Menata Desa, Menyembuhkan Indonesia:
Peluang dan Tantangan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
2
R. Yando Zakaria
Pengampu #KongkowDesa @RumahJambon
Penjelasan Pasal 18:
• II. Dalam territoir Negara
Indonesia terdapat lebih kurang
250 “Zelfbesturende
landschappen” dan
“Volksgemeenschappen”, seperti
desa di Jawa dan Bali, negeri di
Minangkabau, dusun dan marga di
Palembang dan sebagainya.
Daerah-daerah itu mempunyai
susunan asli dan oleh karenanya
dapat dianggap sebagai daerah
yang bersifat istimewa. Negara
Republik Indonesia menghormati
kedudukan daerah-daerah istimewa
tersebut dan segala peraturan
negara yang mengenai daerah itu
akan mengingati hak-hak asal-usul
daerah tersebut”.
Tiga sub-sistem Volksgemeenschappen
atau susunan asli atau masy hukum adat
Tatanan
sosial-politik
dan hukum
Tatanan Sosial-
ekonomi & Ulayat
Tatanan
sosial-
budaya
Implementasi Pengakuan terhadap ‘hak asal-usul’ (sebelum amandemen)
3 Elemen ‘hak asal-usul’ dari ‘Susunan asli’
‘hak bawan’, bukan ‘hak berian’
Tatanan
sosial-politik
dan hukum
Tatanan Sosial-
ekonomi & ulayat
Tatanan
sosial-
budaya
Pengaturan pasca-Konstitusi
• Aspek Sosial-Budaya:
– Masih ada sejumlah diskriminasi dalam hal
religi, kependudukan, dll. proyek-proyek
pemukiman kembali
• Aspek Sosial-Ekonomi:
– UU No. 5/1960 Hak Ulayat cq, Hak MHA
diakui Tapi tidak ada instrumen
operasionalnya PP 24/2007, MHA
belum jadi subyek huku; Hak ulayat belum
menjadi jenis hak Permen Agraria No.
5/1999 baru soal penyelesaian konflik;
kriiteria MHA bersifat akumulatif
– Orde Baru: Membekukan Hak MHA
• Aspek Sosial-Politik:
– Hingga reformasi ada 7 UU sebelum ini
mengaturnya secara berbeda-beda
terakhir adalah UU 5/79 ttg Pemdes yang
disebutkan tidak sesuai dengan amanat
konstitusi desa sbg unit politik
(IGO/IGOB) menjadi sekedar unit
adminitrasi MHA sbg subyek hukum
makin lemah
Konstitusionalisme Pengaturan Masyarakat Hukum Adat atau disebut desa
atau disebut dengan nama lain Pasca-reformasi
• Tahun 2000 terjadi amandemen Pasal 18
Melalui perdebatan yang panjang Pasal
18 dikembang menjadi 3 pasal: Pasal 18
(7 ayat), Pasal 18A (2 ayat), dan Pasal 18B
(2 ayat).
• Pasal 18B ayat 2:
Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang
• UU 32/2009 cq. PP 72/2005 dianggapa
belum memenuhi amanat Pasal 18B ayat
(2)
• 2012 Putusan MK 35/2012 UU No.
6/2014
Tatanan
sosial-politik
dan hukum
Tatanan Sosial-
ekonomi & ulayat
Tatanan
sosial-
budaya
Lima Pelajaran Penting Keputusan MK 35/2012 terhadap Pendefenisian
Masyarakat Hukum Adat dan Pengakuan Atas Hak-haknya
• Kali pertama MK menggunakan kriteria ttg MHA yang telah
dirumuskannya sendiri sebelumnya;
• MHA sebagai subyek hukum Legal standing MHA diterima;
• Ditegaskan bahwa pengakuan dan penghormatan hak-hak MHA ini
diatur DALAM undang-undang Keberadaan MHA cukup didukung
peraturan perundang-undangan tingkat kabupaten; bahkan bisa
‘hanya’ berupa SK Bupati (Kasus Kasepuhan Cisitu); dan bisa juga
kebijakan daerah yang hanya mengakui salah satu unsur MHA itu
cq. pengakuan tanah ulaya (Kasus Kenegerian Kuntu);
• MHA ‘berdaulat’ atas Ulayatnya; pengakuan atas ulayat MHA tidak
bertentangan dengan Psal 33: 3 Tp ‘tidak boleh seenaknya’
Rumusan AMAN tentang ‘MA dapat menentukan nasibnya sendiri’
ditolak MK;
• MHA itu dinamis dan tidak statis.
Tentang Pengertian ‘Masyarakat Adat’ dan Unit Sosialnya:
Tumpang tindih atau ‘kerancuan berpikir’?
(Kesatuan/Persekutuan)
Masyarakat Hukum Adat
Desa atau disebut
dgn nama lain cq.
Desa Adat vs Desa
Dinas
Masyarakat Adat
Masyarakat
Tradisional
Komunitas Adat
Terpencil
• Manan (2000 & 2002);
Ashaddiqqie (2006);
dan Sodiki (2012): ‘Desa
atau disebut dengan
nama lain’
• Adakah unit sosial lain
yang dirujuk oleh Pasal
18: 2?
– Isra (2012, komunikasi
pribadi): Perlu
pendalaman lebih lanjut!
Implikasi Pengakuan terhadap ‘hak asal-usul’ (sebelum amandemen) atau ‘hak-hak
tradisional’ (pasca-amandemen)
3 Elemen ‘hak asal-usul’ ‘hak
bawan’, bukan ‘hak berian’
Tatanan
sosial-politik
dan hukum
Tatanan Sosial-
ekonomi & Ulayat
Tatanan
sosial-
budaya
Implikasi pengakuan ‘kesatuan
masyarakat hukum adat’
• Pengakuan terhadap eksistensi organisasi dr
‘susunan asli’ ;
• Pengakuan atas sistem nilai dan aturan-aturan
yang mengatur kehidupan bersama dalam
‘susunan asli’, termasuk aturan-aturan yang
mengatut ‘sumber-sumber kehidupan’nya;
• Pengakuan terhadap ‘hak penguasaan’ ‘hak
pertuanan’ atas apa yang disebut sebagai ulayat
(baca: wilayah kehidupan) susuna asli yang
bersangkutan. Pengakuan atas ulayat
mensyaratkan perubahan pada berbagai UU
Sektoral yang selama ini tdk mengakui hak-hak
masyarakat adat, sebagaimana yang telah
diamanatkan oleh TAP MPR IX/2001)
• Dikaitkan dengan Pasal 18 dan 18A, maka desa
atau disebut dgn nama lain juga diberi
kewenangan untuk menyelenggarakan
‘pemerintahan nasional’!
Implikasi terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan
Nasional di Tingkat Desa atau disebut dengan nama lain
• Pengaturan yang berdasarkan
Pengakuan terhadap hak asal-usul
desa:
– Susunan asli
– Norma dan aturan
– Ulayat
• Pengaturan yang mempertimbangkan
ciri-ciri keberagaman sosial-dan
budaya masyarakat yang ada;
– Sistem penyelenggaraan pemerintahan
nasional yang beragam
– Kewenangan cq. hak dan kewajiban
yang beragam pula
• Pengaturan yg mengutamakan
prinsip-prinsip rekognisi & subsidiariti
– Kewenangan lokal cq. hak untuk turut
menentukan kewenangan yang menjadi
tanggung jawabnya;
– Kewajiban pokok yang tidak boleh
memberatkan desa.
Penyelenggaraan
Pemerintahan
dan
Pembangunan
Nasional di
Tingkat Desa
Sistem Desa
Adat/Desa
Asli
Sistem
Desa/Desa
Praja
Sistem ‘Desa
Perbantuan’
Pembangunan
sektor ekonomi
Pembangunan
sektor lingkungan
Pembangunan
Pertanian Perbaikan sektor gizi
sektor etc.
Tata Kelola Pembangunan di Tingkat Desa –
Eksisting
Pemerintahan
Desa
Kelompok
Desa Sebagai OBYEK
Pembangunan:
Di tingkat makro
• Pembangunan bersifat proyek -
> tidak berkesinambungan.
• Lokasi tidak merata -> faktor
politik sangat berperan.
Di Tingkat Mikro
• Fragmentasi/tumpang tindih
kegiatan
• Fragmentasi kelembagaan
• Fragmentasi perencanaan
• Fragmentasi keuangan
• Tumpang tindih kelompok
sasaran
Penguatan
Sistem
pemerintahan
DesaKelompok
Kelompok
Kelompok
?
12
14
BIAS PROYEK SEKTORAL DALAM PEMIKIRAN TENTANG DESA
1. Masih adanya pola pikir yang mengkotak-kotakan desa
sebagai kategori-kategori sektoral (bias sektoral).
2. Bias proyek sektoral ini menjadikan “Desa sebagai tata
kelola komunitas” yang merupakan”bejana kuasa rakyat”
diberlakukan sebagai salah satu sektor tersendiri yang
lepas dari sektor-sektor lainnya.
3. Desa, yang diberlakukan sebagai sektor, cenderung
menciptakan fragmentasi kepentingan.
4. Berhadapan dengan fakta Desa yang terfragmentasi,
penerapan program-program pemberdayaan masyarakat
dilakukan melalui jalan pintas ”mobilisasi partisipasi”
dalam skala proyek-proyek. Pemberdayaan masyarakat
pun diberlakukan sebagai sebuah ”sektor” tersendiri.
15
DAMPAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
YANG BERSKALA PROYEK
1. Keberdayaan masyarakat dalam batas-batas ruang dan
waktu berskala proyek yang bersifat eksklusif
berdasarkan prosedur proyek.
2. Eksklusivitas proyek pemberdayaan masyarakat
berkarakter apolitis karena pelaksanaan kegiatannya
membatasi diri pada prosedur proyek sehingga
menjauhkan masyarakat desa dengan kewajibannya
sebagai warga negara di segala bidang kehidupan.
3. Ketika proyek berakhir, masyarakat desa yang
keberdayaannya terbatas dalam skala proyek itu mudah
jatuh kembali ke dalam situasi ketidakberdayaan. Karena,
desa senyatanya berada dalam situasi yang tidak
berdaya.
17
1. Tata-negara (RI) adalah realitas legal-formal baru, sedangkan
desa adalah realitas organis sosio-kultural yang secara historis
terjadi jauh sebelum tata-negara modern.
2. Desa sebagai realitas historis sosio-kultural itu kini beroperasi
dalam tata kedaulatan & jurisdiksi tata-negara modern.
3. Desa sbg komunitas sosio-kultural dan keanggotaan seorang di
dalamnya tidak lenyap, namun dalam kedaulatan tata-negara
modern dengan „kewarganegaraan‟ (citizenship) sbg identitas
keanggotaan, status komunitas sosio-kultural desa secara
legalformal “di-absorbsi” dalam bangunan kedaulatan baru ini.
4. Maka, persoalan „desa‟ dalam konsep kedaulatan tata-negara
modern (a) bukan apakah secara legal-formal desa merupakan
bagian kedaulatan negara, (b) melainkan skema institusional
terbaik macam apa yang menjamin „desa‟ sebagai locus dan
garda-depan koordinasi „kehidupan bersama‟ yang persis
(setidaknya secara teoretis) merupakan maksud konstitusional
tata-negara modern.
TITIK TOLAK PERSOALAN
B. Herry Priyono, Kedaulatan Negara dan Tata‐kelola Desa, bahan tayang pada
Workshop Program Pelatihan Desa : “Menggagas Desa Ideal & Kelembangan
Pembangunan Desa”, PNPM Support Facility. Jakarta, 28 Februari 2013
18
Desa sebagai realitas sosio‐politico‐kultural di dalam/luar tata‐negara
modern
Tata‐negara sebagai
konstruksi politik baru
UUD
Kedaulatan
(satuan tata‐negara)
DESA
Desa sbg realitas sosio‐politico‐kultural secara
historis ada sebelum tata‐negara modern
LANDASAN KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Awalnya…
• Pasal 18 Ayat (7)
Susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan
daerah diatur dalam undang-
undang.
• Pasal 18 B Ayat (2)
Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Akhirnya…
• Pasal 18 B Ayat (2)
Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
• Pasal 18 Ayat (7)
Susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan
daerah diatur dalam undang-
undang.
20
Konstelasi Norma Hukum dalam Konstitusi tentang Pengakuan Hak-hak
Masyarakat Hukum Adat atau ‘Desa atau disebut dengan nama lain’
Pasal 18B: 2
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Pasal lain dlm konstitusi yang juga
relevan:
Intinya adalah pengakuan atas hak-hak
tradisional cq. ‘Hak asal-usul’ Pasal lain dlm konstitusi yang juga
relevan:
Pasal 28i: 3
Identitas budaya dan hak masyarakat
tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan
zaman dan peradaban.
Hak Asal-usul:
Organisasi/susunan asli
Nilai, norma, dan aturan cq. Hukum Adat
Ulayat (sebagai basis material organisasi
serta nilai, norma, dan aturan ybs.):
Hak Atas tanah ulayat
Hak untuk menjalankan tradisi,
Dll…, dan
Hak untuk Mengurus Rumahtangga
Sendiri
Pasal 18: 7 (?) Yang disebut sebagai
Daerah dalam berbagai ayat pada Pasal
18 ini adalah Propinsi, Kabupaten dan
Kota
Pasal 32: 2
Negara menghormati dan memelihara
bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional.
Pasal 18A (?) hanya mencakup
hubungan kewenangan dan keuangan
antara Pusat dan Daerah
RUUPPHMHA: (DPR) cq. RUU PPHMA
(AMAN)
Pengaturan ‘hak-hak asal DI LUAR ‘hak
pegaturan untuk mengurus diri sendiri’
Harmonisasi dan Singkronisasi
RUU Desa:
Pengaturan tentang penyelenggaraan
‘Pemerintahan’ di tingkat Desa atau
disebut dengan nama lain.
1. MEMBERIKAN PENGAKUAN DAN PENGHORMATAN ATAS
DESAYANG ADA DENGAN KEBERAGAMANYA
2. MEMBERIKAN KEJELASAN STATUS DAN KEPASTIAN HUKUM
ATAS DESA
3. MELESTARIKAN DAN MEMAJUKAN ADAT, TRADISI DAN BUDAYA
MASYARAKAT
4. MENDORONG PRAKARSA, GERAKAN DAN PARTISIPASI MASY
5. MEMBENTUK PEMERINTAHAN DESA YANG PROFESIONAL,
EFISIEN DAN EFEKTIF, TERBUKA, BERTANGGUNGJAWAB
6. MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK GUNA PERWUJUDAN
KESEJAHTERAAN UMUM
7. MENINGKATKAN KETAHANAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT
8. MEMAJUKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT DESA
9. MEMPERKUAT MASY. DESA SEBAGAI SUBYEK PEMBANGUNAN
25
TUJUAN PENGATURAN
Azas Pengaturan dan Definisi Desa
Azas Pengaturan (Pasal 3)
a. rekognisi;
b. subsidiaritas;
c. keberagaman;
d. kebersamaan;
e. kegotongroyongan;
f. kekeluargaan;
g. musyawarah;
h. demokrasi;
i. kemandirian;
j. partisipasi;
k. kesetaraan;
l. pemberdayaan; dan
m. keberlanjutan.
Defenisi (Pasal 1 (1) & Jenis Desa
(Pasal 6)
• Desa adalah desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
• Penyebutan desa dan desa adat dapat
disesuaikan dengan penyebutan yang
berlaku di daerah setempat
Asas Rekognisi
Asas pengakuan dan penghormatan yang diamanatkan
oleh konstitusi dalam ilmu sosial disebut sebagai
rekognisi. Rekognisi mencakup pengakuan keragaman
budaya untuk membangun keadilan budaya (cultural
justice) serta pengakuan terhadap kemandirian desa.
Yang strategis adalah rekognisi terhadap:
Hak Asal-Usul, Inisiatif (prakarsa) dan produk hukum
desa, tradisi dan institusi lokal.
Asas Subsidiaritas
”masyarakat atau lembaga yang lebih tinggi
kedudukannya harus memberi bantuan kepada
anggota-anggotanya atau lembaga yang lebih
terbatas sejauh mereka sendiri tidak dapat
menyelesaikan tugas mereka secara memuaskan.
Sedangkan apa yang dapat dikerjakan secara
memuaskan oleh satuan-satuan masyarakat yang
lebih terbatas jangan diambil alih oleh satuan
masyarakat yang lebih tinggi”.
Franz Magnis-Suseno, 1987, Etika Politik : Prinsip-Prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 307
• Asas subsidiaritas ini menjamin kewenangan lokal berskala
Desa
• Pihak-pihak yang berkepentingan atas Desa berkewajiban
memfasilitasi dan membantu desa untuk berdaya
mengelola secara mandiri urusan-urusan lokal berskala
Desa
• Konsekuensinya, segala urusan lokal yang Desa dan yang
mampu dikelola sendiri oleh Desa, pelaksananya harus
diserahkan kepada desa. Segala urusan lokal berskala Desa
yang mampu dikelola sendiri oleh Desa tidak boleh diambil
alih dari Desa.
30
ASAS SUBSIDIARITAS DALAM PENGATURAN DESA
• Pemberdayaan masyarakat dipahami sebagai pemberdayaan
desa
• Desa berdaya di bidang politik : kepemimpinan desa yang
demokratis, produk hukum desa yang disusun secara
demokratis (penyusunannya melibatkan masyarakat desa) dan
keberlakuannya ditaati oleh warga desa maupun supra desa.
• Desa berdaya di bidang ekonomi : desa mandiri di bidang
ekonomi (pangan, energi) berbasiskan sumberdaya lokal
• Desa berdaya di bidang sosial budaya : desa mandiri di bidang
sosial budaya dalam wujudnya berupa penghadiran tradisi dan
adat-istiadat lokal maupun nilai-nilai kebangsaan sebagai dasar
kebiasaan hidup masyarakat desa.
31
ASAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DALAM PENGATURAN DESA
32
KEWENANGAN DESA
tugas pembantuan dari
Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
dan Pemerintah
Kabupaten/Kota; dan
•.
PP 72/2005 Pasal 7
Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan desa mencakup :
UU Desa/2014 Pasal 18
d. kewenangan lain yang ditugaskan
oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Kewenangan Desa meliputi:
urusan pemerintahan yang sudah
ada berdasarkan hak asal usul
desa;
a. kewenangan berdasarkan hak
asal usul;
urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan
oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota; dan
urusan pemerintahan lainnya
yang oleh peraturan perundang-
undangan diserahkan kepada
desa.
33
KEWENANGAN DESA
•.
d. kewenangan lain yang ditugaskan
oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. kewenangan berdasarkan hak
asal usul;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan
oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota; dan
Self Governing Community
Local Self Government
34
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa
berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal
Ika.
DESA MERUPAKAN SUBYEK HUKUM (PEMEGANG
HAK DAN KEWAJIBAN) DALAM URUSAN :
TUJUAN PENATAAN DESA:
a. MEWUJUDKAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN PEMDES
b. MEMPERCEPAT PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASY DESA
c. MEMPECEPAT PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
d. MENINGKATKAN KUALITAS TATA KELOLA PEMDES
e. MENINGKATKAN DAYA SAING DESA
PEMBENTUKAN DESA DAPAT DILAKUKAN MELALUI TOP-DOWN
PADA KAWASAN YANG BERSIFAT KHUSUS DAN STRATEGIS
NASIONAL DAN BOTTOM-UP MELALUI USULAN MASYARAKAT
SESUAI PERSYARATAN
PENGGABUNGAN DESA DILAKUKAN DENGAN MENGGABUNGKAN 2
DESA ATAU LEBIH SESUAI PERSYARATAN YANG DITENTUKAN
UNDANG-UNDANG
PENATAAN DESA
(Pasal 7 s.d. Pasal 17 UU No.6/2014):
LANJUTAN………
PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN
DIDASARKAN ATAS PRAKARSA PEMERINTAH DESA BERSAMA
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN MEMPERHATIKAN
SARAN DAN PENDAPAT MASYARAKAT SERTA MEMENUHI
PERSYARATAN UNTUK MENJADI KELURAHAN
PERUBAHAN STATUS KELURAHAN MENJADI DESA
BERDASARKAN PRAKARSA MASYARAKAT YANG MEMENUHI
KARAKTERISTIK PERSYARATAN SEBAGAI DESA.
PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN, DAN
PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN SERTA
KELURAHAN MENJADI DESA DIATUR DALAM PERATURAN
DAERAH KAB/KOTA
PEMERINTAHAN DESA
Pemerintahan Desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
40
LATAR BELAKANG MASALAH
1. Adanya kondisi eksisting bahwa arah perkembangan desa cenderung
menuju pada situasi kerumunan orang (crowd) dan semakin memudarnya
watak desa sebagai komunitas (community).
2. Berhadapan dengan kondisi desa yang rapuh secara sosial politik muncul
dua pola penyikapan. Pertama, mengidentikan desa sebagai pemerintah
desa yang berujung pada kondisi desa sebagai pemerintah semu. Desa
sebagai pemerintahan semu berpotensi melahirkan poltik oligarki yaitu
bentuk pemerintah desa yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang
oleh kelompok elit masyarakat.
3. Kedua, memutlakkan partisipasi individu-individu warga desa dengan
mengabaikan adanya organisasi desa. Pendekatan ini mempertajam
situasi kerapuhan desa sebagai komunitas dikarenakan warga desa belum
sepenuhnya selesai dengan urusan feodalisme, premanisme dan situasi
apolitis. Ujungnya, situasi keberdayaan masyarakat desa yang bersifat
semu (terbatas pada skala proyek).
41
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
1. Perlu adanya perubahan cara pandang terhadap desa yaitu
pemberdayaan desa dipahami sebagai pemulihan kesatuan
masyarakat hukum yang berdaulat secara politik, mandiri di
bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
2. Pemberdayaan desa diarahkan kepada upaya peningkatan
daya/kuasa desa untuk hadir sebagai subyek hukum dalam
urusan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.
3. Desa sebagai Subyek Hukum merupakan sebuah Tata Kelola
(Governance) yang Demokratis sebagai kesetimbangan
pemenuhan Hak dan Kewajiban berlandaskan Produk Hukum
Desa yang dibentuk dan ditetapkan secara demokratis.
Tata Kelola Desa YANG DEMOKRATIS
42
Musyawarah Desa
(psl. 54)
Kepala Desa
(psl. 25 – 53)
Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) (psl. 55 -65)
Warga/Masyarakat
Perangkat Desa
(Pelayanan)
Panitia (ad-hok)
BUMDes
Klp. Special Interest
Perwakilan Bagian
Wilayah Desa
• RPJM-Desa dan RKP-
Desa
• APB-Desa
• Peraturan Desa
• Kinerja Pemerintah
• Kerja Sama
• RPJM-Desa
• Asset Desa
• Hal-hal
Strategis
Prinsip Tata Kelola Desa
• Check and balances antara
Kepala Desa dengan Badan
Permusyawaratan desa.
• Demokrasi perwakilan +
permusyawaran.
• Proses demokrasi
partisipatoris melalui
Musdes
Dipilih
langsung
Dipilih
secara
Demokratis
Lembaga
Kemasyarakatan
/Adat
MUSYAWARAH DESA
penataan Desa;
perencanaan Desa;
kerja sama Desa;
rencana investasi yang masuk ke Desa;
pembentukan BUM Desa;
penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan
kejadian luar biasa.
Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang
diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, pemerintah Desa,
dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal
yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Desa.
Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1
(satu) tahun.
Hal yang bersifat strategis meliputi:
PEMERINTAHAN DESA DISELENGGARAKAN OLEH
PEMERINTAH DESA
PEMERINTAH DESA TERDIRI DARI KEPALA DESA DAN
PERANGKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN
PERANGKAT DESA TERDIRI DARI SEKRETARIAT DESA,
PELAKSANA KEWILAYAHAN DAN PERANGKAT TEKNIS .
MASA JABATAN KEPALA DESA 6 (ENAM) TAHUN DAN
DAPAT MENJABAT PALING BANYAK 3 (TIGA) KALI MASA
JABATAN.
KEPALA DESA YANG TIDAK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN
DAN MELANGGAR LARANGAN, DIBERI SANKSI ; TEGURAN
LISAN, TERTULIS, PEMBERHENTIAN SEMENTARA DAN
PEMBERHENTIAN
PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DESA
KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA MEMPEROLEH
PENGHASILAN TETAP SETIAP BULAN DARI DANA
PERIMBANGAN DALAM APBN YANG DITERIMA KAB/KOTA.
KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA MENERIMA
TUNJANGAN YANG BERSUMBER DARI APB-DESA
KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA MEMPEROLEH
JAMINAN KESEHATAN DAN MEMPEROLEH PENERIMAAN
LAIN YANG SAH
KETENTUAN LEBIH LANJUT DIATUR DALAM PERATURAN
PEMERINTAH
PENGHASILAN PEMERINTAH DESA
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
Badan Permusyawaratan Desa atau yang
disebut dengan nama lain adalah lembaga
yang melaksanakan fungsi pemerintahan
yang anggotanya merupakan wakil dari
penduduk Desa berdasarkan keterwakilan
wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
membahas dan menyepakati rancangan peraturan Desa
bersama kepala Desa;
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
Desa; dan
melakukan pengawasan kinerja kepala Desa.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki fungsi
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara
demokratis.
Masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa adalah 6
(enam) tahun dan dapat kembali menjadi anggota untuk 2
(dua) kali masa keanggotaan.
Jumlah anggota BPD paling sedikit 5 orang dan paling
banyak 9 orang
49
HAK DAN KEWAJIBAN
DESA DAN MASYARAKAT DESA
UU Desa : Pasal 67
Desa Berhak:
a. mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal
usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
b. menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa; dan
c. mendapatkan sumber pendapatan.
Desa Berkewajiban:
a. melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat
Desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Desa;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mengembangkan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
e. memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Desa.
50
HAK DAN KEWAJIBAN
DESA DAN MASYARAKAT DESA
UU Desa : Pasal 67
Masyarakat Desa Berhak:
a. meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi
kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. memperoleh pelayanan yang sama dan adil;
c. menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung
jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa;
d. memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi:
1) Kepala Desa;
2) perangkat Desa;
3) anggota Badan Permusyawaratan Desa; atau
4) anggota lembaga kemasyarakatan Desa.
e. mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan
ketertiban di Desa.
51
HAK DAN KEWAJIBAN
DESA DAN MASYARAKAT DESA
UU Desa : Pasal 67
Masyarakat Desa Berkewajiban
a. membangun diri dan memelihara lingkungan Desa;
b. mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa yang baik;
c. mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan
tenteram di Desa;
d. memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan,
permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di Desa;
dan
e. berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Desa.
53
DEFINISI PERATURAN DESA
Peraturan Desa adalah peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati
bersama Badan Permusyawaratan Desa.
PERATURAN DESA
Jenis peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa,
peraturan bersama kepala Desa, dan peraturan kepala
Desa.
Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Desa ditetapkan oleh kepala Desa setelah
dibahas dan disepakati bersama BPD.
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang,
dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan
evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan
menjadi Peraturan Desa.
UU Desa : Pasal 69
PERATURAN DESA
Rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan
kepada masyarakat Desa.
Masyarakat Desa berhak memberikan masukan
terhadap rancangan Peraturan Desa.
Peraturan Desa dan peraturan kepala Desa
diundangkan dalam berita Desa dan lembaran Desa
oleh sekretaris Desa.
Peraturan bersama kepala Desa merupakan
peraturan yang ditetapkan oleh kepala Desa dari dua
Desa atau lebih yang melakukan kerja sama antar-
Desa.
Peraturan bersama kepala Desa merupakan
perpaduan kepentingan Desa masing-masing dalam
kerja sama antar-Desa.
Prosedur penyusunan PRODUK HUKUM DESA
BASIS
LEGALITAS
BASIS
LEGITIMASI
PERUMUSAN
PRODUK HUKUM
DESA BERBASISKAN
ATURAN-ATURAN
HUKUM POSITIF
YANG LEBIH TINGGI
PERUMUSAN
PRODUK HUKUM
DESA BERBASISKAN
ASPIRASI
MASYARAKAT
Sumber Norma Pengaturan tentang Desa Adat
1. No. 010/PUU-I/2003 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan,
Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak,
Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan
Singingi, dan Kota Batam;
2. No. 31/PUU-V/2007 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual Di provinsi
Maluku;
3. No. 6/PUU-Vl/2008 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten
Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan.
4. No. 35/PUU-X/2012 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Pasal 7 Ayat 4
Penataan
Desa
Pembentukan
Penghapusan
penggabungan
perubahan
status
penetapan
Desa.
• Penjelasan Huruf e: Yang
dimaksud dengan “penetapan
Desa Adat” adalah penetapan
kesatuan masyarakat hukum
adat dan Desa Adat yang telah
ada untuk yang pertama kali
oleh Kabupaten/Kota menjadi
Desa Adat dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
• Penjelasan Pasal 96:
Penetapan kesatuan
masyarakat hukum adat dan
Desa Adat yang sudah ada saat
ini menjadi Desa Adat hanya
dilakukan untuk 1 (satu) kali.
Penataan Desa Adat: Pasal 97 (1)
Penetapan Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
96 memenuhi syarat:
a. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak
tradisionalnya secara nyata masih hidup, baik yang
bersifat teritorial, genealogis, maupun yang
bersifat fungsional;
b. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak
tradisionalnya dipandang sesuai dengan
perkembangan masyarakat; dan
c. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak
tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 97 Ayat 2
Kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak
tradisionalnya yang masih
hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf a harus memiliki
wilayah dan paling
kurang memenuhi salah
satu atau gabungan unsur
adanya:
a. masyarakat yang
warganya memiliki
perasaan bersama
dalam kelompok;
b.pranata pemerintahan
adat;
c. harta kekayaan
dan/atau benda adat;
dan/atau
d.perangkat norma
hukum adat.
Pasal 97 ayat 3
Kesatuan masyarakat
hukum adat beserta
hak tradisionalnya
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf b dipandang
sesuai dengan
perkembangan
masyarakat apabila:
a. keberadaannya telah diakui
berdasarkan undang-
undang yang berlaku
sebagai pencerminan
perkembangan nilai yang
dianggap ideal dalam
masyarakat dewasa ini, baik
undang-undang yang
bersifat umum maupun
bersifat sektoral; dan
b. substansi hak tradisional
tersebut diakui dan
dihormati oleh warga
kesatuan masyarakat yang
bersangkutan dan
masyarakat yang lebih luas
serta tidak bertentangan
dengan hak asasi manusia.
Pasal 97 Ayat 4
• Suatu kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak
tradisionalnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf c sesuai dengan
prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia apabila
kesatuan masyarakat
hukum adat tersebut tidak
mengganggu keberadaan
Negara Kesatuan Republik
lndonesia sebagai sebuah
kesatuan politik dan
kesatuan hukum yang :
a. tidak mengancam
kedaulatan dan
integritas Negara
Kesatuan Republik
lndonesia; dan
b. substansi norma
hukum adatnya
sesuai dan tidak
bertentangan dengan
ketentuan peraturan
perundang-
undangan.
Penataan Desa: Perubahan Status
• Desa dapat menjadi Desa
Adat (Pasal 100)
• Kelurahan dapat menjadi
Desa (Pasal 12)
• Kelurahan dapat menjadi
Desa Adat (Pasal 100)
• Desa dapat menjadi
Kelurahan (Pasal 11)
• Desa Adat dapat menjadi
Kelurahan (Pasal 100)
• Desa/Desa Adat dapat:
– Berubah status
– Digabung (Pasal 10 & 99)
– Dimekarkan (Pasal 8 ayat 1)
– Dihapus;
• Berdasarkan prakarsa
masyarakat;
• Ditetapkan dalam
Peraturan Daerah
(Propinsi atau
Kabupaten/Kota); disertai
peta wilayah (Pasal 101)
Kewenangan Desa Adat (1)
• Pasal 103)
Kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 huruf a meliputi:
a. pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli;
b. pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;
c. pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat;
d. penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa
Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan
mengutamakan penyelesaian secara musyawarah;
e. penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan
hukum adat yang berlaku di Desa Adat; dan
g. pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat Desa Adat.
Kewenangan Desa Adat (2)
• Pasal 104
Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan berskala lokal Desa Adat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b serta Pasal 103 diatur dan
diurus oleh Desa Adat dengan memperhatikan prinsip
keberagaman.
• Pasal 105
Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan
kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa
Adat.
RELASI PEMBANGUNAN DESA DENGAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
•.
PEMBANGUNAN DESA
Pembangunan Desa yang dikelola melalui pendekatan pemberdayaan
masyarakat memprioritaskan partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan sekaligus mengembangkan kontrol publik atas
implementasi dari keputusan-keputusan publik. Dengan demikian, dalam
pemberdayaan masyarakat ditekankan adanya keutamaan politik.
RAKYAT DESA MAMPU
SECARA MANDIRI
MENGELOLA SUMBERDAYA
PEMBANGUNAN
DI KOMUNITASNYA
(STRUKTUR KEKUASAAAN
EKONOMI)
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
RAKYAT DESA MAMPU
MENGORGANISASIKAN DIRI
DALAM DESA UNTUK MAMPU
MENGELOLA PEMBANGUNAN
KOMUNITASNYA SECARA
MANDIRI
(STRUKTUR KEKUASAAN
POLITIK)
PENDAPATAN DESA BERSUMBER DARI :
1. PENDAPATAN ASLI DESA TERDIRI DARI HASIL USAHA, HASIL ASET
DESA, SWADAYA, PARTISIPASI, GOTONG ROYONG DAN LAIN-LAIN
2. ALOKASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
3. BAGIAN DARI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
4. ALOKASI DANA DESA YANG MERUPAKAN BAGIAN DARI DANA
PERIMBANGAN YANG DITERIMA KABUPATEN/KOTA
5. BANTUAN KEUANGAN DARI APBN, APBD PROVINSI DAN APBD
KAB/KOTA.
6. HIBAH DAN SUMBANGAN YANG TIDAK MENGIKAT DARI PIHAK KETIGA
7. LAIN-LAIN PENDAPATAN DESA YANG SAH
KEKAYAAN MILIK DESA BERUPA TANAH DISERTIFIKATKAN ATAS NAMA
PEMERINTAH DESA, DAN BANGUNAN MILIK DESA DILENGKAPI BUKTI
KEPEMILIKAN DAN DITATAUSAHAKAN SECARA TERTIB
KEUANGAN DAN ASET DESA
ALOKASI ANGGARAN APBN BERSUMBER DARI BELANJA
PUSAT DENGAN MENGEFEKTIFKAN PROGRAM YANG
BERBASIS DESA SECARA MERATA DAN BERKEADILAN.
BESARAN ALOKASI ANGGARAN YANG DIPERUNTUKAN KE
DESA DITENTUKAN 10% DARI DAN DILUAR DANA TRANSFER
DAERAH (ON TOP) SECARA BERTAHAP
ANGGARAN YANG BERSUMBER DARI APBN DIHITUNG
BERDASARKAN JUMLAH PENDUDUK, ANGKA KEMISKINAN,
LUAS WILAYAH DAN TINGKAT KESULITAN GEOGRAFIS
>>> APBN YANG DIPERUNTUKKAN BAGI DESA DAN DESA ADAT
DITRANSFER MELALUI APBD KAB/KOTA UTK MEMBIAYAI
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN, PEMBANGUNAN SERTA
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
ALOKASI
ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA NEGARA
BAGIAN DARI HASIL PAJAK DAN RETRIBUSI
DAERAH KABUPATEN/KOTA
PALING SEDIKIT 10%
DARI PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
BAGIAN DARI HASIL PAJAK
DAN RETRIBUSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
ALOKASI DANA DESA (ADD) PALING SEDIKIT 10%
DARI DANA PERIMBANGAN (DAU+DBH) YANG
DITERIMA KAB/KOTA DALAM APBD SETELAH
DIKURANGI DANA ALOKASI KHUSUS
> KAB/KOTA YANG TIDAK MEMBERIKAN ALOKASI DANA DESA
(ADD), PEMERINTAH DAPAT MELAKUKAN PENUNDAAN
DAN/ATAU PEMOTONGAN SEBESAR ALOKASI YANG
SEHARUSNYA DISALURKAN KE DESA
ALOKASI DANA DESA
BAGIAN DARI DANA PERIMBANGAN
Sumber-sumber Pendapatan Desa dari Pemerintah yang
Dimandatkan UU Desa & Terus Menerus
Pendapatan Desa
yang bersumber
dari APBN
ADD (10% DAU +
DBH)
Alokasi dari APBN
(10% dari dana
transfer ke Daerah)
73
Baik dana yang bersumber dari DAU + DBH
maupun alokasi dari APBN yang diperuntukan
untuk desa dialokasikan ke desa melalui
kabupaten.
Pengelolaan Aset Desa (Pasal 76 dan 77)
• Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan
perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata
air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa.
• Kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala lokal Desa yang ada di Desa
dapat dihibahkan kepemilikannya kepada Desa.
• Kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.
• Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota
dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum.
• Bangunan milik Desa harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan
secara tertib.
• Pengelolaan kekayaan milik Desa dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum,
fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan kepastian
nilai ekonomi.
• Pengelolaan kekayaan milik Desa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf
hidup masyarakat Desa serta meningkatkan pendapatan Desa.
• Pengelolaan kekayaan milik Desa dibahas oleh Kepala Desa bersama Badan
Permusyawaratan Desa berdasarkan tata cara pengelolaan kekayaan milik Desa yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
75
Pembangunan Desa dalam UU Desa
Bab IX
Pembangunan Desa
Bab IX bagian ke-1
Pembangunan Skala
Lokal Desa (Desa
Membangun)
Bab IX bagian ke-2
Pembangunan
Kawasan Perdesaan
(Membangun Desa)
76
Kegiatan
Pemberdayaan
Masyarakat
Kegiatan
Pelayanan
Publik
Kegiatan
Pembangunan
Tata Kelola “Desa Membangun”
Tata Kelola (Tata
Pemerintahan)
Desa
Tata Kelola Supra Desa
Desa Sebagai SUBYEK
Pembangunan:
• Konsolidasi program/kegiatan di
desa.
• Konsolidasi dan penguatan
kelembagaan desa.
• Kesatuan perencanaan dan
keuangan desa (one village,
one plan,one budget).
• Penguatan mekanisme
representasi dan akuntabilitas
di tingkat lokal.
Pelayanan, pembangunan
dan pemberdayaan
77
UU Desa Pasal 78
PEMBANGUNAN DESA
Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa,
pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan
sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan.
Pembangunan Desa mengedepankan kebersamaan,
kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan
pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
UU Desa Pasal 79
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
Perencanaan Pembangunan Desa mengacu pada
perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
Perencanaan Pembangunan Desa meliputi:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDes) untuk jangka waktu 6 (enam) tahun;
Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RKPDes) jangka
waktu 1 (satu) tahun.
RPJMDes dan RKPDes ditetapkan dengan Peraturan Desa,
dan menjadi satu-satunya dokumen perencanaan di Desa.
Program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang
berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan
pelaksanaannya kepada Desa.
Perencanaan Pembangunan Desa merupakan salah satu
sumber masukan dalam perencanaan pembangunan
kabupaten/kota.
Perencanaan Pembangunan Desa diselenggarakan
dengan mengikutsertakan masyarakat Desa.
Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan
musyawarah perencanaan Pembangunan Desa.
Musyawarah perencanaan Pembangunan Desa
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan
kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya
masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
Prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan
Pembangunan Desa dirumuskan berdasarkan
penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa.
UU Desa Pasal 80
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
UU Desa Pasal 81
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA
Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah
Desa dengan melibatkan seluruh masyarakat Desa
dengan semangat gotong royong.
Pelaksanaan Pembangunan Desa dilakukan dengan
memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam
Desa.
Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan
sendiri oleh Desa.
Pelaksanaan program sektoral yang masuk ke Desa
diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk
diintegrasikan dengan pembangunan Desa.
BUM Desa (Pasal 87-90)
• Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa.
• BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan
Peraturan Desa.
• Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk:
– pengembangan usaha; dan
– Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pemberian bantuan untuk
masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang
ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
• Pemerintah, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dan
Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan:
– memberikan hibah dan/atau akses permodalan;
– melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan
– memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa.
82
UU Desa Pasal 82
Pemantauan dan Pengawasan Pembangunan Desa
Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai
rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.
Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan Pembangunan Desa.
Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai
keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa kepada
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan
pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa,
Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa kepada masyarakat Desa melalui layanan
informasi kepada umum dan melaporkannya dalam
Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa
untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa.
Lembaga Kemasyarakatan Desa (Pasal 94)
• Desa mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa yang ada dalam
membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa.
• Lembaga kemasyarakatan Desa merupakan wadah partisipasi masyarakat
Desa sebagai mitra Pemerintah Desa.
• Lembaga kemasyarakatan Desa bertugas melakukan pemberdayaan
masyarakat Desa, ikut serta merencanakan dan melaksanakan
pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat Desa.
• Pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber dari Pemerintah,
Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dan
lembaga non-Pemerintah wajib memberdayakan dan mendayagunakan
lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di Desa.
85
Lembaga Adat Desa (pasal 95)
• Pemerintah dan masyarakat Desa dapat membentuk
lembaga adat Desa.
• Lembaga adat Desa merupakan lembaga yang
menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan menjadi
bagian dari susunan asli Desa yang tumbuh dan
berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.
• Lembaga adat Desa bertugas membantu Pemerintah
Desa dan sebagai mitra dalam memberdayakan,
melestarikan, dan mengembangkan adat istiadat
sebagai wujud pengakuan terhadap adat istiadat
masyarakat Desa.
86
Kerja Sama Antar Desa (pasal 92)
• Kerja sama antar-Desa meliputi:
– Pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi
yang berdaya saing;
– Kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-
Desa; dan/atau
– Bidang keamanan dan ketertiban.
• Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa
melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa.
• Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa yang
dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
88
Kerja Sama Antar Desa (pasal 92)
• Musyawarah Antar Desa (MAD) membahas hal yang berkaitan dengan:
– pembentukan lembaga antar-Desa;
– pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui
skema kerja sama antar-Desa;
– perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;
– pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan Perdesaan;
– masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan
– kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.
• Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-
Desa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan
• Dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang
merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.
89
Pembangunan Kawasan Perdesaan
(Pasal 83 sd 85)
• Pembangunan Kawasan Perdesaan dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan
meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat
Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif.
• Pembangunan Kawasan Perdesaan meliputi:
– penggunaan dan pemanfaatan wilayah Desa dalam rangka penetapan kawasan pembangunan
sesuai dengan tata ruang kabupaten/kota;
– pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan;
– pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan pengembangan teknologi
tepat guna; dan
– pemberdayaan masyarakat Desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan dan kegiatan
ekonomi.
• Rancangan pembangunan Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah
Desa.
• Rencana pembangunan Kawasan Perdesaan ditetapkan oleh Bupati/Walikota sesuai
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
90
Pembangunan Kawasan Perdesaan
(Pasal 83 sd 85)
• Pembangunan Kawasan yang terkait dengan pemanfaatan
Aset Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan
Pemerintah Desa.
• Perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan
pendayagunaan Aset Desa untuk pembangunan Kawasan
Perdesaan merujuk pada hasil Musyawarah Desa.
• Pembangunan Kawasan Perdesaan dilaksanakan melalui
satuan kerja perangkat daerah, Pemerintah Desa, dan/atau
BUM Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa.
• Pembangunan Kawasan Perdesaan yang berskala lokal
Desa wajib diserahkan pelaksanaannya kepada Desa
dan/atau kerja sama antar-Desa.
91
Program/K
egiatan
Program/
Kegiatan
Program/
Kegiaran
Pemerintahan
Desa
Pemerintahan Kabupaten
• Tata ruang kawasan perdesaan
• Unit-unit pelayanan (puskesmas, sekolah)
• Unit-unit pembangunan ekonomi (pasar, irigasi,
rumah potong hewan, jalan dll)
• Unit administrasi (kantor kecamatan)
• Sistem informasi terpadu
Program/K
egiatan
Program/
Kegiatan
Program/
Kegiaran
Pemerintahan
Desa
Musrenbang
Kecamatan & PIK
PEMBANGUNAN
KAWASAN
PERDESAAN
Kerja Sama
• Musyawarah Antar Desa
• Kelembagaan (BKAD)
• Kegiatan
92
Implikasi Terhadap Hubungan Perencanaan dan Anggaran
Kabupaten - Desa
• Perencanaan di desa menghasilkan:
– Perencanaan desa (menengah + tahunan) yang akan didanai oleh APBDes.
(Village self Planning).
– Proposal pembangunan kawasan perdesaan yang akan didanai oleh
pemerintah supra desa ( ASAS SUBSIDIARITAS)
• Wahana untuk diskusi pembangunan kawasan perdesaan adalah:
– Musyawarah antar desa ruang inisiatif desa.
– Musyawarah kecamatan -> ruang yang dibuka oleh pemerintah.
• Pembangunan sektoral berskala lokal desa didelegasikan kepada desa.
• Memfungsikan unit-unit pelaksana (satuan kerja) pembangunan
perdesaan melalui mekanisme perencanaan partisipatif.
93
TATA KELOLA “MEMBANGUN DESA”
BIROKRASI :
KEPUTUSAN TEKNOKRATIS
DPRD:
KEPUTUSAN POLITIK
DESA :
KOMUNITAS MANDIRI
KEPUTUSAN PARTISIPATIF
JARING ASMARA RENJA SKPD
MUSRENBANGHEARING
PERDA
RUANG PUBLIK
BKAD
96
Kerja Sama dengan Pihak Ketiga
UU Desa Pasal 93
Kerja sama Desa dengan pihak ketiga dilakukan
untuk mempercepat dan meningkatkan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Kerja sama dengan pihak ketiga dimusyawarahkan
dalam Musyawarah Desa.
98
IMPLIKASI UU DESA:
TRANSFORMASI PARADIGMA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DARI
COMMUNITY DRIVEN DEVELOPMENT
MENJADI
VILLAGE DRIVEN DEVELOPMENT
CDD VDD
BERSIFAT APOLITIS BERSIFAT POLITIS
99
UU NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
DEFINISI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah
upaya mengembangkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat dengan
meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber
daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang
sesuai dengan esensi masalah dan prioritas
kebutuhan masyarakat Desa.
MANDAT MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT
UU DESA PASAL 112 AYAT 3
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
memberdayakan masyarakat Desa dengan:
menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi
dan pertanian masyarakat Desa;
meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; dan
mengakui dan memfungsikan institusi asli dan/atau yang sudah ada
di masyarakat.
Dalam rangka melakukan pemberdayaan masyarakat Desa
dilaksanakan dengan pendampingan dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pemantauan pembangunan Desa dan kawasan
perdesaan.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
Pemberdayaan masyarakat desa diartikan sebagai tindakan pemberkuasaan
rakyat desa agar mereka mampu secara mandiri “menguasai sumberdaya
yang menjadi milik/haknya untuk digunakan mensejahterakan hidupnya”.
Desa adalah subyek kolektif dalam pembangunan desa.
Setiap warga desa berhak untuk berpartisipasi dalam tata kelola kehidupan
di desanya
Setiap warga desa berhak ikut serta mengambil keputusan secara demokratis
terhadap pemanfaatan sumberdaya pembangunan desa.
Musyawarah desa/musyawarah antar desa merupakan ruang publik politik
untuk pengambilan keputusan kebijakan publik yang partisipatif.
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses belajar sosial melalui
pengembangan pengetahuan dan praktek-praktek langsung.
Pembangunan Desa sebagai Media Pengembangan Kapasitas bagi
Masyarakat Desa.
Pengembangan kapasitas desa melalui penyediaan tenaga pendamping dan
pelatihan-pelatihan secara berkelanjutan.
KERANGKA AKSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
MEMULIHKAN IKATAN KOLEKTIF DESA SEBAGAI KESATUAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT MAUPUN TATA KELOLA DESA SEBAGAI
WUJUD MASYARAKAT PASKA TRADISIONAL
MENGORGANISASIKAN KEMBALI DESA SEBAGAI KESATUAN
KEPENTINGAN KOLEKTIF
MENGORGANISASIKAN RUANG PUBLIK POLITIK UNTUK RUANG
PARTISIPASI WARGA DESA
MENATA POLA HUBUNGAN ANTARA MASYARAKAT, PEMDA DAN DPRD
YANG SALING MENGIKAT UNTUK MENUMBUHKAN KERJASAMA
PERMANEN
MENGORGANISASIKAN BADAN KERJASAMA ANTAR DESA UNTUK
MEMPERKUAT TINDAKAN KOLEKTIF DALAM KEPENTINGAN YANG
BERSIFAT STRUKTURAL
MENGEMBANGKAN DEMOKRASI KERAKYATAN DI DESA MELALUI
PENGAKTUALISASIAN MUSYAWARAH MUFAKAT DALAM RANGKA
PERUMUSAN DAN PENETAPAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DESA
SECARA DEMOKRATIS DAN BERKEADILAN SOSIAL
MEWUJUDKAN KEADILAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
MELALUI PEMENUHAN HAK-HAK EKONOMI SOSIAL BUDAYA OLEH
NEGARA
Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan
Kawasan Perdesaan (Pasal 86)
• Sistem Informasi di Tingkat Kabupaten
– Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan
sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan.
– Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyediakan informasi
perencanaan pembangunan kabupaten/kota untuk Desa.
– Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem
informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/kota.
• Sistem Informasi di Tingkat Desa.
– Sistem informasi Desa dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat
diakses oleh masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan.
104
UU DESA DAN UPAYA
PENGEMBALAIAN SUMBER-
SUMBER KEHIDUPAN DESA CQ.
MASYARAKAT HUKUM ADAT
105
Keterkaitan MK 35/20012 dgn UU No. 6/2014:
UU Desa sebagai uu organik untuk pelaksanaan MK 35/2012?
MK 35/2012:
Hutan adat BUKAN hutan
negara;
Hutan adat berada dlm
wilayah adat MHA;
MHA ditetapkan dalam
Peraturan Daerah;
(dgn) kriteria yang sdh
ditetap dan digunakan
dlm berbagai putusan MK
UU 6/2014:
Desa Adat adalah MHA
(psl. 96);
(dgn) kriteria dlm
putusan2 MK (Psl 97);
Kewenangan untuk
mengatur dan mengurus
ulayat/wilayah adat;
Ditetapkan dgn Perda (Psl
98);
Dilampiri peta (Psl. 17: 2)
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 116
(1) Desa yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap diakui
sebagai Desa.
(2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan Peraturan Daerah
tentang penetapan Desa dan Desa Adat di wilayahnya.
(3) Penetapan Desa dan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan
(4) Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota bersama Pemerintah Desa melakukan
inventarisasi Aset Desa.
Draf PP tentang Desa Adat (14 April 2014)
• Pasal 116
Penetapan desa adat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
– Melakukan identifikasi desa-desa yang ada
– Melakukan kajian terhadap desa-desa yang ada yang dapat ditetapkan
menjadi desa adat.
• Pasal 117
Desa adat yang telah dikaji sebagaimana dimaksud dalam pasal 116
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan berlaku
setelah mendapat Nomor Register dari Gubernur dan Kode Desa
dari Menteri.
• Pasal 118
Pembentukan desa adat sesudah penetapan yang pertama kali
mengikuti aturan dan kriteria-kriteria yang berlaku bagi desa.
Target strategis ke depan
• Peraturan Daerah Propinsi tentang Pengaturan Desa Adat
• Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pengaturan
Desa Adat
• Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Penetapan
Desa dan Desa Adat’
• Analisis gap:
– Bagaimana sikap masing-masing lembaga atas peluang dan
tantangan terkait implementasi UU Desa ke depan?
– Modal apa yang sudah tersedia melalui aktivitas lembaga
selama ini?
– Modal apa yang perlu ditingkatkan agar proses legislasi
kebijakan daerah terkait dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan?
– Apa yang dapat dilakukan bersama?