran Candi Rejo. Terdapat pula sistem
kekerabatan namun bersifat minoritas dan tidak berpengaruh terhadap pengembangan
pariwisata walaupun rasa kebersamaan masyarakat di kawasan ini sangat besar.
Jenis atraksi yang ditampilkan di kawasan ini adalah Candi Borobudur yang merupakan
candi Budha terbesar di dunia. Selain itu terdapat pula atraksi lain yaitu upacara adat berupa
merti desa, yaitu upacara pencurahan terimakasih kepada bumi yang telah memberikan
kehidupan. Terdapat juga upacara keagamaan Waisak setahun sekali pada bulan Safar
(kalender Islam). Atraksi kesenian yang ditampilkan yaitu seni tari (Jatilan), seni
8. instrumental (Karawitan), dan seni pahat yang dilakukan oleh Komunitas Seniman
Borobudur. Di sini juga terdapat beberapa museum diantara Museum Arkeologi (berisi
10.000 batu patahan candi), Museum Kapal dan Museum Rekor Indonesia. Di Candi
Borobudur mulai di galakan pula tradisi memakai kain batik yang disediakan pengelola sejak
tahun 2011, yang dimaksudkan untuk menghormati Candi Borobudur sebagai tempat suci
umat Budha.
Usaha pemerintah untuk pengelolaan di kawasan ini berupa dua BUMN yaitu PT Taman
Wisata Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Candi Ratu Baka serta Badan Pengelola
Peninggalan Purbakala sebagai pengelola utama kawasan ini. Usaha pemerintah ini didukung
masyarakat larena mempunyai alasan yang sama yaitu melestarikan, merawat, dan menjaga
Candi Borobudur.
BAGIAN 3: KESIMPULAN
Wisata budaya di kawasan D. I. Yogyakarta dan sekitarnya memiliki karakteristik khas
Jawa yang sangat kental. Ini terlihat dari setiap unsur atraksi yang dipertunjukkan dan para
pekerja pariwisata di setiap destinasi yang menggunakan bahasa pergaulan lokal: bahasa
Jawa. Pengelolaan di setiap destinasi juga sangat baik karena telah menggunakan konsep
pembangunan pariwisata tertentu. Namun beberapa kelemahan masih bisa ditemukan seperti
contohnya pelayanan para pedagang yang buruk. Para pedagang terlalu memaksakan dalam
menawarkan barang dagangannya sehingga membuat wisatawan menjadi risih. Selain itu
pengembangan tata ruang kota mutlak dilakukan demi pengembangan pariwisata yang lebih
baik lagi terutama di kawasan Malioboro.
9. BAGIAN 4 : LAMPIRAN
Akomodasi di Yogyakarta
Malioboro wisata belanja di Yogyakarta