2. Mampu memahami penggolongan obat
Mampu melakukan skrining resep
Mampu menyerahkan sediaan farmasi kepada pasien
Mampu menyiapkan sediaan obat non-steril
Mampu melakukan pencampuran sediaan steril
STANDAR KOMPETENSI
3. Pendahuluan
Penggolongan Obat
Resep
Dosis
Standar Pelayanan Resep
Penyiapan Obat Serbuk, Kapsul, Larutan non steril, Suspensi,
Emulsi, Krim, Salep dan Gel
Pencampuran Obat Steril
POKOK BAHASAN
4. Farmakope Indonesia dan Farmakope Lain
FASTtrack Pharmaceutical Dispensing and Compounding
Pharmaceutical Clinical and Calculation
Pharmaceutical Compounding and Dispensing
ISO, MIMS dan buku informasi obat lain
Buku pedoman kefarmasian Depkes
PUSTAKA
6. Bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk
manusia (UU No 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan)
OBAT
8. Kriteria Obat yang termasuk dalam daftar Obat Narkotika golongan I, II & III.
Dasar Hukum UU RI No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika berubah jd UU RI No.35 tahun
2009 tentang Narkotika
Catatan Khusus Tidak mungkin keluar golongan I & II, karena golongan tersebut hanya
untuk penelitian.
Aturan
Penandaan
Tempelkan logo obat golongan narkotika beserta aturan logo tersebut.
OBAT NARKOTIKA
9. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang.
OBAT NARKOTIKA
10. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan
Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang
PREKURSOR NARKOTIKA
11. Kriteria Obat yang termasuk dalam daftar Obat Psikotropika golongan I, II, III & IV.
Dasar Hukum a. UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
b. SK Menkes RI No. 5248/E/SK/75 tanggal 3 November 1975
Memutuskan: Mencabut sediaan obat sedot yang mengandung
Amphetaminum atau garam-garamnya (P 1) dari daftar OBT sebagai
tercantum dalam diktum pertama No. 6 Daftar OBT No. 2 (Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 2193/Dirjen/SK/67 tanggal 15 Oktober
1967)
Catatan Khusus Tidak mungkin keluar golongan I & II, karena golongan tersebut hanya
untuk penelitian.
Aturan
Penandaan
Tempelkan logo obat keras beserta aturan penandaannya
OBAT PSIKOTROPIKA
12. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Penggolongan ada 4 :
1. Psikotropika golongan I
2. Psikotropika golongan II
3. Psikotropika golongan III
4. Psikotropika golongan IV
OBAT PSIKOTROPIKA
13. Kriteria Obat yang boleh beredar dan tidak dinyatakan sebagai narkotika/
psikotropika / OK / OBT.
Dasar Hukum a. SK Menkes RI No. 925/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan
Golongan Obat No 1.
b. SK Menkes RI No. 8904/A/SK/73: Pencabutan Asetaminofen /
Paracetamol dari OBT menjadi Obat Bebas
c. SK Menkes RI No. 6627/A/SK/73: Mengeluarkan Santonium dari OBT No.
1 (dalam surat Keputusan Menkes RI No. 6355/Dirjen/SK/69 tanggal 7
November 1969) menjadi Obat Bebas.
Catatan Khusus Jika suatu zat aktif tidak ada di penggolongan narkotika, psikotropika, Obat
Keras, OBT tapi ada dalam monografi FI maka obat tersebut masuk ke dalam
Obat Bebas.
Aturan Penandaan Tempelkan logo Obat Bebas beserta aturan logo tersebut.
OBAT BEBAS
14. Kriteria Semua obat yang tercantum dalam OBT No. 1 sampai 9.
Dasar Hukum a. Daftar OBT No 1: SK Menkes RI No 6355/Dirjen/SK/69
b. Daftar OBT No 2: SK Menkes RI No 2193/Dirjen/SK/67
c. Daftar OBT No 3: SK Menkes RI No 1761/A/SK/71
d. Daftar OBT No 4: SK Menkes RI No 639/Dirjen/SK/70
e. Daftar OBT No 5: SK Menkes RI No 9548/A/SK/71
f. Daftar OBT No 6: SK Menkes RI No 6627/A/SK/73
g. Daftar OBT No 7: SK Menkes RI No 6294/A/SK/74
h. Daftar OBT No 8: SK Menkes RI No 679/E/SK/76
i. Daftar OBT No 9: SK Menkes RI No 680/E/SK/76
Catatan Khusus Perubahan golongan obat bebas terbatas
a. SK Menkes RI No 925/Menkes/PER/X/1993 ttg Daftar perubahan
golongan obat No 1 Hasil Rapat Tim Ahli Perubahan Penggolongan
Obat tgl 20 Juli 2005 (Lihat di lampiran perubahan golongan obat
DOWA No 4).
b. SK Menkes RI No 8904/A/SK/73 tgl 29 Agustus 1973 SK Menkes
RI No. 679/E/SK/76 tgl 22 Juni 1976 tentang Daftar OBT No. 8
c. SK Menkes RI No. 5248/E/SK/75 tanggal 3 November 1975
Aturan
Penandaan
Tempelkan logo OBT beserta aturan logo tersebut.
OBAT BEBAS TERBATAS
15. Kriteria a. Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras, kecuali dinyatakan lain.
b. Semua obat yang digunakan secara parenteral baik dengan cara suntikan maupun
pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.
c. Obat baru kecuali dinyatakan secara tertulis tidak membahayakan kesehatan oleh Depkes.
Definisi obat baru adalah obat yang belum terdaftar di FI / daftar obat keras / obat yang
hingga saat dikeluarkannya surat keputusan ini belum pernah diimpor atau digunakan di
Indonesia (Kep Menkes No. 633/Ph/62/b tanggal 25 Juni 1962).
d. Bila termasuk DOWA, maka umumnya termasuk Obat Keras, tapi cek ke daftar golongan
obat lain untuk memastikan.
Dasar
Hukum
a. Ordonansi Obat Keras (St No. 419 tanggal 22 Desember 1949).
b. Daftar Obat Keras No. 1: SK Menkes RI No. 633/Ph/62/b tanggal 25 Juni 1962.
c. Daftar Obat Keras No. 2: SK Dirjen Farmasi Depkes RI No. 2669/Dirjen/SK/68.
d. Daftar Obat Keras No. 3: SK Menkes RI No. 6171/A/SK/73.
e. DOWA No. 1: Kep Menkes RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tanggal 16 Juli 1990.
f. DOWA No. 2: Kep Menkes RI No. 924/Menkes/PER/X/1993 tanggal 23 Oktober 1993.
g. DOWA No. 3 & daftar obat yang dikeluarkan dari DOWA: Kep Menkes RI No.
1176/Menkes/SK/X/1999 tanggal 7 Oktober 1999.
h. DOWA No. 4: Hasil Rapat Tim Ahli Perubahan Penggolongan Obat tanggal 20 Juli 2005.
Aturan
Penandaan
Tempelkan logo obat keras beserta aturan logo tersebut.
OBAT KERAS
16. Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat
Obat Alam Indonesia digolongkan dalam :
1. Jamu
2. Obat Herbal Terstandar
3. Fitofarmaka
OBAT TRADISIONAL
24. Berdasarkan SK Menkes No….. tentang …(judul SK)... maka
sediaan … (judul soal)… digolongkan ke dalam
obat….(keras/bebas/bebas terbatas/psikotopika/narkotika)
sehingga kepadanya diberlakukan peraturan tentang
obat….(keras/bebas/bebas terbatas/psikotopika/narkotika) dan
juga ketentuan penandaan pada kemasan serta nomor
registrasi.
PENANDAANPADAWADAH, LEAFLET ATAU BROSUR
Pada sediaan … (judul soal)… berlaku aturan penandaan
sebagai berikut:
…….
DASAR PERTIMBANGANDAN LANDASAN
HUKUM PENGGOLONGAN OBAT
25. FM 16 A e6idvx
FM 16 B opnweu
FM 16 C u5m220a
TUGAS G-CLASSROOM
27. KOMPONEN LABEL DAN BROSUR OBAT
• Nama Obat
• Kekuatan Sediaan
• Indikasi
• Kontraindikasi
• Dosis
• Aturan Pakai
• Peringatan dan Perhatian
• Efek Smping
• Nomor Registrasi
• Nama Perusahaan Obat dan Alamat
28. Farmakope Indonesia
Farmakope Amerika (USP), Farmakope
Jepang (JP), Farmakope Inggis (BP) dll
Drug Information Handbook (DIH)
AHFS
A to Z Drug Facts
dll
PUSTAKA INFORMASI OBAT
29. Resep adalah permintaan tertulis seorang dokter,
dokter gigi atau dokter hewan yang diberi ijin
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku kepada apoteker pengelola apotik untuk
menyediakan dan menyerahkan obat-obatan bagi
penderita.
Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya
recipe (ambilah).
Dibelakang tanda ini (R/) biasanya baru tertera
nama dan jumlah obat.
RESEP
30. Nama, alamat dokter, tanggal dan tempat ditulisnya
resep (inscriptio )
Aturan pakai dari obat yang tertulis (signatura)
Paraf/tanda tangan dokter yang menulis resep
(subcriptio)
Tanda buka penulisan resep dengan R/ (invocatio)
Nama obat, jumlah, bentuk yang akan dibuat dan
cara membuatnya (praescriptio atau ordinatio )
Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien
KELENGKAPAN RESEP
32. ETIKET
Pada etiket harus tercantum:
- Nama, alamat dan no.telp, nama dan no SIPA Apoteker
Pengelola Apotek
- Nama, tempat, tanggal ditulisnya etiket
- Nama pasien dan aturan pakai yang jelas dan dimengerti
- Paraf pembuat obat.
Selain etiket, kalau dianggap perlu ditempelkan juga kertas
peringatan lainnya, misalnya “ Kocok Dahulu”, “Tidak Boleh
Diulang Tanpa Resep Dokter”, dan lain-lainnya. Sesuaikanlah
aturan pakai dan nama pasien yang tertera di resep dengan di
etiket.
35. SALINAN RESEP /
COPY RESEP
Salinan resep (Copy Resep) --) salinan yang dibuat oleh apotik,
selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli
juga harus memuat :
1. Nama dan alamat apotik
2. Nama dan nomer izin apoteker pengelola apotik.
3. Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotik
4. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan
tanda nedet (nedetur) untuk obat yang belum diserahkan dan
pada resep dengan tanda ITER …X diberi tanda detur orig /
detur …..X
5. Nomor resep dan tanggal pembuatan.
38. DOSIS
Banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau
diberikan kepada seorang penderita baik untuk dipakai
sebagai obat dalam maupun obat luar.
Ketentuan Umum FI edisi III mencantumkan 2 dosis yakni :
1. Dosis Maksimal ( maximum) berlaku untuk pemakaian sekali dan sehari.
Penyerahan obat dengan dosis melebihi dosis maksimum dapat
dilakukan dengan membubuhi tanda seru dan paraf dokter penulisan
resep, diberi garis dibawah nama obat tersebut atau banyaknya obat
hendaknya ditulis dengan huruf lengkap.
2. Dosis Lazim (Usual Doses) merupakan petunjuk yang tidak mengikat
tetapi digunakan sebagai pedoman umum (dosis yang biasa / umum
digunakan).
40. DOSIS MAKSIMUM
Daftar dosis maksimal menurut FI digunakan untuk orang dewasa
berumur 20 - 60 tahun, dengan berat badan 58 – 60 kg. Untuk
orang yang sudah berusia lanjut dan pertumbuhan fisiknya sudah
mulai menurun, maka pemberian dosis lebih kecil dari pada dosis
dewasa.
Perbandingan dosis orang usia lanjut terhadap dosis dewasa :
Umur Dosis
60-70 tahun 4/5 x dosis dewasa
70-80 tahun ¾ x dosis dewasa
80-90 tahun 2/3 x dosis dewasa
90 tahun keatas ½ x dosis dewasa
41. DOSIS UNTUK WANITA HAMIL
Untuk wanita hamil yang peka terhadap obat-obatan sebaiknya diberi
dalam jumlah yang lebih kecil, bahkan untuk beberapa obat yang dapat
mengakibatkan abortus dilarang, juga wanita menyusui, karena obat dapat
diserap oleh bayi melalui ASI.
Kategori FDA tentang Keamanan Terhadap Ibu Hamil
45. HITUNGLAH DOSIS
MAKSIMAL DALAM RESEP INI
R/ Amoksisilin 200 mg
Luminal 10 mg
CTM 2 mg
mf. pulv. dtd. No X
s tdd pulv ac
Pro: Yanti (10 th)
46. HITUNGLAH DOSIS
MAKSIMAL DALAM RESEP INI
R/ Amoksisilin 200 mg
Luminal 10 mg
CTM 2 mg
mf. pulv. dtd. No X
(misce fac pulvenes da tales doses nomero 10)
s tdd pulv ac
(signa ter de die pulveren ante coenam)
Pro: Yanti (10 th)
49. STANDAR PELAYANAN RESEP
1. Skrining Resep
• Persyaratan Administrasi
- Nama,SIP dan alamat dokter.
- Tanggal penulisan resep.
- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
- Nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta.
- Cara pemakaian yang jelas.
- Informasi lainnya.
• Kesesuaian Farmasetik
bentuk sediaan, dosis,potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian.
• Pertimbangan Klinis
adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah
obat dan lain-lain).
50. 2. Penyiapan Obat
• Peracikan
• Etiket
• Kemasan Obat yang diserahkan
• Penyerahan Obat
• Informasi Obat
Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi.
• Konseling
• Monitoring Penggunaan Obat
Sumber :
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004