Optimalisasi peran lembaga zakat pada program kesehatan
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
1. KEBIJAKAN
PENANGGULANGAN
GANGGUAN
PENGGUNAAN NAPZA
Riza Sarasvita, PhD
Subdit Napza
Direktorat Bina Kesehatan Jiwa
Kemenkes RI
2. Kebijakan Penanggulangan
Penyalahgunaan Napza
1971: Bakolak Inpres 6/71 didirikan Pemerintah untuk
mengatasi Penyalahgunaan Narkoba, Kenakalan
Remaja & Pencucian Uang
1999: BKNN didirikan menggantikan Bakolak Inpres
2002: BKNN diubah menjadi BNN dengan jejaring
hingga provinsi / kabupaten / kota, dimana lembaga di
tingkat daerah adalah milik Pemda
2009: UU 35/2009 memberi kewenangan BNN setingkat
Menteri dengan jalur komando langsung thd BNN
Provinsi / Kabupaten / Kota. Lembaga di tingkat daerah
ini menjadi tanggungjawab BNN pusat
3. Kebijakan Penanggulangan
Penyalahgunaan Napza (2)
UU 5/1997 tentang Narkotika mencakup Mariyuana,
Opiat & Kokain
UU 22/1997 tentang Psikotropika mencakup
benzodiazepine, ecstasy, dan ATS lainnya
UU 35/2009 tentang Narkotika mencakup hampir semua
jenis zat termasuk ecstasy, bufrenorfin, dan shabu:
Memberi kewenangan besar terhadap BNN untuk pengendalian
suplai dan prevensi
Memberi kewenangan besar terhadap Kemenkes untuk terapi &
rehabilitasi, dibantu oleh Kemensos
4. Dokumen Kebijakan yang telah terbit
Kep Menkes No. 996/MENKES/SK/VIII/2002
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana
Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA
Kep Menkes No. 494/MENKES/SK/VII/2006
tentang Penetapan RS dan Satelit Uji Coba serta
Pedoman Program Terapi Rumatan Metadon
Kep Menkes No. 486/MENKES/SK/IV/2007
tentang Kebijakan & Rencana Strategi
Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA
5. Dokumen kebijakan yang telah terbit (2)
• Kep Menkes No. 420/MENKES/SK/III/2010 tentang
Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif
pada Gangguan Penggunaan Napza berbasis Rumah
Sakit
• Kep Menkes No. 421/MENKES/SK/III/2010 tentang
Standar Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan
Penggunaan Napza
• Kep Menkes No. 420/MENKES/SK/III/2010 tentang
Pedoman Penatalaksanaan Medis Gangguan
Penggunaan Napza
6. Dokumen kebijakan yang masih dalam
proses (3)
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Wajib Lapor
Pecandu Narkotika
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rehabilitasi Medis
Pecandu Narkotika
7. Kebijakan Penanggulangan
Penyalahgunaan NAPZA Kemenkes
1. Peningkatan kesehatan & pencegahan
penyalahgunaan melalui upaya promotif & preventif
2. Komprehensif dan multi disiplin
3. Pelayanan terapi terintegrasi pada sistem pelayanan
kesehatan yang ada:
Akuntabilitas tindakan
Keajegan program
8. Kebijakan Kemenkes (2)
4. Mendukung upaya pemulihan oleh masyarakat dan ex-
users:
• Agar dapat mendorong pengguna mampu melaksanakan
fungsi sosialnya
5. Melindungi hak azasi manusia & keselamatan klien:
• Mengatasi timbulnya stigma & diskriminasi yg seringkali
menjadi hambatan utama bagi para pengguna
9. Kebijakan Kemenkes (3)
6. Pengurangan dampak buruk (harm reduction) pada
pengguna Napza suntik (penasun): 12 program
7. Keseimbangan dan koordinasi lintas sektor:
• Perlu penyelenggaraan penanggulangan penggunaan
Napza yang seimbang (3 pilar)
• Koordinasi yang sinergis antara pendekatan kesehatan &
keamanan
10. 12 Program Pengurangan Dampak
Buruk pada Penasun
1. KIE 8. Pembuangan alat
2. Kegiatan suntik bekas
penjangkauan 9. Terapi substitusi oral
3. Pendidikan sebaya (medicated assisted
4. Konseling therapy)
pengurangan risiko 10. Terapi ketergantungan
5. Voluntary counseling Napza
& testing 11. Perawatan
6. Pencegahan infeksi pengobatan dasar
7. Program layanan 12. Perawatan &
jarum suntik steril pengobatan AIDS
11. Kebijakan Kemenkes (4)
8. Pengembangan sistem informasi:
• Perlu sistem informasi & penelitian yg berdasar
kebutuhan sehingga perencanaan & pengendalian
penanggulangan dpt diselenggarakan berdasarkan bukti
(evidence-based)
9. Legislasi & peraturan perundang-undangan
12. Petikan RPP Wajib Lapor
• Wajib lapor pecandu Narkotika dilakukan di pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang
ditetapkan sebagai institusi penerima wajib lapor.
• Institusi penerima wajib lapor adalah institusi milik
pemerintah yang memenuhi persyaratan ketenagaan
yang memiliki keahlian dan kewenangan di bidang
Gangguan penggunaan Napza.
• Persyaratan ketenagaan sekurang-kurangnya meliputi:
– 1 (satu) orang dokter sebagai penanggung jawab proses
wajib lapor;
– 1 (satu) orang tenaga rekam medis atau pencatatan; dan
– 1 (satu) orang perawat atau pekerja sosial.
13. Petikan RPP Wajib Lapor
• Tenaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
telah terlatih dalam hal :
– Pengetahuan dasar Gangguan Penggunaan Napza;
– Asesmen Gangguan Penggunaan Napza;
– Konseling dasar Gangguan Penggunaan Napza; dan
– Pengetahuan penatalaksanaan terapi rehabilitasi
berdasarkan jenis Napza yang digunakan.
• Petugas penerima wajib lapor berasal dari unsur
ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
ditetapkan oleh Pimpinan Institusi Penerima Wajib Lapor.
14. Petikan RPP Wajib Lapor
Wajib lapor dilaksanakan dengan mendatangi petugas
penerima wajib lapor pada institusi penerima wajib lapor.
Petugas penerima wajib lapor wajib melakukan asesmen
terhadap pecandu untuk mengetahui kondisi pecandu
Narkotika.
Asesmen meliputi wawancara, observasi dan
pemeriksaan fisik terhadap pecandu Narkotika
15. Petikan RPP Wajib Lapor
• Wawancara meliputi riwayat kesehatan, riwayat
penggunaan Narkotika, riwayat perawatan, riwayat
keterlibatan pada tindak kriminalitas, riwayat keluarga
dan sosial serta riwayat psikiatris, sebagaimana
tercantum dalam formulir Wajib Lapor.
• Observasi meliputi observasi atas perilaku pecandu, baik
verbal maupun non-verbal.
• Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan keadaan umum
dan tanda-tanda vital.
16. Petikan Draft Permenkes Rehab Medis
• Rehabilitasi medis dilaksanakan dengan cara yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah yang telah teruji
keberhasilannya dengan memperhatikan aspek-aspek
kesehatan, dan tidak melanggar hak azasi manusia.
• Rehabilitasi medis dapat dilaksanakan melalui rawat
jalan dan/atau rawat inap sesuai dengan rencana
rehabilitasi yang telah disusun dengan
mempertimbangkan hasil pemeriksaan awal dan
diagnosa kerja.
17. Petikan Draft Permenkes Rehab Medis
• Pelaksanaan rawat jalan meliputi
– intervensi medis, antara lain detoksifikasi, terapi simtomatik,
dan/atau terapi rumatan metadon, buprenorfin dan terapi
rumatan lainnya, serta bila dibutuhkan terapi atas penyakit
komplikasi;
– intervensi psikososial, antara lain konseling, Cognitive Behavior
Therapy;
• Pelaksanaan rawat inap meliputi
– intervensi medis antara lain: detoksifikasi, terapi simtomatik, dan
terapi atas penyakit komplikasi;
– intervensi psikososial antara lain konseling, dan vokasional.
– Pendekatan therapeutic community, 12 langkah
• Intervensi dapat ditambah dengan intervensi spiritual, atau
alternatif lainnya
18. Petikan Draft Permenkes Rehab Medis
• Fasilitas penyelenggara rehabilitasi medis pecandu
Napza harus memenuhi ketentuan ketenagaan meliputi:
» seorang dokter yang memiliki izin praktek sebagai
penanggungjawab;
» petugas rehabilitasi, meliputi:
• dokter;
• perawat;
• pekerja sosial;
• psikolog; dan/atau
• konselor yang bersertifikat
19. Petikan Draft Permenkes Rehab Medis
• Tenaga pada fasilitas penyelenggara rehabilitasi medis
pecandu Napza harus memiliki pengetahuan/
kompetensi dan keterampilan penatalaksanaan medis
khususnya dalam bidang adiksi narkotika dan pemulihan
• Sertifikat konselor diterbitkan oleh pusat pendidikan
pelatihan dari lembaga yang berwenang atau institusi
pendidikan lainnya
20. Road map
Juni – Agustus 2011
Penetapan RS & Puskesmas Tempat Wajib Lapor &
Penyelenggara Rehabilitasi Medis
Juni 2011
Pelatihan TOT Asesmen & Rencana Terapi
(13 Provinsi)
Juli 2011
Pelatihan Asesmen & Rencana Terapi bagi
Petugas Kesehatan
(13 Provinsi @ min 7 lembaga)