Makalah pekerjaan farmasi dan ham.

H
hospitalhospital

makalah

1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan hak asasi manusia, manakala seseorang sakit maka ia akan
melakukan segala cara untuk memulihkan kesehatannya. Salah satu cara yang paling umum
di tempuh oleh penderita adalah menjalani pengobatan secara medis oleh dokter baik yang
melakukan pelayanan mandiri maupun yang bekerja di Rumah Sakit.
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan unit
pelayanan yang kompleks, padat modal, padat tenaga ahli dan padat teknologi. Bila dilihat
dari komponen-komponen yang mendukung pelayanan kesehatan secara berkesinambungan
maka peran Rumah Sakit dipengaruhi oleh beberapa hal :
1. Struktur organisasi pelayanan medik (dalam arti luas adalah pelayanan kesehatan) diatur
dalam UU 23 / 1992 tentang Kesehatan dan dijabarkan lebih lanjut dalam PP 32/1996
tentang Tenaga Kesehatan.
2. Perilaku sosial dan budaya, terutama yang berkaitan dengan pandangan dan praktek para
tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi masing-masing dalam upaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Pasal 1 angka 3 UU 23 / 1992 menyatakan:
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sedangkan
jenis-jenis tenaga kesehatan diatur dalam pasal 2 PP 32/1996 sebagai berikut:
(1) Tenaga Kesehatan terdiri dari:
1. tenaga medis;
2. tenaga keperawatan;
3. tenaga kefarmasian;
4. tenaga kesehatan masyarakat;
5. tenaga gizi;
2
6. tenaga keterapian fisik;
7. tenaga keteknisan medis.
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidiologI kesehatan, etnomologi kesehatan,
mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan administrator kesehatan dan sanitarian
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien
(7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapis wicara
(8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, fefraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi tranfusi dan
perekam medik.
Upaya perawatan /pelayanan kesehatan bermula dari hubungan antara dokter dan
pasien dalam transaksi terapeutik yang didasarkan pada perjanjian yang bersifat inspanning
artinya perjanjian yang didasarkan pada usaha yang sungguh-sungguh untuk menemukan
terapi yang tepat dalam penyembuhan yang dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Bila
dilihat dari pengaturan tenaga kesehatan sebagaimana dalam Undang-undang Kesehatan dan
Peraturan Pemerintah maka secara implisit dapat dikatakan bahwa tenaga kefarmasian
memiliki pertanggungjawaban yang sama dengan tenaga kesehatan yang lain manakala
mereka bekerja tidak sesuai dengan standar profesi yang akibatnya dapat menimbulkan
kerugian pada pasien. Hal ini akan menjadi lebih penting untuk diperhatikan setelah
berlakunya UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen yang jangkauan berlakunya juga
meliputi pelayanan kesehatan.
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana
diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (PP no 51
tahun 2009).
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan
layanan kesehatan kepada masyarakat. Salah satu yang berperan dalam pelayanan kesehatan
adalah pekerjaan kefarmasian.
Pekerjaan kefarmasian menurut PP RI nomor 51 Tahun 2009 : Pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
3
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.
Adapun tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah memberikan perlindungan
kepada pasien dalam memperoleh sediaan dan jasa kefarmasian, meningkatkan mutu
penyelenggaraannya yang sesuai peraturan perundang-undangan agar memberikan kepastian
hukum bagi pasien dan tenaga kefarmasian (PP 51 Tahun 2009 pasal 4).
I.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana ruang lingkup pekerjaan kefarmasian?
1.2.2 Undang –undang yang terkait dengan pekerjaan kefarmasian?
1.2.3 Bagaimana hubungan antara pekerjaan kefarmasian dan hak asasi manusia?
4
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Ruang Lingkup Pekerjaan Kefarmasian
Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 ayat (1) bahwa, praktek
kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 pasal 5
tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 6);
1. Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas
distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi.
2. Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan oleh Tenaga kefarmasian.
3. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu,
manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi.
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 7);
1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki
Apoteker penanggung jawab.
2. Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian.
Berdasarkan pasal 8 bahwa fasilitas produksi sediaan farmasi dapat berupa
industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik
kosmetika.
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi,
meliputi (pasal 14):
1. Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat
harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
5
2. Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian.
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 19):
a. Apotek
b. Instalasi
c. Instalasi farmasi rumah sakit;
d. Puskesmas;
e. Klinik;
f. Toko Obat; atau
g. Praktek bersama.
Berdasarkan pasal 20, dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/
atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
II.2. Pelaku Pekerjaan kefarmasian dan Perizinan Tenaga Kefarmasian
II.2.1. Pelaku Pekerjaan Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada pasal 33
yaitu:
1. Tenaga Kefarmasian terdiri atas:
a. Apoteker; dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian.
2. Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi,
dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
II.2.2. Perizinan Tenaga Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada
Pasal 39 disebutkan bahwa:
1. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi.
2. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperuntukkan bagi:
a. Apoteker berupa STRA; dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.
Pada Pasal 40 disebutkan:
6
1. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji Apoteker;
d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari
dokter yang memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
Pada pasal 41 : STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1).
Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian pada Pasal
47 wajib memenuhi persyaratan:
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktek;
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang
telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian
bekerja; dan
d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika kefarmasian
STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (1) (Pasal 48).
Pada Pasal 49 disebutkan bahwa STRA, STRA Khusus, dan STRTTK
tidak berlaku karena:
a. Habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang
bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk
diperpanjang;
b. Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
7
c. Permohonan yang bersangkutan;
d. Yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. Dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.
Pada Pasal 52 disebutkan bahwa setiap Tenaga Kefarmasian yang
melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat
izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana
dimaksud pada ayat dapat berupa:
a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di
Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;
b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian
sebagai Apoteker pendamping;
c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di
fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah
sakit; atau
d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.
Pada pasal 53 disebutkan:
1. Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dikeluarkan oleh
pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
2. Tata cara pemberian surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh
Menteri.
II.3. Hubungan PP No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Dengan UU No
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Hal PP 51 tahun 2009 UU 36 tahun 2009
Tenaga kesehatan Pasal 33, terdiri dari
Apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian
Pasal 1 no. 6, Tenaga
kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan
8
dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya
kesehatan.
Pekerjaan
kefarmasian
Pasal 5
meliputi pengadaan,
produksi, distribusi, dan
pelayanan sediaan
farmasi.
Pasal 108
meliputi pembuatan,
termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan
pendistribusian obat hingga
pelayanan informasi obat
yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
Fasilitas
Kesehatan
Pasal 1 no.7
sarana yang digunakan
untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
Pasal 1 no. 7
suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
Sediaan farmasi obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetik
Sediaan Farmasi adalah
obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetik.
Tujuan pekerjaan
kefarmasian
Pasal 4 poin a:
Memberikan perlindungan
kepada pasien dan
masyarakat dalam
memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan
farmasi dan jasa
kefarmasian;
Pasal 104 ayat 1:
Pengamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan
diselenggarakan untuk
melindungi masyarakat dari
bahaya yang disebabkan
oleh penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan
yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/atau
khasiat/kemanfaatan.
Peraturan
Pemerintah
Pasal 2 ayat (1):
Peraturan Pemerintah ini
mengatur Pekerjaan
Kefarmasian dalam
pengadaan, produksi,
distribusi atau penyaluran,
dan pelayanan sediaan
farmasi.
Pasal 98
Ayat (3) : Ketentuan
mengenai pengadaan,
penyimpanan,
pengolahan, promosi,
pengedaran sediaan farmasi
dan
alat kesehatan harus
9
memenuhi standar mutu
pelayanan farmasi yang
ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Ayat (4): Pemerintah
berkewajiban membina,
mengatur, mengendalikan,
dan mengawasi pengadaan,
penyimpanan, promosi, dan
pengedaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
II.4. Undang-undang yang Terkait dengan Pekerjaan Kefarmasian
1. UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2. UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
3. UU No 32 Tahun 2004 tentang Regristasi Izin, Praktek Tenaga Kesehatan.
4. UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
5. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
7. Permenkes 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotik Rakyat.
8. Permenkes 1148/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF).
9. Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Regristasi, Izin Praktek dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
10. Permenkes 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik.
11. Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Industri Farmasi
12. Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Regristrasi Tenaga Kesehatan
13. Permenkes No 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotik
14. Permenkes No 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas
15. Permenkes nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit
II.5. Hubungan Antara Pekerjaan Kefarmasian dan Hak Asasi Manusia
Adanya pertanggungjawaban baik tanggung jawab profesi maupun tanggungjawab
hukum dalam suatu hubungan hukum mengemuka manakala salah satu pihak melakukan
perbuatan yang berakibat merugikan pihak lain. Tenaga kefarmasian yang lingkup
10
pekerjaannya diatur dalam pasal 63 UU 23/1992 meliputi pengadaan, produksi, distribusi dan
pelayanan sediaan farmasi. Tenaga kefarmasian sebagai tenaga profesional yang memenuhi
syarat-syarat tertentu maka selain tunduk pada aturan perundangan juga tunduk pada standar
profesi sebagai acuan dalam menjalankan tugasnya. Permasalahan pertanggungjawaban
tenaga kefarmasian secara mutatis mutandis disamakan dengan dokter maka apabila
melakukan kelalaian ataupun kesalahan dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum
perdata, pidana dan administrasi. Dasar pertanggungjawaban secara perdata berdasar pada
pasal 1365 , 1367 KUHPerdata serta Pasal 54 dan 55 UU 23/1999. Sedangkan
pertanggungjawaban pidana didasarkan pada pasal 386, 359 dan 360 KUHPidana. Khusus
untuk tenaga kefarmasian ada aturan yang lebih jelas sanksi pidana sebagai mana diatur
dalam:
Pasal 80 angka 4
b. barang siapa dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa
obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope indonesia dan atau buku standar
lainnya diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak tiga ratus juta
rupiah;
Pasal 81 angka 2
c. barang siapa mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa ijin edar diancam
pidana penjara paling lama 7 tahun dan denda paling banyak 140 juta rupiah;
Pasal 82 angka 1
d. barangsiapa tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja melakukan pekerjaan
kefarmasian diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 juta
rupiah.;
Pasal 82 angka 2
Barang siapa dengan sengaja:
b.memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat tradisional yang tidak
memenuhi standar ;
c. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika yang tidak
memenuhi standar ;
d. mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar;
e. memproduksi dan atau mengedarkan bahan yang mengandung zat adiktif yang tidak
memenuhi standar;
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 juta
rupiah.
11
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kefarmasiaan dapat
dipertanggungjawabkan menurut ketentuan hukum perdata dan pidana serta hukum
administrasi, manakala perbuatannya memenuhi rimusan dalam undang-undang tersebut.
UU 8 /1999 secara tegas mengatur tanggung jawab pelaku usaha sebagai berikut:
Pasal 19
 Pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan;
Selain itu undang-undang perlindungan konsumen menganut pembuktian terbalik atau beban
pembuktian adanya kesalahan dibebankan pada pelaku usaha sebagaimana dicantumkan
dalam pasal 22 dan 28 UU 8/1999. Filosofi yang mendasari ketentuan ini adalah adanya
anggapan bahwa kedudukan pelaku usaha lebih tinggi baik secara ekonomi maupun sosial
daripada konsumen, selain itu juga didasarkan pada asas bahwa pelaku usaha harus berhati-
hati terhadap keamanan barang atau jasa yang diperdagangkannya.
12
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
1. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisionsal.
2. Pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker yang harus memiliki STRA dan tenaga
teknis kefarmasian harus memiliki STRTTK.
3. Pemerintah mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi,
distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.
4. Tenaga kefarmasian , sama seperti profesi lainnya tidak kebal terhadap aturan-
aturan hukum dan dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana , perdata
maupun administrasi
5. Keberadaan undang-undang perlindungan konsumen seharusnya tidak dipandang
sebagai ancaman akan tetapi dipandang sebagai rambu-rambu yang akan
mengingatkan tenaga kefarmasian untuk selalu menjalankan tugasnya pada arah
yang benar.
III.2 SARAN
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2. PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
3. http://farmasetika.com/2016/08/29/permenkes-no-31-th-2016-terkait-perubahan-
registrasi-izin-praktik-dan-kerja-tenaga-kefarmasian/
4. Peraturan UU No.8 Tahun1999 mengatur hak dan kewajiban konsumen.

Recomendados

Root, prefix, suffix batam 2013 por
Root, prefix, suffix batam 2013Root, prefix, suffix batam 2013
Root, prefix, suffix batam 2013MUHAMMAD AL Qarni
40.8K vistas38 diapositivas
Suffixes (Terminologi Medis I) por
Suffixes (Terminologi Medis I)Suffixes (Terminologi Medis I)
Suffixes (Terminologi Medis I)Fera Rausanni Ilma
35.5K vistas19 diapositivas
Konsep dasar etika farmasi umum por
Konsep dasar etika farmasi umumKonsep dasar etika farmasi umum
Konsep dasar etika farmasi umumMaswanDaulay
952 vistas13 diapositivas
Farmasi por
FarmasiFarmasi
Farmasirickygunawan84
738 vistas109 diapositivas
Ppt mi 7. sk yanfar alkes por
Ppt mi 7. sk yanfar alkesPpt mi 7. sk yanfar alkes
Ppt mi 7. sk yanfar alkesrickygunawan84
1.8K vistas16 diapositivas
Daftar obat esensial nasional 2013 por
Daftar obat esensial nasional 2013Daftar obat esensial nasional 2013
Daftar obat esensial nasional 2013Ulfah Hanum
30.5K vistas70 diapositivas

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

MSDS, CA,CO, Tanda" dalam Farmasi por
MSDS, CA,CO, Tanda" dalam FarmasiMSDS, CA,CO, Tanda" dalam Farmasi
MSDS, CA,CO, Tanda" dalam Farmasimataram indonesia
4.1K vistas6 diapositivas
KFT por
KFTKFT
KFTKhusnul Diana
9.6K vistas19 diapositivas
Profesi Dalam keperawatan por
Profesi Dalam keperawatanProfesi Dalam keperawatan
Profesi Dalam keperawatanpjj_kemenkes
13K vistas20 diapositivas
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika por
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaUlfah Hanum
164.8K vistas37 diapositivas
Metode keperawatan tim por
Metode keperawatan timMetode keperawatan tim
Metode keperawatan timSulistia Rini
5.1K vistas12 diapositivas
Pedoman Visite Untuk Apoteker por
Pedoman Visite Untuk Apoteker Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Surya Amal
30.4K vistas68 diapositivas

La actualidad más candente(20)

Profesi Dalam keperawatan por pjj_kemenkes
Profesi Dalam keperawatanProfesi Dalam keperawatan
Profesi Dalam keperawatan
pjj_kemenkes13K vistas
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika por Ulfah Hanum
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Ulfah Hanum164.8K vistas
Metode keperawatan tim por Sulistia Rini
Metode keperawatan timMetode keperawatan tim
Metode keperawatan tim
Sulistia Rini5.1K vistas
Pedoman Visite Untuk Apoteker por Surya Amal
Pedoman Visite Untuk Apoteker Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker
Surya Amal30.4K vistas
Tugas presentasi materi dan perubahan materi por hendryaniflusia
Tugas presentasi materi dan perubahan materiTugas presentasi materi dan perubahan materi
Tugas presentasi materi dan perubahan materi
hendryaniflusia7.7K vistas
Gangguan sistem indra por Eva Nandah
Gangguan sistem indraGangguan sistem indra
Gangguan sistem indra
Eva Nandah36.9K vistas
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan por pjj_kemenkes
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran PerkemihanAnatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Perkemihan
pjj_kemenkes3.1K vistas
Implikasi,Legal Etik pada Dokumentasi Keperawatan Serta Strategi Manejemen Re... por pjj_kemenkes
Implikasi,Legal Etik pada Dokumentasi Keperawatan Serta Strategi Manejemen Re...Implikasi,Legal Etik pada Dokumentasi Keperawatan Serta Strategi Manejemen Re...
Implikasi,Legal Etik pada Dokumentasi Keperawatan Serta Strategi Manejemen Re...
pjj_kemenkes7.3K vistas
farmakokinetik, efek samping, komplikasi por 4nakmans4
farmakokinetik, efek samping, komplikasifarmakokinetik, efek samping, komplikasi
farmakokinetik, efek samping, komplikasi
4nakmans468.8K vistas
Alat Kesehatan (Alkes) dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) por Abulkhair Abdullah
Alat Kesehatan (Alkes) dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)Alat Kesehatan (Alkes) dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Alat Kesehatan (Alkes) dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Abulkhair Abdullah4.6K vistas
Konsep dasar etika profesi keperawatan por Ade Rahman
Konsep dasar etika  profesi keperawatanKonsep dasar etika  profesi keperawatan
Konsep dasar etika profesi keperawatan
Ade Rahman23.4K vistas
Penerapan Sosial Budaya dalam Rumah Sakit por Fitria Anwarawati
Penerapan Sosial Budaya dalam Rumah SakitPenerapan Sosial Budaya dalam Rumah Sakit
Penerapan Sosial Budaya dalam Rumah Sakit
Fitria Anwarawati14.1K vistas
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma por Sainal Edi Kamal
Pharmaceutical  Care Untuk Penyakit AsmaPharmaceutical  Care Untuk Penyakit Asma
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma
Sainal Edi Kamal11.5K vistas
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN di APOTEK ATING 3 DAYEUHKOLOT PENYERAHAN OBAT ... por Alorka 114114
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN di APOTEK ATING 3 DAYEUHKOLOT PENYERAHAN OBAT ...LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN di APOTEK ATING 3 DAYEUHKOLOT PENYERAHAN OBAT ...
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN di APOTEK ATING 3 DAYEUHKOLOT PENYERAHAN OBAT ...
Alorka 1141144.7K vistas

Similar a Makalah pekerjaan farmasi dan ham.

Uu kesehatan por
Uu kesehatanUu kesehatan
Uu kesehatanhusnul khotimah
1.2K vistas29 diapositivas
Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA por
Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA
Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
415 vistas14 diapositivas
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada) por
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)hardione
15.8K vistas29 diapositivas
Uu no 36 th 2009 por
Uu no 36 th 2009Uu no 36 th 2009
Uu no 36 th 2009sintaardila
141 vistas4 diapositivas
Uu no 36 th 2009 por
Uu no 36 th 2009Uu no 36 th 2009
Uu no 36 th 2009sintaardila
582 vistas4 diapositivas
Keputusan menteri kesehatan republik indonesia por
Keputusan menteri kesehatan republik indonesiaKeputusan menteri kesehatan republik indonesia
Keputusan menteri kesehatan republik indonesiaRidwan Ridwan
2.4K vistas10 diapositivas

Similar a Makalah pekerjaan farmasi dan ham.(20)

Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada) por hardione
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
hardione15.8K vistas
Uu no 36 th 2009 por sintaardila
Uu no 36 th 2009Uu no 36 th 2009
Uu no 36 th 2009
sintaardila141 vistas
Uu no 36 th 2009 por sintaardila
Uu no 36 th 2009Uu no 36 th 2009
Uu no 36 th 2009
sintaardila582 vistas
Keputusan menteri kesehatan republik indonesia por Ridwan Ridwan
Keputusan menteri kesehatan republik indonesiaKeputusan menteri kesehatan republik indonesia
Keputusan menteri kesehatan republik indonesia
Ridwan Ridwan2.4K vistas
PP 512009 EDIT.ppt por Aprilhm
PP 512009 EDIT.pptPP 512009 EDIT.ppt
PP 512009 EDIT.ppt
Aprilhm50 vistas
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs por Albertus Beny
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rsPmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Albertus Beny2.9K vistas
Permenkes no. 71 tahun 2013 por IdnJournal
Permenkes no. 71 tahun 2013Permenkes no. 71 tahun 2013
Permenkes no. 71 tahun 2013
IdnJournal2.1K vistas
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe... por BPJS Kesehatan RI
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pe...
BPJS Kesehatan RI3.2K vistas
Peraturan pemerintah no_32_tahun_1996 tentang tenaga kesehatan (kebidanan) por Annisa Berlannov
Peraturan pemerintah no_32_tahun_1996 tentang tenaga kesehatan (kebidanan)Peraturan pemerintah no_32_tahun_1996 tentang tenaga kesehatan (kebidanan)
Peraturan pemerintah no_32_tahun_1996 tentang tenaga kesehatan (kebidanan)
Annisa Berlannov440 vistas
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek por Albertus Beny
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotekPmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
Albertus Beny10.6K vistas
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014 por Chynthya Riiweuh
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
Chynthya Riiweuh282 vistas
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotek por Totok Sudjianto
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotekPmk no 35 2014 standar yan far di apotek
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotek
Totok Sudjianto5.9K vistas
Makalan uud-kedokteran-yang-berimplikasi-praktek-kebidanan fc f4 11 rk por kimjennie9898
Makalan uud-kedokteran-yang-berimplikasi-praktek-kebidanan fc f4 11 rkMakalan uud-kedokteran-yang-berimplikasi-praktek-kebidanan fc f4 11 rk
Makalan uud-kedokteran-yang-berimplikasi-praktek-kebidanan fc f4 11 rk
kimjennie9898111 vistas
laporan magang por relin yesika
laporan maganglaporan magang
laporan magang
relin yesika14.4K vistas
Makalah tugas dan fungsi apoteker por Akira Sama
Makalah tugas dan fungsi apotekerMakalah tugas dan fungsi apoteker
Makalah tugas dan fungsi apoteker
Akira Sama22.3K vistas

Más de hospital

Panduan sedasi rsia fatma por
Panduan sedasi rsia fatmaPanduan sedasi rsia fatma
Panduan sedasi rsia fatmahospital
772 vistas23 diapositivas
Label sampah por
Label sampahLabel sampah
Label sampahhospital
29 vistas1 diapositiva
Konsep dasar-patologi-ok-deh por
Konsep dasar-patologi-ok-dehKonsep dasar-patologi-ok-deh
Konsep dasar-patologi-ok-dehhospital
208 vistas11 diapositivas
Copy of nota dinas dekon por
Copy of nota dinas dekonCopy of nota dinas dekon
Copy of nota dinas dekonhospital
921 vistas4 diapositivas
Hidrosefalus por
HidrosefalusHidrosefalus
Hidrosefalushospital
518 vistas10 diapositivas
Obat jantung por
Obat jantungObat jantung
Obat jantunghospital
734 vistas42 diapositivas

Más de hospital(6)

Panduan sedasi rsia fatma por hospital
Panduan sedasi rsia fatmaPanduan sedasi rsia fatma
Panduan sedasi rsia fatma
hospital772 vistas
Label sampah por hospital
Label sampahLabel sampah
Label sampah
hospital29 vistas
Konsep dasar-patologi-ok-deh por hospital
Konsep dasar-patologi-ok-dehKonsep dasar-patologi-ok-deh
Konsep dasar-patologi-ok-deh
hospital208 vistas
Copy of nota dinas dekon por hospital
Copy of nota dinas dekonCopy of nota dinas dekon
Copy of nota dinas dekon
hospital921 vistas
Hidrosefalus por hospital
HidrosefalusHidrosefalus
Hidrosefalus
hospital518 vistas
Obat jantung por hospital
Obat jantungObat jantung
Obat jantung
hospital734 vistas

Makalah pekerjaan farmasi dan ham.

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan hak asasi manusia, manakala seseorang sakit maka ia akan melakukan segala cara untuk memulihkan kesehatannya. Salah satu cara yang paling umum di tempuh oleh penderita adalah menjalani pengobatan secara medis oleh dokter baik yang melakukan pelayanan mandiri maupun yang bekerja di Rumah Sakit. Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan unit pelayanan yang kompleks, padat modal, padat tenaga ahli dan padat teknologi. Bila dilihat dari komponen-komponen yang mendukung pelayanan kesehatan secara berkesinambungan maka peran Rumah Sakit dipengaruhi oleh beberapa hal : 1. Struktur organisasi pelayanan medik (dalam arti luas adalah pelayanan kesehatan) diatur dalam UU 23 / 1992 tentang Kesehatan dan dijabarkan lebih lanjut dalam PP 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan. 2. Perilaku sosial dan budaya, terutama yang berkaitan dengan pandangan dan praktek para tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi masing-masing dalam upaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pasal 1 angka 3 UU 23 / 1992 menyatakan: Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sedangkan jenis-jenis tenaga kesehatan diatur dalam pasal 2 PP 32/1996 sebagai berikut: (1) Tenaga Kesehatan terdiri dari: 1. tenaga medis; 2. tenaga keperawatan; 3. tenaga kefarmasian; 4. tenaga kesehatan masyarakat; 5. tenaga gizi;
  • 2. 2 6. tenaga keterapian fisik; 7. tenaga keteknisan medis. (2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi (3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan (4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker (5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidiologI kesehatan, etnomologi kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan administrator kesehatan dan sanitarian (6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien (7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapis wicara (8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, fefraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medik. Upaya perawatan /pelayanan kesehatan bermula dari hubungan antara dokter dan pasien dalam transaksi terapeutik yang didasarkan pada perjanjian yang bersifat inspanning artinya perjanjian yang didasarkan pada usaha yang sungguh-sungguh untuk menemukan terapi yang tepat dalam penyembuhan yang dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Bila dilihat dari pengaturan tenaga kesehatan sebagaimana dalam Undang-undang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah maka secara implisit dapat dikatakan bahwa tenaga kefarmasian memiliki pertanggungjawaban yang sama dengan tenaga kesehatan yang lain manakala mereka bekerja tidak sesuai dengan standar profesi yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian pada pasien. Hal ini akan menjadi lebih penting untuk diperhatikan setelah berlakunya UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen yang jangkauan berlakunya juga meliputi pelayanan kesehatan. Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (PP no 51 tahun 2009). Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Salah satu yang berperan dalam pelayanan kesehatan adalah pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian menurut PP RI nomor 51 Tahun 2009 : Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
  • 3. 3 pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Adapun tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah memberikan perlindungan kepada pasien dalam memperoleh sediaan dan jasa kefarmasian, meningkatkan mutu penyelenggaraannya yang sesuai peraturan perundang-undangan agar memberikan kepastian hukum bagi pasien dan tenaga kefarmasian (PP 51 Tahun 2009 pasal 4). I.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Bagaimana ruang lingkup pekerjaan kefarmasian? 1.2.2 Undang –undang yang terkait dengan pekerjaan kefarmasian? 1.2.3 Bagaimana hubungan antara pekerjaan kefarmasian dan hak asasi manusia?
  • 4. 4 BAB II PEMBAHASAN II.1. Ruang Lingkup Pekerjaan Kefarmasian Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 ayat (1) bahwa, praktek kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 pasal 5 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi: a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 6); 1. Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi. 2. Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian. 3. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi. b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 7); 1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab. 2. Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Berdasarkan pasal 8 bahwa fasilitas produksi sediaan farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika. c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 14): 1. Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
  • 5. 5 2. Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian. d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 19): a. Apotek b. Instalasi c. Instalasi farmasi rumah sakit; d. Puskesmas; e. Klinik; f. Toko Obat; atau g. Praktek bersama. Berdasarkan pasal 20, dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian. II.2. Pelaku Pekerjaan kefarmasian dan Perizinan Tenaga Kefarmasian II.2.1. Pelaku Pekerjaan Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada pasal 33 yaitu: 1. Tenaga Kefarmasian terdiri atas: a. Apoteker; dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian. 2. Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. II.2.2. Perizinan Tenaga Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada Pasal 39 disebutkan bahwa: 1. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. 2. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi: a. Apoteker berupa STRA; dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK. Pada Pasal 40 disebutkan:
  • 6. 6 1. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan: a. memiliki ijazah Apoteker; b. memiliki sertifikat kompetensi profesi; c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker; d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Pada pasal 41 : STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1). Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian pada Pasal 47 wajib memenuhi persyaratan: a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya; b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek; c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) (Pasal 48). Pada Pasal 49 disebutkan bahwa STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena: a. Habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang; b. Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • 7. 7 c. Permohonan yang bersangkutan; d. Yang bersangkutan meninggal dunia; atau e. Dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang. Pada Pasal 52 disebutkan bahwa setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat dapat berupa: a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit; b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping; c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian. Pada pasal 53 disebutkan: 1. Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. 2. Tata cara pemberian surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. II.3. Hubungan PP No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Dengan UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Hal PP 51 tahun 2009 UU 36 tahun 2009 Tenaga kesehatan Pasal 33, terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian Pasal 1 no. 6, Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
  • 8. 8 dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Pekerjaan kefarmasian Pasal 5 meliputi pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi. Pasal 108 meliputi pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat hingga pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Fasilitas Kesehatan Pasal 1 no.7 sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pasal 1 no. 7 suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Sediaan farmasi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik. Tujuan pekerjaan kefarmasian Pasal 4 poin a: Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian; Pasal 104 ayat 1: Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan. Peraturan Pemerintah Pasal 2 ayat (1): Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. Pasal 98 Ayat (3) : Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
  • 9. 9 memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ayat (4): Pemerintah berkewajiban membina, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pengadaan, penyimpanan, promosi, dan pengedaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3). II.4. Undang-undang yang Terkait dengan Pekerjaan Kefarmasian 1. UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan. 2. UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. 3. UU No 32 Tahun 2004 tentang Regristasi Izin, Praktek Tenaga Kesehatan. 4. UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 5. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 6. PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 7. Permenkes 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotik Rakyat. 8. Permenkes 1148/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF). 9. Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Regristasi, Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 10. Permenkes 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik. 11. Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Industri Farmasi 12. Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Regristrasi Tenaga Kesehatan 13. Permenkes No 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik 14. Permenkes No 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas 15. Permenkes nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit II.5. Hubungan Antara Pekerjaan Kefarmasian dan Hak Asasi Manusia Adanya pertanggungjawaban baik tanggung jawab profesi maupun tanggungjawab hukum dalam suatu hubungan hukum mengemuka manakala salah satu pihak melakukan perbuatan yang berakibat merugikan pihak lain. Tenaga kefarmasian yang lingkup
  • 10. 10 pekerjaannya diatur dalam pasal 63 UU 23/1992 meliputi pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi. Tenaga kefarmasian sebagai tenaga profesional yang memenuhi syarat-syarat tertentu maka selain tunduk pada aturan perundangan juga tunduk pada standar profesi sebagai acuan dalam menjalankan tugasnya. Permasalahan pertanggungjawaban tenaga kefarmasian secara mutatis mutandis disamakan dengan dokter maka apabila melakukan kelalaian ataupun kesalahan dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum perdata, pidana dan administrasi. Dasar pertanggungjawaban secara perdata berdasar pada pasal 1365 , 1367 KUHPerdata serta Pasal 54 dan 55 UU 23/1999. Sedangkan pertanggungjawaban pidana didasarkan pada pasal 386, 359 dan 360 KUHPidana. Khusus untuk tenaga kefarmasian ada aturan yang lebih jelas sanksi pidana sebagai mana diatur dalam: Pasal 80 angka 4 b. barang siapa dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope indonesia dan atau buku standar lainnya diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak tiga ratus juta rupiah; Pasal 81 angka 2 c. barang siapa mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa ijin edar diancam pidana penjara paling lama 7 tahun dan denda paling banyak 140 juta rupiah; Pasal 82 angka 1 d. barangsiapa tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja melakukan pekerjaan kefarmasian diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah.; Pasal 82 angka 2 Barang siapa dengan sengaja: b.memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat tradisional yang tidak memenuhi standar ; c. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika yang tidak memenuhi standar ; d. mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar; e. memproduksi dan atau mengedarkan bahan yang mengandung zat adiktif yang tidak memenuhi standar; dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah.
  • 11. 11 Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kefarmasiaan dapat dipertanggungjawabkan menurut ketentuan hukum perdata dan pidana serta hukum administrasi, manakala perbuatannya memenuhi rimusan dalam undang-undang tersebut. UU 8 /1999 secara tegas mengatur tanggung jawab pelaku usaha sebagai berikut: Pasal 19  Pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan; Selain itu undang-undang perlindungan konsumen menganut pembuktian terbalik atau beban pembuktian adanya kesalahan dibebankan pada pelaku usaha sebagaimana dicantumkan dalam pasal 22 dan 28 UU 8/1999. Filosofi yang mendasari ketentuan ini adalah adanya anggapan bahwa kedudukan pelaku usaha lebih tinggi baik secara ekonomi maupun sosial daripada konsumen, selain itu juga didasarkan pada asas bahwa pelaku usaha harus berhati- hati terhadap keamanan barang atau jasa yang diperdagangkannya.
  • 12. 12 BAB III PENUTUP III.1 KESIMPULAN 1. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisionsal. 2. Pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker yang harus memiliki STRA dan tenaga teknis kefarmasian harus memiliki STRTTK. 3. Pemerintah mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. 4. Tenaga kefarmasian , sama seperti profesi lainnya tidak kebal terhadap aturan- aturan hukum dan dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana , perdata maupun administrasi 5. Keberadaan undang-undang perlindungan konsumen seharusnya tidak dipandang sebagai ancaman akan tetapi dipandang sebagai rambu-rambu yang akan mengingatkan tenaga kefarmasian untuk selalu menjalankan tugasnya pada arah yang benar. III.2 SARAN Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
  • 13. 13 DAFTAR PUSTAKA 1. UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan. 2. PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian 3. http://farmasetika.com/2016/08/29/permenkes-no-31-th-2016-terkait-perubahan- registrasi-izin-praktik-dan-kerja-tenaga-kefarmasian/ 4. Peraturan UU No.8 Tahun1999 mengatur hak dan kewajiban konsumen.