Artikel ini membahas konsep pengembangan perpustakaan desa berbasis komunitas dengan menekankan pentingnya memahami kebutuhan masyarakat. Meskipun perpustakaan desa telah diatur dalam undang-undang, banyak yang belum berfungsi optimal karena pengembangannya kurang memperhatikan prosedur seperti kajian kebutuhan pengguna dan profil masyarakat. Artikel ini menyarankan pengembangan perpustakaan desa yang sesu
"Mitos dan Kemenangan: Zeus Slot dan Dunia Yunani"
KONSEP
1. LIBRIA, Vol. 3, No. 4.Juli, Tahun 2012 Nazaruddin Musa,MLIS
KONSEP PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN DESA BERBASIS KOMUNITAS
(COMMUNITY BASED NEED)
Oleh:
NAZARUDDIN MUSA, MLIS
ABSTRAK
Artikel ini mengemukakan bahwa meskipun pada tataran legalitas, perpustakaan
Indonesia sudah menggembirakan dengan lahirnya undang-undang UU Nomor 43 Tahun
2007 tentang Perpustakaan, namun demikian pada tataran operasional masih menemukan
banyak kendala. Begitu juga halnya dengan Perpustakaan Desa/ Kelurahan, dengan
lahirnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001
Perpustakaan Desa/ Kelurahan, dimana aspek-aspek pengembangan perpustakaan dan
kepustakawanan sudah dikaji dan diatur rapi secara terperici dalam pasal-pasal
perundang-undangan tersebut. Diantara kendala yang sering dipaparkan dari hasil
penelitian adalah masalah dana, kurang dan lemahnya kompetensi SDM, kurang minat
baca, kurang kepedulian pihak penentu kebijakan. Tetapi dibalik semua kendala tersebut,
artikel ini meyakini bahwa ada satu penyebab dasar (root of the problem) yang
menyebabkan kurang berkembanganya program pengembangan perpustkaan desa.
Permasalahannya adalah karena dasar pengembangannya tidak didasari pada kebijakan
pengembangan perpustakaan (Library Development Policy), tetapi lebih pada asumsi.
Dengan kata lain, banyak tahapan atau konsep-konsep teoritis atau prosedur
pengembangan perpustakaan (library development concepst/procedures) yang diabaikan.
Oleh karena itu untuk memperbaiki ini direkomendasikan agar dalam program
pengembangan perpustakaan desa ke depan perlu merujuk pada prosedur pengembangan
perpustakaan (library development concepst/procedures) yang telah berhasil dijalankan,
seperti di India dan Uganda. Diantara hal penting yang perlu dilakukan adalah kajian
kebutuhan pemakai (user need assassement), kajian lokasi, kajian partisipasi dan evaluasi
kompetensi petugas perpustakaan. Dengan demikian diharapkan semua program layanan
perpustakaan benar-benar didasari pada konsep community based need atau
berorientasikan pada kebutuhan masyarakat.
Kata Kunci: Perpustakaan Desa, Kebijakan Pengembangan Perpustakaan Desa, kajian
kebutuhan pemusataka (user need assassement). Community based need.
2. LIBRIA, Vol. 3, No. 4, Juli, Tahun 2012 Nazaruddin Musa,MLIS
A. PENDAHULUAN
Pada tataran legalitas formal, status dan program pengembagan perpustakaan
secara umum di Indonesia sudah lumayan menggembirakan, yaitu dengan lahirnya UU
Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Begitu juga halnya dengan Perpustakaan
Desa/ Kelurahan, lahirnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor
3 Tahun 2001 Perpustakaan Desa/ Kelurahan, Dimana aspek-aspek pengembangan
perpustakaan dan kepustakawanan sudah dikaji dan diatur rapi secara terperici dalam
pasal-pasal perundang-undangan tersebut.
Sebagai bentuk respon terhadap amanat undang-undang tersebut, berbagai pihak
terutama yang terkait langsung dalam bidang pengembangan perpustakaan telah berusaha
untuk mengimplementasikan keputusan tersebut dengan berbagai program perpustakan di
tingkat desa/kelurahan. Namun sepertinya meskipun pada tataran legalitas formal sudah
menggembirakan, pada tataran operasional, peran penting perpustakaan belum dapat
diaktualisasikan secara optimal. Disana sini masih ditemukan berbagai kendala baik yang
bersifat teknis maupun non-teknis. Diantara permasalahan yang sering kemukakann oleh
sejumlah hasil penelitian adalah masalah dana, keterbatasan dan kelemahan kompetensi
SDM dan kurangnya minat baca masyarakat.
Namun dibalik semua itu, ada salah satu sumber masalah lain yang sifatnya
mendasar, yaitu pada kebijakan pengembangan perpustakaan. Peran penting perpustakaan
masih lebih bersifat seremonial daripada aktual. Simak saja misalnya ketika para pejabat
atau penentu kebijakan memberikan arahan pada acara-acara serimonial tentang
perpustakaan, seperti pembukaan suatu kegiatan, peluncuran program (launching), dan
lain-lain. Pada acara semacam ini, hampir bisa dipastikan bahwa semua mengatakan
bahwa perpustakaan memiliki peran sangat penting dan strategis sebagai partner dalam
mendukung tujuan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi kenyataanya
akan lain ketika dalam proses pengalokasian anggaran untuk perpustakaan. Karena
permasalahan ini sifatnya mendasar, hal ini tentu memiliki dampak langsung pada seluruh
program pengembangan perpustakaan pada semua jenis dan tingkat, terlebih pada tingkat
perpustakaan desa/kelurahan. Bahkan pada level perpustakaan desa, permasalahan tersebut
tentu lebih terasa dampaknya karena disamping faktor geografis juga terkait denagn faktor
teknis lainnya. Hal ini juga yang menurut penulis menjadi akar masalah lambannya
perkembangan perpustakaan di Indonesia.
B. PERMASALAHAN
Disamping permasalahan tersebut di atas, atikel ini mengargumentasikan bahwa
akar masalah (root of problem) yang menyebabkan statis atau kurang berjalannya
program pengembangan perpustakaan desa adalah karena proses pengembangannya
kurang didasari pada konsep pengembangan perpustakaan yang ideal berbasis demogrfi
masyarkat (Demogrphic Balsed). Dengan kata lain, jika kita amati masih banyak
tahapan atau prosedur pengembangan perpustakaan (library development concepst/
procedures) yang terabaikan. Diantara tahapan penting tersebut adalah kajian
kebutuhan pemakai (user need assassement), pemetaan profil masyarakat (community
profiling), dan evaluasi kompetensi petugas perpustakaan. Implikasinya, perpustakaan
desa belum bisa menjadi media pembelajaran dan wadah rekreasi kultural bagi
masyarakat sebagaimana diamanatkan yang berakibat pada banyak perpustakaan desa
2
3. LIBRIA, Vol. 3, No. 4, Juli, Tahun 2012 Nazaruddin Musa,MLIS
yang tidak berfungsi. Padahal kita tahu bahwa investasi untuk pengembangan
perpustakaan itu tidak sedikit. Inilah yang menjadi fokus bahasan artikel ini.
TUJUAN PENULISAN
Berpijak pada permasalahan tersebut di atas, penulisan ini bertujuan untuk
mencoba meminimalisir permasalahan perpustakaan desa dengan beberapa kajian
teoritis dan praktis, dengan harapan kita sebagai komunitas yang telah memilih profesi
pustakawan menjadi lebih kritis dan proaktif sehingga pengembangan perpustakaan
pada umumnya dan perpustakaan Desa pada khusunya dapat dapat berjalan dengan
baik.
C. PEMBAHASAN
Pembahasan dalam makalah ini meliputi gambaran umum tentang perpustakaan
dan masyarkat, dasar hukum, pengertian dan fungsi serta tujuan perpustakaan desa.
Disamping itu, artikel ini juga akan membahas beberapa hal terkait prosedur
pengembangan, serta menawarkan beberapa program yang mungkin dapat dilakukan di
perpustakaan desa. Secara khusus juga akan mengkaji potensi pengembangn Perpustkaan
Desa di Aceh. Diharapkan dengan pembahsan ini, peran perpustakaan dalam
pemberdayaan masyarkat desa/kelurahan dapat dioptimalkan sehingga perpustakaan desa
bisa menjadi media edukatif dan rekreatif masyrakat.
a. Perpustakaan dan Masyarakat
Pada hakikatnya perpustakaan dan masyarakat adalah sesuatu yang tidak bisa
dipisahkan karena perpustakaan adalah produk manusia. Begitu juga terkait dengan
perkembangan perpustakaan juga tidak terlepas dari sejarah perkembangan manusia. Oleh
sebab itu, eksistensi perpustakaan yang sudah lebih dari 5000 tahun ini masih tetap
bertahan walaupun banyak hambatan dan rintangan (Sulistyo-Basuki, 1993).
Dalam Islam, sebagaimana kita maklumi bersama bahwa perpustakaan bahkan
memiliki kedudukan yang sangat penting. Indikasinya adalah perintah Allah yang pertama
pada permulaan nubuwwah Nabi Muhammad SAW adalah “IQRA” (bacalah), yang ini
sangat identik dengan fungsi utama perpustakaan. Tidak hanya itu, masih banyak ayat-
ayat lain yang senada dengan Al – ‘Alaq yang tersebar di dalam Al-Qur’an yang
menyuruh manusia untuk seperti ya’qiluun, yatadabbaruun, dan istilah ini atau identik
dengan kata reset/penelitian dalam konteks dunia akademik.
b. Dasar Hukum, Pengertian dan Fungsi Utama Perpustakaan Desa
(1). Dasar Hukum
Dasar hukum pertama tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Perpustakaan
Desa / Kelurahan adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 1984. Namun
Instruksi ini dinyatakan tidak berlaku lagi setelah keluarnya Dasar Hukum Perpustakaan
Desa/Kelurahan yang baru yaitu Keputusan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah
Nomor 3 Tahun 2001.
(2). Pengertian Perpustakaan Desa/Kelurahan
Menurut keputusan di atas, perpustakaan Desa/Kelurahan adalah: “ perpustakaan
masyarakat sebagai salah satu sarana/media untuk meningkatkan dan mendukung kegiatan
3
4. LIBRIA, Vol. 3, No. 4, Juli, Tahun 2012 Nazaruddin Musa,MLIS
pendidikan masyarakat pedesaan,yang merupakan bagian integral dari kegiatan
pembangunan desa/ kelurahan”
(3). Fungsi Perpustakaan Desa/ Kelurahan.
Fungsi utama Perpustakaan Desa/ Kelurahan menurut Pedoman Penyelenggara
Perpustakaan Desa, adalah “sebagai lembaga layanan bahan pustaka dan informasi
kepada masyarakat untuk kepentingan pendidikan, informasi, penerangan, dan rekreasi”
c. Peran Perpustakaan Desa
Kamus Longman dictionary of Contemporary English, New edition mendefinisikan
peran sebagai “the way in which someone or something is involved in an activity or
situation, and how much influence they have on it”. Jika dikaitkan dengan peran
perpustakaan, disini jelas bahwa peran pustakawan tidak hanya sebatas pada keterlibatan
dalam aktifitas saja. Tetapi justru yang lebih penting adalah mengukur berapa pengaruh
eksistensi dari program layanan perpustakaan desa terhadap kebutuhan masyarakat
masyarakat.
Dalam Pedoman Pengembangan Layanan Informasi Perpustakaan Umum
(Guideline for information and information services in public libraries) mensyaratkan
bahwa tahapan lain yang sangat krusial dilakukan dalam mendesain layanan perpustakaan
umum yang ideal adalah kajian pemakai ( User need assassement). Layanan ideal yang
dimaksud adalah layanan yang sesuai dengan demografi masyarakat dimana perpustakaan
berada. Untuk tercapai ini hal yang perlu dilakukan adalah kajian profil masyarakat
(community profiling).
Tujuan yang diharapkan dari kajian profil ini adalah agar penyelenggara
perpustakaan memahami secara spesifik layanan dan fasilitas apa yang diperlukan
terutama untuk masyrakat pemakai potensial. Dengan demikian program atau layanan
yang dikembangan akan benar-benar relevan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam artian
setiap program atau layanan yang dibuat harus berorientasi pada masyarakat pengguna
(community Based Oriented), bukan beorientasi pada stakeholder atau pustakawan.
Untuk meraih peringkat layanan ideal, Lina Khoerunnisa (2010) dalam artikelnya
“Menghadirkan perpustakaan berbasis layanan, menyonsong AFTA 2015” menjelaskan
bahwa “perpustakaan harus memenuhi standar layanan kualitas layanan, fasilitas layanan,
kompetensi pustakawan dan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan”.
Berkaitan dengan kualitas layanan, Lina menyarankan agar layanan dibagun
berdasarkan konsep Total Quality Managemen (TQL) yaitu perpaduan semua fungsi
seperti sering diterapkan di perusahaan dengan empat prinsip dasar yaitu, kepuasan
pemakai, respek pada setiap orang, manajemen berdasarkan fakta, bukan perasaan
(feeling)dan perbaikan yang berkesinambungan (contious improvement).
Secara lebih khusus, Ummi Kalsum (2011) dalam artikelnya “Peran perpustakaan
Desa meningkatkan Ekonomi Masyarakat”menyebutkan bahwa diatara peran perpustakaan
desa adalah :
1. Mengumpulkan,mengorganisasikan dan mendayagunakan bahan pustaka tercetak
maupun terekam
2. Mensosialisasikan manfaat perpustakaan
3. Mendekatkan buku dan bahan pustaka lainnya kepada masyarakat
4
5. LIBRIA, Vol. 3, No. 4, Juli, Tahun 2012 Nazaruddin Musa,MLIS
4. Menjadikan perpustakaan desa sebagai pusat komunikasi dan informasi.
5. Menjadikan perpustakaan Desa sebagai tempat rekreasi dengan menyediakan
bahan bacaa hiburan sehat”
d. Tahapan Pengembangan Perpustakaan Desa
Terkait dengan konsep pengembanagan perpustakaan (Library Development
Concept), De Rosa, Dempsey, and Wilson (2004. P.28), menyebutkan ada 9 pertanyaan
yang harus diidentifikasi oleh pustakawan sebelum mengembangkan perpustakaan desa
(Rural /village Library), yaitu :
1. Apa peran dan missi perpustakaan dan pustakawan dalam masyarakat kita? (What are
the role and mission of library and librarian in our society?)
2. Dimana letak peran perpustakaan dalam pengembangan infrastruktur perpustakaan?
(Where do libraries fit in the developing information infrastructure?)
3. Apa saja hak masyarakat dalam hal informasi dan bagaimana kita melindungi hak-hak
tersebut? (What are our citizen’s rights to information and how do we protect those
rights?)
4. Apa kendala yang dihadapi oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi? ( What
are the baries citizents face in getting information?)
5. Apa saja etika tanggung jawab dan dilemma yang dihadapi oleh penyedia jasa
informasi? (What ethical responsibilities and dilemmas do information providers face
in providing information?)
6. Bagaimana kita yakin bahwa perpustkaan kita tetap eksis dan berkembang (How can
we ensure that our libraries survive and prosper?)
7. Bagaiman strategi pustakawan dalam hal pengembangan koleksi dan layanan yang
cukup bagi pengguna dan kaitannya denagn pertumbuhan informasi dalam bentuk
elektronik? (How does the growth of inforimation in electronics formats change the
way information provider develop adequate collection and services for their
patrons?)
8. Apa yang akan terjadi dengan perpustakaan (dalam hal fisik/ gedung), ketika aksess
online semakin diminati? (What will happen to the library as a physical place as
more and more access is electronics?)
9. Bagaimana bentuk perpustakaan dan tenaga informasi professional yang kita perlukan
di masa yang akan datang? (What kind of library and information professionals do we
need for the future?)
Terhadap syarat tersebut ini, De Rosa sendiri, mengakui bahwa tidak semua
pertanyaan tersebut mudah ditemukan jawabannya. Meskipun demikain beberapa
pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti pertanyaan 1-6 misalanya disayaratkan untuk
mendapat jawaban untuk agar pengembangan perpustkaaan sesuai dengan yang
diharapkan.
5
6. LIBRIA, Vol. 3, No. 4, Juli, Tahun 2012 Nazaruddin Musa,MLIS
e. Pustakawan dan Layanan Perpustakaan
Lebih jauh, terkait dengan sikap penyedia jasa informasi, dalam hal ini pustakawan
dan staf perpustakaan, Charles A.Bunge & Richard E. mengatakan bahwa pustakawan
harus vibrant, yaitu harus energik dalam bertindak, atraktif dalam melayani dan responsive
terhadap perubahan masyarakat dan perkembangan teknologi. Sikap ini sangat penting.
Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Ranganathan, bahwa pustakawan
professional adalah sangat penting untuk menghubungkan antara pembaca dan sumber
bacaan. Untuk tujuan ini tokoh perpustakaan India terkenal ini mewajibkan pustakawan
memahami, hukum dasar Ilmu Perpustakaan yaitu:
1. Books are for use,
2. For every Readers his or her book,
3. For every book its reader,
4. Save the time of the readers.
5. A library is a growing organism.
c. Potensi Pengembangan Perpustakaan Desa di Aceh
Potensi pengembangan perpustakaan desa di Aceh masih terbuka lebar. Hal ini
karena Aceh memiliki beberapa faktor potensial yang dapat mendukung program
pengembangan perpustakaan desa/kelurahan.
Pertama, Aceh merupakan daerah yang berstatus otonomi khusus. Dengan status
spesial ini, diharapkan perpustakaan terdukung secara finansial. Pemerintah mendukukung
pengembangan perpustakaan secara factual, bukan seacara seremonial seperti
dikemukakan di atas. Indikatornya akan terlihat pada besar kecilnya anggaran yang
dialokasikan untuk perpustakaan.
Kedua, sebagian besar masyarakat Aceh hari ini masih terisolir dalam hal
pendidikan dan informasi. Kondisi ini memungkinkan pihak penyelenggara perpustkaan
untuk “menjual” isu ini kepada pemerintah dan lembaga-lembaga donor, baik dalam
maupun luar negeri.
Ketiga, kesigapan Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh juga dapat mendorong
kegiatan pengembangan perpustakaan desa.
Keempat, Aceh juga memiliki sumber daya perpustakaan yang berpendidikan
tinggi, baik lulusan dalam maupun luar negeri. Disamping itu, Aceh juga memiliki
perguruan tinggi yang “memproduksi” sumber daya perpustakaan, yaitu melaui program
S1 dan DIII Ilmu Perpustakan, Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry.
Untuk mengaktifkan semua potensi tersebut, hal utama yang amat perlu dilakukan
adalah membanagun dan meningkatkan kordinasi dan komunikasi denagn pihak-pihak
tersebut. Disamping itu juga perlu membangun komunikasi secara intens dengan pihak
6
7. LIBRIA, Vol. 3, No. 4, Juli, Tahun 2012 Nazaruddin Musa,MLIS
stakeholder, baik di jajaran pemerintahan maupun di lembaga-lembaga non-pemerintah
lainnya.
Membangun koordinasi antara pihak ini sangat penting agar terbagun sinergisitas
dalam setiap program pengembangan perpustakaan di Aceh. Dengan demikian hasil
produksi dan juga ide-ide inovatif pustakawan Aceh dapat disharing dan dikontribusikan
dalam bentuk-bentuk program perpustakaan. Salah satu bentuk kordinasi itu adalah seperti
yang dilakukan oleh Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh melalui acara Bimbingan Teknis
ini yang turut melibatkan pihak-pihak luar dalam acara ini.
Dengan demikian peran Perpustakaan Desa diharapkan akan menjadi tempat
pengembangan kreatifitas masyarkat Aceh agar dapat keluar dari keterisoliran dan mampu
menatap dunia global dengan penuh keyakinan menuju ke kehidupan yang lebih
berkualitas.
F. Kesimpulan
Berdasrkan pembahasan diatas dapat disimpulakan bahwa energi dan strategi
pustakawan dan staf perpustakaan pada umunya masih sangat diperlukan saat ini. Hal ini
penting agar dapat mengopitimalisasikan fungsi dan peran perpustakaan dengan berbagai
bentuk layanan yang kreatif dan innovative dengan tetap berorientasi pada kebutuhan
masayakat. Modal utama untuk pencapaian ini adalah komitmen, kordinasi dan
kompetensi pustakawan baik dalam aspek teoritis maupun teknis sehingga dengan
demikian program perpustakaan yang dikembangkan sejalan dengan kebutuhan
masyarakat.
Akhirnya, tulisan ini diharapakan agar dapat memberikan kontribusi yang
bermanfaat untuk kejayaan perpustakaan Indonesia pada umumnya, dan Aceh pada
khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Charles A.Bunge & Richard E.Bpp. (2001). History and varieties of reference
service.Englewood,CO: Libraries Unlimited
2. De Rosa, Cathy, Lorcan Dempsey, and Alan Wilson (2004). The 2003 OCLC
Environmental scan: Pattern Recognition: A Report to the OCLC Membership.
Dublin, Ohio: OCLC, 2004.
3. Guideline for information and information services in public libraries.London:
Library Association.P.3-9
4. Lina Khoerunnisa (2010).Membangun perpustakaan desa menuju masyarakat
berbasis pengetahuan secara merata. Diakses tanggal 19 September 2011, dari
Library and Information Science Website,
http://www.pemustaka.com/membangun-perpustakaan-desa-menuju-masyarakat-
berbasis-pengetahuan-secara-merata.html?format=pdf
5. Lina Khoerunnisa (2010). Menghadirkan perpustakaan berbasis layanan,
menyonsong AFTA 2015. Diakses tanggal 19 September 2011, dari Library and
Information Science Website, http://www.pemustaka.com/menghadirkan-
perpustakaan-ideal-berbasis-layanan-menyongsong-afta-2015.html
6. Longman dictionary of Contemporary English.New edition. P.1424).
7
8. LIBRIA, Vol. 3, No. 4, Juli, Tahun 2012 Nazaruddin Musa,MLIS
7. Pedoman Penyelenggara Perpustakaan Desa (2001). Perpustakaan Nasional RI.
Jakarta.
8. Sulistyo Basuki (1993),Pengantar Ilmu Perpustakaan. Gramedia Pustaka.Jakarta
9. Ummi Kalsum (2011). Peran perpustakaan Desa meningkatkan Ekonomi
Masyarakat. (Online) Diakses tanggal 20 September 201.
8